Profile of Calcium and Phosphorus in Blood of FH (Friesian Holstein)Dairy Cow during Growth.

1

GAMBARAN KALSIUM DAN FOSFOR DARAH
SAPI PERAH FH (Friesian Holstein)
PADA MASA PERTUMBUHAN

BAKHTIAR HIDAYAT HARAHAP

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Kalsium dan
Fosfor Darah Sapi Perah FH (Friesian Holstein) pada Masa Pertumbuhan adalah
karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

Bakhtiar Hidayat Harahap
NIM. B04062864

3

ABSTRACT
BAKHTIAR HIDAYAT HARAHAP. Profile of Calcium and Phosphorus in
Blood of FH (Friesian Holstein)Dairy Cow during Growth. Under direction of
SUS DERTHI WIDHYARI and ENDANG RACHMAN SUPRIATNA.
The aim of this study was to know the profile of calcium and phosphorus in
blood of FH (Friesian Holstein) dairy cow during growth. Twenty five serum
samples were collected from healthy dairy cows that divided into five groups.
Each group consisted of five dairy cows are differentiated by age, one month,

three months, six months, nine months, and twelve months. Blood sampels were
taken from the jugular vein, calcium and phosporus of the serum were examined
using spectrophotometry. The results showed levels of calcium in blood of dairy
cow ranging from 7,5±0,38 to 8,7±0,07 mg/dl. The highest calcium of blood levels
was obtained from dairy cows at age three months. Levels of phosphorus in blood
of dairy cow ranging from 3,3±1,15 to 6,5±1,75 mg/dl. The highest of phosphorus
blood levels was obtained from dairy cows at age six months. The lowest of
calcium and phosphorus blood levels was obtained from dairy cows at age nine
months.
Keywords: calcium, phosphorus, dairy cow

4

RINGKASAN

BAKHTIAR HIDAYAT HARAHAP. Gambaran Kalsium dan Fosfor Darah Sapi
Perah FH (Friesian Holstein) pada Masa Pertumbuhan. Dibimbing oleh SUS
DERTHI WIDHYARI dan ENDANG RACHMAN SUPRIATNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium dan fosfor darah
sapi perah FH (Friesian Holstein) pada masa pertumbuhan. Penelitian ini

menggunakan sampel serum dari dua puluh lima ekor sapi perah sehat secara
klinis yang dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas
lima ekor sapi perah yang dibedakan berdasarkan umur, yaitu satu bulan, tiga
bulan, enam bulan, sembilan bulan, dan duabelas bulan. Pengambilan darah
dilakukan melalui vena jugularis, kadar kalsium dan fosfor darah diperiksa dari
serum menggunakan spektrofotometer. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa
kadar kalsium berkisar antara 7,5±0,38 sampai 8,7±0,07 mg/dl. Kadar kalsium
darah paling tinggi diperoleh dari sapi perah yang berumur tiga bulan. Kadar
fosfor darah berkisar antara 3,3±1,15 sampai 6,5±1,75 mg/dl. Kadar fosfor darah
paling tinggi diperoleh dari sapi perah yang berumur enam bulan. Kadar kalsium
dan fosfor darah yang paling rendah diperoleh dari sapi perah yang berumur
sembilan bulan.
Kata kunci: kalsium, fosfor, sapi perah

5

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini
tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Pengutipan
hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6

GAMBARAN KALSIUM DAN FOSFOR DARAH
SAPI PERAH FH (Friesian Holstein)
PADA MASA PERTUMBUHAN

BAKHTIAR HIDAYAT HARAHAP

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan


DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

7

Judul

: Gambaran Kalsium dan Fosfor Darah Sapi Perah FH
(Friesian Holstein) pada Masa Pertumbuhan

Nama

: Bakhtiar Hidayat Harahap

NIM

: B04062864


Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si
NIP. 19640601 199002 2 001

Drh. Endang Rachman Supriatna, MS

NIP. 19450903 197106 1 001

Mengesahkan,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini
NIP. 19621205 198703 2 001


Tanggal lulus:

8

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 17 Desember 1988. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Syarifuddin dan Ibu
Susilowati.
Penulis memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK Trisula Pati pada
tahun 1993. Pada tahun 1994, penulis memulai pendidikan sekolah dasar di SD
Plangitan 01, kemudian pada tahun 1995 penulis pindah ke SD Pakis 02 dan
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis
melanjutkan sekolah di SMP N 2 Pati sampai tahun 2003. Sekolah dilanjutkan di
SMA N 1 Pati pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006.
Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI), dan mengikuti pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada
tahun 2007 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama kuliah
penulis

juga


aktif

mengikuti

organisasi

kemahasiswaan.

Organisasi

kemahasiswaan yang diikuti oleh penulis adalah Himpunan Minat dan Profesi
Ruminansia, IMAKAHI, dan Komunitas Seni Steril

9

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Gambaran Kalsium dan Fosfor

Darah Sapi Perah FH (Friesian Holstein) pada Masa Pertumbuhan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skiripsi ini tidak dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
 Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si dan Drh. Endang Rachman Supriatna,
MS selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan pengarahan,
bimbingan, dan pendampingan sejak persiapan penyusunan usulan
penelitian, pelaksanaan penelitian, seminar, sampai penulisan skripsi ini
selesai.
 Prof. Drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D selaku dosen pembimbing
akademik atas semua bimbingan dan arahannya.
 Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc selaku dosen penilai dan Dr.
Drh. Anita Esfandiari, M.Si selaku moderator seminar atas saran dan kritik
yang diberikan.
 Dr. Hj. Umi Cahyaningsih, MS selaku dosen penguji atas masukannya.
 Pimpinan PT Rejo Sari Bumi dan seluruh stafnya, serta staf Laboratorium
Patologi Klinik FKH IPB yang telah membantu dan memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian ini.
 Keluarga tercinta (Ayah, Ibu, Irul, Jiha, dan semua keluarga besar) yang
selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya.

 Ani Murtisari atas semangat dan doa yang yang selalu diberikan.
 Teman-teman sepenelitian (Yuga, Kris, Ryan, Pekik) atas kerjasamanya
selama ini.
 Teman-teman di Wisma Biru (Sonni, Yuga, Mbambit, Rofi, Mas Agus,
Mas Nube, Riza, Indra, Aero, Zamzam, Anang, Jihan, Bang Ijal) atas
kebersamaan dan dukungannya.

