Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A).

(1)

PASOK AGROINDUSTRI GULA TEBU

(STUDI KASUS DI PT A)

MUHAMMAD ASROL

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A),

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Muhammad Asrol


(4)

(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD ASROL. Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A). Dibimbing oleh MARIMIN dan M ARIF DARMAWAN.

Kinerja rantai pasok merupakan indikator kesuksesan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya. Pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan untuk melakukan pengendalian dan mengetahui posisi kinerja perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi, perhitungan dan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu di PT A. Kinerja rantai pasok diperoleh dengan pendekatan SCOR dan fuzzy AHP. Strategi peningkatan kinerja rantai pasok dirumuskan melalui analisis SWOT dan fuzzy AHP. Hasil penilaian pakar terhadap matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan metode fuzzy AHP bahwa tiga matrik pengukuran kinerja dengan bobot tertinggi adalah biaya pengolahan (0.168), ketepatan pengiriman (0.157) dan kondisi barang sempurna (0.119). Hasil pengukuran kinerja rantai pasok di PT A tahun 2013 menunjukkan kinerja rata-rata perkebunan adalah 61.78% dan kinerja pabrik adalah 63.05% sedangkan tahun 2014 kinerja rata-rata perkebunan adalah 60.30% dan kinerja pabrik 56.80%. Hasil analisis SWOT pada faktor internal menunjukkan nilai total sebesar 2.348 sedangkan faktor eksternal 2.449. Evaluasi faktor internal dan eksternal perusahaan diketahui berada pada posisi Kuadran II (+0.618;-0.195). Studi ini menyarankan alternatif strategi menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa untuk meningkatkan kinerja rantai pasok.

Kata kunci: agroindustri gula tebu, fuzzy AHP, kinerja rantai pasok, SCOR, SWOT

ABSTRACT

MUHAMMAD ASROL. Supply Chain Performance Measurment and Improvement of Sugar Cane Agro-Industry (Case Study in Company A). Supervised by MARIMIN and M ARIF DARMAWAN.

Supply chain performance is an indicator of how well company runs its business process. Supply chain performance measurement is needed to control and to know company's performance position. This research aims to identify, calculate and formulate improvement strategy of cane sugar agro-industry supply chain in PT A. Supply chain performance was obtained by SCOR and fuzzy-AHP approach. Supply chain performance improvement strategy formulated by SWOT analysis and fuzzy AHP. The results of expert assessment for supply chain performance measurement matrix by the fuzzy AHP that three highest weights were processing cost (0.168), delivery accuracy (0.157) and perfect condition (0.119). Supply chain performance measurement results in PT A on the year 2013 showed the average performance of plantation was 61.78% and mill performance was 63.05%, while in 2014 the plantation


(6)

average performance was 60.30% and mill performance was 56.80%. SWOT analysis on internal factors showed total value was 2.348 while 2.449 external factors. Through evaluation of internal and external factors, the company’s position known as Quadrant II (+0618;-0195). This research suggested to intensify research and development to maintain quality, yield and performance as the best strategy to improve supply chain performance.

Keywords: fuzzy AHP, SCOR, sugar cane agro-industry, supply chain performance, SWOT


(7)

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI

PASOK AGROINDUSTRI GULA TEBU

(STUDI KASUS DI PT A)

MUHAMMAD ASROL

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Pengukuran dan

Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A)”

dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari banyak pihak. Maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada:

1. Prof Dr Ir Marimin, MSc dan M. Arif Darmawan, STP MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah.

2. Prof. Sukardi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

3. Prof Rhoedy Purwanto, MSc, Dr Ir Puwono, MS, Dr Sapta Raharja, Prof Dr Ir Mahfud, MS, dan Dr Andes Ismayana, STP MT selaku pakar yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian.

4. Iip Saepudin, SP, Mas Nandang Munandar, SP MM, S. Ragil Wijaya, ST, dan Noor Salim, ST sebagai pakar dari pihak PT A yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian.

5. Kedua orang tua penulis Bapak Anasrun dan Ibu Sarinun atas doa serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Kepada Kakak dan Adik penulis Ifna Reni, SPd, Sri Rahayu, dan Muhammad Afriandi yang memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan karya ilmiah.

6. Keluarga bapak Amin yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian dan pengumpulan data.

7. Keluarga besar TIN 48, CSS MoRA IPB, CSS MoRA IPB 48 yang senantiasa berbagi ilmu selama kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang agroindustri gula tebu indonesia.

Bogor, Agustus 2015


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR ISTILAH xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Pertanyaan Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Ruang Lingkup 3

METODE 3

Kerangka Pemikiran 3

Tata Laksana Penelitian 5

Pengolahan Data 7

Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Konfigurasi Rantai Pasok Agrindustri Gula 13

Struktur Jaringan Rantai Pasok Gula 13

Proses Bisnis Rantai Pasok 20

Sumber Daya Rantai Pasok 22

Manajemen Rantai Pasok 25

Analisa Nilai Tambah 26

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu 28 Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan Fuzzy AHP 29 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu 31 Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu 34 Penentuan Posisi Perusahaan Melalui Analisis SWOT 34 Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu 37

Rancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis 39


(13)

Subsistem Informasi Agroindustri Gula Tebu 40 Subsistem Pembobotan Matrik dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 42 Subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai 43

Implikasi Manajerial 45

SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 51

RIWAYAT HIDUP 76

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi dan defisit gula Indonesia 2008-2013 1

2 Perhitungan nilai tambah metode Hayami 8

3 Uraian atribut dan matriks kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu 10 4 Jumlah impor gula mentah untuk pabrik gula rafinasi 17

5 Syarat mutu gula rafinasi 17

6 Syarat mutu gula Kristal Putih 18

7 Hasil uji mutu gula Kristal Putih PT A tahun 2013 dan 2014 19 8 Kondisi produksi dan permintaan gula Indonesia 2008-2013 19

9 Pangsa pasar gula di Indonesia 20

10 Luas lahan perkebunan tebu nasional tahun 2006-2011 22

11 Kondisi pabrik gula Indonesia 2005-2009 23

12 Jumlah tenaga kerja PT A per Januari 2015 25

13 Perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan 27 14 Perhitungan nilai tambah pada bagian pengolahan 28

15 Standar Kinerja 31

16 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2013 31 17 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2014 32

18 Penilaian Faktor Internal Perusahaan 35

19 Penilaian Faktor Strategi Eksternal 36


(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2 Kerangka analisis rantai pasok (Van de Vorst 2006) 7 3 Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak pendukung analisis 12 4 Pola aliran rantai pasok agroindustri gula (Neves et al. 2010) 13

5 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) 14

6 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) 15

7 Mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu PT A 15

8 Siklus proses rantai pasok PT A 21

9 Proses dorong/tarik pada rantai pasok PT A 21

10 Skema pembagian ketanagakerjaan PT A 24

11 Hierarki dan hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok

agroindustri gula tebu 30

12 Kuadran posisi perusahaan berdasarkan analisis swot 37

13 Halaman pembuka sistem 40

14 Tampilan informasi mekanisme rantai pasok 41

15 Tampilan perhitungan nilai tambah bagian perkebunan 41 16 Tampilan hasil penilaian pakar terhadap matrik pengukuran kinerja 42 17 Tampilan hasil pembobotan matrik pengkuran kinerja oleh pengguna 43 18 Tampilan hasil pengukuran kinerja rantai pasok oleh pengguna 43 19 Tampilan analisis SWOT oleh satu orang pakar 44 20 Tampilan hasil pembobotan pemilihan strategi peningkatan kinerja 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir prosedur penelitian 51

2 Hierarki keputusan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok

agroindustri gula tebu 52

3 Diagram alir model pengukuran kinerja rantai pasok 53 4 Diagram alir perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok 54 5 Peralatan penunjang produksi gula tebu di PT A 55

6 Struktur organisasi PT A 57

7 Data aktual matrik kinerja rantai pasok PT A tahun 2013-2014 58 8 Perhitungan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri gula Tebu di PT A tahun

2013-2014 60

9 Hierarki dan hasil pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok

agroindustri gula tebu 64


(15)

11 Kebutuhan perangkat keras. perangkat lunak dan prosedur instalasi paket

perangkat lunak 68

12 Analisa kebutuhan perangkat lunak 71

13 Tampilan perangkat lunak pendukung analisis 72

DAFTAR ISTILAH

AGI : Asosiasi Gula Indonesia adalah wadah perusahaan atau produsen gula baik yang berbentuk BUMN atau Badan Usaha Swasta yang dalam memperjuangkan kepentingan bersama melakukan kegiatan yang bersifat nirlaba.

AHP : Analytical Hierarchy Process adalah metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam kerangka berfikir dan terorganisir

APO : Asian Productivity Organization merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1961 sebagai oraganisasi antar pemerintah yang bersifat tidak berpolitik, nirlaba dan tidak diskriminatif.

BPS : Badan Pusat Statistik merupakan lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melaksanakan tugas pemerintahan dibidang statistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BSN : Badan Standarisasi Nasional merupakan lembaga pemerintah non-kementerian dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standarisasi di Indonesia. Badan ini menetapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai acuan standar teknis di Indonesia.

BUMN : Badan Usaha Milik Negara merupakan perusahaan milik negara yang merujuk pada perusahaan atau badan usaha yang dimiliki pemerintah sebuah Negara

CI : Concistency Index

CR : Concistency Ratio nilai standar yang digunakan sebagai dasar

penilaian yang konsisten terhadap suatu perbandingan berpasangan.

DFD : Data Flow Diagram yaitu menggambarkan pola aliran data dan logika dalam suatu sistem tanpa melihat sistem tersebut secara langsung.

DGI : Dewan Gula Indonesia

DO : Delivery Order merupakan sebuah surat sebagai bukti transaksi

pembelian gula yang digunakan di lingkungna PT A.

GKP : Gula Kristal Putih merupakan jenis gula yang umumnya diproduksi dari bahan baku tebu/bit melalui proses pemurnian sulfitasi.

GKR : Gula Kristal Rafinasi merupakan jenis gula yang diproduksi dari bahan baku gula mentah melalui proses pemurnian karbonasi.


(16)

HGU : Hak Guna Usaha merupakan status terhadap sebuah wilayah perkebunan yang telah disertifikasi secara hukum untuk perusahaan tertentu.

ICUMSA : International Commision for Uniform Method of Sugar Analysis

merupakan standar uji kualitas gula yang disepakati oleh beberapa negara.

