Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat).

ANALISIS KEMITRAAN PETANI TOMAT (Lycopersicum
esculentum) PADA KOPERASI MITRA TANI PARAHYANGAN
(Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani
Parahyangan, Cianjur Jawa Barat)

EKO ANDRIYANTO

DEPARTEMEN AGIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kemitraan
Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan
(Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa
Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Eko Andriyanto
NIM H34104044

ABSTRAK
EKO ANDRIYANTO. Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum
Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota
Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat). Dibimbing oleh
JOKO PURWONO.
Petani sebagai pelaku usaha pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal
teknologi, modal, informasi pasar serta sumberdaya manusia yang terbatas. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan diatas adalah
melalui hubungan kerjasama atau kemitraan yang dilakukan antar subsistem
agribisnis. Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan koperasi yang bergerak
di bidang hortikultura yang menjadi pemasok ke sejumlah pasar modern di
wilayah Jabodetabek dan pasar tradisional di sekitar Cianjur dan anggota

Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah bagian dari petani mitra. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana kemitraan yang dilaksanakan pada
koperasi tersebut. Secara umum pendapatan usahatani petani mitra masih lebih
besar dari pada petani non mitra. Manfaat kemitraan bagi petani mitra adalah
pendapatan yang lebih tinggi, harga jual lebih tinggi, jaminan pasar, serta adanya
pembinaan. Analisis regresi logistik menunjukkan faktor umur dan harga jual
yang diperoleh petani berpengaruh signifikan pada α = 0.05 terhadap keputusan
petani melakukan kemitraan.
Kata kunci: petani, kemitraan, keputusan

ABSTRACT
EKO ANDRIYANTO. Analysis Partnership of Tomato farmers (Lycopersicum
esculentum) At Mitra Tani Parahyangan Cooperative (Case study: Farmers
Group Members Mitra Tani Parahyangan, Cianjur, West Java). Supervised by
JOKO PURWONO
Farmers as entrepreneurs generally have a weakness in terms of
technology, capital, market information and limited human resources. One effort
that can be done to overcome these problems is through cooperation or
partnership between the subsystems performed agribusiness. Mitra Tani
Parahyangan is a cooperative engaged in horticulture who became a supplier to a

modern market in the greater Jakarta area and traditional markets around
Cianjur and members of the Mitra Tani Parahyangan Farmers Group is part of
the partner farmers. The purpose of this study is to see how the partnership is held
on the cooperative Generally partner farmers income is still greater than in nonpartner farmers. Partnership benefits for farmers is higher income, higher selling
prices, guaranteed markets, and as well as the coaching. Logistic regression
analysis showed the age and price guarantees have a significant effect at α =
0.05 level against the decision of farmers to partnership.
Keywords : decision, farmers, partnership

ANALISIS KEMITRAAN PETANI TOMAT (Lycopersicum
esculentum) PADA KOPERASI MITRA TANI PARAHYANGAN
(Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani
Parahyangan, Cianjur Jawa Barat)

EKO ANDRIYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada
Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota
Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat).
Nama
: Eko Andriyanto
NIM
: H34104044

Disetujui oleh

Ir Joko Purwono, MS
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
kemitraan, dengan judul Kemitraan Petani Tomat Pada Koperasi Mitra Tani
Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Joko Purwono,MS selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Ujang Majudin selaku ketua Koperasi Mitra
Tani Parahyangan, Bapak Yayat Duriat dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur,
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya, serta teman-teman Alih Jenis yang sudah membantu sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Eko Andriyanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tomat (Lycopersicon esculentum)
Permasalahan Petani atau Usaha Kecil
Manfaat dan Alasan Kemitraan

Kendala dalam Kemitraan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra
Keterkaitan dengan penelitian terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Latar Belakang Adanya Kemitraan
Tujuan dan Manfaat Kemitraan
Unsur-unsur Kemitraan
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kemitraan
Analisis Pendapatan Usahatani
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra
Analisis Regresi Logistik
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesa Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis R/C Rasio
Analisis Manfaat Kemitraan
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak Geografis dan Pembagian Administratif
Gambaran Umum Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Gambaran Umum Petani Responden
Hubungan Kemitraan Antara Koperasi Mitra Tani Parahyangan Dengan
Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan
Analisis Pendapatan Usahatani

viii
viii
viii
1
1
6
9
9

9
9
9
10
11
13
14
16
17
17
19
20
23
23
24
25
27
29
30
33

33
33
33
34
34
35
36
36
39
39
39
42
45
52
56

Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan
63
Kendala dalam Kemitraan
65

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi
Mitra
66
SIMPULAN DAN SARAN
70
Simpulan
70
Saran
70
DAFTAR PUSTAKA
71
LAMPIRAN
73
RIWAYAT HIDUP
78

DAFTAR TABEL
1 Produksi Tomat Menurut Provinsi
2 Tujuan Pasar Swalayan Sub Terminal Agribisnis
3 Produktivitas sayuran di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang
MT. 2011/2012
4 Nilai-nilai Model Regresi Logistik dengan Peubah Penjelas Dikotomi
5 Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani
6 Manfaat Bagi Kelompok Tani Bermitra Usaha
7 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra
8 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur Tahun 2010
9 Tingkat
Pendidikan
Warga
Desa
Tegallega,
Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010
10 Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Tegallega, Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010
11 Persentase Tingkat Pendidikan Karyawan pada Mitra Tani Parahyangan
12 Karakteristik Umur Petani Responden
13 Karakteristik Tingkat Pendidikan Petani Responden
14 Karakteristik Kepemilikan Lahan Petani Responden
15 Karakteristik Pengalaman Usahatani Petani Responden
16 Keragaan Hubungan Kemitraan Kelompok Tani Mitra Tani
Parahyangan Dengan Mitra Usaha
17 Penerimaan Petani Mitra dan Non Mitra
18 Total Biaya Usahatani Tomat Petani Mitra dan Non Mitra
19 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Tunai
20 Biaya Tidak Tunai Petani Responden
21 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Total
22 Manfaat Bagi Petani Mitra
23 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra
24 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra

4
5
6
29
36
38
38
39
40
41
44
46
47
48
48
55
57
58
59
61
61
64
65
67

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kerangka Pemikiran Operasional
Bagan Organisasi Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Alur Proses Produksi pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan
Kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan Petani Mitra

32
44
49
56

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Produktivitas Rata-Rata Petani Responden
Data Analisis Regresi Logistik
Hasil Analisis Regresi Logistik
Hasil Analisis Usahatani Petani Mitra
Hasil Analisis Usahatani Petani Non Mitra

73
74
75
76
77

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan dari pembangunan pertanian di Indonesia adalah
menumbuh kembangkan usaha pertanian di pedesaan yang akan memacu aktivitas
ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dengan kata lain tujuan pembangunan nasional adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Pertanian merupakan salah satu sektor yang
berperan besar dalam perekonomian nasional. Sebagian besar mata pencaharian
penduduk Indonesia berada pada sektor ini. Perjalanan pembangunan sektor
pertanian di Indonesia sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang
maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya dalam
pembangunan nasional itu sendiri. Beberapa hal yang mendasari mengapa
pertanian mempunyai peranan yang sangat penting antara lain yaitu potensi
Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, kontribusi terhadap pendapatan
nasional yang cukup besar dan besarnya penduduk Indonesia yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha,
pemilihan bibit/benih, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk,
pengolahan dan pengemasan produk serta pemasaran. Apabila seorang petani
memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai
keuntungan maksimal maka dikatakan petani tersebut melakukan pertanian
intensif atau yang dikenal sebagai agribisnis. Agribisnis sendiri terdiri dari tiga
subsistem yaitu subsistem hulu, subsistem on farm dan subsistem hilir. Subsistem
on farm merupakan salah satu bagian dari sistem agribisnis. Subsistem ini
mencakup kegiatan produksi dalam pertanian. Pada subsistem ini input atau
bahan baku akan digunakan oleh petani untuk mengusahakan usahatani.
Komponen yang terdapat pada subsistem on farm meliputi kegiatan produksi
(modal, teknologi, sumberdaya manusia). Dengan kata lain pada subsistem ini
terbatas hanya pada proses produksi atau budidaya dan pelaku yang terlibat dalam
proses ini adalah petani. Petani sebagai pelaku usaha pada umumnya memiliki
empat permasalahan yang sering dihadapi, antara lain yang pertama adalah modal,
kedua teknologi, ketiga informasi pasar serta keempat sumberdaya manusia yang
terbatas.
Permasalahan pertama yang sering dialami oleh petani dalam usahataninya
adalah modal, permasalahan modal biasanya dialami ketika awal musim tanam,
dalam hal ini petani pada umumnya kurang mampu dalam hal pengadaan input
(sarana produksi). Sarana produksi yang baik akan menentukan hasil usahatani,
jika sarana produksi yang digunakan mutunya kurang baik maka akan berdampak
pada hasil panen yang kurang optimal. Permasalahan kedua adalah dalam hal
tekologi budidaya. Menurut Bernadus dan Wiranata (2002), pada umumnya
permasalahan yang sering dihadapi para petani tomat di Indonesia adalah
teknologi budidaya, seperti pemilihan bibit, penanaman, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, serta penanganan pasca panen. Misalnya yang
terjadi pada mayoritas petani tomat di Kecamatan Bandungan, Provinsi Sumatera

2
Utara yang terancam gagal panen dan mengalami kerugian ratusan juta rupiah
setelah tanaman tomat milik mereka mengalami layu mendadak. Petani mengaku
tidak paham karena faktor apa tanaman tomatnya mendadak layu. Sebelum
mengalami layu dan mati kering, tanaman tomat yang merupakan tumbuhan siklus
hidup singkat tersebut terlebih dahulu mengalami gangguan pertumbuhan1.
Lemahnya sikap petani dalam menanggapi trend atau keinginan pasar yang
sedang terjadi merupakan permasalahan ketiga yang dialami petani. Kurangnya
informasi pasar menyebabkan produk yang dihasilkan petani kurang memiliki
daya saing. Dalam menghadapi persaingan di usaha yang semakin ketat, petani
atau usaha kecil dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan
tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin spesifik, berubah
dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah. Permasalahan
keempat adalah sumberdaya manusia yang terbatas, sebagian besar petani
mengusahakan usahatani secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang
bersifat turun menurun, terbatasnya sumberdaya manusia misalnya tingkat
pendidikan akan berpengaruh terhadap pengelolaan usaha yang dilakukan petani.
Selain permasalahan tersebut, ketidakpastian harga jual saat panen juga menjadi
permasalahan tersendiri bagi petani, jika harga jual hasil panen rendah, maka
kemungkinan petani mengalami kerugian semakin besar. Misalnya pada kasus
petani tanaman hortikultura khususnya tomat di sejumlah kecamatan di Kabupaten
Toba Samosir (Tobasa). Petani di daerah ini mengalami kendala harga hasil
pertanian saat menjelang Natal dan Tahun Baru yang mengalami kemerosotan dan
bahkan tidak diterima oleh pasar. Kemerosotan harga tomat tersebut juga dipicu
banyaknya petani tomat melakukan panen secara bersamaan. Sementara tomat
adalah salah satu jenis komoditas pertanian tak bisa bertahan lama2. Di satu sisi
agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem, jika
kegiatan masing-masing subsistem dilakukan oleh seseorang atau satu perusahaan
saja, maka akan memerlukan dana yang sangat besar dengan tingkat risiko
kerugian yang besar pula.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahanpermsalahan yang pada umumnya dihadapi oleh petani adalah dengan menjalin
hubungan kerjasama atau kemitraan. Kerjasama atau kemitraan ini dapat
dilaksanakan antar subsistem agribisnis, misalnya kerjasama antara petani dengan
usaha menengah atau besar. Dalam hal ini petani bertindak sebagai produsen
sedangkan perusahaan menengah atau besar dapat bertidak sebagai fasilitator
sekaligus pemasar. Kemitraan agribisnis merupakan alternatif yang dapat diambil
untuk mengatasi terpisahmya masing-masing subsistem agribisnis khususnya
dalam rangka meningkatkan peran petani kecil. Kemitraan merupakan salah satu
solusi untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki usaha kecil maupun usaha
menengah atau besar, tujuannya adalah dapat memenuhi permintaan pasar secara
terus menerus secara rutin (kontinyu) dengan kualitas yang baik. Kemitraan juga
dapat mengatasi kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil dengan usaha
1