10

 Teman-teman IKMP (Jihan, Mbambit, Anang, Ilmi, Anggi, Gilang, Sunuk,
Dedy, Anh) yang selalu memberikan semangat.
 Adik-adik di Chevana C2 (Ani, Eka, Ningrum, Vully, Archi, Chaca) atas
semangat dan dukungannya.
 Teman-teman seperjuangan Aesculapius 43 yang selalu memberikan
dukungan dan kebersamaan selama ini.
 Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang

berkepentingan.

Bogor, Desember 2010

Bakhtiar Hidayat Harahap

11

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................

1

Tujuan........................................................................................................

3

Manfaat ......................................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah FH (Friesian Holstein) ..............................................................

4

Metabolisme Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) ..................................................

8

Mineral Kalsium.......................................................................................

10

Defisiensi Kalsium ............................................................................. 12
Mineral Fosfor............................................................................................ 14
Defisiensi Fosfor ................................................................................ 15
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ..................................................................................... 17
Materi Penelitian ........................................................................................ 17
Bahan dan Alat ........................................................................................... 17
Metode Penelitian ....................................................................................... 17
Analisis Data .............................................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalsium (Ca) .............................................................................................. 19
Fosfor (P) ................................................................................................... 21
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25

12

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Data biologis sapi .....................................................................................

5

2

Unsur pokok yang terkandung di dalam kolostrum ...................................

6

3

Komposisi nutrisi pakan awal (calf starter) ..............................................

7

4

Kandungan mineral dalam darah sapi pada kondisi normal ....................... 11

5

Kandungan mineral essensial dalam tubuh hewan .................................... 11

6

Kandungan mineral Ca dan P dalam beberapa bahan pakan ...................... 12

7

Kebutuhan Ca dan P untuk kebutuhan hidup sapi perah per hari ............... 15

6

Kadar kalsium darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan ............. 18

7

Kadar fosfor darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan ................ 21

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Metabolisme Ca dan P..............................................................................

9

2

Kadar kalsium darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan ............. 20

3

Kadar fosfor darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan ................ 22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
bekerja di sektor pertanian. Sektor ini memberikan lapangan pekerjaan yang luas
dan menyediakan bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah
satu kegiatan di sektor pertanian adalah kegiatan usaha ternak yang secara umum
memiliki beberapa kelebihan. Sektor peternakan sebagai penghasil daging dan
susu yang memberikan banyak keuntungan, selain itu juga sebagai sumber
pendapatan dengan memanfaatkan limbahnya sebagai pupuk organik dan juga
kulitnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sapi perah merupakan salah satu sumber daya penghasil susu yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan bermanfaat untuk masyarakat. Ternak sapi
perah memiliki manfaat yang lebih luas dan bernilai ekonomi lebih besar
dibandingkan dengan usaha ternak yang lain. Sapi perah merupakan hewan
pemakan konsentrat dan hijauan yang berperan sebagai pengumpul bahan pakan
bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi bagi manusia melalui
produksi susu dan daging.
Jenis sapi perah yang diternakkan di Indonesia kebanyakan dari jenis Bos
taurus (sapi yang berasal dari daerah sub tropis), yaitu sapi Friesian Holstein
yang biasa disingkat FH. Sapi ini mampu memproduksi susu dalam jumlah tinggi
pada masa laktasi di daerah asalnya, tetapi pada daerah tropis seperti Indonesia,
sifat tersebut tidak terekspresi secara maksimal karena tidak sesuai dengan kondisi
daerah asalnya, walaupun sapi tersebut mempunyai daya adaptasi yang cukup
tinggi (Usman 2006).
Forbes (2007) menyatakan bahwa hewan dapat tumbuh secara potensial
apabila pakan yang tersedia memiliki kualitas yang baik. Beberapa faktor
mungkin dapat menjadi pembatas bagi hewan muda untuk dapat tumbuh
potensial. Sapi membutuhkan asupan mineral yang cukup selama masa
pertumbuhan. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat
diperlukan oleh hewan muda disamping karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin.
Unsur mineral makro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na),
kalium (K), klor (Cl), sulfur (S), dan fosfor (P) diperlukan untuk menyusun

2

struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti besi (Fe),
tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo), dan iodine (I) berfungsi untuk
aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh.
Kalsium merupakan unsur mineral yang penting bagi pertumbuhan dan
produksi air susu pada sapi perah. Unsur kalsium diperlukan untuk membentuk
tulang, gigi dan air susu, unsur tersebut juga berguna dalam proses pembekuan
darah serta kesiapan otot terhadap rangsangan syaraf. Mineral fosfor diperlukan
dalam pembentukan tulang, gigi, sintesis protein dan sistem enzimatik (Erlangga
2010). IkIim dan kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan
mineral dalam pakan hijauan. Di daerah yang kering dengan curah hujan rendah,
kandungan mineral dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih rendah
dibandingkan pada musim hujan. Kualitas pakan yang rendah mineral akan
menghambat proses pertumbuhan dan menyebabkan defisiensi mineral pada sapi
perah (Prabowo et al. 1984).
McDowell (2006) menyatakan bahwa defisiensi mineral kalsium dan
fosfor sering dijumpai pada sapi saat masa pertumbuhan. Hal ini dapat disebabkan
akibat defisiensi mineral kalsium dan fosfor, atau kelebihan mineral lainnya di
dalam pakan, atau dapat disebabkan akibat gangguan metabolisme mineral
kalsium dan fosfor. Pada masa pertumbuhan kebutuhan kalsium dan fosfor akan
meningkat untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang. Pada sapi perah yang
sedang berproduksi, defisiensi mineral kalsium dapat menyebabkan menurunnya
produksi susu, pada hewan muda dapat menyebabkan rachitis, dan pada hewan
yang lebih tua dapat menyebabkan osteomalacia, osteoporosis, atau milk fever.
Defisiensi mineral fosfor akan menyebabkan terganggunya proses pembentukan
jaringan kerangka, tulang, gigi, dan metabolisme. Sampai saat ini belum banyak
laporan mengenai gambaran mineral kalsium dan fosfor sapi perah pada masa
pertumbuhan, terutama pada umur satu sampai duabelas bulan. Oleh karena itu,
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hal
tersebut.

3

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil kalsium dan fosfor
dalam darah sapi perah FH pada umur satu sampai duabelas bulan atau pada masa
pertumbuhan.

