Analisis Kemitraan Agroforestri antara Kelompok Tani dengan PT BUMN Hijau Lestari I di Kabupaten Bandung Jawa Barat

ANALISIS KEMITRAAN AGROFORESTRI ANTARA
KELOMPOK TANI DENGAN PT BUMN HIJAU LESTARI I
DI KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

MUHAMAD ANDI SUWITO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kemitraan
Agroforestri antara Kelompok Tani dengan PT BUMN Hijau Lestari I di
Kabupaten Bandung Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Muhamad Andi Suwito
NIM E14090006

ABSTRAK
MUHAMAD ANDI SUWITO. Analisis Kemitraan Agroforestri antara Kelompok
Tani dengan PT BUMN Hijau Lestari I di Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Dibimbing oleh IIN ICHWANDI.
PT BUMN Hijau Lestari I (PT BHL) menerapkan konsep kemitraan
agroforestri dengan masyarakat Kelompok Mitra Kerja (KMK) untuk
melaksanakan mandat penghijauan di daerah aliran sungai. Kemitraan di
Kabupaten Bandung telah dibangun lebih dari tiga tahun. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi pola kemitraan agroforestri antara KMK dengan PT BHL,
menganalisis performa tanaman kerja sama berdasarkan aspek persen tumbuh
tanaman dan hasil panen kopi serta menganalisis tingkat hubungan kemitraan.
Penelitian ini dilakukan terhadap 20 dari 59 KMK yang telah bermitra sejak tahun
2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pola kemitraan yang dibangun adalah
pola kerja sama operasional agribisnis (KOA) yang bersifat jangka panjang.

Performa tanaman kerja sama hanya mencapai 79% (tanaman kayu), 37%
(tanaman buah-buahan) dan 77% (tanaman kopi). Tingkat hubungan kemitraan
mendapat skor 659.3 (Kemitraan Prima Madya) yang berarti kemitraan ini masih
perlu peningkatan kerja sama terutama optimalisasi aspek manfaat.
Kata kunci: agroforestri, kemitraan, performa, prima madya

ABSTRACT
MUHAMAD ANDI SUWITO. Analysis of the Agroforestry Partnership between
Farmer Groups with PT BUMN Hijau Lestari I in Bandung Regency of West
Java. Supervised by IIN ICHWANDI
PT BUMN Hijau Lestari I (PT BHL) is applying the concept of agroforestry
partnership with the community to implement the mandate reforestation in
watersheds. Partnership in Bandung regency has built over three years. This
research aims to identify pattern of agroforestry partnership between KMK and
PT BHL, analyze the performances of plants cooperation based aspect of percent
growing plants and crops coffee and analyze the level of partnership. This
research was done to 20 of 59 KMK who have been partnered since 2010. The
result showed that, partnership built is cooperation patterns operational
agribusiness (COA) that is both long term. Performance plant cooperation only
reached 79% (woody plant), 37% (fruit trees) and 77% (coffee plant). The level of

partnership scored 659.3 (Prima Intermediate Partnership) which means this
partnership still needs to increase cooperation especially optimization aspect
benefits.
Keywords: agroforestry, partnership, performance, prima intermediate

ANALISIS KEMITRAAN AGROFORESTRI ANTARA
KELOMPOK TANI DENGAN PT BUMN HIJAU LESTARI I
DI KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

MUHAMAD ANDI SUWITO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Kemitraan Agroforestri antara Kelompok Tani dengan
PT BUMN Hijau Lestari I di Kabupaten Bandung Jawa Barat
Nama
: Muhamad Andi Suwito
NIM
: E14090006

Disetujui oleh

Dr Ir Iin Ichwandi, M Sc F Trop
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F Trop
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2013 ini adalah
kelembagaan, dengan judul Analisis Kemitraan Agroforestri antara Kelompok
Tani dengan PT BUMN Hijau Lestari I di Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iin Ichwandi, M Sc F
Trop selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS dan Bapak Effendi
Tri Bahtiar, S.Hut, MS yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Daud Yusuf dari PT BUMN Hijau
Lestari I, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih
sayang dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Muhamad Andi Suwito


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Lokasi dan Waktu Penelitian


3

Sasaran dan Alat Penelitian

3

Metode Pemilihan Responden

3

Jenis Data

3

Metode Pengumpulan Data

4

Metode Pengolahan dan Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Pola Kemitraan Agroforestri

6

Performa Tanaman dan Hasil Produksi Kopi

15

Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan

18

SIMPULAN DAN SARAN


22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP


33

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rincian faktor dan nilai maksimum tingkat hubungan kemitraan
Sebaran KMK di setiap kecamatan pada awal kemitraan PT BHL
Perkembangan kemitraan tahun 2011 dan 2012
Pola umum agroforestri PT BHL
Ringkasan perjanjian kerja sama
Kegiatan koperasi unit Banjaran dan Arjasari KMK tahun 2010
Hasil panen kopi periode April-Agustus 2013 Unit Banjaran dan
Arjasari
8. Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat KMK dan PT
BHL
9. Perbandingan hasil penelitian terdahulu mengenai tingkat hubungan
kemitraan

5
6
7
8
11
14
18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi Penelitian
Agroforestri jabon dengan kopi
Tahapan proses pembentukkan KMK oleh PT BHL
Proses identifikasi petani
Persen tumbuh tanaman kayu pada setiap KMK
Persen tumbuh tanaman buah pada setiap KMK
Persen tumbuh tanaman kopi pada setiap KMK

2
3
9
10
10
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Persen tumbuh tanaman kerja sama
2. Contoh perjanjian kerja sama kemitraan agroforestri antara KMK
dengan PT BHL

25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau
usaha yang lebih besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan
oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dewasa ini telah
banyak perusahaan yang menerapkan konsep kemitraan dengan petani untuk
menjalankan suatu usaha. Seperti kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani
atau masyarakat sekitar hutan di kawasan hutan milik perhutani yang menerapkan
sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). Perusahaan pengolahan
kayu swasta juga melakukan kemitraan dengan petani hutan rakyat seperti yang
dilakukan PT Bina Kayu Lestari Group di Tasikmalaya untuk memasok bahan
baku kayu (Lestari 2011).
PT BUMN Hijau Lestari I yang kemudian disebut dengan PT BHL saat
ini juga menjalankan usaha dengan konsep kemitraan. PT BHL merupakan
perusahaan patungan lima perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) sesuai
dengan mandat dari kementerian BUMN pada tahun 2009. Sumber pendanaan PT
BHL berasal dari dana Coorporate Social Responsibility (CSR) perusahaanperusahaan BUMN dan swasta yang memiliki program penghijauan. Tugas utama
PT BHL adalah melakukan penghijauan pada lahan milik masyarakat di seluruh
wilayah daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia. Sehingga dalam menjalankan
program, PT BHL bermitra dengan masyarakat. Konsep kemitraan yang
dikembangkan oleh PT BHL adalah kemitraan bisnis berbasis agroforestri dan
koperasi.
Pada tahun 2010 PT BHL telah bermitra dengan 59 kelompok tani yang
selanjutnya disebut dengan kelompok mitra kerja (KMK) di wilayah DAS
Citarum Kabupaten Bandung. Kemitraan tersebut telah berjalan kurang lebih tiga
tahun. Kemitraan dengan konsep tersebut tentunya menarik untuk dikaji lebih
dalam lagi dengan melakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pola
kemitraan yang dibangun, bagaimana performa tanaman dan hasilnya serta tingkat
hubungan kemitraan yang telah dan sedang berlangsung.
Perumusan Masalah
PT BHL telah menjalankan program kemitraan dengan KMK lebih dari tiga
tahun. Setiap tahun kemitraan ini selalu dievaluasi. Dengan input utama PT BHL
berupa modal dan manajemen diharapkan hasil kemitraan selalu meningkat. Hal
yang sama menjadi harapan petani anggota KMK yang telah memberikan input
utama berupa lahan dan tenaga.
Jika ditelusuri, bentuk kerja sama ini mempunyai dua bagian utama yaitu
kelembagaan kelompok yang menggambarkan hubungan kemitraan KMK dengan
PT BHL dan pola tanam agroforestri sebagai wujud dari program kerja sama ini.
Permasalahan yang terjadi adalah apakah tujuan kemitraan ini sudah tercapai dan
seperti apakah tingkat hubungan kemitraan antara PT BHL dengan KMK. Dengan
demikian perlu dilakukan kajian atau studi untuk mengetahui bagaimana pola

