Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah Terhadap Tingkat Kesejahteraan
PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA
PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTERAAN
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten
Bogor)
NATASHA REBECCA AZALIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Strategi
Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Natasha Rebecca Azalia
NIM I34110018
ABSTRAK
NATASHA REBECCA AZALIA. Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga
Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan. Di bawah bimbingan
EKAWATI SRI WAHYUNI
Rumah tangga petani, sebagai golongan miskin terbanyak dari penduduk
Indonesia, berusaha untuk keluar dari kemiskinannya dengan melakukan strategi
nafkah. Strategi nafkah yang dilakukan memanfaatkan lima modal yaitu modal
alam, modal sosial, modal finansial, modal fisik dan modal manusia. Penelitian ini
bertujuan menganalisis penguasaan livelihood assets, mengidentifikasi berbagai
bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani dan pengaruhnya
terhadap tingkat kesejahteraan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif, dengan menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dan observasi
lapang, sebagai alat pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan
pemanfaatan modal nafkah cenderung berada pada tingkatan sedang dan rendah.
Strategi nafkah yang paling sesuai diterapkan adalah pola nafkah ganda yang
dibuktikan dengan tingginya jumlah rumah tangga petani yang menerapkan
strategi pola nafkah ganda dan memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi,
sedangkan intensifikasi pertanian sebagai strategi dasar yang diterapkan oleh
setiap rumah tangga petani justru memiliki pengaruh paling rendah dalam
meningkat kesejahteraan apabila tidak didukung oleh strategi nafkah lainnya.
Kata Kunci: kesejahteraan, livelihood assets, rumah tangga petani, strategi nafkah
ABSTRACT
NATASHA REBECCA AZALIA. The Role of Livelihood Strategies on Paddy
Farmer Household Welfare. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI
Farmer households are the majority of poor population in Indonesia, and they
employe various livelihood strategies to get out of poverty. They use five capitals,
namely natural, social, financial, physical, and human capitals. The purpose of
this research is to analyze the possession of livelihood assets, to identify various
forms of livelihood strategy employed by farmer households and its impact to
household welfare level. This research conducted by using quantitative approach,
and utilized questionnaire, in-depth interview and observation as data collection
methods. The results show that the utilization of livelihood assets was at the low
and middle levels, while the most common livelihood strategy applied by higher
welfare status of farmer households was multiple-jobs strategy and the poorest
farmer households were those who only implemented agriculture intensification
strategy.
Keywords: farmer households, livelihood assets, livelihood strategies, welfare
PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA
PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTERAAN
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten
Bogor)
NATASHA REBECCA AZALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tiada tara bagi penulis sehingga
skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi
Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan (Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor)” dapat diselesaikan dengan baik tanpa hambatan
dan rintangan yang berarti. Tulisan ini memaparkan pengaruh strategi nafkah
yang diterapkan oleh rumah tangga petani padi sawah terhadap tingkat
kesejahteraannya dengan juga melihat kontribusi pendapatan dari sektor pertanian
dan non pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga petani
tersebut.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
karena dukungan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang bijak,
senantiasa memberikan saran, arahan serta masukan yang sangat berarti
selama penulisan skripsi ini
2. Orang tua tercinta Ayahanda Herman Daniel Masduki, SH dan Ibunda
Dorice Helen Martini S, SH yang telah membesarkan dan merawat penulis
dengan penuh kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar
untuk penyelesaian skripsi ini
3. Kakak Dillon Davin Zebadiah yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis
4. Pemerintah dan penduduk Desa Ligarmukti yang telah berkenan menerima
dan membantu penulis dalam penelitian
5. Luthviana Riannisa, Athina Rianda, Erlita Ulfa sebagai orang-orang yang
lebih dari sahabat bagi penulis, yang selalu ada memberikan keceriaan,
semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini
6. Ahmad Syukran, Fitri Hilmi, Apriyani Selvianti, Intan Lydia, Siti Balqis,
Rika Ratna sebagai sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan
kebersamaan layaknya keluarga
7. Wenny, Pingkan, Sophia, Dhira sahabat seperjuangan yang selalu
memberikan masukan dan semangat
8. Rekan-rekan Himasiera, khususnya divisi Public Relations yang
mendukung dan memberikan perhatian kepada penulis
9. Seluruh keluarga SKPM 48 yang telah memberikan semangat dan
kebersamaannya selama ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca.
Bogor, Juni 2015
Natasha Rebecca Azalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan penelitian
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Pendekatan Lapang
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan
Kondisi Demografi dan Sosial Budaya
Kondisi Sarana dan Prasarana
Kondisi Ekonomi
PEMANFAATAN LIVELIHOOD ASSETS RUMAH TANGGA
PETANI
Modal Alam
Modal Fisik
Modal Finansial
Modal Manusia
Modal Sosial
STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI
Strategi Intensifikasi Pertanian
Strategi Ekstensifikasi Pertanian
Strategi Pola Nafkah Ganda
Strategi Rekayasa Spasial
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat Kesejahteraan menurut World Bank
Tingkat Kesejahteraan menurut Data Emik Desa
Tingkat Kesejahteraan menurut Indikator Desa
vii
ix
ix
1
1
3
4
4
7
7
13
14
15
23
23
23
23
24
25
27
27
29
32
33
35
35
37
39
42
44
49
49
54
58
64
67
67
67
68
69
71
PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI
TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
75
89
89
90
91
95
106
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005
Definisi operasional livelihood assets
Definisi operasional tingkat kesejahteraan
Definisi operasional strategi nafkah
Teknik pengumpulan data
Jumlah dan persentase lahan menurut jenis pemanfaatan di
Desa Ligarmukti tahun 2015
Sebaran usia penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal alam rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal fisik rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal finansial
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal manusia
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal sosial rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut BPS tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut World Bank tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut data pengeluaran secara
emik tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut data pendapatan secara
emik tahun 2015
Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat
pengeluaran rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun
2015
Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat
pendapatan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun
2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat
kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran per tahun tahun
2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat
11
15
18
19
24
27
29
30
31
35
38
40
43
45
68
68
70
71
76
77
80
85
23
kesejahteraan berdasarkan data pendapatan per tahun tahun
2015
Jumlah rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan tahun 2015
86
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kerangka pemikiran
Pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pengeluaran rata-rata per tahun rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi intensifikasi pertanian
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi ekstensifikasi pertanian
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi pola nafkah ganda
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pendapatan per kapita per bulan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Sebaran strategi nafkah rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
tahun 2015
Kontribusi pendapatan rumah tangga petani menurut strategi
nafkah yang diterapkan di Desa Ligarmukti tahun 2015
13
41
42
53
56
62
69
70
81
87
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Peta Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015
Kerangka sampling
Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi
Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data
pengeluaran tahun 2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi
Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data
pengeluaran tahun 2015
Dokumentasi
98
97
98
101
103
104
105
1
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai
pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin
diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan
kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran
dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris tropis terbesar di dunia
yang memiliki keragaman hayati yang melimpah. Kondisi alam yang mendukung
membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil pertanian. Kondisi
tersebut juga memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk menunjang kebutuhan
hidupnya. Menurut data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, sebagian besar
penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani atau berkaitan dengan
pertanian, yaitu sebanyak 40.83 juta jiwa atau 34.55 persen (BPS 2014). Realita
alam seperti ini sewajarnya membuat Indonesia menjadi negara yang makmur dan
mampu mengentaskan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan permasalahan sosial ekonomi utama di berbagai
belahan dunia termasuk di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya
proporsi penduduk miskin, baik secara agregat di seluruh dunia maupun spesifik di
Indonesia. Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia menyatakan bahwa
penduduk miskin di Indonesia sekitar 28.28 juta jiwa atau 11.25 persen (BPS
2014) dan sebanyak 17.77 juta jiwa penduduk miskin atau sebesar 14.17 persen
dari total seluruh penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan (BPS 2014) dan
bermatapencaharian sebagai petani. Berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan
tersebut telah dilakukan, salah satunya melalui Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Menurut
Perpres Nomor 15 Tahun 2010 ini dijelaskan bahwa program penanggulangan
kemiskinan merupakan kegiatan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,
melainkan oleh masyarakat itu sendiri. Pada kasus kemiskinan rumah tangga
petani, upaya yang yang dilakukan oleh rumah tangga petani
untuk
menanggulangi kemiskinan adalah dengan melakukan strategi nafkah.
Ciri keluarga miskin erat kaitannya dengan kepemilikan modal dan/atau
faktor produksi seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan.
Kepemilikan modal dan/atau faktor produksi yang berfungsi dalam mendukung
kelangsungan hidup manusia merupakan hal yang jarang ditemui pada keluarga
miskin. Akibatnya keluarga miskin mengalami kekurangan untuk memperoleh
bahan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan,
angkutan, fasilitas komunikasi, dan kebutuhan pokok lainnya (dalam jumlah yang
cukup). Dalam tatanan kehidupan keluarga, ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan pokok akibat kemiskinan memengaruhi kemampuan keluarga untuk
menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Hal ini mendorong keluarga, terutama
keluarga miskin, perlu memiliki strategi tertentu agar pemenuhan kebutuhan
2
pokok bisa terpenuhi, serta keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga tetap bisa
terjaga.
