Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani.

1

PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP LIVELIHOOD ASSET
DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA BURUH TANI

TUTI ARTIANINGSIH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konversi
Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Tuti Artianingsih
NIM I34100102

3

ABSTRAK

TUTI ARTIANINGSIH. Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset
dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani. Dibawah Bimbingan HERU
PURWANDARI
Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari (sektor)
pertanian ke (sektor) non-pertanian. Konversi lahan yang terjadi di Desa
Ciamanggu Satu menyebabkan perubahan pola kerja, perubahan tingkat

pendapatan, perubahan luas lahan yang dikerjakan dan perubahan pendapatan.
Dampak konversi lahan akan mempengaruhi strategi nafkah yang dilakukan buruh
tani. Strategi nafkah yang gunakan oleh rumah tangga buruh tani tidak hanya pada
sektor pertanian melainkan juga pada sektor non pertanian. Penerapan strategi
nafkah yang dilakukan meliputi rekayasa sumber nafkah pertanian, pola nafkah
ganda dan rekayasa spasial (migrasi). Bentuk strategi nafkah yang digunakan
dipengaruhi oleh pemanfaatan sumber nafkah yang dimiliki rumah tangga buruh
tani. Sumber nafkah tersebut terdiri dari pamanfaatan modal manusia, modal
alam, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial.
Kata kunci : Konversi Lahan, Aset Nafkah dan Strategi Nafkah.

ABTRACT
TUTI ARTIANINGSIH. Land Conversion Influence Against Hodge’s Livelihood
Asset and Livelihood Strategies. Supervised by. HERU PURWANDARI.

Land conversion is land use change from agricultural (sector) to nonagricultural (sector). Land conversion that occurred in the Cimanggu Satu village
caused work patterns change, revenue change levels, undertaken land area
change, and income change. The impact of land conversion will affect the
livelihood strategies that hodge attitude. Livelihood strategies applied by hodge
household not only in the agricultural sector but also on non-agricultural sector.

The application of livelihood strategies was conducted on the engineering of
agricultural livelihoods, double livelihood patterns and spatial engineering
(migration). Form of livelihood strategies that conducted are affected by the
livelihood utilization of hodge household. Livelihoods consists of the utilization of
human capital, natural capital, physical capital, financial capital and social
capital.
Keyword : land conversion, Livelihood Asset and Livelihood Strategies

4

PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP LIVELIHOOD ASSET
DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA BURUH TANI

TUTI ARTIANINGSIH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

5

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan

Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani.
Tuti Artianingsih
I34100102

Disetujui oleh

Heru Purwandari SP, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

6

PRAKATA


Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
Semesta Alam, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu
yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Konversi
Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani
“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Almarhum Ayah Mista, Ibunda Titin, Kakak-kakak semuanya Mimin,
Tati, Atma, Atam, Sumanta dan Rukanta, yang merupakan sumber
motivasi penulis dalam segala hal.
2. Heru Purwandari SP, MSi, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang
sangat berarti selama penulisan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc, dosen penguji utama pada ujian skripsi.
4. Ir. Sutisna Riyanto, MS, dosen penguji anggota pada ujian skripsi.
5. Dikti dan Kemendikbud yang telah memberikan beasiswa penuh selama
kuliah serta Direktorat Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran
kuliah serta atas semangat dan motivasi untuk berprestasi.
6. Teman-teman seperjuangan Zamaludin, Salis Rizka, Sari Lestari, Anjas,

Saefihim,
Mohamad Soleh, dan Saef Nurjaman atas semangat dan
kebersamaan layaknya keluarga.
7. Keluarga Ibu Mimin dan warga Desa Cimanggu Satu atas dukungan,
kerjasama serta kebersamaan layaknya keluarga selama penelitian.
8. PT. GC atas kerjasamanya selama penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan
selama ini.
10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya
skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang konversi lahan.
Bogor, Juli 2014

Tuti Artianingsih

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIIRAN
PENDAHULUAN

x
xi
xii
1

Latar Belakang

1

Masalah Penelitian

3

Tujuan Penelitian

4


Kegunaan Penelitian

4

PENDEKATAN TEORITIS

5

Tinjauan Pustaka

5

Struktur Agraria dan Konversi Lahan

5

Strategi Nafkah

8


Hubungan Konversi Lahan dan Strategi Nafkah Petani

11

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian

14

Definisi Operasional

15

PENDEKATAN LAPANG

23


Lokasi dan Waktu Penelitian

23

Metode Penelitian

23

Penentuan Responden dan Informan Penelitian

23

Teknik Pengumpulan Data

24

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

25

Peta Sosial Desa Cimanggu Satu

25

Struktur Agraria Desa Cimanggu Satu

31

Ikhtisar

35

PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP BURUH TANI

38

Perubahan Pola Kerja

38

Perubahan Kesempatan Kerja

40

Perubahan Penguasaan Lahan Tempat Bekerja

43

8

Perubahan Pendapatan

45

Ikhtisar

47

ANALISIS PENGARUH KONVERSI LAHAN

49

TERHADAP LIVELIHOOD ASSET

49

Modal Manusia

50

Modal Alam

52

Modal Fisik

54

Modal Finansial

56

Modal Sosial

58

Ikhtisar

60

ANALISIS STRATEGI NAFKAH BURUH TANI

63

Strategi Nafkah Berdasarkan Modal nafkah yang dimanfaatkan

65

Ikhtisar

68

ANALISIS DAMPAK LANJUTAN KONVERSI LAHAN TERHADAP BURUH
TANI
72
PENUTUP

76

Simpulan

76

Saran

77

DAFTAR PUSTAKA

78

RIWAYAT HIDUP

91

9

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Definisi operasional dampak konversi lahan