Ikagi : Ikatan Ahli Gula Indonesia

KBS : Kondisi Barang Sempurna

KP : Ketepatan Pengiriman

KPPU : Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KSO : Kerja Sama Operasi

PG : Pabrik Gula

PGR : Pabrik Gula Rafinasi

PT RNI : PT Rajawali Nusantara Indonesia merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di berbagai bisnis termasuk agroindustri.

PTP : Pesanan Terkirim Penuh

PTPN : PT Perkebunan Nusantara merupakan salah satu unit perusahaan BUMN yang bergerak pada bidang perkebunan.

SBH : Siklus Bahan Baku

SCC : Supply Chain Council merupakan sebuah organisai yang aktif melakukan studi pada bidang rantai pasok.

SCOR : Merupakan singkatan dari Supply Chain Operation Refference

merupakan alat manajemen untuk mengukur kinerja rantai pasok.

SDM : Sumber Daya Manusia

SK : Surat Keputusan sebuah peraturan atau keputusan yang dikeluarkan oleh pemimpin lembaga pemerintahan atau organisasi.

SMBD : Sistem Manajemen Basis Data

SMBM : Sistem Manajemen Basis Model

SNI : Standar Nasional Indonesia merupakan sebuah acuan teknis yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

SP : Siklus Pengolahan

SPTA : Surat Perintah Tebang Angkut merupakan surat yang dikeluarkan oleh manajemen PT A melalui bagian Risbang sebagai alat bukti transaksi dan aktivitas pemanenan di perkebunan tebu.

SWOT : Merupakan singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity, Threats

sebuah alat bantu manajemen untuk melihat kondisi internal dan eksternal manajemen suatu perusahaan atau organisasi

TCD : Ton Cane per Day sebuah ukuran untuk menentukan kapasitas produksi Pabrik Gula (PG)

TRB : Tebu Rakyat Bebas merupakan sebuah kategori perkebunan yang dimiliki oleh petani tebu.

USDA : United States Department of Agriculture merupakan lembaga pertanian milik pemerintah Amerika Serikat


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula tebu merupakan produk agroindustri strategis untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan bahan tambahan industri pangan. Permintaan gula di dalam negeri mencapai 4.2 juta - 4.7 juta ton/tahun (Departemen Perindustrian 2009) karena adanya peningkatan jumlah penduduk, pola konsumsi gula yang meningkat, kesejahteraan dan pendapatan masyarakat yang lebih baik (Marimin et al. 2011). Peningkatan permintaan gula dalam negeri seharusya diiringi dengan peningkatan produktivitas produsen, tetapi 67 pabrik gula aktif (59 PG dan 8 PGR) hanya mampu memenuhi kebutuhan rata-rata 2.3 juta ton/tahun (DGI 2012). Penurunan produktivitas gula terjadi pada tahun 2008-2013 sebesar 1.77% sedangkan konsumsinya meningkat 8.77% yang dapat dilihat pada Tabel 1. Adanya penurunan produktivitas gula dalam negeri mendorong pemerintah mengimpor 2.35 juta ton gula/tahun. Kondisi demikian menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor gula terbesar di dunia, sebaliknya semakin menyulitkan posisi PG (Pabrik Gula) dalam negeri (Marimin et al. 2011).

Tabel 1 Konsumsi dan defisit gula Indonesia 2008-2013

Tahun Konsumsi Produksi Defisit

(x1000 ton) (x1000 ton) (x1000 ton) %

2008 3 521 2 668 853 31.96

2009 4 302 2 517 1 785 70.93

2010 4 091 2 290 1 801 78.66

2011 4 503 2 228 2 275 102.11

2012 5 335 2 601 2 734 105.11

2013 5 733 2 390 3 343 139.90

Laju (%/tahun) 8.77 -1.73 25.73 17.75

Sumber:Rusono et al 2013

Besarnya biaya impor gula ($ 1 700 000 000 pada tahun 2010) (AGI 2010) dan sebagai upaya mempertahankan posisi agroindustri gula dalam negeri, diperlukan peningkatan produktivitas agroindustri gula sehingga mampu memenuhi kebutuhan nasional. Perbaikan produktivitas di perkebunan, perbaikan mutu bahan baku, revitalisasi pabrik tua dan tidak terpelihara, membangun pabrik gula baru di luar pulau Jawa (Fahrizal et al. 2014) merupakan beberapa upaya dalam meningkatkan produktivitas gula nasional. Upaya lain adalah dengan mengoptimalkan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu melalui pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kerja, dan menentukan langkah-langkah kedepan baik level strategi, taktik dan operasional (Van de Vorst 2006). Pengukuran kinerja rantai pasok perlu dilaksanakan dalam rangka mengoreksi masalah yang mungkin terjadi dalam rantai pasok sebelum dampaknya meluas, mengatur koordinasi rantai pasok untuk memenuhi permintaan konsumen (Chopra dan Meindl 2006), menciptakan integrasi hulu hingga hilir pabrik yang lebih efektif dan efisien (Marimin dan Maghfiroh 2010), evaluasi kinerja rantai


(18)

pasok secara holistik, menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing (Rachman 2013) dan mengoptimalkan model rantai pasok yang diterapkan pada suatu industri. Upaya mempertahankan agroindustri gula tebu dalam negeri dapat juga ditinjau dari distribusi biaya dan keuntungan yang merata disepanjang rantai pasok (Bunte 2006). Kemerataan disribusi biaya dan keuntungan pada anggota rantai pasok dapat diketahui melalui analisa nilai tambah. Nilai tambah dan keuntungan yang adil dan disepakati anggota dapat menjaga kerjasama dan keberlangsungan rantai pasok (Li dan Yuanyuan 2005) serta menarik investor untuk ikut dalam proses bisnis tersebut.

Berbagai penelitian yang terkait dengan agroindustri gula tebu diantaranya kajian sistem pengukuran kinerja pabrik gula (Rohmatullah et al. 2009), keragaan kinerja dan SPK pengendalian proses produksi gula kristal (Marimin et al. 2011), model penunjang keputusan pengembangan agroindustri gula tebu (Fahrizal et al. 2014) analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard (Anggraini dan Nurkholis 2009), sinkronisasi penjaminan kinerja rantai pasok agroindustri tebu (Sriwana dan Djatna 2012), kinerja pabrik gula berdasarkan kapasitas giling, tebu digiling, jumlah hari giling, jam berhenti giling, overall recovery, dan hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan Kabupaten Probolinggo (Sutjahjo 2001). Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus di PT A, salah satu agroindustri gula tebu di provinsi Jawa Barat dengan model pendekatan pengukuran kinerja rantai pasok SCOR (Supply Chain Operation Refference)-fuzzy AHP (Analytical Hierarchy Process). Pendekatan ini mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan menentukan upaya peningkatan kinerja rantai pasoknya (Marimin dan Maghfiroh 2010). Kemerataan distribusi biaya dan keuntungan disepanjang rantai pasok diketahui melalui analisa nilai tambah model Hayami (1987). Selain itu, penyusunan strategi peningkatan kinerja rantai pasok disusun melalui analisis SWOT dan pemilihan strategi peningkatan kinerja melalui fuzzy-AHP yang dibangkitkan dari opini pakar.

Tulisan ini terdiri atas 5 bagian, yaitu bagian pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan serta penutup. Bagian pendahuluan menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian ini. Metode menjelaskan kerangka pemikiran, metode pengambilan dan pengolahan data. Bagian hasil dan pembahasan memaparkan hasil pengukuran kinerja rantai pasok PT A dan perumusan peningkatan kinerja rantai pasok serta implikasi manajerial perusahaan. Bagian simpulan dan saran merupakan bagian akhir yang merangkum hasil dan saran penelitian selanjutnya.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, muncul beberapa pertanyaan yang harus dijawab terkait dengan pelakasanaan penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana mekanisme rantai pasok gula tebu di PT A?

2. Bagaimana model pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula dengan pendekatan SCOR-fuzzy AHP yang harus dibuat?

3. Bagaimana hasil pengukuran kinerja rantai pasok PT A?


(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme rantai pasok dan nilai tambah gula di PT A.

2. Mengukur kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu di PT A.

3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu yang baik bagi perusahaan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Agroindustri yang dijadikan tempat penelitian adalah agroindustri gula berbahan baku tebu di PT A.

2. Cakupan rantai pasok agroindustri gula tebu yang diambil diawali dengan budi daya tebu dan diakhiri dengan penyimpanan produk di gudang.

3. Analisa proses bisnis agroindustri gula tebu yang meliputi: a. Analisa faktor manajemen rantai pasok gula tebu.

b. Analisa nilai tambah anggota penyusun rantai pasok gula tebu. c. Analisa faktor yang berpengaruh pada kinerja rantai pasok gula tebu.

d. Analisa faktor yang berpengaruh pada strategi peningkatan kinerja rantai pasok gula tebu.

METODE

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian diawali dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan, gaya hidup masyarakat dan peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok khususnya gula. Peningkatan permintaan ini belum dapat diakomodasi oleh agroindustri gula tebu dalam negeri sehingga harus dipenuhi melalui impor yang menimbulkan biaya yang besar. Keadaan ini dipercaya akan terus berlanjut, karena Indonesia berpeluang untuk menjadi konsumen gula terbesar dunia dengan tipikal dan pendapatan yang terus meningkat (Mardianto et al. 2005). Agroindustri gula seharusnya dapat meningkatkan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri untuk mengurangi jumlah impor dan mampu bersaing dalam aktivitas bisnis. Peningkatan produktivitas gula nasional sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat bahwa Indonesia pada tahun 1930-an dapat berproduksi maksimal dan tingkat produktivitas yang tinggi (Maryandani 2013).