Masalah kemiskinan di pedesaan banyak dijumpai pada rumah tangga
petani. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian sawah, perkebunan,
peternakan, dan perikanan. Namun, pada penelitian ini lebih menekankan pada
pertanian padi sawah. Jenis pertanian padi sawah, yang menghasilkan beras,
merupakan salah satu unggulan sektor pertanian di Indonesia yang juga menuntut
produktivitas pertanian padi sawah secara berkelanjutan. Hal ini menuntut rumah
tangga petani padi sawah, yang selanjutnya disebut sebagai rumah tangga petani,
untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhannya. Strategi
nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani berbeda sesuai dengan
karakteristik rumah tangganya sendiri. Hal ini dilakukan dalam upaya
mempertahankan hidupnya. Dharmawan (2007) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata pencaharian, tetapi lebih
ke strategi penghidupan. Selain itu, sumber nafkah rumah tangga sangat beragam
(multiple source of livelihood) karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada
satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan
rumah tangga.
Berkaitan dengan strategi rumah tangga miskin, Carner (1984)
mengemukakan tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin
pedesaan, yaitu melakukan beraneka ragam pekerjaan meski upah rendah,
memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran untuk rasa aman dan
perlindungan, dan migrasi ke daerah lain sebagai pilihan terakhir. Berdasarkan
uraian tersebut dapat ditarik gambaran bahwa petani yang melakukan strategi
nafkah untuk keluar dari kemiskinannya seharusnya telah mampu mengatasi
kemiskinan tersebut atau dengan kata lain mencapai kesejahteraan.
Desa Ligarmukti merupakan desa yang terbentuk pada tahun 2000 sebagai
hasil pemekaran dari Desa Bojong. Lokasi desa ini terletak di ujung wilayah
Kecamatan Klapanunggal dan agak jauh dari jalan utama Cileungsi-Jonggol yang
menjadikan lokasi desa ini relatif terpencil dari pusat-pusat keramaian. Lokasi
desa yang terpencil dan jauh dari pusat keramaian menyebabkan terbatasnya akses
warga untuk keluar masuk desa karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain
itu, rusaknya jalan utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga
menyebabkan terbatasnya akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga
hanya menggantungkan kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa
tersebut, atau yang biasa disebut carrying capacity internal desa. Kondisi tanah di
Desa Ligarmukti relatif subur, terbukti dengan luasan lahan sawah yang mencapai
separuh dari total luas wilayah desa ini. Sementara itu, tanah di perbukitan
didominasi oleh tanah merah atau liat yang kering kerontang di musim kemarau
dan becek pada musim hujan. Meski tampak kering di musim kemarau, beberapa
jenis tanaman keras mampu tumbuh baik di kawasan Desa Ligarmukti, seperti
kayu jati dan sengon. Walaupun sayur-sayuran sulit tumbuh di daerah panas
seperti Ligarmukti ini, beberapa tanaman tahunan seperti rambutan, jambu biji,
lengkeng, durian, serta beberapa jenis pisang dapat tumbuh dengan baik.
Perekonomian penduduk Desa Ligarmukti 80% ditopang dari sektor
pertanian, baik pertanian sawah, ladang, peternakan, perikanan maupun
perkebunan. Namun setiap wilayah memiliki carrying capacity yang berbeda,
sama juga halnya dengan Desa Ligarmukti. Pertumbuhan penduduk yang semakin
3
meningkat dan tidak diimbangi dengan kondisi alam yang memadai dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan desa untuk menghidupi penduduknya.
Untuk itu penduduk desa perlu memiliki kemampuan dalam mengakses sumber
daya yang ada di luar desa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keterbatasan
akses penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang
berasal dari luar desa menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya
di dalam desa tersebut. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan
penduduk di masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang
dimiliki oleh Desa Ligarmukti. Penduduk desa, yang mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani, kemudian terdorong untuk melakukan strategi
nafkah dan tidak hanya bergantung pada pertanian padi sawahnya. Berbagai jenis
strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani merupakan kombinasi
pemanfaatan livelihood assets yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan.
Namun, pada kenyataannya petani masih menjadi golongan miskin dengan jumlah
terbanyak. Berdasarkan pemaparan tersebut, menjadi penting bagi penulis untuk
menganalisis lebih jauh mengenai penguasaan livelihood assets rumah tangga
petani padi sawah di Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor.
Masalah Penelitian
Masalah kemiskinan di pedesaan yang banyak dijumpai menuntut rumah
tangga petani untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya. Strategi nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani
berbeda sesuai dengan karakteristik rumah tangganya sendiri. Strategi nafkah
yang dapat dilakukan oleh rumah tangga petani sebagai upaya untuk keluar dari
kemiskinan, yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, baik melalui intensifikasi
maupun ekstensifikasi, pola nafkah ganda atau diversifikasi, dan rekayasa spasial
(Scoones 1998).
Faktor yang mendorong rumah tangga petani dalam melakukan strategi
nafkah adalah keinginan untuk keluar dari kemiskinan atau sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kesejahteraan. Sektor pertanian sebagai
mata pencaharian utama rumah tangga petani dirasa tidak lagi mampu mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehingga mendesak rumah tangga petani untuk tidak
hanya bertumpu pada sektor pertanian. Selain itu, adanya high season dan low
season sebagai bagian dari kegiatan pertanian juga menuntut rumah tangga petani
untuk tidak hanya menunggu dan berdiam diri pada masa low season, melainkan
untuk melakukan berbagai upaya sebagai strategi bertahan hidup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keadaan ini mendorong rumah tangga petani untuk
melakukan strategi nafkah dengan memanfaatkan sumber daya atau modal yang
mereka miliki secara maksimal. Modal tersebut adalah modal alam, modal fisik,
modal finansial, modal manusia, dan modal sosial yang juga akan dimanfaatkan
dalam struktur nafkah.
Kenyataan bahwa pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian tunggal
bagi rumah tangga petani menunjukkan secara tidak langsung bahwa sektor ini
tidak lagi menjadi sektor yang menjanjikan. Namun, kontribusi pendapatan yang
diperoleh dari pertanian juga tidak dapat diabaikan karena tanpa pertanian
tersebut, rumah tangga petani akan mati. Desa Ligarmukti merupakan desa yang
4
80 persen perekonomiannya ditopang oleh sektor pertanian dengan lokasi yang
terpencil dan jauh dari pusat keramaian. Hal ini menyebabkan terbatasnya akses
warga untuk keluar masuk desa, baik untuk melakukan distribusi maupun
konsumsi, karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain itu, rusaknya jalan
utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga menyebabkan terbatasnya
akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga hanya menggantungkan
kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa tersebut, atau yang biasa
disebut carrying capacity internal desa. Keterbatasan akses penduduk untuk
memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang berasal dari luar desa
menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya di dalam desa
tersebut yang juga dapat berakibat pada menurunnya kesejahteraan penduduk di
masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang dimiliki oleh
Desa Ligarmukti. Penduduk desa kemudian melakukan strategi nafkah dengan
memanfaatkan modal nafkah yang mereka miliki demi tercapainya kesejahteraan.
Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk meneliti:
1. Bagaimana pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah di
Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor
terhadap tingkat kesejahteraan?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah
di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor
terhadap tingkat kesejahteraan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam
memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai
kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masingmasing rumah tangga lainnya untuk membangun strategi penghidupannya
dengan potensi dan livelihood assets yang dimiliki masing-masing rumah
tangga.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait
5
dengan petani dan pertanian khususnya di Desa Ligarmukti, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
6
7
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Rumah Tangga Petani
Pengertian rumah tangga petani menurut Nakajima (1986) dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah farm household mempunyai pengertian dan
karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan
produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan reproduksi. Rumah tangga
petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan
yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumber daya yang dimiliki, kemudian sebagai
unit ekonomi rumah tangga petani akan memaksimumkan tujuannya dengan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Merujuk pada Ellis (1988), pola perilaku
rumah tangga petani dalam aktivitas pertanian maupun penentuan jenis-jenis
komoditas yang diusahakan dapat bersifat subsisten, semi komersial, dan atau
sampai berorientasi ke pasar.
Nakajima (1986) memberikan definisi rumah tangga petani (farm
household) sebagai satu kesatuan unit yang kompleks dari perusahaan pertanian
(farm firm), rumah tangga pekerja dan rumah tangga konsumen (the laborer’s
household and consumers’s household) dengan prinsip perilaku yang
memaksimalkan utilitas. Produktivitas pertanian sangat ditentukan oleh
keberadaan rumah tangga petani dan lingkungan sekitarnya. Secara spesifik,
rumah tangga petani merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat
memutuskan produksi pertanian, konsumsi, dan reproduksi. Pola perilaku rumah
tangga petani mempunyai karakteristik semi komersial, sebagian hasil produksi
dijual ke pasar dan sebagian dikonsumsi rumah tangga sendiri, membayar atau
membeli sebagian input seperti pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja, tetapi
juga dapat menjual atau mempergunakan input pertanian milik keluarga sendiri.
Adapun menurut Sensus Pertanian (1993) rumah tangga petani adalah
rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya
melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan,
beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan
perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau
berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk
dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri.
Strategi Nafkah
Chambers dan Conway (1991) menjelaskan livelihood secara sederhana
sebagai cara seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan mereka atau
mencapai peningkatan hidup. Dalam pandangan yang sangat sederhana livelihood
terlihat sebagai aliran pendapatan berupa uang atau sumber daya yang dapat
digunakan oleh seseorang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Definisi lain dinyatakan oleh Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup pendapatan
cash (berupa uang) dan in end (pembayaran dengan barang atau hasil bumi)
maupun dalam bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat, tetangga, desa),
relasi gender, dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung dan untuk
keberlangsungan standar hidup yang sudah ada.
