Studi Kasus Pencabutan Gigi Untuk Penanganan Penyakit Periodontal Pada Premolar Dan Molar Kucing

STUDI KASUS PENCABUTAN GIGI UNTUK
PENANGANAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA
PREMOLAR DAN MOLAR KUCING

RILI WAHYU AJI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus
Pencabutan Gigi untuk Penanganan Penyakit Periodontal pada Premolar dan
Molar Kucing adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Rili Wahyu Aji
NIM B04110091

ABSTRAK
RILI WAHYU AJI. Studi Kasus Pencabutan Gigi untuk Penanganan Penyakit
Periodontal pada Premolar dan Molar Kucing. Dibimbing oleh DENI NOVIANA
dan SITI ZAENAB.
Penyakit periodontal dapat menyerang hewan peliharaan seperti kucing dan
anjing. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui penanganan penyakit
periodontal dengan pencabutan gigi pada premolar dan molar kucing.
Penanganan penyakit periodontal pada kucing dilakukan dengan pemeriksaan
keadaan klinis gigi kucing terlebih dahulu. Pemeriksaan keadaan klinis dilakukan
setelah calculus pada gigi dibersihkan dengan extraction forceps. Gigi yang tidak
dapat diselamatkan atau mengalami kerusakan yang cukup parah dilihat dari
indeks hasil pemeriksaan harus dicabut. Pencabutan gigi berakar satu dan berakar
lebih dari satu dilakukan dengan teknik yang berbeda. Gigi berakar satu dapat
langsung dicabut atau dengan pengurangan perlekatan terhadap gusi terlebih

dahulu. Gigi berakar lebih dari satu dilakukan pembagian menjadi gigi berakar
satu terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan pencabutan gigi. Desinfeksi alveolar
bone dilakukan pada setiap pencabutan gigi. Lubang pada alveolar bone yang
cukup luas harus ditutup dengan teknik gingival flapping. Penjahitan dilakukan
menggunakan benang yang dapat diserap oleh tubuh. Berdasarkan studi kasus
yang dilakukan, penanganan penyakit periodontal pada premolar dan molar
kucing dilakukan dengan pencabutan pada gigi yang telah mengalami kerusakan
parah. Pencabutan gigi premolar dan molar kucing dilakukan dengan teknik yang
berbeda didasarkan pada jumlah akar gigi.
Kata kunci: kucing, pencabutan gigi, penyakit periodontal

ABSTRACT
RILI WAHYU AJI. Case Study on Dental Extraction of Molar and Premolar as
Periodontal Disease Treatment in Cat. Supervised by DENI NOVIANA and SITI
ZAENAB.
Periodontal disease is one of health problems that can affect pet animals,
such as cat and dog. The purpose of this case study is to evaluate periodontal
disease treatment by dental extraction in cat’s premolar and molar teeth.
Periodontal disease treatment is done by formerly performing cat’s dental clinical
checkup. It is done after the calculus has been cleansed off the teeth using

extraction forceps. Based on the physical examination result, teeth that cannot
heal or sustain severe damage need to be extracted. Single and multi rooted teeth
are extracted by using different technique. The single rooted teeth can be
extracted directly or after reducing its attachment to the gum. The multiple rooted
teeth required it to be divided into several single rooted teeth before it can be
extracted using the same technique as the single rooted teeth extraction. Alveolar
bone disinfection is also done in every extraction. Holes on alveolar bone that
considered wide were closed by gingival flapping technique. Every stitch used
absorbable suture. Based on the result of this case study, periodontal disease in
cat’s premolar and molar can be treated by performing dental extraction to
severely damaged teeth. The premolar and molar teeth is extracted by using
different technique depending on the number of the teeth root.
Keywords: cats, dental extraction, periodontal disease

STUDI KASUS PENCABUTAN GIGI UNTUK
PENANGANAN PENYAKIT PERIODONTAL PADA
PREMOLAR DAN MOLAR KUCING

RILI WAHYU AJI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya
ilmiah ini adalah “Studi Kasus Pencabutan Gigi untuk Penanganan Penyakit
Periodontal pada Premolar dan Molar Kucing”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Drh Deni Noviana, PhD
selaku pembimbing I dan Drh Siti Zaenab selaku pembimbing II. Ungkapan
terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi selaku
pembimbing akademik yang telah membimbing selama kuliah. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak Akhmad
Nuhaji dan Ibu Yonna. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Muhammad Faiz Hafizhuddin yang menjadi rekan seperjuangan sejak awal
kuliah, teman-teman Ganglion FKH 48, teman-teman White House dan temanteman Arundina atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Rili Wahyu Aji

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Studi Kasus


1

Manfaat Studi Kasus

1

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 2
Gigi Kucing

2

Penyakit Gigi Kucing

3

Penanganan Penyakit Periodontal

3


METODE ............................................................................................................ 4
Bahan

4

Alat

4

Tempat dan Waktu Pengamatan

4

Prosedur

5

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 7
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 13
Simpulan


13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15
LAMPIRAN ..................................................................................................... 18
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 19

DAFTAR TABEL
1 Hasil pemeriksaan Complete Blood Count
2 Hasil pemeriksaan kimia darah
3 Status fisik pasien menurut American Society of Anesthesiologist

7
8
9


DAFTAR GAMBAR
1 Diagram gigi kucing
2 Three-ways syringe yang digunakan untuk mendesinfeksi ruang mulut
3 Gejala kinis yang terlihat dari hasil pemeriksaan keadaan ruang mulut
kucing yang menderita penyakit periodontal
4 Probing pada premolar pertama kucing dan caninus kucing untuk
mengetahui indeks sulcus gingivitis
5 Pemeriksaan furcation pada molar pertama maxilla kanan kucing (107)
dan molar pertama mandibular kanan kucing (407)
6 Diagram hasil pemeriksaan gigi kucing
7 Pembagian gigi berakar lebih dari satu menjadi bagian-bagian gigi
berakar satu pada maxilla dan mandibular kucing
8 Alveolar bone pada gigi yang telah dilakukan pencabutan
9 Penjahitan gusi pada maxilla dan mandibular kucing

2
6
10
10
11

11
12
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel istilah

18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang membuat pola hidup masyarakat
mengikuti gaya di negara maju. Salah satu gaya hidup yang diikuti adalah
memiliki hewan kesayangan. Kucing dan anjing merupakan hewan peliharaan
yang umum dimiliki oleh masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kesehatan kucing seperti faktor diet, stress, jenis ras, penyakit
infeksius, dan penyakit periodontal (DeLaurier et al. 2006).