Tabel 2

Tabel 6

Definisi operasional dampak konversi lahan
kerja
Definisi operasional dampak konversi
kesempatan kerja
Definisi operasional dampak konversi
penguasaan lahan tempat bekerja
Definisi operasional dampak konversi
pendapatan
Definisi operasional modal manusia

Tabel 7

Definisi operasional modal fisik

19

Tabel 8
Tabel 9

Definisi operasional modal finansial
Definisi operasional modal sosial

20
20

Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

15
perubahan pola 16
lahan

tingkat 16

lahan

tingkat 17

lahan

tingkat 18
19

Tabel 10 Definisi operasional modal alam

21

Tabel 11 Luas dan presentase lahan menurut penggunaanya

27

Tabel 12 Jumlah dan presentase penduduk Desa Cimanggu Satu
berdasarkan kelompok umur
Tabel 13 Jumlah dan presentase penduduk Desa Cimanggu satu
berdasarkan jenis pekerjaan
Tabel 14 Jumlah dan Presentase penduduk Desa Cimanggu Satu
berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 15 Jumlah dan persentase perubahan pola kerja sebelum dan
sesudah konversi lahan
Tabel 16 Hasil uji T-test paired perubahan pola kerja di Desa Cimanggu
Satu
Tabel 17 Jumlah dan persentase perubahan kesempatan kerja sebelum
dan sesudah konversi lahan
Tabel 18 Hasil uji T-test paired perubahan kesempatan kerja di Desa
Cimanggu Satu
Tabel 19 Jumlah dan persentase perubahan pengusaan lahan tempat
bekerja sebelum dan sesudah konversi lahan
Tabel 20 Hasil uji T-test paired perubahan luas lahan di Desa Cimanggu
Satu
Tabel 21 Jumlah dan persentase perubahan pedapatan sebelum dan
sesudah konversi lahan
Tabel 22 Hasil uji T-test paired perubahan pendapatan di Desa
Cimanggu Satu
Tabel 23 Jumlah dan presentase tinggkat pemanfaatan livelihood asset

28
29
30
37
38
40
40
43
44
45
45
49

Tabel 24 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
51
modal manusia
Tabel 25 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal 51
nafkah modal manusia

10

Tabel 26 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap 53
modal alam
Tabel 27 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal 53
nafkah modal alam
Tabel 28 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal fisik
Tabel 29 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal fisik
Tabel 30 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal finansial
Tabel 31 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal finansial
Tabel 32 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal sosial
Tabel 33 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal sosial

55
55
57
57
59
59

Tabel 34

Jumlah dan presentase buruh tani berdasarkan strategi nafkah 64
yang digunakan
Tabel 35 Strategi nafkah buruh tani sesuai dengan modal nafkah yang
65
dimanfaatkan

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Kerangka Analisis dampak konversi lahan terhadap
strategi nafkah buruh petani

14

Sketsa konversi lahan di Desa Cimanggu satu PT. GC

33

Grafik presentase rumah tangga buruh tani berdasarkan
strategi nafkah yang dilakukan setelah konversi lahan di
Desa Cimanggu satu terjadi
Jumlah rumah tangga usaha pertanian dan jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum pada tahun 2003
dan tahun 2013, Kabupaten Bogor
Jumlah rumah tangga usaha pertanian dan jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum pada tahun 2003
dan tahun 2013, Kec. Cibunngbulang

65

72

72

11

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Rencana kegitan penelitian

79

Lampiran 2

Peta lokasi penelitian Desa Cimanggu Satu

80

Lampiran 3

Dokumentasi penelitian

81

Lampiran 4

Hasil uji statistik paired samples test

84

Lampiran 5

Hasil uji statistik regresi linear

86

Lampiran 6

Daftar rumah tangga buruh tani

88

12

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata
pencaharian utama khususnya di pedesaan. Pemanfaatan sumberdaya agraria
merupakan satu upaya untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak untuk
meningkatkan taraf hidup manusia. Lahan merupakan salah satu sumber utama
dalam melaksanakan program pembangunan, oleh karena itu lahan disebut juga
sebagai faktor penting dalam pembangunan. Pembangunan memang tidak lepas
dari resiko, baik lingkungan fisik maupun pada lingkungan komunitas sosial.
Pertumbuhan yang sangat pesat menyebabkan terjadinya konversi lahan secara
besar-besaran di Indonesia. Konversi lahan menjadi pemukiman, perkantoran,
industri maupun untuk infrastruktur pendukung semakin meningkat. Fenomena ini
merupakan dampak proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian
keindustri.
Konversi Lahan adalah proses alih fungsi lahan khususnya dari lahan
pertanian ke non-pertanian atau dari lahan non-pertanian ke lahan pertanian.
Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) selama periode 1983-1993 konversi lahan pertanian mencapai 1.280.268
hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Sedangkan selama periode 1993-2003
konversi lahan pertanian sebesar 1.284.109 hektar terjadi di Sumatera, dalam
rentang waktu tersebut di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia seperti, Jawa,
Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jawa, terjadi
penurunan luasan area lahan pertanian pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2004 menunjukkan bahwa besaran laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan
sawah ke non sawah sebesar 187.720 ha per tahun, dengan rincian bahwa alih
fungsi ke non pertanian sebesar 110.164 ha per tahun dan alih fungsi ke pertanian
lainnya sebesar 77.556 ha per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke
non pertanian sebesar 9.152 ha per tahun. Berdasarkan sintesis data dan informasi
dari sejumlah hasil penelitian dan data yang dipublikasikan oleh sejumlah
lembaga terkait, diperkirakan luas lahan sawah yang terkonversi tidak kurang dari
150.000 hektar/tahun.
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian tidak
mungkin terjadi begitu saja, banyak hal yang menjadi faktor penyebab perubahan
penggunaan lahan tersebut. Sihaloho et al. (2007) menjelaskan bahwa konversi
lahan diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk untuk
kebutuhan pemukiman juga makin meningkat. Keterdesakan ekonomi,
mendorong motivasi warga untuk berubah. Faktor luar, yang mendorong
„motivasi mengikuti‟ bagi warga untuk menjual tanahnya. Intervensi pihak
swasta, perusahaan menawarkan membeli tanah dan tidak jarang disertai dengan
„paksaan‟ dan „iming-iming‟ pekerjaan. Proses alih hak milik atas tanah, yang
menyebabkan perubahan orientasi pemanfaatan asset. Intervensi pemerintah, yang