Manfaat
Hasil penelitian ini digunakan sebagai informasi awal tentang data
fisiologis kadar kalsium dan fosfor pada sapi perah FH yang berumur satu sampai
duabelas bulan. Data ini diperlukan sebagai referensi normal dalam mendiagnosa
gangguan keseimbangan mineral, terutama kadar kalsium dan fosfor.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah FH (Friesian Holstein)
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi
berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi diklasifikasikan
sebagai berikut :
Phylum

: Chordata

Subphylum

: Vertebrata

Class

: Mamalia

Sub class

: Theria

Infra class

: Eutheria

Ordo

: Artiodactyla

Sub ordo

: Ruminantia

Infra ordo

: Pecora

Famili

: Bovidae

Genus

: Bos (cattle)

Spesies

: Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi Zebu)
Bos javanicus (banteng/sapi Bali)

Sapi perah Friesian Holstein atau sering disingkat FH berasal dari Eropa,
yaitu negara Belanda, tepatnya di propinsi Holland Utara dan Friesian Barat,
sehingga sapi bangsa ini memiliki nama resmi Fries Holland, dan sering juga
disebut Holstein atau Friesian saja (Williamson and Payne 1993). Peternakan
sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi
bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan
abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari
Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya
adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis
lainnya (Sudono 1999).

5

Sapi perah FH menurut Ensminger (1980) merupakan jenis sapi perah
dengan kemampuan produksi susu tertinggi dengan kadar lemak yang lebih
rendah. Produksi susu sapi perah FH di negara asalnya mencapai 6000-8000
kg/ekor/laktasi, di Inggris sekitar 35% dari total populasi sapi perah dapat
mencapai 8069 kg/ekor/laktasi. Sapi perah FH memiliki karakteristik yang
berbeda dengan sapi lainnya, sapi perah FH memiliki rambut berwarna hitam
dengan bercak putih, rambut ujung ekor berwarna putih, rambut bagian bawah
dari carpus berwarna putih atau hitam dari atas turun ke bawah, memiliki ambing
yang kuat dan besar, kepala panjang dan sempit dengan tanduk pendek dan
menjurus ke depan. Pada jenis Brown Holstein, rambutnya berwarna coklat dan
merah dengan putih. Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg. Sifat
sapi betina tenang dan jinak, sedangkan sapi jantan agak liar. Dewasa kelamin
sapi perah FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan. Data
biologis sapi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data biologis sapi
Lama bunting
Berat dewasa
Berat lahir
Jumlah anak
Suhu (rektal)
Pernafasan
Denyut jantung
Konsumsi energi
Imunitas pasif

: 280 hari (275-283)
: 300-680 kg betina, 350-1000 kg jantan
: 22-50 kg
: 1, kadang-kadang 2 ekor
: 38,00C - 39,00C (rata-rata 38,60C)
: 27 - 40/menit
: 40 - 58/menit
: kira-kira 15 kalori/kg/hari
: hanya melalui usus, dari kolostrum

Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
Periode Pertumbuhan
Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau
ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume, atau massa.
Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu menyangkut peningkatan massa
persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan
komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen
tubuh. Field (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan secara umum adalah
peningkatan bobot badan hingga ukuran dewasa tercapai. Lebih spesifik lagi, hal

6

ini menyatakan kesatuan produksi bahan biokimia baru yang akan mempengaruhi
pembagian sel, pembesaran sel, dan penggabungan sel dari beberapa bahan yang
diperoleh dari lingkungan.
Pertumbuhan setelah lahir dibagi menjadi prasapih dan pascasapih.
Pertumbuhan prasapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu yang
dihasilkan oleh induknya (Williams 1982).

Pertumbuhan prasapih juga

dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, umur induk, jenis
kelamin anak, dan umur penyapihan. Sapi setelah lahir memperoleh perlindungan
secara langsung dari induknya, keseluruhan aktifitasnya hanya mencari puting
kelenjar susu induknya. Anak sapi biasanya tidak berhasil memperoleh susu dari
induknya selama enam jam setelah lahir, tetapi setelah itu anak sapi dapat
menghisap susu dari induknya sepuluh kali per hari (Forbes 2007).
Anak sapi setelah lahir membutuhkan kolostrum dari induknya. Plasenta
pada hewan ruminansia memiliki tipe kotiledonaria, dengan tipe plasenta tersebut
fetus tidak memperoleh transfer antibodi dari induknya selama di dalam uterus.
Kolostrum sebaiknya diberikan lebih awal pada anak sapi, kolostrum akan
meningkatkan imunoglobulin di sistem sirkulasi (Andrews 2004). Anak sapi
biasanya menghabiskan 1,5 kilogram kolostrum setelah lahir, dengan jarak waktu
0,4 sampai 12,7 jam antara anak sapi lahir hingga mengkonsumsi kolostrum yang
pertama (Barret 2004).
Tabel 2 Unsur pokok yang terkandung di dalam kolostrum
Vitamin A
Vitamin D
Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
Kalsium (Ca)
Fosfor (P)
Magnesium (Mg)
Ig (A, G, M)

10 x lebih tinggi dari pada susu
3 x lebih tinggi dari pada susu
10 – 17 x lebih tinggi dari pada susu
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
semuanya tinggi

Sumber: Andrews (2004)
Pedet mengkonsumsi konsentrat formula atau pakan awal (calf starter)
dan air pada umur empat hari. Pakan awal diberikan untuk merangsang fungsional
rumen dan kolonisasi dari mikroflora pada rumen. Rumput kering sebaiknya tidak
diberikan pada pedet yang belum disapih atau belum mencapai usia dua bulan

7

(Amaral-Phillips et al. 2006). Komposisi nutrisi untuk calf starter menurut
Amaral-Phillips et al. (2006) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi nutrisi pakan awal (calf starter)
Protein kasar
Kalsium (Ca)
Fosfor (P)
Kalium (K)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Mangan (Mn)
Kobalt (Co)
Selenium (Se)

16-20%
0,70%
0,45%
0,65%
10 ppm
40 ppm
40 ppm
0,10 ppm
0,30 ppm

Sumber: Amaral-Phillips et al. (2006)
Anak sapi biasanya diberikan susu pengganti pada umur di atas tiga
minggu. Kandungan yang paling besar terdapat pada susu pengganti adalah
protein susu. Susu pengganti untuk anak sapi memiliki syarat dengan kandungan
minimum protein kasar 18-22%, lemak kasar 10-22%, dan serat kasar kurang dari
0,5%. Pada udara yang dingin, anak sapi sebaiknya diberikan susu pengganti
dengan kandungan lemak 20% (Amaral-Phillips et al. 2006).
Penyapihan yang dilakukan pada umur empat sampai lima bulan adalah
yang paling baik, karena pada bulan ke-6 masa laktasi, produksi susu akan
menurun sampai sepertiganya. Penyapihan memberikan beberapa keuntungan,
yaitu tata laksana pemeliharaan lebih mudah karena pedet tersebut dapat
dipelihara secara berkelompok, tenaga kerja lebih efisien karena pemberian pakan
dapat diberikan secara bersama-sama, dan menguntungkan secara ekonomi karena
harga hijauan dan konsentrat lebih murah daripada susu (Santosa 2001).
Pertumbuhan pascasapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa,
jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta
lingkungan, misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan
penyakit (Aberle et al. 2001). Pada masa lepas sapih, jumlah konsumsi pakan sapi
perah akan meningkat disertai dengan menurunnya pemberian susu perhari. Pada
usia tujuh sampai tigabelas minggu, anak sapi meningkatkan kemampuannya
untuk dapat menyeimbangkan jumlah pakan yang dikonsumsi. Asupan pakan
hijauan akan memberikan energi pada anak sapi, selain itu juga diperlukan pakan

