Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism

PENGEMBANGAN TAMAN WISATA ALAM TELOGO WARNO
TELOGO PENGILON BERDASARKAN PRINSIP
SUSTAINABLE TOURISM

SHINTA MERLINDA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Taman
Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable
Tourism adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Shinta Merlinda
NIM E34100092

ABSTRAK
SHINTA MERLINDA. Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno
Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism. Dibimbing oleh E. K.
S. HARINI MUNTASIB dan EVA RACHMAWATI
Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon (TWATWTP) dapat
dikembangkan secara berkelanjutan (Sustainable Tourism). Penelitian dilakukan
di TWATWTP pada bulan Juni-Juli 2014. Data yang dikumpulkan meliputi
potensi fisik, biologi, keterlibatan masyarakat dalam wisata, keaslian budaya dan
pengembangan wisata menurut pengelola. Pengembangan wisata TWATWTP
berdasarkan prinsip Sustainable Tourism menurut Eber (1992) dan
Kemenparekraf (2012) yang dimodifikasi yaitu. Penggunaan sumberdaya alam
secara berkelanjutan harus sesuai dengan fungsi kawasan, diimbangi kegiatan

konservasi dan diperlukan perlakuan khusus pada setiap objek. Upaya dalam
mempertahankan keragaman yaitu penataan tumbuhan, mengurangi kegiatan
penebangan liar, pemeliharaan habitat, dan memberikan sanksi yang tegas. Selain
itu diperlukan tindakan konservasi alam seperti perlindungan, pengawetan dan
pemanfatan sumberdaya alam. Selain itu, untuk mendukung pengembangan
wisata di TWATWTP diperlukan pula kegiatan pelibatan masyarakat lokal dalam
perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan wisata dan mempertahankan keaslian
budaya seperti pesembanhan bumi dan pelarungan rambut gimbal.
Kata kunci: pengembangan wisata, sustainable tourism, TWATWTP

ABSTRACT
SHINTA MERLINDA. Nature in Tourism Park Telogo Warno Telogo
Pengilon Development Based On Sustainable Tourism Principle. Supervised by E
K.S. HARINI MUNTASIB and EVA RACHMAWATI
Naturd resourses in Telogo Warno Telogo Pengilon Tourism Park can be
developed in to a sustainable tourism. This research was conducted in
TWATWTP in June-July 2014. Data collected consisted of physic, biology
potency, and community involvement in tourism activity, original culture and
according to management the development of tourism. The development of
tourism TWATWTP based on the principle of sustainable tourism by Eber (1992)

dan Kemenparekraf (2012) modified Are sustainable use of natural resources in
accordance to area’s function, balanced with conservation activities, and special
treatment for each objects. To keep nature diversity done with vegetation
arrangement, decrease illegal logging, maintenance of habitats and give divine
punishment. In other hand nature conservation actions such as protection,
preservation, and utilization of natural resources are needed. In addition, to
develop tourism activity in TWATWTP we can local community in planning and
implementation tourism doing tourism activity, and protecting culture originality
such as persembahanbumi and pelarunganrambut gimbal.
Key words: tourism development, sustainable tourism, TWATWTP

PENGEMBANGAN TAMAN WISATA ALAM TELOGO WARNO
TELOGO PENGILON BERDASARKAN PRINSIP
SUSTAINABLE TOURISM

SHINTA MERLINDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Alhamdulilah puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT dan Nabi Besar
Muhammad SAW. Berkat rahmat NYA sehingga penulis berhasil menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo
Pengilon berdasarkan prinsip Sustainable Tourism”.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada seluruh pihak
yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terutama kepada Prof Dr E.K.S Harini Muntasib dan Eva Rachmawati,
S.Hut,M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan iklas dalam
memberikan saran, arahan dan bimbingan selama penelitian serta penyusunan
skripsi. Keluarga tercinta yang selalu setiap saat memberikan doa, dukungan dan

kasih sayang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Taman Wisata Alam Telogo Warno
dan Telogo Pengilon Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang Resort Konservasi
Wilayah Wonosobo yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.
Kepada Nur Dyah Ayu Novita, Eko Hartanto, Kelompok Pemerhati Herpetofauna
(KPH 47) dan Nepenthes raflesia 47 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
selalu memberikan semangat serta berbagi suka dan duka selama menuntut ilmu
di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Shinta Merlinda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Tujuan

1

Manfaat


1

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Teknik Pengumpulan Data

2

Analisis Data


4

Sintesis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Kondisi Wisata di TWATWTP

6

Pengembangan Wisata TWATWTP Berdasarkan Prinsip

Sustainable Tourism
SIMPULAN DAN SARAN

14
18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN


22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Teknik Pengumpulan Data
Kriteria Penilaian dan Pengembangan objek daya tarik wisata
Klasifikasi Penilaian objek daya tarik wisata
Keunikan Sumberdaya
Sumberdaya yang Menonjol
Kepekaan Sumberdaya
Rekapitulasi Penilaian ODTW

Daftar Tumbuhan
Daftar Satwaliar

3
5
5
11
12
12
13
21
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Lokasi Penelitian TWATWTP
Telogo Warno Telogo Pengilon
Kondisi Bentang Alam di TWATWTP
Potensi Tumbuhan yang Dimanfaatkan di TWATWTP

2
6
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Daftar Tumbuhan
Daftar Satwaliar

22
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon (TWATWTP)
merupakan kawasan konservasi yang berada di Dataran Tinggi Dieng.
Berdasarkan Rencana Pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Jawa Tengah tahun 2012, TWATWTP memiliki dua buah Telaga,
Kompleks Gua dan sebagai habitat satwaliar. Potensi tersebut dapat dijadikan
kegiatan wisata alam. Wisata alam merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan
secara sukarela bersifat sementara menikmati keunikan dan keindahan alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam (Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010).
Potensi sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki TWATWTP hingga kini
belum dikembangkan. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah tahun 2012 Telogo Warno dan
Telogo Pengilon mengalami ancaman erosi, sedimentasi, perubahan kualitas dan
kuantitas air, pendangkalan dan perubahan ekosistem akibat meluasnya
penggunaaan lahan pertanian kentang. Untuk menjaga sumberdaya alam dan
memperbaiki kerusakan sumberdaya alam perlu suatu pengembangan wisata yang
diarahkan ke pengelolaan sumberdaya alam atau prinsip Sustainable Tourism.
Prinsip Sustainable Tourism menurut Hirotsune (2011) pengembangan
sumberdaya alam yang tetap memperhatikan kebutuhan ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Prinsip Sustainable Tourism menurut Eber (1992) yaitu menggunakan
sumberdaya secara berkelanjutan, mengurangi konsumsi yang berlebih dan
limbah, mempertahankan keragaman, mengintegrasikan pariwisata ke dalam
perencanaan, mendukung ekonomi lokal, melibatkan masyarakat lokal, pelatihan
staf, konsultasi pemangku kepentingan dan masyarakat, pemasaran pariwisata
bertanggung jawab dan melakukan penelitian. Sementara itu, dalam
Kemenparekraf (2012) dijelaskan prinsip Sustainable Tourism yaitu
memanfaatkan sumberdaya lingkungan secara optimal dengan tetap menjaga
ekologi dan konservasi, menghormati keaslian budaya dan komunitas masyarakat
dan memastikan operasi jangka panjang. Untuk melakukan suatu pengembangan
dan tetap mempertahankan keberlanjutan sumberdaya alam maka pengembangan
berdasarkan prinsip Sustainable Tourism dapat diterapkan di TWATWTP.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menyusun rencana
berdasarkan prinsip Sustainable Tourism.

pengembangan

TWATWTP

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rencana
pengembangan wisata di kawasan TWATWTP.