8
Dharmawan (2007) menjelaskan dalam sosiologi nafkah bahwa livelihood
memiliki pengertian yang lebih halus daripada sekedar means of living yang
bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi
nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan)
dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood
strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa
Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas
mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka
strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual
maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh
individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksisitensi
infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumber daya
dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumah tangga yang sangat
beragam (multiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung
hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway
(1991) seperti yang dikutip oleh Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat
dimiliki atau dikuasai rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:
1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat
pendidikan, dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.
2. Modal alam yang meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah,
hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya.
3. Modal sosial yaitu, modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga yang
mana diketahui bahwa seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan
untuk kelangsungan hidupnya.
4. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa
diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.
5. Modal fisik yaitu, berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi,
meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.
Merujuk pada Scoones (1998), penerapan strategi nafkah pada rumah
tangga petani dengan cara memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki
dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi
strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga
petani, yaitu:
1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi)
2. Pola nafkah ganda, yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman
pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk
menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga
(ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja pertanian dan memperoleh
pendapatan (diversifikasi nafkah)
3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara
mobilisasi/ perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkular
9
(migrasi) dalam rangka mencari sumber nafkah (livelihood sources) di
tempat lain.
Kemiskinan
Kemiskinan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa pengertian.
Menurut Hermanto et al. (1995), kemiskinan dapat diartikan suatu keadaan yang
mana diketahui bahwa seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu
kebutuhan akan pangan. Mangkuprawira (1993) menjelaskan bahwa kemiskinan
sering disebut pula sebagai ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan pokok
baik materi maupun bukan materi. Materi dapat berupa pangan, pakaian,
kesehatan dan papan, sedangkan bukan materi berbentuk kemerdekaan, kebebasan
hak asasi, kasih sayang, solidaritas, sikap hidup pesimistik, rasa syukur dan
sebagainya.
Menurut Setiadi (2006), kemiskinan merupakan masalah struktural dan
multidimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain.
Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai bentuk, seperti (a) tidak
dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses
pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya,
masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya
kunci yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan hidup mereka secara layak,
termasuk akses informasi. (b) tidak terintegrasinya warga miskin ke dalam
institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat; (c)
rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sampai batas yang layak dan (d) rendahnya kepemilikan masyarakat
miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset
kualitas sumber daya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana,
perumahan, pemukiman dan sebagainya.
Ellis (1983) seperti yang dikutip oleh Darwin (2002) menyebutkan bahwa
dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial, dan politik.
Kemiskinan ekonomi adalah kekurangan sumber daya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ekonomi ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut adalah seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik
minimum, sedangkan kemiskinan relatif adalah seseorang tidak mampu
memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu.
Kemiskinan sosial adalah kemiskinan akibat kekurangan jaringan sosial dan
struktur yang tidak mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar
produktivitas seseorang meningkat. Penyebabnya antara lain karena faktor
internal yaitu hambatan budaya sehingga disebut kemiskinan kultural. Faktor
eksternal diakibatkan oleh birokrasi dan peraturan resmi yang berakibat mencegah
seseorang untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Yang termasuk dalam
pengertian ini adalah kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang di derita
masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka, seperti
kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, pendidikan, komunikasi,
perlindungan hukum dari pemerintah, dan lain-lain. Kemiskinan politik adalah
10
kurangnya akses kekuasaan yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk
kepentingan sekelompok orang atau sistem sosial.
Lewis (1966), memahami kemiskinan dan ciri-cirinya sebagai suatu
kebudayaan, atau lebih tepat sebagai suatu sub kebudayaan dengan struktur dan
hakikatnya yang tersendiri, yaitu sebagai suatu cara hidup yang diwarisi dari
generasi ke generasi melalui garis keluarga. Kebudayaan kemiskinan merupakan
suatu adaptasi atau penyesuaian, dan juga sekaligus merupakan reaksi kaum
miskin terhadap kedudukan marginal mereka di dalam masyarakat yang berstrata
kelas, sangat individualistis dan berciri kapitalisme. Kebudayaan tersebut
mencerminkan suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan, yang
merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mustahil dapat meraih sukses di
dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat yang lebih luas.
Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembagalembaga utama masyarakat, merupakan salah satu ciri terpenting kebudayaan
kemiskinan. Ini merupakan masalah yang rumit dan merupakan akibat dari
berbagai faktor termasuk langkanya sumber daya ekonomi, segregasi dan
diskriminasi, ketakutan, kecurigaan atau apati, serta berkembangnya pemecahanpemecahan masalah secara setempat.
Indikator kemiskinan yang resmi dan berlaku di Indonesia dikeluarkan
oleh Badan Pusat Statistik. BPS telah menetapkan 14 kriteria rumah tangga
miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan
Informatika pada tahun 2005, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah
8. Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan
500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp500.000 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal,
motor, atau barang modal lainnya.
Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin apabila
minimal 9 variabel terpenuhi.
11
Kesejahteraan
Menurut Badan Pusat Statistik (2005) seperti yang dikutip oleh Sugiharto
(2007), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada
delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat
tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anda ke jenjang
pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi (Tabel 1).
Tabel 1 Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005
No
Indikator
Kesejahteraan
1
Pendapatan
2
Konsumsi atau
pengeluaran rumah
tangga
3
Keadaan tempat
tinggal
4
Fasilitas tempat
tinggal
5
Kesehatan anggota
keluarga
6
7
8
Kemudahan
mendapatkan
pelayanan kesehatan
Kemudahan
memasukkan anak ke
jenjang pendidikan
Kemudahan
mendapatkan fasilitas
transportasi
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Permanen
Semi
Permanen
Non
Permanen
Lengkap
Cukup
Kurang
Bagus
Cukup
Kurang
Mudah
Cukup
Sulit
Mudah
Cukup
Sulit
Mudah
Cukup
Sulit
Skor
> Rp10 000 000
Rp5 000 000–10 000 000
< Rp5 000 000
> Rp5 000 000
Rp1 000 000 – 5 000 000
< Rp1 000 000
(11-15)
3
2
1
3
2
1
3
(6-10)
2
(1-5)
1
(34-44)
(23-33)
(12-22)
< 25%
25% - 50%
> 50%
16 – 20
11 – 15
6 – 10
7–9
5–6
3–4
7–9
5–6
3–4
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
Sumber: Sugiharto 2007
Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut:
tingkat kesejahteraan tinggi: nilai skor 20-24
tingkat kesejahteraan sedang: nilai skor 14-19
tingkat kesejahteraan rendah: nilai skor 8-13.
Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 seperti
yang dikutip Sugiharto (2007) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan digunakan
delapan pendekatan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran rumah tangga,
keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga,
12
kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke
jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Penentuan
kriteria setiap indikator adalah sebagai berikut:
1. Kriteria tempat tinggal yang dinilai ada 5 variabel yaitu jenis atap
rumah,dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai.
2. Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 variabel, yaitu
pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang
dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air
minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak
WC dari rumah.
3. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan terdiri dari 6 variabel yaitu
jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, harga
obat-obatan, dan alat kontrasepsi.
4. Kriteria kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3
variabel yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan proses penerimaan.
5. Kemudahan mendapatkan transportasi terdiri 3 variabel, yaitu ongkos
kendaraan, fasilitas kendaraan dan status kepemilikan kendaraan.
Sunarti (2006) menerangkan bahwa kesejahteraan dibagi ke dalam dua
dimensi yaitu kesejahteraan material dan spiritual. Beliau juga memaparkan
bahwa kesejahteraan dapat dibagi ke dalam kesejahteraan ekonomi yang diukur
dari pemenuhan dari pemenuhan input keluarga seperti diukur dari pendapatan,
upah, aset, dan penguatan keluarga dan kesejahteraan material yang diukur dari
berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk untuk mengukur kesejahteraan
keluarga adalah garis kemiskinan BPS dan keluarga sejahtera BKKBN. BPS
mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita
per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Keluarga miskin adalah
keluarga yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari atau sama
dengan garis kemiskinan. Berdasarkan indikator BPS, kesejahteraan keluarga
dipengaruhi oleh pendidikan istri, kepemilikan aset, pendapatan, pekerjaan kepala
keluarga, dan perencanaan keluarga (Iskandar 2007). BKKBN mengukur
kesejahteraan pada dimensi yang lebih luas mencakup kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan dengan
menggunakan 21 indikator keluarga sejahtera. Berdasarkan indikator BKKBN,
kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota
keluarga dan usia), sosial (pendidikan kepala keluarga), ekonomi (pendapatan,
pekerjaan, kepemilikan aset, dan tabungan), manajemen sumber daya keluarga,
dan lokasi tempat tinggal (Iskandar 2007).
13
Kerangka Pemikiran
Livelihood assets dipandang sebagai potensi yang dimiliki masing-masing
rumah tangga petani dalam memengaruhi strategi nafkah yang diterapkan oleh
rumah tangga tersebut. Perbedaan kombinasi pemanfaatan livelihood assets setiap
rumah tangga menyebabkan berbeda pula strategi nafkah yang diterapkan oleh
setiap rumah tangga tersebut.