8

tambahan (Borsberry 2004). Anak sapi perah FH selain memerlukan rumput
kering pada masa lepas sapih, juga membutuhkan konsentrat 2,5–3 kg setiap
harinya (Amaral-Phillips et al. 2006) Stimulasi rasa lapar untuk pakan padat dan
air akan muncul, dan bobot badan akan bertambah setiap harinya. Bobot badan
akan bertambah secara cepat pada anak sapi yang disapih lebih awal dengan
pemberian pakan padat susu yang tetap dilanjutkan, tetapi hal ini memerlukan
keteraturan dalam pemberian pakan dan susu (Forbes 2007).
Metabolisme Kalsium (Ca) dan Fosfor (P)
Sumber utama kebutuhan mineral bagi hewan adalah pakan. Banyak faktor
yang mempengaruhi penyerapan, penggunaan, dan metabolisme kalsium dan
fosfor, termasuk fungsi antara satu mineral dengan yang lainnya. Rasio Ca : P
yang direkomendasikan adalah 1 : 1 sampai 2 : 1 (McDowell 2006). Pada
ruminansia mempunyai toleransi perbandingan yang lebih besar. Anak sapi akan
tumbuh dengan baik apabila efisiensi pakannya dengan perbandingan Ca : P
berkisar antara 1 : 1 sampai 7 : 1. Ternak muda membutuhkan dua atau tiga kali
lebih banyak kalsium dan fosfor untuk keperluan pertumbuhannya yang optimal
(Nugroho 1986). Mineral terutama kalsium dan fosfor dipertahankan agar selalu
seimbang di dalam darah. Proses tersebut diatur oleh suatu mekanisme umpan
balik antara hormon paratiroid, calcitonin, dan derivat vitamin D. Kelenjar
paratiroid akan mensekresikan hormon paratiroid jika kadar kalsium di dalam
darah rendah. Hormon paratiroid merupakan hormon polipeptid yang mempunyai
dua target organ, yaitu tubuli ginjal dan tulang (Larson 1985 and Horst 1986,
diacu dalam Widhyari 1995).
Baron (1984) menyatakan pengatur utama terhadap sekresi dan sintesis
hormon paratiroid adalah konsentrasai ion-ion kalsium yang terdapat di dalam
cairan ekstraseluler. Produksi hormon ini akan meningkat bila kadar kalsium di
dalam plasma menurun, dan sebaliknya produksi hormon paratiroid akan menurun
bila kadar kalsium di dalam plasma meningkat. Meningkatnya hormon paratiroid
akan berakibat meningkatnya kalsium di dalam plasma dan meningkatnya
ekskresi fosfor melalui air seni. Vitamin D berperan untuk mempertahankan
konsentrasi kalsium dan fosfor yang diperlukan untuk mineralisasi tulang dan
fungsi fisiologis lainnya. Sumber utama pembentukan vitamin D adalah kolesterol

9

yang disintesis di dalam hati dari asetil koenzim. Kolesterol akan diubah oleh
enzim dehidrogenase menjadi 7-dehidrokolesterol yang biasa disebut pro vitamin
D.

Gambar 1 Metabolisme Ca dan P
(Sumber: www.jci.org/articles/view/29449/figure/3)
Hormon paratiroid (PTH), thyrocalcitonin (calcitonin), dan bentuk aktif
dari vitamin D, yaitu 1,25 dihydroxycholecalciferol (1,25-(OH)2D) akan
mengontrol kadar kalsium dan fosfor di dalam darah. Calcitonin, berkebalikan
dengan fungsi dua hormon lainnya, mempertahankan kadar Ca tetap tinggi dengan
menekan penyerapan pada usus, menahan demineralisasi pada tulang, dan
mengurangi reabsorpsi oleh ginjal. Pelepasan PTH akan ditingkatkan ketika

10

konsentrasi kalsium plasma menurun, hal ini akan menstimulasi peningkatan
produksi calbindin (calcium binding protein, CaBP), yang akan mempercepat
penyerapan kalsium. Pada kondisi sebaliknya, konsentrasi kalsium plasma yang
meningkat akan menurunkan pelepasan PTH dan mengurangi produksi (1,25(OH)2D), hal tersebut akan menurunkan penyerapan kalsium (Goodrich et al.
1985).
Kalsium dan fosfor paling banyak diserap oleh usus halus, terutama pada
bagian duodenum dan jejunum. Penyerapan kalsium dan fosfor dapat melalui
transport aktif maupun transport pasif atau difusi. Pada keadaan yang rendah
kadar kalsium, penyerapan kalsium dilakukan melalui transport aktif (Goodrich et
al. 1985). Penyerapan kalsium melalui usus hewan disesuaikan dengan kebutuhan,
sebagai contoh, sapi yang berusia muda dengan kebutuhan kalsium tinggi akan
menyerap kalsium lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang lebih tua dengan
kebutuhan yang lebih sedikit. Berbeda dengan kalsium, persentase penyerapan
fosfor tidak bergantung pada kebutuhan hewan (Anonim 1980).
Penyerapan kalsium dan fosfor bergantung pada kelarutannya dan
hubungan dengan membran absorpsi. Daya larut dan penyerapan kalsium juga
dipengaruhi oleh keadaan pH pada usus halus. Penyerapan fosfor dipengaruhi oleh
sumber fosfor dalam pakan, pH pada usus, umur hewan, parasit pada saluran
pencernaan, dan asupan beberapa mineral lain seperti Ca, Fe, Mn, K, dan Mg
(Nurlena 2005).
Mineral Kalsium
Mineral secara umum mempunyai sifat sebagai bahan pembentuk tulang
dan gigi

yang

menyebabkan adanya

jaringan

yang

keras

dan kuat,

mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa di dalam tubuh,
memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh.