Peningkatan produktivitas gula dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manajemen rantai pasok gula sehingga terjadi integrasi hulu dan hilir pabrik yang lebih baik. Setiap perusahaan menerapkan kebijakan dan strategi rantai pasok gula, tetapi


(20)

kebijakan dan strategi itu belum tepat sasaran karena tidak adanya evaluasi kinerja secara berkala dan sesuai. Pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan untuk mengetahui posisi kinerja perusahaan dan arah perbaikan serta peningkatan kinerja yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Optimalisasi rantai pasok dapat juga ditinjau dari nilai tambah dan keuntungan yang merata antar anggota. Analisa nilai tambah pada anggota rantai pasok dapat dijadikan acuan untuk mengetahui sebaran keuntungan dan sebagai daya tarik investor. Upaya meningkatkan kinerja rantai pasok, dapat dilakukan perumusan strategi peningkatan kinerja untuk menentukan langkah-langkah taktis dan strategis. Strategi yang dirumuskan sebaiknya sesuai dengan kondisi objektif agroindustri gula tebu sehingga dapat langsung diimplementasikan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, permintaan bahan pokok dan

gaya hidup masyarakat

Permintaan gula nasional yang terus meningkat setiap tahun produktivitas

agroindustri gula menurun

Upaya mengurangi impor gula, mempertahankan agroindstri gula

tebu dalam negeri melalui peningkatan produktivitas

Mengoptimalkan model rantai pasok agroindustri gula tebu dan menciptakan

integrasi hulu hingga hilir

Identifikasi pengelolaan rantai pasok dan aktivitas bisnis agroindustri

gula tebu

Kinerja rantai pasok yang belum optimal

Strategi manajemen rantai pasok yang belum tepat

sasaran Keuntungan yang tidak merata

antar anggota rantai pasok Identifikasi anggota

primer rantai pasok Analisis mekanisme rantai pasok

Analisa nilai tambah pada tiap anggota rantai pasok (konsep

nilai tambah hayami)

Pengukuran kinerja rantai pasok

Perumusan stategi peningkatan kinerja rantai

pasok sesuai keadaan perusahaan

Peningkatan kinerja rantai pasok Arah perbaikan kinerja berdasarkan hasil pengukuran

Peningkatan produktivitas perusahaan


(21)

Tata Laksana Penelitian

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data berkaitan dengan manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu. Konfigurasi rantai pasok agroindustri gula tebu dianalisis melalui pendekatan APO (Asian Productivity Oganization) yang melihat empat aspek yaitu struktur jaringan, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok sehingga dapat diketahui kondisi objektif model rantai pasok PT A. Analisa nilai tambah rantai pasok diperlukan untuk melihat keberlangsungan rantai pasok yang dihitung melalui model matematik nilai tambah Hayami pada bagian perkebunan dan pengolahan PT A. Pengukuran kinerja rantai pasok dengan pendekatan SCOR (Supply Chain Operation Refference) untuk menganalisis kinerja anggota rantai pasok pada setiap matrik kinerja. Nilai aktual pada matrik kinerja rantai pasok dikombinasikan dengan hasil pembobotan fuzzy-AHP yang diperoleh dengan mengorganisir pendapat pakar. Perumusan strategi peningkatan kinerja diperoleh dari analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threats) untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi peningkatan kinerja. Alternatif strategi yang dirumuskan dipilih dengan mengoranisir pendapat pakar melalui teknik fuzzy-AHP. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengumpulan Data

Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder untuk menjawab tujuan penelitian. Data primer dan data sekunder yang diperlukan pada penelitian ini diantaranya:

1. Data konfigurasi rantai pasok meliputi struktur, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok. Data-data pendukung lain seperti produksi dan konsumsi gula nasional, data kualitas standar gula, data luas lahan perkebunan tebu, data pangsa pasar gula dan data lain yang mendukung konfigurasi rantai pasok agroindustri gula tebu yang bersifat data sekunder.

2. Data hasil produksi, kebutuhan bahan baku, data jumlah dan upah tenaga kerja langsung, data harga produk yang dijual, dan data bahan input tambahan lain pada bagian perkebunan dan pengolahan. Data ini bersifat data primer yang diperoleh di PT A.

3. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat data primer.

4. Data kinerja rantai pasok PT A meliputi sembilan matrik kinerja dari atribut reliabilitas, responsivitas, agilitas dan biaya. Data kinerja ini didukung dengan data produksi, data tebang angkut harian data biaya perawatan dan pengolahan, data kualitas tebu dan gula, data penjualan gula dan data lainnya yang mendukung pada periode 2013-2014. Data-data ini bersifat primer yang diambil di PT A.

5. Data faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan yang bersifat primer dan sekunder.

6. Data bobot dan rating oleh pakar praktisi terhadap faktor internal dan eksternal perusahaan yang bersifat primer.


(22)

7. Data pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat primer.

Data-data yang diperlukan diatas dikumpulkan melalui empat cara, yaitu:

1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu, konsep pengukuran dan perumusan strategi peningkatan kinerja.

2. Observasi lapang, yaitu melihat langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan manajemen dan aktivitas rantai pasok.

3. Wawancara diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan di lapangan baik kepada praktisi ataupun akademisi.

4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar melalui alat ukur berupa kuesioner. Pakar yang dilibatkan pada penelitian ini terdiri dari kalangan praktisi dan akademisi, yaitu:

 Dr Ir Puwono, MS, Dosen Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi dalam bidang perkebunan tebu dan agroindustri gula tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu.

 Prof Rhoedy Purwanto, MSc, Dosen/Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi pada bidang rantai pasok agroindustri gula tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu.

 Iip Saepudin, SP, Kepala Bagian Tanaman/Wakil General Manager PT A sebagai pakar praktisi dalam perkebunan tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu.

 S. Ragil Wijaya, ST, Wakil Kepala Bagian Pabrikasi PT A sebagai pakar praktisi pada produksi gula tebu untuk untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu.

 Mas Nandang Munandar, SP MM, Kepala Riset dan Pengembangan PT A sebagai pakar pada bidang perkebunan tebu untuk evaluasi faktor internal dan eksternal.

 Noor Salim, ST, Wakil Kepala Bagian Instalasi PT A sebagai pakar praktisi pada bidang pabrikasi pengolahan gula tebu untuk menentukan evaluasi faktor internal dan eksternal.

 Dr Andes Ismayana, STP MT Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok.

 Dr Sapta Raharja, Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok.


(23)

 Prof Dr Ir Mahfud, MS, Dosen/Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan pengumpulan data dan informasi rantai pasok agroindustri gula tebu dilakukan di PT A yang berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kegiatan wawancara pakar dilakukan di PT A dan Institut Pertanian Bogor. Pengolahan data berlangsung di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan bulan Mei tahun 2015.

Pengolahan Data

Identifikasi Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu

Rantai pasok agroindustri gula tebu diidentifikasi dengan metode deskriftif-kualitatif yang didukung dengan pendapat narasumber praktisi, observasi lapangan, dan studi pustaka. Rantai pasok agroindustri gula tebu diidentifikasi secara deskriptif diadaptasi dari metode pengembangan rantai pasok menurut APO (Asian Productivity Organization) yang dimodifikasi oleh Van de Vorst (2006) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pendekatan identifikasi rantai pasok ini dapat mendiskripsikan rantai pasok melalui empat elemen utama, yaitu:

1. Struktur rantai menjelaskan ruang lingkup rantai dan peran anggota rantai serta kesepakatan-kesepakatan yang membentuk rantai.

2. Proses bisnis rantai merupakan serangkaian aktivitas bisnis terstruktur dan terukur untuk menghasilkan output tertentu bagi konsumen.

3. Manajemen jaringan dan rantai menggambarkan koordinasi untuk melaksanakan proses dalam rantai pasok oleh anggota.

4. Sumberdaya rantai digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke konsumen.

 Sumber daya apa saja yang digunakan?  Manajemen struktur apa

yang digunakan?  Bagaimana ikatan

kontraktualnya?

 Siapa saja anggota dan apa perannya?  Bagaimana konfigurasi

peraturannya?

 Siapa pelaku bisnis dan proses dalam SCM?  Bagaimana integrasi dari

setiap proses?

Tujuan Rantai

Performa Rantai Struktur Jaringan

Manajemen

Rantai Proses bisnis

Sumber Daya


(24)

Analisa Nilai Tambah Rantai Pasok

Analisa nilai tambah bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing anggota rantai pasok. Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok dianalisa mengikuti model matematik Hayami (Hayami et al.

1987) pada bagian perkebunan dan bagian pengolahan PT A. Teknik perhitungan nilai tambah Hayami dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perhitungan nilai tambah metode Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga.

1. Output (Kg) (1)

2. Bahan baku (Kg) (2)

3. Tenaga kerja langsung (HOK) (3)

4. Faktor Konversi (4) = (1)/(2)

5. Koefisien tenaga kerja langsung (HOK/Kg) (5) = (3)/(2)

6. Harga output (Rp/Kg) (6)

7. Upah tenaga kerja (Rp/HOK) (7)

Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/Kg) (8)

9. Harga input lain (Rp/Kg) (9)

10. Nilai output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)

11. a.Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) - (8)- (9) b.Rasio nilai tambah (11b) = (11a) / (10) x100 12. a.Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)

b.Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a) / (11a) x100 13. a.Keuntungan (Rp/Kg) (13a) =(11a) - (12a)

b.Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a)/ (10) x 100

Balas jasa pemilik fakor produksi

14. Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) - (8)

a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) =(12a) / (14) x100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9) / (14) x100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a)/ (14) x 100

Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Pengukuran kinerja rantai pasok mengikuti model SCOR (Supply Chain Operation Refference) yaitu pedoman standar yang dapat membantu perusahaan dalam mengevaluasi kinerja melalui identifikasi dan perhitungan matrik kinerja rantai pasok (Kasi 2005). Model SCOR dirumuskan dan dibentuk ke dalam empat level hierarki keputusan fuzzy-AHP yaitu proses bisnis, parameter kinerja, atribut kinerja dan matrik kinerja yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses bisnis terdiri dari perencanaan, pengadaan, budi daya, pengolahan dan pengiriman. Paramater kinerja terdiri dari nilai tambah, resiko dan kualitas, sedangkan uraian atribut dan matrik kinerja dapat dilihat pada Tabel 3.


