Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten.

PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU
RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

FAISAL PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kinerja dan
Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Faisal Pratama
NIM F34110034

ABSTRAK
FAISAL PRATAMA. Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok
Kedelai di Provinsi Banten. Dibimbing oleh MARIMIN dan M.ARIF
DARMAWAN.
Kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai merupakan dua hal yang terus
dievaluasi dan diperbaiki oleh stakeholder terkait. Tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas yang paralel dengan pendekatan
lingkungan dalam mewujudkann produksi yang berkelanjutan. Penelitian ini
menerapkan analisis kinerja berdasarkan model supply chain operations reference
(SCOR) dan integrasi pengukuran dengan data envelopment analysis (DEA).
Pengukuran produktivitas hijau current state menggunakan metode green
productivity index (GPI). Pengukuran kinerja menunjukkan nilai untuk sektor hulu
dan hilir berturut turut sebesar 69.75 dan 88.50. Pengukuran produktivitas diperoleh
nilai GPI pada sektor hulu dan hilir berturut-turut sebesar 11.38 dan 0.12. Alternatif
strategi dikemukakan terhadap kedua unit sektor yang dikembangkan berdasarkan

pendapat pakar. Metode analytical hierarchy process (AHP) digunakan untuk
mensintesis pendapat pakar. Alternatif strategi terpilih sebagai pertimbangan
pendekatan produktivitas hijau adalah penggunaan jerami untuk menghadang
gulma dengan bobot 0.35 untuk sektor hulu dan strategi penggunaan kedelai lokal
dengan bobot 0.33 untuk sektor hilir. Alternatif strategi yang disimulasikan pada
sektor hilir mampu meningkatkan GPI hingga 14.76. Simulasi alternatif strategi di
sektor hilir tidak sejalan dengan pendapat pakar, hasil tertinggi peningkatan GPI
ditempati oleh alternatif pemanfaatan limbah cair dengan nilai GPI sebesar 0.38.
Kata kunci: AHP, GPI, kedelai, produktivitas hijau, SCOR.

ABSTRACT
FAISAL PRATAMA. Increasing The Performance and Green Productivity of
Soybean Supply Chain at Banten Province. Supervised by MARIMIN and M. ARIF
DARMAWAN.
Soybean supply chain performance and productivity are two things that
continuously needs to be evaluated and improved by relevant stakeholders. The aim
of this research was increasing the performance and productivity while at the same
time applied environmental approach to achieve the sustainable production. The
performance analysis was conducted based on the supply chain operations reference
(SCOR) and measurement integration with data envelopment analysis (DEA).

Green productivity was measured using green productivity indexing (GPI) method.
The performance indicated the value for upstream and downstream sectors
respectively at 69.75 and 88.50. The productivity measurement obtained GPI values
on the upstream and downstream sectors, respectively for 11.38 and 0.12. Strategic
alternatives were raised against the both of units sector developed by expert opinion.
analytical hierarchy process (AHP) were used to synthesize expert opinion. The
alternatives chosen based on green productivity approach and expert opinions is the
use of straw to block the weed with weights 0.35 for the upstream sector and the

strategy of using local soybean with weights 0.33 for the downstream sector. The
strategies were simulated to the downstream sector can increase up to 14.76 GPI.
Simulation of alternative strategic in the downstream sector was not in line with
expert opinion. The highest yield increase of GPI occupied by the use of waste
water alternative with GPI value 0.38.
Keywords: AHP, GPI, green productivity, SCOR, soybean.

PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU
RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

FAISAL PRATAMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai
di Provinsi Banten
Nama
: Faisal Pratama
NIM
: F34110034


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Marimin, MSc
Pembimbing I

M. Arif Darmawan, STP MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi

Banten.
Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan
serta bimbingan dari banyak pihak. Maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan,
khususnya kepada:
1. Prof Dr Ir Marimin, MSc selaku dosen pembimbing pertama yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan karya ilmiah.
2. M. Arif Darmawan, STP MT selaku dosen pembimbing kedua atas segala
waktu yang diberikan dalam memberikan bimbingan kepada penulis untuk
dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
3. Dr. Ir. Faqih Udin MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan
dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya
ilmiah ini.
4. Bapak Kardiono selaku partner riset yang memberikan rekomendasi serta
bantuan informasi selama melakukan penelitian di Banten.
5. Bapak Rusmin beserta bapak/ibu petani anggota kelompok tani Sukatani
I yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan
penelitian.
6. Bapak Budi dan karyawannya di pabrik Tahu Kramatwatu yang telah

memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian.
7. Bapak Suhaeri, Bapak H. TB. Mu’min, Bapak Yoni AT, Bapak
Kostaman, Bapak Viktor Siagian, dan Ibu Resmayeti yang telah menjadi
narasumber pakar dalam penelitian ini.
8. Kedua orang tua penulis Buya Edi Prayitno dan Ummi Eli Hardiani atas doa
serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Kepada kedua Adik
penulis Dimas Hardiansyah dan Muhammad Raihan Pramudya yang
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
9. Rizqah Wahidah Pangestu atas doa dan dukungannya kepada penulis.
10. Keluarga besar TINFORMERS (TIN 48), yang senantiasa berbagi ilmu
selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Teknologi Pertanian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Faisal Pratama

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Pertanyaan Penelitian


2

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE

3

Kerangka Pemikiran

3

Tata Laksana Penelitian


3

Pengumpulan dan Pengolahan Data

3

Tahap Analisis Rantai Pasok

6

Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja

6

Tahap Pengukuran Produktivitas

8

Tahap Peningkatan Produktivitas


9

Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis

9

Waktu dan Tempat Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Rantai Pasok Kedelai

10
11
11

Struktur Rantai Pasok

11

Proses Bisnis

15

Sumber Daya Rantai Pasok

17

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Kedelai

18

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok Kedelai

22

Unit Sektor Hulu

22

Unit Sektor Hilir

22

Pengukuran Produktivitas Hijau

23

Analisis Tujuh Sumber Pembangkit Limbah

23

Perhitungan Dampak Lingkungan

25

Perhitungan Indikator Ekonomi

25

Perhitungan GPI

25

Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Produktivitas Hijau

27

Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hulu

27

Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hilir

29

Perangkat Lunak Pendukung Analisis Sistem Penunjang Keputusan

30

Subsistem Informasi Rantai Pasok Kedelai

31

Subsistem Perhitungan Kinerja

32

Subsistem Perhitungan Produktivitas Hijau

33

Verifikasi dan Validasi

34

Implikasi Manajerial

34

SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor
Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai
Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani)
Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu)
Klasifikasi nilai standar kinerja
Rincian perhitungan kinerja sektor hulu
Rincian perhitungan kinerja sektor hilir
Data nilai unit, target, dan potential improvement
Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hulu (budidaya
kedelai)
Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hilir (IKM tahu)