Beberapa mineral adalah

pembentuk basa (Ca, Mg, Na, K) yang banyak terdapat dalam biji-bijian, apabila
unsur-unsur ini banyak terdapat dalam ransum, maka ransum ini bersifat
pembentuk basa. Mineral-mineral pembentuk asam (Cl, P, S) yang terdapat dalam
hijauan apabila diberikan dalam jumlah banyak di dalam ransum, maka ransum
tersebut bersifat pembentuk asam. Mineral berperan dalam menjaga permeabilitas
membran-membran, iritabilitas urat daging dan keseimbangan ion-ion dalam

11

darah. Mineral sebagai komponen dari suatu sistem enzim, sebagai komponen
darah, susu, dan aktivator enzim tertentu. Mineral juga mempunyai sifat
karakteristik terhadap kepekaan otak dan syaraf (Nugroho 1986). Kandungan
mineral dalam darah pada kondisi normal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kandungan mineral dalam darah sapi pada kondisi normal
Mineral
Ca
P
Mg

Kandungan dalam darah normal (mg/dl)
8 – 12
4-6
1,80 – 3,10

Sumber: McDowell (1985)
Tiap-tiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap
kalsium dari makanan. Kalsium dalam makanan jauh lebih banyak diserap pada
anak yang sedang tumbuh. Kapasitas penyerapan akan menurun bersama dengan
peningkatan umur (Parakkasi 1995). McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa
komposisi mineral utama dalam tubuh hewan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5 Kandungan mineral essensial dalam tubuh hewan
Makromineral

g/kg

Mikromineral

g/kg

Kalsium
Fosfor
Natrium
Kalium
Klorin
Sulfur
Magnesium

15
10
2
1,6
1,1
1,5
0,4

Besi
Seng
Tembaga
Molibdenum
Selenium
Iodine
Mangan

20 - 80
10 - 50
1-5
1-4
1-2
0,3–0,6
0,2-0,5

Sumber: McDonald et al. (1995)
Kalsium darah dipengaruhi oleh jumlah kalsium yang masuk melalui
ransum yang diberikan. Kalsium diserap oleh usus dari permukaan oleh sel-sel
yang terletak secara khusus dari segumpalan mikrovili, kemudian kalsium
memasuki cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan kapiler darah (Nurlena
2005). Kalsium berfungsi untuk membentuk tulang dan gigi, 99% dari kalsium
dalam tubuh terdapat dalam tulang dan gigi. Kalsium juga berfungsi untuk
membantu kerja otot dan syaraf, keseimbangan asam basa, dan produksi susu.

12

Beberapa bahan pakan yang mengandung banyak kalsium antara lain hijauan dari
leguminose, bagian yang kasar dari rumput yang tumbuh di tanah yang kaya
kalsium (tanah berkapur), tepung daging, tepung ikan, dan tepung tulang
(Nugroho 1986).
Tabel 6 Kandungan mineral Ca dan P dalam beberapa bahan pakan
Nama Bahan Pakan
Jerami Kacang Tanah
Jerami Kedelai
Daun Lamtoro
Rumput Benggala
Rumput Gajah
Dedak Padi
Bungkil Kelapa

Ca (%)
1,40
1,20
2,20
0,25
0,70
0,10
0,16

P (%)
0,20
0,31
0,31
0,26
0,40
0,80
0,72

Sumber: Tillman et al. (1991)
Defisiensi Kalsium
Keseimbangan kalsium dalam tubuh tidak dapat dipertahankan normal
karena pengaruh berbagai faktor. Faktor tersebut dapat disebabkan karena
kurangnya kandungan kalsium di dalam pakan atau akibat adanya gangguan
penyerapan. Sapi perah yang selalu dikandangkan memerlukan perhatian yang
serius untuk kecukupannya akan mineral, terlebih apabila sedang berproduksi
tinggi atau sedang dalam proses reproduksi. Defisiensi mineral pada sapi perah
yang sedang berproduksi dapat menyebabkan menurunnya produksi susu yang
dihasilkan (Nugroho 1986).
Rickets (rachitis) sering terjadi pada hewan muda yang sedang mengalami
pertumbuhan tulang. Gejala rachitis pada anak sapi antara lain: pertumbuhannya
lama atau lambat, langkahnya kaku, persendiannya membesar dan sakit, tulangtulang kaki dan punggung bengkok. Osteomalacia sering terjadi pada hewan yang
lebih tua. Tulang-tulangnya menjadi lunak dan mudah bengkok. Penyakit ini
timbul karena kurangnya kalsium di dalam ransum dan terjadi mobilisasi yang
berlebihan dari persediaan kalsium dalam tulang. Hal ini dapat disebabkan kerja
yang berlebihan dari kelenjar paratiroid dan ketidakseimbangan antara hormon
parathyroid dan hormon calcitonin. Keadaan tersebut dapat diperberat karena

13

kurangnya vitamin D dalam ransum atau ternak tersebut kurang mendapat sinar
matahari (Nugroho 1986).
Pada sapi yang menderita osteomalacia tulang-tulangnya menjadi lunak
dan bentuknya berubah. Perubahan bentuk tulang yang terjadi pada pelvis, akan
menyebabkan kesulitan pada saat melahirkan. Pencegahan osteomalacia dapat
dilakukan dengan pemberian minyak ikan, ransum dengan nutrisi yang cukup dan
mengandung mineral kalsium dan fosfor, dan sapi perlu aktivitas. Sapi betina
yang menunjukkan gejala osteomalacia tidak dianjurkan untuk diternakkan.
Peranakan yang dilahirkan oleh induk yang menderita osteomalacia biasanya
dalam keadaan lemah, memiliki bentuk yang tidak normal, dan sifat tersebut dapat
diturunkan (Nugroho 1986).
Osteoporosis disebabkan konsumsi kalsium yang kurang dan berlangsung
dalam waktu yang lama. Tulang menjadi rapuh, mudah patah, dan ukurannya
mengecil. Kecepatan pembentukan tulang pada keadaan osteoporosis berlangsung
normal namun resorpsi tulang terjadi dengan kecepatan yang tinggi, sehingga
resorpsi kalsium dari tulang lebih cepat dari pembentukan tulang itu sendiri.
Osteoporosis juga dapat disebabkan karena ketidakmampuan tubuh mengurangi
jumlah kalsium yang diekskresikan melalui urine pada kondisi kalsium rendah
(Anwar dan Piliang 1992).
Milk fever atau paresis peurperalis adalah kelainan metabolik yang
disebabkan rendahnya kadar kalsium di dalam darah. Kelainan ini sering dijumpai
pada sapi perah pada saat menjelang atau beberapa saat setelah partus, kelainan ini
terutama menyerang pada sapi perah yang produksi susunya tinggi dan banyak
terjadi pada sapi umur tiga sampai enam tahun. Konsentrasi kalsium plasma
menurun secara drastis dan terkadang mencapai titik terendah (Agger and Renney
2004). Hewan kehilangan kesadarannya, paralisa kaki belakang dan kadangkadang bagian lain juga lumpuh. Gejala ini disebabkan oleh produksi yang tinggi
dari hormon prolaktin dan laktin yang dihasilkan oleh plasenta, dan karena
kurangnya kalsium dalam ransum, maka akan terjadi mobilisasi kalsium darah
untuk produksi susu yang tinggi (Nugroho 1986).
Penyebab munculnya kasus ini masih menjadi perdebatan bagi para ahli.
Kalsium secara normal diatur oleh mekanisme umpan balik akibat peranan