2
kemitraan, performa agroforestri dan tingkat hubungan kemitraannya. Rumusan
tersebut dapat dibuat dalam kerangka pemikiran secara sederhana yang
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi pola kemitraan agroforestri antara KMK dengan PT BHL.
2. Menganalisis performa tanaman kerja sama pola tanam agroforestri
berdasarkan aspek persen tumbuh tanaman dan hasil panen kopi.
3. Menganalisis tingkat hubungan kemitraan agroforestri antara KMK
dengan PT BHL.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi dan masukan PT BHL untuk terus meningkatkan
hubungan kerja sama yang baik dengan anggota KMK dalam kegiatan
kemitraan.
2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi masyarakat maupun peneliti
dalam melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor
lain dalam kemitraan.

3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PT BHL Unit Banjaran dan Unit
Arjasari Kabupaten Bandung yang tersebar ke dalam 7 kecamatan (Pangalengan,
Cimaung, Cangkuang, Banjaran, Arjasari, Cicalengka, dan Ciparay) seperti yang
terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013.

Gambar 2 Lokasi Penelitian
Sasaran dan Alat Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah KMK yang melakukan kerja sama dengan PT
BHL sejak tahun 2010. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah alat tulis, kuesioner, kamera digital, laptop, dan software Microsoft
Excell 2007.
Metode Pemilihan Responden
Metode yang digunakan dalam pemilihan contoh pada penelitian ini adalah
dengan metode purpossive sampling. KMK dipilih berdasarkan sebaran KMK
pada setiap desa, luas lahan setiap KMK, dan jumlah anggota KMK. Dalam
penelitian ini dipilih sebanyak 20 KMK dari jumlah total 59 KMK yang tersebar
ke dalam 12 desa dari jumlah total 17 desa. Setiap KMK dipilih 3 orang
responden yang terdiri atas seorang pengurus dan 2 orang anggota. Responden
dari PT BHL berjumlah 3 orang yang terdiri atas seorang pimpinan pelaksana unit
dan 2 orang koordinator TPMK.
Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari anggota
KMK dan pihak PT BHL mengenai persepsi tentang hubungan kemitraan melalui
wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data perluasan KMK, data koperasi,

4
data jumlah tanaman, perjanjian kerja sama dan data lain yang relevan dengan
penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
1. Teknik observasi, yaitu mengumpulkan data melalui pengamatan langsung
terhadap KMK dan kondisi tanaman di lapangan.
2. Teknik wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan wawancara
kepada anggota KMK dan informan penting dari PT BHL menggunakan
kuesioner.
3. Studi Literatur, yaitu cara pengumpulan dan penelusuran data sekunder dari
hasil-hasil penelitian yang relevan, dokumen resmi dan catatan-catatan penting
yang berasal dari PT BHL dan Tim Survey aset Fakultas Kehutanan IPB.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder diolah dengan menggunakan software
Microsoft excell 2007 dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik. Perhitungan
tingkat hubungan kemitraan dilakukan dengan cara kategorisasi berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/97 tanggal 13 Oktober
1997 mengenai Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha
Pertanian. Perhitungan ini dilakukan terhadap PT BHL dan KMK sehingga
dihasilkan rata-rata hubungan kemitraan dari kedua pihak yang terkait. Rincian
faktor yang dinilai untuk menentukan kemitraan agroforesti ini berdasarkan aspek
proses manajemen dan aspek manfaat yang disajikan dalam Tabel 1.
Aspek yang dinilai adalah sebagai berikut :
a. Aspek Proses Manajemen Kemitraan
Aspek manajemen yang dikaji dalam penelitian ini meliputi mekanisme
pembentukkan kelompok, perencanaan, pengorganisasian, efektivitas kerja sama
dan pelaksanaan kemitraan.
b. Aspek Manfaat
Aspek manfaat yang dikaji meliputi aspek ekonomi, produktivitas, aspek
teknis mutu pengetahuan, penguasaan teknologi dan aspek sosial lingkungan.
Perhitungan nilai tingkat hubungan kemitraan dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : X= ((a+b+c)/y)
Keterangan :
X
= nilai rata-rata tingkat hubungan kemitraan tiap faktor
a, b, c = nilai skoring atas jawaban yang dipilih
y
= nilai atas banyaknya jawaban yang dipilih
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum mengenai pola kemitraan dan
performa tanaman melalui data yang sudah disajikan dalam bentuk tabulasi dan

5
grafik. Secara deskriptif, pola kemitraan digambarkan melalui model penanaman
agroforestri, pembentukkan kelompok, dan aturan kemitraan. Performa tanaman
dijelaskan secara deskriptif tentang persen tumbuh tanaman dan hasil panen kopi.
Tingkat hubungan kemitraan dijabarkan dalam aspek proses manajemen dan
aspek manfaat.
Tabel 1 Rincian faktor dan nilai maksimum tingkat hubungan kemitraan
No
I
1

Faktor yang dinilai
ASPEK PROSES MANAJEMEN
Perencanaan
a. Perencanaan kemitraan
b. Kelengkapan perencanaan
2
Pengorganisasian
a. Bidang khusus
b. Kontrak kerja sama
3
Pelaksanaan dan efektivitas kerja sama
a. Pelaksanaan kerja sama
b. Efektivitas kerja sama
Jumlah aspek proses manajemen
II ASPEK MANFAAT
1
Ekonomi
a. Pendapatan
b. Harga
c. Produktivitas
d. Resiko program
2
Teknis
a. Pengetahuan
b.Penguasaan teknologi
3
Sosial
a. Keinginan kontinuitas kerja sama
b. Pelestarian lingkungan
Jumlah aspek manfaat
Jumlah nilai aspek proses manajemen kemitraan + aspek
manfaat
a

Sumber : Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/97

Nilai maksimum
150
100
50
150
25
125
200
50
150
500
300
150
50
50
50
100
50
50
100
50
50
500
1000