Penyakit periodontal sangat sering dihadapi oleh dokter hewan praktisi
(Klein 2000). Hal tersebut membuat klien menanyakan penyakit periodontal pada
hewan kesayangan mereka (Gorrel 2008). Faktor yang menyebabkan timbulnya
penyakit periodontal adalah kebiasaan menggigit, grooming, status kesehatan,
perawatan di rumah, bakteri yang aktif di ruang mulut, serta jenis pakan yang
diberikan (Gawor et al. 2006).
Gigi kucing terdiri dari incisivus, caninus, premolar dan molar. Incisivus
berfungsi untuk membantu mengambil makanan. Caninus berfungsi untuk
merobek dan menahan makanan. Premolar dan molar berfungsi untuk
menghancurkan makanan menjadi bentuk yang dapat ditelan (Perrone 2013).
Penyakit periodontal lebih mudah terjadi pada premolar dan molar dibanding
dengan tipe gigi lain berdasarkan fungsi gigi. Prevalensi kejadian penyakit
periodontal dengan hilangnya perlekatan gigi dengan gingiva 85.5% terjadi pada
premolar 1, 2, dan 3 (Kortegaard et al. 2014).
Dasar penanganan penyakit periodontal adalah pengendalian bakteri yang
membentuk plak. Penanganan penyakit periodontal umumnya terdiri atas dua
hingga empat langkah. Langkah-langkah tersebut meliputi, profilaksis, operasi
periodontal, perawatan kesehatan gigi di rumah, dan pencabutan gigi (Niemeic
2008c).
Perumusan Masalah
Kucing sering mengalami penyakit periodontal khususnya pada premolar
dan molar kucing. Penanganan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan
pencabutan gigi.
Tujuan Studi Kasus
Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui penanganan penyakit
periodontal pada premolar dan molar kucing dengan teknik pencabutan gigi.
Manfaat Studi Kasus
Studi kasus ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
penanganan yang tepat untuk mengatasi penyakit periodontal pada premolar dan
molar kucing.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Gigi Kucing
Struktur primer dari ruang mulut terdiri atas gigi, gusi, lidah, palatum
durum, dan palatum nuchae. Setiap spesies memiliki formula gigi yang berbeda.
Formula gigi adalah jumlah dan tipe dari gigi pada mulut yang normal. Mamalia
umumnya memiliki dua jenis gigi yaitu, gigi primer atau deciduous dan gigi
permanen. Kucing memiliki empat tipe gigi yang terdiri dari gigi incisivus,
caninus, premolar dan molar (Perrone 2013).
Jumlah gigi primer atau deciduous pada kucing adalah 26 yang terdiri atas
6 pasang incisivus, 2 pasang caninus, dan 5 pasang premolar. Jumlah tersebut
akan lengkap dimiliki oleh kucing pada umur enam minggu. Gigi primer
digantikan dengan gigi permanen saat kucing memasuki usia empat bulan hingga
usia enam bulan. Jumlah gigi permanen pada kucing adalah 30 gigi. Perbedaan
jumlah tersebut terjadi karena penambahan gigi molar sebanyak 2 pasang
(Perrone 2013).
Struktur anatomi gigi terdiri atas crown, enamel, cementum, dentin, pulpa,
dan akar (Gorrel 2008). Crown adalah bagian gigi yang terletak di atas gusi dan
akar gigi adalah bagian gigi yang berada di bawah gusi. Enamel adalah bagian
yang melindungi crown dan cementum adalah bagian yang melindungi akar gigi.
Pulpa terdiri atas jaringan ikat, nervus, dan pembuluh darah (Perrone 2013).

Gambar 1 Diagram Gigi Kucing (Crossley 2002). Gigi 101 – 109 adalah gigi
pada maxilla kanan, gigi 201 – 209 adalah gigi pada maxilla kiri. Gigi
301 -309 adalah gigi pada mandibular kiri dan gigi 401 – 409 adalah
gigi pada mandibular kanan