Agung, R. Petani Bandungan Terancam Rugi Ratusan Juta.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/01/139947/Petani-BandunganTerancam-Rugi-Ratusan-Juta. Diakses 26 Februari 2013
2
Petani Tobasa Sedih, Tomat Tak Laku.
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/12/11/1174/petani_tobasa_sedih_tomat_tak_la
ku/#.USyNQfIbzIU. Diakses 26 Februari 2013.

3
menengah atau besar, misalnya dalam hal keuntungan. Melalui kemitraan
ketidakseimbangan margin share (pembagian keuntungan) antara perusahaan
besar dengan usaha kecil atau petani diharapkan dapat teratasi.
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep Supply Chain
Management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan
jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk
menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang
satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing. Dalam bidang
pertanian perubahan pola konsumsi, arus pasar global, serta peningkatan inovasi
teknologi pertanian diperlukan guna meningkatkan produksi dan volume
perdagangan hasil pertanian. Hal tersebut didukung oleh peningkatan volume
ekspor dan semakin banyaknya supermarket di dalam negeri mendorong
pengusaha untuk dapat memenuhi permintaan pasar secara kontinyu. Menjaga
pasokan adalah kendala tersendiri yang dihadapi perusahaan pemasok (supplier),
dimana pasokan yang kontinyu menjadi hal yang harus dapat dilakukan oleh
supplier, hal ini yang mendorong supplier untuk untuk melakukan kerjasama
dengan petani. Kerjasama antar perusahaan dalam jejaring bisnis menjadi suatu
isu penting bagi perusahaan karena integrasi ini memungkinkan perusahaan untuk
memperoleh keunggulan kompetitif melalui penciptaan nilai pelanggan superior
dan memperbaiki proses bisnis mereka (Anatan, L dan Lena Ellitan, 2008).
Kemitraan dalam bidang pertanian merupakan kerjasama antara usaha kecil
(petani) dengan usaha menengah atau besar yang disertai pembinaan dan
pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan. Beberapa tujuan yang ingin dicapai
dalam kemitraan dengan anggota/mitranya adalah untuk meningkatkan
pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok
atau petani mitra, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan usaha kelompok mitra. Pola kemitraan yang tepat antara perusahaan
besar atau menengah dengan petani kecil akan sangat menentukan kerjasama yang
berkelanjutan seperti yang diharapkan.
Dalam hubungan kerjasama dua pihak atau lebih umumnya ditemukan
kontrak kerjasama, dengan adanya kontrak kerjasama dalam kemitraan diharapkan
dapat memperkecil risiko ketidakpastian harga dan ketidakpastian pasar yang
sering dihadapi petani atau usaha kecil. Sistem ini dapat menerobos berbagai
kendala yang dihadapi sektor pertanian. Adanya kemitraan terutama dalam usaha
pertanian diharapkan permasalahan seperti modal, teknologi yang digunakan,
ketidakpastian pasar dan harga serta keterbatasan sumberdaya manusia tidak lagi
menjadi masalah bagi petani atau usaha kecil.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan dalam
perekonomian. Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran,
tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
sebagai usaha agribisnis. Hal ini terlihat dari volume ekspor komoditas
hortikultura yang meningkat menjadi 491.304 ton pada tahun 2011 dari
sebelumnya 379.739 ton pada tahun 2009 (deptan, 2012). Pengelolaan usahatani
hortikultura secara agribisnis dapat meningkatkan pendapatan petani dengan skala
usaha yang kecil, karena nilai ekonomi komoditas hortikultura yang tinggi.
Produk hortikultura terbesar adalah buah-buahan, diikuti sayuran dan tanaman

4
hias. Menurut Menteri Pertanian Suswono produksi komoditas hortikultura
Indonesia dari tahun 2005 hingga 2009 juga menunjukkan trend yang positif.
“Produksi buah 18,3 juta ton, meningkat dari 14,7 juta ton. Produksi sayur 10,3
juta ton, naik dari 9,1 juta ton pada tahun 2005,” ungkap Mentan. Demikian pula
dengan komoditas biofarmaka produksinya meningkat sebanyak 39,2 persen, dari
342,4 juta ton pada tahun 2005 menjadi 476,5 juta ton pada tahun 2009.
Sementara itu, komoditas tanaman hias mengalami peningkatan yang cukup
fluktuatif, yaitu pada tahun 2005 produksinya mencapai 173,2 juta ton, kemudian
menurun di tahun berikutnya menjadi 166,7 juta ton. Pada tahun 2009
produksinya kembali meningkat hingga menyentuh angka 262,3 juta ton.
Peningkatan produksi tersebut, menurut Mentan, untuk mengimbangi peningkatan
kebutuhan akibat dari terus bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia,
peningkatan kesejahteraan, dan semakin meningkatnya tingkat kesadaran
penduduk terhadap manfaat buah dan sayur bagi kesehatan3. Salah satu sifat dari
komoditi hortikultura adalah mudah atau cepat mengalamai kebusukan
(perishable). Dari pemanenan hingga ke pemasaran hasil tanaman holtikultura
memerlukan penanganan dengan cermat dan efisien.
Tomat adalah salah satu komoditas hortikultura dan merupakan jenis
sayuran non lokal yang permintaannya semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk serta semakin banyaknya variasi makanan olahan
sayuran. Tabel 1 menunjukkan jumlah produksi tomat di beberapa wilayah. Pada
empat wilayah di tahun 2010 sampai tahun 2011 terjadi peningkatan produksi
tomat, kecuali Jawa Tengah yang mengalami penurunan sebesar 4,52 persen. Hal
ini mengindikasikan bahwa tingkat konsumsi atau permintaan masayarakat akan
komoditas tomat semakin meningkat.
Tabel 1 Produksi Tomat Menurut Provinsi, 2007 - 2011*)
No.

Tahun (Ton)

Provinsi

Pertumbuhan

2008

2009

2010

2011*

2010-2011* (%)

1

Jawa Barat

269.404

309.653

304.774

354.832

16,42

2

Sumatera Utara

69.134

90.147

84.353

93.387

10,71

3

Jawa Timur

46.046

56.626

56.342

67.646

20,06

4

Jawa Tengah

55.475

61.303

76.462

73.009

-4,52

5
Sulawesi Utara
27.194
39.421
28.303
28.882
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura Diolah
Keterangan : *) Angka sementara

2,05

Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra
produksi hortikultura. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di
sektor pertanian yaitu sekitar 52%. Sektor pertanian merupakan penyumbang
terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80% disusul sektor
perdagangan sekitar 24,62%. Sebagai daerah agraris yang pembangunananya
3

Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura :
http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&task=view&id=347&Itemid=42.
Diakses 14 Februari 2013.

5
bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah
swa-sembada padi. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah
Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara, di kedua Kecamatan ini
didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini juga setiap
hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek 4. Beberapa supplier produk
hortikultura di wilayah Cianjur mendistribusikan sayuran melalui Sub Terminal
Agribisnis yang berada di Jalan Raya Cigombong, Pacet, Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan pasar swalayan yang melalui Sub Terminal
Agribisnis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tujuan Pasar Swalayan Sub Terminal Agribisnis.
No.

Nama
Kelompok

Ketua

Pasar Tujuan

Volume
(ton/hari)

• Lion Super Indo Supermarket

1

2

3

Putra Cianjur
Mandiri
(PCM)

Sun Farm /
Agro Segar
Ciasmay
Serunni
Agrocultur
(CSA)

Ujang
Majudin

Harianto, St

Sisilia Pakasi

• Hari-Hari Supermarket,
• Tip-Top Swalayan,
• Aneka Buana Supermarket
• PT. Makro Indonesia,
• Restoran Dapur Sunda,
• PT. Grelindo,
• Grenlucky Store
Spesialis supermarket dan restoran
Korea
Giant Supermarket

• Catring Pengeboran Minyak,
• ACS/ Catring Pesawat Garuda,
4
I.C. Logistic
Fery
• Restoran Saung Kuring,
• Bakmi Gajah Mada
Asep T.
• PT. Makro Indonesia,
5
Pada Boga
Gunawan
• Supermarket Jogja Mangga Dua.
6
Fresh Potato
Hari-hari Supermarket
Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Cianjur Tahun 2011

2

2

2

2

2,5
2

Tabel 2 memperlihatkan volume pasokan sayuran yang didistribusikan oleh
enam supplier ke beberapa pasar modern, restoran, dan katering melalui Sub
Terminal Agribisnis Cianjur. Rata-rata permintaan sayuran adalah satu sampai
dua setengah ton per hari. Sayuran yang didistribusikan melaui Sub Terminal
Agribisnis ini diantaranya adalah daun bawang, seledri, tomat, sawi putih. Dilihat
dari permintaan akan sayuran yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan
Kabupaten Cianjur memiliki iklim dan kondisi yang cocok untuk mengusahakan
sayuran.
Kecamatan Warungkondang adalah salah satu kecamatan di Cianjur yang
menjadi sentra produksi sayuran selain kecamatan Pacet dan Sukanagara,
tepatnya berada di Desa Tegallega. Ratusan kilogram sayuran dihasilkan setiap
hari dari desa ini, dan salah satu komoditas unggulan yang banyak diusahakan di
daerah ini adalah tomat. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 3 tentang produktivitas
4

Sekilas Cianjur : http://cianjurkab.go.id/Content_Nomor_Menu_15_3.html. [15-02-2013]