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Kemitraan Agroforestri
Perkembangan Kemitraan
Wilayah kerja PT BHL yang diteliti meliputi kecamatan Pangalengan,
Cimaung, Cangkuang, Banjaran, Arjasari, Cicalengka dan Ciparay. Pada wilayah
tersebut telah terbentuk 59 KMK dengan total anggota 1688 KK pada tahun 2010
(Tabel 2). Wilayah tersebut dipilih sebagai lokasi kemitraan karena merupakan
wilayah hulu DAS Citarum. Hal ini sesuai dengan mandat Kementerian BUMN
kepada PT BHL, yaitu perbaikan lingkungan berbasis DAS serta melakukan
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada awal kemitraan di Kabupaten Bandung
wilayah kerja sama seluas 1331.12 Ha dengan variasi luas lahan pada setiap KMK.
Luas lahan rata-rata pada setiap KK kurang dari satu hektar. Berdasarkan
observasi lapang, lokasi lahan tersebut cenderung menyebar, sehingga dapat
menyulitkan dalam pengelolaan kelompok terutama pada KMK dengan jumlah
anggota yang banyak. Adanya variasi tersebut disebabkan belum adanya standar
dari PT BHL pada awal pembentukkan kelompok.
Tabel 2 Sebaran KMK di setiap kecamatan pada awal kemitraan PT BHL
No

1
2
3
4
5

1
2
3

a

Kecamatan

Unit Banjaran
Pangalengan
Cimaung
Cangkuang
Banjaran
Arjasari
Jumlah
Unit Arjasari
Arjasari
Cicalengka
Ciparay
Jumlah
Total

JD

Tahun 2010
JKMK
JKK

LL

1
5
2
2
3
13

9
18
2
4
11
44

257
384
72
114
365
1192

99.86
302.18
45.60
60.86
306.72
815.22

2
1
1
4
17

11
2
2
15
59

422
47
27
496
1688

460.50
45.00
10.40
515.90
1331.12

Sumber : PT BHL Unit Banjaran dan Arjasari. bJD: Jumlah Desa, JKMK: Jumlah KMK,
JKK: Jumlah KK, LL: Luas Lahan (Ha)

7
Tabel 3 Perkembangan kemitraan tahun 2011 dan 2012
No

1
2
3
4
5
6
7

1
2
3
4
5
6
7

Kecamatan
Unit Banjaran
Pangalengan
Cimaung
Cangkuang
Banjaran
Arjasari
Pasir Jambu
Baleendah
Jumlah
Unit Arjasari
Arjasari
Cicalengka
Ciparay
Kertasari
Baleendah
Pacet
Pamulihan
Jumlah
Total

Tahun 2011
JKMK JKK
LL
2
4
1
3
9
1
4
24

53
67
19
33
247
24
72
515

16.25
49.23
10.00
56.00
294.94
10.00
113.90
550.32

7 154
8 225
4 151
11 224
2
47
6 153
14 521
52 1475
76 1990

170.01
102.55
70.30
247.37
35.00
101.95
152.80
879.98
1430.29

Tahun 2012
JKMK JKK
LL
1
1
0
2
17
4
3
28

28
17
0
30
344
174
45
638

10.30
20.00
0.00
31.30
474.39
146.72
114.96
797.67

15 281
0
0
4
57
0
0
4
85
0
0
0
0
23 423
51 1061

407.09
0.00
64.11
0.00
70.38
0.00
0.00
541.58
1339.24

a

Sumber: PT BHL Unit Banjaran dan Arjasari. bJKMK: Jumlah KMK, JKK: Jumlah KK, LL:
Luas Lahan (Ha)

Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap tahunnya PT BHL terus melakukan
perluasan kemitraan. Pada tahun 2011 wilayah kemitraan bertambah menjadi 12
kecamatan. Luas lahan, jumlah KK, dan jumlah KMK lebih besar daripada tahun
2010. Penambahan signifikan terjadi pada kecamatan Arjasari, Pamulihan dan
Kertasari. Hal berbeda ditunjukkan pada tahun 2012, perluasan hanya dilakukan
pada tujuh kecamatan. Jumlah KMK yang bermitra pun tidak sebanyak tahuntahun sebelumnya. Namun pada kecamatan Arjasari, KMK yang bermitra semakin
meningkat. Penurunan perluasan pada kedua unit ini dikarenakan sudah sebagian
besar petani bermitra dengan PT BHL serta kegiatan perluasan juga sedang
dilakukan oleh PT BHL pada unit di daerah yang lain.
Selain melakukan perluasan wilayah kemitraan, PT BHL juga terus
melakukan pembinaan, pelatihan, dan pendampingan oleh Tenaga Pemberdaya
Mitra Kerja (TPMK) kepada KMK. Pada awal pembentukkan kelompok, PT BHL
juga membentuk koperasi binaan di setiap desa sebagai unit usaha KMK. Oleh
karena itu PT BHL juga terus melakukan pembinaan kepada koperasi terutama
kepada pengurus tentang bagaimana mengelola administrasi yang baik dan
pengembangan usaha. Sementara itu program rutin yang dilakukan KMK dalam
kemitraan adalah memelihara tanaman kerja sama setelah kegiatan penanaman
pertama.

8
Model Penanaman Agroforestri
Agroforestri merupakan sebuah nama bagi sistem-sistem dan teknologi
penggunaan lahan dimana pohon berumur panjang (termasuk semak, palem,
bambu, kayu, dan lain-lain) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur
pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan
waktu (De Foresta et all 2000). Sesuai pengertian tersebut PT BHL menerapkan
model penanaman dengan pola tanam agroforestri. Alasan dipilihnya model ini
karena lahan yang menjadi target penghijauan adalah lahan masyarakat yang
sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani sayur dan palawija. Sehingga
pola agroforestri menjadi pilihan yang paling cocok untuk mengombinasikan
tanaman kayu dengan tanaman pangan. Mengenai jenis tanaman ditentukan
berdasarkan kesepakatan bersama sesuai dengan salah satu prinsip PT BHL yaitu
rebah-tuntas (rencana dari bawah dan tuntunan dari atas). Pola umum agroforestri
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pola umum agroforestri PT BHL
Jenis tanaman strata atas
1 Tanaman kayu (Jabon, Suren, Manglid, dll)
Jenis tanaman strata tengah dan bawah
1 Tanaman buah-buahan (Duren, Nangka, dll)
2 Tanaman aren (Tomohon, Sibolangit, dll)
3 Tanaman kopi
Populasi tanaman yang ditanam/ Ha
Biaya per tanaman
Biaya tiap hektar (selama 3 tahun)
Jumlah rata2 keterlibatan masyarakat
a

100 pohon
20 pohon
60 pohon
220 pohon
400 pohon
Rp 56 023,- (negoitable)
Rp 22 409 200,4 KK tiap hektar