3

Penyakit Gigi Kucing
Kucing mulai mengalami penyakit pada gigi dan jaringan di sekitar gigi
saat memasuki usia 5 bulan (Perrone 2013). Penyakit pada gigi dan jaringan di
sekitar gigi disebut dengan penyakit periodontal. Penyebab penyakit periodontal
adalah malocclusion, supernumery pada gigi, dan aktivitas bakteri Gram-positif
dan Gram-negatif (Holmstrom et al. 2013b). Penyakit periodontal
mengakibatkan kerusakan pada ligamen periodontal dan alveolar bone.
Gingivitis adalah peradangan pada gusi dan sebagai tanda awal dari penyakit
periodontal (Holmstrom et al. 2013b). Penyakit periodontal ditandai dengan bau
mulut yang tidak sedap yang berhubungan dengan nekrosis dan infeksi (Perrone
2013).
Gingivitis yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi periodontitis.
Periodontitis adalah kerusakan yang diikuti dengan hilangnya struktur
pendukung dari gigi termasuk periodontium, gingiva, ligamen, cementum, dan
alveolar bone. Gingivitis tidak menyebabkan hilangnya perlekatan gigi pada
gusi, namun periodontitis menyebabkan hilangnya perlekatan gigi pada gusi
(Gorrel 2008).
Gingivitis dapat disembuhkan jika kausa dihilangkan, sedangkan
periodontitis umumnya tidak dapat disembuhkan (Harvey 2005). Peradangan
menjadi lebih intensif saat gingivitis berlanjut menjadi periodontitis. Peradangan
tersebut akan menyebabkan kerusakan pada jaringan, memicu gingival recession,
dan membentuk pocket periodontal (Niemeic 2008b).
Komposisi dari calculus pada gigi adalah mineral organik dan anorganik.
Brushite, dicalcium phosphate dehydrate, octacalcium phosphate,
hydroxyapatite dan whitlockite adalah komponen yang membentuk calculus.
Fosfolipid berperan penting dalam pembentukan calculus. Calculus selalu
dilapisi oleh lapisan tipis dari mikroorganisme. Kerusakan gigi akan diikut
dengan terjadinya penyerapan protein dari saliva. Bakteri Gram-negatif akan ikut
terserap mendominasi terbentuknya lapisan biofilm plak. Plak menyerap kalsium
dan fosfat dari saliva untuk membentuk supragingival calculus dan cairan
crevicular akan membentuk subgingival calculus ( Jin dan Yip 2002).
Terdapat tiga kondisi ruang mulut yang umum terjadi pada kucing
dibandingkan spesies lainnya. Kondisi tersebut adalah chronic ulcerative
gingivostomatitis, tooth resorption atau feline odontoclastic resorptive lesion,
dan feline oral pain syndrome (Holmstrom et al. 2013a).
Penanganan Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal adalah infeksi lokal yang harus lebih diperhatikan.
Telah banyak dilaporkan kasus yang berhubungan antara penyakit periodontal
dengan penyakit sistemik. Bakteri dan hasil metabolismenya masuk ke dalam
sistem sirkulasi melalui ruang mulut saat mengunyah. Bakteri Gram-negatif
dilaporkan menginduksi lesio seperti artherosklerosis pada hewan coba dan
dilaporkan juga pada studi di manusia (Pavlica dan Nemec 2010).
Penanganan penyakit periodontal bertujuan untuk menghilangkan
penyebab penyakit dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Identifikasi dan
penanganan mempengaruhi efektivitas pencegahan. Penanganan penyakit

4

periodontal dibedakan menjadi dua jenis yaitu penanganan non-operasi dan
penanganan dengan operasi (Caiafa 2006).
Penanganan non-operasi bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian
penyakit periodontal. Penanganan non-operasi dilakukan dengan menghilangkan
plak atau calculus pada gigi dan disebut dental scaling. Penanganan non-operasi
dilakukan pada gigi dengan deposit calculus pada permukaan gigi namun
perlekatan gigi pada gusi masih baik (Gorrel 2008). Scaling dapat dilakukan
manual menggunakan forceps atau dengan peralatan ultrasonic scaler (Bellows
2010).
Penanganan dengan operasi dilakukan dengan pencabutan atau extraction.
Pencabutan gigi dilakukan ketika gigi tidak dapat diselamatkan atau klien tidak
dapat melakukan perawatan di rumah. Gigi tidak dapat diselamatkan ketika pulpa
telah mengalami trauma (Bellows 2010). Pencabutan pada gigi akar satu dan gigi
berakar lebih dari satu memiliki cara yang berbeda. Gigi berakar lebih dari satu
perlu dipotong menjadi bagian-bagian gigi yang berakar satu (Niemeic 2008a).

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada studi kasus ini adalah satu ekor kucing, atropin
sulfat 0.25%, ketamine 10%, xylazine 2%, anastetikum gas isofluran, pet gel,
chlorhexidine rinse 0.12%, fluoride, NaCl 0.9%, benang polyglycoli acid 4/0 dan
jarum regular taper point ½ circle.
Alat
Alat yang digunakan pada studi kasus ini adalah termometer, stetoskop,
timbangan, grafik gigi untuk kucing, endotracheal tube ukuran 2 mm, IV catheter
24G, reader kimia darah VetScan® versi 2, hematology analyzer VetScan®
HM 5, tabung vakum dengan antikoagulan heparin, dan tabung vakum tanpa
antikoagulan, alat-alat dental scaling dan dental extraction meliputi elevator,
extraction forceps, probe, ultrasonic scaler, sharp scaler, bor gigi, polisher,
curette, hook explorer, dan 3-ways syringes (Holmstrom et al. 2013a).
Tempat dan Waktu Pengamatan
Studi kasus dilaksanakan pada bulan Januari 2015. Studi kasus dilakukan di
My Vets Animal Clinic Kemang – Jakarta Selatan.

5

Prosedur Pengamatan
1.