14

hormonal, akan tetapi pada umumnya diakibatkan oleh kelenjar paratiroid tidak
mampu merespon secara cepat dalam usaha meningkatkan penyerapan kalsium
dari usus untuk memenuhi permintaan ekstra akibat laktasi. Salah satu cara yang
efektif untuk mencegah milk fever adalah menghindari pemberian kalsium yang
berlebih dalam pakan beberapa minggu menjelang partus. Hal ini ditujukan agar
hewan beradaptasi untuk mampu mengaktifkan kerja hormon endogen seperti
parathormon dan derivat vitamin D untuk menstimulasi penyerapan mineral
tulang (Thivend 1980, Larson 1985 and Horst 1986, diacu dalam Widhyari 1995).
Mineral Fosfor
Persenyawaan fosfor organik berperan hampir disetiap aspek metabolisme,
membentuk satuan strukturil dalam setiap sel. Garam fosfor anorganik merupakan
komponen pembentuk jaringan keras seperti tulang dan gigi. Gangguan
kekurangan fosfor sering dijumpai karena kurangnya kandungan fosfor dalam
tanah terutama dalam tanah yang asam dimana pH tanah rendah yang akan
menyebabkan kadar fosfor dalam hijauan yang tumbuh di atasnya juga rendah
(Darmono 2007).
Fosfor diserap dari makanan dalam bentuk fosfat anorganik bebas setelah
mengalami hidrolisis di dalam saluran pencernaan. Proses penyerapan fosfor di
dalam usus dapat melalui proses difusi atau transport aktif. Penyerapan aktif
fosfor melewati sel usus tergantung pada pertukaran dengan ion natrium. Fosfor
bersifat unsur sangat toksik dan terdapat di dalam tubuh sebagai fosfat organik
atau anorganik. Fosfat merupakan unsur penting garam tulang, dan juga bekerja
sebagai buffer dalam mempertahankan keseimbangan asam basa. Fosfor dalam
bentuk fosfat organik diserap dari usus halus dan dipermudah oleh asam.
Pembuangan fosfor terutama terjadi melalui ginjal, kira-kira dari 60% fosfat yang
dimakan muncul di dalam urin, dan sisanya akan dibuang melalui feses (Bagnara
1988, diacu dalam Widhyari 1995).
Sumber utama fosfor bagi ternak menurut Nurlena (2005) adalah pakan
yang telah mengalami proses pencernaan dan penyerapan. Tulang juga merupakan
sumber senyawa fosfat organik di dalam plasma. Konsentrasi senyawa fosfat di
dalam plasma selalu dijaga keseimbangannya melalui pertukaran antara senyawa
fosfat di dalam tulang dan fosfat yang disimpan dalam tubuh.

15

Fosfor mempunyai peranan yang sangat vital dalam proses fisiologis
tubuh. Nugroho (1986) menyatakan fosfor bersama kalsium merupakan unsur
yang penting untuk pembentukan jaringan-jaringan kerangka, tulang, dan gigi.
Sebanyak 80% dari fosfor terdapat dalam tulang dan gigi. Fosfor mempunyai
peranan dalam metabolisme karbohidrat lewat pembentukan hexo-phospat,
endosin-phospat, maupun creatin-phospat, juga terdapat dalam metabolisme
lemak. Fosfor sebagai komponen phospolipid terdapat dalam semua jaringan,
terutama dalam jaringan syaraf dan otak. Fosfor terdapat dalam nucleoprotein dari
chromatin sel dan juga phospoprotein seperti casein.
Kelebihan dan kekurangan kalsium dan fosfor tidak baik untuk kesehatan
hewan. Kebutuhan unsur kalsium dan fosfor untuk kebutuhan hidup pokok sapi
perah menurut McDonald et al. (1995) adalah sebagai berikut:
Tabel 7 Kebutuhan Ca dan P untuk kebutuhan hidup sapi perah per hari
Bobot Hidup (kg)
350
400
450
500
550
600
650
700

Ca (gr)
13
14
16
18
20
21
23
25

P (gr)
14
19
22
26
29
32
35
38

Sumber: McDonald et al. (1995)
Defisiensi Fosfor
Fosfor sangat diperlukan dalam pembentukan tulang. Defisiensi mineral
ini akan menyebabkan timbulnya penyakit rachitis, osteomalacia, osteoporosis
dan osteitis fibrosa pada sapi dewasa, sedangkan pada sapi

muda akan

menghambat proses pertumbuhannya. Pada keadaan kronis, sapi yang mengalami
defisiensi fosfor akan timbul gejala milk-lameness, kepincangan karena gangguan
atau kelainan persendian di daerah pinggul, persendian kakinya menjadi kaku, dan
otot-ototnya lemah (Darmono 2007).
Nugroho (1986) menyatakan bahwa sapi dengan defisiensi fosfor akan
kehilangan nafsu makannya dan menunjukkan gejala yang disebut pica, yaitu
kelainan pada sapi yang memakan benda yang bukan biasa untuk dimakan. Sapi

16

memakan benda-benda yang ada di sekitarnya, misalnya kayu, pakaian, tulang,
dan sebagainya. Oleh karena itu, hewan menjadi sangat kurus dan bisa
menimbulkan kematian karena hewan sangat lemah. Pada sapi yang sedang
berproduksi tinggi, produksi susunya menjadi sangat rendah atau bahkan berhenti
sama sekali, dan reproduksinya terganggu (Nugroho 1986).