12
13
16
16
20
20
21
21
23
24

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Diagram alir penelitian
Kerangka analisis manajemen rantai pasok
Ruang lingkup SCOR
Model DEA
Tahapan pengukuran produktivitas hijau
Konfigurasi sistem pendukung analisis
Mekanisme rantai pasok kedelai
Perbedaan rantai pasok kedelai lokal (a) dan impor (b) (Bappenas 2013)
Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai
Bobot struktur SCOR-AHP
Current-state green value stream map
Future-state green value stream map
Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor
hulu
Perbandingan strategi produktivitas sektor hilir
Tampilan header dinamis website
Laman pilihan subsistem kinerja (a) dan fragmen subsistem
perhitungan kinerja hilir (b)
Fragmen input perhitungan produktivitas hijau sektor hilir

5
6
7
7
8
10
11
14
15
19
26
28
29
30
31
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Struktur hirarki SCOR untuk pengukuran kinerja rantai pasok kedelai
Klasifikasi faktor metrik kinerja dan teknik perhitungan metrik kinerja
Skema tahapan peningkatan produktivitas
Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hulu
Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hilir
Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hulu
Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hilir
Rincian biaya produksi biji kedelai kering dan perhitungan indikator
ekonomi sektor hulu (current state)
Rincian biaya produksi tahu putih dan perhitungan indikator ekonomi
sektor hilir (current state)
Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap
level sektor hulu
Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap
level Sektor Hilir
Sequence diagram
Data flow diagram (DFD) level 0 dan level 1
Tampilan aplikasi web IndoKedelai
Petunjuk instalasi dan penggunaan perangkat lunak pendukung analisis

39
40
41
42
43
44
45
46
46
47
48
49
49
50
53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max) ialah komoditas tanaman pangan yang penting di
Indonesia sebagai salah satu sumber utama protein nabati (Widyasari et al. 2012).
Kedelai telah dikenal masyarakat Indonesia serta pemanfaatannya sudah sangat
beragam untuk menjadi produk pangan khususnya tahu dan tempe (Rante 2013).
Data Badan Pusat Statistik (2014) menyebutkan bahwa produksi kedelai Indonesia
tahun 2013 sebesar 780.16 ribu ton biji kering, menurun sebesar 62.99 ribu ton
(7.47 %) dibandingkan tahun 2012. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi di
wilayah Jawa sebesar 81.69 ribu ton, meskipun di luar Jawa terjadi peningkatan
sebesar 18.70 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi akibat luas panen menurun seluas
16.83 ribu hektar (2.96 %) dan penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal/hektar
(4.69 %). Banten sebagai daerah yang menyumbang produksi 6 384 ton kedelai
pada tahun 2014 dengan tingkat produktivitas sebesar 13.26 kuintal/ha masih
berada di bawah rata-rata produktivitas nasional yaitu sebesar 15.51 kuintal/ha
(BPS 2014).
Dari segi konsumsi kedelai, daerah perkotaan dan pedesaan terus meningkat
tiap tahunnya. Bappenas (2013) melaporkan peningkatan konsumsi total kedelai
mencapai 12.89 ton per tahun dengan laju defisit 32 % per tahun. Adanya defisit
kebutuhan kedelai tersebut dipenuhi melalui impor kedelai sebanyak lebih dari 1
juta ton tiap tahunnya (Facino 2012) atau sekitar 60% dari kebutuhan seluruhnya
(Supadi 2009).
Peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan melalui beberapa strategi,
salah satunya adalah peningkatan produktivitas (Kementrian Pertanian 2014).
Rendahnya tingkat produktivitas dapat memengaruhi tingkat profitabilitas seluruh
pelaku rantai pasok. Kinerja atau performa rantai pasok mengambil andil besar
dalam menciptakan kondisi perbaikan produktivitas. Tujuan jangka pendek
perbaikan kinerja organisasional dalam manajemen rantai pasok adalah
peningkatan produktivitas, mengurangi inventori, dan mengurangi waktu siklus
(Suhong et al. 2014). Dalam rangka memperbaiki kinerja rantai pasok dibutuhkan
pengukuran kinerja rantai pasok sebagai kunci untuk dapat terus mengevaluasi dan
memperbaiki kinerja rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010). Monczka et al.
(2011) menyampaikan bahwa tujuan pengukuran kinerja yaitu untuk menyediakan
data dan fakta serta untuk mengkomunikasikan kebutuhan kepada anggota rantai
pasok lainnya sehingga didapatkan celah perubahan dan dapat dilakukan perbaikan
berkelanjutan.
Peningkatan produktivitas juga tidak boleh terlepas atau mengabaikan
dampak lingkungan yang ditimbulkan. Seiring dengan meningkatnya isu dampak
lingkungan dari setiap proses produksi baik pada hulu maupun hilir rantai pasok
maka diperlukan pendekatan yang mengedepankan aspek lingkungan demi
terwujudnya kondisi produksi yang berkelanjutan atau jangka panjang (Marimin et
al. 2014; Darmawan et al. 2012). Pendekatan lingkungan digunakan oleh Gandhi
et al. (2006) dalam pengembangan kerangka indikator untuk integrasi aspek
lingkungan dalam produktivitas rantai pasok dan perhitungan green productivity
index (GPI). Wills (2009) mengemukakan tujuan aplikasi green productivity adalah