2

berusaha mengikuti rencana yang telah dibuat serta proses penggandaan tanah,
secara administratif mengikuti aturan, tetap mendahulukan pihak yang relatif lebih
dominan.
Konversi lahan umumnya membawa dampak negatif bagi para petani,
hasil penelitian Sumaryanto et al. (1995) dalam penelitianya menjelaskan bahwa
alih fungsi lahan selain menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran air,
dan rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Konversi lahan berdampak pula pada
hilangnya peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang
terkonversi. Lebih lanjut, kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya
peluang pendapatan dan kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak
langsung ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari
kegiatan ekonomi usahatani.
Konversi lahan tersebut membuat petani harus mampu beradaptasi
terhadap perubahan agraria dengan cara merubah strategi nafkah yang dilakukan.
Dharmawan (2007) mengungkapkan bahwa strategi nafkah dalam kehidupan
sehari-hari direpresentasikan oleh keterlibatan individu-individu pada proses
perjuangan untuk mendapatkan sesuatu jenis mata pencaharian atau bentuk
pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat
kehidupannya. Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah adalah aspek
pilihan atas beberapa modal nafkah yang ada di sekitar masyarakat.
Konversi lahan yang terjadi menyebabkan hilangnya beberapa atau seluruh
modal nafkah yang ada. Perubahan modal nafkah ini akan mengakibatkan
perubahan strategi nafkah petani. Perubahan terhadap strategi nafkah akan
berdampak pada perubahan struktur nafkah dan tingkat pendapatan petani. Hal
tersebut membuat petani harus mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada.
Dharmawan (2007) menyatakan bahwa terdapat lima jenis livelihood Asset yang
bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk menghadapi krisis
ekonomi serta mengembangan derajat kesejahteraan rumah tangga buruh tani
petani yaitu : Modal manusia, modal alam, modal fisik, modal finansial dan modal
sosial. Selain memanfaatkan modal nafkah yang dimiliki ada berbagai strategi
nafkah yang mungkin dapat dilakukan oleh petani Scoones (1998) dalam Sumarti
(2007) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang
mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tanipetani, yaitu: Rekayasa modal
nafkah pertanian, pola nafkah ganda (diversifikasi), rekayasa spasial (migrasi).
Kajian konversi lahan selama ini berfokus pada petani yang lahannya
terkonversi, tetapi kelompok petani tersebut umumnya tidak termasuk ke dalam
kategori orang-orang yang rentan terhadap perubahan struktur agraria. Karena
sesungguhnya petani yang memiliki tanah mereka juga sebetulnya mempunyai
sumber penghasilan lain. Tanah yang dimiliki kenyataanya hanya untuk
menopang sumberdaya yang ada. Hasilnya setelah terjadi konversi lahan banyak
buruh tani yang menjadi pengangguran. Desa Cimanggu Satu, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor merupakan area persawahan yang produktif,
namun karena adanya investor dari perusahan PT. GC yang membangun komplek
perumahan diatas area persawahan seluas dua hektar. Perubahan fungsi lahan
yang terjadi akan berpengaruh pada strategi nafkah yang dilakukan oleh buruh
tani sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan struktur agraria yang terjadi.
Oleh karena itu, penting untuk diteliti bagaimana pengaruh konversi lahan
terhadap strategi nafkah rumah tangga buruh tani buruh tani.

3

Masalah Penelitian

Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari sektor
pertanian ke sektor non pertanian. Iqbal dan Soemaryanto (2007) menjelaskan
pula bahwa istilah alih fungsi (konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari
penggunaan untuk pertanian ke penggunaan non pertanian. Konversi lahan yang
terjadi umumnya membawa dampak negatif bagi para petani. Hasil penelitian
Sumaryanto et al.(1995) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa alih fungsi
lahan selain menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran air, dan
rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Konversi berdampak pula pada hilangnya
peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang terkonversi.
Lebih lanjut, kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya peluang
pendapatan dan kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung
ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari kegiatan
ekonomi usahatani. Konversi lahan tersebut membawa petani untuk mampu
beradaptasi terhadap perubahan agraria dengan cara memanfaatkan modal nafkah
yang dimiliki. Menurut Dharmawan (2007) menyatakan bahwa terdapat lima jenis
modal nafkah yang bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk
menghadapi krisis ekonomi serta mengembangan derajat kesejahteraan rumah
tangga buruh tani petani yaitu : modal manusia, modal alam, modal sosial, modal
finansial, modal fisik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian bagaimana
konversi lahan terhadap buruh tani dalam tingkat pemanfaatan livelihood
asset?
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertani tidak mungkin
terjadi begitu saja, banyak hal yang menjadi faktor penyebab perubahan
penggunaan lahan tersebut. Sihaloho (2007) menyatakan bahwa konversi lahan
diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk yang kebutuhan
lahan untuk pemukiman juga makin meningkat. Keterdesakan ekonomi, yang
mendorong motivasi untuk berubah. Faktor luar, yang mendorong „motivasi
mengikuti‟ bagi warga untuk menjual tanahnya. Intervensi pihak swasta, yang
menawarkan membeli tanah dan jarang disertai dengan „paksaan‟ dan „imingiming‟ pekerjaan. Proses alih hak milik atas tanah, yang menyebabkan perubahan
orientasi pemanfaatan asset. Intervensi pemerintah, yang berusaha mengikuti
rencana yang telah dibuat serta proses penggandaan tanah, secara administratif
mengikuti aturan, tetap mendahulukan pihak yang relatif lebih dominan. Faktor
penyebab koversi tersebut akan membawa dampak pada buruh tani yang
menggantungkan hidupnya pada lahan garapan.Scoones (1998) dalam sumarti
(2007) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang
mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tani, yaitu: Rekayasa modal nafkah
pertanian, Pola nafkah ganda (diversifikasi), Rekayasa spasial (migrasi). Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian bagaimana perubahan strategi nafkah
yang dilakukan setelah terjadi konversi lahan?