17

METODELOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 – Juli 2010. Darah
sapi perah diambil dari peternakan PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos, Ciawi, Jawa
Barat. Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfor dilakukan di Laboratorium Patologi
Klinik FKH IPB.
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan sapi perah sebanyak dua puluh lima ekor yang
berumur satu sampai duabelas bulan. Sapi perah dipelihara dalam kandang yang
terpisah dan dikelompokkan berdasarkan umur, yaitu satu, tiga, enam, sembilan,
dan duabelas bulan. Darah diambil dari sapi pada masing-masing kelompok
sebanyak lima ekor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan yaitu serum darah, aquadest, seperangkat kit
kalsium yang diproduksi oleh Cypress Diagnostics (Code HB003) dan fosfor kit
produksi Cypress Diagnostics (Code HB014). Alat yang digunakan dalam
penelitian yaitu spoit 10 ml, sentrifuse, tabung Effendorf, pipet, tabung reaksi,
mikropipet 10 µl, gelas ukur, dan spektrofotometer Biosystems BTS-330.

Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah sapi dengan menggunakan spoit 10 ml dan
jarum berukuran 21G melalui vena jugularis. Darah dibiarkan pada suhu ruang
sampai keluar serum. Serum darah dipisahkan dengan cara disentrifuse dengan
kecepatan 1500 rpm selama 15 menit, kemudian serum dimasukkan ke dalam
tabung Effendorf dan diberi label. Serum disimpan pada suhu 40C sampai analisis
dilakukan.

18

Analisis Serum
Kalsium
Kadar

kalsium

serum

diperiksa

menggunakan

Spektrofotometer

Biosystems BTS-300 dan seperangkat kit kalsium. Standar kalsium (calcium 10
mg/dl) produksi Cypress Diagnostics diperiksa menggunakan spektrofotometer.
Pada tabung reaksi, setiap reagen kalsium (Arzenazo III) sebanyak 1 ml
ditambahkan sampel serum sebanyak 10 µl. Sampel dan reagen dihomogenkan
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 menit. Analisis kalsium serum
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.

Fosfor
Standar fosfor yang diproduksi Cypress Diagnostic (5 mg/dl) diperiksa
menggunakan spektrofotometer. Pada tabung reaksi, setiap reagen fosfor
sebanyak 1 ml ditambahkan sampel serum sebanyak 10 µl. Sampel dan reagen
dihomogenkan kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 menit. Analisis
fosfor serum menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.

Analisis Data
Data hasil penelitian gambaran kalsium dan fosfor sapi perah pada umur 1
sampai 12 bulan dianalisis secara deskriptif.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalsium (Ca)
Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Tabel 8. Profil kadar kalsium
tertinggi dijumpai pada umur tiga bulan, kemudian mengalami penurunan dan
terendah dijumpai pada umur sembilan bulan. Kadar kalsium darah dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kandungan kalsium dalam pakan, jumlah yang
diserap oleh usus, peranan hormonal dalam mengatur kalsium dalam tubuh
melalui mobilisasi mineral tulang dan jumlah yang diekskresikan melalui urin dan
feses (Widhyari 1995).

Tabel 8 Kadar kalsium darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan
Umur

Kadar Kalsium (mg/dl)

1 bulan

8,1±2,19

3 bulan

8,7±0,07

6 bulan

8,2±1,46

9 bulan

7,5±0,38

12 bulan

7,7±0,35

Rataan kadar kalsium tertinggi dijumpai pada umur tiga bulan dengan nilai
8,7±0,07 mg/dl, atau meningkat 7,4% dari umur satu bulan. Hal ini diduga karena
sapi sampai umur tiga bulan masih diberikan susu pengganti yang mengandung
banyak kalsium. Hewan muda lebih efisien dalam menyerap kalsium dari susu.
Anak sapi menyerap sekitar 90% kalsium dari susu, sedangkan sapi yang lebih tua
penyerapannya lebih rendah berkisar antara 22% sampai 50%. Kalsium dalam
makanan jauh lebih banyak diserap pada anak yang sedang tumbuh. Kapasitas
penyerapan akan menurun bersama dengan peningkatan umur (Parakkasi 1995).
Protein yang tinggi dalam pakan juga akan mempermudah penyerapan kalsium
oleh usus (Nurlena 2005).
Pada umur sembilan sampai duabelas bulan kadar kalsium terlihat
menurun. Rataan kadar Ca pada umur sembilan bulan 7,5±0,38 mg/dl dan pada
umur duabelas bulan 7,7±0,35 mg/dl. Kadar kalsium pada umur sembilan bulan
menurun 8,5% jika dibandingkan pada umur enam bulan. Menurunnya kadar

20

kalsium diduga karena pada periode tersebut sapi beradaptasi untuk bertumbuh
cepat dan memerlukan kalsium dalam jumlah banyak. Kebutuhan kalsium yang
meningkat serta asupan yang kurang dapat berakibat pada menurunnya kadar
kalsium. Menurunnya absorpsi kalsium dapat menyebabkan menurunnya
kandungan kalsium dalam darah (Ganong 1999).

mg/dl

Kadar Kalsium Darah Sapi Perah (mg/dl)
8,8
8,6
8,4
8,2
8
7,8
7,6
7,4
7,2
7
6,8

8,7

8,2

8,1

7,7
7,5

1

3

6
Umur (bulan)

9

12

Gambar 2 Kadar kalsium darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan

Pakan yang dikonsumsi oleh sapi akan mempengaruhi kadar kalsium
darah. Kadar kalsium darah sangat tergantung pada kalsium yang diserap oleh
saluran pencernaan. Kadar mineral kalsium dalam darah sapi berkisar antara 8
sampai 12 mg/dl (McDowell 1985). Bahan pakan hijauan berserat kasar tinggi
atau biji-bijian berserat akan mengurangi derajat pemanfaatan mineral karena
bahan pakan tersebut memiliki membran yang terdiri atas selulosa dan sulit untuk
dicerna. Mineral menjadi lebih sulit untuk diserap dengan adanya senyawa fitat
atau oksalat, yang biasanya terdapat dalam tanaman terutama terkonsentrasi di
dalam biji-bijian (Abun 2007).
Manajemen perawatan anak sapi pada umur sembilan sampai duabelas
bulan perlu mendapat perhatian lebih, terutama asupan kalsium dalam pakannya
harus sesuai kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan. McDowell (1992)

21

menyatakan hewan akan mengabsorpsi kalsium dalam pakan sesuai dengan
kebutuhan dan dapat mengubah efisiensi penyerapan kalsium.