2

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di TWATWTP meliputi wilayah Kabupaten
Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara selama satu bulan pada bulan Juni-Juli
2014.

Gambar 1 Lokasi penelitian TWATWTP
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah alat tulis, perekam
suara, kamera, binokuler, laptop, headlamp/senter, plastik spesimen, buku
panduan lapang tumbuhan dan satwaliar (mamalia, herpetofauna dan burung) dan
bahan yang digunakan yaitu panduan wawancara.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan dilakukan melalui studi pustaka, wawancara dan
observasi lapang pada objek-objek utama yaitu Telogo Warno, Telogo Pengilon,
Kompleks Gua, Prasasti Batu Tulis, Pesanggrahan Bumi Pertolo dan Kawah
Sikendang yang disesuai dengan prinsip Sustainable Tourism Eber (1992) dan
Kemenparekraf (2012). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
pustaka, observasi lapang dan wawancara (Tabel 1).

3
Tabel 1 Teknik pengumpulan data berdasarkan prinsip Sustainable Tourism
Informasi yang
No. Jenis data
Metode
dikumpulkan
1.
Fisik
Tanah
Studi pustaka, observasi
Jenis tanah
lapang dan wawancara
pengelola
Pemanfaatan tanah
Studi pustaka, observasi
lapang dan wawancara
pengelola
Air
Studi pustaka, observasi
Sumber
lapang dan wawancara
pengelola dan masyarakat
Pemanfaatan air
Studi pustaka, observasi
lapang dan wawancara
pengelola dan masyarakat
Pengelolaan air

2.

Biologi

3.

Pelibatan
masyarakat
lokal
dan
keaslian
budaya

4.

Bentang alam (seperti
panorama alam dan
suasanan alam) dan objek
yang berhubungan dengan
gejala alam (seperti
gunung dan gua)
Tumbuhan dan satwaliar
Jenis dan jumlah
Jenis
langka/dilindungi/unik
Pemanfaatan
Kegiatan yang melibatkan
masyarakat
Tipologi masyarakat yang
dilibatkan
Keaslian budaya

Pengembangan Bentuk pengembangan
wisata
menurut pengelola
TWATWTP
menurut
pengelola

Wawancara pengelola dan
masyarakat
Observasi lapang dan
wawancara pengelola dan
masyarakat

Studi pustaka dan observasi
lapang
Studi pustaka dan
wawancara pengelola
Wawancara pengelola dan
masyarakat
Studi pustaka dan
wawancara pengelola dan
masyarakat
Studi pustaka dan
wawancara pengelola
Wawancara kepada
masyarakat
Studi pustaka dan
wawancara pengelola

Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data-data dan informasi awal
mengenai potensi fisik, biologi, bentuk keterlibatan masyarakat lokal dalam
wisata, keaslian budaya dan pengembangan wisata TWATWTP menurut

4
pengelola. Data dan informasi diperoleh dari berbagai sumber yaitu buku,
dokumen, website yang dapat menunjang dan berkaitan dengan penelitian.
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Berikut
responden yang diwawancara :
a.
Pengelola TWATWTP
Wawancara dilakukan kepada dua orang pengelola yaitu Kepala Resort
yang merangkap sebagai Polisi Hutan (Polhut) dan satu orang Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH) untuk mendapatkan data terkait beberapa aspek
diantaranya aspek fisik (jenis tanah dan sumber air), biologi (jenis tumbuhan dan
satwaliar), bentuk pelibatan masyarakat lokal dan bentuk pengembangan wisata di
TWATWTP.
b.
Masyarakat
Masyarakat yang diwawancara ditentukan dengan metode Purposive
Sampling. Responden dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan keterlibatan
masyarakat dalam wisata, masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya air,
tumbuhan, satwaliar dan keaslian budaya. Pengambilan responden dilakukan di
tiga desa yaitu Dieng Wetan, Dieng Kulon dan Jojogan dengan penentuan jumlah
sampel adalah 30 responden tiap desa sehingga jumlah sampel keseluruhan
sebesar 90 responden. Pengambilan jumlah sampel ukuran minimum sebanyak 30
sampel (Hasan 2002).
Pengamatan lapang
Pengamatan lapang dilakukan untuk memverifikasi data tanah, air, bentang
alam, tumbuhan dan satwaliar yang telah didapatkan sebelumnya pada studi
pustaka. Pengamatan tumbuhan dan satwa dilaksanakan dengan menggunakan
metode rapid assessment. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari (06.0009.00 WIB), sore hari (15.00-18.00 WIB) dan malam hari pada pukul (19.0021.00 WIB). Pengamatan dilakukan dengan mencatat dan mendokumentasikan
jenis tumbuhan dan satwaliar yang ditemukan disepanjang jalur.
Analisis Data
Identifikasi penggunaan sumberdaya tanah
Keseluruhan data jenis tanah diidentifikasi menggunakan Klasifikasi Tanah
menurut Soepraptoharjo (1976,1977) dan Sistem Klasifikasi tanah (1978) dalam
Rachim dan Arifin (2011). Sedangkan pemanfaatan jenis tanah disesuaikan
dengan PP No. 16 tahun 2004 tentang Penggunaan Tanah Secara Berkelanjutan.
Identifikasi penggunaan sumberdaya air
Penggunaan sumberdaya air dilakukan dengan arahan pengelolaan
keberlanjutan sesuai UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan, Konservasi dan
Pemeliharaan Sumberdaya Air.
Analisis daya tarik
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan metode skoring. Potensi
sumberdaya di kawasan TWATWTP dianalisis dengan menggunakan tabel

5
Kriteria Penilaian dan Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) oleh
Dirjen PHKA (2003) yang telah dimodifikasi (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria penilaian dan pengembangan objek dan daya tarik wisata
(Hasil modifikasi Dirjen PHKA 2003)
No

Unsur /sub unsur daya tari

1.

Keunikan SDA
a. Gunung
b. Air terjun
c. Sumber air panas
d. Gua
e. Kawah
f. Flora
g. Fauna
h. Peninggalan sejarah
i. Telaga
Banyaknya SDA
menonjol
a. Flora
b. Fauna
c. Gejala alam
d. Air
e. Bantuan
Kepekaan sumberdaya
alam
a. Mempunyai nilai
sejarah/mitos
b. Mempunyai nilai
keindahan
c. Mempunyai nilai
pengetahuan
d. Mempunyai nilai
pengobatan

2.