Livelihood Assets (Ellis 2000)
Modal Alam (X )
1. Luas kepemilikan lahan (X . )
Modal Fisik (X )
1. Tingkat kepemilikan barang berharga (X . )
2. Tingkat kepemilikan aset pertanian (X . )
Modal Finansial (X )
1. Tingkat pendapatan pertanian (X . )
2. Tingkat pendapatan non pertanian (X . )
3. Jumlah tabungan (X . )
Modal Manusia (X )
1. Tingkat pendidikan (X . )
2. Tingkat alokasi tenaga kerja (X . )
3. Jumlah keterampilan (X . )
Modal Sosial (X )
1. Jumlah jaringan (X . )
2. Jumlah keanggotaan dalam organisasi formal
(X . )
3. Jumlah keanggotaan dalam organisasi non
formal (X . )
Tingkat Kesejahteraan (Y)
- Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
- 1. Kerangka
Pendapatan
rumah tangga
Penelitian
Keterangan:
: Memengaruhi
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Strategi Nafkah
(Scoones 1998)
1. Rekayasa
sumber nafkah
pertanian
2. Pola nafkah
ganda
3. Rekayasa
spasial
14
Rumah tangga petani sebagai unit kelembagaan yang setiap saat
melakukan aktivitas produksi, konsumsi dan reproduksi perlu mempertimbangkan
dengan baik strategi nafkah yang tepat dan sesuai dengan karakteristik rumah
tangganya. Ketidaksesuaian strategi nafkah yang diterapkan dapat berakibat pada
jatuhnya rumah tangga petani tersebut ke dalam jurang kemiskinan yang lebih
parah, bukan mencapai kesejahteraan. Kegiatan strategi nafkah yang dilakukan
oleh rumah tangga petani memengaruhi tingkat kesejahteraan. Sesuai atau
tidaknya strategi nafkah yang diterapkan akan berdampak pada pendapatan rumah
tangga tersebut. Apabila strategi nafkah yang diterapkan sesuai dengan
karakteristik rumah tangga petani, maka akan memberikan kontribusi positif
dalam pemasukan rumah tangga tersebut yang juga berkontribusi dalam upaya
mencapai kesejahteraan, sedangkan apabila strategi nafkah yang diterapkan tidak
sesuai maka akan berkontribusi negatif dalam pemasukan rumah tangga petani
yang justru akan membawa rumah tangga tersebut ke dalam kemiskinan. Tingkat
kesejahteraan rumah tangga petani dilihat dari pendapatan dan konsumsi atau
pengeluaran rumah tangga. Jumlah pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari
hasil sumbangan seluruh anggota rumah tangga dan bersumber dari sektor
pertanian maupun non pertanian.
Kenyataan bahwa pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian tunggal
bagi rumah tangga petani menunjukkan secara tidak langsung bahwa sektor ini
tidak lagi menjadi sektor yang menjanjikan. Namun, kontribusi pendapatan yang
diperoleh dari pertanian juga tidak dapat diabaikan karena tanpa pertanian
tersebut, rumah tangga petani akan mati. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut
mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani melalui
pemanfaatan livelihood assets dan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal alam
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal fisik terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal finansial
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
4. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal manusia
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
5. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal sosial
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
15
Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sosial
yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional atau sebagian
unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel (Singarimbun dan Effendi 2008). Berikut dijelaskan definisi operasional
dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian:
1. Livelihood assets adalah lima modal sumber daya yang dimanfaatkan dalam
melakukan aktivitas nafkah. Kelima modal tersebut adalah modal alam, modal
fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial.
Tabel 2 Definisi operasional livelihood assets
No
Variabel
Definisi
Indikator
Jenis
Operasional
Data
Modal Alam (X ): meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan,
udara, pepohonan, dan sumber lainnya.
1
Luas
Besaran luas tanah a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
produktif
yang
luas lahan yang
dimiliki oleh suatu
dimiliki
≤
3
lahan (X . )
272.706 m²
rumah tangga yang
apabila
digunakan
untuk b. Sedang,
luas lahan yang
melakukan kegiatan
dimiliki 3 272.707
bertani padi sawah
m² – 7 642.292 m²
c. Tinggi, apabila luas
lahan yang dimiliki
≥ 7 642.293 m²
Modal Fisik (X ): berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi
mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.
1
Tingkat
Barang
berharga a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
yang dimiliki oleh
barang
berharga
barang
suatu rumah tangga
yang dimiliki ≤ 15
apabila
berharga (X . ) petani, baik alat b. Sedang,
elektronik maupun
barang
berharga
kendaraan.
yang dimiliki 16-17
a. Tinggi,
apabila
barang
berharga
yang dimiliki ≥ 18
2
Tingkat
Berbagai aset yang a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
dimiliki
rumah
aset pertanian yang
aset pertanian tangga
untuk
dimiliki ≤ 6
mendukung aktivitas b. Sedang,
apabila
(X . )
nafkah di sektor
aset pertanian yang
pertanian
dimiliki 7-8
c. Tinggi, apabila aset
pertanian
yang
dimiliki ≥ 9
16
Modal Finansial (X ): berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses
untuk keperluan produksi dan konsumsi.
1
Tingkat
Total uang per tahun a. Rendah,
apabila Ordinal
pendapatan
yang diterima oleh
pendapatan
pertanian
rumah tangga dari
pertanian ≤ Rp11
bekerja di sektor
922 533.4
(X . )
pertanian.
b. Sedang,
apabila
pendapatan
pertanian Rp11 922
533.5 - Rp27 584
166.6
c. Tinggi,
apabila
pendapatan
pertanian ≥ Rp27
584 166.7
2
Tingkat
Total uang per tahun a. Rendah,
apabila Ordinal
pendapatan
yang berasal dari
pendapatan
non
non pertanian luar
kegiatan
pertanian ≤ Rp6
pertanian
yang
606 927.43
(X . )
dibagi menjadi 5 b. Sedang,
apabila
yaitu:
(1)
upah
pendapatan
non
tenaga
kerja
pertanian Rp6 606
pedesaan
bukan
927.43 - Rp44 134
pertanian; (2) usaha
772.5
sendiri
di
luar c. Tinggi,
apabila
kegiatan pertanian;
pendapatan
non
(3) pendapatan dari
pertanian ≥ Rp44
hak milik (misalnya:
134 772.6
sewa), (4) kiriman
dari buruh migran
yang pergi ke kota;
dan (5) kiriman dari
buruh migran yang
pergi ke luar negeri.
3
Jumlah
Jumlah uang per a. Rendah,
apabila Ordinal
tabungan
tahun
yang
jumlah tabungan ≤
dikumpulkan,
–Rp1 871 092
(X . )
dilindungi,
dan b. Sedang,
apabila
dilestarikan
untuk
jumlah tabungan –
pemulihan
dan
Rp1 871 093 - Rp5
pembangunan
471 092
kembali modal mata c. Tinggi,
apabila
pencaharian.
jumlah tabungan ≥
Rp5 471 093
Modal Manusia (X ): meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan,
dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.
1
Tingkat
Sekolah
formal a. Rendah,
apabila Ordinal
pendidikan
terakhir yang pernah
tidak tamat SD atau
17
tamat SD/sederajat
b. Sedang,
apabila
tamat SMP
c. Tinggi,
apabila
tamat SMA ke atas
2
Tingkat alokasi Jumlah
anggota a. Rendah, apabila < Ordinal
tenaga
kerja keluarga
yang
25%
anggota
memiliki pekerjaan
keluarga
yang
(X . )
bekerja
b. Sedang, apabila 2550%
anggota
keluarga
yang
bekerja
c. Tinggi, apabila >
50%
anggota
keluarga
yang
bekerja
3
Jumlah
Jumlah keterampilan a. Rendah,
apabila Ordinal
keterampilan
di
luar
sektor
keterampilan yang
pertanian
yang
dimiliki ≤ 1
(X . )
dikuasai
oleh b. Sedang,
apabila
anggota
rumah
keterampilan yang
tangga
untuk
dimiliki 2
menunjang
c. Tinggi,
apabila
kehidupannya.
keterampilan yang
dimiliki ≥ 3
Modal Sosial (X ): modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga yang mana
diketahui bahwa seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk
kelangsungan hidupnya.
1
Jumlah
Jumlah kerabat atau a. Rendah,
apabila Ordinal
(memiliki
jumlah
jaringan
jaringan (X . ) saudara
hubungan
darah)
yang dimiliki ≤ 15
yang tinggal dekat b. Sedang,
apabila
(satu dusun) dengan
jumlah
jaringan
tempat
tinggal
yang dimiliki 16-29
rumah
tangga c. Tinggi,
apabila
responden.
anggota
keluarga
yang bekerja ≥ 30
2
Jumlah
Jumlah
organisasi a. Rendah,
apabila Ordinal
keanggotaan
dan asosiasi formal
jumlah organisasi
dalam
yang diikuti oleh
dan asosiasi formal
organisasi
individu dan rumah
yang diikuti ≤ tangga secara aktif.
0.083
formal (X . )
b. Sedang,
apabila
jumlah organisasi
dan asosiasi formal
yang diikuti
PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTERAAN
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten
Bogor)
NATASHA REBECCA AZALIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Strategi
Nafkah Rumah Tangga Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Natasha Rebecca Azalia
NIM I34110018
ABSTRAK
NATASHA REBECCA AZALIA. Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga
Petani Padi Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan. Di bawah bimbingan
EKAWATI SRI WAHYUNI
Rumah tangga petani, sebagai golongan miskin terbanyak dari penduduk
Indonesia, berusaha untuk keluar dari kemiskinannya dengan melakukan strategi
nafkah. Strategi nafkah yang dilakukan memanfaatkan lima modal yaitu modal
alam, modal sosial, modal finansial, modal fisik dan modal manusia. Penelitian ini
bertujuan menganalisis penguasaan livelihood assets, mengidentifikasi berbagai
bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani dan pengaruhnya
terhadap tingkat kesejahteraan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif, dengan menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dan observasi
lapang, sebagai alat pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan
pemanfaatan modal nafkah cenderung berada pada tingkatan sedang dan rendah.