2
untuk mengatur keberlanjutan proses yang efisien dengan berfokus pada
pengurangan "limbah hijau" yang berdampak terhadap lingkungan.
Beberapa penelitian telah dilaksanakan untuk menganalisis kinerja dan
peningkatan produktivitas hijau. Feifi (2008) menganalisis kinerja manajemen
rantai pasok kedelai edamame dan merumuskan strategi peningkatannya
menggunakan metode balance scorecard. Setiawan (2009) juga melakukan hal
yang sama namun dengan metode berbeda yaitu supply chain operation reference
(SCOR) pada komoditas sayuran. Penelitian mengenai peningkatan produktivitas
dengan pendekatan green productivity dilakukan oleh Darmawan et al. 2012) pada
sektor produksi karet alam dan Marimin et al. (2014) pada rantai pasok karet alam.
Penelitian terdahulu cenderung dilakukan secara terpisah dengan
mengkhususkan pada kinerja atau produktivitas terhadap komoditas yang berbedabeda. Penelitian yang terintegrasi antara kinerja dan produktivitas rantai pasok
khususnya pada komoditas kedelai di satu daerah belum dilakukan. Analisis secara
komprehensif serta perumusan strategi kinerja dan produktivitas hijau penting
dilakukan pada rantai pasok kedelai di Provinsi Banten sebagai ruang lingkup
penelitian ini.
Peningkatan kinerja dan produktivitas akan sejalan dengan peningkatan nilai
jual komoditas maupun produk berbasis kedelai. Melalui penelitian ini pula
permasalahan mengenai dimensi organisasi, ekonomi, dan lingkungan dapat
diintegrasikan secara harmonis demi mencapai tujuan yang sejalan. Penelitian ini
diharapkan mampu mensintesis solusi optimal peningkatan kinerja dan
produktivitas rantai pasok kedelai sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Pertanyaan Penelitian
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab agar dapat menyelesaikan
permasalahan berdasarkan latar belakang yang teridentifikasi antara lain:
1. Bagaimana mekanisme rantai pasok kedelai di Provinsi Banten?
2. Bagaimana kondisi kinerja rantai pasok kedelai di Provinsi Banten?
3. Bagaimana strategi yang dapat memperbaiki kinerja rantai pasok kedelai?
4. Bagaimana produktivitas hijau rantai pasok kedelai di Provinsi Banten?
5. Bagaimana strategi terbaik konsep green productivity yang dapat
diimplementasikan untuk perbaikan produktivitas?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasok kedelai dan mengukur kinerja
rantai pasok kedelai pada mata rantai suplai kedelai dan IKM tahu di Provinsi
Banten.
2. Merumuskan strategi peningkatan kinerja di unit rantai pasok kedelai.
3. Membuat green value stream mapping (Green VSM) dalam proses budidaya
kedelai dan produksi di IKM tahu Provinsi Banten.
4. Merumuskan strategi peningkatan produktivitas berdasarkan pendekatan
green productivty serta membuat simulasi implementasi untuk kemudian
dibuat future-state green VSM.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pengukuran kinerja rantai pasok serta
pengembangan strategi peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai berbasis
produktivitas hijau pada sektor hulu dan hilir kedelai. Cakupan rantai pasok dalam
penelititan ini diawali dari proses budidaya dan pasca panen kedelai yang dilakukan
oleh kelompok tani Sukatani I di Kecamatan Cikeusal, Serang.
Rantai industri hilir dilanjutkan pada pengerajin tahu yang berlokasi di
Kecamatan Kramatwatu, Serang. Penelitian dibatasi pada produk tahu putih yang
diproduksi pengerajin tahu serta kedelai yang dihasilkan oleh kelompok tani dari
Januari hingga April 2015.

METODE
Kerangka Pemikiran
Proses peningkatan kinerja dan produktivitas hijau rantai pasok kedelai
dimulai dengan pengumpulan data pada anggota rantai pasok kedelai baik rantai
hulu maupun hilir. Pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan model SCOR
kemudian dilakukan terhadap proses make pada supplier kedelai yaitu Kelompok
Tani Sukatani I dan proses make pada industri pengolahan kedelai yaitu IKM tahu
Kramatwatu. Pengukuran seven green waste dilakukan untuk didapatkan current
state dari produktivitas hijau rantai pasok kedelai.
Peningkatan produktivitas hijau dilakukan dengan pertimbangan pakar
dengan berbagai kombinasi alternatif perbaikan atas kondisi current state yang
didapatkan. Implikasi strategi pada dua subsistem peningkatan kinerja dan
peningkatan produktivitas kemudian diakumulasi sebagai hasil analisis strategi
yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas rantai pasok
kedelai. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Tata Laksana Penelitian
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data primer yang berupa data kualitatif dan kuantitatif diperoleh dengan cara
wawancara mendalam, observasi lapang, serta dokumentasi. Data primer yang tidak
tersedia atau sulit diukur didukung dengan data sekunder yang berasal dari dinas
terkait berupa artikel dan jurnal ilmiah. Data primer dan data sekunder yang
diperlukan pada penelitian ini diantaranya:
1. Data konfigurasi rantai pasok meliputi struktur, proses bisnis, sumber daya
dan manajemen rantai pasok. Data-data pendukung lain seperti produksi dan
konsumsi kedelai nasional, data standar kualitas kedelai, data perbandingan
karakteristik kedelai varietas lokal dan impor, data produksi tahu, serta data
pendukung lainnya.
2. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan
menggorganisir pendapat pakar yang bersifat data primer kualitatif.
3. Data primer nilai aktual dan target atribut kinerja dari masing-masing unit
sektor hulu dan hilir.

4
4. Data primer tujuh sumber pembangkit limbah yaitu energi (kWh),
penggunaan air (m3), produksi sampah (kg), penggunaan material (kg),
transportasi (km), emisi (kg CO2 eq), serta biodiversits (ha).
5. Data hasil produksi, kebutuhan bahan baku, data jumlah dan upah tenaga
kerja langsung, data harga produk, dan data bahan input tambahan lain pada
baik pada sektor hilir maupun hulu rantai pasok untuk pengukuran indikator
ekonomi.
6. Data-data sekunder baik empirik maupun teoritis sebagai acuan simulasi
strategi perbaikan produktivitas hijau.
7. Data bobot dan rating oleh pakar terhadap strategi peningkatan produktivitas
rantai pasok kedelai.
Data-data yang diperlukan diatas dikumpulkan melalui empat cara, yaitu:
1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok
kedelai, konsep pengukuran dan perumusan strategi peningkatan kinerja dan
produktivitas hijau rantai pasok.
2. Observasi lapang, yaitu melihat langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan manajemen, proses bisnis, sumber daya, dan aktivitas rantai pasok.
3. Wawancara diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan
mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan di lapangan baik kepada
praktisi ataupun akademisi.
4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar melalui alat
ukur berupa kuesioner. Berikut adalah pakar yang dilibatkan pada penelitian
ini terdiri dari kalangan praktisi dan akademisi:
a.
Kardiono STP, MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi
Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang
rantai pasok kedelai dan menentukan bobot strategi perbaikan kinerja
rantai pasok kedelai.
b.
Ir. Resmayeti Purba MSi. Peneliti Utama Balai Pengkajian teknologi
Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang
agronomi tanaman kedelai dan menentukan bobot strategi peningkatan
produktivitas hijau sektor hulu.
c.
Ir. Victor Siagian MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi
Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang
sosial ekonomi komoditas kedelai dan menentukan bobot atribut
SCOR.
d.
Kostaman SP, MM. Pelaksana seksi produksi Bidang Tanaman Pangan
Dinas Pertanian Provinsi Banten sebagai pakar praktisi dan menentukan
bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu.
e.
H. TB. Mu’min, Kabid Pengembangan UKM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Banten, sebagai pakar praktisi dan menentukan
bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir.
f.
Drs. Yoni AT, Bendahara Primkopti Kabupaten Serang, sebagai pakar
praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau
sektor hilir.
g.
Suhaeri SP, SE, Ketua Dewan Pengurus Primkopti Kabupaten Bogor,
sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi perbaikan kinerja
rantai pasok kedelai.