Sumber: PT BHL 2012

Tabel 4 hanya menampilkan komposisi jumlah pohon per hektar pada
masing-masing kategori dan biaya per pohon. Untuk menggambarkan pola umum
agroforestri tersebut diperlukan informasi yang lebih rinci dalam rancangan teknis
agroforestri seperti jarak tanam. Menurut informasi dari pihak PT BHL jarak
tanam yang dianjurkan adalah sebagai berikut, tanaman kayu 10 x 10 meter,
tanaman buah 40 x 25 meter, aren 20 x 20 meter, dan tanaman kopi 2 x 5 meter.
Namun berdasarkan observasi di beberapa lokasi, jarak tanam yang diterapkan
oleh petani cenderung rapat seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pola umum di
atas tidak sepenuhnya diterapkan oleh petani dilihat dari komposisi dan jumlah
pohon per luasan lahan. Menurut hasil wawancara dengan petani, hal tersebut
dilakukan bukannya tidak mau sesuai dengan anjuran PT BHL, tetapi petani lebih
tertarik dengan besarnya upah per biaya pemeliharaan yang akan diterima jika
pohon yang ditanaman semakin banyak. Warisno dan Dahana (2011)
menganjurkan bahwa jarak tanam jabon yang paling optimal adalah 5 x 5 meter
baik sistem monokultur maupun polikultur.

9

Gambar 3 Agroforestri jabon dengan kopi
Jenis tanaman dalam kemitraan ini sebanyak 14 jenis antara lain, jabon,
suren, eukaliptus, gmelina, mindi, manglid, sukun, petai, durian, nangka, alpukat,
mangga, aren, dan kopi. Jenis tanaman yang dominan adalah jabon dan kopi.
Tanaman tersebut merupakan rekomendasi dari PT BHL dan usulan dari KMK.
Selain tanaman tersebut petani juga masih menanami lahannya dengan tanaman
pangan untuk kebutuhan sehari-hari. Jenis tanaman pangan tersebut antara lain,
jagung, singkong, bawang merah, cabai, bawang daun, ubi, kacang tanah, dll.
Berdasarkan uraian di atas mengenai jenis tanaman, jarak tanam yang
diterapkan, dan kombinasi tanaman pangan yang beragam. Pola tanam
agroforestri yang diterapkan petani memiliki keberagaman pada setiap KMK
bergantung pada wilayah masing-masing. Penerapan agroforestri yang dilakukan
oleh KMK masih belum sesuai dengan pola umum yang direncanakan oleh PT
BHL. Hal tersebut dapat terjadi karena PT BHL masih kekurangan tenaga teknis
yang ahli dibidangnya yang mendampingi KMK di lapang. Pendampingan yang
dilakukan hanya terfokus pada monitoring tanaman dan penyampaian informasi
dari PT BHL. Sebaiknya PT BHL memberikan pembinaan dan pelatihan
mengenai teknik agroforestri yang baik sejak awal dan dalam pelaksanaannya
terus di lakukan pemantauan dan evaluasi.
Proses Pembentukkan KMK
KMK didirikan dan dibentuk oleh PT BHL berdasarkan kesepakatan para
anggota yang dibuktikan dengan pernyataan bersama yang memiliki, menguasai
dan atau menggarap lahan yang dijadikan obyek dalam perjanjian dalam rangka
pelaksanaan kemitraan. Tahapan proses pembentukkan KMK dimulai dari
identifikasi petani, pembentukkan KMK, perjanjian kerja sama dan implementasi
seperti yang disajikan pada Gambar 4.

10

Gambar 4 Tahapan proses pembentukkan KMK oleh PT BHL
Gambar 4 menunjukkan bahwa tahapan proses pembentukkan KMK
dimulai dari identifikasi petani. Output tahapan pertama ini adalah didapatkannya
petani yang bersedia bermitra dan memenuhi syarat untuk melakukan kerja sama.
Persyaratan tersebut yaitu memiliki, menggarap atau menyewa suatu lahan yang
dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun caracara yang dilakukan pada tahap identifikasi petani ini adalah dengan RRA (Rural
Rapid Appraisal) dan PRA (Paricipatory Rural Appraisal). Suasana proses
identifikasi petani terlihat pada Gambar 5. Petani yang tertarik dan bersedia
melakukan kerja sama serta memenuhi persyaratan selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan domisili masing-masing. Nama KMK dan kepengurusan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kelompok. Setelah kelompok terbentuk, kemudian
dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) bermaterai antara PT
BHL dan KMK. Dalam hal ini KMK dikuasakan kepada ketua KMK yang
diketahui oleh kepala desa setempat. PKS ini ditandatangani setelah terjadi
kesepakatan antara kedua pihak dan disaksikan oleh seluruh anggota KMK. Tahap
terakhir dalam pembentukkan kelompok ini adalah implementasi. Bentuk
implementasi antara lain, pelaksanaan kegiatan penanaman dan pemeliharaan,
pendampingan, pembentukkan koperasi, dan penguatan kelembagaan.

Gambar 5 Proses identifikasi petani

11

Aturan Kemitraan
Secara tertulis aturan kemitraan tertuang dalam PKS yang secara umum
mencakup pengertian para pihak, batasan istilah, dasar hukum, objek dan lokasi,
tujuan, jangka waktu, permodalan, status para pihak, hak dan kewajiban, bagi
hasil, penghargaan dan sanksi, berakhirnya perjanjian serta ketentuan lain
(Lampiran 2). Aturan kemitraan secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Ringkasan perjanjian kerja sama
Keterangan
Jangka
waktu
Permodalan

Hak

Kewajiban

Bagi hasil

PT BHL
KMK
10 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan setelah diadakan
evaluasi.
Seluruh biaya menjadi tanggungan PT BHL
- Menentukan luas garapan
- Mengusulkan nama-nama
sesuai dengan usulan KMK
anggota dari KMK yang akan
bekerja sama dengan PT BHL
- Merancang pola tanam dalam
rangka pemanfaatan lahan
- Mengusulkan jenis tanaman
dengan memperhatikan
dan agroforestri sesuai dengan
masukan dari KMK
persetujuan PT BHL
- Melakukan pengawasan
- Memperoleh hasil produksi
terhadap pelaksanaan
dari tiap panen / pemungutan
perjanjian
sesuai dengan perjanjian
- Mendapatkan bagi hasil
- Menghentikan dan mencabut
secara sepihak kerja sama
dengan KMK yang
melanggar perjanjian
- Menyediakan bibit tanaman
- Menanam dan memelihara
tanaman sesuai dengan pola
- Membayar biaya kegiatan
tanam dan petunjuk teknis
penanaman sesuai dengan
yang disepakati
ketentuan dalam perjanjian ini
dan standar biaya PT BHL
- Mengamankan dan menjaga
keberhasilan tanaman dan
- Membuat pola agroforestri
agroforestri dari segala
sesuai dengan persetujuan
gangguan keamanan
KMK
Membuat
keberhasilan tumbuh
- Melakukan pembinaan dan
tanaman
minimal
90% sampai
pendampingan kepada KMK
akhir daur
selama kerja sama ini
- Memberikan bagi hasil kepada
dilakukan
PT BHL sesuai dengan
ketentuan dalam perjanjian
Tanaman kayu : 30%
Tanaman kayu : 70%
Tanaman buah, aren dan kopi:
Tanaman buah, aren dan kopi:
50%
50%

Tabel 5 menunjukkan bahwa jangka waktu kemitraan ditetapkan
berdasarkan daur tanaman kayu. Perjanjian tersebut dapat berakhir sebelum
jangka waktu habis jika ada hal-hal yang membatalkan perjanjian (Lampiran 2).
Adapun ketentuan biaya yang ditanggung oleh PT BHL adalah biaya pengadaan

12
bibit pada saat penanaman pertama dan penyulaman maksimal 10%. Sulaman dan
pemeliharaan selama daur juga menjadi tanggungan PT BHL apabila presentase
tumbuh tanaman mencapai minimal 90%. Kontribusi KMK dalam kemitraan ini
adalah menyediakan lahan dan tenaga kerja sebagai modal utama mereka. Selain
itu KMK menanggung biaya bibit dan biaya tanam pada saat penyulaman secara
swadaya apabila sulaman melebihi 10%.
Berdasarkan Tabel 5, ada beberapa hak dan kewajiban yang belum
dilaksanakan dengan baik oleh kedua pihak. Seperti hak untuk mendapatkan bagi
hasil produksi kopi. PT BHL belum menerima sepenuhnya karena ada KMK yang
masih menjual ke pihak lain. Kemudian hak KMK untuk mengajukan jenis
tanaman yang cocok di daerahnya ternyata belum mendapatkan respons dari PT
BHL dengan alasan tidak tersedianya bibit yang diusulkan. Pada aspek kewajiban
yang menjelaskan tentang PT BHL membayar biaya penanaman, tidak dijelaskan
secara rinci sampai kapan biaya penanaman diberikan kepada KMK. Dalam
pelaksanaannya pun, pemberian dana pemeliharaan tidak dilakukan tepat waktu.
Seharusnya dalam perjanjian disebutkan secara rinci mengenai waktu pemberian
dana pemeliharaan beserta persyaratannya agar pelaksanaannya dapat dikontrol
oleh masing-masing pihak. Disisi lain kewajiban yang dibebankan kepada pihak
KMK juga belum sepenuhnya dilaksanakan. Dari uraian tersebut sebaiknya kedua
pihak harus sering mengadakan evaluasi terutama dalam pelaksanaan hak dan
kewajiban dalam kerja sama ini.
Tabel 5 menunjukkan bahwa sistem bagi hasil kemitraan ini adalah 70%
untuk petani dan 30% untuk PT BHL. Di dalam alokasi KMK terdapat 2.5%
untuk pengurus KMK yang digunakan untuk dana operasional KMK. Sedangkan
pada alokasi PT BHL terdapat 2.5% yang dialokasikan kepada pemerintah desa
sebagai wujud kontribusi untuk pembangunan desa. Namun secara nyata
mekanisme penerapan bagi hasil di atas belum sepenuhnya diterapkan. Dari
beberapa kategori tersebut yang sudah diterapkan adalah bagi hasil kopi.
Sementara ini biaya panen kopi sepenuhnya masih ditanggung oleh petani,
sehingga petani merasa berat jika bagi hasil kopi tetap 50:50. Hal inilah yang
menyebabkan panen kopi perdana yang tercatat oleh PT BHL masih jauh dari
yang diharapkan. Selain bagi hasil yang kecil menurut petani, ada beberapa
indikasi lain yang menyebabkan hasil kopi masih rendah seperti harga pasar yang
saat itu rendah dan teknik pasca panen petani yang masih rendah sehingga
memengaruhi mutu buah kopi. Berdasarkan informasi dari salah satu Tenaga
Pengelola Koperasi (TPKO) saat ini telah dilakukan pembaruan kesepakatan
mengenai bagi hasil kopi menjadi 70% untuk petani dan 30% untuk PT BHL,
namun penerapannya masih sebatas untuk KMK yang terbentuk pada tahun 2013.
Untuk KMK 2010 masih dalam kajian perusahaan apakah akan disamakan atau
tidak. Sedangkan untuk bagi hasil buah-buahan sepertinya akan sulit diterapkan
dan akan menambah biaya monitoring mengingat yang dijadikan objek bagi hasil
adalah buahnya. Bahkan bisa jadi hasil yang diperoleh melebihi jangka waktu
perjanjian.
Koperasi tidak mendapatkan bagi hasil dari hasil produksi karena koperasi
diharapkan menjadi unit bisnis petani yang mandiri. Setelah perjanjian berakhir,

13
koperasi juga diharapkan dapat menjalankan usaha sendiri dengan disokong oleh
KMK-KMK yang menjadi anggota. Selama perjanjian, dana operasional diambil
dari uang pemeliharaan dari setiap KMK yang disisihkan, namun hal ini
bergantung pada kebijakan masing-masing pengurus koperasi. Selain itu dana
awal juga diperoleh dari PT BHL dan jika koperasi melakukan usaha akan
diberikan modal 20% diawal dari total hasil yang didapatkan dari usaha tersebut.
Selebihnya dana usaha bersifat pinjaman atau swadaya anggota koperasi.
Secara umum perjanjian kerja sama kemitraan PT BHL dengan KMK sudah
mencakup sebagian besar syarat kemitraan. Namun dalam pelaksanaannya masih
ada beberapa yang belum sesuai dengan perjanjiaan sehingga perlu dievaluasi dan
diperbaiki. Dalam dokumen perjanjian perlu dilengkapi dengan peta atau sketsa
lahan yang dikerjasamakan (luas dan letak yang jelas) dan rancangan teknis
agroforestri secara rinci untuk panduan petani.
Implementasi Kemitraan
Implementasi kemitraan merupakan wujud pelaksanaan program kemitraan,
yaitu kegiatan penanaman di lahan KMK dengan pola agroforestri. Kegiatan
penanaman ini sepenuhnya diserahkan kepada petani anggota KMK untuk
menanam di lahannya masing-masing. PT BHL hanya menyediakan bibit tanaman,
pupuk dan biaya penanaman.
Dalam melakukan pembinaan dan pendampingan, PT BHL menugaskan
TPMK pada setiap KMK. TPMK adalah seorang tenaga kerja PT BHL dengan
tugas utama mendampingi dan memberdayakan anggota KMK pada masingmasing wilayah pengawasannya. Pendampingan yang dilakukan TPMK berupa
pertemuan kelompok, monitoring pemeliharaan tanaman dan pendampingan
kegiatan koperasi. Sementara itu pemberdayaan yang dilakukan berupa pelatihan
pembuatan pupuk cair dan pupuk organik.
Pembinaan berupa penguatan kelembagaan melalui pelatihan kepada
pengurus KMK. Pelatihan yang diberikan diantaranya adalah strategi
pengembangan kelembagaan petani, kepemimpinan dan komunikasi, manajemen
kemitraan budidaya, administrasi pembukuan dan program tabungan. Selain itu
antara KMK yang satu dengan yang lain juga dibentuk forum antar KMK, yang
mana forum ini merupakan cikal bakal pembentukkan koperasi sebagai unit usaha.
Dalam kemitraan ini dibentuk koperasi binaan dengan basis desa untuk
mendukung kegiatan usaha. Fungsi utama koperasi tersebut adalah sebagai unit
usaha KMK. Usaha yang dilakukan sementara ini adalah penyaluran dana
pemeliharaan, bibit dan pupuk. Selain itu koperasi juga menampung hasil panen
kopi sebelum diserahkan kepada PT BHL. Kegiatan yang rutin dilakukan koperasi
antara lain menyalurkan dana pemeliharaan kepada KMK, mengadakan kegiatan
pelatihan, melakukan kegiatan usaha, dan melaksanakan RAT pada akhir tahun.
Koperasi yang sudah menjalankan kegiatan usaha lain hanya beberapa saja.
Kegiatan usaha tersebut antara lain, pembuatan pupuk kompos, pembibitan dan
pemberasan kopi seperti yang terlihat pada Tabel 6.

14
Tabel 6 Kegiatan koperasi unit Banjaran dan Arjasari KMK tahun 2010
Koperasi
Rukun Tani Makmur
Mitra Jaya
Manglid Mandiri
Sejahtera Bersama
Malasari Bangkit
Haruman Sejahtera
Tani Mulya
Bukit Hijau
Saluyu Tani
Maju Bersama
Mitra Amanah
Mekar Kencana
Pancen Alam Lestari
Alam Lestari
Giri Makmur
Harapan Makmur
Barokah Sejahtera
a

Desa
Arjasari
Mangun Jaya
Bukit Manglid
Jatisari
Malasari
Warja Bakti
Banda Sari
Lamajang
Baros
Sukamaju
Banjaran Wetan
Mekar Jaya
Mekar Sari
Patrolsari
Pinggirsari
Tanjung Wangi
Mekar Laksana

Jml KMK
8
1
1
1
7
1
1
9
2
8
3
1
1
6
5
2
2

Kegiatan usaha
Pembibitan
Pembibitan
Pembuatan pupuk
Penampungan kopi
Pembuatan pupuk
-

Sumber: PT BHL bagian TPKO 2013

Tabel 6 menunjukkan bahwa belum semua koperasi aktif menjalankan
kegiatan usaha. Hal ini berarti sebagian besar koperasi hanya menjalankan
fungsinya sebagai penyalur dana pemeliharaan. Berdasarkan wawancara dengan
pengurus koperasi, belum aktifnya koperasi dalam kegiatan usaha karena masih
terkendala dalam permodalan.
Berdasarkan macam-macam pola kemitraan yang terdapat dalam Keputusan
Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan
Usaha Pertanian, pola kemitraan PT BHL dengan KMK mendekati pola kemitraan
kerja sama operasional agribisnis (KOA). KOA merupakan hubungan kemitraan
antara kelompok mitra (KMK) dengan perusahaan mitra (PT BHL) yang di
dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan
perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian (Deptan 2003).
Menurut Pranoto (2012), secara umum pola KOA memiliki kelemahan dalam
pengambilan untung oleh perusahaan mitra dalam menangani pemasaran dan
pengolahan produk yang terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil oleh
kelompok usaha kecil. Hal ini berbeda dengan pola KOA antara KMK dan PT
BHL yang justru pembagian hasil lebih besar diberikan kepada KMK. Sedangkan
jika dilihat dari jangka waktu kemitraan dan adanya perjanjian secara tertulis
kemitraan ini termasuk kemitraan jangka panjang (Deptan 1997).

15
Performa Tanaman dan Hasil Produksi Kopi
Salah satu indikator untuk mengetahui keberhasilan kemitraan adalah
dengan menganalisis performa tanaman dan hasil produksi kopi. Performa
tanaman yang dijadikan parameter adalah persen tumbuh tanaman kayu, tanaman
buah dan tanaman kopi serta hasil produksi kopi. Tanaman kayu dan buah hanya
dilihat dari persen tumbuhnya karena tanaman tersebut belum berproduksi.
Sementara tanaman yang sudah berproduksi adalah tanaman kopi.
Persen Tumbuh Tanaman Kayu
Jenis tanaman kayu yang ditanam sebagai strata atas meliputi jabon, suren,
mindi, manglid, eukaliptus, dan gmelina. Jenis yang paling dominan adalah jabon
dan suren.

Gambar 4 Persen tumbuh tanaman kayu pada setiap KMK
Gambar 6 menunjukkan bahwa persen tumbuh tanaman kayu dengan
sulaman pada seluruh KMK lebih besar daripada tanpa sulaman. Rata-rata persen
tumbuh tanpa sulaman sebesar 52%, sedangkan persen tumbuh dengan sulaman
sebesar 79%. Besarnya sulaman yang dilakukan mengindikasikan bahwa
banyaknya bibit yang mati pada saat awal penanaman. Hasil ini dapat dikatakan
masuk dalam kategori sedang, namun masih di bawah target 90%. Persen tumbuh
ini masih lebih baik daripada tanaman pokok sengon pada penelitian yang
dilakukan oleh Muzakir (2006) yang menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan
tanaman program PHBM di Desa Karang Tengah KPH Bogor termasuk kategori
rendah.
KMK yang mencapai persen tumbuh tanpa sulaman lebih dari 90% adalah
KMK Cijati Hurip. Sebaliknya, KMK yang memiliki persen tumbuh paling kecil
baik tanpa sulaman maupun dengan sulaman adalah KMK Tani Campaka Sari.
Adanya perbedaan yang cukup besar dalam persen tumbuh tanaman kayu lebih
disebabkan oleh pembagian bibit pada awal musim kemarau sehingga bibit
banyak mengalami kegagalan. Selain itu keaktifan anggota dalam menjalankan
program terutama dalam memelihara tanaman juga menjadi faktor pembeda.

16
Persen Tumbuh Tanaman Buah-buahan
Jenis tanaman buah-buahan yang ditanam sebagai strata tengah adalah
sukun, petai, durian, nangka, alpukat, mangga, dan aren.

Gambar 5 Persen tumbuh tanaman buah pada setiap KMK
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa persen tumbuh tanaman buah sangat
kecil baik dengan sulaman maupun tanpa sulaman. Rata-rata persen tumbuh
tanaman buah dengan sulaman hanya 34.08%. Berdasarkan observasi lapang,
tanaman buah yang banyak mengalami kematian adalah aren. Menurut keterangan
anggota KMK kematian tersebut dikarenakan kekeringan. Walaupun banyak yang
mati, KMK hanya melakukan sulaman sebesar 7.5%. Sedikitnya sulaman
disebabkan oleh sulitnya mendapatkan bibit tanaman buah. Selain itu, petani tidak
terlalu berharap pada hasil dari kategori tanaman ini dikarenakan jangka waktu
bagi hasilnya lama. Ada beberapa KMK yang tidak menanam tanaman buah.
KMK Pasir Salam memiliki persen tumbuh paling besar karena ketua KMK aktif
mengajak anggota untuk merawat dan menyulam tanaman.
Persen Tumbuh Tanaman Kopi
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa persen tumbuh tanaman kopi
cukup baik, yaitu 62% untuk tanaman tanpa sulaman. Rata-rata sulaman yang
dilakukan oleh KMK mencapai 15%, sehingga persen tumbuh tanaman dengan
sulaman menjadi 77%. KMK Mekar Mukti, Hijau Lestari, dan Sumber Rejeki II
melakukan sulaman paling banyak. Sementara separuh dari total KMK tidak
melakukan sulaman. Seharusnya minimal 10% setiap KMK melakukan sulaman
karena merupakan tanggung jawab dari PT BHL untuk memberikan bibit sulaman.
Dari ketiga gambar tersebut yang paling banyak disulam adalah tanaman
kayu. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih suka merawat tanaman kayu. Pada
umumnya rata-rata persen tumbuh tanaman kayu, buah, dan kopi pada seluruh
KMK mencapai 72.9%, sehingga masih dibawah target yang harus diamankan
KMK yaitu 90%. Hasil ini masih lebih baik dibandingkan dengan program
GNRHL pada tahun 2003-2007 pada lokasi yang sama.

17

Gambar 6 Persen tumbuh tanaman kopi pada setiap KMK

Produksi Buah Kopi
Tanaman kopi ditanam satu tahun setelah penanaman tanaman kayu dan
tanaman buah, sehingga pada tahun 2013 baru bisa panen. Panen perdana
dilakukan pada bulan April sampai Agustus pada sebagian besar KMK yang
menanam kopi. Produktivitas panen perdana masih sangat rendah (Tabel 7).
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa panen kopi yang dihasilkan masih
tergolong sangat kecil. Dari jumlah total 145 228 pohon hanya menghasilkan
1443.5 kg buah kopi gelondongan atau produktivitas rata-rata sekitar 0.0099 kg
pohonˉ¹. Sementara jika dihubungkan dengan persen tumbuh tanaman kopi pada
pembahasan sebelumnya, seharusnya panen kopi memiliki korelasi yang positif.
Pada penelitian Ediningtyas (2007), produktivitas kopi gelondongan di
Pangalengan mampu mencapai 2 kg per pohon setiap tahunnya.
Produktivitas yang masih rendah ini diindikasikan oleh beberapa faktor
yang diantaranya adalah faktor teknis budidaya dan faktor non-teknis.
Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar tanaman kopi belum berbuah,
sedangkan tanaman yang sudah berbuah pun belum optimal. Hal ini adalah salah
satu dampak dari pola tanam yang rapat pada tanaman kayu terutama jenis jabon,
sehingga membuat tanaman kopi ternaungi berat. Pengaruh pemberian pupuk
yang kurang juga memengaruhi produktivitas buah kopi. Selain itu, keterampilan
petani dalam budidaya dan pascapanen kopi juga masih rendah.
Selanjutnya pada faktor non-teknis dipengaruhi oleh faktor pasar. Harga
kopi pada saat itu sedang jatuh. Sebagian petani beranggapan bahwa hasil kopi
yang dipanen tidak seimbang dengan biaya operasional pemanenannya, sehingga
petani memilih untuk tidak memanen. Sementara ini, PT BHL sedang mencari
jaringan untuk memasarkan hasil kopi tersebut. Oleh karena itu kopi yang sudah
dipanen masih menumpuk di kantor unit dan sebagian masih menumpuk di
koperasi. Kopi akan dipasarkan jika harga kopi sudah stabil kembali.

18
Tabel 7 Hasil panen kopi periode April-Agustus 2013 Unit Banjaran dan
Arjasari
Jml tanaman
Jumlah
Produktivitas
KMK
kopi (kg) (kg phn฀ˉ¹)
JPA
2013
Bumi Berkarya
17 680
6145
348
0.0566
Bumi Mekar Lestari I
5058
3207
85
0.0265
Giri Mukti
791
670
0
0.0000
Haruman Lestari
2600
2084
56
0.0269
Mekar Laksana
4420
3669
3
0.0008
Mekar Mukti
2500
2421
10
0.0041
Pasir Hurip
34 135
34 411
149
0.0043
Pasir Kihiang I
4091
2439
110
0.0451
Pasir Salam
18 866
17 771
8
0.0005
Rahayu Mukti I
7784
5113
32
0.0063
Rahayu Mukti II
8261
3917
23
0.0059
Tani Campaka Sari
1250
1000
0
0.0000
Tani Mulya
11 529
6586
0
0.0000
Tunas Harapan
0
0
0
0.0000
Wargi Saluyu
6604
5429
144
0.0265
Barokah I
1272
1396
22
0.0158
Cijati Hurip
14 290
15 457
190
0.0123
Giri Lestari
5356
4123
47
0.0114
Hijau Lestari
15 501
14 532
41.5
0.0029
Sumber Rejeki II
13 188
14 858
175
0.0118
Jumlah
175 176 145 228
1443.5
Produktivitas Rata-rata
0.0099
a

Sumber: Data rekapitulasi panen kopi unit Banjaran dan Arjasari PT BHL 2013

Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan
Penilaian tingkat hubungan kemitraan dilakukan dengan cara kategorisasi
yang didasarkan pada Keputusan Menteri Pertanian No. 944/Kpts/OT.210/10/97
tanggal 13 Oktober 1997 mengenai pedoman penetapan tingkat hubungan
kemitraan usaha pertanian. Faktor-faktor yang dinilai dalam penentuan kategori
tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat dari petani (anggota KMK) dan
PT BHL, yaitu aspek proses manajemen kemitraan dan aspek manfaat.
Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil nilai rata-rata aspek proses manajemen
kemitraan sebesar 400.4 dari nilai maksimal 500 dan aspek manfaat sebesar 258.9
dari nilai maksimal 500. Hal ini menunjukkan bahwa aspek manfaat lebih rendah
dari pada aspek proses manajemen kemitraan, baik menurut pendapat PT BHL
maupun pendapat KMK. Aspek manfaat dari kemitraan yang belum maksimal
adalah manfaat ekonomi sosial. Jika dirata-rata total nilai dari kedua aspek
tersebut didapatkan nilai sebesar 659.3 dari nilai maksimal 1000. Artinya nilai
tersebut berada pada interval 501-750. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian

19
No. 944/Kpts/OT.210/10/97, kemitraan ini dikategorikan kedalam kategori Prima
Madya. Kemitraan Prima Madya merupakan kemitraan yang terjadi dalam
kemitraan jangka menengah dan jangka panjang dimana pihak inti (PT BHL)
berperan sebagai penyedia sarana dan modal, memberikan penyuluhan dan
bimbingan teknis. Kemitraan pada kategori ini masih perlu adanya peningkatan
kerja sama terutama untuk aspek manfaat yang masih rendah.
Tabel 8 Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat KMK dan PT
BHL
No

Faktor yang dinilai

Nilai
faktor
max

PT BHL

65.6
34.8

50
35

57.8
34.9

25.0
98.4

25
125

25.0
111.7

50
100

33.5
108.5

50
150

41.8
129.3

500

365.8

435

400.4

60.0
25.0
21.3
10.0

50
25
0
50

55.0
25.0
10.6
30.0

40.0
45.0

25
50

32.5
47.5

50
50

50.0
6.5

50
10

50.0
8.3

500

257.8

260

258.9

1000

623.5

695.00

659.3

Proses manajemen kemitraan
Perencanaan

100
50

2

a. Perencanaan kemitraan
b. Kelengkapan perencanaan
Pengorganisasian
a. Bidang khusus
b. Kontrak kerja sama
Pelaksanaan dan efektivitas kerja
sama
a. Pelaksanaan kerja sama
b. Efektivitas kerja sama
Jumlah nilai maksimum aspek
proses manajemen kemitraan

25
125

II
1

Manfaat
Ekonomi

2

a. Pendapatan
b. Harga
c. Produktivitas
d. Ketidakberesikoan usaha
Teknis

3

a. Pengetahuan
b. Penguasaan teknologi
Sosial
a. Keinginan kontinuitas kerja sama
b. Pelestarian lingkungan
Jumlah nilai maksimum aspek
manfaat
Jumlah nilai maksimum tingkat
hubungan kemitraan aspek proses
manajemen kemitraan + aspek
manfaat

Rata-rata

KMK

I
1

3

Nilai responden

150

150

200

300

150
50
50
50
100

50
50
100

20
Pada penelitian terdahulu tentang tingkat hubungan kemitraan juga
menyimpulkan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Permana (2007),
namun juga ada yang menyimpulkan berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Perbandingan hasil penelitian terdahulu mengenai tingkat hubungan
kemitraan
Peneliti Judul
Permana Kajian kemitraan Perum Perhutai
(2007)
dengan Petani melalui program PHBM
di Desa Protomulyo dan Desa
Magelung, RPH Mugas, BKPH
Mangkang, KPH Kendal, Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah

Kesimpulan
Kemitraan antara petani
penggarap dengan Perum
Perhutani termasuk dalam
kategori kemitraan prima madya.

Lestari
(2011)

Analisis Pola dan Kelayakan
Kemitraan antara Petani Hutan Rakyat
dengan PT Bina Kayu Lestari Group di
Tasikmalaya Jawa Barat

Kemitraan antara dua pihak, yaitu
petani dan BKL Group termasuk
kedalam kategori kemitraan prima
utama.

Baeti
(2013)

Kemitraan Budidaya dan Kerajinan
Glagah (Themeda villosa) di KPH
Pekalongan Timur Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah

Tingkat hubungan kemitraan
budidaya glagah termasuk
kategori kemitraan prima yang
artinya masih perlu dijalin lebih
baik lagi. Sedangkan tingkat
hubungan kemitraan kerajinan
sapu glagah termasuk kategori
kemitraan prima utama yang
artinya sudah sangat baik dan
harus dipertahankan.

Aspek Proses Manajemen Kemitraan
Aspek proses manajemen kemitraan terdiri atas tiga faktor yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan efektivitas kerja sama. Pada
aspek ini, penilaian menurut pendapat PT BHL lebih besar dari pada KMK, yaitu
435 sedangkan KMK hanya 365.8 dari nilai maksimum 500. Faktor Perencanaan
terdiri dari perencanaan kemitraan dan kelengkapan perencanaan yang berisi
tentang uraian mengenai langkah-langkah kemitraan yang akan dilaksanakan.
Nilai faktor perencanaan yang berbeda signifikan antara KMK dengan PT
BHL adalah perencanaan kemitraan. Berdasarkan pendapat KMK, sebagian besar
penyusunan rencana kemitraan dilakukan secara bersama-sama antara petani
dengan PT BHL dengan bantuan fasilitator. Hal ini artinya masih ada pihak ketiga
dalam pembuatan perjanjian. Sebagian lagi menyatakan bahwa pada waktu
pembentukkan direncanakan bersama antara PT BHL dengan petani tanpa adanya
campur tangan dari fasilitator. Penilaian mengenai kelengkapan perencanaan
hampir sama antara KMK dengan PT BHL. Keduanya menyatakan bahwa dalam
aspek kelengkapaan perencanaan meliputi 3 aspek (pembinaan manajemen,
pembinaan teknologi dan permodalan).

21
Faktor pengorganisasian meliputi ada atau tidaknya bidang khusus dalam
kemitraan dan mengenai kontrak kerja sama. Mengenai bidang khusus keduanya
menyatakan bahwa ada bidang khusus mengelola secara khusus dalam kemitraan
ini. Bidang khusus yang dimaksud adalah bukan dari pemerintah namun pada PT
BHL terdapat bagian yang mengelola KMK dan koperasi.
Penilaian kontrak kerja sama terdiri dari tiga hal yaitu keberadaan, isi
kontrak kerja sama dan bentuk kerja sama. Berdasarkan pendapat KMK mengenai
aspek kontrak kerja sama diperoleh nilai rata-rata 98.4 karena beberapa anggota
KMK yang masih belum mengetahui keberadaan kontrak perjanjian dan isi dari
perjanjian tersebut. Sebagian KMK yang mengetahui secara lengkap kontrak kerja
sama adalah ketuanya saja. Bahkan ada pula KMK yang tidak memegang
perjanjian kerja sama. Sedangkan PT BHL memberikan nilai maksimal 125
karena beranggapan bahwa semua KMK sudah dibuatkan perjanjian kerja sama.
Faktor pelaksanaan dan efektivitas kerja sama. Pada faktor ini, KMK
memberikan nilai 142 sedangkan PT BHL memberikan nilai maksimum 200.
Dalam hal pelaksanaan kerja sama KMK berpendapat bahwa perjanjian masih ada
yang belum di laksanakan sebagaimana mestinya baik KMK maupun PT BHL.
Dalam hal transparansi juga masih belum maksimal. Mengenai efektivitas kerja
sama masih terkendala mengenai kontinuitas pendampingan dan waktu
pembayaran.
Aspek Manfaat
Aspek manfaat terdiri atas tiga faktor utama yaitu manfaat ekonomi,
manfaat teknis dan manfaat sosial. Nilai total menurut pendapat KMK maupun PT
BHL tidak berbeda jauh, yaitu 257.8 dan 260 dari nilai maksimum 500. Keduanya
dikatakan rendah dalam aspek manfaat ini. Faktor yang paling memengaruhi
adalah faktor manfaat ekonomi. Faktor manfaat ekonomi terdiri atas pendapatan,
harga, produktivitas, dan resiko usaha. Keduanya memberikan nilai rendah dalam
hal pendapatan karena memang belum banyak memberikan kontribusi. KMK
hanya memperoleh pendapatan dari dana pemeliharaan, sedangkan PT BHL baru
sebagian kecil dari bagi hasil kopi. Sedangkan pada aspek harga, keduanya
sepakat bahwa disesuaikan harga pasar. Produktivitas masih jauh dari harapan
terutama untuk hasil panen kopi. Begitu pula untuk persen tumbuh tanaman.
Mengenai resiko usaha KMK memberikan nilai 10 dari maksimum 50 karena
mereka harus mengadakan swadaya untuk sulaman jika melebihi 10% yang
dianggapnya resiko ini hanya KMK yang menanggung.
Faktor manfaat teknis berkaitan dengan pengetahuan dan penguasaan
teknologi. Manfaat teknis oleh KMK dirasakan sudah cukup membantu dalam
pelaksanaan kemitraan ini. Terutama dengan adanya pelatihan dan pembinaan
yang dilakukan oleh PT BHL memberikan tambahan mutu pengetahuan dan
keterampilan dalam