3.

Bobot nilai : 6
Objek
5 sub 4 sub 3 sub 2 sub 1 sub Tdk
unsur
unsur
unsur unsur unsur ada
30
25
20
15
10
1

30

25

20

15

10

1

30

25

20

15

10

1

Kriteria yang dianalisis dalam penilaian ODTW hanya menganalisis daya
tarik. Unsur daya tarik dibedakan menjadi tiga sub unsur yaitu keunikan
sumberdaya alam, sumberdaya alam yang menonjol dan kepekaan sumberdaya
alam. Setelah mendapatkan data skoring dulu dan akan diklasifikasikan menjadi
kategori penilaian tinggi, sedang dan rendah (Tabel 3) yang kemudian akan
menjadi dasar pengembangan berdasarkan prinsip Sustainable Tourism.
Tabel 3 Klasifikasi penilaian objek dan daya tarik wisata
Unsur penelitian
Klasifikasi penilaian
Rendah
Sedang
Tinggi
Daya tarik
18-191
192-365
366-540

6
Selang = S maks- S min
K
Keterangan
S maks
S min
K

:
: Nilai maksimal
: Nilai minimal
: Kelas
Sintesis Data

Dari hasil analisis data dilakukan sintesis data untuk pengembangan
TWATWTP berdasarkan prinsip Eber (1992) dan Kemenparekraf (2012) yang
dimodifikasi yaitu penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan,
mempertahankan keragaman, konservasi alam dan pelibatan masyarakat lokal dan
keaslian budaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi TWATWTP secara geografis terletak diantara 7˚12’3” dan 7˚13’3”
LS serta 109˚54’47” dan 109˚55’10” BT. Secara administratif lokasi berada di
wilayah Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa
Tengah. Kawasan TWATWTP memiliki luas 39.6 ha dengan ketinggian ± 2100
mdpl, kemiringan mencapai 40%, curah hujan rata-rata 1.713 sampai 4.255
mm/tahun, suhu maksimum diantara 14.3˚ sampai 26.5˚C dan suhu minimum
diantara 5˚ sampai 1˚C (BPS 2011).
TWATWTP merupakan salah satu tempat wisata di Dataran Tinggi Dieng.
Kawasan ini pada awalnya ditunjuk sebagai Cagar Alam oleh Pemerintahan
Hindia Belanda dengan Surat Gubernur Hindia Belanda No. 26 Stb 1940 No. 376
tanggal 10 Juli 1940 yang kemudian berubah statusnya menjadi Taman Wisata
Alam dan memiliki status kawasan yang belum dikukuhkan (Gambar 2).

Gambar 2 Telogo Warno Telogo Pengilon

7
Kondisi Wisata TWATWTP
Potensi fisik wisata TWATWTP
Jenis tanah di TWATWTP yaitu Orgonosol Eutrof. Karakteristik tanah
berwarna coklat, tumbuhan yang mendominasi yaitu jenis pakis-pakisan,
rerumputan dan di beberapa lokasi tanah ditemukan bekas terbakar. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Soepraptoharjo (1977) dan Sistem Klasifikasi Tanah (1978)
dalam Rachim dan Arifin (2011). Jenis tanah Orgonosol Eutrof menurut
Soepraptoharjo (1977) dalam Rachim dan Arifin (2011) memiliki kepekaan
terhadap erosi dan kesuburan tanah yang tergantung pada kondisi lingkungan.
Pada umumnya penggunaan tanah di TWATWTP digunakan untuk aktivitas
wisata (jalan-jalan dan berfoto-foto) padahal menurut Mathieson dan Wall (1982)
dampak dari akitivitas wisata seperti jalan-jalan, berfoto-foto dapat menimbulkan
dampak terhadap aspek geologi dan tanah yaitu vandalisme, perubahan fisik dan
kimia tanah, pemadatan tanah dan erosi tanah. Selain aktivitas wisata penggunaan
tanah dibangun flying fox yang dibangun di tepi Telogo Warno
Sumberdaya air yang dimiliki TWATWTP yaitu Telogo Warno, Telogo
Pengilon, air suci Tirta Perwitasari. Beberapa sumber air yang berada diluar
kawasan yaitu gunung prau, telaga balekamba, mata air gembirung, sumur sebido,
tuk bima lukar, tuk sidandan, tuk siton, kali tulis, kali anget, kali angkrung dan
kali serayu. Sumber air Telogo Warno, Telogo Pengilon dan air suci Tirta
perwitasari memiliki sumber mata air sendiri.
Sumber air Telogo Warno Telogo Pengilon digunakan masyarakat Jojogan
untuk mengairi lahan pertanian. Dalam mengairi lahan pertanian masyarakat
hanya menggunakannya pada saat musim kemarau atau persediaan air yang sudah
tidak mencukupi. Untuk mencukupi kebutuhan air dibidang pertanian, masyarakat
Jojogan menampung air hujan kedalam bak-bak besar untuk digunakan saat awal
musim kemarau tiba. Hal ini termasuk kedalam kegiatan Konservasi air.
Konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian
seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir pada
musim penghujan dan cukup air pada musim kemarau (Arsad 2006). Sedangkan
sumberdaya air suci Tirta Perwitasari digunakan untuk pengobatan penyakit.
Salah satu upaya pengelola BKSDA dalam menjaga sumberdaya air yaitu
bekerjasama dengan masyarakat. Upaya kerjasama BKSDA dengan masyarakat
kelompok tani persada Jojogan yaitu masyarakat memanfaatkan lima titik sumber
air, dua titik di Telogo Warno dan tiga titik di Telogo Pengilon yang terisi oleh
mesin penyedot air. Selain itu untuk mempertahankan keberlanjutan air suci Tirta
Perwitasari seperti memasuki gua harus menemui juru kunci terlebih dahulu
karena tidak semua wisatawan bisa memasuki Kompleks Gua.
Kawasan TWATWTP memiliki pemandangan yang indah, fenomena alam
yang dimiliki yaitu telaga yang menghasilkan kombinasi warna yang indah,
dengan tipe hutan hujan tropis yang didominasi oleh tumbuhan akasia. Selain itu
memiliki kebudayaan dan beberapa objek yang dapat dijumpai yaitu Telogo
Warno (Gambar 3a), Telogo Pengilon (Gambar 3b), Kompleks Gua yang terdiri
dari Gua Semar (Gambar 3c), Sumur (Gambar 3d) dan Jaran (Gambar 3e),
Prasasti Batu Tulis (Gambar 3f), Pesanggrahan Bumi Pertolo (Gambar 3g) dan
Kawah Sikendang (Gambar 3h).

8
Posisi Telogo Warno dan Telogo Pengilon berada di tengah kawasan. Objek
Telogo Warno dan Telogo Pengilon merupakan objek yang menyatu dengan
luasan 15.3 ha. Meskipun objek ini menyatu, tetapi Telogo Warno memiliki nilai
pengetahuan dan keindahan dari kandungan belerang yang cukup tinggi sehingga
jika dibiaskan dengan sinar matahari dapat menghasilkan kombinasi warna.
Kombinasi tersebut memiliki nilai kepercayaan atau mitos yaitu warna merah
berarti amarah (marah), warna hitam berarti sofiah (menawan), warna putih
berarti mutmainah (ketenangan) dan warna kuning berarti alamanah (jujur).
Semua kombinasi warna dilambangkan seperti sifat-sifat manusia. Hasil warna
tersebut tergantug dari cuaca, waktu dan posisi melihat objek. Sehingga terkadang
pengunjung merasa dikecewakan karena tidak dapat menikmati kombinasi warna
bahkan pengunjung menjumpai sampah yang berserakan di tepi Telogo Warno
dan beberapa kegiatan vandalisme. Selain itu lokasi Telogo warno juga digunakan
untuk upacara adat seperti pelarungan rambut gimbal dan pesembahan bumi.
Sedangkan Telogo Pengilon merupakan Telogo air tawar yang permukaannya
bening seperti cermin, konon jika seseorang memiliki sikap dan sifat yang baik,
jika dia bercermin di Telogo Pengilon maka bayangannya akan menghasilkan
wajah seperti Arjuna dan Dewi Shinta, tetapi objek Telogo Pengilon kini tidak
dapat digunakan untuk bercermin karena permukaannya keruh yang diakibatkan
dari tumpukan sampah dan tidak ada tempat sampah disekitar lokasi. Selain itu
jalan setapak ditutupi oleh vegetasi rerumputan yang menjalar kesepanjang jalan.
Keindahan kedua Telogo ini dapat dilihat dari Bukit Sidengkeng.
Kompleks Gua TWATWTP terdiri dari Gua Semar, Sumur dan Jaran. Gua
Semar memiliki ukuran sedalam ± 4m dan didalam Gua Sumur terdapat kolam
kecil yang mengandung air suci Tirta Perwitasari. Nilai sejarah atau mitos yang
dimiliki tiap gua berbeda-beda yaitu digunakan untuk meditasi dan pengobatan
penyakit. Gua Semar yang berarti “guguo barang sing samar” yang artinya
sebagai umat beragama kita harus percaya dengan Allah SWT, jika kita sudah
percaya maka di anjurkan untuk menyembah kepada NYA dengan cara bersuci.
Bersuci dapat dilakukan di Gua Sumur. Gua Sumur memiliki air suci Tirta
Perwitasari yang sering dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit dan
membuat awet muda. Selain itu terdapat Goa Jaran “ojo ngujar separan-paran”
yang berarti dalam bertutur kata maupun bersikap kita tidak boleh sembarangan.
Selain itu Kompleks Gua memiliki nilai keindahan tumpukan bebatuan dan
pepohonan yang berbentuk unik secara alami dan selalu diabadikan oleh
pengunjung.
Prasasti Batu Tulis merupakan suatu prasasti zaman kuno yang terdiri dari
tumpukan batu besar dan terdapat patung Gajah Mada. Prasasti tersebut memiliki
nilai sejarah dan dipercaya oleh masyarakat sekitar. Konon bila orang tua yang
memiliki anak yang belum bisa menulis dan memohon pada yang maha kuasa
dengan menyentuh batu tersebut sambil menulis didalam hati maka anak tersebut
akan bisa menulis. Tetapi hal ini disalah artikan oleh kebanyakan pengunjung,
menulis langsung di bebatuan sehingga terjadi kegiatan vandalisme. Pesanggrahan
Bumi Pertolo merupakan bangunan yang digunakan untuk meditasi dibangun
pada tanggal 8 November 2007 digunakan sebagai tempat meditasi yang ditujukan
kepada Nini Dewi Cundomanik dengan tujuan memohon pertolongan. Selain nilai
mitos dan kepercayaan kita juga dapat mendapatkan nilai keindahan di lokasi ini
yang dikelilingi dengan tanaman panca warna. Kawah Sikendang merupakan

9
contoh dari beberapa kawah yang berada di Dataran Tinggi Dieng yang terbetuk
dari proses kawah gunung berapi. Kawah Sikendang merupakan kawah yang
berbunyi seperti kendang, aktif pada tahun 1997 dan 2005. Semenjak itu objek
kawah ini sudah tidak aktif, hanya saja bau belerangnya masih terasa. Pengelola
BKSDA belum mengatur dan mengelola dengan jelas dan intensif kepada semua
objek yang dimiliki TWATWTP.

(3a) Telogo warno

(3c) Gua semar

(3b) Telogo pengilon

(3d) Gua sumur

(3e) Gua jaran

(3f) Batu tulis

(3g) Pesanggrahan bumi pertolo

(3h) Kawah sikendang

Gambar 3 Kondisi bentang alam di TWATWTP
Potensi biologi wisata TWATWTP
Dataran Tinggi Dieng, berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951)
mempunyai tipe iklim B. Iklim B berarti iklim daerah basah dengan hutan hujan
tropis. Menurut Arif (1994) hutan hujan tropis memiliki stratum tajuk A, B, C, D
dan E. Menurut Santosa (1996) dan Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) tipe
ekosistem pada daerah yang selalu basah, terletak jauh dari pantai dengan tegakan

10
hutan hujan tropis yang didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Beberapa
vegetasi yang mendominasi Hutan tropis didaerah Jawa yaitu spesies Albizzia
montana, Anaphalis javanica dan Cassuarina spp (Indriyanto 2006). Jenis
tumbuhan yang ditemukan di TWATWTP beberapa sesuai dengan Indriyanto
(2006) diantaranya cemara siuk (Casuarina junghuniana). Cemara siuk
merupakan tumbuhan yang tumbuh di lereng gunung berapi dengan ketinggian
1500-3100 mdpl (Pinyopusarerk dan Williams 2005), dapat memainkan peran
penting dalam suksesi hutan biasanya tanaman pionir (Van Steenis 1972).
Menurut Pinyopusarerk dan Williams (2005) pohon ini toleran terhadap
kebakaran dan meningkatkan kesuburan tanah. Selain jenis cemara gunung jenis
lain yang ditemukan yaitu panca warna (Hydrangea macrophylla), kecubung
terompet (Datura metel), pakis galar (Cyathea contaminan), carica (Carica
candamarcensis), akasia (Acacia deccurens), teh wulung (Cammelia sinensis),
waluh (Sechium edule Sw), gelagah (Saccharum spontaneum), cemethi (Salix
babylonica), kuping gajah (Anthurium crystallinum), puspa (Schima noronhae
Rein), gandapura (Gaultheria fragrantissima Auct), urang-urangan (Urena
trifolia), krangean (Litsea cubeba Pers) dan Alang-alang (Imperata cylindrica).
Akasia merupakan tanaman invasive yang berada di TWATWTP, berasal dari
Australia memiliki karakteristik siklus tumbuhan yang cepat dan mudah
beradaptasi ( NAS 1979).
Jenis satwaliar yang ditemukan di TWATWTP yaitu 3 taksa yaitu aves,
mamalia dan amfibi. Jenis aves yang ditemukan diantaranya kareo padi
(Amaurornis phoenicurus), itik gunung (Anas superciliosa), raja udang (Alcedo
coerulescens), mandar batu (Gallinula chloropus), elang hitam (Ictinaetus
malayensis) dan burung kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis). Sedangkan
jenis mamalia yang ditemukan yaitu tupai (Tupaia montana) dan garangan
(Herpestes semitorquatu) dan jenis amfibi yang ditemukan yaitu katak serasah
(Microhyla achatina) merupakan spesies endemik pulau jawa dan katak yang
sering dan berlimpah ditemukan lahan basah (Kurniati 2003).
Status jenis tumbuhan dan satwa, terdapat dua jenis satwa yang memiliki
status dilindungi yaitu burung raja udang (Alcedo coerulescens) dan elang hitam
(Ictinaetus malayensis). Burung raja udang (Alcedo coerulescens) jenis burung
yang menggemari habitat tepian sungai (Stange 2001) dan elang hitam (Ictinaetus
malayensis) menurut Ali dan Ripley (1993) penyebarannya luas dengan
ketinggian 2000-2700 mdpl dan pemakan serangga besar, kadal, tikus, burung
lainnya dan ayam hutan. Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh
masyarakat sekitar dan pengunjung diantaranya jenis tumbuhan panca warna
digunakan untuk acara pernikahan (Gambar 4a), waluh yang digunakan untuk
bahan sayuran (Gambar 4b) dan tumbuhan gelagah untuk pakan ternak (Gambar
4c). Belum ada tindakan khusus yang dilakukan oleh pengelola BKSDA untuk
melindungi jenis yang dilindungi dan masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan.
Terkait pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat, pengelola hanya
sebatas memberikan peringatan dan tidak ada pendampingan khusus kepada
masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan. Pada masyarakat yang memanfaatkan
gelagah pengelola cenderung membiarkan, hal ini dikarenakan membantu
kegiatan pengelola dalam mengatur populasi gelagah yang melimpah di
TWATWTP.

11

(4a) Panca warna

(4b) Waluh

(4c) Gelagah

Gambar 4 Potensi tumbuhan yang dimanfaatkan di TWATWTP
Kriteria penilaian dan pengembangan objek daya tarik wisata
Keunikan sumberdaya
Kriteria penilaian keunikan sumberdaya pada enam objek utama terdapat
Lima objek memiliki nilai tertinggi (20) dalam penilaian keunikan sumberdaya
yaitu Telogo Warno, Telogo Pengilon, Kawah Sikendang, Prasasti Batu Tulis dan
Kompleks Gua (Tabel 3). Hanya satu objek yang termasuk dalam klasifikasi
rendah yaitu Pesanggrahan Bumi Pertolo hal ini dikarenakan objek tersebut hanya
memiliki keunikan sumberdaya alam berupa tumbuhan dan satwaliar.
No
1.

Objek
TW

2.

TP

3.

KG

4.

PBT

5.

PBP

6.

KS

Tabel 3 Keunikan sumberdaya yang di TWATWTP
Keunikan sumberdaya alam
Tumbuhan cemara siuk (Casuarina junghuhniana)
Satwaliar raja udang (Alcedo coerulescens)
Telogo Warno
Tumbuhan cemethi (Salix babylonica)
Satwaliar kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
Telogo Pengilon
Gua semar, jaran dan sumur
Tumbuhan pakis galar (Cyathea contaminant)
Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Tumbuhan kuping gajah (Anthurium crystallinum)
Satwaliar tupai (Tupaia montana)
Peninggalan sejarah
Tumbuhan panca warna (Hydrangea macrophylla)
Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Tumbuhan gandapura (Gaultheria fragrantissima Auct)
Satwaliar kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis)
Kawah Sikendang

Nilai
20

20

20

20

15
20

Keterangan: TW: Telogo Warno, TP: Telogo Pengilon, KG: Kompleks Gua, PBT: Perasasti Batu
Tulis, PBP: Pesanggrahan Bumi Pertolo, KS: Kawah Sikendang

Sumberdaya alam yang menonjol
Objek yang memiliki nilai tertinggi (30) pada penilaian sumberdaya alam
yang menonjol yaitu Kompleks Gua hal ini karena kompleks Gua memiliki
sumberdaya alam yang menojol seperti tumbuhan, satwa, gejala alam dan
bebatuan (Tabel 4).

12

No
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Tabel 4 Sumberdaya alam yang menonjol di TWATWTP
Objek
Banyaknya sumberdaya alam yang menonjol
TW
Tumbuhan cemara siuk (Casuarina junghuhniana)
Satwaliar raja udang (Alcedo coerulescens)
Gejala alam pancaran warna yang ditimbulkan oleh
Telogo Warno
Air Telogo Warno
TP
Tumbuhan cemethi (Salix babylonica)
Satwaliar kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
Air Telogo Pengilon
KG
Tumbuhan pakis galar (Cyathea contaminant)
Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Gejala alam pohon tumbang dan tumpukan batuan
Batuan
Sumber air Tirta Perwitasari
PBT
Tumbuhan kuping gajah (Anthurium crystallinum)
Satwaliar tupai (Tupaia montana)
Batuan
Gejala alam batu bisa ditumbuhi tumbuhan
PBP
Tumbuhan panca warna (Hydrangea macrophylla)
Satwaliar itik gunung (Anas superciliosa)
Batuan besar
KS
Tumbuhan gandapura (Gaultheria fragrantissima
Auct)
Satwaliar kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis)
Gejala alam Kawah Sikendang

Nilai
25

20

30

25

20

20

Kepekaan sumberdaya alam
Kepekaan sumberdaya alam meliputi nilai sejarah/mitos, nilai pengetahuan,
nilai keindahan dan nilai pengobatan. Seluruh objek umumnya memiliki nilai
sejarah/mitos. Objek yang memiliki nilai kepekaan sumberdaya alam yang tinggi
bernilai (25) yaitu Kompleks Gua (Tabel 5).
Tabel 5 Kepekaan Sumberdaya Alam di TWATWTP
Objek
Kepekaan sumberdaya alam

No

Nilai

1.
2.
3.

TW
TP
KG

4.
5.

PBT
PBP

Nilai mitos/sejarah, keindahan dan pengetahuan
20
Nilai mitos/sejarah
10
Nilai mitos/sejarah, keindahan, pengetahuan dan 25
pengobatan
Nilai mitos/sejarah, keindahan dan pengetahuan
20
Nilai mitos/sejarah dan nilai keindahan
15

6.

KS

Nilai mitos/ sejarah dan Nilai pengetahuan

15

Hasil penilaian daya tarik yang dimiliki TWATWTP termasuk kedalam
klasifikasi sedang yaitu Telogo Pengilon, Pesanggrahan Bumi Pertolo dan Kawah
Sikendang sampai klasifikasi tinggi yaitu Telogo Warno dan Kompleks Gua.

13
Dwijayani et al. (2013) mengatakan bahwa objek wisata yang memiliki daya tarik
yang unik maka berpotensi untuk menarik kunjungan wisatawani, hal tersebut
dapat dilihat pada (Tabel 8).
Tabel 8 Rekapitulasi penilaian daya tarik TWATWTP
No Unsur
TW
TP
KG
PBT
PBP
1. Keunikan SDA
20
20
20
20
15
2. SDA menonjol
25
20
30
25
20
3. Kepekaan SDA
20
10
25
20
15
Total nilai sub unsur
65
50
75
65
50
Bobot Total= Total nilai sub 390
300
450
390
300
unsur×6
Klasifikasi penilaian
Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang

KS
20
20
15
55
330
Sedang

Pelibatan masyarakat lokal dan keaslian budaya
Pengembangan TWATWTP sudah melibatkan masyarakat local hal ini
terukti dari hasil responden sebanyak 95.56% dan pendatang sebanyak 4.44 %,
dalam pelibatannya tidak ada tipologi khusus masyarakat yang dilibatkan.
Masyarakat dilibatkan dalam menjaga kawasan seperti Masyarakat Mitra Polhut
(MMP) dan bekerja dengan masyarakat yang memanfaatkan jasa lingkungan dan
kegiatan wisata seperti pemandu, penjaga wc, pedagang, pemilik homestay,
karyawan homestay, pemilik home industri, karyawan home industri, ojek wisata
dan penjaga tiket. Masyarakat selama ini didorong oleh pengelola BKSDA untuk
melakukan berbagai kegiatan yang terkait kepercayaan kepada alam seperti
melaksanakan ritual pesembahan bumi dan pelarungan rambut gimbal yang
dilakukan di TWATWTP. Pesembahan bumi merupakan bentuk rasa syukur yang
dilakukan oleh masyarakat pada bulan Suro. Sebelum melakukan pelarungan
rambut gimbal, biasanya dilakukan upacara ruwatan rambut gimbal dengan
memberikan semua permintaan dari anak gimbal.
Pengembangan wisata di TWATWTP menurut pengelola BKSDA
Taman Wisata Alam merupakan suatu Kawasan Pelestarian Alam yang
dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata alam dan rekreasi seperti
TWATWTP yang dikelola oleh BKSDA Jawa tengah. Untuk mengembangkan
TWATWTP, BKSDA membuat suatu rencana pengelolaan yang bertujuan
sebagai pedoman jangka panjang dan melestarikan kawasan TWATWTP dengan
sasaran terwujudnya pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan kawasan
secara terarah, terpadu, berkelanjutan, terjaga dan terpelihara fungsi kawasan.
Kegiatan yang direncanakan 10 tahun kedepan 2013 sampai 2022 yaitu kegiatan:
1.
Inventarisasi sumberdaya alam (SDA)
2.
Pengukuhan kawasan
3.
Penataan kawasan
4.
Perlindungan dan pengamanan kawasan
5.
Pengawetan keanekaragaman hayati
6.
Pemanfaatan potensi SDA
7.
Pembangunan sarana dan prasaranan
8.
Pembinaan pengembangan daerah penyangga
9.
Kolaborasi pengelola kawasan

14
10.
11.
12.
13.
14.

Peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat
Peningkatan kordinasi dan integrasi
Pengelolaan database potensi kawasan
Pengembangan investasi dan pengusahaan Jasa lingkungan
Perancangan dan strategi pendanaan

Permasalahan yang sering muncul di TWATWTP adalah banyaknya pohon
akasia yang tumbang, masyarakat mengambil cabang ranting pohon yang kering
untuk kayu bakar dan selain itu banyaknya pohon akasia yang tumbang
mempengaruhi kawasan ini rawan pencuri, kurang tertibnya kesadaran
pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya dan disekitar Telogo
Pengilon belum ada tempat sampah, terbukanya jalan masuk TWATWTP tanpa
adanya penghalang dan pengawasan sehingga menyebabkan bebasnya sepeda
motor keluar dan masuk kawasan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan suatu
pengembangan wisata yang berkelanjutan dengan kegiatan wisata yang tidak
memanfaatkan lahan.
Pengembangan Wisata di TWATWTP berdasarkan Prinsip Sustainable
Tourism
Prinsip Pengembangan Wisata di TWATWTP berdasarkan Sustainable
Tourism. Dari hasil modifikasi dua prinsip menurut Eber (1992) dan
Kemenparekraf (2012) yang dapat digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.
Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan
2.
Mempertahankan keragaman
3.
Konservasi alam
4.
Pelibatkan masyarakat lokal dan keaslian budaya
Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan
Aspek fisik
Pemanfaatan dan penggunaan tanah di TWATWTP agar berkelanjutan
menurut PP No. 16 tahun 2004 harus sesuai dengan fungsi kawasan dengan syarat
tidak mengubah fungsi, bentang dan ekosistem alam. Agar kegiatan flying fox
dapat dilakukan dengan standar keamanan diperlukan pembangunan di ruang
yang terbuka dan terjal bukan di tepian Telogo Warno. Selain itu upaya untuk
mengurangi erosi diantaranya erodibilitas, mengatur kemiringan lereng, panjang
lereng, vegetasi yang digunakan, faktor erosivitas dan pembuatan teras miring
(Butar et al. 2013). Upaya untuk mengurangi lahan yang terbakar diperlukan
pengendalian vegetasi alang-alang. Karena alang-alang menurut Mac Donald et
al. (2002) berakar rimpang yang tumbuh menyebar mendatar di bawah permukaan
tanah, bagian yang ada di atas permukaan tanah mudah terbakar. Ketika musim
kemarau alang-alang menjadi sangat kering dan sangat mudah terbakar (Wibowo
et al. 1997 dalam Murniati 2002).
Penggunaan sumberdaya air di TWATWTP agar pengelolaan berkelanjutan
sesuai UU No. 7 tahun 2004 yaitu Pengelolaan, konservasi dan pemeliharaan.
Upaya dalam pengelolaan dimulai dari upaya perencanaan pelaksanakan,
pemantauan, evaluasi, konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air dan pengendalian daya rusak sumberdaya. Selain itu upaya Konservasi alam

15
yaitu perlindungan, pelestarian sumberdaya air, pengawetan, pengelolaan kualitas
dan kuantitas dan pengendalian pencemaran air dan pemeliharaan seperti merawat
sumber daya air. selain itu menurut Arsad (2006) agar penggunaan sumberdaya
air secara berkelanjutan dapat ditingkatkan maka dilakukan dengan cara
melakukan konservasi penyediaan air dan pengelolaan air.
Penggunaan dan pemanfaatan bentang alam yang dimiliki TWATWTP yaitu
Telogo Warno, Telogo Pengilon, Kompleks Gua, Prasasti Batu Tulis,
Pesanggrahan Bumi Pertolo dan Kawah Sikendang. Dalam penggunaan objek
TWATWTP belum diatur secara berkelanjutan maka diperlukan pengaturan tiap
objek yaitu:
Telogo Warno
Penilaian daya tarik objek Telogo Warno sebesar 390 penilaian ini termasuk
kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang tinggi. Hal ini dikarenakan telogo
memiliki daya tarik yaitu menghasilkan kombinasi warna yang indah. Tetapi
kombinasi tersebut terkadang tidak bisa dinikmati oleh pengunjung Sehingga
diperlukan menjaga kombinasi warna tersebut. Untuk menjaga, menggunakan
dan mengembangkan objek secara berkelanjutan maka diperlukan:
1.
Perawatan yang intensif seperti pembersihan Telogo Warno.
2.
Penelitian lebih lanjut terkait kapan waktu yang tepat untuk bisa melihat
kombinasi warna Telaga.
3.
Melakukan perbaikan lokasi-lokasi dari kegiatan vandalisme.
4.
Membuat program terkait atraksi budaya seperti mengkonsentrasikan
kegiatan pada titik tertentu disekitar Telogo Warno yang dijadikan sebagai
tempat ritual oleh masyarakat sekitar TWATWTP seperti pesembahan bumi
dan pelarungan rambut gimbal dengan membatasi jumlah wisatawan dan
aktifitas yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
5.
Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap
berkelanjutan.
Telogo Pengilon
Penilaian daya tarik objek Telogo Pengilon 300 termasuk kedalam
klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Telogo yang memiliki daya tarik air
yang bening dapat digunakan untuk bercermin tetapi objek ini kurang menarik
untuk dikunjungi wisatawan seperti Telogo yang sudah tidak bisa digunakan
untuk bercermin dan jalan setapak yang ditutupi oleh vegetasi rerumputan. Untuk
menggunakan dan mengembangkan objek secara berkelanjutan maka diperlukan:
1.
Perawatan yang intensif seperti pembersihan Telogo Pengilon dan
sekitarnya sehingga wisatawan dapat bercermin seperti namanya Telogo
Pengilon.
2.
Penataan tumbuhan yang menjular disepanjang jalan.
3.
Membuat papan interpretasi.
4.
Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap
berkelanjutan.
Kompleks Gua
Penilaian daya tarik Kompleks Gua sebesar 450 penilaian ini termasuk
kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang tinggi. Kompleks gua memiliki daya
tarik keunikan sumberdaya alam, digunakan untuk meditasi dan pengobatan oleh
karena itu kompleks Gua memiliki penilaian tertinggi dibanding objek yang lain.

16
Untuk menggunakan dan mengembangankan potensi gua dapat membuat program
wisata seperti wisata minat khusus tetapi penggunaannya tetap memperhatikan
keberlanjutan sumberdaya dapat dikembangkan:
1.
Memberikan pengarahan kepada wisatawan dan pemandu cara melestarikan
gua seperti aturan-aturan masuk gua.
2.
Membatasi jumlah pengunjung yang masuk.
3.
Memberikan batas lamanya waktu kunjungan.
4.
Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap
berkelanjutan.
Prasasti Batu Tulis
Penilaian daya tarik Prasasti Batu Tulis sebesar 390 penilaian ini termasuk
kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang tinggi. Prasasti Batu Tulis
merupakan suatu prasasti batu besar yang dipercaya dapat digunakan untuk anakanak yang belum bisa menulis. Agar objek tersebut dapat digunakan dan tidak
disalah artikan. Maka dapat dikembangkan secara berkelanjutan yaitu dengan
cara:
1.
Melakukan perbaikan lokasi-lokasi dari kegiatan vandalisme.
2.
Membuat program terkait pemeliharaan wisata rehabilitasi lokasi agar tetap
berkelanjutan.
Pesanggrahan Bumi Pertolo
Penilaian daya tarik Pesanggrahan Bumi Pertolo sebesar 300 penilaian ini
termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Pesanggrahan
Bumi Pertolo digunakan untuk meditasi. Agar berkelanjutan maka dapat
digunakan dan dikembangkan yaitu:
1.
Jumlah wisatawan yang ingin melakukan kegiatan wisata di lokasi ini.
2.
Memberikan batas waktu untuk pengunjung memasuki Pesanggrahan Bumi
Pertolo.
Kawah Sikendang
Penilaian daya tarik objek Kawah Sikendang sebesar 330 penilaian ini
termasuk kedalam klasifikasi penilaian daya tarik yang sedang. Kawah Sikendang
merupakan kawah yang sudah tidak aktif tetapi masih memiliki bau belerang.
Agar dapat digunakan dan dikembangkan secara berkelanjutan maka sebelumnya
diperlukan tindakan dari pengelola untuk tetap melakukan diskusi, memberikan
pemahaman, pendampingan kepada masyarakat sehingga menemukan jalan keluar
dari permasalahan yang sering muncul dilokasi ini. Seperti ditemukan kendara
bermotor yang keluar masuk melalui lokasi ini, hal ini dapat mempengaruhi
keberlanjutan Kawah Sikendang, oleh karena itu Kawah Sikendang perlu
merehabilitasi lokasi agar tetap berkelanjutan.
Aspek biologi
Penggunaan secara berkelanjutan diperlukan kegiatan mengurangi
pemanfaatan tumbuhan dan memberikan sanksi yang tegas kepada masyarakat
yang memanfaatkan tumbuhan.
Mempertahankan keragaman tumbuhan dan satwaliar
Jenis tumbuhan yang dimiliki TWATWTP terdiri dari 80 jenis tumbuhan
dengan 53 famili. Dari beberapa jenis tumbuhan terdapat jenis tumbuhan yang
invasive yaitu akasia, untuk mempertahankan keragaman tumbuhan pengelola