Fosfor (P)
Rata-rata kadar fosfor darah sapi perah hasil pemeriksaan dapat dilihat
pada Tabel 9. Rataan kadar fosfor terendah dijumpai pada sapi perah umur
sembilan bulan, dan tertinggi pada umur enam bulan. Banyak faktor yang
mempengaruhi kadar fosfor darah, antara lain jumlah fosfor dalam pakan, jumlah
fosfor yang diekskresikan oleh kelenjar ludah, dan fosfor yang diambil dari
tempat penyimpanannya yaitu pada tulang. Kadar fosfor antar individu sangat
bervariasi karena dipengaruhi oleh keterlibatan kelenjar ludah dan tulang dalam
mengatur homeostasis kadar fosfor darah (Widhyari 1995).
Tabel 9 Kadar fosfor darah sapi perah pada umur 1 sampai 12 bulan
Umur

Kadar Fosfor (mg/dl)

1 bulan

3,5±0,71

3 bulan

3,6±0,57

6 bulan

6,5±1,75

9 bulan

3,3±1,15

12 bulan

3,8±0,35

Rataan kadar fosfor dari hasil penelitian ini sedikit lebih rendah
dibandingkan literatur yang ada. McDowell (1985) melaporkan kadar fosfor
dalam darah sapi antara 4 sampai 6 mg/dl. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan umur, pakan yang diberikan, dan manajemen pemeliharaan dari sapi
yang diamati. Rataan kadar fosfor pada umur satu bulan berkisar 3,5±0,71 mg/dl
dan pada umur tiga bulan berkisar 3,6±0,57 mg/dl. Menurunnya kadar fosfor
darah dapat terjadi ketika asupan fosfor pada pakan dan faktor yang
mempengaruhi, seperti vitamin D, tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fungsional. Darmono (2007) melaporkan bahwa bila tanah tempat hijauan tumbuh
miskin unsur mineral maka mineral yang terkandung pada darah ternak yang
mengkonsumsi hijauan tersebut berada pada batas minimal.

22

Rataan kadar fosfor relatif stabil selama penelitian, kecuali pada umur
enam bulan. Pengaturan fosfor darah tidak diatur sebaik pengaturan kalsium.
Fosfor memegang peranan penting dalam pembentukan fosfat yang sangat
diperlukan dalam transformasi energi (Nurlena 2005). Hal senada dilaporkan
Siswono (2001) bahwa fosfor adalah senyawa penting dari semua jaringan tubuh
yang mempunyai variasi luas dan memiliki fungsi yang cukup penting, termasuk
pembentukan

subtansi

penyimpanan

energi,

adenosintrifosfat

pembentukan sel darah merah 2,3 difosfogliserat

(ATP),

(DPG). Fosfor juga

memudahkan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan, metabolisme karbohidrat,
protein, lemak, dan pemeliharaan keseimbangan asam basa. Banyaknya aktifitas
dan gerak otot juga ikut mempengaruhi kadar fosfor darah. Siswono (2001)
menyatakan fosfor berperan penting dalam fungsi syaraf normal dan fungsi otot.

Kadar Fosfor Darah Sapi Perah (mg/dl)
6,5

7
6
mg/dl

5
4

3,5

3,6

1

3

3,3

3,8

3
2

1
0
6

9

12

Umur (bulan)

Gambar 3 Kadar fosfor darah sapi pada umur satu sampai duabelas bulan

Rataan kadar fosfor pada umur enam bulan berkisar 6,5±1,75 mg/dl,
belum diketahui secara pasti penyebab tingginya kadar fosfor pada sapi umur
enam bulan. Sapi pada umur enam bulan perlu mendapat perhatian, karena
tingginya fosfor dikhawatirkan dapat menekan kadar kalsium dalam darah. Rataan
kadar fosfor pada umur sembilan sampai duabelas bulan secara berurutan adalah
3,3±1,15 mg/dl dan 3,8±0,35 mg/dl, atau meningkat 15,2%. Kadar fosfor dalam
darah dipengaruhi oleh jumlah fosfor yang terkandung dalam pakan yang

23

diberikan. Sumber utama fosfor bagi sapi adalah pakan yang telah mengalami
proses pencernaan dan absorpsi pada saluran pencernaan. Menurunnya absorpsi
fosfor dapat menurunkan kandungan fosfor dalam darah (Ganong 1999).

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kadar kalsium pada anak sapi perah FH (Friesian Holstein) umur satu
sampai duabelas bulan tertinggi dijumpai pada umur tiga bulan dan terendah
dijumpai pada umur sembilan bulan. Kadar fosfor tertinggi dijumpai pada umur
enam bulan, dan relatif stabil pada kelompok umur yang lainnya.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan mineral
kalsium dan fosfor pada berbagai umur dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
Selang waktu pengamatan sebaiknya lebih pendek dan menggunakan hewan yang
sama selama pengamatan.

25

DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2007. Metode Pengukuran Kecukupan Mineral dan Metabolismenya dalam
Tubuh Ternak. Bandung: Universitas Padjadjaran Press.
Aberle DE, Forrest JC, Gerrard DE, and Mills EW. 2001. Principles of Meat
Science. Fourth Edition. San Francisco: W.H. Freeman and Company.
Agger N, Renney DJ. 2004. Prevention of milk fever by oral dosing with calcium
around calving. Journal of the British Cattle Veterinary Association,
12(4): 271-274.
Amaral-Phillps DM, Scharko PB, Johns JT, and Franklin S. 2006. Feeding and
Managing Baby Calves from Birth to 3 Months of Age.
http://www.ca.uky.edu [24 November 2010].
Andrews AH. 2004. Colostrum – not just for 24 hours. Journal of the British
Cattle Veterinary Association, 12(2): 121-124.
Anonim. 1980. Nutrient Requirements of farm Livestock, No. 2. Ruminant. Her
Majesty’s Stationary Office, London: Agricultural Research Council.
Anwar HM dan Piliang WG. 1992. Biokimia dan Fisiologi Gizi. Institut Pertanian
Bogor. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Direktorat JenderalPendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Baron DN. 1984. Short Text Book of Chemical Pathology. 4th Edition,
diterjemakan oleh: Petrus A dan Gunawan J. Jakarta: Kapita Selekta.
Barret DC. 2004. Colostrum Absorption. Journal of the British Cattle Veterinary
Association, 12(1): 77-78.
Blakely J. and Bade DH. 1992. The Science of Animal Husbandry, diterjemahkan
oleh: Srigandono B. Cet. ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Borsberry S. 2004. Identifying problems on farm. Journal of the British Cattle
Veterinary Association, 12(1): 41-46.
Darmono. 2007. Penyakit defisiensi mineral pada