The relationship of Diacylglicerol acyltransferas (DGAT1) Gene Diversity to Friesian Holstein Dairy Cattle‘s Milk Production and Fatty Acid Profile.

HUBUNGAN KERAGAMAN GEN DGAT1 (diacylglycerol
acyltransferase1) TERHADAP PRODUKSI DAN PROFIL ASAM
LEMAK SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN

SANTIANANDA ARTA ASMARASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Keragaman
Gen DGAT1 (diacylglycerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam
Lemak Susu Sapi Perah Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Santiananda Arta Asmarasari
NIM D151100111

RINGKASAN
SANTIANANDA ARTA ASMARASARI. Hubungan Keragaman Gen DGAT1
(diacylglycerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu
Sapi Perah Friesian Holstein. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI dan I WAYAN
MATHIUS.
Komposisi asam lemak pada susu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan. Komposisi lemak susu dapat diubah melalui perbaikan nutrisi
maupun perbaikan genetik yang dilakukan melalui seleksi keunggulan pada gen
yang berasosiasi kuat terhadap sifat produksi susu dan persentase kadar lemak.
Suatu studi pemetaan lokus sifat kuantitatif (QTL) pada sapi menghasilkan
identifikasi polimorfisme (K232A) dalam pengkodean gen untuk acyl
CoA:diacylgliserol acyltransferase1 (DGAT1), yang merupakan kunci enzim
dalam sintesis trigliserida dan memiliki efek kuat pada persentase lemak susu dan
karakteristik produksi susu lainnya. Pengaruh dari mutasi DGAT1 pada komposisi

lemak susu sapi perah di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen DGAT1 pada sapi
Friesian Holstein (FH) serta pengujian hubungan antara keragaman genotipe gen
DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu.
Penelitian terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah identifikasi
keragaman gen DGAT1 pada sapi perah FH dan tahap kedua adalah pengujian
hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap produksi susu dan profil asam lemak
susu. Sampel darah yang digunakan untuk melihat keragaman genetik gen
DGAT1 diambil dari 7 populasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan total 300
ekor, yaitu BBPTU Sapi Perah (SP) Baturraden (123), BET Cipelang (32), BPPT
Cikole (36), peternakan rakyat Cilumber (34) dan peternakan rakyat Pasir Kemis
(34). Aliran genetik dari pejantan terhadap betina laktasi dilihat dengan
menggunakan sampel sapi pejantan FH yang berasal dari lokasi Balai Inseminasi
Buatan (BIB) Lembang (16) dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari
(28). Sampel susu untuk melihat hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap
produksi dan profil asam lemak susu hanya digunakan sampel dari BBPTU SP
Baturraden sebanyak 40 sampel. Sampel susu dikoleksi berdasarkan uji satu hari
dengan menjumlahkan produksi pagi dan sore hari dari sapi laktasi dalam kisaran
periode laktasi 1-6 dan bulan laktasi 1-12. Data asam lemak susu diperoleh dari
hasil pengujian di labooratorium menggunakan metode Gas Chromatography.

Ektraksi DNA dilakukan dari sampel darah sapi FH mengikuti metode (Sambrook
et al. 1989) yang telah dimodifikasi.
Penentuan genotipe masing-masing individu dilakukan dengan pendekatan
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP).
Keragaman gen dilihat dengan menghitung frekuensi alel, frekuensi genotipe dan
nilai heterozigositas. Hubungan antara varian genotipe gen DGAT1 dengan
produksi susu dan profil asam lemak susu dihitung menggunakan General Linear
Model (GLM) dengan bantuan software SAS 9.1.
Amplifikasi ruas gen DGAT1 menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) menghasilkan produk sepanjang 411 bp. Genotyping ruas gen
DGAT1 menghasilkan dua genotipe yaitu KK dan KA. Genotipe KK ditunjukkan

dengan panjang fragmen 411 bp dan genotipe AK ditunjukkan dengan panjang
fragmen 203, 208 dan 411 bp.
Frekuensi genotipe KA (73%) pada tujuh populasi sapi perah FH lebih
tinggi dibanding dengan frekuensi genotip KK (27%) dan AA (0%). Fenomena
tidak adanya genotipe AA dari sapi betina FH, baik di peternakan rakyat maupun
di stasiun bibit salah satunya adalah dipengaruhi oleh sumber pejantan inseminasi
buatan (IB) yang digunakan. Pejantan yang digunakan untuk IB pada betina
laktasi umumnya berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari. Berdasarkan

hasil analisis pada sapi pejantan IB yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB
Singosari tidak ditemukan genotipe AA dan frekuensi alel A rendah pada pejantan
yang diamati. Frekuensi alel sapi FH dari tujuh populasi diperoleh alel K (64%)
lebih tinggi dibanding alel A (36%). Dari hasil penelitian ini gen DGAT1 pada
sapi FH dari tujuh populasi yang diamati bersifat polimorfik karena ditemukan
dua tipe alel, yaitu alel K dan alel A.
Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) populasi sapi FH dari tujuh lokasi
berbeda berkisar antara 0.313-0.938 dan nilai heterozigositas harapan (He)
berkisar antara 0.264-0.498. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) yang tertinggi
adalah sapi FH dari BET Cipelang yaitu sebesar 0.938 dan nilai heterozigositas
pengamatan (Ho) yang terendah adalah sapi FH di lokasi BIB Lembang (0.313).
Begitu pula nilai heterozigositas harapan (He) yang tertinggi adalah populasi sapi
FH dari Cipelang (0.498) dan yang terendah adalah dari BIB Lembang (0.264).
Tingginya nilai heterozigositas pengamatan (Ho) menunjukkan adanya keragaman
alel dalam populasi tersebut.
Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap rataan kadar
protein susu menunjukkan bahwa sapi dengan genotipe KK menghasilkan kadar
protein susu lebih tinggi (3.12%) dibandingkan sapi dengan genotipe AK (3.06%),
meskipun pengaruh tersebut secara statistik tidak nyata (P>0.05). Sebaliknya sapi
dengan genotipe AK cenderung menghasilkan produksi susu lebih tinggi

dibandingkan KK (P>0.05). Sapi dengan genotipe KK menghasilkan kadar lemak
susu lebih banyak (3.32%) dibanding sapi AK (3.20%). Sapi dengan genotipe KK
juga bertendensi menghasilkan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) dan Berat
Jenis (BJ) lebih tinggi dibandingkan AK (P