Strategi nafkah yang paling sesuai diterapkan adalah pola nafkah ganda yang
dibuktikan dengan tingginya jumlah rumah tangga petani yang menerapkan
strategi pola nafkah ganda dan memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi,
sedangkan intensifikasi pertanian sebagai strategi dasar yang diterapkan oleh
setiap rumah tangga petani justru memiliki pengaruh paling rendah dalam
meningkat kesejahteraan apabila tidak didukung oleh strategi nafkah lainnya.
Kata Kunci: kesejahteraan, livelihood assets, rumah tangga petani, strategi nafkah
ABSTRACT
NATASHA REBECCA AZALIA. The Role of Livelihood Strategies on Paddy
Farmer Household Welfare. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI
Farmer households are the majority of poor population in Indonesia, and they
employe various livelihood strategies to get out of poverty. They use five capitals,
namely natural, social, financial, physical, and human capitals. The purpose of
this research is to analyze the possession of livelihood assets, to identify various
forms of livelihood strategy employed by farmer households and its impact to
household welfare level. This research conducted by using quantitative approach,
and utilized questionnaire, in-depth interview and observation as data collection
methods. The results show that the utilization of livelihood assets was at the low
and middle levels, while the most common livelihood strategy applied by higher
welfare status of farmer households was multiple-jobs strategy and the poorest
farmer households were those who only implemented agriculture intensification
strategy.
Keywords: farmer households, livelihood assets, livelihood strategies, welfare
PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA
PETANI PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTERAAN
(Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten
Bogor)
NATASHA REBECCA AZALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tiada tara bagi penulis sehingga
skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Padi
Sawah terhadap Tingkat Kesejahteraan (Kasus Desa Ligarmukti Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor)” dapat diselesaikan dengan baik tanpa hambatan
dan rintangan yang berarti. Tulisan ini memaparkan pengaruh strategi nafkah
yang diterapkan oleh rumah tangga petani padi sawah terhadap tingkat
kesejahteraannya dengan juga melihat kontribusi pendapatan dari sektor pertanian
dan non pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga petani
tersebut.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
karena dukungan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang bijak,
senantiasa memberikan saran, arahan serta masukan yang sangat berarti
selama penulisan skripsi ini
2. Orang tua tercinta Ayahanda Herman Daniel Masduki, SH dan Ibunda
Dorice Helen Martini S, SH yang telah membesarkan dan merawat penulis
dengan penuh kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar
untuk penyelesaian skripsi ini
3. Kakak Dillon Davin Zebadiah yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis
4. Pemerintah dan penduduk Desa Ligarmukti yang telah berkenan menerima
dan membantu penulis dalam penelitian
5. Luthviana Riannisa, Athina Rianda, Erlita Ulfa sebagai orang-orang yang
lebih dari sahabat bagi penulis, yang selalu ada memberikan keceriaan,
semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini
6. Ahmad Syukran, Fitri Hilmi, Apriyani Selvianti, Intan Lydia, Siti Balqis,
Rika Ratna sebagai sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan
kebersamaan layaknya keluarga
7. Wenny, Pingkan, Sophia, Dhira sahabat seperjuangan yang selalu
memberikan masukan dan semangat
8. Rekan-rekan Himasiera, khususnya divisi Public Relations yang
mendukung dan memberikan perhatian kepada penulis
9. Seluruh keluarga SKPM 48 yang telah memberikan semangat dan
kebersamaannya selama ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca.
Bogor, Juni 2015
Natasha Rebecca Azalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan penelitian
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Pendekatan Lapang
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan
Kondisi Demografi dan Sosial Budaya
Kondisi Sarana dan Prasarana
Kondisi Ekonomi
PEMANFAATAN LIVELIHOOD ASSETS RUMAH TANGGA
PETANI
Modal Alam
Modal Fisik
Modal Finansial
Modal Manusia
Modal Sosial
STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI
Strategi Intensifikasi Pertanian
Strategi Ekstensifikasi Pertanian
Strategi Pola Nafkah Ganda
Strategi Rekayasa Spasial
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat Kesejahteraan menurut World Bank
Tingkat Kesejahteraan menurut Data Emik Desa
Tingkat Kesejahteraan menurut Indikator Desa
vii
ix
ix
1
1
3
4
4
7
7
13
14
15
23
23
23
23
24
25
27
27
29
32
33
35
35
37
39
42
44
49
49
54
58
64
67
67
67
68
69
71
PENGARUH STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI
TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
75
89
89
90
91
95
106
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005
Definisi operasional livelihood assets
Definisi operasional tingkat kesejahteraan
Definisi operasional strategi nafkah
Teknik pengumpulan data
Jumlah dan persentase lahan menurut jenis pemanfaatan di
Desa Ligarmukti tahun 2015
Sebaran usia penduduk Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal alam rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal fisik rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal finansial
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal manusia
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pemanfaatan modal sosial rumah
tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut BPS tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut World Bank tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut data pengeluaran secara
emik tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani di Desa Ligarmukti menurut data pendapatan secara
emik tahun 2015
Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat
pengeluaran rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun
2015
Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap tingkat
pendapatan rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun
2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat
kesejahteraan berdasarkan data pengeluaran per tahun tahun
2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan dan tingkat
11
15
18
19
24
27
29
30
31
35
38
40
43
45
68
68
70
71
76
77
80
85
23
kesejahteraan berdasarkan data pendapatan per tahun tahun
2015
Jumlah rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti menurut strategi nafkah yang diterapkan tahun 2015
86
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kerangka pemikiran
Pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pengeluaran rata-rata per tahun rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi intensifikasi pertanian
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi ekstensifikasi pertanian
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pemanfaatan modal nafkah dalam strategi pola nafkah ganda
rumah tangga petani di Desa Ligarmukti tahun 2015
Pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Pendapatan per kapita per bulan rumah tangga petani di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Sebaran strategi nafkah rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
tahun 2015
Kontribusi pendapatan rumah tangga petani menurut strategi
nafkah yang diterapkan di Desa Ligarmukti tahun 2015
13
41
42
53
56
62
69
70
81
87
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Peta Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015
Kerangka sampling
Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa
Ligarmukti tahun 2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi
Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data
pengeluaran tahun 2015
Jumlah dan persentase rumah tangga petani di Desa Ligarmukti
menurut strategi nafkah yang diterapkan sebagai hasil modifikasi
Scoones (1998) dan tingkat kesejahteraan berdasarkan data
pengeluaran tahun 2015
Dokumentasi
98
97
98
101
103
104
105
1
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai
pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin
diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan
kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran
dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris tropis terbesar di dunia
yang memiliki keragaman hayati yang melimpah. Kondisi alam yang mendukung
membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil pertanian. Kondisi
tersebut juga memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk menunjang kebutuhan
hidupnya. Menurut data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, sebagian besar
penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani atau berkaitan dengan
pertanian, yaitu sebanyak 40.83 juta jiwa atau 34.55 persen (BPS 2014). Realita
alam seperti ini sewajarnya membuat Indonesia menjadi negara yang makmur dan
mampu mengentaskan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan permasalahan sosial ekonomi utama di berbagai
belahan dunia termasuk di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya
proporsi penduduk miskin, baik secara agregat di seluruh dunia maupun spesifik di
Indonesia. Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia menyatakan bahwa
penduduk miskin di Indonesia sekitar 28.28 juta jiwa atau 11.25 persen (BPS
2014) dan sebanyak 17.77 juta jiwa penduduk miskin atau sebesar 14.17 persen
dari total seluruh penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan (BPS 2014) dan
bermatapencaharian sebagai petani. Berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan
tersebut telah dilakukan, salah satunya melalui Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Menurut
Perpres Nomor 15 Tahun 2010 ini dijelaskan bahwa program penanggulangan
kemiskinan merupakan kegiatan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,
melainkan oleh masyarakat itu sendiri. Pada kasus kemiskinan rumah tangga
petani, upaya yang yang dilakukan oleh rumah tangga petani
untuk
menanggulangi kemiskinan adalah dengan melakukan strategi nafkah.
Ciri keluarga miskin erat kaitannya dengan kepemilikan modal dan/atau
faktor produksi seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan.
Kepemilikan modal dan/atau faktor produksi yang berfungsi dalam mendukung
kelangsungan hidup manusia merupakan hal yang jarang ditemui pada keluarga
miskin. Akibatnya keluarga miskin mengalami kekurangan untuk memperoleh
bahan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan,
angkutan, fasilitas komunikasi, dan kebutuhan pokok lainnya (dalam jumlah yang
cukup). Dalam tatanan kehidupan keluarga, ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan pokok akibat kemiskinan memengaruhi kemampuan keluarga untuk
menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Hal ini mendorong keluarga, terutama
keluarga miskin, perlu memiliki strategi tertentu agar pemenuhan kebutuhan
2
pokok bisa terpenuhi, serta keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga tetap bisa
terjaga.
Masalah kemiskinan di pedesaan banyak dijumpai pada rumah tangga
petani. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian sawah, perkebunan,
peternakan, dan perikanan. Namun, pada penelitian ini lebih menekankan pada
pertanian padi sawah. Jenis pertanian padi sawah, yang menghasilkan beras,
merupakan salah satu unggulan sektor pertanian di Indonesia yang juga menuntut
produktivitas pertanian padi sawah secara berkelanjutan. Hal ini menuntut rumah
tangga petani padi sawah, yang selanjutnya disebut sebagai rumah tangga petani,
untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhannya. Strategi
nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani berbeda sesuai dengan
karakteristik rumah tangganya sendiri. Hal ini dilakukan dalam upaya
mempertahankan hidupnya. Dharmawan (2007) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata pencaharian, tetapi lebih
ke strategi penghidupan. Selain itu, sumber nafkah rumah tangga sangat beragam
(multiple source of livelihood) karena rumah tangga tidak tergantung hanya pada
satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan
rumah tangga.
Berkaitan dengan strategi rumah tangga miskin, Carner (1984)
mengemukakan tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin
pedesaan, yaitu melakukan beraneka ragam pekerjaan meski upah rendah,
memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran untuk rasa aman dan
perlindungan, dan migrasi ke daerah lain sebagai pilihan terakhir. Berdasarkan
uraian tersebut dapat ditarik gambaran bahwa petani yang melakukan strategi
nafkah untuk keluar dari kemiskinannya seharusnya telah mampu mengatasi
kemiskinan tersebut atau dengan kata lain mencapai kesejahteraan.
Desa Ligarmukti merupakan desa yang terbentuk pada tahun 2000 sebagai
hasil pemekaran dari Desa Bojong. Lokasi desa ini terletak di ujung wilayah
Kecamatan Klapanunggal dan agak jauh dari jalan utama Cileungsi-Jonggol yang
menjadikan lokasi desa ini relatif terpencil dari pusat-pusat keramaian. Lokasi
desa yang terpencil dan jauh dari pusat keramaian menyebabkan terbatasnya akses
warga untuk keluar masuk desa karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain
itu, rusaknya jalan utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga
menyebabkan terbatasnya akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga
hanya menggantungkan kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa
tersebut, atau yang biasa disebut carrying capacity internal desa. Kondisi tanah di
Desa Ligarmukti relatif subur, terbukti dengan luasan lahan sawah yang mencapai
separuh dari total luas wilayah desa ini. Sementara itu, tanah di perbukitan
didominasi oleh tanah merah atau liat yang kering kerontang di musim kemarau
dan becek pada musim hujan. Meski tampak kering di musim kemarau, beberapa
jenis tanaman keras mampu tumbuh baik di kawasan Desa Ligarmukti, seperti
kayu jati dan sengon. Walaupun sayur-sayuran sulit tumbuh di daerah panas
seperti Ligarmukti ini, beberapa tanaman tahunan seperti rambutan, jambu biji,
lengkeng, durian, serta beberapa jenis pisang dapat tumbuh dengan baik.
Perekonomian penduduk Desa Ligarmukti 80% ditopang dari sektor
pertanian, baik pertanian sawah, ladang, peternakan, perikanan maupun
perkebunan. Namun setiap wilayah memiliki carrying capacity yang berbeda,
sama juga halnya dengan Desa Ligarmukti. Pertumbuhan penduduk yang semakin
3
meningkat dan tidak diimbangi dengan kondisi alam yang memadai dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan desa untuk menghidupi penduduknya.
Untuk itu penduduk desa perlu memiliki kemampuan dalam mengakses sumber
daya yang ada di luar desa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keterbatasan
akses penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang
berasal dari luar desa menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya
di dalam desa tersebut. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan
penduduk di masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang
dimiliki oleh Desa Ligarmukti. Penduduk desa, yang mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani, kemudian terdorong untuk melakukan strategi
nafkah dan tidak hanya bergantung pada pertanian padi sawahnya. Berbagai jenis
strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani merupakan kombinasi
pemanfaatan livelihood assets yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan.
Namun, pada kenyataannya petani masih menjadi golongan miskin dengan jumlah
terbanyak. Berdasarkan pemaparan tersebut, menjadi penting bagi penulis untuk
menganalisis lebih jauh mengenai penguasaan livelihood assets rumah tangga
petani padi sawah di Desa Ligarmukti, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor.
Masalah Penelitian
Masalah kemiskinan di pedesaan yang banyak dijumpai menuntut rumah
tangga petani untuk melakukan strategi nafkah yang mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya. Strategi nafkah yang dilakukan oleh setiap rumah tangga petani
berbeda sesuai dengan karakteristik rumah tangganya sendiri. Strategi nafkah
yang dapat dilakukan oleh rumah tangga petani sebagai upaya untuk keluar dari
kemiskinan, yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, baik melalui intensifikasi
maupun ekstensifikasi, pola nafkah ganda atau diversifikasi, dan rekayasa spasial
(Scoones 1998).
Faktor yang mendorong rumah tangga petani dalam melakukan strategi
nafkah adalah keinginan untuk keluar dari kemiskinan atau sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kesejahteraan. Sektor pertanian sebagai
mata pencaharian utama rumah tangga petani dirasa tidak lagi mampu mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehingga mendesak rumah tangga petani untuk tidak
hanya bertumpu pada sektor pertanian. Selain itu, adanya high season dan low
season sebagai bagian dari kegiatan pertanian juga menuntut rumah tangga petani
untuk tidak hanya menunggu dan berdiam diri pada masa low season, melainkan
untuk melakukan berbagai upaya sebagai strategi bertahan hidup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keadaan ini mendorong rumah tangga petani untuk
melakukan strategi nafkah dengan memanfaatkan sumber daya atau modal yang
mereka miliki secara maksimal. Modal tersebut adalah modal alam, modal fisik,
modal finansial, modal manusia, dan modal sosial yang juga akan dimanfaatkan
dalam struktur nafkah.
Kenyataan bahwa pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian tunggal
bagi rumah tangga petani menunjukkan secara tidak langsung bahwa sektor ini
tidak lagi menjadi sektor yang menjanjikan. Namun, kontribusi pendapatan yang
diperoleh dari pertanian juga tidak dapat diabaikan karena tanpa pertanian
tersebut, rumah tangga petani akan mati. Desa Ligarmukti merupakan desa yang
4
80 persen perekonomiannya ditopang oleh sektor pertanian dengan lokasi yang
terpencil dan jauh dari pusat keramaian. Hal ini menyebabkan terbatasnya akses
warga untuk keluar masuk desa, baik untuk melakukan distribusi maupun
konsumsi, karena tidak tersedianya kendaraan umum. Selain itu, rusaknya jalan
utama yang harus dilalui untuk keluar masuk desa juga menyebabkan terbatasnya
akses. Sulitnya akses untuk keluar menyebabkan warga hanya menggantungkan
kehidupannya pada sumber daya yang ada di dalam desa tersebut, atau yang biasa
disebut carrying capacity internal desa. Keterbatasan akses penduduk untuk
memenuhi kebutuhan hidupannya dari sumber daya yang berasal dari luar desa
menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya di dalam desa
tersebut yang juga dapat berakibat pada menurunnya kesejahteraan penduduk di
masa yang akan datang karena keterbatasan carrying capacity yang dimiliki oleh
Desa Ligarmukti. Penduduk desa kemudian melakukan strategi nafkah dengan
memanfaatkan modal nafkah yang mereka miliki demi tercapainya kesejahteraan.
Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk meneliti:
1. Bagaimana pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah di
Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor
terhadap tingkat kesejahteraan?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pemanfaatan livelihood assets rumah tangga petani padi sawah
di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani
padi sawah di Desa Ligarmukti Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor
terhadap tingkat kesejahteraan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam
memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai
kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masingmasing rumah tangga lainnya untuk membangun strategi penghidupannya
dengan potensi dan livelihood assets yang dimiliki masing-masing rumah
tangga.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait
5
dengan petani dan pertanian khususnya di Desa Ligarmukti, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
6
7
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Rumah Tangga Petani
Pengertian rumah tangga petani menurut Nakajima (1986) dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah farm household mempunyai pengertian dan
karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan
produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan reproduksi. Rumah tangga
petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan
yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumber daya yang dimiliki, kemudian sebagai
unit ekonomi rumah tangga petani akan memaksimumkan tujuannya dengan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Merujuk pada Ellis (1988), pola perilaku
rumah tangga petani dalam aktivitas pertanian maupun penentuan jenis-jenis
komoditas yang diusahakan dapat bersifat subsisten, semi komersial, dan atau
sampai berorientasi ke pasar.
Nakajima (1986) memberikan definisi rumah tangga petani (farm
household) sebagai satu kesatuan unit yang kompleks dari perusahaan pertanian
(farm firm), rumah tangga pekerja dan rumah tangga konsumen (the laborer’s
household and consumers’s household) dengan prinsip perilaku yang
memaksimalkan utilitas. Produktivitas pertanian sangat ditentukan oleh
keberadaan rumah tangga petani dan lingkungan sekitarnya. Secara spesifik,
rumah tangga petani merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat
memutuskan produksi pertanian, konsumsi, dan reproduksi. Pola perilaku rumah
tangga petani mempunyai karakteristik semi komersial, sebagian hasil produksi
dijual ke pasar dan sebagian dikonsumsi rumah tangga sendiri, membayar atau
membeli sebagian input seperti pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja, tetapi
juga dapat menjual atau mempergunakan input pertanian milik keluarga sendiri.
Adapun menurut Sensus Pertanian (1993) rumah tangga petani adalah
rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya
melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan,
beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan
perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau
berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk
dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri.
Strategi Nafkah
Chambers dan Conway (1991) menjelaskan livelihood secara sederhana
sebagai cara seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan mereka atau
mencapai peningkatan hidup. Dalam pandangan yang sangat sederhana livelihood
terlihat sebagai aliran pendapatan berupa uang atau sumber daya yang dapat
digunakan oleh seseorang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Definisi lain dinyatakan oleh Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup pendapatan
cash (berupa uang) dan in end (pembayaran dengan barang atau hasil bumi)
maupun dalam bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat, tetangga, desa),
relasi gender, dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung dan untuk
keberlangsungan standar hidup yang sudah ada.
8
Dharmawan (2007) menjelaskan dalam sosiologi nafkah bahwa livelihood
memiliki pengertian yang lebih halus daripada sekedar means of living yang
bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi
nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan)
dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood
strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa
Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas
mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka
strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual
maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh
individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksisitensi
infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumber daya
dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumah tangga yang sangat
beragam (multiple source of livelihood), karena rumah tangga tidak tergantung
hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway
(1991) seperti yang dikutip oleh Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat
dimiliki atau dikuasai rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:
1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat
pendidikan, dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.
2. Modal alam yang meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah,
hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya.
3. Modal sosial yaitu, modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga yang
mana diketahui bahwa seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan
untuk kelangsungan hidupnya.
4. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa
diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.
5. Modal fisik yaitu, berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi,
meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.
Merujuk pada Scoones (1998), penerapan strategi nafkah pada rumah
tangga petani dengan cara memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki
dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi
strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga
petani, yaitu:
1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi)
2. Pola nafkah ganda, yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman
pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk
menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga
(ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja pertanian dan memperoleh
pendapatan (diversifikasi nafkah)
3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara
mobilisasi/ perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkular
9
(migrasi) dalam rangka mencari sumber nafkah (livelihood sources) di
tempat lain.
Kemiskinan
Kemiskinan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa pengertian.
Menurut Hermanto et al. (1995), kemiskinan dapat diartikan suatu keadaan yang
mana diketahui bahwa seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu
kebutuhan akan pangan. Mangkuprawira (1993) menjelaskan bahwa kemiskinan
sering disebut pula sebagai ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan pokok
baik materi maupun bukan materi. Materi dapat berupa pangan, pakaian,
kesehatan dan papan, sedangkan bukan materi berbentuk kemerdekaan, kebebasan
hak asasi, kasih sayang, solidaritas, sikap hidup pesimistik, rasa syukur dan
sebagainya.
Menurut Setiadi (2006), kemiskinan merupakan masalah struktural dan
multidimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain.
Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai bentuk, seperti (a) tidak
dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses
pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya,
masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya
kunci yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan hidup mereka secara layak,
termasuk akses informasi. (b) tidak terintegrasinya warga miskin ke dalam
institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat; (c)
rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sampai batas yang layak dan (d) rendahnya kepemilikan masyarakat
miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset
kualitas sumber daya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana,
perumahan, pemukiman dan sebagainya.
Ellis (1983) seperti yang dikutip oleh Darwin (2002) menyebutkan bahwa
dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial, dan politik.
Kemiskinan ekonomi adalah kekurangan sumber daya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ekonomi ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut adalah seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik
minimum, sedangkan kemiskinan relatif adalah seseorang tidak mampu
memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu.
Kemiskinan sosial adalah kemiskinan akibat kekurangan jaringan sosial dan
struktur yang tidak mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar
produktivitas seseorang meningkat. Penyebabnya antara lain karena faktor
internal yaitu hambatan budaya sehingga disebut kemiskinan kultural. Faktor
eksternal diakibatkan oleh birokrasi dan peraturan resmi yang berakibat mencegah
seseorang untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Yang termasuk dalam
pengertian ini adalah kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang di derita
masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka, seperti
kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, pendidikan, komunikasi,
perlindungan hukum dari pemerintah, dan lain-lain. Kemiskinan politik adalah
10
kurangnya akses kekuasaan yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk
kepentingan sekelompok orang atau sistem sosial.
Lewis (1966), memahami kemiskinan dan ciri-cirinya sebagai suatu
kebudayaan, atau lebih tepat sebagai suatu sub kebudayaan dengan struktur dan
hakikatnya yang tersendiri, yaitu sebagai suatu cara hidup yang diwarisi dari
generasi ke generasi melalui garis keluarga. Kebudayaan kemiskinan merupakan
suatu adaptasi atau penyesuaian, dan juga sekaligus merupakan reaksi kaum
miskin terhadap kedudukan marginal mereka di dalam masyarakat yang berstrata
kelas, sangat individualistis dan berciri kapitalisme. Kebudayaan tersebut
mencerminkan suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan, yang
merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mustahil dapat meraih sukses di
dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat yang lebih luas.
Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembagalembaga utama masyarakat, merupakan salah satu ciri terpenting kebudayaan
kemiskinan. Ini merupakan masalah yang rumit dan merupakan akibat dari
berbagai faktor termasuk langkanya sumber daya ekonomi, segregasi dan
diskriminasi, ketakutan, kecurigaan atau apati, serta berkembangnya pemecahanpemecahan masalah secara setempat.
Indikator kemiskinan yang resmi dan berlaku di Indonesia dikeluarkan
oleh Badan Pusat Statistik. BPS telah menetapkan 14 kriteria rumah tangga
miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan
Informatika pada tahun 2005, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah
8. Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan
500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp500.000 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal,
motor, atau barang modal lainnya.
Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin apabila
minimal 9 variabel terpenuhi.
11
Kesejahteraan
Menurut Badan Pusat Statistik (2005) seperti yang dikutip oleh Sugiharto
(2007), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada
delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat
tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anda ke jenjang
pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi (Tabel 1).
Tabel 1 Indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistika tahun 2005
No
Indikator
Kesejahteraan
1
Pendapatan
2
Konsumsi atau
pengeluaran rumah
tangga
3
Keadaan tempat
tinggal
4
Fasilitas tempat
tinggal
5
Kesehatan anggota
keluarga
6
7
8
Kemudahan
mendapatkan
pelayanan kesehatan
Kemudahan
memasukkan anak ke
jenjang pendidikan
Kemudahan
mendapatkan fasilitas
transportasi
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Permanen
Semi
Permanen
Non
Permanen
Lengkap
Cukup
Kurang
Bagus
Cukup
Kurang
Mudah
Cukup
Sulit
Mudah
Cukup
Sulit
Mudah
Cukup
Sulit
Skor
> Rp10 000 000
Rp5 000 000–10 000 000
< Rp5 000 000
> Rp5 000 000
Rp1 000 000 – 5 000 000
< Rp1 000 000
(11-15)
3
2
1
3
2
1
3
(6-10)
2
(1-5)
1
(34-44)
(23-33)
(12-22)
< 25%
25% - 50%
> 50%
16 – 20
11 – 15
6 – 10
7–9
5–6
3–4
7–9
5–6
3–4
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
1
Sumber: Sugiharto 2007
Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut:
tingkat kesejahteraan tinggi: nilai skor 20-24
tingkat kesejahteraan sedang: nilai skor 14-19
tingkat kesejahteraan rendah: nilai skor 8-13.
Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 seperti
yang dikutip Sugiharto (2007) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan digunakan
delapan pendekatan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran rumah tangga,
keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga,
12
kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke
jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Penentuan
kriteria setiap indikator adalah sebagai berikut:
1. Kriteria tempat tinggal yang dinilai ada 5 variabel yaitu jenis atap
rumah,dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai.
2. Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 variabel, yaitu
pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang
dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air
minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak
WC dari rumah.
3. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan terdiri dari 6 variabel yaitu
jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, harga
obat-obatan, dan alat kontrasepsi.
4. Kriteria kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3
variabel yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan proses penerimaan.
5. Kemudahan mendapatkan transportasi terdiri 3 variabel, yaitu ongkos
kendaraan, fasilitas kendaraan dan status kepemilikan kendaraan.
Sunarti (2006) menerangkan bahwa kesejahteraan dibagi ke dalam dua
dimensi yaitu kesejahteraan material dan spiritual. Beliau juga memaparkan
bahwa kesejahteraan dapat dibagi ke dalam kesejahteraan ekonomi yang diukur
dari pemenuhan dari pemenuhan input keluarga seperti diukur dari pendapatan,
upah, aset, dan penguatan keluarga dan kesejahteraan material yang diukur dari
berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk untuk mengukur kesejahteraan
keluarga adalah garis kemiskinan BPS dan keluarga sejahtera BKKBN. BPS
mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita
per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Keluarga miskin adalah
keluarga yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari atau sama
dengan garis kemiskinan. Berdasarkan indikator BPS, kesejahteraan keluarga
dipengaruhi oleh pendidikan istri, kepemilikan aset, pendapatan, pekerjaan kepala
keluarga, dan perencanaan keluarga (Iskandar 2007). BKKBN mengukur
kesejahteraan pada dimensi yang lebih luas mencakup kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan dengan
menggunakan 21 indikator keluarga sejahtera. Berdasarkan indikator BKKBN,
kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota
keluarga dan usia), sosial (pendidikan kepala keluarga), ekonomi (pendapatan,
pekerjaan, kepemilikan aset, dan tabungan), manajemen sumber daya keluarga,
dan lokasi tempat tinggal (Iskandar 2007).
13
Kerangka Pemikiran
Livelihood assets dipandang sebagai potensi yang dimiliki masing-masing
rumah tangga petani dalam memengaruhi strategi nafkah yang diterapkan oleh
rumah tangga tersebut. Perbedaan kombinasi pemanfaatan livelihood assets setiap
rumah tangga menyebabkan berbeda pula strategi nafkah yang diterapkan oleh
setiap rumah tangga tersebut.
Livelihood Assets (Ellis 2000)
Modal Alam (X )
1. Luas kepemilikan lahan (X . )
Modal Fisik (X )
1. Tingkat kepemilikan barang berharga (X . )
2. Tingkat kepemilikan aset pertanian (X . )
Modal Finansial (X )
1. Tingkat pendapatan pertanian (X . )
2. Tingkat pendapatan non pertanian (X . )
3. Jumlah tabungan (X . )
Modal Manusia (X )
1. Tingkat pendidikan (X . )
2. Tingkat alokasi tenaga kerja (X . )
3. Jumlah keterampilan (X . )
Modal Sosial (X )
1. Jumlah jaringan (X . )
2. Jumlah keanggotaan dalam organisasi formal
(X . )
3. Jumlah keanggotaan dalam organisasi non
formal (X . )
Tingkat Kesejahteraan (Y)
- Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
- 1. Kerangka
Pendapatan
rumah tangga
Penelitian
Keterangan:
: Memengaruhi
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Strategi Nafkah
(Scoones 1998)
1. Rekayasa
sumber nafkah
pertanian
2. Pola nafkah
ganda
3. Rekayasa
spasial
14
Rumah tangga petani sebagai unit kelembagaan yang setiap saat
melakukan aktivitas produksi, konsumsi dan reproduksi perlu mempertimbangkan
dengan baik strategi nafkah yang tepat dan sesuai dengan karakteristik rumah
tangganya. Ketidaksesuaian strategi nafkah yang diterapkan dapat berakibat pada
jatuhnya rumah tangga petani tersebut ke dalam jurang kemiskinan yang lebih
parah, bukan mencapai kesejahteraan. Kegiatan strategi nafkah yang dilakukan
oleh rumah tangga petani memengaruhi tingkat kesejahteraan. Sesuai atau
tidaknya strategi nafkah yang diterapkan akan berdampak pada pendapatan rumah
tangga tersebut. Apabila strategi nafkah yang diterapkan sesuai dengan
karakteristik rumah tangga petani, maka akan memberikan kontribusi positif
dalam pemasukan rumah tangga tersebut yang juga berkontribusi dalam upaya
mencapai kesejahteraan, sedangkan apabila strategi nafkah yang diterapkan tidak
sesuai maka akan berkontribusi negatif dalam pemasukan rumah tangga petani
yang justru akan membawa rumah tangga tersebut ke dalam kemiskinan. Tingkat
kesejahteraan rumah tangga petani dilihat dari pendapatan dan konsumsi atau
pengeluaran rumah tangga. Jumlah pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari
hasil sumbangan seluruh anggota rumah tangga dan bersumber dari sektor
pertanian maupun non pertanian.
Kenyataan bahwa pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian tunggal
bagi rumah tangga petani menunjukkan secara tidak langsung bahwa sektor ini
tidak lagi menjadi sektor yang menjanjikan. Namun, kontribusi pendapatan yang
diperoleh dari pertanian juga tidak dapat diabaikan karena tanpa pertanian
tersebut, rumah tangga petani akan mati. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut
mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani melalui
pemanfaatan livelihood assets dan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal alam
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal fisik terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal finansial
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
4. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal manusia
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
5. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal sosial
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
15
Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sosial
yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional atau sebagian
unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel (Singarimbun dan Effendi 2008). Berikut dijelaskan definisi operasional
dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian:
1. Livelihood assets adalah lima modal sumber daya yang dimanfaatkan dalam
melakukan aktivitas nafkah. Kelima modal tersebut adalah modal alam, modal
fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial.
Tabel 2 Definisi operasional livelihood assets
No
Variabel
Definisi
Indikator
Jenis
Operasional
Data
Modal Alam (X ): meliputi segala sumber daya yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan,
udara, pepohonan, dan sumber lainnya.
1
Luas
Besaran luas tanah a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
produktif
yang
luas lahan yang
dimiliki oleh suatu
dimiliki
≤
3
lahan (X . )
272.706 m²
rumah tangga yang
apabila
digunakan
untuk b. Sedang,
luas lahan yang
melakukan kegiatan
dimiliki 3 272.707
bertani padi sawah
m² – 7 642.292 m²
c. Tinggi, apabila luas
lahan yang dimiliki
≥ 7 642.293 m²
Modal Fisik (X ): berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi
mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik.
1
Tingkat
Barang
berharga a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
yang dimiliki oleh
barang
berharga
barang
suatu rumah tangga
yang dimiliki ≤ 15
apabila
berharga (X . ) petani, baik alat b. Sedang,
elektronik maupun
barang
berharga
kendaraan.
yang dimiliki 16-17
a. Tinggi,
apabila
barang
berharga
yang dimiliki ≥ 18
2
Tingkat
Berbagai aset yang a. Rendah,
apabila Ordinal
kepemilikan
dimiliki
rumah
aset pertanian yang
aset pertanian tangga
untuk
dimiliki ≤ 6
mendukung aktivitas b. Sedang,
apabila
(X . )
nafkah di sektor
aset pertanian yang
pertanian
dimiliki 7-8
c. Tinggi, apabila aset
pertanian
yang
dimiliki ≥ 9
16
Modal Finansial (X ): berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses
untuk keperluan produksi dan konsumsi.
1
Tingkat
Total uang per tahun a. Rendah,
apabila Ordinal
pendapatan
yang diterima oleh
pendapatan
pertanian
rumah tangga dari
pertanian ≤ Rp11
bekerja di sektor
922 533.4
(X . )
pertanian.
b. Sedang,
apabila
pendapatan
pertanian Rp11 922
533.5 - Rp27 584
166.6
c. Tinggi,
apabila
pendapatan
pertanian ≥ Rp27
584 166.7
2
Tingkat
Total uang per tahun a. Rendah,
apabila Ordinal
pendapatan
yang berasal dari
pendapatan
non
non pertanian luar
kegiatan
pertanian ≤ Rp6
pertanian
yang
606 927.43
(X . )
dibagi menjadi 5 b. Sedang,
apabila
yaitu:
(1)
upah
pendapatan
non
tenaga
kerja
pertanian Rp6 606
pedesaan
bukan
927.43 - Rp44 134
pertanian; (2) usaha
772.5
sendiri
di
luar c. Tinggi,
apabila
kegiatan pertanian;
pendapatan
non
(3) pendapatan dari
pertanian ≥ Rp44
hak milik (misalnya:
134 772.6
sewa), (4) kiriman
dari buruh migran
yang pergi ke kota;
dan (5) kiriman dari
buruh migran yang
pergi ke luar negeri.
3
Jumlah
Jumlah uang per a. Rendah,
apabila Ordinal
tabungan
tahun
yang
jumlah tabungan ≤
dikumpulkan,
–Rp1 871 092
(X . )
dilindungi,
dan b. Sedang,
apabila
dilestarikan
untuk
jumlah tabungan –
pemulihan
dan
Rp1 871 093 - Rp5
pembangunan
471 092
kembali modal mata c. Tinggi,
apabila
pencaharian.
jumlah tabungan ≥
Rp5 471 093
Modal Manusia (X ): meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan,
dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.
1
Tingkat
Sekolah
formal a. Rendah,
apabila Ordinal
pendidikan
terakhir yang pernah
tidak tamat SD atau
17
tamat SD/sederajat
b. Sedang,
apabila
tamat SMP
c. Tinggi,
apabila
tamat SMA ke atas
2
Tingkat alokasi Jumlah
anggota a. Rendah, apabila < Ordinal
tenaga
kerja keluarga
yang
25%
anggota
memiliki pekerjaan
keluarga
yang
(X . )
bekerja
b. Sedang, apabila 2550%
anggota
keluarga
yang
bekerja
c. Tinggi, apabila >
50%
anggota
keluarga
yang
bekerja
3
Jumlah
Jumlah keterampilan a. Rendah,
apabila Ordinal
keterampilan
di
luar
sektor
keterampilan yang
pertanian
yang
dimiliki ≤ 1
(X . )
dikuasai
oleh b. Sedang,
apabila
anggota
rumah
keterampilan yang
tangga
untuk
dimiliki 2
menunjang
c. Tinggi,
apabila
kehidupannya.
keterampilan yang
dimiliki ≥ 3
Modal Sosial (X ): modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga yang mana
diketahui bahwa seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk
kelangsungan hidupnya.
1
Jumlah
Jumlah kerabat atau a. Rendah,
apabila Ordinal
(memiliki
jumlah
jaringan
jaringan (X . ) saudara
hubungan
darah)
yang dimiliki ≤ 15
yang tinggal dekat b. Sedang,
apabila
(satu dusun) dengan
jumlah
jaringan
tempat
tinggal
yang dimiliki 16-29
rumah
tangga c. Tinggi,
apabila
responden.
anggota
keluarga
yang bekerja ≥ 30
2
Jumlah
Jumlah
organisasi a. Rendah,
apabila Ordinal
keanggotaan
dan asosiasi formal
jumlah organisasi
dalam
yang diikuti oleh
dan asosiasi formal
organisasi
individu dan rumah
yang diikuti ≤ tangga secara aktif.
0.083
formal (X . )
b. Sedang,
apabila
jumlah organisasi
dan asosiasi formal
yang diikuti