5
h.

Budi Hartawan, Pemilik IKM Tahu di Kramatwatu, sebagai pakar
praktisi dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan
produktivitas hijau sektor hilir.
i.
A. Rusmin, Ketua Kelompok Tani Sukatani 1, sebagai pakar praktisi
dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan produktivitas
hijau sektor hulu.
Pengolahan data primer dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel 2013 untuk pengolahan data kuantitatif berupa aritmatika. Perangkat lunak
ExpertChoice ver. 11.0 digunakan untuk mensintesis data kualitatif pendapat pakar.
Pengolahan perbandingan referensi dilakukan oleh perangkat lunak frontier4.01
untuk didapatkan persentase peluang perbaikan kinerja. Pengembangan perangkat
lunak pendukung dimodelkan menggunakkan Power Designer16.5. Pembuatan
program menggunakan Dreamweaver CS6 dengan bahasa pemrograman HTML 5,
CSS 3, serta PHP.
Mulai

Analisis rantai pasok

Identifikasi
Struktur

Identifikasi
Proses Bisnis

Perancangan
metrik
pengukuran
kinerja (SCOR)

Identifikasi
Manajemen

Penentuan
bobot metrik
pengukuran
(AHP)
Pengukuran
kinerja rantai
pasok

Identifikasi
Sumber daya

Pengukuran
produktivitas hijau
rantai pasok kedelai

Peningkatan
produktivitas rantai
pasok kedelai

Peningkatan Kinerja
Rantai Pasok Kedelai

Perumusan Implikasi
Manajerial

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian

6

Tahap Analisis Rantai Pasok
Deskripsi dan analisis rantai pasok dilakukan dengan identifikasi empat
elemen rantai pasok (Van der Vorst 2006). Empat elemen dasar rantai pasok yang
saling terkait adalah elemen struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya
rantai pasok (Van der Vorst 2006; Abror 2011). Kerangka analisis manajemen
rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 2.
 Anggota
 Entitas

 tinjauan siklus
 tinjauan
dorong/tarik

Struktur
Jaringan

Manajmen
Rantai

Proses
Bisnis
Sumber
daya rantai

 Struktur Manajemen
 Kesepakatan kontraktual
 System transaksi
 Dukungan pemerintah

 Fisik
 Teknologi
 SDM
 Permodalan

Gambar 2 Kerangka analisis manajemen rantai pasok
Struktur jaringan rantai pasok dijelaskan melalui dua komponen yaitu
anggota rantai dan entitas rantai. Melalui identifikasi anggota rantai akan
didapatkan aliran komoditas dari hulu sampai hilir serta bentuk kerjasama antar
anggota. Menurut Syafi (2009), entitas rantai pasok dijelaskan sebagai elemenelemen di dalam rantai pasok yang menstimulasi terjadinya proses bisnis. Elemenelemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan.
Manajemen rantai menjelaskan struktur hubungan dalam rantai pasok,
kesepakatan kontraktual yang terjalin, system transaksi yang berlaku, serta
dukungan dari pemerintah. Pada proses bisnis, Chopra dan Meindl (2007)
menjelaskan bahwa proses-proses dalam rantai pasok dapat diidentifikasi dari sudut
pandang tinjauan siklus yang dibagi kedalam beberapa rangkaian siklus dan
tinjauan dorong/tarik (push/pull view). Elemen sumber daya rantai digunakan untuk
meninjau potensi yang dimliki anggota rantai meliputi aspek sumber daya fisik,
teknologi, SDM, dan modal (Syafi 2009).
Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja
Tahapan pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan model SCOR versi 11.0.
SCOR didasarkan pada lima proses manajemen yang berbeda, yaitu Perencanaan,
Sumber pasokan, Produksi, Distribusi dan Pengembalian. Kelima proses tersebut
membentuk tingkat atas dari model SCOR. Setiap proses selanjutnya
didekomposisi menjadi tingkat yang lebih rendah (Batuhan et al. 2011).

7
Pengembangan hirarki dan pembobotan melalui pendapat pakar dan disintesis
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta bantuan perangkat lunak
ExpertChoice11. Pemilihan metrik kinerja rantai pasok kedelai dilakukan dengan
pendekatan AHP. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai
pasok kedelai terdiri atas level 1 yaitu tipe proses bisnis, level 2 yaitu parameter
kinerja, level 3 yaitu atribut kinerja dan level 4 yaitu metrik kinerja . Keempat level
hirarki tersebut mengikuti arahan pembaruan model SCOR versi 11.0. Hirarki
pembobotan metrik pengukuran rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR
dapat dilihat pada Lampiran 1. Klasifikasi faktor Metrik Kinerja dan Teknik
Perhitungan Metrik Kinerja dapat dilihat pada Lampiran 2.
Ruang lingkup pengukuran kinerja rantai pasok kedelai pada penelitian ini
mencakup proses make pada supplier dan proses make pada industri. Supplier yang
dimaksud disini adalah kelompok tani yang memproduksi biji kedelai lokal dan
dilanjutkan rantainya pada industri pengolahan kedelai yaitu pengerajin tahu.
Ruang lingkup SCOR yang akan dianalisis pada penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 3.