Pre-Operasi

a.
Pemeriksaan Fisik Hewan
Hewan diperiksa keadaan fisiknya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui keadaan fisik hewan, perubahan yang terjadi dan evaluasi preanestesi. Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran berat badan menggunakan
timbangan, pengukuran suhu tubuh hewan menggunakan termometer,
menghitung frekuensi napas dan frekuensi jantung per menit menggunakan
stetoskop.
b.
Pemeriksaan Gambaran Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah pemeriksaan Complete Blood
Count (CBC) dan kimia darah. Pemeriksaan diawali dengan pengambilan darah
pada vena cephalica antebrachii dorsalis sebanyak 1.5 mL. Darah tersebut
dimasukkan ke dalam tabung vakum dengan antikoagulan heparin sebanyak
0.5 mL untuk pemeriksaan CBC. Sebanyak 1 mL darah dimasukkan ke dalam
tabung vakum tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kimia darah. Darah pada
tabung vakum tersebut selanjutnya dianalisa menggunakan hematology analyzer
dan reader kimia darah.
c.
Anestesi
Anestesi kucing dilakukan dengan pemberian premedikasi atropin sulfat
terlebih dahulu melalui rute subkutan. Kombinasi ketamine dan xylazine
diberikan untuk anestesi umum melalui rute intravena. Dosis ketamine yang
digunakan adalah 10 mg/kg BB dan dosis xylazine yang digunakan adalah
1 mg/kg BB. Saat hewan mulai hilang kesadarannya, endotracheal tube ukuran
2 mm dipasang pada kucing. Pemasangan endotracheal tube dibantu dengan
laryngoscope untuk melihat posisi epiglotis.
Tanda bahwa endotracheal tube masuk pada saluran pernapasan adalah
hewan sedikit tersedak dan keluar udara melalui lubang endotracheal tube.
Isofluran sebagai anestesi per inhalasi diberikan setelah endotracheal tube
terpasang. Maintenance isofluran dilakukan sepanjang proses operasi penyakit
periodontal. Dosis isofluran yang digunakan adalah 1.63% dengan aliran oksigen
20 mL/kg/menit (Lee 1998).
d.
Pemeriksaan keadaan gigi
Gigi kucing diperiksa satu persatu dan hasilnya dicatat pada diagram gigi
kucing seperti pada Gambar 1. Pemeriksaan dimulai dari mencatat gigi yang telah
hilang dilanjutkan dengan penilaian calculus pada masing-masing permukaan
gigi. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan indeks gingivitis dan sulcus
gingivitis. Sulcus gingivitis diperiksa dengan bantuan probe. Gingival resection
diperiksa dengan bantuan probe. Furcation diperiksa dengan bantuan hook
explorer.

6

e.
Diagnosa
Diagnosa dibuat dengan melihat hasil pemeriksaan gigi secara langsung
yang tercatat pada diagram gigi kucing. Terapi yang dilakukan juga berdasarkan
hasil dari pemeriksaan keadaan gigi.
2.

Operasi

a.
Pencabutan gigi
Pencabutan gigi dilakukan pada gigi yang perlekatannya dengan gusi sudah
buruk. Pencabutan untuk tiap gigi memiliki cara yang berbeda, karena jumlah
akar gigi yang berbeda. Pencabutan gigi yang memiliki satu akar, diawali dengan
dikuranginya perlekatan gigi dengan gusi dengan menggunakan elevator. Gigi
dicabut menggunakan extraction forceps. Pencabutan gigi dilakukan ketika gigi
sudah bebas perlekatannya dengan gusi.
Pencabutan gigi dengan akar lebih dari satu, pertama-tama gigi dibagi
berupa segmen sehingga gigi menjadi beberapa bagian yang berakar satu.
Segmen tersebut dibuat dengan menggunakan bor gigi. Gigi yang telah berakar
satu kemudian dikurangi perlekatannya dengan gusi menggunakan elevator. Gigi
yang sudah berkurang perlekatannya dicabut menggunakan extraction forceps.
Kuret dilakukan pada gusi setiap selesai mencabut satu gigi untuk mencegah
adanya bagian dari gigi yang tertinggal.
Proses desinfeksi dilakukan pada lubang alveolar bone menggunakan
chlorhexidine rinse dengan bantuan alat 3-ways syringe. Penjahitan pada gusi
dilakukan pada lubang alveolar bone yang cukup besar. Penjahitan dilakukan
dengan benang polyglycoli acid ukuran 4/0 dan jarum regular taper point ½
circle. Teknik penjahitan yang digunakan adalah simple interrupted.

Gambar 2 Three-ways syringe yang digunakan untuk mendesinfeksi ruang mulut.
Three-ways syringe dapat mengeluarkan air, chlorhexidine rinse dan
udara.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan studi kasus, kucing yang digunakan
bernama Uba. Berjenis kelamin jantan yang telah di kastrasi, berumur 7 tahun
dengan warna rambut abu-abu dan ras Cross Long Hair. Penyakit periodontal
mulai menyerang kucing saat memasuki usia 5 bulan (Perrone 2013). Penyakit
periodontal dapat berjalan secara progresif dan menyerang organ-organ tubuh
jika tidak ditangani.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan kucing tersebut 4.7 kg.
Suhu tubuh 38.8ºC. Frekuensi napas dan jantung adalah 88 dan 120 kali/menit.
Pengukuran berat badan digunakan untuk menghitung dosis anestetikum yang
akan digunakan. Hasil pemeriksaan fisik tersebut menunjukkan kondisi hewan
dalam kondisi yang sehat secara fisik. Frekuensi napas dan jantung normal
kucing adalah 20 ̶ 40 kali/menit dan 110 – 200 kali/ menit. Ukuran normal suhu
tubuh kucing adalah 38.0ºC – 39.0ºC (HVSMA-RAVS 2015). Tingginya
frekuensi napas kucing dikarenakan banyaknya lendir dalam mulut dan epiglotis
sehingga kucing tidak dapat bernapas dengan bebas. Lendir tersebut membuat
pernapasan yang dangkal namun frekuensinya tinggi.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan Complete Blood Count
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Satuan

