Sebaran Dan Karakteristik Persarangan Apis Dorsata Binghami Cockerell (Hymenoptera: Apidae) Di Hutan Maros, Sulawesi Selatan.

1

SEBARAN DAN KARAKTERISTIK PERSARANGAN Apis dorsata
binghami Cockerell (HYMENOPTERA: APIDAE)
DI HUTAN MAROS, SULAWESI SELATAN

MUHAMMAD TEGUH NAGIR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sebaran dan
Karakteristik Persarangan Apis dorsata binghami Cockerell (Hymenoptera:

Apidae) di Hutan Maros, Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016

Muhammad Teguh Nagir
NRP G352140091

4

RINGKASAN
MUHAMMAD TEGUH NAGIR. Sebaran dan Karakteristik Persarangan Apis
dorsata binghami Cockerell (Hymenoptera: Apidae) di Hutan Maros, Sulawesi
Selatan. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan SIH KAHONO.
Lebah madu hutan, Apis dorsata Fabricius merupakan penghasil utama
madu di Indonesia yang mendukung sektor ekonomi nasional dan berkontribusi

pada proses regenerasi hutan melalui jasa polinasi. Lebah A. dorsata dikenal juga
sebagai lebah madu hutan yang memiliki ukuran tubuh dan sarang paling besar,
sarangnya berbentuk sisiran tunggal, bersarang di tempat terbuka, dan biasanya
menggantung pada dahan pohon besar. Lebah Apis dorsata binghami merupakan
subspesies A. dorsata yang hanya terdapat di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan memetakan daerah
sebaran sarang dan pohon persarangan, jumlah koloni, karakter pohon
persarangan, dan perilaku bersarang A. d. binghami, serta kondisi biotik dan fisik
dari hutan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Pengamatan dilakukan pada bulan Juli-November 2015 di kawasan hutan
desa Laiya dan Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Waktu pengamatan dimulai pukul 07.00-17.00 WITA. Persebaran sarang
diamati menggunakan metode jelajah dengan mengikuti jalur yang dilalui pencari
madu di hutan dan mencatat sarang aktif dan bekas sarang yang ditemukan.
Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
keberadaan sarang di lokasi tersebut. Pohon persarangan difoto bagian yang
pentingnya (daun, bunga, dan buah) dan dibuat herbarium untuk keperluan
identifikasi. Pengamatan karakteristik sarang meliputi tinggi sarang dari
permukaan tanah, diameter pohon, karakter permukaan cabang, kemiringan dan
arah percabangan, dan posisi terlindung atau tidaknya sarang. Kondisi sekitar

sarang yang diamati meliputi tipe habitat, jarak pohon persarangan dari sumber
air, dan pengukuran parameter fisik lingkungan meliputi kelembaban relatif, suhu,
kecepatan angin, dan intensitas cahaya serta data rata-rata curah hujan,
kelembaban, dan kecepatan angin dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG), Makassar, Sulawesi Selatan.
Jumlah sarang A. d. binghami yang ditemukan berjumlah 102 sarang
terdiri 17 sarang aktif dan 85 bekas sarang (75 sarang di desa Laiya dan 27 sarang
di desa Cenrana Baru). Sarang A. d. binghami ditemukan berkelompok dan juga
menyebar pada kawasan hutan. Semua sarang ditemukan pada daerah dengan
ketinggian 520-750 m dpl. Hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat
menunjukkan bahwa koloni A. d. binghami banyak ditemukan pada bulan AprilAgustus dan menurun pada bulan Desember-Maret. Hal ini berkaitan dengan
perilaku migrasi lebah A. d. binghami.
Tiga puluh empat jenis, dalam 27 genus, dan 17 famili pohon digunakan
sebagai tempat persarangan A. d. binghami. Pohon yang paling sering digunakan
sebagai tempat bersarang A. d. binghami yaitu Ficus subulata (Moraceae),
Adenanthera sp. (Fabaceae), Spondias pinnata (Anacardiaceae), Artocarpus
sericoarpus (Moraceae), Alstonia scholaris (Moraceae), Knema cinerea
(Myristicaceae), Litsea mappacea (Lauraceae), dan Palaquium obovatum
(Sapotaceae). Sebelas sarang ditemukan pada ketinggian 0-10.9 m, 40 sarang pada


5

ketinggian 11-20 m, dan 51 sarang pada ketinggian >21 m di atas permukaan
tanah dengan rata-rata ketinggian dari permukaan tanah adalah 19.2 m. Pohon
persarangan yang ditemukan memiliki diameter 0.1-2.52 m dengan rata-rata
0.7 m. Lima sarang dan 42 bekas sarang ditemukan pada cabang dengan sudut
kemiringan 10-30°, 11 sarang dan 38 bekas sarang ditemukan pada cabang
dengan sudut kemiringan 31-60°, 1 sarang dan 5 bekas sarang ditemukan pada
cabang dengan dengan sudut kemiringan 61-90° dan rata-rata sudut kemiringan
percabangan adalah 38°. Sembilan puluh empat persen A. d. binghami bersarang
pada percabangan dengan sudut kemiringan 10-60°. Sebanyak 10 sarang (1 aktif,
9 bekas) ditemukan pada percabangan yang menghadap ke barat, 37 sarang (6
aktif, 31 bekas) menghadap ke selatan, 35 sarang (6 aktif, 29 bekas) menghadap
ke timur, dan 20 sarang (4 aktif, 16 bekas) menghadap ke utara. Sembilan puluh
enam persen sarang A. d. binghami ditemukan pada percabangan dengan kulit
yang tidak mudah mengelupas (98 sarang) dan 4% (4 sarang) ditemukan pada
pohon dengan kulit yang mudah mengelupas (Pterocarpus indicus dan
Wendlandia glabrata). Sembilan puluh persen A. d. binghami bersarang pada
percabangan yang terlindungi oleh tanaman liana, daun, atau keduanya.
Sembilan puluh dua sarang (16 aktif, 76 bekas) ditemukan di hutan primer

dan 10 sarang (1 aktif, 9 bekas) ditemukan di dekat perkebunan. Rata-rata jarak
sarang dari sumber air yaitu 118.4 m. Rata-rata kelembaban udara pada sekitar
sarang sebesar 42%, suhu sebesar 30°C, kecepatan angin sebesar 5 km/jam, dan
intensitas cahaya sebesar 790 lux. Rata-rata curah hujan, kelembaban, dan
kecepatan angin bulanan di lokasi penelitian 5 tahun terakhir masing-masing
310.63 mm/tahun, 81.26%, dan 6.2 km/jam.
Kata kunci: Bekas sarang, lebah A. d. binghami, pohon persarangan, sarang,
Sulawesi Selatan