(25)

Tabel 3 Uraian atribut dan matriks kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu

Atribut kinerja Definisi Matrik kinerja

Reliabilitas Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaaan konsumen sesuai dengan keinginannya sehingga meningkatkan kepercayaan pembeli. Pesanan terkirim penuh Ketepatan Pengiriman Kondisi barang sempurna Responsivitas Waktu yang dibutuhkan perusahaan

dalam memenuhi permintaan konsumen Waktu siklus memperoleh bahan baku Waktu siklus pengolahan Agilitas Kemampuan rantai pasok dalam

merespon perubahan pasar dalam upaya memenangkan persaingan pasar. Kemampuan perubahan kapasitas produksi Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya Biaya yang dibutuhkan dalam

menjalankan manajemen rantai pasok

Biaya pengolahan Biaya perawatan Pesanan terkirim penuh, ketepatan pengiriman dan kondisi barang sempurna merupakan matrik pengukuran kinerja yang mendefinisikan atribut reliabilitas dalam memenuhi permintaan dan mempertahankan kepercayaan konsumen. Pesanan terkirim penuh (PTP) merupakan persentase pengiriman barang yang sesuai dengan permintaan ataupun target. PTP pada bagian perkebunan diukur melalui persentase realisasi tebu yang disampaikan ke pabrik terhadap target tebu yang dipanen masing-masing kebun yang kemudian dirata-rata untuk mengetahui PTP kategori perkebunan. PTP pada bagian pengolahan dihitung melalui persentase jumlah gula yang dapat dikeluarkan terhadap jumlah produksi gula. Ketepatan pengiriman (KP) merupakan persentase barang yang dikirim dalam waktu, jumlah dan rencana yang sesuai. KP pada bagian perkebunan dihitung melaui persentase tebu yang dipanen dan dikirim dalam waktu yang tepat dan sesuai dengan rencana pada masing-masing kebun untuk menentukan rata-rata KP kategori perkebunan. KP pada bagian pengolahan dihitung dengan cara jumlah gula yang dapat dikeluarkan dari gudang gula, sesuai dengan Delivery Order

(DO) yang masuk. Kondisi barang sempurna (KBS) mendifinisikan keadaan barang yang dikirim tanpa cacat atau kerusakan lain hingga sampai pada pelanggan. KBS pada bagian perkebunan dihitung dengan cara mengetahui rata-rata persentase cacat tebu yang ditebang sedangkan pada bagian pengolahan dapat diketahui dengan nilai mutu gula yang dihasilkan dan disalurkan.

Atribut responsivitas terdiri atas matrik waktu siklus mendapatkan bahan baku dan matrik waktu siklus pengolahan. Atribut responsivitas berkaitan dengan waktu tanggapan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas rantai pasok. Waktu siklus mendapatkan bahan baku (SBH) merupakan waktu yang diperlukan untuk memperoleh bahan baku untuk produksi. SBH pada perkebunan dihitungan melalui waktu yang


(26)

dibutuhkan oleh setiap kebun untuk memperoleh bibit tebu sedangkan SBH bagian pengolahan dihitung melalui waktu yang diperlukan pabrik untuk memperoleh tebu. Waktu siklus pengolahan (SP) merupakan waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk. SP pada bagian perkebunan diketahui melalui waktu yang diperlukan perkebunan dalam budi daya hingga panen kemudian dibandingkan dengan waktu normal atau target, sedangkan SP pada bagian pengolahan dapat diketahui dengan cara waktu yang diperlukan untuk mengolah tebu menjadi gula yang dibandingkan dengan target.

Agilitas adalah kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan kondisi pasar yang dinamis. Agilitas terdiri dari dua matrik kinerja, yaitu kemampuan perubahan kapasitas produksi dan fleksibilitas kecepatan produksi. Kemampuan perubahan kapasitas produksi merupakan persentase kemampuan masksimum perusahaan untuk memenuhi perubahan permintaan yang dapat diterima dari segi kapasitas produksi. Fleksibilitas kecepatan produksi merupakan persentase kemampuan maksimum kecepatan produksi perusahaan terhadap perubahan permintaan yang dibandingkan dengan target atau besarnya perubahan permintaan.

Biaya pengolahan dan biaya perawatan merupakan matrik kinerja untuk mengidentifikasi atribut biaya rantai pasok. Biaya pengolahan merupakan biaya total yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk. Biaya perawatan adalah biaya total yang diperlukan untuk perawatan alat, mesin dan media produksi.

Pendapat pakar diperlukan untuk mengklarifikasi model dan pembobotan prioritas terhadap hierarki yang disusun dengan menggunakan α sebesar 0.5 dan ω sebesar 0.5 sesuai dengan teknik fuzzy-AHP. Penilaian fuzzy diperlukan untuk mengantisipasi kekurangan AHP yang tidak mampu menyelesaikan persoalan pengambilan keputusan yang bersifat tidak pasti dan ambigu (Cheng 1999; Ravil dan Kant 2014). Penggunaan teknik penilaian fuzzy pada AHP lebih sesuai dengan bahasa linguistik manusia yang ambigu sehingga keputusan yang diperoleh sesuai dengan situasi nyata (Dargi et al. 2014). Hasil penilaian pakar diterjemahkan melalui Persamaan 1, Persamaan 2, Persamaan 3, Persamaan 4, Persamaan 5, dan Persamaan 6 sesuai dengan konsep penilaian fuzzy-AHP (Marimin et al 2013).

~1α = [1, 3-2α] ... (1)

~3α = [1 + 2α, 5-2α] ; ~3α− = [5− α, + α] ... (2)

~5α = [3 + 2α, 7-2α] ; ~5α− = [7− α, + α] ... (3)

~7α = [5 + 2α, 9-2α] ; ~7α− = [9− α,5 + α] ... (4)

~9α = [7 + 2α, 11-2α] ; ~9α− = [ − α,7 + α] ... (5)

~αα = ω u

α + (1- ω) α ; ˅ ω є [0,1] ... (6)

Indeks konsistensi (CI) pada penelitian adalah <0.1, yang dapat ditentukan dengan Persamaan 7 dan Persamaan 8.

CI =λ ax−


(27)

CR =CI

�� ... (8)

Dengan = CI : Indeks konsistensi CR : Rasio Konsistensi

λ maks : Vektor inkonsistensi RI : Indeks rata-rata bobot (Saaty 1980) n : Jumlah alternatif

Hasil pembobotan ini selanjutnya dikombinasikan dengan nilai aktual matrik kinerja rantai pasok sehingga diperoleh hasil kinerja rantai pasok. Diagram alir pengukuran kinerja rantai pasok agorindustri gula tebu dapat dilihat pada Lampiran 3.

Model strategi peningkatan kinerja rantai pasok

Strategi peningkatan kinerja dirumuskan dengan analisis SWOT dan pemilihan strategi peningkatan kinerja terbaik melalui teknik fuzzy-AHP. Analisis SWOT dibutuhkan untuk mengetahui tanggapan manajemen terhadap kondisi internal dan eksternal perusahaan (Witarto 2004). Perumusan strategi melalui analisis SWOT terdiri atas tiga tahap, yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal perusahaan, pembuatan matriks dan pengambilan keputusan (Marimin 2004). Identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dapat menentukan posisi perusahaan pada kuadran SWOT. Hasil identifikasi ini diperlukan untuk penyusunan matriks SWOT yang berisi alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok. Tahap pengambilan keputusan dilakukan dengan teknik fuzzy-AHP yaitu matriks SWOT yang telah disusun, selanjutnya dikonfirmasi kepada pakar, dibentuk dalam sebuah hierarki keputusan dan pemilihan alternatif strategi dengan mengorganisir opini pakar. Diagram alir perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis

Perancangan perangkat lunak pendukung analisis ini dibangun agar dapat memudahkan manajemen PT A dalam mengambil keputusan dengan cepat dan tepat sasaran. Perancangan perangkat lunak ini dilakukan setelah semua informasi yang berkaitan dengan pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok di PT A telah lengkap sehingga dapat diimpelementasikan ke dalam sistem. Perangkat lunak yang dirancangini menintegrasikan pengguna, pendapat pakar dan formulasi matematika sehingga memudahkan pengguna, lebih cepat dan hemat sumber daya.

Konfigurasi Sistem

Perangkat lunak antarmuka yang dirancang ini terdiri beberapa bagian utama yaitu sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen dialog, Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) dan Sistem Manajemen Basis Model (SMBM). SMBM memberikan fasilitas komputasi matematik pendukung pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu sehingga dapat menjadi penunjang keputusan pengguna. SMBD memberikan fasilitas data hasil penilaian pakar dan informasi yang diperoleh


(28)

pada penelitian ini dan diperlukan sebagai penunjang keputusan. Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengguna

Sistem Manajemen Dialog

Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem Manajemen Basis Model

Model Perhitungan Nilai Tambah Bagian Perkebunan Model Perhitungan Nilai Tambah

Bagian Pengolahan Model Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Model Perhitungan Kinerja rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu

Model Perumusan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok

Model Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok

Sistem Manajemen Basis Data

Data Mekanisme Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Data Nilai Tambah Bagian

Pengolahan Data Nilai Tambah Bagian

Perkebunan

Data Bobot Kepentingan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Data Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Data Faktor Internal dan Ekstenal

Agroindustri Gula Tebu Data Bobot dan Rating Faktor

Internal dan Eksternal Data Alternatif Strategi Peningkatan

Kinerja Rantai Pasok

Gambar 3 Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak pendukung analisis

Implementasi Sistem

Model yang dirancang pada konfigurasi sistem selanjutnya diimplementasikan ke dalam sebuah paket program komputer. Pengembangan perangkat lunak ini menggunakan bahasa pemrograman Java melalui Netbeans IDE 8.0.1. Pemodelan aliran data pada sistem dan aplikasi ini digambarkan dalam Data Flow Diagram (DFD) level 0 dan level 1 melalui aplikasi Power Designer Process Analyst 16.1. Perangkat lunak ini dibangun atas tiga subsistem utama yaitu subsistem informasi agroindustri gula tebu, subsistem pembobotan matrik dan pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dan serta subsistem pemilihan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu.


(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konfigurasi Rantai Pasok Agroindustri Gula

Struktur Jaringan Rantai Pasok Gula

Struktur jaringan rantai pasok tidak hanya terdiri dari pabrik pengolahan, tetapi juga terdiri dari transportir, pedagang besar, toko ritel dan konsumen akhir (Chopra dan Meindl 2001). Rantai pasok agroindustri gula terbentuk karena adanya integrasi dan koordinasi antar anggota di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Secara umum agroindustri gula memperoleh bahan baku melalui perkebunan sendiri atau dari penyalur. Sebelum itu, terjadi aktivitas perawatan dan penanganan lahan perkebunan untuk menghasilkan bahan baku. Bahan baku yang diperoleh selanjutnya diolah di pabrik (sugar mills) dengan berbagai metode pengolahan untuk menghasilkan gula yang sesuai dengan standar mutu dan permintaan konsumen. Gula yang dihasilkan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen melalui beberapa aktor, seperti pedagang besar, industri minuman dan distributor. Secara umum, pola rantai pasok agroindustri gula dapat dilihat pada Gambar 4.