4

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan umum
dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konversi lahan terhadap
livelihood asset dan strategi nafkah rumah tangga buruh tani, sedangkan tujuan
secara terperinci disebutkan sebagai berikut:
1. Menganalisis konversi lahan terhadap buruh tani dalam tingkat pemanfaatan
livelihood asset.
2. Menganalisis perubahan strategi nafkah yang dilakukan setelah terjadi
konversi lahan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai
pengenalan lebih lanjut mengenai pengaruh konversi lahan terhadap livelihood
asset dan strategi nafkah rumah tangga buruh tani. Melalui penelitian ini, terdapat
juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan
penelitian-penelitian terkait konversi lahan.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pemahaman kepada masyarakat mengenai kondisi desa, serta memaparkan
berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga buruh tani
dalam bertahan hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumah tangga buruh
tani lain untuk membangun penghidupan dengan potensi yang dimiliki
masing-masing.
3. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data pembuatan kebijakan yang terkait dengan
petani dan pertanian khususnya di Kabupaten Bogor.

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Struktur Agraria dan Konversi Lahan
Struktur Agraria
Konsep struktur agraria tidak hanya berbicara mengenai kepemilikan lahan
melainkan bagaimana pola kebiasaan atau cara-cara yang melembaga untuk
mengatur penguasaan atas sebidang tanah. Aktor yang mengambil peran dalam
pola struktur agraria salah satunya adalah petani. Kebanyakan masyarakat
memandang petani sebagai satu kesatuan yang bersifat homogen. Kenyataannya
petani terdiri dari lapisan-lapisan masyarakat yang terstratifikasi. Sihaloho, et al..
(2007) menjelaskan bahwa perubahan struktur agraria lokal dalam hal pola
penguasaan sumber daya agraria tanah dapat diketahui dari pemilik lahan dan
bagaimana tanah tersebut bisa diakses oleh orang lain. Penguasaan lahan dapat
dibagi menjadi dua yaitu pemilik sekaligus penggarap dan pemilik yang
mempercayakan pada penggarap. Pemilik penggarap umumnya dilakukan oleh
petani berlahan sempit dan petani pemilik mempercayakan kepada penggarap
dengan sistem bagi hasil. Sistem penggunaan tanah dapat dilihat dari bagaimana
masyarakat dan pihak-pihak lain memanfaatkan sumberdaya agraria tersebut.
Masyarakat memandang tanah sebagai bagian yang terpenting dari kehidupannya
karena pemanfaatannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sihaloho et
al.. (2007)menjelaskan kembali tentang pola hubungan agraria dapat dibagi tiga
kategori. Pertama, masyarakat yang memiliki lahan luas dan menggarap
sawahnya pada orang lain, pemilik tanah ini menerapkan sistem maro dan
mertelu. Kedua, pemilik lahan sempit yang melakukan pekerjaan usahatani
dengan tenaga kerja keluarga. Ketiga, pemilik lahan yang melakukan usahatani
sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani. Pola nafkah agraria
dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian masyarakat dari hasil-hasil produksi
pertanian dibanding dengan hasil dari non pertanian.
Sitorus (2002) menyatakan bahwa konsep dan struktur agraria merujuk
pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-sumber agraria serta
hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumbersumber agraria, dalam pemanfaatan sumber-sumber agraria terdapat tiga subjek
agraria yang dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas, pemerintah dan swasta.
Oleh karena itu, struktur agraria pada dasarnya menjelaskan bagaimana struktur
akses pihak-pihak yang terkait dengan sumberdaya agraria. Hal tersebut
menjelaskan hubungan-hubungan sosio-agraria suatu masyarakat. Berbeda halnya
dengan Dharmawan (2007) yang menjelaskan analisis sistem nafkah dalam
konteks transformasi struktur agraria dan pedesaan yang dikembangkan Sajogyo
dan murid-muridnya menghasilkan cara pandang yang khas tentang sistem
penghidupan (livelihood system). Transformasi agraria tersebut memberikan
beberapa implikasi struktural di pedesaan yaitu: ketimpangan penguasaan sumber-

6

modal nafkah agraria yang makin menajam, dan hilangnya berbagai modal nafkah
yang diikuti dengan terbentuknya tradisi struktur-struktur nafkah baru (non
pertanian) yang tidak selalu memberikan kesempatan pada peningkatan
kesejahteraan lapisan miskin. Keseluruhan proses transformasi pedesaan itu
menghasilkan dampak lanjutan berupa derajat ketidaksamaan modal nafkah
(degree of livelihood insecurity), serta lumpuhnya struktur-struktur kelembagaan
jaminan nafkah asli yang telah mapan. Konsep struktur agraria dalam hal
hubungan antar manusia dalam rangka pola penguasaan dan pemanfaatan lahan
akan berdampak pada sistem penghidupan petani yaitu hilangnya modal nafkah,
hilangnya kesempatan kerja dan perubahan struktur nafkah baru (non pertanian)
tidak selalu meningkatkan kesejahteraan pada lapisan petani miskin.

Konversi Lahan
Iqbal dan Soemaryanto (2007) menjelaskan bahwa istilah alih fungsi
(konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian
ke penggunaan non pertanian. Sihaloho et al. (2007) dalam penelitianya
menjelaskan bahwa konversi lahan pertanian „diibaratkan‟ sebagai suatu
perubahan sosial. Perubahan sosial terjadi pada suatu masyarakat seiring dengan
perubahan ruang dan waktu konversi tetap akan terjadi, paling tidak karena
pertambahan penduduk secara natural untuk kebutuhan pemukiman.

Faktor Pendorong Konversi Lahan Pertanian
Sihaloho (2007) menyatakan bahwa konversi lahan diakibatkan oleh
beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk yang kebutuhan lahan untuk
pemukiman juga makin meningkat. Keterdesakan ekonomi, yang mendorong
motivasi untuk berubah. Faktor luar, yang mendorong „motivasi mengikuti‟ bagi
warga untuk menjual tanahnya. Intervensi pihak swasta, yang menawarkan
membeli tanah dan jarang disertai dengan „paksaan‟ dan „iming-iming‟ pekerjaan.
Proses alih hak milik atas tanah, yang menyebabkan perubahan orientasi
pemanfaatan asset. Intervensi pemerintah, yang berusaha mengikuti rencana yang
telah dibuat serta proses penggandaan tanah, secara administratif mengikuti
aturan, tetap mendahulukan pihak yang relatif lebih dominan.

Pola Konversi Lahan
Kegiatan konversi lahan memiliki beragam pola tertentu tergantung pada
kebutuhan dari usaha konversi lahan. Sihaloho (2007) berdasarkan faktor pokok
konversi, pelaku, pemanfaat dan prosesnya, konversi lahan dapat dibedakan ke
dalam pola atau tipologi yakni, (1) Konversi gradual-berpola sporadis yaitu pola
konversi yang diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang
kurang produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi, (2) konversi
sistematik berpola “enclave”yaitu konversi sehamparan tanah yang terkonversi
secara serentak (3) konversi lahan sebagai respon atas pertambahan penduduk

7

(population grouth driven land conversion), (4) konversi yang disebabkan oleh
masalah sosial (social problem driven land conversion), (5) konversi “Tanpa
Beban” adalah keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik, (6)
konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi, (7) konversi multi
bentuk atau tanpa bentuk/pola merupakan konversi yang terjadi oleh beberapa
faktor. Namun, secara khusus seperti perkantoran, sekolah, koperasi,
perdagangan, termasuk sistem waris dijelaskan dalam konversi adaptasi
demografi. Namun, secara khusus faktor yang di maksud adalah faktor peruntukan
untuk perkantoran, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak
spesifik di jelaskan dalam konversi adaptasi demografi. Berbeda dengan
Soemaryanto, et al.(2001) memaparkan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau
dari beberapa aspek Pertama, menurut pelaku konversi, yang dibedakan menjadi
dua yaitu: 1) Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan
dan 2) Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan.
Berbeda dengan Sumaryanto et al. (1995) menyatakan pola konversi lahan
yang ditinjau menurut prosesnya terbagi menjadi dua yaitu gradual dan seketika.
Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal.
Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi
di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih
fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni
berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri. Sumaryanto, et al.
menjelaskan kembali pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek.
Menurut pelaku konversi, maka dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih
fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya, motif
tindakan ada 3: (a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam
rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, (c) kombinasi dari (a) dan
(b) seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan
tempat usaha. Pola konversi seperti ini terjadi disembarang tempat, kecil-kecil dan
tersebar.
Konversi Lahan
Konversi lahan yang terjadi umumnya membawa dampak negatif bagi
para petani. Hasil penelitian Sihaloho (2007) menyebutkan bahwa konversi lahan
pertanian berimplikasi pada perubahan atau struktur agraria yang menghasilkan
ketimpangan struktur agraria lahan terhadap kehidupan masyarakat menyangkut
perubahan pola penguasaan lahan, pola nafkah dan hubungan pola produksi.
Sejalan dengan Sumaryanto et al.(1995) dalam penelitiannya jelas menunjukkan
bahwa alih fungsi lahan menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran air,
dan rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Hal tersebut berdampak produktivitas
persawahan di area konversi menjadi menurun. Dampak negatif (kerugian) utama
akibat konversi lahan pertanian (sawah) adalah hilangnya peluang atau
kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang terkonversi. Lebih lanjut,
kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya peluang pendapatan dan
kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung ke depan (forward
linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari kegiatan ekonomi usahatani.
Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Agus (2004) bahwa konversi lahan