6

SUMMARY
MUHAMMAD TEGUH NAGIR. The Distribution and Characteristic of NestingSite of Apis dorsata binghami Cockerell (Hymenoptera: Apidae) at Maros Forest,
South Sulawesi. Supervised by TRI ATMOWIDI and SIH KAHONO.
The giant honey bee Apis dorsata Fabricius is a major producer of honey
in Indonesia that support national economic sectors and contributes to the
regeneration of forests and various crops through pollination services. A. dorsata
is known as the giant honey bee with large body size (>15 mm). Their nest has a
large size, reaching to 1 m2, single comb, build in the open, and usually hung on
the branches of a large tree. Apis dorsata binghami is subspecies of A. dorsata,

that is only found in the Sulawesi and surrounding islands as endemic bee. This
research aimed to measure the distribution of nest and nesting trees,
characteristics of nesting trees, nesting behavior, biotic and physical condition of
forest in Maros, South Sulawesi.
Observation of giant honey bees was carried out from July to November
2015 in forest at Laiya and Cenrana Baru village, Cenrana district, Maros, South
Sulawesi. Survey method is used to observe giant honey bee colony, starting from
7:00 am to 5:00 pm in the forest to find the A. d. binghami nest by following the
path that has been known by the wild honey hunter. The active and abandoned
combs found were then recorded. Interview method also was used to find
information about the existence of the nests in that location. Trees used for nesting
bees were recorded, i.e., local name, photograph, and some parts of the plant
(leaves, flowers, and fruits) were taken for identification. The characteristics of
nest observed were height from ground level, tree diameter, characteristic, slope
and direction of branching, as well as the protected and unprotected nest of honey
bee. The conditions around the nest observed were the type of habitat, nest
distance from the water source, and environmental parameters, i.e., relative
humidity and temperature, wind speed, and light intensity. Monthly average data
of rainfall, humidity, and wind speed were found from Meteorology, Climatology
and Geophysics office, Makassar, South Sulawesi.

We found 102 nests of A. d. binghami in Laiya and Cerana Baru village
consist of 17 active nests and 85 abandoned combs (75 nests in Laiya and 27 nests
in Cenrana baru). Nests of A. d. binghami are clump in an area and spread in the
forest areas. The nests were found in altitude interval 520-750 m above sea level.
Based on observation and interviews with surrounding community showed that
colonies of A. d. binghami are higher in April to August and lower in December to
March. This is due to the migratory behavior of honey bee A. d. binghami.
Thirty four species belonging to 27 genera and 17 families of trees used as
nesting site of A. d. binghami. The common trees species used as nesting site of A.
d. binghami are Ficus subulata (Fam. Moraceae), Adenanthera sp. (Fam.
Fabaceae), Spondias pinnata (Fam. Anacardiaceae), Artocarpus sericocarpus
(Fam. Moraceae), Alstonia scholaris (Fam. Moraceae), Knema cinerea (Fam.
Myristicaceae), Litsea mappacea (Fam. Lauraceae), and Palaquium obovatum
(Fam. Sapotaceae). Eleven nests were found in an altitude 0-10.9 m, 40 nests were
found in 11-21 m, and 51 nests were found in more than 21 m and the average of
nest height from the ground level was 19.2 m. The nests of A. d. binghami were

7

found in tree with diameter 0.01-2.52 m, and the average diameter of trees was

0.7 m. The average branches elevation of A. d. binghami nest was in 38°. Ninety
four percent of nests were found in branch with elevation 10-60°. Branches
direction of nesting trees also varied. We found 10 nests (1 active, 9 abandoned
combs) in branch direction to west, 37 nests (6 active, 31 abandoned combs) in
branch direction to south, 35 nests (6 active, 29 abandoned combs) in branch
direction to east, and 20 nests (4 active, 16 abandoned combs) in branch direction
to north. Ninety nine percent of A. d. binghami nests were found in branch with
hard to peel (98 nests) and 4% (4 nests) in branch with easy to peel (Pterocarpus
indicus and Wendlandia glabrata). Ninety percent of nests were found in
protected areas with canopy and protected by liana plants, leaves, or both.
Ninety two nests (16 active, 76 abandoned combs) were found at primary
forests and 10 (1 active, 9 abandoned combs) nests at a location near the
plantation. The average distance of nesting tree from water sources was 118.4 m.
Around the nest, the average of air humidity was 42 %, temperature was 30°C,
wind speed was 4 km/h, and light intensity was 790 lux. Monthly average data of
rainfall, humidity, and wind speed at study site last five years were 310.63
mm/year, 81.26%, and 6.2 km/hour.
Key words: abandoned combs, A. d. binghami, nest, nesting tree, South Sulawesi

8


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9

SEBARAN DAN KARAKTERISTIK PERSARANGAN Apis dorsata
binghami Cockerell (HYMENOPTERA: APIDAE)
DI HUTAN MAROS, SULAWESI SELATAN

MUHAMMAD TEGUH NAGIR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

10

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc

11

Judul Tesis

Nama
NIM
Mayor


: Sebaran dan Karakteristik Persarangan Apis dorsata binghami
Cockerell (Hymenoptera: Apidae) di Hutan Maros, Sulawesi
Selatan
: Muhammad Teguh Nagir
: G352140091
: Biosains Hewan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Tri Atmowidi, M.Si
Ketua

Dr. Sih Kahono
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biosains Hewan

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari M.Sc

Tanggal ujian : 06 Juni 2016

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal lulus :

12

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
“Sebaran dan Karakteristik Persarangan Apis dorsata binghami Cockerell
(Hymenoptera: Apidae) di Hutan Maros, Sulawesi Selatan.” yang dilaksanakan
sejak bulan Juli sampai November 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si dan Bapak Dr. Sih Kahono yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian. Terima kasih kepada pemerintah
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian di kawasan hutan Maros. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas beasiswa Fresh
Graduate dengan nomor surat 1476.2/E4.4/2014, SK Prodi 027/KL3/PP/2007,
tanggal 22 Maret 2007. Terima kasih kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Makassar yang membantu dalam penelitian ini, kepada staf
lapangan Muh. Ikhsan Ismail, Bahtiar Anas, dan masyarakat setempat di desa
Laiya dan Cenrana Baru yang mendampingi selama di lapangan. Penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, dan Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Kehutanan,
Universitas Hasanuddin, serta Laboratorium Herbarium, Bidang Botani, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang membantu dalam identifikasi spesimen.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Suhartini selaku laboran Fungsi
dan Perilaku Hewan FMIPA IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada kedua orang tua atas doa, dukungan, dan perhatiannya yang tak terhingga,
serta kepada keluarga, para sahabat, dan teman-teman seperjuangan Biosains
Hewan IPB pascasarjana angkatan 2014 atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juni 2016

Muhammad Teguh Nagir

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Madu Indonesia
Morfologi A. dorsata
Persarangan Lebah A. dorsata
Perilaku Migrasi A. dorsata
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengamatan Sebaran Sarang dan Identifikasi Pohon Persarangan
Pengukuran Karakteristik Sarang dan Kondisi Lingkungan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah dan Sebaran Sarang
Pohon Persarangan
Karakteristik Sarang
Kondisi Lingkungan Sekitar sarang
Pembahasan
SIMPULAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
ii
1
1
2
3
3
4
4
4
5
5
7
7
7
7
7
8
8
10
14
17
18
21
21
22
27

14

DAFTAR TABEL
1 Spesies pohon persarangan A. d. binghami dan lokasi ditemukan
2 Parameter lingkungan di sekitar sarang A. d. binghami