Persiapan perkebunan Pemupukan Pestisida Pengapuran lahan Servis peralatan Aktivitas harvester Aktivitas traktor Alat perkebunan Aktivitas truk Tl dan semi-Tl

Kebutuhan transportasi

Perkebunan

Pemenuhan bahan baku dari

perkebunan sendiri

Pemenuhan bahan baku dari

Perkebunan penyuplai Pengolahan gula dan produksi etanol Distributor wholesale Industri kosmetik dan minuman Wholesale Distributor Industri makanan hewan Service station Retail Industri makanan dan lainnya Free consumer Konsumen khusus K o n s u m e n a k h r r

Gambar 4 Pola aliran rantai pasok agroindustri gula (Neves et al. 2010)

Pola aliran rantai pasok agroindustri gula indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rantai pasok gula produksi dalam negeri dan rantai pasok gula impor karena 52% kebutuhan gula nasional masih dipenuhi melalui impor (Rusono et al. 2013). Produksi gula tebu dalam negeri dipenuhi melalui perkebunan milik perusahaan (HGU atau swasta), tebu petani atau dari gula mentah (raw sugar) impor. Gula mentah merupakan gula yang berbentuk kristal berwarna kecokelatan tanpa melalui proses pemutihan dengan nilai ICUMSA (International Commision for Uniform Method of Sugar Analysis) 600-1200 IU (KPPU 2010). Awalnya, gula mentah diimpor dengan tujuan untuk memenuhi kapasitas pabrik yang tidak terpakai, tetapi kenyataannya gula mentah digunakan untuk mencari keuntungan dengan menjualnya ke pasar tradisional karena harganya yang lebih murah dan mudah diperoleh.


(30)

Agroindustri gula dalam negeri menghasilkan dua jenis produk, yaitu Gula Kristal Rafinasi (GKR) Gula Kristal Putih (GKP). GKR merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari gula mentah melalui proses defakasi dan tidak dapat langsung dikonsumsi. Gula Kristal Rafinasi adalah jenis gula yang digunakan sebagai bahan baku produksi pada industri makanan dan minuman dengan nilai ICUMSA < 45 IU (Pujiatsih et al. 2014). Permintaan GKR terus mengalami peningkatan karena industri makanan dan minuman sebagai konsumen utamanya tumbuh 16% (KPPU 2010). Peningkatan permintaan gula mentah ini terlihat pada target produksi Pabrik Gula Rafinasi (PGR) sebesar 2.5 juta ton memerlukan gula mentah 2.8 juta ton (Sawit 2010). Tingginya produksi GKR dalam negeri, pasokan bahan baku yang mudah diperoleh dan harga yang lebih murah menyebabkan GKR merembes ke pasar tradisional yang mengancam kerugian pada perusahaan produsen dan petani GKP. Menurut peraturan yang berlaku, gula yang diproduksi dari gula mentah (produk GKR) hanya boleh dijual pada industri makanan dan minuman dan tidak boleh masuk ke pasar GKP (Rusono et al. 2013). Berdasarkan regulasi ini, rantai pasok GKR sangat sederhana dan ketat karena distributor ditunjuk langsung oleh pabrik gula rafinasi dan sub distributor ditunjuk langsung oleh distributor seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Pabrik gula rafinasi (PGR)

Distributor

Distributor

Industri

Sub-distributor UKM

Industri

Gambar 5 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010)

Gula Kristal Putih (GKP) merupakan gula yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses sulfitasi/karbonatasi/fosfatasi atau proses lainnya sehingga langsung dapat dikonsumsi dengan nilai ICUMSA 81-300 IU (BSN 2010). GKP dalam negeri sebagian besar diolah dari bahan baku tebu, yang dikuasai secara oligopolistik oleh perusahaan-perusahaan besar seperti BUMN atau pihak swasta di pulau Jawa dan Sumatra. GKP yang diproduksi dalam negeri disalurkan oleh distributor atau melalui transaksi pelelangan. Distributor selanjutnya menyalurkannya ke pedagang besar atau ke retail

dan konsumen akhir. Produk GKP impor hanya diizinkan pada perusahaan yang telah terdaftar dan menyalurkan melalui distributor. Distribusi berlanjut hingga ke retail dan konsumern akhir. Secara sederhana, pola aliran rantai pasok GKP dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 6.

PT A merupakan anak perusahaan yang mengambil peran sebagai aktor pengolahan tebu menjadi gula serta menjamin kemanan penyimpanan gula di gudang pada jaringan rantai pasok yang terbentuk. Aktivitas pemasaran gula pada jaringan rantai pasok PT A diatur oleh induk perusahaan PT A. Pemenuhan bahan baku produksi PT A dipenuhi melalui lahan sendiri (HGU dan Drip), lahan petani (TRB) dan lahan kerja sama (KSO).


(31)

Penjualan lelang GKP produksi dari

Perkebunan tebu BUMN GKP produksi dari

Perkebunan tebu petani

Perusahaan swasta Penjualan sesuai

harga kesepakatan

Importir terdaftar

Supplier luar negeri

D i s t r i b u t o r

Sub-distributor Grosir Retail

Grosir Retail

Retail K o n s u m e n a k h i r

Gambar 6 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010)

Rantai pasok PT A diawali dengan aktivitas di perkebunan yang meliputi pembibitan, persiapan dan budi daya tebu, perawatan hingga pemanenan. Aktivitas di perkebunan, pengendalian mutu tebu, jadwal penanaman dan pemanenan serta mekanisme transportasi ke pabrik adalah tanggung jawab Bagian Tanaman PT A. Tebu yang telah dipanen selanjutnya dikirim ke pabrik untuk diolah menjadi gula tebu. Pada proses pengolahan, hal-hal yang menyangkut mutu gula, mekanisme teknologi produksi, kelancaran alat dan proses penggilingan tebu adalah tanggung jawab Bagian Pabrikasi dan Bagian Instalasi. Gula yang telah diproduksi kemudian disimpan di gudang yang dikemas menjadi kemasan retail 1 Kg dan kemasan Bulk 50 Kg. Mekanisme pemasaran dan penjualan gula berada dibawah kendali induk unit perusahaan ini. PT A hanya bertanggung jawab atas penyediaan produk, keamanan penyimpanan dan pengeluaran gula yang telah dipesan konsumen melalui Surat

Delivery Order (DO) yang disahkan oleh induk perusahaan. Pola aliran rantai pasok PT A dapat dilihat pada Gambar 7.

Konsumen akhir

Cakupan rantai pasok agroindustri gula nasional Cakupan rantai pasok induk perusahaan PT A

Cakupan rantai pasok PT A Gudang Pabrik PT A

Penyedia sarana HGU KSO TRB Drip Distributor Kantor Pemasaran


(32)

A.Anggota Rantai Pasok

Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7, rantai pasok PT A melibatkan pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Analisis anggota rantai pasok dilakukan pada anggota rantai pasok primer PT A. Anggota primer rantai pasok adalah pihak yang terlibat langsung pada proses bisnis perusahaan yang terdiri dari penyedia bahan baku, bagian pengolahan, distributor dan konsumen.

1. Penyedia Bahan Baku

Penyedia bahan baku merupakan pihak yang bertanggung jawab menyediakan bahan baku utama melalui pengelolaan perkebunan tebu. Penyedia bahan baku utama di PT A terdiri dari empat kategori, yaitu Hak Guna Usaha (HGU), Kerja Sama Operasi (KSO), Drip Irigation dan Tebu Rakyat Bebas (TRB). HGU merupakan perkebunan yang pengelolaan dan kepemilikan lahan oleh PT A secara hukum. Pengelolaan perkebunan HGU dimulai dari pembibitan, penanaman, perawatan hingga proses pemanenan dan transportasi ke pabrik. KSO merupakan lahan perkebunan tebu yang disewakan perusahaan kepada pihak ketiga. KSO dikelola berdasarkan perjanjian terkait produktivitas lahan yang disepakati kedua belah pihak. Kebijakan pengelolaan dan biaya operasional merupakan tanggung jawab pihak ketiga sebagai pelaksana perjanjian. Drip Irigation merupakan lahan perkebunan tebu milik PT A yang menerapkan teknologi irigasi tetes terpadu. Sistem irigasi bekerja secara otomatis sesuai dengan kebutuhan lahan dan berbeda dengan HGU yang menerapkan irigasi permukaan. Tebu Rakyat Bebas merupakan perkebunan milik masyarakat yang tebu-nya digiling di perusahaan. Pada proses pemanenan, transportasi dan penggilingan tebu, bersifat bagi hasil sesuai dengan peraturan dalam perjanjian.

2. Bagian Pengolahan

PT A merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam mengolah bahan baku tebu menjadi gula yang siap dikirim ke konsumen. Pengolahan tebu menjadi gula di PT A meliputi persiapan bahan, ekstraksi nira, pemurnian, evaporasi, kristalisasi, pendinginan, pemisahan gula, pengemasan dan penyimpanan. PT A memiliki kapasitas pabrik 3000 TCD dan menghasilkan gula kategori Bulk 50 Kg dan retail 1 Kg.

3. Distributor

Distributor memiliki peran untuk menyalurkan produk yang telah diproduksi kepada konsumen. PT A menerapkan strategi distributor tunggal atau menjual ke perusahaan lain dengan sistem pelelangan. Distributor atau perusahaan pihak ketiga ini bertanggung jawab menyalurkan produk ke konsumen akhir. PT A tidak terlibat penuh pada pengaturan sistem distribusi ini, karena telah diatur induk perusahaan. PT A hanya bertanggung jawab atas keamanan penyimpanan gula di gudang.

4. Konsumen

Konsumen merupakan anggota terakhir yang ada pada struktur rantai pasok agroindustri gula tebu. Konsumen produk gula tebu PT A terdiri dari retail dan industri yang sebelumnya telah terlibat perjanjian dan transaksi dengan induk perusahaan.

Retail merupakan konsumen yang berperan menyediakan produk sehingga dapat diakses oleh konsumen akhir. Konsumen industri adalah pihak yang memanfaatkan gula sebagai bahan tambahan dalam proses lanjutan gula.