WBC

25,78 x 10^9

5,5 - 19.5 x 10^9

L

LYM

5,81 x 10^9

1,5 - 7 x 10^9

L

MON

2,22 x 10^9

0 - 1,5 x 10^9

L

NEU

16,91 x10^9

2,5 - 14 x 10^9

L

EOS

0,82 x 10^9

0 - 1 x 10^9

L

BAS

0,02 x 10^9

0 - 0,2 x 10^9

L

LY%

22,5

20 - 55

%

MO%

8,6

1-8

%

NE%

65,5

35 - 80

%

EO%

3,2

0 - 10

%

BAS%

0,1

0-1

%

RBC

7,88 X 10^12

5 - 10 x 10^12

L

HGB

10,2

8 - 15

g/dl

HCT

32,01

24 - 45

%

MCV

41

39 - 55

Fl

MCH

13,0

12,7 - 17,5

Pg

MCHC

31,9

30 - 36

g/dl

RDWc

20,2

PLT

144 x 10^9

PCT

0,18

MPV

12,5

PDWc

38,9

300 -800 x 10^9

L

12 - 17

fl

8

Evaluasi Complete Blood Count (CBC) menunjukkan nilai-nilai parameter
dalam kisaran normal, kecuali pada hasil pemeriksaan sel darah putih. Hasil
pemeriksaan sel darah putih menunjukkan jumlah yang lebih tinggi dari jumlah
normal, khususnya pada monosit dan neutrofil. Hasil pemeriksaan darah lengkap
dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar monosit dan neutrofil yang tinggi menunjukkan
terjadinya infeksi, peradangan (Amulic et al. 2012) dan penyakit degeneratif (Shi
dan Pamer 2011).
Hasil dari evaluasi kimia darah menunjukkan tingginya total protein
khususnya globulin. Nilai-nilai dari parameter lainnya masih dalam kisaran
normal seperti terlihat pada Tabel 2. Parameter albumin, ALT, ALP
(Berent et al. 2007), amilum, dan total bilirubin merupakan parameter untuk
kesehatan fungsi organ hati (Peng et al. 2005). Parameter Blood Urea Nitrogen
(BUN), kalsium, fosfor, kreatinin, glukosa, K+, Na+, total protein dan globulin
merupakan parameter untuk kesehatan fungsi organ ginjal (Lee et al. 2012).
Tingginya kadar globulin diduga karena adanya peradangan (Freeman 2014).
Evaluasi darah lengkap dan kimia darah dilakukan untuk mengetahui kondisi
kesehatan hewan secara menyeluruh dan menghindari risiko anestesi yang akan
dilakukan. Kucing usia tua cenderung memiliki keterbatasan cadangan
homeostasis. Kebanyakan sediaan anestesi memiliki efek samping pada
kardiovaskular yaitu menurunkan kerja jantung (de Vries dan Putter 2015).
Tabel 2 Hasil pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Satuan

Albumin

3,0

2,2 - 4,4

g/dl

ALP

21

10 - 90

u/l

ALT

76

20 - 100

u/l

AMY

1000

300 - 1000

u/l

Total Bilirubin

0,3

0,1 - 0,6

mg/dl

BUN

16

10 - 90

mg/dl

Calsium

9,3

8,0 - 11,8

mg/dl

Phospor

4,6

3,4 - 8,5

mg/dl

Creatinin

1,3

0,3 - 2,1

mg/dl

Glucosa

94

70 - 150

mg/dl

145

142 - 164

mmol/l

3,6

3,7 - 5,8

mmol/l

Total Protein

10,8

5,4 - 8,2

g/dl

Globulin

7,8

1,5 - 5,7

g/dl

Na
K

+

+

Anestesi dilakukan dengan pemberian premedikasi terlebih dahulu.
Premedikasi yang digunakan adalah atropin sulfat. Atropin sulfat adalah sediaan
anti kolinergik. Atropin sulfat digunakan untuk mencegah terjadinya bradikardia
(Vesal et al. 2011). Pemberian premedikasi bertujuan untuk menetralkan efek
samping yang tidak diinginkan dari sediaan anestetikum dan dapat menurunkan
dosis anestesi (Lee 1998).
Penggunaan kombinasi ketamine dan xylazine sebagai anestesi umum biasa
digunakan untuk kucing. Kombinasi ketamine dan xylazine digunakan karena

9

ketamine memiliki efek samping terjadinya kekakuan otot dan xylazine
merupakan sediaan yang dapat merelaksasikan otot. Efek samping dari xylazine
yaitu muntah dapat diatas dengan pemberian premedikasi atropin sulfat (Lukasik
2014). Anestesi umum diberikan dengan tujuan untuk mempermudah
pemasangan endotracheal tube.
Tabel 3 Status fisik pasien berdasarkan American Society of Anesthesiologist
Stage
Status fisik
1
Pasien dalam keadaan normal
2
Pasien dengan penyakit sistemik yang ringan
3
Pasien dengan penyakit sistemik yang berat
4
Pasien dengan penyakit sistemik yang berat yang
memengaruhi kehidupan pasien tersebut
5
Pasien yang tidak diharapkan untuk bertahan hidup tanpa
operasi
Status fisik untuk hewan yang menderita penyakit periodontal menurut
American Society of Anesthesiologist (ASA) adalah tingkat 2. Hal tersebut
dikarenakan dari hasil pemeriksaan fisik dan nilai-nilai dari parameter yang
menunjukkan status kesehatan hati dan ginjal masih dalam kisaran normal. Status
fisik ini digunakan sebagai acuan analisa risiko dan komplikasi anestesi
(Bednarski et al. 2011). Kategori status fisik menurut ASA dapat dilihat pada
Tabel 3.
Pemasangan endotracheal tube dilakukan setelah hewan hilang
kesadarannya. Tujuan dari pemasangan endotracheal tube adalah untuk
mempermudah proses maintenance anestesi secara per inhalasi. Sediaan anestesi
per inhalasi yang digunakan adalah isofluran. Isofluran digunakan karena
induksinya yang halus dan cepat, pemulihannya yang cepat, dan kelarutannya
dalam darah rendah (Capey 2007). Anestesi per inhalasi umum digunakan pada
operasi yang membutuhkan waktu yang panjang. Keuntungan dari penggunaan
anestesi perinhalasi adalah kedalaman anestesi mudah dikendalikan, kesadaran
dapat kembali dengan cepat (Lee 1998), dan mencegah masuknya debris dari
calculus ke dalam trakea (Bednarski et al. 2011).
Pemeriksaan klinis keadaan gigi meliputi kondisi mulut, gigi yang telah
hilang, pemeriksaan indeks gingivitis dan sulcus gingivitis. Gejala klinis pada
ruang mulut yang teramati saat dilakukan pemeriksan fisik adalah hipersalivasi
dan halitosis seperti terlihat pada Gambar 3. Gejala klinis tersebut merupakan ciri
dari penyakit periodontal (Gorrel 2008). Penilaian calculus dinilai dari angka
0 ̶ 3. Nilai 0 untuk gigi tanpa calculus dan nilai 3 dengan calculus yang tebal
dan telah menutupi semua permukaan gigi (Gorrel 2008).