11
18

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan rumusan masalah
2 Lebah dan sarang A. d. binghami
3 Distribusi sarang A. d. binghami di desa Laiya dan Cenrana Baru
4 Jumlah sarang A. d. binghami dikaitkan dengan rata-rata curah hujan
bulanan
5 Pohon persarangan A. d. binghami
6 Jumlah dan ketinggian sarang A. d. binghami dari permukaan tanah
7 Lokasi sarang A. d. binghami pada pohon persarangan
8 Ukuran pohon persarangan A. d. binghami
9 Persentase sudut percabangan sarang dan kecenderungan
arah percabangan sarang A. d. binghami
10 Karakteristik lokasi sarang A. d. binghami
11 Karakteristik kondisi sarang A. d. binghami
12 Jarak pohon persarangan A. d. binghami dari sumber air

2
8
9
10
13
14
14
15
16
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar pertanyaan wawancara

27

15

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lebah madu hutan, Apis dorsata Fabricius merupakan penghasil utama
madu di Indonesia yang mendukung sektor ekonomi nasional dan berkontribusi
pada proses regenerasi hutan melalui jasa polinasi (Starr et al. 1987; Appanah
1993; Momose et al. 1998; Itioka et al. 2001). Hutan sangat bergantung kepada
hewan penyerbuk, seperti lebah madu untuk penyerbukan pohon-pohon yang
terpisah secara spasial (Bawa 1990; Corlett 2004; Faheem et al. 2011; Jasmi et al.
2014). Kelangsungan hidup lebah madu hutan didukung oleh ketersediaan sumber
pakan dan tempat persarangan. Lebah A. dorsata selain memanfaatkan tumbuhan
hutan, juga memanfaatkan tumbuhan liar dan tanaman pertanian yang ada di
sekitar hutan sebagai sumber pakannya (Bawa 1990; Kahono et al. 1999; Rianti et
al. 2010; Depra et al. 2014). Secara umum, penyerbukan oleh lebah madu dapat
meningkatkan produksi tanaman labu-labuan 200-300%, jagung 100-150%, apel
35-60%, jeruk 300-400%, dan mentimun sebanyak 60% sehingga keberadaannya
sangat penting bagi ekosistem (Sarwono 2001).
Potensi A. dorsata sebagai penghasil madu menyebabkan perburuan oleh
masyarakat semakin meningkat. Perhatian yang tinggi hanya terfokus pada bidang
produksi dan ekonomi, menyebabkan kurangnya perhatian terhadap peran penting
A. dorsata dalam membantu penyerbukan tanaman hutan. Kegiatan yang hanya
berfokus pada pemanenan madu dapat mengancam kelangsungan hidup koloni A.
dorsata. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya jasa polinasi bagi tanaman
hutan.
Lebah A. dorsata sering melakukan migrasi hingga 200 km dari sarang
lama. Kondisi lingkungan yang menurun termasuk berkurangnya ketersediaan
makanan dan adanya parasit larva dan pupa juga dapat menyebabkan koloni lebah
bermigrasi ke lokasi lain (Koeniger dan Koeniger 1980; Paar et al. 2004; Woyke
et al. 2004; Rattanawannee dan Chanchao 2011; Makinson et al. 2014).
Lebah A. dorsata binghami Cockerell merupakan subspesies dari
A. dorsata yang hanya terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dan
sampai saat ini belum berhasil dibudidayakan (Hadisoesilo 2001: Lo et al. 2010).
Penelitian tentang jenis-jenis pohon yang digunakan untuk tempat bersarang lebah
A. d. dorsata, perilaku bersarang, kondisi biotik dan fisik di sekitar pohon
persarangan telah dilakukan di beberapa kawasan di Jawa yang sangat penting
untuk memetakan kondisinya untuk pemanfaatan dan konservasinya (Kahono et
al. 1999). Penelitian serupa belum dilakukan pada lebah A. d. binghami yang
berada di pulau Sulawesi dan sekitarnya.
Kawasan hutan di Kabupaten Maros merupakan tempat migrasi dari lebah
A. d. binghami, sehingga masyarakat di sekiar hutan memanfaatkannya sebagai
sumber madu alam. Namun pengetahuan tentang kondisi koloni lebah dan habitat
pendukungnya belum diketahui. Kawasan hutan ini merupakan salah satu
ekosistem penting yang menjadi bagian dari gugusan hutan tropis dataran rendah
di Sulawesi sebagai tempat migrasi lebah A. d. binghami.
Kabupaten Maros termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya
yang berada pada daerah khatulistiwa dengan rata-rata kelembaban berkisar

2

60-82%, curah hujan tahunan 347 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan sekitar 16
hari, temperatur udara 29oC, dan kecepatan angin 2-3 knot/jam. Musim hujan
terjadi pada periode bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan AprilSeptember (BMKG 2015).
Dalam penelitian ini dipetakan daerah sebaran sarang dan pohon
persarangan, jumlah koloni, karakter pohon persarangan, perilaku bersarang A. d.
binghami, dan kondisi biotik dan fisik dari hutan di Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dalam
strategi pengelolaan dan perlindungan dari koloni dan habitat lebah A. d.
binghami di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Rumusan Masalah
Terpusatnya perhatian terhadap manfaat lebah hutan dalam produksi
madu, menyebabkan manfaat lebah ini melalui jasa polinasi terhadap tanaman
hutan terabaikan. Kajian tentang persarangan A. d. binghami belum banyak
diketahui dan dipelajari. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang endemisitas
dan pengelolaan lingkungan sekitar sarang dapat menganggu keberadaan koloni
A. d. binghami (Gambar 1)

Lebah madu hutan
A. d. binghami

Daerah sebaran,
karakteristik pohon
persarangan, jumlah koloni
lebah

Jasa polinasi
tumbuhan

Perburuan madu
(masyarakat), kondisi biotik
dan fisik dari hutan maros

Strategi pengelolaan dan perlindungan dari koloni dan
habitat A. d. binghami di hutan kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan

Gambar 1 Bagan rumusan masalah

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memetakan daerah sebaran sarang dan pohon persarangan A. d. binghami di
Desa Laiya dan Cenrana Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
2. Mengukur jumlah koloni lebah A. d. binghami, karakter pohon persarangan,
perilaku bersarang, dan kondisi biotik dan fisik dari hutan di Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian
1. Informasi sebaran sarang dan pohon persarangan A. d. binghami dapat
dijadikan gambaran keberadaan lebah madu hutan di kawasan hutan Maros.
2. Memberikan informasi pentingnya keberadaan A. d. binghami sebagai lebah
endemik dan agen penting penyerbuk tanaman hutan untuk menjaga
kelangsungan hidup ekosistem hutan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
3. Data dasar untuk strategi pengelolaan dan perlindungan koloni dan habitat dari
A. d. binghami.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah Madu Indonesia
Lebah madu yang merupakan spesies asli Indonesia terdapat 5 jenis yaitu
Apis dorsata, A. andreniformis, A. cerana, A. koschevnikovi, dan A. nigrocincta
(Engel 2012). Lebah A. florea yang tersebar di Indonesia, sampai saat ini belum
diketahui secara pasti area penyebarannya. Spesimen A. florea yang ada dikoleksi
dari museum di Jakarta dan Surabaya (Hadisoesilo 2001). Selain itu, lebah A.
nuluensis sampai saat ini baru dilaporkan di Gunung Emas, Sabah, Borneo pada
ketinggian di atas 1700 m dpl (Tingek et al. 1996).
Lebah A. dorsata merupakan lebah madu dengan ukuran paling besar dan
tersebar luas di Indonesia. A. dorsata dapat ditemukan hampir di seluruh
kepulauan di Indonesia, kecuali Maluku dan Papua. Selain ukurannya yang besar,
spesies ini juga terkenal dengan nama lebah hutan yang sangat agresif
dibandingkan dengan spesies lebah madu lainnya. A. andreniformis merupakan
spesies asli dan yang paling umum dari subgenus Micrapis di Indonesia, dengan
penyebaran di wilayah Kepulauan Sunda Besar dan sedikit ditemukan di Selat
Makassar, Sumbawa, dan Flores. A. cerana tersebar hampir di semua kepulauan
di Indonesia sampai ke Timor, kecuali Maluku dan Papua. A. cerana yang ada di
Ambon dan Papua bukanlah lebah asli pulau itu melainkan didatangkan dari luar
daerah tersebut. A. koschevnikovi tersebar di Semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sumatera, dan Jawa. A. nigrocincta merupakan lebah endemik Sulawesi (Ruttner
1988; Otis 1996; Kahono et al. 1999; Oldroyd et al 2000; Hadisoesilo 2001;
Hepburn dan Radloff 2011; Engel 2012).
Sarang A. dorsata berbentuk sisiran tunggal terdapat di tempat terbuka,
dengan ukuran besar, luas bisa mencapai 1 m2. Pada pohon kempas (Kompassia
excelsa), sarang A. dorsata dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 10 m di
atas permukaan tanah. Sarang A. Andreniformis pada umumnya di tempat terbuka,
menggantung di ranting atau dahan semak-semak atau pohon yang kecil serta
terlindung dedaunan. Ketinggian sarang dari atas tanah hanya berkisar 5 m dan
hanya terdiri dari satu sisir (Hepburn dan Radloff 2011). Berbeda dengan sarang
A. dorsata dan A. Andreniformis, sarang dari A. cerana. A. koschevnikovi,
A. nigrocincta terdiri dari beberapa sisiran dan pada umumnya terdapat di tempat
yang tertutup, seperti di lubang pepohonan, celah bangunan rumah, atau tempat
tertutup lainnya (Hadisoesilo 2001; Hepburn dan Radloff 2011).
Morfologi A. dorsata
Lebah A. dorsata termasuk dalam subgenus Megapis dengan koloni yang
besar dan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar (panjang tubuh >15 mm)
dibandingkan lebah madu lainnya (Seeley 1985). Lebah A. dorsata dikenal
sebagai lebah madu hutan atau odeng (Sunda), tawon gung (Jawa), lebah sialang
(Palembang dan Riau), labah gadang (Sumatera Barat), dan wani (Bugis). Sebagai
lebah sosial, dalam koloni A. dorsata terdapat pembagian kasta, yaitu kasta ratu
(lebah betina, satu individu) yang dapat bertelur hingga 50.000 telur, kasta pekerja
(lebah betina, ribuan individu), dan kasta jantan (ratusan individu), dan beberapa

5

sel calon ratu (Tan 2007; Beaurepaire et al. 2014). Lebah A. dorsata mempunyai
panjang sayap depan mencapai 14 mm, panjang tungkai mencapai 11.5 mm dan
panjang probosis mencapai 6.5 mm (Hadisoesilo 2001). Berbeda dengan lebah
sosial lainnya, A. dorsata mampu melakukan pencarian pakan mulai pagi hingga
malam hari karena mata tunggalnya (ocelli) berkembang baik (Dyer 1985;
Momose et al. 1998).
Di Indonesia, A. dorsata dikelompokkan menjadi dua subspesies, yaitu
A. dorsata dorsata yang mendiami kawasan sebelah barat garis Wallacea,
termasuk pulau di Nusa Tenggara dan A. d. binghami yang hanya terdapat di
pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya (Sakagami et al. 1980; Raffiudin
dan Crozier 2007; Hepburn dan Radloff 2011). A. d. brevilugula merupakan sub
spesies dari A. dorsata yang area persebarannya di Filipina dan pulau-pulau
sekitarnya (Sakagami et al. 1980). Perbedaan A. d. dorsata dan A. d. binghami
dapat diketahui dari warna abdomen lebah pekerjanya. Warna andomen dari A. d.
dorsata agak kecoklatan dengan strip oranye, sedangkan A. d. binghami hitam
dengan strip putih yang jelas (Hadisoesilo 2001).
Persarangan Lebah A. dorsata
Sarang lebah A. dorsata biasanya menggantung pada dahan pohon besar
dan bergerombol pada satu pohon dengan jumlah dapat mencapai puluhan sampai
ratusan sarang (Kahono et al. 1999; Hadisoesilo 2001; Hepburn dan Radloff 2011;
Mead 2013). Secara umum, A. dorsata cenderung menyukai habitus pohon yang
tinggi dengan percabangan relatif terbuka dan tajuk tidak terlalu padat sebagai
tempat bersarang (Starr et al. 1987; Hadisoesilo dan Kuntadi 2007; Roy et al.
2011), walaupun pernah ditemukan hanya ada satu koloni dalam satu pohon.
Berbeda dengan A. d. dorsata, sarang A. d. binghami hanya ditemukan 2-3 sarang
per pohon dan dibangun pada tempat yang tidak terlalu terbuka, namun tetap
dapat menerima cahaya matahari (Hadisoesilo dan Kuntadi 2007). Sahebzadeh et
al. (2013) melaporkan bahwa di hutan Terengganu, Malaysia, sarang A. dorsata
yang berkelompok pada satu pohon yang sama adalah unit populasi yang berbeda
(P>0.05) berdasarkan perbandingan genotip ratu. Pemilihan lokasi bersarang
sangat penting untuk serangga sosial, seperti A. dorsata karena berhubungan
dengan keberlangsungan hidup koloni dari resiko predator, ancaman cuaca yang
buruk, serta kegagalan dalam produksi (Franks et al. 2002; Neupane et al. 2013).
Perilaku Migrasi A. dorsata
Lebah A. dorsata memiliki perilaku migrasi berulang, yaitu pergi dan
kembali di tempat persarangan sebelumnya (Neumann et al. 2000). Koloni lebah
hutan memanfaatkan bunga di sekitarnya dalam periode waktu tertentu. Pada
periode waktu lainnya, lebah ini meninggalkan tempat tersebut untuk tinggal di
pohon persarangan lainnya yang memiliki musim bunga yang berbeda. Koloni
A. dorsata akan bermigrasi ke lokasi yang sedang terjadi musim pembungaan
(Kahono et al. 1999; Woyke et al. 2012). Mobilitas koloni lebah hutan yang
meninggalkan pohon persarangan dan keberadaan lebah hutan pada suatu habitat
didukung oleh ketersediaan sumber pakan dan kondisi tempat persarangan.