Gambar 3 Ruang lingkup SCOR
Penilaian terhadap tiap metrik kinerja dilakukan untuk mendapatkan
akumulasi perhitungan kinerja. Pendekatan yang digunakan adalah metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Menurut Setiawan (2009), metode ini merupakan
suatu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja decision making unit
sehingga dapat diketahui efisiensi kinerja organisasi dibanding lainnya. Model
DEA dapat dilihat pada Gambar 4.
1. Siklus pemenuhan
pesanan
2. Fleksibilitas terhadap
peningkatan kapasitas
3. Daya adaptasi terhadap
peningkatan kapasitas
4. Daya adaptasi terhadap
penurunan kuantitas
5. Biya total rantai pasok
6. Waktu siklus kas
7. Persediaan harian

Decision
Making
Unit
(DMU)

1. Pemenuhan pesanan
sempurna
2. Kinerja pengiriman
3. Kesesuaian dengan
standar/mutu

Gambar 4 Model DEA

8

Tahap Pengukuran Produktivitas
Tujuh sumber pembangkit limbah hijau yang terdiri atas pemakaian energi,
air, material, sampah, transportasi, emisi, dan biodiversitas dikenal dalam green
value stream mapping (Wills 2009). Pemetaan pembangkit limbah ini bertujuan
untuk menganalisis potensi perbaikan produktivitas. Dampak lingkungan yang
diakibatkan ketujuh variabel dijadikan dasar pengukuran produktivitas yang
dibandingkan dengan indikator ekonomi. Produktivitas hijau dinilai dalam GPI.
Tahapan pengukuran produktivitas hijau dapat dilihat pada Gambar 5.
Mulai

Data Hasil analisis tujuh
sumber pembangkit limbah
(Green VSM)

Data Pendapatan dan data
biaya produksi

Perhitungan Dampak
lingkungan

Perhitungan tingkat
produktivitas

Environemntal
Impact

Economic
Indicator

Perhitungan Indeks produktivitas
hijau (GPI)

GPI

Selesai

Gambar 5 Tahapan pengukuran produktivitas hijau
1.

Perhitungan Dampak Lingkungan
Perhitungan dampak lingkungan dilakukan dengan penjumlahan bobot
indikator Green productivity (GP). Menurut Esty et al. (2005), bobot dan indikator
GP telah ditentukan oleh pakar dunia yang terangkum dalam Environmental
Sustainability Index (ESI). Tiga variabel lingkungan utama terdiri atas variabel
pembangkit limbah gas (GWG), padat (SWG), dan konsumsi air (WC). Pada sektor
hulu yang menggunakan lahan sebagai sarana produksi ditambahkan satu variabel
yaitu penggunaan lahan (LC) yang berdampak pada biodiversitas (Wills 2009).
Penurunan bobot ESI sektor hulu merujuk pada penelitian Marimin et al.
(2014) formulasi EI ditunjukkan pada persamaan 1. Perhitungan dampak

9
lingkungan yang ditimbulkan proses hilir dihitung dengan mempertimbangkan tiga
variabel lingkungan (GWG, SWG, dan WC). Penurunan bobot ESI sektor hilir
merujuk pada penelitian Gandhi et al. (2006) dan Darmawan et al. (2012) yang
ditunjukkan pada persamaan 2.
EI = 0.375GWG + 0.25WC + 0.125SWG + 0.25LC… (1)
EI = 0.17SWG + 0.5GWG + 0.33WC…………………. (2)
Keterangan :
EI
= Dampak lingkungan
GWG = Variabel pembangkit limbah gas (kg CO2 eq /basis)
SWG = Variabel pembangkit limbah padat (kg/basis)
WC = Konsumsi air (kg/basis)
LC
= Penggunaan lahan (ha/basis)
2.

Perhitungan Indikator Ekonomi dan Indeks GPI
Indikator ekonomi pada sektor hulu merupakan perbandingan perolehan
pendapatan satu ton produk kedelai dengan biaya produksinya. Sedangkan
indikator ekonomi sektor hilir merupakan perbandingan perolehan pendapatan per
100 kg basis produksi kedelai dengan biaya pembuatan tahu. GPI didefinisikan
sebagai rasio perbandingan tingkat produktivitas (indikator ekonomi) unit usaha
dengan dampak lingkungan atau Environmental Impact (EI) yang dihasilkan dari
proses budidaya dan pasca panen kedelai. Produktivitas hijau untuk rantai pasok
kedelai pada tahap current state dapat dihitung dari perolehan kedua variabel GPI
tersebut. Hur et al. (2004) merumuskan GPI yang ditunjukkan pada persamaan 3.
GPI = Productivity/Environmental Impact…………… (3)
Tahap Peningkatan Produktivitas
Setelah diketahui kondisi awal produktivitas hijau, dilakukan tahapan
peningkatan produktivitas dengan pendekatan GP. Strategi peningkatan
produktivitas dan alternatifnya ditentukan berdasarkan pendapat ahli yang disusun
sebagai struktur proses hirarki analitik (AHP). Penyusunan model AHP dan
pembobotan dilakukan oleh pakar yang terdiri atas pakar budidaya kedelai dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten, Primkopti Serang, Banten,
pakar Dinas Pertanian Provinsi Banten, pelaku usaha IKM tahu, dan ketua
kelompok tani kedelai. Berdasarkan bobot strategi alternatif tertinggi kemudian
disusun beberapa alternatif strategi khusus. Masing-masing alternatif strategi
perbaikan kemudian dihitung perubahan nilai indeks GP yang diberikan. Skema
tahapan peningkatan produktivitas pada penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran
3.
Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis
Sistem penunjang keputusan ini dibuat untuk membantu pemangku kebijakan
khususnya pemerintah melalui dinas dan departemen terkait dalam proses
pengambilan keputusan strategis di dalam manajemen rantai pasok. Perancangan
perangkat lunak ini mengintegrasikan input dinamis dari pengguna, pendapat pakar
yang telah dihimpun, dan formulasi matemtika sehingga memudahkan pengguna

10
untuk meninjau kondisi sistem dan melakukan pengambilan keputusan secara lebih
cepat.
Rancangan konfigurasi sistem mulai dari perngkat lunak antarmuka terdiri
dari sistem manajemen dialog, sistem pengolahan terpusat, Sistem Manajemen
Basis Data (SMBD) dan Sistem Manajemen Basis Model (SMBM). SMBM akan
menyediakan perhitungan dan pembandingan hasil perhitungan berdasarkan
strategi untuk kemudian pengguna dapat memilih strategi yang terbaik dan viabel
untuk dilterapkan. Konfigurasi sistem pendukung analisis dapat dilihat pada
Gambar 6.
Sistem Manajemen Basis
Data

Sistem Manajemen Basis
Model

 Data nilai atribut kinerja
 Data tujuh sumber
pembangkit limbah
 Data penilaian pakar
 Data perhitungan kinerja
 Data perhitungan
produktivitas hijau
 Data hasil perbandingan
strategi
 Data hasil penilaian
pakar

 Model perhitungan
kinerja
 Model identifikasi tujuh
sumber pembangkit
limbah
 Model penilaian pakar
 Model simulasi alternatif

Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Dialog

Pengguna
Gambar 6 Konfigurasi sistem pendukung analisis

Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan pengumpulan informasi rantai pasok kedelai sektor hulu dilakukan
di lahan tanam kedelai Kecamatan Cikeusal, dan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) serta Dinas Pertanian Pemprov Banten. Sementara itu, kegiatan
pengumpulan informasi mengenai rantai pasok hilir industri kedelai dilakukan di
pengrajin tahu Kecamatan Kramatwatu, Perum Bulog, Primkopti Serang dan Bogor,
serta Disperindag Pemprov Banten. Adapun tempat pengolahan data dan
penyusunan laporan penelitian dilakukan di lingkungan kampus Dramaga, Institut
Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Februari sampai Juni
2015.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Rantai Pasok Kedelai
Struktur Rantai Pasok
Struktur rantai pasok kedelai memiliki dua anggota utama yang menjadi pusat
aktivitas rantai pasok. Kelompok tani sebagai anggota utama pemroduksi biji
kedelai menjadi pusat kegiatan rantai pasok dari sektor hulu. Industri kecil dan
menengah (IKM) pada sektor hilir, dalam hal ini adalah IKM produk tahu, sebagai
salah satu anggota utama yang memberikan nilai tambah pada biji kedelai.
Kelompok tani didukung pemerintah atau secara swadaya menyediakan kebutuhan
produksinya dengan melakukan pengadaan alat dan mesin pertanian serta bibit
unggul yang berhubungan langsung dengan anggota rantai pasok lainnya. Hasil biji
kedelai yang diproduksi petani langsung didistribusikan oleh kelompok tani itu
sendiri kepada IKM yang melakukan permintaan. Sementara itu, persaingan terjadi
antara sumber penyediaan kedelai dari koperasi yang berasal dari importir kedelai
dengan kedelai lokal yang langsung dijual oleh petani kepada IKM. Rantai Pasok
Kedelai yang teridentifikasi di Provinsi Banten secara umum dapat dilihat pada
Gambar 7.
7
6

8
11
4

1
3

4

3

9

12

10

2
4

11
13

5
Keterangan
1. Suplier pupuk
2. Supplier pestisida
3. Kelompok tani
4. Petani
5. Sertifikasi benih
6. Koperasi penyedia peralatan

7. Importir kedelai
8. Primkopti
9. Pengerajin tahu
10. Pasar
11. Retailer
12. Konsumen
13. Lingkup Penelitian

Gambar 7 Mekanisme rantai pasok kedelai

12
Anggota Rantai Pasok
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, konfigurasi rantai pasok kedelai
melibatkan berbagai macam pihak dengan peranan yang berbeda sesuai dengan
perspektif masing-masing anggota. Sektor hulu dan hilir sebagai dua perspektif
tinjauan rantai pasok menampilkan peranan ganda pada setiap anggota rantai
pasoknya. Berikut ini adalah rincian peranan anggota rantai pasok kedelai:
1.
Pemasok
Sektor hulu berpusat pada kelompk tani yang memiliki hubungan dengan para
pemasok pupuk, pestisida, serta peralatan tani. Bibit kedelai yang diproduksi oleh
kelompok tani terlebih dahulu harus disertifikasi oleh badan sertifikasi bibit untuk
dapat digunakan. Kelompok tani berperan sebagai pemasok kedelai kepada industri
tahu ketika persepektif utama ada di sektor hilir rantai kedelai. Primer koperasi
tahu-tempe (Primkopti) pada perspektif sektor hulu berperan sebagai penyalur
kedelai impor yang didapat dari importir pihak ketiga. Kedelai impor tersebut
disalurkan kepada indusri tahu dan tempe yang menjadi anggota primkopti.
2.
Produsen
Kelompok tani berperan sebagai produsen kedelai, sementara itu industri tahu
mengonversi kedelai menjadi produk tahu. Kelompok tani memproduksi kedelai
biji kering yang telah melalui proses pasca panen. Pusat kegiatan rantai pasok
kedelai terletak pada dua unit produksi ini.
3.
Distributor
Kelompok tani berperan sebagai distributor hasil produksinya sendiri kepada
IKM-IKM yang membutuhkan kedelai khususnya IKM tahu. Industri tahu juga
berperan sebagai distributor produknya ke pasar.
4.
Ritel dan Konsumen
Produk biji kering tidak memiliki pedagang ritel, sementara itu produk tahu
dijual di pasar dan pedagang eceran lainnya yang langsung menyentuh konsumen.
Konsumen kedelai lokal hasil produksi kelompok tani adalah industri tahu dan
sedikit industri sari kedelai, termasuk kecap. Konsumen tahu adalah rumah tangga,
pedagang makanan atau rumah makan.
Entitas Rantai Pasok
1.
Produk
Dua produk utama yang dibahas pada penelitian ini adalah biji kedelai kering
dan produk tahu putih. Kedelai lokal memiliki kenggulan yang sangat baik
dibandingkan dengan kedelai impor. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (2008) menyatakan bahwa varietas kedelai lokal galur harapan memiliki
kadar protein sebesar 40-44% bobot kering (bk) sementara kedelai impor hanya
memiliki kadar protein 35-37% bk. Perbandingan karakteristik biji kedelai varietas
yang digunakan oleh kelompok tani Sukatani 1 dengan kedelai impor dapat dilihat
pada Tabel 1 dan standar mutu biji kedelai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor
Varietas/galur
Anjasmoro
Kedelai impor

Warna
kulit biji
Kuning
Kuning

Bobot 100
biji (gram)
14.8-15.3
15.8-16.8

Kadar
air (%)
11.0
12.1

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008)

Protein
(% bk)
41.8-42.1
35.0-36.8

Lemak (%
bk)
17.2-18.6
21.4-21.7

13

Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai
Jenis uji

Satuan

Kadar air
Butir belah
Butir rusak
Butir warna lain
Kotoran
Butiran keriput

%
%
%
%
%
%

I
Maks. 13
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 1
Maks. 0
Maks. 0

Persyaratan umum
II
III
Maks. 14 Maks. 14
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 2
Maks. 3
Maks. 3
Maks. 5
Maks. 1
Maks. 2
Maks. 1
Maks. 3

IV
Maks. 16
Maks. 5
Maks. 5
Maks. 10
Maks. 3
Maks. 5

Sumber: BSN 1995 (SNI 01-3922-1995)

Menurut Raharja et al. (2012), kedelai yang diperlukan untuk produksi tahu
adalah kedelai dengan kadar protein tinggi dengan kadar lemak rendah. Kedelai
lokal memenuhi kriteria tersebut. Disamping itu, ukuran biji kedelai lokal yang
kecil mempermudah ekstraksi karena luas permukaannya lebih besar sehingga
rendemen tahu yang dihasilkan lebih besar. Kedelai yang digunakan untuk
membuat tahu adalah kedelai impor dengan campuran kedelai lokal apabila tersedia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) mengatakan bahwa
pengerajin tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena ketersediaan
pasokan bahan bakunya terjamin.
Tahu yang diproduksi oleh IKM Kramatwatu adalah jenis tahu putih. Tahu
putih atau tahu cina memiliki tekstur yang padat. Dalam pembuatannya digunakan
biang (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelai. Tahu yang
diproduksi oleh IKM kramatwatu masih menggunakan kedelai impor karena
ketersediaan kedelai lokal yang tidak kontinyu.
2.
Pasar
Permintaan kedelai di Indonesia setiap tahun meningkat 12.89 ton per tahun
(Bappenas 2013). Peluang penerimaan hasil produksi kedelai petani juga sangat
besar apabila hasil produksi tersebut dikelola dan didistribusikan dengan baik.
Keseluruhan hasil produksi kedelai terserap oleh industri kecil dengan distribusi
atau penjualan langsung sehingga petani tidak terlindungi. Sementara itu, di sektor
hilir, produksi tahu juga terus meningkat bahkan pada waktu-waktu tertentu
permintaan produk tahu di pasaran dapat melonjak hingga dua kali lipat. Pasar tahu
tradisional memiliki konsumen tetap dari rumah tangga maupun pengusaha rumah
makan. IKM tahu kramatwatu juga memiliki outlet penjualan tahu yang dikelola
sendiri selain mendistribusikannya langsung ke pasar tradisional dan retail.
3.
Stakeholder
Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok kedelai baik di sektor hulu
maupun hilir termasuk ke dalam anggota rantai pasok baik secara langsung maupun
tidak. Kelompok tani Sukatani 1 yang menaungi 25 anggota petani memiliki
seorang ketua yang berperan untuk mengorganisasikan kelompoknya. Pengadaanpengadaan bahan baku dan alat-alat pertanian dilakukan secara swadaya.
Pengolahan pasca panen dan distribusi dari hasil tani dilakukan secara mandiri.
Dinas Pertanian bidang tanaman pangan sebenarnya juga memiliki program untuk
meningkatkan produktivitas petani kedelai salah satunya adalah bantuan pengadaan
bahan dan alat pertanian, namun lebih diterapkan pada lahan produksi kedelai

14
utama dan bukan lahan peralihan. Balai sertifikasi benih berperan untuk menguji
bibit kedelai yang ditangkarkan petani untuk dapat digunakan secara massal.
Beberapa bibit varietas unggul juga telah diturunkan kepada petani melalui Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Dinas Pertanian.
Stakeholder yang berperan pada sektor hilir adalah industri IKM tahu sebagai
unit produksi dengan pasokan kedelai utama dari Primkopti. Kedelai tersebut
berasal dari Benua Amerika yang diimpor oleh Primkopti dan importir pihak ketiga
yang berpusat di Jakarta. Distribusi kedelai langsung dilakukan ke cabang
primkopti dan dari primkopti ke anggota koperasi.
4.
Situasi Persaingan
Menurut Bappenas (2013), setelah harga kedelai sempat melambung terlalu
tinggi karena kekurangan pasokan, pada bulan Oktober 2013 Menteri Keuangan
mengambil kebijakan menghapus hambatan masuk (entry barriers) dan
penghapusan kuota impor yang tertuang dalam Permenkeu No. 133/PMK.011/2013.
Sementara untuk mencegah jatuhnya harga kedelai lokal sekaligus mendorong
petani untuk tertarik menanam kedelai, diterbitkanlah Permendag No:59/MDAG/PER/9/2013, yang menetapkan harga pembelian kedelai sebesar Rp 7 400/kg.
Keberadaan kedelai impor yang bebas masuk ke Indonesia memiliki dampak
menekan pada petani kedelai. Pendeknya rantai pasok kedelai impor dibandingkan
kedelai lokal juga menjadi sebab sulitnya kedelai lokal menembus pasar kedelai.
Perbedaan rantai pasok kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada Gambar 8.
Konsumen
tahu/tempe
Perajin
tahu/tempe

Konsumen kedelai
Pengecer

Pedagang
besar antar
daerah

Pedagang besar lokal
Primkopti
Bulog

Pedagang pengumpul
Petani
(a)
Perajin tahu/tempe
KOPTI

Impor
Bulog

Pedagang besar
Importir swasta
(b)
Gambar 8 Perbedaan rantai pasok kedelai lokal (a) dan impor (b) (Bappenas
2013)

15
Peta persaingan produk tahu putih tradisional adalah persaingan kawasan.
Terdapat lebih dari 25 IKM sejenis yang menargetkan pasar di wilayah yang sama
yaitu pasar Kramatwatu dan Cilegon. Konsumen tahu bebas memilih produk dari
pabrik manapun. Pada aspek pesaing baru, menurut Tandian dan Praptiningsih
(2013) menjelaskan bahwa tidak ada barriers of entry baik dari pemerintah maupun
dari asosiasi usaha. Pasar tahu tradisonal masih tetap kuat meskipun tahu-tahu
kualitas tinggi mulai tersedia di pasar modern.
Proses Bisnis
Abror (2011) menyatakan bahwa proses tarik diawali karena adanya
pesanan konsumem, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi
pesanan konsumen. Chopra dan Meindl (2007) menerangkan bahwa proses dorong
(push) berlangsung pada kondisi yang tidak pasti dengan menawarkan hasil
produksi kepada konsumen, sedangkan proses tarik dilakuan untuk merespon
permintaan konsumen. Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai
dijelaskan pada Gambar 9.
Kelompok tani melakukan penawaran langsung kepada industri tahu untuk
menjual biji kedelai kering mereka. Apabila terjadi kesepakatan terkait jumlah dan
kualitas kedelai maka dilanjutkan ke proses pembelian. Di sektor hilir, tahu yang
telah diproduksi ditawarkan kepada pedagang besar di beberapa pasar sekitar pabrik.
Terdapat pula mitra-mitra pedagang yang telah memiliki kerjasama dengn pabrik
untuk melakukan pengadan tahu secara rutin. Pada ingkat ritel, pull atau permintaan
dilakukan dengan mekanisme pembelian langsung di pasar tradisional. Selanjutnya
ritel atau pedagang eceran melakukan penawaran atau push kepada konsumen.
Siklus procurement

Kelompok
tani

Siklus
manufacturing

Siklus order
push
Siklus procurement

Industri
tahu
push

pull

Siklus customer
order

Siklus
manufacturing

Siklus procurement

Pedagang
(pasar)

Siklus customer
order

pull

Siklus procurement

Ritel
push
Konsumen

Siklus customer
order
order

Gambar 9 Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai

16

Struktur Manajemen menerangkan aspek tindakan pada setiap tingkatan
manajemen di dalam rantai pasokan (Syafi 2009). Di dalam rantai pasok kedelai
unit kelompok tani sebagai produsen sekaligus supplier kedelai kepada unit sektor
hilir yaitu industri tahu. IKM tahu berperan sebagai unit perantara yang
menghubungkan petani kedelai dengan pasar melalui konversi produk dan
pemberian nilai tambah. Kegiatan manajemen yang dilakukan oleh unit sektor hulu
dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan unit sektor hilir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani)
Kepemilikan
penuh
Input suplai
pertanian
Produksi
pertanian
Transportasi
masuk
Gudang
Transportasi
keluar
Ritel/agen

Kepemilikan
sebagian

Kontrak
jangka
panjang

Aliansi

Hubungan
transaksi
















Kesepakatan kontraktual dibuat untuk menjalin kerjasama jangka panjang
antar anggota rantai. Belum ada kesepakatan kontraktual yang dibuat oleh
kelompok tani dengan anggota rantai pasok lain. Kelompok tani hanya memiliki
kesepakatan jual beli dan bantuan bibit unggul dari pemerintah, sedangkan terkait
pengadaan sumber daya produksi dilakukan secara mandiri. Di sektor hilir,
kesepakatan kontraktual juga tidak terjadi pada industri tahu, hanya saja terjalin
kerjasama yang bersifat kooperatif kenggotaan oleh Primkopti kepada IKM.
Sementara itu, kesepakatan kontraktual terjadi pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu
antara importir pihak ketiga dengan KOPTI pusat yang menyediakan kebutuhan
kedelai impor.
Tabel 4 Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu)
Kepemilikan
penuh
Input suplai
Produksi
Transportasi
masuk
Gudang
Transportasi
keluar
Ritel/agen

Kepemilikan
sebagian

Kontrak
jangka
panjang




Aliansi

Hubungan
transaksi











17

Sistem transaksi yang terjadi di setiap unit rantai pasok kedelai cukup
sederhana. Pada unit sekor hulu, transaksi terjadi secara cash and carry atau dengan
cara membayar langsung untuk mendapatkan kedelai. Cara pembayaran seringkali
dilakukan secara bertahap oleh industri yang membeli kedelai dari kelompok tani
dalam jangka waktu tertentu. Cara transaksi yang berbeda terjadi apabila IKM
membeli bahan baku kedelai dari Primkopti. Keanggotaan IKM pada Primkopti
membuat sistem pembayaran juga lebih mudah dan kepastian ketersediaan barang
lebih terjamin. Pembayaran dari pedagang pasar dan retailer kepada IKM tahu
dilakukan secara cash untuk mendapatkan produk tahu setiap harinya.
Dinas Pertanian dan balai penelitian sebagai instansi pemerintah yang
menjalankan mandat terkait kelangsungan pertanian daerah memberikan berbagai
macam dukungan kebijakan. Mulai dari pengadaan bibit, bantuan pupuk dan
pestisida, alat dan mesin pertanian, serta pelatihan kepada petani. Di sektor hilir,
kebijakan pemerintah melalu peraturan menteri perdagangan memberikan jaminan
ketersediaan biji kedelai kering untuk mencukupi kebutuhan nasional yang belum
terpenuhi yaitu dengan membebaskan bea masuk impor kedelai.
Sumber Daya Rantai Pasok
1.
Fisik
Sumber daya fisik rantai pasok kedelai di Provinsi Banten secara keseluruhan
meliputi lahan pertanian, infrastruktur jalan, jembatan, sarana dan prasarana
transportasi, pasar tradisional serta kawasan industri. Lahan pertanian yang
digunakan untuk produksi kedelai di Provinsi Banten tercatat menurun. Luas panen
dari 7.93 ribu hektar di tahun 2013 menjadi 4.82 ribu hektar pada 2014 atau
menurun sebesar 39.27 persen (BPS 2015). Menyusutnya luas panen kedelai
diketahui akibat adanya peralihan komoditas dari kedelai ke komoditas lain
terutama jagung oleh petani. Bappenas (2013) menyatakan bahwa terjadinya
persaingan antara jagung dan kedelai di lahan sawah, sementara areal tanam kedelai
sering kali kalah saing dengan komoditas jagung sebagai pilihan rotasi tanaman di
lahan sawah oleh petani.
Lahan di Kabupaten Serang yang digunakan untuk bercocok tanam kedelai
sebagian lahannya merupakan tipe tadah hujan. Infrastruktur seperti bendungan dan
irigasi belum tersedia. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas lahan tanam,
khususnya tanaman kedelai yang membutuhkan cukup air. Infrasturktur lain juga
belum terpenuhi secara baik utuk menunjang kinerja dan produktivitas rantai pasok
kedelai. Akses dari lahan pertanian ke lokasi niaga rata-rata cukup jauh dengan
kondisi infrastruktur jalan yang kurang baik.
Pada tataran pemerintahan Provinsi Banten, berdasarkan RPJMD 2012-2017
(Bappeda 2012) dicanangkan pengoptimalan pengembangan kawasan Agropolitan
di wilayah Kabupaten Serang. Selain itu, prioritas pembangunan pertanian belum
terlihat dalam RPJMD Banten yang masih akan berlaku hingga 2017. Sementara
itu, revitalisasi pasar-pasar tradisional banten masuk ke dalam isu strategis
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Pembangunan infrastruktur seperti bendungan
serta jalan bebas hambatan dan revitalisasi beberapa ruas jalan menjadi potensi
untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas rantai pasok.

18
2.

Teknologi