10

A

B

Gambar 3 Gejala kinis yang terlihat dari hasil pemeriksaan keadaan ruang mulut
kucing yang menderita penyakit periodontal a) hipersalivasi b) gingivitis
pada kucing dengan indeks 3
Indeks gingivitis dinilai dari adanya kemerahan, kebengkakan, dan ada atau
tidaknya perdarahan saat proses probing. Probing dilakukan dengan cara
meletakkan probe pada celah antara gusi dan gigi. Indeks gingivitis ditulis dengan
simbol “G” dengan indeks 1 ̶ 3. Nilai 1 untuk gusi yang mengalami kebengkakan
tapi tidak ada perdarahan; nilai 2 untuk gusi yang mengalami kebengkakan,
kemerahan dan perdarahan; nilai 3 untuk gusi yang mengalami perdarahan terus
menerus; dan nilai 0 untuk gusi yang sehat (Gorrel 2008). Sulcus gingivitis
diindikasikan sebagai hadirnya periodontitis karena ligamen telah mengalami
kerusakan (Gorrel 2008). Pemeriksaan indeks gingivitis dengan bantuan probe
seperti terlihat pada Gambar 4.

A

B

Gambar 4 a) Probing premolar pertama kucing, b) Probing pada caninus
kucing untuk mengetahui indeks sulcus gingivitis
Gingival recession adalah penyusutan gusi sehingga akar gigi terlihat
(Caiafa 2006). Pemeriksaan gingival recession dilakukan dengan bantuan probe.
Furcation digunakan sebagai penilaian pergerakan gigi dan perlekatan gigi pada
gusi. Pemeriksaan furcation dilakukan menggunakan hook explorer.
Pemeriksaan furcation dan gingivitis dilakukan setelah deposit calculus pada

11

permukaan gigi dihilangkan terlebih dahulu menggunakan extraction forceps.
Pemeriksaan furcation dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 5.

A

B

Gambar 5 a) Pemeriksaan furcation pada molar pertama maxilla kanan kucing (107)
b) Pemeriksaan furcation pada molar pertama mandibular kanan kucing (407)
Hasil dari pemeriksaan keadaan gigi, dicatat pada diagram gigi kucing
untuk mempermudah tindakan yang akan dilakukan (Gorrel 2008). Diagram gigi
kucing diisi seperti dengan simbol yang digunakan untuk setiap pemeriksaan.
Penulisan penilaian keadaan gigi dilakukan pada setiap gigi seperti yang terlihat
pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram hasil pemeriksaan gigi kucing
Hasil pemeriksaaan gigi dievaluasi untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan. Tindakan pencabutan gigi dilakukan pada gigi yang tidak dapat

12

diselamatkan atau kerusakan yang dialami sudah berjalan kronis (Bellows 2010).
Pencabutan gigi berakar satu dan gigi yang berakar lebih dari satu memiliki
teknik yang berbeda (Holmstrom et al. 2013a). Gigi berakar lebih dari satu seperti
premolar dan molar perlu dilakukan pembagian gigi menjadi beberapa bagian
gigi berakar satu.

A

B

Gambar 7 Pembagian gigi berakar lebih dari satu menjadi bagian-bagian gigi berakar
satu pada a) maxilla kucing b) mandibular kucing
Pembagian gigi menjadi beberapa bagian gigi berakar satu dapat dilakukan
menggunakan bor. Pembagian gigi menjadi beberapa bagian berakar satu
bertujuan untuk mempermudah proses pencabutan gigi. Gigi yang telah terbagi
menjadi beberapa bagian berakar satu dapat dilihat pada Gambar 7. Gigi yang
telah berakar satu kemudian dikurangi perlekatannya dengan gusi. Perlekatan
dengan gusi dikurangi menggunakan elevator. Gigi yang sudah berkurang
perlekatannya dicabut menggunakan extraction forceps.

Gambar 8 Alveolar bone pada gigi yang telah dilakukan pencabutan
Gigi yang telah dicabut akan meninggalkan lubang pada alveolar bone
seperti terlihat pada Gambar 8. Alveolar bone tersebut harus dikuret untuk
memastikan tidak ada bagian dari gigi yang tertinggal. Alveolar bone juga perlu
didesinfeksi menggunakan chlorhexidine rinse (Niemeic 2008a) dengan bantuan
alat 3-ways syringe. Three-ways syringe adalah alat yang dapat mengeluarkan
air, chlorhexidine rinse ataupun udara berkecepatan tinggi.