6

Tiga sifat migrasi A.dorsata dapat terjadi, yaitu migrasi koloni yang
diakibatkan karena musim pembungaan, abscond yang merupakan migrasi karena
kondisi lingkungan yang memburuk, sehingga memaksa koloni untuk segera
berpindah tempat secara total, dan swarming (pecah koloni) yaitu migrasi yang
terjadi karena koloni sudah penuh, sehingga ratu sulit menempatkan telur (Bertoni
2013; Makinson 2013).
Perubahan lingkungan, seperti kerusakan hutan, kekurangan air dan
sumber pakan, perburuan madu, dan kerusakan sarang merupakan penyebab lebah
A. dorsata bermigrasi (Oldroyd dan Nanork 2009). Populasi A. dorsata di Hutan
Terengganu, Malaysia terancam akibat kurangnya usaha restorasi hutan dan
perburuan lebah madu (Sahebzadeh et al. 2013). Ratu lebah akan berhenti bertelur
satu minggu sebelum melakukan migrasi, sementara lebah pekerja menghabiskan
madu dan memasukkannya ke dalam honey crop (Weihmann et al. 2014).
Perilaku migrasi karena swarming dilaporkan di India, yaitu terjadi penambahan
jumlah koloni A. dorsata pada bangunan di Bangalore dan tujuh koloni
diantaranya dalam keadaan swarming. Musim pembungaan pada awal Desember
di Nepal juga menyebabkan banyaknya koloni yang bermigrasi ke lokasi tersebut,
tanpa ada koloni yang pergi ke tempat lain (Woyke et al. 2012). Lebah A. dorsata
akan kembali ke tempat persarangan sebelumnya jika kondisi lingkungan tetap
terjaga (Neumann et al. 2000).

7

BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengamatan persarangan A. d. binghami dilakukan di kawasan hutan desa
Laiya dan Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan pada bulan Juli sampai November 2015. Pengamatan harian dimulai pukul
07.00-17.00 WITA.
Pengamatan Sebaran Sarang dan Identifikasi Pohon Persarangan
Pengamatan sebaran sarang A. d. binghami menggunakan metode jelajah
(Bookhout 1996) yaitu menjelajahi hutan untuk mencari sarang dan pohon
persarangannya dengan mengikuti jalur yang telah diketahui oleh para pencari
madu hutan. Metode wawancara juga digunakan untuk mengumpulkan informasi
tentang keberadaan sarang pada lokasi tersebut (Tongco 2007; Thomas et al.
2009). Daftar pertanyaan untuk wawancara terdapat dalam Lampiran 1. Nama
lokal pohon persarangan dicatat dan difoto bagian penting pohonnya (daun,
bunga, buah, serta bagian penting lainnya) dan dibuat herbarium untuk keperluan
identifikasi. Jumlah koloni A. d. binghami yang masih aktif, bekas sarang, dan
posisi sarang pada dahan pohon diamati dan dicatat (Neupane et al. 2013). Posisi
kordinat pohon persarangan lebah diukur menggunakan GPS Garmin map 62sc.
Identifikasi koleksi spesimen pohon persarangan dilakukan dengan
membandingkan dengan spesimen herbarium koleksi Fakultas Kehutanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Spesimen herbarium lainnya diidentifikasi di
Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor,
Jawa Barat.
Pengukuran Karakteristik Sarang dan Kondisi Lingkungan
Karakteristik sarang yang diukur adalah tinggi sarang dari permukaan
tanah menggunakan hagameter, diameter pohon persarangan menggunakan DBH
meter (diameter at breast high), karakter permukaan cabang, kemiringan dan arah
percabangan, dan terlindung atau tidaknya sarang. Kondisi lingkungan sekitar
sarang dan jarak pohon persarangan dari sumber air juga diamati. Pengukuran
parameter fisik lingkungan meliputi kelembaban relatif dan suhu menggunakan
thermohygrometer, kecepatan angin menggunakan anemometer, dan intensitas
cahaya menggunakan lux meter. Data curah hujan, kelembaban udara, dan
kecepatan angin didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG), Makassar, Sulawesi Selatan.
Analisis Data
Kondisi persarangan A. d. binghami dideskripsikan yang meliputi tinggi
sarang dari permukaan tanah, diameter pohon persarangan, kemiringan dan arah
percabangan, karakter permukaan cabang, terlindung atau tidaknya sarang serta
kondisi lingkungan sekitar sarang dan jarak pohon persarangan dari sumber air.
Sebaran sarang yang ditemukan divisualisasikan dalam peta menggunakan
program ArcGIS 10.2 (http://www.esri.com/landing pages/software/arcgis/arcgisdesktop-student-trial).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Jumlah dan Sebaran Sarang
Jumlah sarang A. d. binghami (Gambar 2a) yang ditemukan di hutan desa
Laiya dan Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros sebanyak 102
sarang yang terdiri 17 sarang aktif dan 85 bekas sarang (75 sarang di Laiya dan 27
sarang di Cenrana Baru) (Gambar 2b dan 2c). Sarang aktif yang ditemukan
merupakan sarang yang sudah ditandai oleh pemiliknya dan siap untuk dipanen.
Bekas sarang yang ditemukan merupakan sarang yang sudah dipanen oleh
pemiliknya.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Lebah dan sarang A. d. binghami: Lebah pekerja (a), sarang aktif (b),
dan bekas sarang (c) (dalam lingkaran).

9

Sarang A. d. binghami ditemukan berkelompok dan juga menyebar pada
kawasan hutan (Gambar 3). Semua sarang ditemukan pada daerah dengan
ketinggian 520-750 m dpl. Hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat
menunjukkan bahwa koloni A. d. binghami banyak ditemukan pada bulan AprilAgustus dengan puncak kedatangannya pada bulan Juni dan menurun pada musim
hujan (Desember-Maret) (Gambar 4). Beberapa koloni akan bertahan sampai
bertahun-tahun, jika persediaan makanan cukup dan tidak dipanen oleh
masyarakat setempat.

Cenrana Baru

Laiya

Gambar 3 Distribusi sarang A. d. binghami di desa Laiya dan Cenrana Baru,
Kabupaten Maros ( : pohon persarangan A. d. binghami)

10

Gambar 4 Jumlah sarang A. d. binghami dikaitkan dengan rata-rata curah hujan
bulanan di lokasi penelitian. Data rata-rata curah hujan bulanan
diambil dari BMKG (2015). Data jumlah sarang A. d. binghami pada
bulan Januari-Juni serta Desember diambil dari wawancara dengan
masyarakat
Pohon Persarangan
Di lokasi penelitian, ditemukan 34 spesies pohon yang termasuk dalam 27
genus dan 17 famili yang digunakan sebagai persarangan A. d. binghami (Tabel
1). Beberapa jenis pohon yang sering dijadikan sebagai persarangan A. d.
binghami adalah Ficus subulata (Fam. Moraceae), Adenanthera sp. (Fam.
Fabaceae), Artocarpus sericocarpus (Fam. Moraceae), Alstonia scholaris (Fam.
Moraceae), Knema cinerea (Fam. Myristicaceae), Litsea mappacea (Fam.
Lauraceae), Spondias pinnata (Fam. Anacardiaceae), dan Palaquium obovatum
(Fam. Sapotaceae). Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pencari madu
hutan, A. d. binghami tidak memilih spesies tertentu sebagai pohon persarangan
yang ditunjukkan dari bervariasinya pohon persarangan yang ditemukan (Gambar
5).
Pohon yang paling banyak digunakan sebagai pohon perarangan A. d.
binghami adalah F. subulata dan Adenanthera sp. (masing-masing 7 pohon),
diikuti oleh A. sericocarpus, A. scholaris, K. cinerea, dan L. mappacea (masingmasing 6 pohon), S. pinnata dan P. obovatum (masing-masing 5 pohon),
F. racemosa (4 pohon), F. drupacea, F. vasculosa, Pterocarpus indicus,
P. bataanense, Pterospermum celebicum, Pinus merkusii (masing-masing 3
pohon), dan F. septica, Toona sureni, Barringtonia sp., Syzygium sp., Acer
laurinum, Klenhovia hospita, Mangifera indica, Lithocarpus celebicus (masingmasing 2 pohon).
Tumbuhan yang paling sedikit dijadikan sebagai persarangan yaitu
Baccaurea sp., F. annulata, Dracontamelon dao, Barringtonia acutangula,
Aleurites moluccana, Buchanania arborescens, Arthrophyllum diversifolium,
Macaranga sp., Melochia umbellata, Persea sp., dan Wendlandia glabrata
(masing masing 1 pohon) (Tabel 1).

11

Tabel 1 Spesies pohon persarangan A. d. binghami dan lokasi ditemukan
Spesies pohon persarangan

Nama lokal

Jumlah
pohon

Jumlah
sarang

6

6

7

7

3

3

1
2

1
4

3

3

2

2

4

Titik koordinat

Tipe Habitat

Desa Laiya
Fam. Moraceae
A. sericocarpus

Tokka

F. subulata

Kajuara

F. racemosa

Kajuara

F. annulata
F. drupacea

Kajuara
Kajuara

F. vasculosa

Kajuara

F. septica

Kajuara

Fam. Apocynaceae
A. scholaris

Lita

Fam. Anacardiaceae
D. dao
S. pinnata

Dao
Accank

Fam. Malvaceae
P. celebicum

K. hospital
Fam. Euphorbiacea
A. moluccana
Fam. Fabaceae
Adenanthera sp.

S5 02 55.0 E119 47 46.0,
S5 03 02.6 E119 47 43.5,
S5 03 02.9 E119 47 41.5,
S5 03 10.8 E119 47 35.8,
S5 02 54.7 E119 47 33.3,
S5 02 54.7 E119 47 32.0
S5 03 12.6 E119 47 33.4,
S5 03 12.7 E119 47 34.5,
S5 03 08.4 E119 47 38.2,
S5 02 58.9 E119 47 48.3,
S5 02 21.2 E119 48 21.7,
S5 02 20.9 E119 48 24.1,
S5 02 20.9 E119 48 24.3
S5 03 07.2 E119 47 33.7,
S5 03 00.7 E119 47 26.7,
S5 03 03.1 E119 47 32.0
S5 03 02.9 E119 47 41.5
S5 02 51.8 E119 47 47.7,
S5 03 01.6 E119 47 30.1
S5 02 49.5 E119 47 29.5,
S5 02 52.2 E119 47 23.3,
S5 03 00.0 E119 47 20.8
S5 03 09.5 E119 47 35.7,
S5 03 08.9 E119 47 34.1

Hutan

4

S5 02 57.9 E119 47 47.9,
S5 03 01.7 E119 47 49.2,
S5 02 58.2 E119 47 20.4,
S5 03 01.6 E119 47 29.8,

Hutan

1
5

1
7

S5 03 05.6 E119 47 40.5
S5 03 08.9 E119 47 31.8,
S5 02 29.2 E119 48 12.8,
S5 02 23.8 E119 48 21.4,
S5 02 24.6 E119 48 24.6,
S5 02 25.3 E119 48 23.6

Hutan
Hutan dan Perkebunan

Banyyoro’

3

3

Hutan

Palliasa’

2

2

S5 02 23.8 E119 48 20.5,
S5 02 18.9 E119 48 22.4,
S5 02 26.4 E119 48 24.9,
S5 02 22.4 E119 48 29.2,
S5 02 26.4 E119 48 24.9

1

1

S5 02 23.2 E119 48 26.2

Hutan

6

6

Hutan dan Perkebunan

3

3

S5 02 49.4 E119 47 24.3,
S5 02 28.0 E119 48 13.9,
S5 02 28.4 E119 48 15.3,
S5 02 28.0 E119 48 16.4,
S5 02 21.3 E119 48 22.6,
S5 02 16.9 E119 48 24.7
S5 02 55.0 E119 47 36.3,
S5 02 54.6 E119 47 24.6,
S5 02 49.4 E119 47 24.3

4

5

Hutan

1

1

S5 03 00.7 E119 47 47.9,
S5 02 53.3 E119 47 37.0,
S5 02 54.5 E119 47 24.1,
S5 02 59.8 E119 47 19.9
S5 02 59.3 E119 47 23.4

Kamiri
Sappajeng

P. indicus

Cenrana

Fam. Sapotaceae
P. obovatum

Nato

P. bataanense

Nato

Hutan

Hutan

Hutan
Hutan
Hutan

Hutan

Hutan

Hutan

Hutan

12

Fam. Lauraceae
L. mappacea

Bakang

Fam. Aceracea
A. laurinum

Bunja

Fam. Myristicaceae
K. cinerea

Pala-pala

Fam. Meliaceae
T. sureni

Tumea

Fam. Myrtaceae
Syzygium sp.

Paccui

Fam. Lecythidaceae
Barringtonia sp.

-

B. acutangula

-

1

1

S5 03 05.0 E119 47 40.

Hutan

2

2

S5 02 20.6 E119 48 22.4,
S5 02 19.0 E119 48 24.0

Hutan

6

6

S5 03 01.6 E119 47 46.5,
S5 03 09.4 E119 47 37.3,
S5 02 49.1 E119 47 23.1,
S5 02 53.5 E119 47 23.6,
S5 02 55.8 E119 47 25.0,
S5 03 07.7 E119 47 31.2

Hutan

2

2

S5 02 50.0 E119 47 45.3,
S5 02 59.6 E119 47 43.5

Hutan

2

2

S5 03 05.0 E119 47 31.6,
S5 03 08.9 E119 47 34.0

Hutan

2

2

Hutan

1

1

S5 02 54.4 E119 47 23.9,
S5 02 59.7 E119 47 28.3
S5 03 06.6 E119 47 34.4

5

5

Hutan dan Perkebunan

1

1

S5 00 30.3 E119 49 31.6,
S5 00 44.2 E119 49 25.7,
S5 00 42.4 E119 49 28.3,
S5 00 41.3 E119 49 27.1,
S5 00 41.3 E119 49 26.2
S5 01 15.5 E119 49 42.1

2

2

S5 00 45.1 E119 49 29.7,
S5 01 09.9 E119 49 41.4,

Hutan

1

1

S5 00 32.8 E119 49 26.2

Hutan

1
2

1
2

S5 01 22.9 E119 49 24.8,
S5 00 33.5 E119 49 25.0
S5 03 12.3 E119 47 34.0

Hutan
Hutan

3

3

S5 00 46.7 E119 49 18.9,
S5 00 51.0 E119 49 30.1,
S5 01 08.3 E119 49 44.4

Hutan dan Perkebunan

1

1

S5 00 47.6 E119 49 31.4

Hutan

2

2

Perkebunan

1

1

S5 01 23.4 E119 49 25.3,
S5 00 43.4 E119 49 38.3
S5 00 48.1 E119 49 31.1

1

1

S5 00 55.1 E119 49 31.5

Perkebunan

1

2

S5 01 18.1 E119 49 27.2

Hutan

1

1

S5 01 23.6 E119 49 25.2

Hutan

1

1

S5 01 17.9 E119 49 34.9

Hutan

1

1

S5 01 18.0 E119 49 41.7

Hutan

2

2

S5 01 16.0 E119 49 44.4,
S5 00 48.9 E119 49 44.3

Perkebunan

96

102

Hutan

Desa Cenrana Baru
Fam. Lauraceae
L. mappacea

Bakang

Persea sp.