8

mengakibatkan degradasi daya dukung ketahanan nasional, pendapatan pertanian
menurun, dan meningkatnya kemiskinan, pemubajiran investasi.
Lestari dan Dharmawan (2011) menjelaskan dampak lain dari konversi
lahan yaitu : (1) perubahan penguasaan lahan dari perpindahan penguasaan lahan
yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan penguasaan lahan rumah
tangga buruh tanisetempat. Penguasaan lahan pertanian dikategorikan menjadi
lima yaitu kategori tidak punya lahan, tumpang sari, bagi hasil, sewa dan milik.
Perubahan penguasaan luas lahan terjadinya perubahan derajat penguasaan lahan
berhubungan dengan seberapa luas lahan pertanian yang dikuasai oleh rumah
tangga buruh tanidan bagaimana perubahan yang terjadi dari adanya penurunan
derajat penguasaan lahan tersebut, (2) Persepsi atas kesempatan kerja, ketertarikan
warga ibukota untuk melakukan investasi berupa villa dan gencarnya upaya
pembangunan yang dilakukan pemerintah mengakibatkan terjadinya perubahan
dari berbagai aspek, termasuk kesempatan kerja (3) Pola pekerjaan berubah
seiring dengan perubahan kesempatan kerja. Kebanyakan rumah tangga buruh
tanisetempat bermatapencaharian dibidang luar pertanian. Sebagian besar lahan
merupakan milik warga luar desa sehingga rumah tangga buruh tanisetempat
mengalami kesulitan untuk masuk ke bidang pertanian, kalau ada lahan pertanian,
rumah tangga buruh tanitersebut hanya berperan sebagai petani penggarap atau
buruh tani, (4) Kondisi tempat tinggal dilihat berdasarkan status penguasaan
tempat tinggal, kondisi fisik tempat tinggal dan jumlah alat elektronik yang
dimiliki oleh satu keluarga dalam tempat tinggalnya. Secara umum, memiliki
tempat tinggal milik pribadi, kemudian ada juga rumah tangga buruh taniyang
menumpang pada sanak saudaranya, (5) Prostitusi, Perubahan peruntukkan lahan
pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian yang sebagian besar dialihkan
menjadi villa, hotel, dan restoran mendukung kegiatan pariwisata, sehingga
menarik para wisatawan untuk menghabiskan liburannya di kawasan ini. Akan
tetapi, kondisi ini dijadikan kesempatan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab untuk melakukan kegiatan-kegiatan asusila.Penelitian-penelitian di atas
membuktikan bahwa konversi lahan dari pertanian ke non pertanian menyebabkan
rusaknya jaringan irigasi, pencemaran, rusaknya keseimbangan ekologi sawah,
hilangnya peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian,
hilangnya peluang pendapatan, hilangnya kesempatan kerja, degradasi daya
dukung ketahanan nasional, pendapatan pertanian menurun, meningkatnya
kemiskinan, pemubajiran investasi, perubahan penguasaan lahan, maraknya
investasi berupa villa dan gencarnya upaya pembangunan, pola pekerjaan berubah
seiring dengan perubahan kesempatan kerja bahkan terjadinya prostitusi.
Dampak-dampak tersebut membuktikan bahwa dengan adanya konversi lahan dari
pertanian ke non pertanian tidak membawa keuntungan dan kesejahteraan untuk
masyarakat khususnya petani.

Strategi Nafkah
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian ternyata
berpengaruh pada strategi nafkah petani. Strategi nafkah merupakan cara bertahan
hidup yang dibangun petani untuk beradaptasi terhadap perubahan stuktur agraria.
Dharmawan (2007) menjelaskan sistem penghidupan (livelihood system) adalah

9

kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu, kelompok maupun
masyarakat disuatu lokalitas. Livelihood memiliki pengertian yang lebih luas dari
pada means of living yang bermakna sempit sebagai mata pencaharian sematamata. Kajian sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada
livelihood strategy (strategi penghidupan) dari pada means of living strategy
(strategi cara hidup). Pengertian livelohood strategy yang disamakan
pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa indonesia), sesungguhnya
dimaknai lebih besar dari pada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai
strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati
melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi
nafkah bisa berarti cara bertahan hidup atau memperbaiki status penghidupan.
Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh indivdu maupun
kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur
sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Dharmawan (2007) menjelaskan
kembali tentang memanfaatkan peluang nafkah, setiap individu atau rumah tangga
buruh tani “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, finansial, dan fisik)
dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumberdaya manusia
(SDM) yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan
(livelihoods strategies). Dinamika alokasi “modal keras” (hard capital) dan SDM
atau soft-capital yang disertai perubahan strategi nafkah dibangun sedemikian
rupa oleh pencari atau pelaku nafkah yang nantinya akan ditentukan oleh sistem
sosial-budaya yang memelihara konstitusi entitas sosial sebuah desa.
Widodo (2011) menjelaskan strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas
beberapa modal nafkah yang ada disekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan
sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Secara jelas dalam bidang
pertanian digambarkan dengan adanya pola intensifikasi dan diversifikasi. Strategi
nafkah juga dapat ditinjau dari sisi ekonomi produksi melalui usaha cost
minimization dan profit maximization. Selain adanya pilihan, strategi nafkah
mengharuskan adanya sumber daya manusia dan modal. Pola hubungan sosial
juga turut memberikan warna dalam strategi nafkah.

Bentuk Strategi Nafkah
Dharmawan (2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk strategi nafkah
yang terbangun akan sangat ditentukan bagaimana petani dan rumah tangga buruh
taninya “memainkan peran” kombinasi sumber daya nafkah (livelihood resources)
yang tersedia bagi mereka. Dhramawan (2007) menyatakan bahwa pemilihan
strategi nafkah sangat ditentukan oleh rasionalisme yang dianut oleh aktor-nafkah
dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dihadapannya. Scoones (1998)
dalam sumarti (2007) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood
strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tanipetani, yaitu:
1) Rekayasa modal nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain

10

pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga
kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor
pertanian sehingga memperoleh pendapatan.
3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen
maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Menurut Dharmawan (2007), dua basis nafkah yang saling mengisi yaitu
sektor pertanian dan non-pertanian menyebabkan keterlekatan warga komunitas
pedesaan kepada dua sektor tersebut secara khas. Setiap lapisan menggandakan
kegiatan ekonominya di dua sektor tersebut. Setiap individu, atau rumah tangga
memiliki modal nafkah yaitu modal finansial, modal fisik, modal alam, modal
manusia, dan modal sosial dalam memanfaatkan peluang nafkah.
1) Modal sumberdaya manusia meliputi jumlah (populasi manusia), tenaga kerja
yang ada dalam rumah tangga buruh tani, tingkat pendidikan, pemanfaatan
keterampilan.
2) Modal alam meliputi segala bentuk sumberdaya alam seperti air, tanah,
hewan, udara, pepohonan yang menghasilkan pangan, dan sumberdaya
lainnya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya.
3) Modal sosial yakni berupa jaringan sosial dan lembaga sebagai pola
hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan memperoleh
dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya.
4) Modal finansial merupakan saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan
dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tabungan dan kredit dalam
bentuk bantuan dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan
produksi dan konsumsi
5) Modal fisik yaitu berbagai benda yang dimiliki untuk menunjang proses
produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik
lainnya.
Sumarti T. (2007) menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial
berimplikasi pada perilaku petani beragam lapisan dalam upaya mengatasi
kemiskinan dan meningkatkan taraf hidupmya. Petani kaya mengembangkan
ragam nafkah dengan menggunakan tenaga kerja dalam rangka akumulasi modal
serta pengembangan partisipasi kelembagaan, sedangkan pada petani miskin
cenderung survival (bertahan hidup). Sihaloho (2007) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa pilihan lain bagi petani yang lahannya telah dikonversi adalah
bekerja pada sektor non-pertanian dengan kebutuhan keahlian yang relatif rendah
semisal bekerja di bengkel sepatu, tukang ojek, buka warung dan lain-lain.
demikian konversi lahan menyebabkan makin sempitnya lahan pertanian dan
implikasinya adalah semakin sulitnya buruh tani mendapatkan pekerjaan.
Strategi nafkah petani yang lahannya telah dikonversi umumnya bekerja
pada sektor non-pertanian dengan kebutuhan keahlian yang relatif rendah.
Bentuk-bentuk strategi nafkah yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh
tanipetani, yaitu rekayasa modal nafkah pertanian, pola nafkah ganda
(diversifikasi) dan rekayasa spasial (migrasi). Strategi nafkah lain yang bisa
dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk menghadapi krisis
ekonomi yakni modal manusia, modal finansial, modal sosial, modal alam dan
modal fisik. Adapun contoh dari berbagai strategi nafkah dari berbagai penelitian

11

adalah sosial vertikal, strategi solidaritas horizontal, strategi berhutang,
patronnase, strategi akumuasi, strategi akumulasi komuniditas strategi berbasis
pada pemenuhan kebututuhan subsisten adalah strategi srabutan, strategi migrasi
kotemporer, dan strategi produksi. Petani yang lahannya telah dikonversi
umumnya bekerja pada sektor non-pertanian dengan kebutuhan keahlian yang
relatif rendah semisal bekerja di bengkel sepatu, tukang ojek, buka warung dan
lain-lain.

Hubungan Konversi Lahan dan Strategi Nafkah Petani

Terbukti bahwa konversi lahan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan strategi nafkah. Strategi nafkah baru yang
dilakukan petani sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan struktur agraria.
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (2005) dalam
penelitianya menjelaskan bahwa dalam Sensus Pertanian 2003 menunjukkan hasil
yang cukup mengejutkan bahwa konversi lahan sawah selama tahun 2000 - 2002
mencapai 563.000 hektar atau rata-rata sekitar 188.000 hektar per tahun dengan
luas sawah 7,75 juta hektar pada tahun 2002, pengurangan luas sawah akibat
konversi lahan mencapai 7,27 persen selama 3 tahun atau rata-rata 2,42 persen
pertahun. Keberadaan lahan sawah bermanfaat yang sangat luas secara ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dikonversi
kepenggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat tersebut. Jika di
kelompokkan dalam kelompok besar, manfaat lahan sawah dapat dibagi menjadi
dua kategori. Pertama, nilai penggunaan yang biasa pula disebut sebagai use
values atau personaluse values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan usaha tani
yang dilakukan di lahan sawah. Kedua, manfaat bawaan atau intrinsic values,
yaitu berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan
merupakan tujuan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh pemilik lahan.
Lahan sawah yang sering menjadi sorotan masyarakat luas adalah terganggunya
ketahanan pangan. Hal tersebut berkaitan dengan konversi lahan sawah terhadap
masalah pangan lebih merugikan dibanding dampak faktor lainnya seperti
kekeringan, banjir, dan serangan hama/penyakit. Pada peristiwa kekeringan,
banjir, dan serangan hama/penyakit, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat
temporer, artinya masalah pangan hanya muncul ketika peristiwa tersebut terjadi.
Namun pada peristiwa konversi lahan, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat
permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang. Hasil penelitian Sihaloho
(2007) menyebutkan bahwa konversi lahan pertanian berimplikasi pada perubahan
atau struktur agraria yang menghasilkan ketimpangan struktur agraria lahan
terhadap kehidupan masyarakat menyangkut perubahan pola penguasaan lahan,
pola nafkah dan hubungan pola produksi.
Berbeda dengan Lestari dan Dharmawan (2011) yang menjelaskan bahwa
konversi lahan pertanian memberikan dampak positif pada sektor non pertanian,
seperti tersedianya sarana prasarana, berlangsungnya pembangunan, dan
pendapatan yang diperoleh lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Hal ini
menyebabkan para petani beralih profesi ke sektor non pertanian agar standar
hidup terpenuhi. Kenyataan ini diperparah dengan terjadinya penurunan produksi

12

pertanian, maka petanipun semakin menjauh dari sektor pertanian. Hal penting
yang harus diperhatikan adalah bahwa pada kenyataannya masyarakat lokal
(pemilik tanah semula dan buruh tani) banyak sekali yang tak dapat menikmati
kesempatan kerja dan pendapatan dari aktivitas ekonomi yang baru. Hal ini
disebabkan adanya kesenjangan permintaan dan penawaran tenaga kerja karena
kalah bersaing dengan pendatang.
Alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian selain mengakibatkan
perubahan struktur agraria juga mengakibatkan “perubahan sosial” dengan kata
lain konversi akan tetap terjadi karena pertumbuhan penduduk yang bertambah
secara natural untuk kebutuhan pemukiman. Strategi nafkah merupakan cara
bertahan hidup ataupun memperbaiki status penghidupan. Strategi nafkah adalah
taktik dan aksi yang dibangun oleh indivdu maupun kelompok dalam rangka
mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai
budaya yang berlaku. Strategi nafkah yang berkelanjutan akan membuat
masyarakat khususnya petani mampu beradaptasi terhadap shock dan tekanan,
mampu memelihara kapabilitas dan aset-aset yang dimiliki, dan mampu menjamin
penghidupan untuk generasi berikutnya. Dampak-dampak yang di timbulkan oleh
alihfungsi lahandari pertanian ke non pertanian tersebut membuktikan bahwa
dengan adanya konversi lahan dari pertanian ke non pertanian tidak membawa
keuntungan dan kesejahteraan untuk masyarakat khususnya petani yang
kehilangan lahan petani menjadi bertambah miskin petani kehilangan kemandirian
dalam memperoleh pendapatan dan petani harus bergantung pada sektor nonpertanian. Bentuk-bentuk adaptasi yang mungkin dapat dilakukan petani yaitu:
(1) Rekayasa modal nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). (2) Pola nafkah ganda (diversifikasi),
yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara
mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan
mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain
di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan. (3) Rekayasa spasial
(migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke
daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk
memperoleh pendapatan.

Kerangka Pemikiran

Lahan merupakan salah satu sumber utama dalam melaksanakan program
pembangunan oleh karena itu lahan disebut juga sebagai faktor penting dalam
pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menyebabkan terjadinya
konversi lahan secara besar-besaran di indonesia. Konversi lahan menjadi
pemukiman, industri maupun untuk infrastruktur pendukung semakin meningkat.
Fenomena ini merupakan dampak proses transformasi struktur ekonomi dari
pertanian ke industri. Proses transformasi tersebut berpengaruh pada tingkat
pendapatan petani. Peningkatan harga-harga kebutuhan rumah tangga buruh tani

13

yang tidak sejalan dengan peningkatan jumlah pendapatan semakin mempersulit
keadaan ekonomi rumah tangga buruh tanipetani.
Pasca konversi lahan petani akan memanfaatkan beragam livelihood asset
yang dimiliki dalam membantu perekonomian rumah tangganya. Livelihood asset
tersebut terdiri dari modal sumber daya manusia, modal alam berupa lahan
pertanian, modal fisik, modal finansial dan modal sosial. Kelima modal tersebut
akan mempengaruhi arah strategi nafkah yang dilakukan petani. Petani memasuki
beragam pekerjaan yang ditawarkan, mulai dari sektor petanian, non pertanian
maupun menjadi pekerja migran. Pada situasi tersebut, rumah tangga buruh tani
petani akan mengelolah struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko
(Widiyanto et al. 2010). Hal tersebut perlu menjadi perhatian agar tidak semakin
banyak lahan pertanian yang terkonversi dan petani yang terjerat dalam rantai
kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk diteliti bagaimana pengaruh
konversi lahan terhadap livelihood asset dan strategi nafkah rumah tangga
buruh tani ?

14

Konversi lahan :
dilihat dari kegiatan
ekonomi usaha tani
-

-

Perubahan pola
kerja
Tingkat
Kesempatan kerja
Tingkat
Penguasaan
lahan garapan
Tingkat
pendapatan

Tingkat Pemanfaatan Livelihood Asset
Modal Manusia
1. Jumlah tenaga kerja

Modal
finansial
1.

Kredit
(pinjaman)

2.
3.

Gadai
Tabungan

Modal alam
1.

Tingkat
pemanfaaatan
sumberdaya
alam

Modal fisik
1. Kepemilikan aset
rumah tangga

Modal Sosial
1.
2.
3.

Pemanfaatan hubungan kekerabatan dan
tetangga
Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal
Jaringan sosial di luar desa

Strategi Nafkah
a. Rekayasa sumber nafkah
pertaniaan.
b. Pola nafkah ganda
c. Rekayasa spasial (migrasi)

Gambar 1 Kerangka Analisis konversi lahan terhadap strategi nafkah buruh
petani
= Mempengaruhi
= Berhubungan
= Kualitatif

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga, konversi lahan akan mempengaruhi buruh tani dalam
memanfaatkan livelihood asset yang dimiliki yaitu : modal alam, modal
manusia, modal sosial, modal fisik dan modl finansial.
2. Diduga, terdapat hubungan antara tingkat pemanfaatan modal nafkah
dengan strategi nafkah yang dilakukan buruh tani setelah terjadi konversi

15

Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini antara lain:
1. Dampak konversi lahan pertanian adalah akibat dari adanya konversi lahan
pertanian yang dirasakan oleh rumah tangga buruh tani Buruh tani setelah
terjadinya konversi yang menyebabkan adanya perubahan pada beberapa
aspek, yaitu perubahan pola kerja, tingkat kesempatan kerja, tingkat
penguasaan lahan garapan dan tingkat pendapatan. Dengan total skor dari
seluruh pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi,
maka dapat dikategorikan kedalam tinggi, sedang, rendah. Dengan rincian
sebagai berikut:
- Rendah
: skor 1- 4
- Sedang
: skor 5- 8
- Tinggi
: skor 9-12
Tabel 1 Definisi operasional dampak konversi lahan
No
A

Variabel
Pola kerja

Definisi Operasional
Indikator
Jenis Data
Perubahan kesibukan
1. Rendah
Ordinal
atau kegiatan
2. Sedang
responden yang
3. Tinggi
dilakukan setiap hari
untuk mencari nafkah
akibat konversi lahan
pertanian, setelah
terjadinya konversi
B
Kesempatan
Perubahan jumlah
1. Rendah
Ordinal
kerja
sawah dan tawaran
2. Sedang
kerja dalam waktu
3. Tinggi
satu musim setelah
terjadi konversi lahan
pertanian.
C
Luas lahan
perubahan luas lahan 1. Rendah
Ordinal
kerja yang dikuasai 2. Sedang
oleh setelah konver