(33)

B.Entitas Rantai Pasok 1. Produk

Secara umum, gula dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gula mentah (raw sugar), Gula Kristal Rafinasi (GKR) dan Gula Kristal Putih (GKP). Gula mentah merupakan gula yang digunakan sebagai bahan baku produk Gula Kristal Rafinasi yang supplai-nya dipenuhi melalui impor oleh perusahaan dalam negeri yang telah memperoleh izin regulasi. Peningkatan impor gula mentah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah Pabrik Gula Rafinasi (PGR). Peningkatan jumlah PGR karena semakin tumbuhnya industri makanan dan minuman sehingga permintaan GKR dan gula mentah terus meningkat. Menurut KPPU 2010 peningkatan jumlah impor GKR pada kurun waktu 2003-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah impor gula mentah untuk pabrik gula rafinasi

Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah (Ton)

2003 5 350 582

2004 5 478 250

2005 5 808 200

2006 6 952 357

2007 6 1 255 522

2008 7 1 213 470

2009 8 1 670 000

Sumber: KPPU 2010

Gula Kristal Rafinasi adalah gula yang dihasilkan dari bahan baku gula mentah yang tidak dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. GKR merupakan bahan baku pada industri makanan dan minuman, sehingga peredarannya hanya boleh lintas industri sesuai dengan regulasi yang ada. Syarat mutu GKR diatur dalam SNI 01-3140.2-2006 yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Syarat mutu gula rafinasi

No. Parameter Uji Satuan Persyaratan

I II

1. Polarisasi oZ Min 99.80 Min 99.70

2. Gula reduksi % Maks 0.04 Maks 0.04

3. Susut pengeringan % b/b Maks 0.05 Maks 0.05

4. Warna larutan IU Maks 45 Maks 80

5. Abu % b/b Maks 0.03 Maks 0.05

6. Sedimen mg/kg Maks 7 Maks 10

7. Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks 2 Maks 5

8. Timbal (Pb) mg/kg Maks 2 Maks 2

9. Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2 Maks 2

10 Arsen (As) mg/kg Maks 1 Maks 1

11. Angka lempeng total (ALT) Koloni/10 g Maks 200 Maks 250

12. Kapang Koloni/10 g Maks 10 Maks 10

13. Khamir Koloni/10 g Maks 10 Maks 10


(34)

Gula Kristal Putih adalah gula yang dihasilkan dari bahan baku tebu atau bit yang umumnya digunakan sebagai bahan konsumsi rumah tangga. Mayoritas GKP di Indonesia diproduksi oleh pabrik-pabrik gula berbahan baku tebu dengan cara mengekstraksi nira tebu dan memutihkannya dengan teknik sulfitasi. Permintaan gula Kristal Putih terus meningkat, hal ini dibuktikan dengan pemenuhan GKP melalui impor pada tahun 2013 sebesar 3.34 juta ton (BPS 2013). Peningkatan impor gula dapat terjadi karena impor tahun sebelumnya, konsumsi gula, harga gula internasional, perubahan pendapatan perkapita dan persediaan gula domestik (Hairani et al. 2013). Produk gula Kristal Putih haruslah sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh BSN yang diatur dalam SNI 3140.3-2010, yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Syarat mutu gula Kristal Putih

No. Parameter Uji Satuan Persyaratan

GKP 1 GKP 2

Warna

1. Warna Kristal CT 4-7.5 7.8-10

2. Warna larutan IU 81-200 201-300

3. Besar jenis butir Mm 0.8-1.2 0.8-1.2 4. Susut pengeringan % Maks. 0.1 Maks. 0.1

5. Polarisasi % pol Min 99.6 Min 99.5

Bahan Tambahan Pangan

6. Abu konduktivitas % Maks. 0.10 Maks. 0.15

Cemaran Logam

7. Belerang dioksida (SO2)

mg/kg Maks. 30 Maks. 30

8. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2 Maks. 2

9. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2

10. Arsen (As) mg/kg Maks. 1 Maks. 1

Sumber: BSN (2010)

PT A merupakan perusahaan pengolah tebu menjadi gula Kristal Putih dengan kapasitas giling 3000 TCD. Pada tahun 2014 PT A menghasilkan 159 305 Ku SHS dengan bahan baku 2 849 547,10 Ku tebu selama 120 hari giling. Jika ditinjau dari hasil pengujian syarat mutu SNI, produk GKP yang dihasilkan oleh PT A termasuk pada GKP kategori I yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7. GKP yang dihasilkan PT A dikemas kedalam dua jenis kemasan, yaitu kemasan retail dan kemasan bulk 50 Kg.

kemasan retail memiliki bobot 1 kg yang selanjutnya dikemas lagi kedalam kardus distribusi berisi 24 pcs. Biasanya, kemasan retail hanya diproduksi jika ada permintaan dari konsumen.

2. Pasar

Permintaan gula Indonesia tergolong tinggi, yaitu 5 162 000 Ton pada tahun 2012/2013 jauh lebih tinggi dibandingkan Australia dan Thailand yaitu 1 375 000 Ton dan 2 2800 000 Ton pada tahun 2012/2013 (USDA 2014). Permintaan gula yang tinggi di indonesia tidak didukung dengan produksi gula yang memadai di dalam negeri, sehingga 61% kebutuhan gula dalam negeri harus diimpor pada tahun 2012/2013


(35)

begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya yang dijelaskan oleh Tabel 8. Melihat tingginya impor gula nasional, agroindustri gula dalam negeri memiliki peluang yang baik dalam bisnis ini.

Tabel 7 Hasil uji mutu Gula Kristal Putih PT A tahun 2013 dan 2014 No. Parameter Uji Satuan Hasil 2013 Hasil 2014

Warna

1. Warna Kristal CT 6.16 7.74

2. Warna larutan IU 178 169

3. Besar jenis butir Mm 0.77 1.09

4. Susut pengeringan % 0.04 0.03

5. Polarisasi % pol 99.7 99.8

Bahan Tambahan Pangan

6. Abu konduktivitas % 0.04 0.05

Cemaran Logam

7. Belerang dioksida (SO2) mg/kg 6.02 11.2 8. Timbal (Pb) mg/kg <0,03 <0,03 9. Tembaga (Cu) mg/kg <0,007 <0,007 10. Arsen (As) mg/kg <0,003 <0,003

Sumber: PT A

Tabel 8 Kondisi produksi dan permintaan gula Indonesia 2008-2013

Tahun

Stok awal

(x103 Ton)

Total produksi

(x103 Ton)

Total impor

(x103 Ton)

Total supplai

(x103 Ton)

Total Konsumsi

(x103 Ton)

Stok Akhir

(x103 Ton)

2009 590 2 053 2 197 4 840 4 500 340

2010 340 1 910 3 200 5 450 4 700 750

2011 750 1 770 3 026 5 546 5 000 546

2012 546 1 830 2 975 5 351 5 050 301

2013 301 2 040 3 200 5 541 5 162 379

Keterangan: jumlah ekspor gula tahun 2008-2012 adalah 0 Ton

Sumber: USDA 2012

Gula yang diproduksi oleh PT A memiliki peluang yang sama dengan produk gula lainnya karena memiliki standar mutu yang baik. Jangkauan pasar PT A berupa perusahaan besar dan retail. Konsumen perusahaan besar dapat berperan sebagai distributor ke sub-distributor atau ke pedagang besar. Gula retail yang diproduksi sebagian besar dipasarkan oleh induk perusahaan melalui 42 cabang perusahaan distributornya yang diperkuat dengan dua jaringan retail milik sendiri serta didukung oleh mitra ritel nasional lainnya (AGI 2013).

3. Persaingan dan Keunggulan Kompetitif

Persaingan Gula Kristal Putih di dalam negeri bersifat oligopolistik yaitu struktur pasar yang dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Secara total, terdapat 60 Pabrik Gula (PG) yang 43 PG dikelola oleh BUMN sedangkan 17 PG lainnya dikelola oleh


(36)

pihak swasta (DGI 2000). Walaupun persaingan gula dalam negeri bersifat oligopoli, tidak ada perusahaan yang mengambil alih pasar secara dominan. Pangsa pasar terbesar milik Sugar Group sebesar 18.96% sehingga harga gula tidak sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan pemain melainkan oleh pemerintah. Pangsa pasar agroindustri gula dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pangsa pasar gula di Indonesia

Nama Perusahaan Pangsa Pasar

PT RNI I 8.61%

PTPN X 18.72%

PT Kebon Agung 6.24%

PTPN VII 5.56%

Sugar Group 18.96%

PT RNI II 4.15%

PTPN XI 15.56%

PT Laju Perdana Indah 1.36%

PTPN XIV 0.98%

PT Gorontalo 0.84%

PTPN IX 6.16%

PT Madubaru 1.42%

PTPN II 0.38%

PT Gula Madu Plant 9.16%

PT Pramuka Sakti Manis Indah 1.78%

Sumber: KPPU 2010

Proses Bisnis Rantai Pasok

Chopra dan Meindl (2001) membagi proses bisnis rantai pasokan menjadi dua sudut pandang, yaitu tinjauan siklus (cycle view) dan tinjauan dorong/tarik (push/pull view). Tinjauan siklus merupakan proses bisnis dalam rantai pasok dibagi kedalam serangkaian siklus yang pada setiap siklusnya mempertemukan anggota rantai pasok. Tinjauan dorong/tarik dibagi menjadi dua proses bisnis utama yaitu respon terhadap pesanan konsumen (proses tarik) atau antisipasi dari pesanan konsumen (proses dorong).

A.Tinjauan Siklus

Secara sederhana, rantai pasok PT A melibatkan tiga tingkat anggota yaitu pemasok, perusahaan pengolah dan konsumen seperti pada Gambar 8. Pemasok merupakan perkebunan yang menyediakan bahan baku (tebu) pada setiap masa tanam. Perusahaan pengolah yang dimaksud adalah PT A yang berperan menghasilkan gula dari tebu yang disediakan oleh perkebunan. Konsumen yang dimaksud pada tinjauan siklus ini adalah pihak yang mengambil gula ke gudang PT A sesuai dengan Delivery Order yang mereka peroleh hasil transaksi dengan induk perusahaan PT A.

Siklus pesanan konsumen dapat terjadi pada setiap waktu sepanjang tahun sesuai dengan Delivery Order yang mereka miliki. Siklus pengolahan berlangsung pada masa tertentu sesuai dengan waktu yang ditetapkan manajemen perusahaan. PT A melakukan


(37)

produksi hanya pada waktu yang ditetapkan sesuai dengan ketersediaan bahan baku di perkebunan bukan berdasarkan permintaan konsumen. Pemenuhan pesanan konsumen dilakukan melalui ketersediaan gula yang ada di gudang. Induk perusahaan PT A memiliki peranan penting dalam menentukan konsumen produknya dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan PT A sesuai dengan ketersediaan produk di gudang. Siklus pengadaan meliputi semua kegiatan budidaya tebu di perkebunan dan menjamin ketersediaannya sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada masing-masing perkebunan. Siklus pengadaan/budidaya langsung dimulai setelah masa panen agar ketersediaannya terjamin pada masa giling tahun berikutnya. Siklus pengadaan ini adalah tanggung jawab Bagian Tanaman PT A dengan berkoordinasi dengan Bagian Pabrikasi.

Gambar 8 Siklus proses rantai pasok PT A

B.Tinjauan Dorong/Tarik

Perbedaan proses dorong dan tarik terletak pada keputusan eksekusi proses tersebut dilakukan dan melihat apakah bersifat reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk (Abror et al. 2011). Proses dorong berlangsung pada kondisi yang tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik berlangsung ketika pesanan konsumen telah diketahui secara pasti. Proses dorong/tarik dapat terjadi pada proses bisnis rantai pasok PT A yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Proses dorong/tarik pada rantai pasok PT A Siklus pengolahan

Siklus pengadaan/budidaya Perusahaan pengolahan (PT A)

Pemasok / perkebunan

Konsumen Siklus pesanan konsumen

---

Kedatangan pesanan konsumen

Siklus pengolahan Proses Dorong

Proses Tarik Siklus pesanan konsumen

Proses Tarik Siklus pengadaan/budidaya

---


(38)

Proses tarik terjadi pada siklus pengadaan/budidaya dan siklus pesanan konsumen artinya kedua siklus tersebut dieksekusi setelah ada pesanan dari konsumen. Proses dorong terjadi pada siklus pengolahan yang berarti produksi dilakukan sebagai antisipasi dari pesanan konsumen yang akan datang. Siklus pengadaan/budidaya dilaksanakan langsung setelah masa panen sesuai dengan target yang disepakati. Proses ini dikategorikan siklus tarik karena budidaya dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan bahan baku pabrik sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan. Siklus pesanan konsumen dieksekusi apabila telah datang Surat Delivery Order yang dibawa oleh konsumen. Siklus pengolahan PT A dilakukan sebagai pada setiap tahun sesuai dengan masa giling yang telah disepakati, artinya proses ini dilaksanakan sebagai antisipasi dari perminataan konsumen yang akan masuk. Operasi produksi tergantung pada ketersediaan bahan baku yang dipenuhi dari siklus pengadaan bukan berdasarkan seberapa banyak pesanan konsumen yang masuk.

Sumber Daya Rantai Pasok A. Sumber Daya Fisik

Sumber daya fisik agroindustri gula tebu Indonesia dapat ditinjau dari dua aspek yaitu ketersediaan lahan perkebunan dan kondisi pabrik pengolahan. Lahan perkebunan adalah sumberdaya fisik utama agroindusti gula selain sumber daya fisik gula mentah yang digunakan pabrik pada masa-masa idle. Berdasarkan data DGI luas lahan perkebunan tebu pada kurun waktu 2006-2011 secara umum berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Beberapa hal menjadi penyebab menurunnya luas lahan perkebunan tebu, diantaranya adalah penghapusan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi dan banyaknya petani tebu yang mengubah komoditasnya ke non-tebu (Pujiatsih et al.

2014). Kondisi luas areal perkebunan dalam kurun waktu 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas lahan perkebunan tebu nasional tahun 2006-2011

Tahun Luas Lahan (Ha)

2006 396 441

2007 428 401

2008 436 504

2009 422 935

2010 418 259

2011 437 731

Sumber: Pujiatsih (2014)

Penguatan sumberdaya fisik aspek perkebunan telah didukung dengan kebijakan pemerintah diataranya adalah dukungan sarana produksi (pupuk, bibit pengairan) (Dept. Perindustrian 2009), pemantapan areal lahan, seleksi izin lokasi, pengukuran, ganti rugi, sertifikasi HGU, rehabilitasi tanaman, penyediaan agroinput, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan produktivitas lahan dan antisipasi perubahan iklim yang tertuang di dalam peraturan Menteri Perindustrian (2010). Permasalahan perkebunan tebu yang ditemukan di lapangan menunjukkan belum adanya inovasi teknologi budidaya tebu, dan masih banyaknya lahan perkebunan tebu keprasan yang frekuensinya lebih dari tiga kali (Rusono et al. 2013). Permsalahan ini seharusnya


(39)

dapat menjadi agenda perbaikan agroindustri gula selanjutnya dengan koordinasi yang baik antara kebijakan pemerintah dan aktor di lapangan.

Penurunan luas areal perkebunan tebu bukan satu-satunya permasalah yang ada pada agroindustri gula tebu, tetapi juga ada permasalahan rendahnya produktivitas pabrik sehingga produksi gula juga ikut menurun. Menurut Ikagi produksi gula indonesia saat ini masih belum ideal, seharusnya 62 Pabrik Gula yang 51 PG diantaranya milik BUMN dan 11 PG lainnya milik swasta hanya mampu memproduksi 2.60 juta ton padahal seharusnya dapat memproduksi 3.15 juta Ton (Rusono et al.

2013). Umumnya PG milik swasta mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari pada PG BUMN seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11. Kondisi pabrik gula yang sudah tua tidak didukung dengan rehabilitasi berkala, sehingga produktivitas perusahaan menurun. Lambannya rehabilitasi pabrik gula disebabkan oleh rendahnya insentif yang diberikan pemerintah khususnya suku bunga bank selain pada kesulitan penyediaan lahan Colosewoko (2010).

Tabel 11 Kondisi pabrik gula Indonesia 2005-2009

Nasional/menurut manajemen pengelolaan

2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan

(%)

Nasional/jumlah PG 58 58 58 59 61

Rendemen (%) 7.20 7.63 7.35 7.97 7.60 1.52

Produktivitas GKP (Ton/Ha) 5.89 5.85 5.76 5.95 5.54 -1.60

Swasta/Jumlah PG 10

Rendemen (%) 8.2 8.47 8.42 8.73 8.23 0.38

Produktivitas GKP (Ton/Ha) 6.60 6.34 6.46 6.3 6.26 -0.17

BUMN*/Jumlah PG 51

Rendemen (%) 6.8 7.27 6.9 7.6 7.23 1.67

Produktivitas GKP (Ton/Ha) 5.59 5.63 5.45 5.51 5.15 -1.86 *) RNI dan PTPN

Sumber: Sawit (2010)

Ketersediaan lahan PT A cukup terjamin karena diikat secara hukum melalui lahan HGU. Luas lahan HGU bruto yang dimiliki PT A adalah 5 669,4 Ha, selain itu juga terdapat lahan sewa seluas 582 Ha dan lahan Tebu Rakyat Bebas 213 Ha. Sumber daya fisik perawatan perkebunan tebu didukung dengan irigasi alur dan irigasi permukaan seluas 402 Ha dengan sumber air berasal dari Tarum Timur di sekitar Pabrik. Fasilitas produksi off farm PT A didukung dengan kapasitas giling 3000 TCD dengan kapasitas produksi inklusif 2800 TCD. Produksi GKP-nya dibagi menjadi per-stasiun kerja, yaitu per-stasiun Boiler, gilingan, cane Stacker, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun penguapan dan Pendinginan, stasiun puteran serta gudang gula dan tetes. Kondisi mesin yang dioperasikan di PT A menurut stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.


(40)

B.Sumber Daya Manusia

Agroindustri gula tebu telah mulai dikembangkan sejak zaman penjajahan Belanda kemudian dikendalikan pemerintah melalui pembangunan PTPN dan PT RNI. Berbagai penelitian dan SDM yang berkualitas dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi turut mendukung perkembangan agroindustri gula dalam negeri. Selain itu, untuk mendukung aktivitas di perkebunan tebu, agroindustri gula tebu juga didukung oleh petani disekitar pabrik atau dari luar daerah untuk budidaya dan panen tebu.

PT A merupakan unit perusahaan BUMN yang mulai dibangun pada tahun 1981 melalui SK Mentan No.667/KPTS/ORG/8/1981 kemudian memulai operasi produksi seperti saat sekarang ini semenjak 30 September 1988 dari modal sendiri. Manajemen PT A dipimpin oleh seorang General Manager dan didukung oleh Kepala Bagian Tanaman, Kepala Bagian Pabrikasi, Kepala Bagian Instalasi, Kepala Bagian TUK, dan Kepala Bagian SDM. Struktur organisasi PT A dapat dilihat pada Lampiran 6.

Ketenagakerjaan di PT A secara umum dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap dibagi lagi menjadi dua yaitu karyawan bulanan dan karyawan harian (Honorair). Karyawan bulananan kemudian dibagi lagi menjadi dua, yaitu karyawan pimpinan (karyawan staff) dan karyawan non-pimpinan (karyawan non staff) yang bertugas sebagai juru tulis, asisten masinis dan lain sebagainya.

Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan kampanye dan karyawan musiman. Karyawan kampanye atau Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) dalam pabrik adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi yang waktu kerjanya hanya pada proses penggilingan berlangsung. Karyawan kampanye atau PKWT luar pabrik yang berkerja pada masa penanaman dan pemanenan tebu. Karyawan kampanye diperoleh dari penduduk lokal atau penduduk dari luar daerah (impor). Pembagian ketenagakerjaan di PT A dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan jumlah pekerja di PT A per-januari 2015 dapat dilihat pada Tabel 12.

Karyawan PT A

Karyawan tetap

Karyawan tidak tetap

Karyawan bulanan

Karyawan harian (Honorer)

Karyawan pimpinan (karyawan staff)

Karyawan non-pimpinan (karyawan non-staff)

Karyawan kampanye (PKWT dalam pabrik)

Karyawan musiman (PKWT diluar pabrik)

PKWT lokal

PKWT impor


(41)

Tabel 12 Jumlah tenaga kerja PT A pada Januari 2015

Status Tenaga Kerja Bulan lalu Bulan ini Keterangan

Karyawan staff (Gol. IX-XVI) 40 40 Orang

Karyawan non-staff (Gol. I-VIII) 187 187 Orang

PKWT luar pabrik 272 0 Orang

PKWT dalam pabrik 0 0 Orang

Honorair 2 2 Orang

MPP 2 2 Orang

Jumlah 507 231 Orang

Sumber: PT A

Manajemen Rantai Pasok Kesepakatan Kontraktual

Hubungan pemangku kebijakan dengan pelaksana kegiatan perkebunan di PT A selain lahan HGU diikat melalui kesepatan kontraktual. Kesepakatan kontraktual terutama terjadi pada perkebunan Kerja Sama Operasi (KSO). Kesepakatan yang terjadi diatur melalui Surat kontrak perjanjian antara PT A dan perusahaan pihak ketiga terkait dengan pengolahan dan produktivitas lahan termasuk pembagian keuntungan yang sepadan. Kebijakan pengolahan lahan terletak pada pihak perusahaan ketiga sebagai pelaksana perjanjian di perkebunan, sedangkan pembagian keuntungan atau kerugian terlebih dahulu telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

Kesepatan kontraktual lainnya juga diatur pada perkebunan Tebu Rakyat Bebas (TRB). Kesepakatan kontraktual dengan TRB tidak terjadi secara formal seperti pada perkebunan KSO tetapi hanya terjadi besamaan dengan sistem transaksi ketika masa panen berlangsung. Sistem pengolahan perkebunan TRB adalah perkebunan yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh petani hingga masa panen tiba dan tetap diawasi oleh PT A agar pengelolaannya lebih baik sehingga tebu yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas. Pihak petani memiliki hak untuk memutuskan pemanenan lahan perkebunan mereka, tetapi tetap dibawah pengawasan PT A melalui analisa pendahuluan kematangan tebu. Pada saat panen tiba, proses pemanenan dan transportasi dibantu oleh PT A sesuai dengan kesepakatan perjanjian sebelum masa panen. Kesepatan kontraktual lainnya antara PT A dan petani TRB juga tentang pembagian hasil penggilingan tebu. Hasil penggilingan tebu biasanya dibagi antara perusahaan dan petani sebesar 30:70 atau sesuai dengan kesepakatan bersama dengan tidak meninggalkan regulasi yang telah diatur pemerintah.

Sistem Transaksi

Sistem transaksi yang terjadi pada manajemen rantai pasok PT A cukup bervariasi terutama pada manajemen bahan baku dan produk. Secara sederhana, transaksi yang terjadi pada perkebunan tebu dibuktikan dengan Surat-Surat transaksi yang sebagian besar dikeluarkan oleh Bagian Riset dan Pengembangan untuk manajemen perkebunan. Pekerja perkebunan akan meminta persetujuan Sinder Kebun atau Sinder Kebun Kepala atau Kepala Riset dan Pengembangan sesuai dengan kepentingannya untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan aktivitas di kebun. Setelah persetujuan dikeluarkan, selanjutnya dana keperluan dikeluarkan oleh bagian


(42)

TUK sesuai dengan Surat transaksi yang telah disetujui. Sistem transaksi pada masa panen sedikit berbeda yaitu dibawa oleh Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA) yang dikeluarkan oleh bagian Riset dan Pengembangan dibawa oleh supir truk pengangkut tebu yang berisi keterangan asal perkebunan, penanggung jawan kebun, kualitas dan varietas tebu serta berat tebu. SPTA digunakan sebagai dasar pembayaran pekerja-pekerja di perkebunan dan transportasi pada saat panen serta pendataan jumlah dan kualitas tebu yang masuk ke pabrik.

Sistem transaksi pada penjualan gula diatur melaluil Surat Delivery Order yang dikeluarkan oleh induk perusahaan PT A. Surat Delivery Order (DO) adalah bukti transaksi dan Surat perintah pengeluaran gula dari gudang sebagai dasar transaksi penjualan. Pendataan dan konfirmasi Surat Delivery Order dilakukan oleh bagian TUK sedangkan sistem muat gula dilakukan oleh bagian Gudang setelah DO diverifikasi.

Analisa Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan terjadinya peningkatan nilai pada suatu komoditas karena komoditas itu mengalami penambahan input atau pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi (Coltrain et al. 2000). Distribusi nilai tambah yang merata pada anggota rantai pasok adalah daya tarik tersendiri bagi investor untuk bergabung ke dalam bisnis tersebut (Hidayat 2012). Perhitungan nilai tambah pada penelitian ini difokuskan pada perkebunan dan pengolahan rantai pasok agroindustri gula tebu PT A.

Analisa Nilai Tambah Bagian Perkebunan Tebu

Analisa nilai tambah pada bagian perkebunan berkaitan dengan jumlah bibit, bahan tambahan lain dan jumlah tebu yang dihasilkan pada setiap periode-nya. Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok perkebunan pada masa tanam 2014 dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian perkebunan, rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 62.5% dengan tingkat keuntungan 30%. Rasio nilai tambah yang rendah dapat disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan karena permasalahan iklim, keadaan tanah dan kondisi penyiraman (Naik 2003). Wilayah perkebunan PT A yang terletak di daerah yang memiliki jenis iklim D2 dan tanah mayoritas Latosol dengan pH 4.5-5.5 dengan curah hujan 2500-7000 mm/tahun. Kondisi tanah demikian kurang baik untuk budi daya tebu, karena menurut Indrawanto

et al. (2010) kondisi tanah untuk budi daya tebu memiliki pH 6-7.5 dengan curah hujan 1000-1300 mm/tahun sedangkan kondisi iklimnya sudah cukup mendukung. Kendala lain adalah kondisi penyiraman tebu dan irigasi yang mengalami hambatan karena sumber air yang jauh dari perkebunan. Selain itu, PT A memiliki lahan perkebunan yang mayoritas menerapkan sistem irigasi permukaan. Sistem irigasi permukaan menyebabkan adanya genangan air di permukaan tanah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan karena berkurangnya oksigen dalam tanah (Indrawanto et al. 2010). Hasil analisa nilai tambah menunjukkan rasio nilai tambah yang diperoleh lebih besar dari


(43)

pada keuntungan yang diperoleh, artinya bagian perkebunan belum dapat memanfaatkan rasio nilai tambahnya secara maksimal.

Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan

No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga.

1. Output (Ku/periode/ha) 587

2. Bahan baku (Ku/periode/ha) 121

3. Tenaga kerja langsung (jam/periode/ha) 2 400

4. Faktor Konversi 4.85

5. Koefisien tenaga kerja langsung (orang/Ku) 19.83

6. Harga output (Rp/Ku) 31 000

7. Upah tenaga kerja (Rp/orang/jam) 2 500

Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/ku) 55 617

9. Harga input lain (Rp/Ku) 689

10. Nilai output (Rp/ku) 150 371

11. a. Nilai tambah (Rp/Ku) 94 065

b. Rasio nilai tambah 62.5

12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Ku) 49 587 b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) 53

13. a. Keuntungan (Rp/Ku) 44 478

b. Tingkat keuntungan (%) 30

Balas jasa pemilik fakor produksi

14. Marjin (Rp/Ku) 94 754

a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) 52

b. Sumbangan input lain (%) 0.73

c. Keuntungan perusahaan (%) 47

Analisa Nilai Tambah pada Bagian Pengolahan

Bagian pengolahan merupakan anggota rantai pasok gula tebu yang bertanggung jawab mengolah tebu menjadi gula. Peningkatan nilai tambah terjadi karena adanya perlakuan bahan dan penambahan input ketika pengolahan. Hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 14.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan, rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan yang diperoleh adalah 42%. Rasio nilai tambah ini tergolong rendah, yang dapat dipengaruhi oleh rendahnya faktor konversi karena kualitas SDM dan pabrik gula yang tua. Faktor konversi bahan baku menjadi produk yang rendah diantaranya adalah rendahnya rendemen dan produktivitas pabrik. Rendemen PT A pada tahun 2014 adalah 5.61% jauh dibawah target rendemen nasional (8%-12%) (Rusono et al. 2013) mengakibatkan rasio nilai tambah semakin kecil. Perbaikan nilai tambah bagian pengolahan dapat dilakukan dengan meningkatkan


(1)

Lampiran 12 Analisa kebutuhan perangkat lunak

No. Pihak Kebutuhan

1 Pemerintah Daerah a. Meningkatnya :

(1) Lapangan kerja dan kesempatan berusaha. (2) Penanaman modal.

(3) Pendapatan daerah. (4) Perekonomian daerah.

b. Menciptakan iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya petani tebu dan agroindustri gula. 2 Petani a. Terjaminnya pemasaran tebu.

b. Meningkatnya kepercayaan industri. c. Perluasan usaha.

d. Peningkatan: (1) Pendapatan .

(2) Kesejahteraan petani. (3) Mutu tebu yang baik. 3 Pengusaha agroindustri

gula

a.Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen rantai pasok.

b.Peningkatan rendemen.

c.Peningkatan produktivitas perusahaan. d.Mempertahankan kepercayaan konsumen. e.Mendapatkan:

(1) Keuntungan maksimal.

(2) Bahan baku berkualitas dengan harga layak. (3) Permintaan konsumen terpenuhi dengan baik. 4 Konsumen a. Mendapatkan produk dengan harga yang sesuai

dengan kulitas.

b. Memperoleh pesanan tepat waktu.

c. Memperoleh pesanan dalam jumlah dan spesifikasi yang benar.


(2)

Lampiran 13 Tampilan perangkat lunak pendukung analisis Subsistem Informasi Agroindustri Gula Tebu

Halaman pembuka informasi agroindustri gula tebu

Halaman tampilan informasi nilai tambah


(3)

Subsistem pembobotan matrik dan pengukuran kinerja rantai pasok Halaman pembuka subsistem

Tampilan petunjuk pengisian kuesioner pembobotan matrik kinerja


(4)

Tampilan pembobotan matrik kinerja rantai pasok lebih dari satu orang pakar

Subsistem perumusan dan pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok Tampilan halaman faktor internal dan eksternal perusahaan


(5)

Tampilan halaman pembuka hasil penelitian untuk analisis dan matrik SWOT


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sungai Tonang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tanggal 28 Januari 1994 sebagai putra kedua dari pasangan bapak Anasrun dan Ibu Sarinun. Tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di Pesantren Teknologi Riau, Pekanbaru dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama RI dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus CSS MoRA IPB 2012/2013 dan 2013/2014, penulis juga tercatat sebagai anggota UKM IDC (IPB Debate Community) 2012/2013. Pada bulan Juni – Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, dengan judul Mempelajari Sistem Manajemen Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Subang.