13

Lubang alveolar bone yang terlalu besar perlu ditutup dengan melakukan
penjahitan atau disebut gingival flapping. Gingival flapping direkomendasikan
saat dilakukan pencabutan caninus, premolar dan molar (Woodall 2008).
Penjahitan gusi bertujuan untuk mempercepat persembuhan (Hale 2001) dan
mencegah masuknya makanan ke dalam alveolar bone sehingga mengakibatkan
infeksi pasca pencabutan. Penjahitan untuk menutup lubang pada alveolar bone
dapat dilihat pada Gambar 9. Penjahitan dilakukan menggunakan benang yang
dapat diserap oleh tubuh. Teknik penjahitan yang digunakan adalah simple
interrupted.

A

B

Gambar 9 Penjahitan gusi pada a) maxilla kucing, b) mandibular kucing
Menurut Taylor (2013) penjahitan gusi tidak dapat mempercepat
persembuhan luka jika terjadi trauma yang signifikan pada pembuluh darah.
Penutupan luka dan penjahitan harus menggunakan prosedur yang tidak
menyebabkan trauma, bahan yang digunakan tidak menyebabkan iritasi dan
menggunakan teknik penjahitan yang memadai (Velvart dan Peters 2005).
Teknik yang digunakan pada gingival flapping pada studi kasus ini adalah
rectangular (Wadhwani dan Garg 2004). Lama persembuhan luka dipengaruhi
oleh jarak antar jahitan (Taylor 2013). Penanganan pasca operasi adalah dengan
pemberian chlorhexidine rinse selama 5-7 hari untuk menurunkan tingkat
akumulasi plak, menurunkan risiko infeksi dan peradangan (Oxford 2013).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penanganan penyakit periodontal pada premolar dan molar kucing dapat
dilakukan melalui pencabutan gigi didasarkan pada indeks pemeriksaan klinis
dan dilakukan dengan teknik yang berbeda sesuai dengan jumlah akar gigi.

14

Saran
Klien edukasi dilakukan untuk pencegahan penyakit periodontal.
Pencegahan penyakit periodontal lebih dini sangat dianjurkan dilakukan karena
dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit lain. Antibiotik juga diberikan
selama 5-7 hari jika selama operasi terjadi perdarahan yang cukup serius. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut seperti proses persembuhan luka pada gusi.

15

DAFTAR PUSTAKA
Amulic B, Cazalet C, Hayes GL, Metzler KD, Zychlinsky A. 2012. Neutrophil
function: from mechanism to disease. Web of Science. 30: 459–489. doi:
10.1146/annurev-immunol-020711-074942.
Bellows J. 2010. Feline Dentistry: Oral Assessment, Treatment, and Preventative
Care. Iowa (US): J Wiley. hlm 181, 196.
Bednarski R, Grimm K, Harvey R, Lukasik VM, Penn WS, Sargent B, Spetts K.
2011. AAHA anesthesia guidelines for gogs and cats. J Am Aim Hosp Assoc.
47: 377–385. doi: 10.5326/JAAHA-MS-5846.
Berent AC, Drobatz KJ, Ziemer L, Johnson VS, Ward CR. Liver function in cats
with hyperthyroidism before and after 131I therapy. J Vet Intern Med. 21(6):
1217–1223. doi: 0891-6640/07/2106-0009.
Caiafa T. 2006. The Complete Dental Prophylaxis: Protocols Including Oral
Examination, Oral Radiography, Canine and Feline Extraction Techniques.
Di dalam: Proceedings of annual seminars of the companion animal society
of the NZ Veterinary Nurses Association [Internet]. [2006 Januari dan tempat
pertemuan tidak diketahui]; NZ: New Zealand Veterinary Association. hlm
34.
Capey S. 2007. The Comprehensive Pharmacology. Philadelphia (US): Elsevier
Science. hlm 1–4.
Crossley D. 2002. Tooth Numbering in Other Species. [Internet]. [diunduh 17
September 2015]. Tersedia pada: http://www.rvc.ac.uk/review/dentistry/basi
cs/triadan/other.html.
DeLaurier A, Boyde A, Horton MA, Price JS. 2006. Analysis of the surface
characteristics and mineralization status of feline teeth using scanning
electron microscopy. J Compilation. 209(5): 655–669. doi: 10.1111/j.14697580.2006.00643.x.
de Vries M, Putter G. 2015. Perioperative anesthetic care of the cat undergoing
dental and oral procedures: key considerations. JFMS. 17(1): 23–26. doi:
10.1177/1098612X14560096.
Freeman KP. 2014. Blood biochemistry [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 26].
Tersedia pada: https://www.vetstream.com/felis/Content/Lab_Test/lab00130
Gawor JP, Reiter AM, Jodkowska K, Kurski G, Wojtacki MP, Kurek A. 2006.
Influence of diet on oral health in cats and dogs. J Nutrition. 136(7):2021–
2023.
Gorrel C. 2008. Small Animal Dentistry. Nind F, editor. Philadelphia (US): Elsevier
Science. hlm 13, 21, 22, 23, 39.
Hale FA. 2001. Why do I suture extraction sites? [Internet]. [diunduh 2015 Juli 29].
Tersedia pada: http://www.toothvet.ca/PDFfiles/suture.pdf.
Harvey CE. 2005. Management of periodontal disease: understanding the option.
Science Direct. 35(4):819–836. doi:10.1016/j.cvsm.2005.03.002.
Holmstrom LA (a), Holmstrom SE, Lewis JR, Reiter AM. c2013. Veterinary
Dentistry. St. Louis (US): Elsevier Science. hlm 80–109, 151, 228, 243.
Holmstrom SE (b), Bellows J, Juriga S, Knutson K, Niemeic BA, Perrone J. 2013.
Dental care guidelines for dogs and cats: veterinary practice guidelines.
JAAHA. hlm 76.