6
sayuran Desa Tegallega bahwa produktivitas tomat mencapai 14 ton/ha dengan
luas panen mencapai 8 hektar.
Tabel 3 Produktivitas sayuran di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang
MT. 2011/2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Komoditi
Tomat
Jagung
Sawi
Kubis
Wortel
Kacang Buncis
Kacang Panjang
Bawang Merah
Bawang Daun

Luas (ha)
8
2
5
2
8
5
2
5
4

Produktivitas (ton/ha)
14
7
14
12
16
12
5,5
4,8
4,5

Produksi (ton)
112
14
70
24
135
84
40
24
18

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Warungkondang (2013)

Dalam menjalankan usaha tomat, petani tentunya akan dihadapkan pada
risiko usaha yag terkait dengan fluktuasi harga dan gangguan hama dan penyakit.
Selain itu petani juga dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang telah
dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan
usahataninya petani akan membutuhkan kerjasama dengan pihak lain guna
melancarkan setiap proses usahatani tersebut. Salah satu kerjasama yang dapat
dilakukan petani adalah melalui suatu wadah berbentuk koperasi. Salah satu
wujud kerjasama yang dilakukan petani dalam suatu wadah berbentuk koperasi di
Kecamatan adalah kerjasama yang dilakukan antara Koperasi Mitra Tani
Parahyangan dengan petani anggotanya. Kerjasama tersebut salah satunya
dilandasi dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara koperasi dengan para anggotanya
diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama.
Perumusan Masalah
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat terlepas dari komunitasnya dan
setiap orang tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Begitu juga dengan suatu
organisasi atau sebuah perusahaan tidak mungkin dapat melakukan setiap
aktivitasnya sendiri tanpa berhubungan dengan pihak lain yang dapat mendukung
kegiatannya. Menjalin kerjasama atau kemitraan merupakan suatu pilihan yang
logis, karena untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dalam jumlah
yang besar kecil kemungkinannya dapat dilakukan sendiri tanpa melibatkan pihak
lain. Menurut Purnaningsih (2007) kemitraan diharapkan dapat mengatasi
berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan
teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran serta berbagai
alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan
yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar.
Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih

7
tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan
diajak petugas pendamping. Namun pada kenyataannya, penerapan kemitraan di
lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari
pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat
berlanjut karena ada pihak yang dirugikan5. Penelitian tentang analisis kemitraan
perusahaan agribisnis dengan petani penting dilakukan karena dua hal pokok.
Pertama, berkaitan dengan keefektifan integrasi kerjasama petani dengan
perusahaan dalam kemitraan agribisnis dalam mengembangkan potensi kedua
belah pihak. Kedua, secara konseptual berkenaan dengan perkembangan kajian
tentang kemitraan dalam bidang pertanian (Zaelani, 2008).
Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan kelompok tani yang
beralamat di Desa Tegalega, Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur
Jawa Barat. Kelompok Tani ini berdiri tahun 1998, saat ini memiliki 30 orang
anggota dan telah mengusahakan berbagai jenis sayuran seperti tomat, brokoli,
ketimun, kubis, sawi putih, jagung, wortel dan terong ungu panjang. Sebagian
besar petani anggota Kelompok Tani ini mengusahakan komoditas tomat.
Komoditas tomat menjadi pilihan sebagian besar anggota dikarenakan jumlah
permintaannya tinggi.
Permintaan yang tinggi menjadi peluang bagi petani untuk bisa
mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi pula, namun hal tersebut juga
merupakan tantangan bagi petani untuk berani mengambil risiko dalam
usahataninya. Adanya fluktuasi produksi serta ketidakpastian harga jual menjadi
risiko yang harus dihadapi oleh petani. Selain itu petani juga dihadapkan dengan
permasalahan modal, teknologi, informasi pasar serta sumberdaya manusia yang
terbatas seperti telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
lembaga atau perusahaan yang mau menaungi, membantu petani dalam usahatani
atau pemasaranya sehingga efisiensi dan efektifitas produksi dapat dicapai.
Dengan tujuan mensejahterakan bersama, melalui kemitraan diharapkan petani
dapat meningkatan produktivitas dan kualitas produk sebagai akibat dari
kemampuan petani dalam penguasaan teknologi dan manajemen, tanpa khawatir
dengan pemasaran dan harga. Akses pasar yang terjamin akan mendukung
adanya peningkatan pendapatan. Dengan kemitraan juga diharapkan dapat
mempertahankan proses produksi dan memenuhi permintaan konsumen karena
terjaminnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk.
Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan koperasi yang bergerak di
bidang hortikultura, yaitu menjadi pemasok ke sejumlah pasar modern di wilayah
Jabodetabek dan pasar tradisional di sekitar Cianjur. Koperasi ini terletak di
Kampung Padakati, Desa Tegallega Kecamatan Warungkondang. Komoditas yang
sudah diusahakan koperasi ini kurang lebih sudah mencapai 138 komoditas yang
terdiri dari komoditas hortikultura dan komoditas pangan. Beberapa produk
unggulan Koperasi Mitra Tani Parahyangan diantaranya adalah tomat, ketimun,
jagung, wortel, terong ungu panjang, sawi putih dan brokoli. Tomat adalah salah
satu komoditas unggulan yang permintaannya paling tinggi, seperti telah
disebutkan diatas bahwa rata-rata permintaan sayuran untuk pasar modern
mencapai 1,5–2 ton setiap harinya.
5

Purnaningsih N. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan.
ac.id/jurnalpdf/edisi3-4.pdf. [21-12-2012]

http://jurnalsodality.ipb.

8
Angka permintaan sayuran yang besar dan adanya tuntutan konsumen
terhadap mutu produk yang baik menjadi masalah tersendiri yang dihadapi
koperasi. Selain itu terbatasnya lahan dan adanya fluktuasi produksi mendorong
koperasi untuk menjalin kerjasama/kemitraan dengan banyak petani terutama
petani sayuran guna menjaga pasokan yang kontinyu ke pasar modern yang
tersebar di wilayah Jabodetabek. Saat ini, Koperasi Mitra Tani Parahyangan sudah
memiliki 329 anggota/mitra. Kemitraan merupakan salah satu solusi untuk
mengatasi permasalahan yang sering dihadapi petani, dalam hal ini khususnya
anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam melaksanakan
usahataninya. Koperasi Mitra Tani Parahyangan diharapkan dapat membantu
mengatasi permasalahan petani seperti modal dan teknologi yang digunakan,
dapat menjamin pemasaran serta mengatasi ketidakseimbangan margin share
antara petani kecil dan perusahaan dengan skala yang lebih besar. Bagi koperasi
melalui kemitraan dengan petani, diharapkan permintaan sayuran terutama
komoditas tomat dapat tepenuhi.
Adanya kemitraan atau kerjasama antara petani dengan Koperasi Mitra Tani
Parahyangan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani sesuai
dengan tujuan dari pembangunan pertanian dan tujuan dari pelaksanaan kemitraan
itu sendiri. Berdasarkan pengamatan di lapangan, harga hasil panen yang diterima
petani dengan menjalin kemitraan (petani mitra) akan lebih tinggi dibandingkan
dengan harga hasil panen yang diterima petani jika tidak menjalin kemitraan
(petani non mitra). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tingkat harga yang lebih
tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani petani mitra.
Menurut pihak Koperasi manfaat yang dapat dirasakan petani mitra dengan adalah
mendapatkan jaminan pemasaran, adanya kestabilan harga jual, dan mendapatkan
pembinaan dalam teknologi budidaya. Sedangkan manfaat bagi Koperasi dengan
adanya kemitraan adalah memperoleh jaminan kontinuitas produk, adanya
jaminan harga beli jika dibandingkan dengan membeli dari petani bukan mitra,
serta kualitas produk yang lebih baik dari pada produk yang dihasilkan petani
bukan mitra. Berdasarkan hal tersebut maka timbul pertanyaan bagaimana
manfaat kemitraan tersebut dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Apakah
kedua belah pihak sudah merasakan manfaat yang seharusnya diperoleh dengan
adanya kemitraan secara maksimal.
Pada kenyataannya tidak semua petani di sekitar koperasi memilih bermitra,
sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa ada petani yang memilih
untuk tidak menjalin kemitraan. Fakta tersebut bertolak belakang jika dilihat dari
teori tentang kemitraan yang seharusnya memberikan manfaat kepada pihak-pihak
yang bermitra. Keputusan petani untuk melakukan kemitraan dengan Koperasi
Mitra Tani Parahyangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertanyaan
selanjutnya adalah faktor apa yang menyebabkan petani memilih tidak menjalin
kemitraan. Hubungan kemitraan yang sudah terjalin antara petani dengan
Koperasi selama ini masih belum dilihat faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan kemitraan. Pentingnya
mengetahui faktor-faktor tersebut adalah untuk membuat strategi dalam upaya
meningkatkan hubungan kemitraan yang berkelanjutan antara petani dengan
Koperasi.
Berdasarkan uraian diatas masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah :

9
1. Bagaimana pendapatan usahatani petani yang bermitra dan yang belum
bermitra?
2. Bagaimana manfaat kemitraan bagi petani mitra dan Koperasi Mitra Tani
Parahyangan sebagai perusahaan mitra?
3. Apa yang mempengaruhi petani untuk melakukan kemitraan?

Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pendapatan usahatani petani mitra dan petani non mitra.
2. Menganalisis manfaat kemitraan bagi petani mitra dan Koperasi Mitra
Tani Parahyangan.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk
bermitra.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna :
1. Bagi penulis sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang
kemitraan agribisnis.
2. Bagi koperasi Mitra Tani parahyangan beserta pihak-pihak yang terkait
dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan kemitraan yang berkelanjutan.
3. Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
kemitraan usaha-usaha yang terkait.
4. Sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada kemitraan yang dilakukan oleh
Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang mengusahakan komoditas tomat
dan petani non mitra yang berada di sekitar koperasi

TINJAUAN PUSTAKA
Tomat (Lycopersicon esculentum)
Kata tomat merupakan kata serapan bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa suku Astek (salah satu suku indian). Tomat berasal dari kata “xitomate",
kata tersebut memberikan petunjuk bahwa tamanan tomat bukan merupakan
tanaman asli Indonesia. Tanaman tomat berasal dari Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh
setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari kentang.Tomat

10
sampai di Indonesia dibawa oleh orang belandadan mulai dibudidayakan pada
tahun 1961. Daerah pengembangannya pada masa itu antara lain di Lembang,
Pangalengan, Bandung, Tanah Karo, Salatiga dan Magelang, kemudian menyebar
dan berkembang terutama di Pulau jawa.
Tomat dikenal sebagai bahan sayur dan bumbu, serta sering dimanfaatkan
sebagai buah segar atau bahan minuman sehat. Tomat merupakan salah satu
komoditas sayuran yangg mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tiinggi,
serta hampir semua bagiannya dapat dimakan (Pitoyo, 2005). Tanaman tomat
termasuk tanaman semusim yang berumur pendek, artinya umur tanaman hanya
satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh
manusia, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan kesehatan. Dalam buah tomat juga terdapat zat pembangun
jaringan tubuh dan zat yang dapat meningkatkan energi.
Tanaman tomat sangat dikenal masyarakat dan digemari karena rasanya
yang manis-manis asam dapat memberikan kesegaran pada tubuh dan cita rasanya
yang berbeda dengan buah-buahan lainnya. Bahkan kelezatan rasa buah tomat mi
juga dapat menambah cita rasa dan kelezatan berbagai macam masakan.
Kegunaannya sebagai penyedap masakan hanya sedikit, namun ketersediaannya
tetap di dambakan sepanjang masa. Klasifikasi tanaman tomat adalah dari Divisi :
Spermatophyta, Anak divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo :
Solanales, Famili : Solanaceae, Genus : Lycopersicorn, Spesies : Lycopersicon
esculentum Mill.
Permasalahan Petani atau Usaha Kecil
Menurut Hafsah (2004) pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh
Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi6 :
Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Pada umumnya usaha kecil dan menengah
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan pada modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh
bank tidak dapat dipenuhi.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi
pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh
terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk
berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM tersebut,
unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru
untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
6

Hafsah, M. J. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/edisi%2025/pengemb_ukm.pdf [21-12-2012]

11

3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar
yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan
mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang
telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang
dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun
dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya
persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan
pengusaha-pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan.
3. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime atau umur produk yang
pendek.
4. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Manfaat dan Alasan Kemitraan
Menurut Purnaningsih (2007) kemitraan diharapkan dapat mengatasi
berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan
teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran. Berbagai
alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan
yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar.
Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih
tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan
diajak petugas pendamping.
Berdasarkan penelitian tentang kemitraan agribisnis pernah dilakukan oleh
Purnaningsih (2007) mengenai adopsi inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran
di provinsi Jawa Barat dan Zaelani, A (2008) tentang manfaat kemitraan yang
dilaksanakan oleh PT Pupuk Kujang dengan kelompok tani Sri Mandiri Desa
Majalaya, Karawang Jawa Barat. Hasil kedua penelitian ini menyimpulkan bahwa

12
manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah pendapatan
yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi,
penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan risiko usaha ditanggung
bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani yaitu penggunaan teknologi yang
lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih baik. Manfaat sosial yang
diperoleh petani adalah ada kesinambungan kerjasama antara petani dan
perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan
mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Keterlibatan petani dalam
pola kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, dimana
pendapatan yang diperoleh dari usahatani kemitraan memberi sumbangan yang
sangat signifikan terhadap pengeluaran total.
Pamudyani (2002) melakukan penelitian tentang manfaat koperasi dalam
kemitraan, yang menjelaskan secara khusus bahwa koperasi dapat memberikan
manfaat ekonomi yang berupa peningkatan pendapatan anggotanya. Berdasarkan
penelitian Pramudyani pada KUD Mojosongo, ternyata koperasi tersebut cukup
berperan dalam upaya peningkatan pendapatan anggota peternak sapi perah. Hal
tersebut tercermin dari pemberian subsidi konsentrat sehingga harganya menjadi
lebih murah untuk menekan biaya produksi. Selain itu KUD Mojosongo juga
memberikan fasilitas yang berupa pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan
kebuntingan, pemberian obat cacing secara cuma-cuma serta fasilitas inseminasi
buatan yang lebih murah. Peran KUD Mojosongo dalam peningkatan pendapatan
anggotanya ini dianalisis dengan membandingkan pendapatan bersih atas biaya
total maupun rasio R/C, peternak yang menjadi anggota KUD dan peternak non
anggota.
Penelitian yang dilakukan oleh Iftahuddin (2005) yang mengkaji kemitraan
petani udang windu di desa Banjar Panji, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur dengan PT. Atina. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
manfaat kemitraan bagi petani mitra antara lain peningkatan penerimaan, tambak
bersertifikat organik, dan bimbingan teknis budidaya tambak organik. Sedangkan
manfaat bagi PT. Atina antara lain pasokan bahan baku terpenuhi, kemudahan
memasuki pasar udang internasional, dan investasi untuk kemitraan tidak teralulu
besar. Namun hasil bertentangan diperoleh dari analisis imbangan penerimaan dan
biaya diketahui bahwa rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total, disimpulkan
bahwa kegiatan usahatani petani non mitra lebih efisien dibandingkan petani mitra
karena biaya yang dikeluarkan petani mitra jauh lebih besar dibandingkan petani
non mitra.
Nugraha (2012) mengkaji peran kemitraan serta pengaruhnya terhadap
pendapatan pada Rimba Jaya Mushroom dengan petani jamur tiram putih di
Kecamatan Ciawi, Bogor. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola kemitraan
yang dijalankan oleh Rimba Jaya Mushroom yaitu pola inti plasma dimana Rimba
Jaya Mushroom sebagai inti dan petani mitra sebagai plasma. Manfaat yang
diterima Rimba Jaya Mushroom yaitu adanya anggota mitra usaha yang loyal
terhadap perusahaan sehingga kebutuhan pasokan jamur dapat terpenuhi,
sedangkan untuk petani mitra yaitu memperoleh jaminan pasar, bimbingan
pemeliharaan baglog/transfer teknologi, dan baglog yang berkualitas. Dari
keseluruhan perhitungan usahatani antara petani mitra dan non mitra, pendapatan
petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra.

13
Namun manfaat seperti peningkatan pendapatan terkadang tidak tercapai
dalam suatu kemitraan. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian Cahyono, Bayu
et al (2007). Manfaat pelaksanaan kemitraan bagi PT Aqua Farm Nusantara
adalah untuk menjaga kekontinuan suplai bahan baku. Sedangkan bagi petani
mitra, kemitraan dapat membantu petani dalam pengadaan benih dan pakan
(input), serta keterjaminan pasar dan kepastian harga.
Hasil yang serupa dilakukan oleh Astria (2011) mengenai analisis kemitraan
antara petani tebu dengan pabrik gula Karangsuwung. Dari hasil penelitian ini
diperoleh bahwa tujuan pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan oleh petani
tebu dengan pabrik gula Karangsuwung adalah untuk memperoleh keuntungan di
bidang industri gula. Namun berdasarkan hasil analisis R/C Rasio atas biaya tunai
dan biaya total disimpulkan dengan mengikuti kemitraan, petani mitra mengalami
kerugian. Kerugian yang dialami petani mitra dikarenakan adanya biaya transaksi
yang mahal.
Penelitian lain dilakukan Sinulingga (2009) mengenai evaluasi terhadap
kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil. Penelitian ini
menyimpulkan pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha
kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III
disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang
menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan. Kemitraan yang terjalin
terikat secara non-formal artinya tidak ada perjanjian yang mengikat secara
tertulis, tetapi karena adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra. PT.
Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam
kemitraan ini.
Kendala Dalam Kemitraan
Kemitraan antara perusahaan dengan petani banyak tidak selalu berjalan
sesuai harapan atau mengalami kendala, hal ini bisa disebabkan kedua belah pihak
belum sepenuhnya menjalankan isi perjanjian kemitraan. Adanya masalah yang
timbul terkadang menyebabkan tidak berlanjutnya kemitraan tersebut. Hal ini
dapat menghambat kesinambungan dan kemajuan sistem agribisnis. Beberapa
kelemahan yang menjadi hambatan antara lain (Sumardjo, et al, 2004) :
1. Lemahnya posisi petani karena kurangnya kemampuan manajerial,
wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan
petani kurang dapat mengelola usahatani secara efisien dan profesional.
2. Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi, dan
akses pasar. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan usahatani kurang
mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak lain yang
lebih kuat.
3. Kurangnya kesadaran pihak perusahaan agribisnis dalam mendukung
permodalan petani yang lemah. Hal ini menyebabkan petani menjadi
kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan kebutuhan
pasar. Selain itu, penerapan pola konsinyasi dalam pembayaran
perusahaan terhadap produk petani melemahkan hubungan kemitraan
agribisnis. Hal tersebut dikarenakan pola konsinyasi akan menambah
beban modal dari pembayaran sehiingga semakin membebani petani.

14
4. Informasi tentang pengembangan komoditas belum meluas di kalangan
pengusaha. Keadaan ini menyebabkan kurangnya calon investor akan
menanamkan investasiya di bidang agribisnis. Selain itu, jaminan
(insurance) atas tingginya risiko usaha agribisnis masih kurang.
5. Etika bisnis kemitraan yang berprinsip win-win solution di kalangan
investor agribisnis di daerah masih belum berkembang sesuai dengan
dunia agribisnis.
6. Komitmen dan kesadaran petani terhadap pengendalian mutu masih
kurang. Hal tersebut mengakibatkan mutu komoditas yang dihasilkan tidak
sesuai dengan kebutuhan pasar.
Penelitian Cahyono, Bayu et al (2007) tentang Kajian Program Kemitraan
Usaha (Kasus PT Aqua Farm Nusantara dengan Kelompok Tani Ikan di
Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil
penelitian ini menyimpulkan pola kemitraan yang diterapkan PT Aqua Farm
Nusantara dengan petani mitra adalah kerjasama operasional agribisnis (KOA).
Dari penelitian ini, ditemukan beberapa kendala selama kemitraan berlangsung,
yaitu proses pengiriman benih ikan yang kurang baik, terjadinya penjualan ikan
nila ke luar perusahaan, pembayaran hasil panen mitra yang terlalu lama dan tidak
adanya kontrak kerja tertulis antara pihak perusahaan dengan petani mitra yang
mempunyai kekuatan hukum, serta kendala teknis pada budidaya ikan nila
program kemitraan. Berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total
program kemitraan, secara umum diperoleh pendapatan petani mitra lebih kecil
dari pada petani non mitra.
Menurut Purnaningsih (2007) pada kenyataannya, penerapan kemitraan di
lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari
pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat
berlanjut karena ada pihak yang dirugikan7.
Marliana (2008), dalam penelitiannya mengkaji tentang Analisis Manfaat
dan Faktor-fakor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan
Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. Menyebutkan bahwa kendala yang
dialami perusahaan yaitu pertama terbatasnya tenaga penyuluh sehingga
kunjungan penyuluh dirasakan masih kurang optimal. Kedua pengadaan bibit
yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Sulitnya dalam pengadaan
bibit menjadi penghambat dalam proses budidaya dan seringnya terjadi
keterlambatan bibit. Sebagian petani juga ada yang merasa dirugikan dalam
penerimaan hasil panen yaitu hasil panen petani masuk ke petani lain.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra
Keputusan seseorang atau individu untuk menjalin suatu kerjasama
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari
dalam diri seseorang yang menyangkut motivasi, dan kebutuhan. Faktor eksternal
dapat berupa pengaruh dari lingk