17
melakukan rencana pengendalian populasi tumbuhan invasive. Untuk
mempertahankan keragaman dan melakukan pengembangan yang berkelanjutan
jenis tumbuhan maka diperlukan:
1.
Pengendalian populasi akasia.
2.
Penataan tumbuhan dan mengurangi kegiatan penebangan liar.
3.
Membuat sanksi yang tegas dan disepakati bersama dengan masyarakat
sekitar TWATWTP.
Jenis satwaliar yang dimiliki TWATWTP terdiri dari 15 jenis dengan 14
famili. Dari beberapa jenis satwa yang ditemukan dilokasi TWATWTP ada
beberapa jenis yang termasuk dalam status dilindungi yaitu raja udang (Alcedo
coerulescens) dan elang hitam (Ictinaetus malayensis). Belum ada bentuk khusus
dari pengelola untuk mempertahankan keragaman satwaliar menurut Alikodra
(2010) mempertahankan keragaman dan keberlanjutan satwaliar diperlukan
pemeliharaan habitat dan peremajaan rumput untuk jenis burung air. Untuk
mempertahankan keragaman dan melakukan pengembangan yang berkelanjutan
jenis satwaliar maka diperlukan:
1.
Menjaga keberlanjutan satwa dalam pengembangan, maka diperlukan
pemeliharaan habitat.
2.
Rumput dan semak belukar secara bertahap perlu diremajakan, untuk
keperluan bermain, mengasuh anak-anaknya khususnya bagi itik-itik liar
diperlukan daerah-daerah rawa yang terbuka.
3.
Membatasi jumlah pengunjung sehingga satwaliar tidak merasa terganggu.
Konservasi alam
Kegiatan konservasi di TWATWTP baru intensif dilakukan kembali pada
tahun 2010, karena sebelumnya kawasan ini dikelola oleh Perhutan yang tidak
menggunakan prinsip konservasi. Sehingga masyarakat atau berbagai pihak yang
berhubungan dengan TWATWTP merasakan bahwa konservasi menjadi
penghambat dalam pengembangan wisata masal. Demikian juga masyarakat
sekitar TWATWTP merasa bahwa setelah dikelola oleh BKSDA menjadi tidak
leluasa untuk melakukan berbagai tindakan didalam kawasan. Padahal kegiatankegiatan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip konservasi yang seharusnya
dilakukan di kawasan konservasi. Sehingga untuk melaksanakan konservasi alam
yang seharusnya sesuai dengan prinsip Sustainable Tourism maka diperlukan
1.
Pengelola yang menyadari betapa pentingnya pengembangan wisata
berdasarkan prinsip Sustainbale Tourism.
2.
Mempersiapkan aturan atau kebijakan sehingga semua yang terlibat dalam
pengembangan wisata bertanggung jawab.
3.
Memberikan pemahaman, pelatihan pendampingan dan pengarahan dalam
pengembangan wisata berdasarkan prinsip Sustainable Tourism kepada
pengelola dan masyarakat.
4.
Mengatasi permasalahan-permasalahan yang belum melakukan tindakan
konservasi seperti penebangan liar, masyarakat yang memanfaatkan
tumbuhan dan masyarakat yang sering keluar masuk melalui jalur tikus.
Pelibatan masyarakat lokal dan keaslian budaya
Masyarakat secara tidak langsung sudah dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan wisata. Untuk melakukan suatu pengembangan wisata yang

18
berkelanjutan dan tetap menjaga keaslian budaya masyarakat memerlukan suatu
peningkatan pemahaman dan pendampingan dari pengelola seperti :
1.
Memberikan pemahaman, pelatihan pendampingan dan pengarahan dalam
pengembangan wisata Sustainable Tourism kepada pengelola dan
masyarakat.
2.
Menyadarkan masyarakat, pentingnya menjaga keberlanjutan sumberdaya.
3.
Melibatkan masyarakat dalam perencanaan hingga pelaksannaan kegiatan
wisata.
4.
Membuat program terkait atraksi budaya seperti pesembahan bumi dan
pelarungan rambut gimbal
5.
Membuat program yang sesuai kepercayaan adanya Prasasti Batu Tulis.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
TWATWTP adalah salah satu kawasan konservasi sehingga prinsip
Sustainable Tourism sudah sesuai dengan prinsip konservasi. Hanya dalam
pelaksanaannya masih mengalami kendala, salah satu diantaranya belum
dikukuhkannya kawasan, masyarakat sekitar yang memerlukan pendampingan
khusus dari pengelola BKSDA agar bersama-sama dapat menjaga keberlanjutan
sumberdaya alam. Bentuk rencana pengembangan wisata TWATWTP
berdasarkan prinsip Sustainable Tourism yaitu penggunaan sumberdaya secara
berkelanjutan (tanah harus sesuai dengan fungsi kawasan, penggunaan air
dilakukan dengan cara melakukan konservasi air, penggunaan bentang alam
diperlukan perlakuan khusus pada tiap objek, tumbuhan diperlukan kegiatan
mengurangi pemanfaatan tumbuhan. Mempertahankan keragaman (penataan
tumbuhan, mengurangi kegiatan penebangan liar, pemeliharaan habitat dan
memberikan sanksi). Konservasi alam (pengelola yang menyadari pentingnya
mempersiapkan aturan dan kebijakan, memberikan pemahaman dan pelatihan
terkait pengembangan wisata berdasarkan prinsip Sustainbale Tourism). Pelibatan
masyarakat lokal dalam kegiatan perencanaan sampai kegiatan pelaksanan wisata
dan mempertahankan keaslian budaya seperti pesembahan bumi dan pelarungan
rambut gimbal.
Saran
Untuk melaksanakan Pengembangan TWATWTP maka langkah-langkah
yang perlu dipersiapkan oleh pengeloa adalah menyusun kebijakan, menyusun
Design engineering serta mempersiapkan sumber daya manusia dan pembina
masyarakat

19

DAFTAR PUSTAKA
Ali S, Ripley SD. 1983. Handbook of the Birds of India and Pakistan. Compact
Edition. New Dehli (IN): Oxford University Press.
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Kampus IPB
Taman Kencana.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Perss
Arief A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruh terhadap Lingkungan. Jakarta (ID):
Yayasan Obor Indonesia
[BKSDA] Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Tengah. 2012. Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo
Pengilon Priode 2013 s/d 2022. Jawa Tengah (ID): BKSDA Jawa Tengah
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka 2010.
Wonosobo (ID): BPS Wonosobo.
Butar MJOB, Lubis KS, Sitanggang G. 2013. Pendugaan Erosi Tanah Di
Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode Usle. Jurnal
Online Agroekoteknologi, Vol 1(2): Maret 2013
Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta
(ID): Departemen Pertanian Jenderal Kehutanan
[Dirjen PHKA]. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata
Alam (ADO-ODTWA). Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam.
Dwijayani AAP, Wahyono H. 2013. Studi Kelayakan Pengolahan Air Laut
Menjadi Air Bersih di Kawasan Wisata dan Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN)
Pantai
Prigi,
Trenggalek.
Jurnal
Online.
(http://ejurnal.its.ac.id/index.php /teknik/article/download/4132/1 028).
Diakses Tanggal 10 November 2014.
Eber S. 1992. Beyond the Green Horizon: A Discussion Paper on Principles for
Sustainable Tourism. London (GB): WWF and Tourism Concern.
Hiratsune K. 2011. Tourism, Sustainable Tourism and Ecotourism in developing
countries. Nogaya (JP): Paper for international conference in nagoya.
Hasan MI. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
[Kemenparekraf] Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012. Rencana
Strategi 2012-2014. Jakarta (ID): Dirjen Pengembangan Destinasi
Pariwisata
Kurniati H. 2003. Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park,
West Java, Indonesia. Cibinong. (ID): Research Center for Biology-LIPI.
MacDonald GEDG, Shilling BJ, Breck JF, Gaffney KA, Lang L, Ducar JT. 2002.
Weeds in the Sunshine: Cogon Grass (Im-perata cylindrica (L.) Beauv.)
Bio-logy, Ecology and Management in Florid. WWW.google.com
Mathieson A, Wall G. 1982. Tourism: Economic, Physical and Sosial Impacts.
New York (NY): Longman
Murniati. 2002. From Imperata cylin-drica Grassland to Productive Ag-roforestry.
Netherlands (NL): Thesis Wageningen Uni-versity.

20
[NAS] National Academy of Science. 1979. Legumes Resources for Future.
Washington. Tropical p 193 – 347
Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No: p.
3/iv-set/2011. Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya Dan
Taman Wisata Alam. Jakart