Galingkang

Fam. Apocynaceae
A. scholaris

Lita

Fam. Moraceae
F. racemosa
Fam. Sapotaceae
P. obovatum
P. bataanense
Fam. Pinaceae
P. merkusii

Fam. Fabaceae
Adenanthera sp.
Fam. Anacardiaceae
M. indica
B. arborescens
Fam. Araliaceae
A, diversifolium
Fam. Phyllanthaceae
Baccaurea sp.
Fam. Euphorbiacea
Macaranga sp.
Fam. Malvaceae
M. umbellata
Fam. Rubiaceae
W. glabrata
Fam. Fagaceae
L. celebicus
Jumlah

Hutan

Kajuara
Nato
Nato

Pinus

Sappajeng
Fao

Hutan

Fao
Letto-letto
Langngare
Ahu-ahu
Lambiri
Kayu padang
Kasunu

13

(a)

(c)

(e)

(b)

(d)

(f)

(g)
(h)
Gambar 5 Pohon persarangan A. d. binghami: F. subulata (a), A. scholaris (b),
P. merkusii (c), F. racemosa (d), A. moluccana (e), F. drupacea (f),
L. mappacea (g), dan L. celebicus (h).

14

Karakteristik Sarang
Sarang ataupun bekas sarang A. d. binghami ditemukan pada ketinggian
yang berbeda dari permukaan tanah. Pada ketinggian 0-10.9 m ditemukan 1
sarang aktif dan 10 bekas sarang, ketinggian 11-20 m ditemukan 6 sarang aktif
dan 34 bekas sarang, dan ketinggian >21 m ditemukan 10 sarang aktif dan 41
bekas sarang (Gambar 6). Lima puluh persen sarang berada pada ketinggian 0-20
m dan 50% pada ketinggian >21 m. Sarang yang paling rendah ditemukan pada
ketinggian 1 m dan paling tinggi pada ketinggian 32.6 m dari permukaan tanah
(Gambar 7). Ketinggian rata-rata sarang dari permukaan tanah adalah 19.2 m.

Gambar 6 Jumlah dan ketinggian sarang A. d. binghami dari permukaan tanah

(b)
(a)
Gambar 7 Lokasi sarang A. d. binghami pada pohon persarangan: 1 m dari
permukaan tanah pada pohon L. mappacea (a) dan 32.6 m dari
permukaan tanah pada pohon A. sericocarpus (b).

15

Pohon persarangan yang ditemukan memiliki diameter yang bervariasi.
Diameter terkecil (0.1 m) pada pohon S. pinnata dan diameter terbesar (2.52 m)
pada pohon A. scholaris (Gambar 8) dengan rata-rata diameter pohon 0.7 m.

(a)

(b)

Gambar 8 Ukuran pohon persarangan A. d. binghami: pohon terkecil (diameter
0.1 m) pada pohon S. pinnata (tanda panah) (a) dan pohon terbesar
(diameter 2.52 m) pada pohon A. scholaris (tanda panah) (b).
Sarang A. d. binghami ditemukan pada cabang pohon dengan sudut yang
bervariasi. Lima sarang dan 42 bekas sarang ditemukan pada sudut kemiringan
10-30°. Sebanyak 11 sarang dan 38 bekas sarang ditemukan pada cabang dengan
sudut kemiringan 31-60°. Sebanyak 1 sarang dan 5 bekas sarang ditemukan pada
cabang dengan sudut kemiringan 61-90°. Sembilan puluh empat persen A. d.
binghami bersarang pada percabangan dengan sudut kemiringan 10-60° (Gambar
9). Arah percabangan pohon persarangan juga bervariasi. Sepuluh sarang (1 aktif,
9 bekas) ditemukan pada percabangan yang menghadap ke barat, 37 sarang
(6 aktif, 31 bekas) ditemukan pada percabangan yang menghadap ke selatan, 35
sarang (6 aktif, 29 bekas) ditemukan pada percabangan yang menghadap ke timur,
20 sarang (4 aktif, 16 bekas) yang menghadap ke utara. Sarang A. d. binghami
ditemukan pada percabangan dengan kulit yang tidak mudah mengelupas (96%)
dan 4% ditemukan pada pohon dengan kulit yang mudah mengelupas (P. indicus
dan W. glabrata).

16

(a)

(b)

Gambar 9 Persentase sudut percabangan sarang A. d. binghami (a) dan
kecenderungan arah percabangan sarang A. d. binghami (b).

Jumlah sarang

Semua sarang (aktif dan bekas sarang) yang ditemukan berada pada area
yang terbuka dengan 5 karakteristik kondisi sarang. Sebanyak 55 sarang (9 aktif,
46 bekas) dilindungi oleh kanopi dan tertutup oleh dedaunan dan tanaman liana,
17 sarang (2 aktif, 15 bekas) dilindungi kanopi dan tertutup tanaman liana, 20
sarang (3 aktif, 17 bekas) dengan kondisi dilindungi kanopi dan tertutup oleh
daun, 2 sarang (1 aktif, 1 bekas) terdapat di tempat terbuka dan terdapat tanaman
liana, 8 sarang (2 aktif, 6 bekas) pada area terbuka dan tidak terlindungi oleh daun
dan tanaman liana. Sembilan puluh persen A. d. binghami bersarang pada area
yang dilindungi oleh kanopi dan tertutup dari tanaman liana, daun, atau keduanya
(Gambar 10 dan 11).

Gambar 10 Karakteristik lokasi sarang A. d. binghami: terlindungi oleh kanopi
dan tertutup oleh daun dan tanaman liana (a), terlindungi kanopi dan
tertutup tanaman liana saja (b), terlindungi kanopi dan tertutup oleh
daun saja (c), tidak tertutup kanopi tetapi terdapat tanaman liana (d),
terbuka dan tidak terlindungi oleh daun dan tanaman liana (e).

17

(b)

(a)

(d)

(c)

(e)

Gambar 11 Karakteristik kondisi persarangan A. d. binghami: terlindungi oleh
kanopi dan tertutup oleh daun dan tanaman liana (a), terlindungi
kanopi dan tertutup tanaman liana saja (b), terlindungi kanopi dan
tertutup oleh daun saja (c), tidak tertutup kanopi tetapi terdapat
tanaman liana (d), terbuka dan tidak terlindungi oleh daun dan
tanaman liana (e).
Kondisi Lingkungan Sekitar Sarang
Sarang A. d. binghami yang ditemukan sebanyak 102 sarang (17 aktif, 85
bekas) ditemukan di hutan primer dan di dekat perkebunan masyarakat. Sembilan
puluh dua sarang (16 aktif, 76 bekas) ditemukan di hutan primer dan 10 sarang
(1 aktif, 9 bekas) ditemukan di dekat perkebunan masyarakat. Jarak pohon
persarangan dari sumber air juga bervariasi (1.5-470 m). Koloni A. d. binghami
cenderung bersarang di dekat sumber air (Gambar 12). Rata-rata jarak pohon
persarangan dari sumber air yaitu 118.4 m. Rata-rata kelembaban udara di sekitar
sarang adalah 42%, suhu berkisar 30°C, kecepatan angin sebesar 5 km/jam, dan
intensitas cahaya sebesar 790 lux (Tabel 2). Rata-rata curah hujan, kelembaban,
dan kecepatan angin dari tahun 2010-2014 di lokasi penelitian masing-masing
310.63 mm/tahun, 81.26%, dan 6.2 km/jam.

18

Gambar 12 Jarak pohon persarangan A. d. binghami dari sumber air
Tabel 2 Parameter lingkungan di sekitar sarang A. d. binghami
Parameter Lingkungan
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
Intensitas Cahaya x10
Kecepatan angin (km/h)

Nilai
Minimum
24
29
30
1.2

Nilai
Maksimum
34.4
75
512
8

Rata-rata
30.08 ± 1.85
42.19 ± 8.45
78.76 ± 63.5
4 ± 1.64

Pembahasan
Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi
penelitian, bahwa koloni A. d. binghami tidak ditemukan sepanjang tahun. Hal ini
berkaitan dengan perilaku migrasi A. d. binghami. Koloni A. d. binghami banyak
ditemukan pada bulan April-Agustus dengan puncak kedatangannya di bulan Juni
dan sedikit ditemukan pada bulan Desember-Maret. Hal ini berkaitan dengan
tingginya curah hujan pada bulan Desember-Maret (BMKG 2015). Lebah
A. dorsata melakukan migrasi paling sedikit dua kali dalam setahun pada dua
tempat secara bergantian dan mampu melakukan migrasi hingga 200 km dari
sarang lama. Migrasi tersebut dapat dipicu oleh kerusakan lingkungan,
berkurangnya ketersediaan makanan, dan parasit pada larva dan pupa (Koeniger
dan Koeniger 1980; Momose et al. 1998; Paar et al. 2004; Woyke et al. 2004;
Rattanawannee dan Chanchao 2011; Makinson et al. 2014). Dalam pengamatan,
satu sarang A. d. binghami selama dua tahun tetap bersarang di pohon tanpa
melakukan migrasi. Hal ini karena pemilik sarang tidak memanen madu dari
sarang selama kurun waktu tersebut dan diduga tersedianya pakan dan air yang
cukup. Oldroyd dan Nanork (2009) menyatakan bahwa kondisi hutan yang rusak,
kekurangan air dan pakan, serta perburuan lebah dengan merusak sarang,
merupakan penyebab lebah bermigrasi ke lokasi yang lebih baik.

19

Pohon persarangan A. d. binghami sangat bervariasi mulai dari pohon yang
besar dan tinggi sampai pada pohon yang rendah. Kecenderungannya, lebah A. d.
binghami tidak memilih jenis pohon, ketinggian dari tanah, dan arah percabangan
dalam membuat sarang. Starr et al. (1987) melaporkan bahwa pada A. d. dorsata
di Kalimantan bersarang pada 15 jenis pohon dan cenderung tidak memilih pohon
dalam membuat sarang. Hadisoesilo dan Kuntadi (2007) juga melaporkan di Riau,
A. d. dorsata bersarang pada beberapa pohon, seperti beringin (Ficus sp.), kempas
(Koompassia excelsa), lumbuai (Metroxylon sp.), siluang (Polythias hipolenca),
jangkang (Dellenia exinia), dan mahang (Macaranga sp.). Di Sulawesi, A. d.
binghami ditemukan bersarang pada pohon durian (Durio zibethinus), mangga
(Mangifera sp.), jambu (Syzygium sp.), dan kapuk randu (Ceiba pentandra).
Beberapa penelitian juga melaporkan A. d. dorsata cenderung menyukai pohon
kempas (Koompassia excelsa) sebagai tempat bersarang (Starr et al. 1987;
Hadisoesilo 2001). Di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat A. d. dorsata cenderung
memilih F. albipila sebagai pohon persarangan (72%) (Kahono et al. 1999).
Koloni A. d. binghami dalam membangun sarang tidak memilih jenis, namun
beberapa karakteristik pohon dipilih sebagai pohon persarangan (Hadisoesilo dan
Kuntadi 2007).
Sepuluh persen sarang A. d. binghami ditemukan pada ketingian 10 m dari permukaan tanah. Kahono et al. (1999) juga
melaporkan sarang A. d. dorsata terletak pada ketinggian 10 m) untuk membuat sarang (Starr et al. 1987; Kahono et al. 1999;
Hadisoesilo 2001). Pemilihan tempat bersarang A. d. binghami yang tinggi dari
permukaan tanah bertujuan untuk menghindari ancaman vertebrata (Starr et al.
1987). Sarang A. d. binghami yang rendah mengindikasikan kurang atau tidak
adanya predator yang dapat membahayakan koloni lebah.
Lebah A. d. binghami cenderung bersarang pada percabangan dengan
sudut kemiringan cabang 10-60° (94%) dan pada cabang pohon yang kuat dan
kulit cabangnya tidak mudah mengelupas (96%). Hal ini didukung publikasi
Kahono et al. (1999) bahwa koloni A. d. dorsata yang ditemukan di Kebun Raya
Bogor, Jawa Barat cenderung bersarang pada cabang dengan sudut kemiringan
50°. Koloni A. d. dorsata tidak membuat sarang pada bangunan tua, cabang yang
rapuh, ataupun pohon yang sudah mati (Neupane et al. 2013).
Lebah A. d. binghami bersarang dengan menggantung di cabang pohon
yang terbuka dan cenderung menyukai pohon dengan kondisi yang terlindungi
oleh tanaman liana, daun, atau terlindungi oleh keduanya. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian Starr et al. (1987) yang melaporkan bahwa A. d.
dorsata cenderung membuat sarang pada lokasi yang terbuka dan bebas dari
tanaman liana. Weihmann et al. (2014) juga melaporkan, A. d. dorsata cenderung
membuat sarang pada lokasi lebih terbuka dan tidak terlindungi. Lebah A. d.
dorsata pada umumnya membangun sarang secara berkelompok dalam satu
pohon pada cabang yang bersih dan bebas dari tanaman epifit (Roy et al. 2011).
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan
masyarakat sekitar menunjukkan bahwa perilaku bersarang A. d. binghami yang
cenderung bersarang pada daerah yang terlindungi berkaitan dengan keberadaan

20

predator seperti, beberapa jenis burung yang sering menyerang sarang A. d.
binghami. Oldroyd dan Nanork (2009) melaporkan beberapa jenis burung
predator lebah madu, antara lain Indicator xanthonotus, I. archipelagicus, Pernis
ptilorhyncus, dan P. celebensis.
Lokasi persarangan A. d. binghami yang diamati terdapat di hutan primer
dan perkebunan dengan kondisi vegetasi yang rapat dan jenis pohon yang
bervariasi. Kondisi ini mendukung keberlangsungan hidup koloni A. d. binghami
dengan ketersediaan sumber makanan. Lebah menunjukkan flower constancy
terhadap sumber pakan ut