16

HVSMA-RAVS. The Humane Society Veterinary Medical Association-Rural Area
Veterinary Services. 2015. Physical Examination of Dogs and Cats [Internet].
[diunduh
2015
Juli
29].
Tersedia
pada:
http://www.ruralareavet.org/PDF/Physical_Examination.pdf.
Jin Y, Yip H. 2002. Supragingival calculus: formation and control. CROBM. 13(5):
426 – 441. doi: 10.1177/154411130201300506.
Klein T. 2000. Predisposing factor and gross examination findings in periodontal
disease. Science Direct. 15(4):189–196. doi:10.1053/svms.2000.22244.
Kortegaard HE, Eriksen T, Baelum V. 2014. Screening for Periodontal Disease in
Research Dogs: A Methodology Study. Acta Veterinaria Scandinavica.
56(1): 77.doi: 10.1186/s13028-014-0077-8.
Lee L. 1998. Canine and Feline Anesthesia [Internet]. [Diunduh 2015 Juli 4 ].
Tersedia pada: https://instruction.cvhs.okstate.edu/vmed5412/pdf/22CanineFelineAnesthesia.pdf.
Lee YJ, Chan JP, Hsu WL, Lin KW, Chang CC. 2012. Prognostic factor and a
prognostic index for cats with acute kidney injury. J Vet Intern Med. 26: 500–
505. doi: 10.1111/j.1939-1676.2012.00920.x.
Lukasik VM. 2014. Understanding the unwanted side effects of the anesthesia
drugs. Didalam: Australasian Structural Engineering 2014. [Internet].[2014
Juli 11-9 di Sky City Auckland].
Niemeic BA (a). 2008. Extraction techniques. ProQuest. 23(2):97–105.
doi:10.1053/j.tcam.2008.02.006.
Niemeic BA (b). 2008. Periodontal disease. ProQuest. 23(2):72–
80.doi:10.1053/j.tcam.2008.02.003.
Niemeic BA (c). 2008. Periodontal therapy. ProQuest. 23(2):81-90.
doi:10.1053/j.tcam.2008.02.004.
Oxford M. 2013. Feline chronic gingvostomatitis – treatment and management
option. Vet Times.[Internet]. [diunduh 2015 Agustus 26]. Tersedia pada:
http://www.vetsonline.com/media/a65/a26b7c5e1bef0a0a76577ace8e190.pd
f.
Pavlica Z, Nemec A. 2010. Periodontal disease from the whole body perspective.
EJCAP. 20(3):236 ̶ 240.
Peng WK, Sheikh Z, Paterson-Brown S, Nixon SJ. 2005. Role of liver function test
in predicting common bile duct stones in acute calculous cholecystitis. BJS.
92(10): 1241–1247. doi: 10.1002/bjs.4955.
Perrone JR. 2013. Small Animal Dental Procedures for Veterinary Technicians and
Nurses. Iowa (US): J Wiley. hlm 4, 5, 14, 15, 25, 26, 96, 97.
Soares PBF, Magalhaes D, Neto AJF, Castro CG, Filho PCFS, Soares CJ. 2010.
Effect of periodontal.
Shi C, Pamer EG. 2011. Monocyte recruitment during infection and inflammation.
NI. 11: 762 – 774. doi:10.1038/nri3070.
Taylor EM. 2013. Evidence-based Dentistry: Does the Scientific Literature Support
the Common Recommendations in Extraction Techniques and Extraction Site
Management?. [Internet]. [Diunduh pada 2015 Agustus 06]. Tersedia pada:
http://www.valvt.net/S4_EBDentistry_2013.pdf.
Velvart P, Peters CI. 2005 Soft tissue management in endodontic surgery. JOE.
31(1): 4–16. doi:10.1097/01.DON.000014532.08454.5c.

17

Vesal N, Sarchachi AA, Nikahval B, Karampour A. Clinical evaluation of the
sedative properties of acepromazine-xylazine combination with or without
atropine and their effect on physiologic values in dogs. Vetertinarski Arhiv.
81(4): 485–489.
Wadhwani KK, Garg A. Healing of soft tissue after different types of flap designs
used in periapical surgery. IES. 16: 19–22.
Woodall B. 2008. Creating effective dental flaps. [Internet]. [Diunduh pada 2015
Juli 29]. Tersedia pada: http://www.banfield.com/getmedia/36832aa3-3c4245dc-83bd-4cf6fe79d642/4_1-Creating-effective-dental-flaps.

18

Lampiran 1

TABEL ISTILAH
Istilah
ALP
ALT
AMY
BAS
BUN
EOS
fl
g/dl
HCT
HGB
L
LYM
MCH
MCHC
MCV
mg/dl
mmol/l
MON
MPV
NEU
PCT
PDWc
pg
PLT
RBC
RDWc
u/l
WBC

Kepanjangan

Alkaline Phosphatase
Alanine Transaminase
Amylum
Basophils
Blood Urea Nitrogen
Eosinophils
Femtoliters
Gram Per Deciliter
Hematocrit
Hemoglobins
Liters
Lymphocytes
Mean Corpuscular Hemoglobin
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
Mean Cell Volume
Milligram Per
Millimol Per Liter
Monocytes
Mean Platelet Volume
Neutrophils
Platelet Hematocrit
Platelet Distribution Width
Picogram
Platelet
Red Blood Cells
Red Cell Distribution Width
Unit Per Liter
White Blood Cells

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 19 April 1994. Anak pertama
dari empat bersaudara, orang tua bapak Akhmad Nuhaji dan Ibu Yonna. Tahun
2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan. Tahun 2008 lulus
dari SMP Negeri 2 Cisauk, Puspiptek dan pada tahun 2005 lulus dari SDI AlAmanah. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan – Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama kuliah, penulis aktif di BEM TPB pada tahun pertama, BEM FKH
dan Himpunan Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun
kedua dan ketiga. Selain aktif di organisasi, penulis juga aktif dikepanitian yang
dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan.