Trees Carbon Reserve Estimation Of City Greenery Open Space (GOS) In East Jakarta Municipality Using Landsat Imagery

(1)

JAKARTA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

ISDIYANTORO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON POHON

PADA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DI KODYA

JAKARTA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

ISDIYANTORO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Citra Landsat

Nama : Isdiyantoro

NIM : A352030071

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Lulus : 17 September 2007


(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pendugaan Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2007

Isdiyantoro


(5)

ABSTRACT

ISDIYANTORO. Trees Carbon Reserve Estimation of City Greenery Open Space (GOS) in East Jakarta Municipality using Landsat Imagery. Under the direction of BAMBANG SULISTYANTARA and NIZAR NASRULLAH.

In the end of this decade, earth temperature raised up to 0.6 ºC. The main factor that is considered as the driver of global warming is the increasing of green house gasses concentration in atmosphere, i.e carbondioxide (CO2), methane

(CH4) and Nitrogenoxide (N2O). During this last decade CO2 emission increated

twice from 1400 million ton/year to 2900 million ton/year. Some researches showed that CO2 concentration in atmosphere in 1998 is about 330 ppm the

increament 1.5 ppm per year (Brown et al, 1996), and has probability to keep increasing year by year.

Based on all the problem mentioned above, this research was conducted to estimate carbon reserve on trees stands of Greenery Open Spaces at East Jakarta Municipality using Landsat satelite temporal imagery (few years). The best model concluded is Y = 43,448E + 11G-3,69MIRI-2,28(R2 = 42.8%). The total area of East Jakarta Municipality is about 18.689,64 hectare with trees carbon reserve above ground soil for 1986 is about 184.975 ton/hectare (LANDSAT MSS imagery 1986), 1992 is about 165.050 ton/hectare (LANDSAT 5 imagery 1992), 2001 is about 181.805 ton/hectare (LANDSAT 7 SLCOff imagery 2001) and 2005 is about 183.710 ton/hectare (LANDSAT 7 ETM+ imagery).


(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 01 Agustus 1969 dari ayah Oesmari Martohardjono (Alm) dan ibu Painem (Alm). Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan memiliki seorang istri Dewi Lestari dan dua orang anak yaitu Refaldi Krisna Abrianto dan Giska Bima Oktarizka.

Tahun 1987 penulis lulus dari SMT Pertanian Purwokerto. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Yogyakarta, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan jenjang pendidikan S-2 pada Sekolah Pasca Sarjana IPB dan memilih Program Studi Arsitektur Lanskap.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta di Seksi Jalur Hijau Tepian Air. Pada Tahun 2007 diangkat menjadi Kepala Seksi Jalur Hijau Penyempurna Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul "Pendugaan Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat" ini dapat penulis selesaikan. Hasil Penelitian ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S-2 dan memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur Lansekap, Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr Selaku Anggota Komisi Pembimbing atas waktu dan arahannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Debora Rolina Sitompul, MT selaku Kepala suku Dinas Pertamanan Kodya Jakarta Timur dan staf yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan ayah (Alm), ibu (Alm) dan keluarga serta rekan-rekan, atas kasih sayang, saran dan dukungannya dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

Akhirnya penulis mengharap semoga karya ilimiah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2007 Isdiyantoro


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Tujuan ……… 5

1.3 Hipotesis Penelitian ……… 5

1.4 Kerangka Pikir Penelitian ……….. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 7

2.1 Biomassa ……… 7

2.2 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau ………. 8

2.3 Fungsi Ruang Terbuka ………... 9

2.4 Lokasi dan Bentuk RTH ………. 10

2.5 Citra Landsat Thematic Mapper (TM) ………... 11

2.6 Proses Klasifikasi ………... 13

2.7 Penggunaan Indeks Vegetasi dalam Pendugaan Biomassa dan Karbon (C) ………. 14

III METODOLOGI ……….. 17

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………. 17

3.2 Bahan dan Alat ………... 17

3.2.1 Data dan Informasi yang Diperlukan ... 17

3.3 Alir Pembentukan Model ………... 19

3.4 Pengolahan Data Landsat TM ... 21

3.4.1 Koreksi Citra ... 21

3.4.2 Pemilihan Kanal spektral ... 22

3.4.3 Penajaman citra (Image Enhancement) ... 22

3.4.4 Transformasi Citra ... 22

3.4.5 Evaluasi Ketelitian Klasifikasi ... 23

3.5 Pengumpulan Data Lapangan ... 24

3.6 Pendugaan Biomassa ... 25

3.6.1 Perhitungan Biomassa ... 25

3.6.2 Perhitungan Karbon ... 26

3.7 Analisis Data ... 26

3.8 Pengujian Hipotesis ... 27

3.9 Pemilihan Model Terbaik ... 28


(10)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI ... 30

4.1 Luas dan Letak ... 30

4.2 Kondisi Fisik ... 30

4.2.1 Iklim ... 30

4.2.2 Kondisi Vegetasi ... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1 Analisis spektral untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) 32 5.1.1 Analisis spektral Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005 ... 32

5.1.2 Analisis spektral Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001 ... 34

5.1.3 Analisis spektral Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992 ... 35

5.1.4 Analisis spektral Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986 35 5.2 Model Penduga Kandungan Karbon ... 37

5.2.1 Penyusunan Model Kandungan Karbon Berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat ETM + ... 37

5.2.2 Penyusunan Model Kandungan Karbon Berdasarkan Nilai Respon Indeks vegetasi Citra Landsat ETM + ... 40

5.3 Pendugaan Karbon RTH Menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005 ... 43

5.4 Pendugaan Karbon RTH Menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001 ... 47

5.5 Pendugaan Karbon RTH Menggunakan Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992 ... 48

5.6 Pendugaan Karbon RTH Menggunakan Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986 ... 49

5.7 Hubungan Kandungan Karbon dengan Ruang Terbuka Hijau dan Konstribusinya terhadap Kualitas Lingkungan ... 50

VI. SIMPULAN ... 52

VII. REKOMENDASI ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik Kanal Spektral Landsat TM ... 12

2. Beberapa Rasio Indeks Vegetasi ... 15

3. Tabel Matrik Kesalahan (Confussion Matrix) ... 23

4. Persamaan alometrik penduga biomassa bagian pohon ... 25

5. Sidik Ragam ... 27

6. Model penduga kandungan cadangan karbon berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat ... 38

7. Model penduga kandungan cadangan karbon terpilih berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat ………. 38

8. Hasil verifikasi model terpilih berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat ... 39

9. Model penduga kandungan karbon berdasarkan Nilai Respon indeks Vegetasi Citra Landsat 7 ETM+ ………. 41

10. Model penduga kandungan karbon terpilih berdasarkan Nilai Respon Indeks Vegetasi Citra Landsat 7 TM ……….. 42

11. Hasil verifikasi model terpilih berdasarkan Nilai Respon Indeks Vegetasi Citra Landsat 7 TM ... 42

12. Hasil Pendugaan Karbon (C) menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005 ………... 46

13. Hasil Pendugaan Karbon (C) menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001 ……….. 48

14. Hasil Pendugaan Karbon (C) menggunakan Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992 ... 49

15. Hasil Pendugaan Karbon (C) menggunakan Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986 ……….. 50


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2. Diagram Alur Pembentukan Model Pendugaan Cadangan Karbon ... 20

3. Lokasi Piksel pada Citra dan Plot Contoh di Lapangan ... 24

4. Kombinasi Kanal pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23

Juli 2005 ………. 33

5. Kombinasi Kanal pada Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus

2001 ………... 34

6. Kombinasi Kanal pada Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992 ... 35

7. Kombinasi Kanal pada Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986 …… 36

8. Hasil analisis regresi berganda hubungan Digital Number danMIRI pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Tahun 2005 ………. 40

9. Hasil analisis regresi hubungan Digital Number (DN) dan MidIR pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Tahun 2005 ... 43

10. Penutupan Lahan di Kodya Jakarta Timur Menurut Data Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005 ……… 45


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Penutupan Lahan di Kodya Jakarta Timur menurut Data Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986 ………. 57

2. Sebaran RTH di Kodya Jakarta Timur menurut Data Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992 ... 58

3. Sebaran RTH di Kodya Jakarta Timur menurut Data Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001 ... 59

4. Sebaran Titik Contoh Pengamatan RTH di Kodya Jakarta Timur ... 60

5. Titik-Titik Kontrol untuk Koreksi Citra Hasil Klasifikasi

(Geocorrected) ………... 61

6. Hasil Pendugaan Karbon menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ SLCOff Aquisisi 23 Juli 2005 ………... 61

7. Hasil Pendugaan Karbon menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001 ... 62

8. Hasil Pendugaan Karbon menggunakan Citra Landsat 5 TM Aquisisi

16 Juli 1992 ……… 62

9. Hasil Pendugaan Karbon menggunakan Citra Landsat MSS Aquisisi

02 Juli 1986 ……… 63

10. Contoh Hasil Pemodelan kandungan karbon Wilayah Kecamatan Cakung menggunakan Citra Landsat 7 TM Aquisisi Tahun 2005 ……. 64

11. Contoh Hasil Pemodelan kandungan karbon Wilayah Kecamatan Cakung menggunakan Citra Landsat 5 TM Aquisisi Tahun 1992 ……. 68


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim global akibat meningkatnya suhu bumi menjadi isu yang ramai dibicarakan di kalangan masyarakat dunia. Selama akhir abad ini suhu bumi meningkat 0.6 ºC. Faktor utama yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yaitu karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan N2O. Dalam dekade terakhir ini emisi

CO2 meningkat dua kali lipat dari 1.400 juta ton/tahun menjadi 2.900 juta ton

tahun-1.

Pada tahun 1998 konsentrasi CO2 di atmosfer adalah 360 ppm dengan laju

peningkatan per tahun 1.5 ppm (Brown et al 1996). Tingginya peningkatan konsentrasi CO2 diakibatkan oleh aktivitas manusia terutama perubahan lahan dan

penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO2 ke atmosfer yang disebabkan oleh manusia, tetapi

dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio 3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfer.

Dampak kegiatan konversi lahan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang telah disimpan dalam bentuk biomassa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfer melalui pembakaran ("tebas dan bakar") atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfer tergantung pada penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisi CO2 (Watson

et al., 2000).

Menyadari akan adanya permasalahan perubahan iklim akibat kegiatan manusia (antropogenik), maka konferensi Rio de Jeinero tahun 1992


(15)

mengidentifikasi bahwa emisi CO2 ke atmosfer merupakan salah satu isu

lingkungan global yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, maka Konferensi Rio de Jeinero tahun 1992 mengidentifikasi bahwa emisi CO2 ke atmosfer merupakan

salah satu isu lingkungan global yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, maka dibentuklah The United Nations Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC) yang menangani kerangka kerja sama antar pemerintah dalam kaitannya dengan perubahan iklim.

Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia akan berkembang menjadi kota Megapolitan dengan berbagai fasilitas dan infrastruktur serta asesoris sebagaimana layaknya kota besar dunia lainnya. Layaknya sebuah ibukota negara berkembang, Jakarta merupakan daya tarik dan menjadi tempat tujuan utama untuk mengadu peruntungan dari masyarakat wilayah sekitar Jakarta, bahkan dari daerah diseluruh Indonesia.

Kotamadya Jakarta Timur adalah salah satu dari 5 (lima) wilayah Kotamadya di Propinsi DKI Jakarta yang mempunyai karakteristik cukup menarik dimana memiliki faktor dominan yang merupakan ciri khas yang tidak dimiliki Kotamadya lain, diantaranya adalah keberadaan Cagar Budaya Condet, TMII, Monumen Pancasila Sakti dan Camping Ground di Cibubur menjadikan Kotamadya Jakarta Timur sebagai kota tujuan wisata. Selain itu Kodya Jakarta Timur juga terkenal sebagai Basis Kawasan Militer dengan keberadaan Markas Besar TNI di Cilangkap dan juga terkenal sebagai pusat industri berskala Nasional seperti Kawasan Industri Pulogadung, dll.

Kemajuan teknologi yang dicapai oleh manusia dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup serta memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga menimbulkan efek sampingan yang merugikan manusia. Salah satu bentuk kerusakan akibat aktivitas manusia adalah pencemaran lingkungan.

Pesatnya pembangunan di wilayah perkotaan seperti Kodya Jakarta Timur telah membawa akibat yang bersifat positif dan negatif bagi lingkungan. Pengaruh pembangunan kota terhadap lingkungan pada umumnya mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah dapatkah fungsi lingkungan alam diambil alih oleh


(16)

3

lingkungan buatan manusia. Jika ruang terbuka hijau berfungsi memberi kebersihan udara bagi kehidupan manusia, habitat satwa, tata air dan penyangga kehidupan lainnya maka pembangunan lingkungan buatan manusia harus tetap mengusahakan agar fungsi tersebut dapat dilaksanakan oleh pohon-pohon yang tumbuh di ruang terbuka hijau tersebut.

Masalah pencemaran lingkungan yang penting terutama di daerah perkotaan adalah pencemaran udara. Sumber pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor, industri dan rumah tangga. Pencemaran udara dapat berakibat kepada kesehatan manusia. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha yang mengarah pada tindakan pencegahan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran udara adalah penghijauan atau pengadaan hutan kota (ruang terbuka hijau). Vegetasi dalam suatu kota atau pinggiran kota berbentuk taman, jalur hijau, kebun dan pekarangan serta hutan dapat berfungsi sebagai paru-paru kota. Disamping itu tumbuhan dapat menyediakan oksigen yang diperlukan oleh manusia dan menurunkan kadar beberapa pencemar udara (Grey dan Deneke, 1978).

Pencemaran udara sendiri dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan adanya permasalahan yang ada maka penelitian ini mencoba untuk mengkaji jumlah cadangan karbon pada pohon dalam upaya untuk mempertahankan cadangan karbon pada ruang terbuka hijau (RTH) yang telah ada dan menyerap karbon dari atmosfer untuk kelestarian sumberdaya alam yang berkelanjutan (sustainable).

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pengelolaan taman dan ruang terbuka hijau harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip kelestarian (sustainable principles). Data yang diperlukan untuk mengkaji karakteristik taman dan ruang terbuka hijau dalam rangka memberikan informasi secara tidak langsung terhadap pengelolaan yang berprinsip kelestarian adalah biomassa untuk kajian hara dan Leaf Area Index/LAI untuk kajian fotosintesis.

Dari segi ekologis, data biomassa diperlukan untuk pengkajian aliran energi, siklus hara dan produksi primer taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


(17)

(Hasse et.al, 1985) dan data biomassa ini juga sangat penting di ekosistem alami karena menyediakan molekul organik dan sumber energi untuk semua tingkatan tropik (Roberts et.al, 1993).

Teknologi penginderaan jauh telah banyak digunakan dalam bidang kehutanan, tata lingkungan dan planologi (Lillesand dan Kiefer, 1990; Sutanto, 1994; Howard, 1996; Lo, 1996). Hal ini dikarenakan sarana ini memberikan keuntungan yaitu mampu memberikan keuntungan yaitu mampu memberikan data yang unik yang sulit diperoleh dengan menggunakan sarana lainnya, mempermudah pekerjaan lapangan dan mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang relatif murah.

Aplikasi penginderaan jauh satelit dalam bidang tata lingkungan secara efektif dimulai dengan peluncuran teknologi satelit sumber daya bumi Amerika Serikat (Earth Resources Technological Satellite/ERTS-1) pada tahun 1972, kemudian satelit tersebut diberi nama Landsat (Howard, 1996). Sedangkan menurut Jaya (1997), secara garis besar aplikasi penginderaan jauh satelit dalam bidang tata lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu untuk kegiatan pemetaan, inventarisasi tata kota dan manajemen tata lingkungan.

Pada taman dan ruang terbuka hijau (RTH), aplikasi penginderaan jauh dapat dibagi menjadi 3 tingkatan perencanaan, yaitu tingkat nasional, tingkat lokal dan tingkat operasional (FAO, 1993). Dengan menggunakan data penginderaan jauh, vegetasi taman dan ruang terbuka hijau dapat diklasifikasikan menurut keadaan rapat, normal dan jarang berdasarkan perbedaan tone-nya (Ishaq-Mirza et.al, 1996) dan juga diklasifikasikan berdasarkan jenisnya (Chaudhury, 1986). Pendugaan biomassa dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh belum banyak dilakukan. Pengukuran biomassa dengan cara penebangan akan bersifat merusak, memerlukan waktu yang lama, keterbatasan pengulangan unit contoh dan tidak mencakup areal vegetasi yang luas, maka penggunaan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data lapangan akan semakin berkembang (Scurlock and Prince, 1993).


(18)

5

1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengestimasi kandungan cadangan karbon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kodya Jakarta Timur khususnya pada Taman dan Jalur Hijau.

1.2.2 Menentukan model terbaik untuk menduga cadangan karbon pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota yang dikelola oleh Suku Dinas Pertamanan Kodya Jakarta Timur.

1.3 Hipotesa Penelitian

Semakin banyak daerah hijau yang terdeteksi pada Citra Landsat TM maka akan diperoleh Digital Number (DN) yang tinggi dan akan memberikan informasi kandungan cadangan karbon. Hal ini disebabkan karena resolusi radiometrik pada Citra Landsat TM akan memberikan informasi mengenai vegetasi Ruang Terbuka Hijau (RTH).

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Akibat aktivitas manusia disamping menimbulkan dampak positif yaitu adanya kemajuan teknologi untuk peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup tetapi juga menimbulkan dampak negatif yaitu pencemaran. Pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2 di

Atmosfer.

Adanya peningkatan konsentrasi gas di atmosfer karena penglepasan karbon yang telah diikat oleh tanaman maka diperlukan suatu kajian Pendugaan Cadangan Karbon (C) pada Pohon. Pendugaan Cadangan Karbon (C) pada Pohon dapat diukur dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Langsung (Penebangan) dan 2. Tidak Langsung (Teknologi Pengindraan Jauh). Teknologi pengindraan jauh telah banyak digunakan dalam bidang tata lingkungan karena mempunyai data yang unik, mempermudah pekerjaan dilapangan dan biaya yang relatif murah serta perlu waktu yang lebih singkat.

Pendugaan cadangan karbon (C) pada pohon menggunakan teknologi Pengindraan Jauh yang dikombinasikan dengan data lapangan akan semakin


(19)

berkembang untuk menuju kelestarian sumberdaya alam yang berkelanjutan (sustainable). Secara ringkas kerangka pikir penelitian ditunjukan oleh Gambar 1 berikut ini:

Aktivitas Manusia yang Berdampak pada Pencemaran Pemanasan Global

(dampak Efek Gas Rumah Kaca)

Perubahan Iklim Global

Adanya Peningkatan Konsentrasi Efek GRK di Atmosfer Karena

Penglepasan Karbon

Kajian Pendugaan Cadangan Karbon (C) pada Pohon

Langsung (Dengan Cara Penebangan)

Tidak Langsung (Teknologi Pengindraan Jauh)

Jumlah Cadangan Karbon Pada Vegetasi RTH

Menuju Lingkungan yang Nyaman dan Sehat


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Biomassa di atas tanah adalah jumlah bahan organik per unit area pada suatu waktu tertentu yang berhubungan dengan fungsi sistem produktivitas, umur tegakan dan alokasi bahan organik serta strategi pemindahan (Citron dan Navelli,

1984). Ditambahkan oleh Roberts et.al (1993) bahwa biomassa tanaman adalah berat bahan tanaman hidup yang terdiri dari atas dan bawah area permukaan tanah pada suatu waktu tertentu.

Pendugaan biomassa bagian pohon di atas tanah tidak hanya menyediakan alat untuk membuat perbandingan di antara ekosistem seperti evaluasi produktivitas (Rodin dan Bazilevich, 1967) tetapi juga sangat penting untuk aspek fungsional hutan seperti produktivitas primer, siklus nutrient dan aliran energi (Hasse et.al, 1985).

Chapman (1976) membagi dua kelompok metode pendugaan biomassa di atas tanah, yaitu: (1). metode pemanenan, yang terdiri dari: metode pemanenan individu tanaman, metode pemanenan kuadrat dan metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata dan (2). metode pendugaan tidak langsung, yaitu metode yang terdiri dari metode alometrik dan metode crop meter. Menurut (Eong et.al, 1983), biomassa pohon dapat diduga oleh peubah-peubah bebas seperti diameter setinggi dada (Dbh) yang berhubungan dengan biomassa total pohon. Kusmana (1992) telah menginventarisasi penelitian biomassa di atas permukaan tanah dan LAI (Leaf Area Index) pada hutan mangrove subtropik dan tropik.

Studi dari proyek Alternatives to Slash and Burn (ASB) di Sumatera menemukan bahwa cadangan karbon pada hutan primer mencapai 300 Mg C/Ha (Hairiyah dan Murdiyarso, in press). Hutan di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan karbon berkisar antara 40-250 Mg C/Ha untuk vegetasi dan 50-120 Mg C/Ha untuk tanah. Pada studi inventarisasi gas rumah kaca, IPCC merekomendasikan suatu nilai cadangan karbon 138 Mg C/Ha (atau 250 Mg/Ha dalam berat kering biomassa) untuk hutan-hutan basah di Asia (Lasco, 2002).


(21)

2.2 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau Kota DKI Jakarta berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2001 dan tercantum juga dalam RUTR 2005 terdiri atas Kawasan Hijau Lindung dan Kawasan Hijau Binaan. Dan secara khusus jenis RTH tersebut untuk Kawasan Hijau Lindung terdiri dari (1) Cagar alam, dengan bagian (a) Daratan dan (b) Kepulauan. (2) Hutan Lindung yang menurut data hanya terdiri dari 1 lokasi dan (3) Hutan Wisata.

Untuk kawasan Hijau Binaan terdiri dari (1) Ruang Terbuka Hijau Fasilitas Umum dengan sub bagian (a) Hutan Kota, (b) Taman Kota, (c) Taman Rekreasi dan (d) Lapangan Olah Raga. (2) Ruang Terbuka Hijau Pemakaman. (3) Ruang Terbuka Hijau Fungsi Pengaman dengan bagian-bagian (a) Tegangan Tinggi, (b) Jalur Jalan Tol dan Median Jalan, (c) Sungai atau Tepian Air dan (d) Daerah khusus. (4) Penghijauan pulau dan (5) Ruang Terbuka Hijau Budidaya Pertanian dengan bagian-bagiannya yang terdiri dari (a) Kebun Bibit, (b) Sawah, dan (c) Pertanian Darat/Pekarangan.

Dalam Instruksi Mendagri No 14 Tahun 1988 yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan ataupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam Ruang Terbuka Hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Berdasarkan sifatnya menurut Dinas Pertamanan DKI (2001), ruang terbuka dibagi menjadi: (1) Ruang terbuka pasif yaitu ruang terbuka yang berfungsi untuk menunjang ekosistem, sedangkan kegiatan manusia relatif kecil. Contohnya taman sebagai sumber pengudaraan atau keindahan, hutan buatan, dan penghijauan tepi sungai. (2) Ruang terbuka aktif yaitu ruang terbuka yang digunakan untuk kebutuhan kegiatan manusia, contohnya adalah taman kota, plaza, lapangan olahraga, taman lingkungan, dan kebun binatang.

Peran ruang terbuka dalam suatu perkotaan yaitu: (1) merupakan unsur keindahan disebabkan menciptakan harmoni tata lingkungan perkotaan. (2) Menyediakan ruang terbuka hijau yaitu berupa tanaman yang dapat mengurangi


(22)

9

pencemaran. (3) Memberikan ruang gerak bagi segenap masyarakat yang membutuhkannya.

Berdasarkan Inmendagri No. 14 /1988 dapat disebutkan tujuh ruang terbuka hijau ditinjau dari segi tujuan, yaitu: (1) Ruang Terbuka Hijau yang berlokasi pasti karena ada tujuan konservasi. (2) Ruang Terbuka Hijau untuk keindahan kota. (3) Ruang Terbuka Hijau karena adanya tujuan tuntutan fungsi kegiatan tertentu, misalnya untuk lingkungan sekitar pusat kegiatan olah raga yang dibiarkan hijau. (4) Ruang Terbuka Hijau untuk pengaturan lalu lintas. (5) Ruang Terbuka Hijau sebagai sarana olahraga bagi kepentingan lingkungan perumahan. (6) Ruang Terbuka Hijau untuk kepentingan flora dan fauna seperti kebun binatang. (7) Ruang Terbuka Hijau untuk halaman bangunan.

2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH untuk memenuhi kebutuhan ini adalah sebagai penyumbang ruang bernafas yang segar, keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, dan sebagai unsur pendidikan

(Simonds, 1983). Karena keterikatannya dengan alam, manusia juga

membutuhkan kehadiran lingkungan hijau di tengah-tengah lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu manfaat RTH di sini menurut Carpenter, Walker dan Lanphear (1975) adalah sebagai pelembut suasana keras dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi tekanan-tekanan dari kebisingan, udara panas dan polusi di sekitarnya serta sebagai pembentuk kesatuan ruang.

Salah satu penjabaran fungsi dan manfaat penghijauan pada Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai berikut:

1. Estetika, penghijauan melalui penanaman tanaman/pohon sebagai elemen keindahan kota.

2. Ekologi, penghijauan sebagai penyangga lingkungan kota dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna.

3. Produksi, penghijauan melalui penanaman pohon produktif sebagai upaya peningkatan budidaya pertanian.


(23)

4. Pelayanan Umum, penghijauan sebagai upaya memberikan kenyamanan dan keteduhan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatannya atau berinteraksi atau berekreasi pada areal-areal Ruang Terbuka Hijau fasilitas umum seperti taman, jalur hijau, tempat pemakaman serta tempat/lapangan olah raga.

5. Konservasi, kegiatan penghijauan untuk perlindungan terhadap daerah-daerah hutan lindung, pesisir pantai dan pulau-pulau.

6. Edukasi, Penghijauan untuk menumbuhkan kesadaran berlingkungan dan membangun berwawasan lingkungan.

Salah satu penjabaran manfaat RTH yang menjadi jiwa dari penjelasan manfaat RTH oleh Inmendagri No. 14/1988 dan Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta (1988) yang sesuai dan menunjang fungsi RTH pemukiman antara lain:

1. Sebagai pengaman lingkungan hidup terhadap berbagai macam pencemaran, baik darat, air maupun udara.

2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan.

3. Sebagai sarana rekreasi.

4. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki lingkungan. 5. Sebagai sarana pendidikan informal.

6. Sebagai pengatur tata air.

2.4 Lokasi dan Bentuk-bentuk RTH

Lokasi Ruang Terbuka Hijau terbagi menjadi enam kawasan-kawasan peruntukan ruang kota sebagaimana tercantum dalam RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) DKI Jakarta 2005, yaitu: (1) kawasan pusat perdagangan meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan. (2) Kawasan perkantoran meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan. (3) Kawasan pendidikan (sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan taman. (4) Kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan pabrik. (5) Kawasan pertanian dan perkebunan meliputi kebun, ladang, sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi pesisir pantai (Inmendagri No.14/1988). (6) Kawasan permukiman meliputi halaman


(24)

11

rumah, taman lingkungan, fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya dan jalan lingkungan.

Bentuk-bentuk Ruang Terbuka Hijau yang ada, yaitu: (1) Pertamanan kota meliputi “Pocket Park”. “Highway”, “Pedestrian Park”, taman kota. (2) Hutan kota sebagai rekreasi dan konservasi. (3) Rekreasi kota. (4) Lapangan olahraga seperti golf, sepak bola dan lain-lain. (5) Pemakaman. (6) Pertanian. (7) Jalur hijau meliputi koridor-koridor utilitas. “Bank” atau tebing, “Blue way” meliputi bantaran sungai, kanal, daerah banjir, “Water-Front” meliputi pantai, danau, reservoir, tepi air. (8) Pekarangan dan lain-lain meliputi taman lingkungan, taman pertetanggaan, “Play ground”.

2.5 Citra Landsat Thematic Mapper (TM)

Landsat TM merupakan salah satu citra hasil dari Landsat 5 yang sampai saat ini masih aktif. Landsat 5 merupakan orbit melingkar (circular), sun synchronous, near polar, mempunyai ketinggian 705 km, mempunyai sudut inkliasi 98,2º dengan garis khatulistiwa. Satelit ini melalui garis khatulistiwa tiap jam 9.45’ pagi waktu setempat. Waktu tempuh tiap orbit kurang lebih 99 menit. Karena bumi berputar secara rotasi, jarak antara lintasan di permukaan bumi yang saling berurutan adalah 2752 km. Interval waktu antara jalur satelit yang berurutan pada satelit yang sama adalah 7 hari. Sensor Landsat TM menggunakan scanner O-M dan menggunakan cermin berputar (oscillating mirror). Landsat TM dapat pula diterima melalui satelit komunikasi TDRS (Tracking and Data Relay Satellite) dan mempunyai keuntungan satelit Landsat ini dapat dikomando dari bumi sehingga dapat dilakukan perekaman sesuai dengan kehendak bumi.

Landsat 7 merupakan kelanjutan dari Landsat 4, 5 dan 6, mempunyai karakteristik sama dengan Landsat 5 yang masih beroperasi. Pada Landsat 7 mempunyai dua (2) sensor yaitu ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) dan HRMSI (High Resolution Multispectral Stereo Imager).

Landsat 7 ETM+ mempunyai resolusi spasial 15 m untuk pankromatik dan 30 m untuk multispektral, resolusi temporal 16 hari, resolusi spektral dan radiometrik 7 kanal. Sedangkan Landsat 7 HRMSI mempunyai resolusi spasial 4,5 m untuk pankromatik dan 10 m untuk multispektral, resolusi temporal 3 hari,


(25)

resolusi spektral dan radiometrik 4 kanal. Karakteristik masing-masing kanal spektral Landsat TM terangkum pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Kanal Spektral Landsat TM

Kanal Panjang gelombang (µm) Spektral Resolusi spasial (m) Kegunaan

1 0,45 - 0,52 Biru 30

Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air pantai, pemetaan tumbuhan, pemetaan kehutanan dan mengidentifikasikan budi daya manusia.

2 0,52-0,60 Hijau 30

Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan kenampakan budi daya manusia.

3 0,63-0,69 Merah 30

Untuk daerah yang menyerap klorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan kenampakan budidaya manusia.

4 0,76-0,90 Infra merah

dekat

30

Untuk membedakan jenis tumbuhan, aktivitas dan kandungan biomassa. Untuk membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah.

5 1,55-1,75 Infra merah pendek 30 Menunjukkan kandungan kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah. Juga untuk membedakan salju dan awan.

6 10,4-12,5 Infra merah

panas

120

Untuk menganalisis tegakan tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan panas.

7 2,08-2,35 Infra merah pendek

30 Berguna untuk pengenalan terhadap

mineral dan jenis batuan.


(26)

13

2.6 Proses Klasifikasi

Terdapat dua pendekatan dasar klasifikasi citra multikanal dalam berbagai bidang terapan penginderaan jauh, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) (Lillesand dan Kiefer, 1979; Jensen, 1986; Richards, 1993; Howard, 1996; Jaya, 1997).

Klasifikasi terbimbing didasarkan pada data hasil pekerjaan lapangan atau peta. Pendekatan klasifikasi ini menghasilkan informasi yang lebih realistis dan membuahkan hasil klasifikasi yang lebih akurat daripada klasifikas tidak terbimbing (unsupervised classification) atau analisis cluster yang hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan interpretasi lebih lanjut.

Metode kemiripan maksimum (maximum likelihood method) adalah metode yang paling banyak digunakan, dimana digital number (DN) pada k kanal untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (independent) dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda (multivariate normal distribution). Metode ini memerlukan vektor rata-rata sampel multivariate (mi) dan matrik ragam peragam antar kanal (∑i) dari setiap kelas atau kategori i.

Fungsi dari distribusi normal multidimensi digambarkan sebagai fungsi lokasi vektor dalam ruang multidimensi sebagai berikut :

( ) { }

{

(

)

(

)

}

=

1

2 / 1

N/2

exp

1

/

2

2

1

)

(

x

x

m

x

m

P

t

π

Peluang suatu vektor masuk ke dalam kelas ωi adalah: p(x/ωi) = p(ωi).p(x)

ln p(x/ωi) = ln p(ωi) + ln p(x)

Selanjutnya fungsi diskriminan dari peluang maksimum yang berdasarkan pada distribusi normal adalah:

gi = ( ) ln p( i)- ln i (x-mi)t i -1

(

x-m

)

2 1 2

1

=

ω


(27)

dimana :

x adalah vektor piksel yang diklasifikasikan;

x1, x2, x3,...xn adalah nilai DN, I = 1, 2, 3,...m (jumlah kelas atau kategori); t adalah matrik transpose; dan

n adalah jumlah kanal yang digunakan.

2.7 Penggunaan Indeks Vegetasi dalam Pendugaan Biomassa dan Karbon (C)

Dengan memahami perbedaan intensitas radiasi tenaga elektromagnetik (EM) yang dipantulkan dan dipancarkan maka akan dapat diidentifikasikan kesehatan, kerapatan dan kelembaban dari suatu kelompok hutan.

Aplikasi lebih baru dari penginderaan jauh multi spektral adalah pendugaan jumlah dan distribusi vegetasi (Curran, 1980). Menurut Lo (1996), jumlah vegetasi hijau dapat diukur dengan LAI, biomassa atau persen penutupan tajuk.

Lebih lanjut Lo (1996) menyatakan bahwa LAI daun berhubungan negatif dengan pantulan merah, tetapi berhubungan positif dengan pantulan infra merah dekat. Tucker (1979) menyatakan rasio pantulan merah dan infra merah dinamakan indeks vegetasi dan indeks vegetasi ini berhubungan positif dengan LAI. Indeks vegetasi merupakan persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan daun yang berkorelasi dengan konsentrasi klorofil. Banyaknya konsentrasi klorofil yang dikandung oleh suatu permukaan vegetasi, khususnya daun menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi tersebut.

Radiasi kanal merah yang mengenai tajuk vegetasi lebih banyak diserap daripada dipantulkan karena radiasi elektromagnetik tersebut digunakan untuk proses fotosintesis sedangkan radiasi kanal infra merah lebih banyak dipantulkan karena penyebaran inter dan intra daun (Law dan Waring, 1994). Oleh karenanya, komposisi antara kanal radiasi yang diserap dan yang dipantulkan oleh tajuk vegetasi tergantung pada konsentrasi klorofil. Kondisi pertumbuhan vegetasi akan dapat dikenali dengan memperhatikan pola tanggapan spektralnya pada saluran infra merah pantulan. Pada vegetasi yang sehat, selisih antara persentase radiasi


(28)

15

pantulan pada kedua kisaran kanal radiasi relatif besar, sebaliknya selisih tersebut relatif kecil pada vegetasi yang mengalami gangguan pertumbuhannya.

Klorofil mereflektansikan kanal antara 0,5 sampai 0,7 µm sebanyak 20%, sedangkan pada kisaran 0,7 sampai 1,3 µm sebanyak 60%. Jensen (1983) dalam

Jensen (1986) menyatakan vegetasi hijau yang sehat umumnya memantulkan 40% sampai dengan 50% energi inframerah dekat (0,7 µm sampai 1,1 µm) dan klorofil tanaman menyerap hampir 80% sampai dengan 90% energi sinar tampak (0,4 µm sampai 0,7 µm).

Rasio antara pantulan infra merah dekat dengan pantulan merah digunakan untuk memantau puncak perubahan musiman vegetasi hijau (Howard, 1996). Beberapa rasio yang telah digunakan terlihat seperti pada Tabel 2: (Curran, 1980):

Tabel 2. Beberapa Rasio Indeks Vegetasi

Rasio Rumus

1. Pengurangan sederhana Im - M

2. Pembagian sederhana (indeks vegetasi) Im/M

3. Pembagian Kompleks (Im)/(M+kanal lain)

4. Multirasio sederhana (NIV) (Im-M)/(Im+M)

5. Multirasio kompleks (TIV)

6. Indeks Vegetasi Tegak Lurus

7. Indeks Vegetasi Hijau -0,29 (H) - 0,56 (M) + 0,60 (Im) + 0,49

(IM) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

+M 0.5

Im M -Im

(

) (

)

[

2

]

veg tan

2 veg

tan -M IM -IM

M +

Sumber: Analisis dengan Indeks Vegetasi Landsat ETM 2005.

Keterangan:

H : kanal energi biru-hijau/hijau M : kanal energi merah

Im : kanal infra merah NIV : normal indeks vegetasi


(29)

TIV : transformed indeks vegetasi Mtan : kanal energi merah pada tanah Mveg : kanal energi merah pada vegetasi IMtan : kanal energi inframerah pada tanah IMveg : kanal energi inframerah pada vegetasi

Gamon et.al (1995) menyatakan bahwa normalized difference vegetation index (NDVI) dan simpel ratio (SR) merupakan indikator struktur kanopi, absorbsi sinar matahari dan aktivitas fotosintesis serta NDVI juga merupakan indikator yang sensitif terhadap biomassa hijau, LAI hijau dan kandungan klorofil. Ada korelasi yang kuat antara indeks vegetasi dengan LAI atau biomassa per area tertentu (Kanemasu, 1990).

Richardson dan Weigand (1977) dalam Jaya (1996) telah menunjukkan bahwa kanal merah berkorelasi tinggi dengan tinggi tanaman dan kerapatan tajuk. Jika jumlah vegetasi meningkat, pantulan kanal merah menurun, sebaliknya pantulan kanal infra merah meningkat. Selanjutnya Richardson dan Weigand

(1977) dalam Jensen (1986) membuat jarak tegak lurus (perpendicular) terhadap ”garis tanah” (soil line) sebagai indikator perkembangan tanaman dan akumulasi biomassa, di mana jarak ini menunjukkan perpendicular vegetation index (PVI). PVI=0, PVI>0 dan PVI<0 menyatakan tanah kosong, vegetasi dan air. Weigand

et.al (1979) menemukan bahwa PVI lebih baik daripada transformed vegettion index (TVI) atau green vegetation index (GVI) dalam menduga LAI.


(30)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada areal Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang difokuskan pada Taman dan Jalur Hijau di Kotamadya Jakarta Timur. Pelaksanaan kegiatan tersebut meliputi kegiatan Laboratorium dan Checking

Lapangan antara bulan September 2005 sampai dengan Maret 2006.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986, Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992, Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001, Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005 serta Peta Vektor wilayah Kotamadya Jakarta Timur dan DKI Jakarta secara keseluruhan.

Sedangkan alat-alat yang dipergunakan baik untuk pengolahan citra maupun di lapangan adalah : Global Positioning System (GPS), kompas, Dap meter (alat ukur diameter pohon setinggi dada), meteran, dan kamera. Untuk pengolahan citra dan data vektor (peta) dilakukan dengan program komputer ERDAS Imagine 8.7 dan Arc GIS 9.2 serta untuk menganalisis data dipergunakan SPSS for Windows ver. 11.5.

3.2.1 Data dan Informasi yang diperlukan

Jenis data dan informasi yang diperlukan pada penelitian ini adalah:

1. Data hasil pengolahan Citra Landsat TM, yaitu:

Data olahan Citra LandsatTM yang dibutuhkan ada 2 macam yaitu:

(1) Nilai respon langsung spektral Citra Landsat yang diperoleh dengan proses ekstraksi langsung nilai digital (digital number) meliputi kanal 1, 2, 3, 4, 5, dan 7.

(2) Nilai respon indeks vegetasi spektral Citra Landsat yang diperoleh dari transformasi perbandingan sederhana kanal inframerah (infrared) dengan kanal merah (red) serta berbagai indeks


(31)

turunannya. Nilai yang diekstraksi sama dengan respon langsung yaitu nilai digital (digital number). Beberapa jenis transformasi yang dicobakan antara lain:

a. Ratio Vegetation Index (RVI) = NIR/Red (Rouse et.al, 1974).

b. Transformed RVI (TRVI) = ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ d NIR

Re (Rouse et. al, 1974).

c. Difference Vegetation Index (DVI) = 2.4 NIR - Red (Richardson and Weigand, 1977).

d. Normalized DVI (NDVI) = (NIR-Red)/(NIR+Red) (Rouse et.al, 1974)

e. Transformed NDVI (TNDVI1) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

+Red 0,5 NIR

Red -NIR

(Deering et.al, 1975).

f. Transformed NDVI (TNDVI2)

(

NDVI 0,5

)

Abs x 0,5 (NDVI Abs 0,5 + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + NDVI

(Perry dan Lautenschlagen, 1984).

g. Middle Infra Red Index (MIR Index) = (MIR - Red)/(MIR + Red) (Roy dan Shirish, 1994).

2. Data Hasil pengukuran lapangan, yaitu: diameter batang setinggi dada (Dbh) dan tinggi total pohon (H).

3. Data pendukung yaitu: Peta penutupan lahan oleh vegetasi tanaman (pohon).


(32)

19

3.3 Alur Pembentukan Model

Pembentukan model dimulai dari koreksi radiometrik data Landsat menggunakan LUT (Lookup table) stretch, persamaan histogram (Histogram Equalization), dan Destrip TM data. Penggunaan koreksi radiometrik di atas dilakukan karena data Landsat TM masih bersifat data yang harus dinormalkan untuk memudahkan dalam pengklasifikasian tutupan lahan untuk analisis cadangan karbon pohon. Penggunaan koreksi radiometrik ini tidak mempengaruhi data nilai digital (DN).

Setelah itu dilakukan koreksi geometrik yaitu koreksi citra terhadap posisi di permukaan bumi yang sebenarnya. Dengan koreksi geometrik maka titik-titik pengamatan lapangan pada GPS dapat terdeteksi sempurna pada tampilan citra. Dalam koreksi geometrik ini dilakukan penetapan titik-titik kontrol minimal 4 buah yang menyebar di setiap sudut Citra Landsat. Pembuatan titik-titik kontrol lebih dari 4 buah akan menambah akurasi geometrik citra tersebut. Koreksi ini juga dilakukan dengan menggunakan referensi lokasi citra yang sama (misalnya wilayah Jakarta). Perlakuan koreksi geometrik pada Citra Landsat ini tidak merubah database nilai-nilai piksel citra.

Pengambilan DN (Digital Number) dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: pertama adalah mengambil nilai DN (DN Value) dengan nilai respon langsung spektral Citra Landsat yang diperoleh dengan proses ekstraksi langsung nilai digital tanpa melakukan transformasi indeks vegetasi; dan kedua adalah mengambil nilai DN (DN Value) dengan melakukan transformasi indeks vegetasi spektral Citra Landsat. Hasil yang diperoleh dari kedua cara tersebut kemudian dimasukkan dalam lokasi unit contoh pada citra sehingga diperoleh Nilai DN (DN Value)

Setelah dimasukkan dalam lokasi plot contoh pada citra, langkah selanjutnya adalah memasukkan plot lokasi titik sampling lapangan dengan ukuran 100 m x 100 m untuk mengetahui dinamika penutupan lahan oleh vegetasi pohon, sehingga diperoleh data lapangan berupa tinggi pohon dan diameter pohon setinggi dada. Dari data inilah maka akan diperleh data Biomassa.

Data yang dieksplorasi selanjutnya adalah nilai digitalnya (DN) yang kemudian disejajarkan dengan data biomassa / karbon di lapangan untuk


(33)

mendapatkan model terbaik. Secara jelas alur pembentukan model dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Koreksi Radiometrik

Koreksi Geometrik

Klasifikasi Terbimbing Transformasi Indeks Vegetasi

Evaluasi Ketelitian Klasifikasi

Formula Indeks Vegetasi yang Dicobakan

Penetapan Lokasi Unit Contoh Pada Citra Check ing Lapangan (Land Cover)

Pemilihan Model

tidak

ya

Data Landsat ETM+

Peta Topografi

Peta Landuse Peta Kawasan Peta Lokasi

Klasifikasi Baik ?

Data Lapangan (Biomassa #Karbon)

Model Terbaik Data Citra DN dan

Indeks Vegetasi

Jumlah Cadangan Karbon Menggunakan Citra Landsat Thn. 1986,1992,2001 dan 2005


(34)

21

3.4 Pengolahan Data Landsat TM 3.4.1 Koreksi Citra

Pengolahan awal meliputi pemeriksaan dan koreksi data asli dari distorsi radiometris dan geometris. Pemeriksaan data dari distorsi radiometris pengaruh atmosfer dilakukan dengan metode histogram adjustment, yaitu histogram nilai digital setiap kanal diperiksa untuk mengetahui nilai minimumnya selanjutnya apabila nilai tersebut tidak sama dengan nol, maka dilakukan koreksi dengan pengurangan nilai setiap piksel pada kanal tersebut sebesar nilai minimumnya.

Koreksi geometris dilakukan dengan mencari sejumlah ground control point (GCP) yang dapat dikenali baik pada citra maupun peta acuan dan dicatat koordinatnya. GCP yang dicari adalah tersebar merata dan relatif permanen dalam kurun waktu pendek. Jumlah minimum GCP dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah GCP minimum = (t+1)(t+2)/2

Dalam hal ini nilai t adalah ordo persamaan transformasi. Persamaan transformasinya adalah dengan Orde 1 (Affine transformation), yaitu sebagai berikut:

p' = a0 + a1x + a2y

l' = b0 + b1x + b2y

Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode tetangga terdekat (nearest neighbourhood interpolation) karena metode ini paling efisien dan tidak mengubah nilai digital number (DN) yang asli. Kemudian dilakukan eliminasi GCP yang menyebabkan nilai Root Mean Square Error (RMSE) tinggi, sampai dicapai nilai RMSE < 0,5 pixel. Titik-titik kontrol untuk koreksi citra hasil klasifikasi dapat dilihat pada lampiran 5.

RMSE dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

RMSE =

(

) (

original

)

2 2

original

I'

-

I

p

'

+

p

Dalam hal ini:

Poriginal, I original = koordinat asli dari GCP pada citra


(35)

3.4.2 Pemilihan Kanal Spektral

Pemilihan kanal spektral untuk klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Optimum Index Factor (OIF). Adapun rumus untuk menghitung OIF adalah sebagai berikut:

OIF =

= =

3

1 3

1

i i i

i

r S

(Jaya, 2006)

Dalam hal ini:

S = simpangan baku

r = koefisien korelasi

Kombinasi tiga kanal spektral yang terpilih adalah kombinasi yang memiliki nilai OIF tertinggi.

3.4.3 Penajaman Citra (Image Enhancement)

Tujuan dari penajaman citra adalah untuk memperbaiki kemampuan mendeteksi obyek pada citra sehingga obyek pada citra dapat lebih mudah diinterpretasikan.

Dalam penelitian ini digunakan algoritma penajaman citra linear (percentage linear contrast enhancement) untuk penajaman spektral (spektral enhancement) dan algoritma penajaman tepi (sharp enhancement) dengan filter high pass untuk penajaman spasial (spatial enhancement).

3.4.4 Transformasi Citra

Transformasi citra dilakukan dengan menggunakan formula indeks vegetasi, yaitu Indeks , Ratio Vegetation Index (RVI), Transformed RVI (TRVI),

Difference Vegetation Index (DVI), Normalized DVI (NDVI), Transformed NDVI

(TNDVI), Middle Infrared I Index (MIRI index).

Tujuan dari transformasi citra adalah untuk mengurangi 6 kanal Landsat menjadi 1 kanal tiap piksel yang dapat memperkirakan atau menaksir karakteristik tanaman/kanopi yaitu biomassa, produktivitas, leaf area atau persen penutupan tanah oleh tanaman (Jensen, 1986).


(36)

23

3.4.5 Evaluasi Ketelitian Klasifikasi

Penilaian ketelitian klasifikasi dilakukan dengan rumus Kappa Acuracy. Rumus ini digunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik kesalahan (Confussion matrix). Rumus kappa accuracy ini juga digunakan untuk menguji kesignifikasian dua matrik kesalahan yang berasal dari metode yang berbeda atau kombinasi kanal yang berbeda (Lillesand dan Kiefer, 1979; Jensen, 1986; Richards, 1993; Jaya dan Kobayashi, 1995; Howard, 1996; Jaya, 1997). Rumusnya adalah:

Kappa Accuracy =

x

100%

X

X

-X

X

-X

r 1 i i i 2 r 1 i i i r 1 i i

= + + = + + =

N

N

Dalam hal ini:

N = jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = jumlah baris/lajur pada matrik kesalahan (jumlah kelas) Xi+ = ∑Xij (jumlah semua kolom pada baris ke-i)

X+i = ∑Xij (jumlah semua kolom pada baris ke-j)

Sedangkan tabel matrik kesalahan (confusion matrix) untuk menguji keakurasian klasifikasi yang sering disebut matrik kontingensi adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Tabel Matrik Kesalahan (Confussion Matrix)

Diklasifikasikan ke kelas (data klasifikasi di peta) Data Acuan

Training Area

A B ... D

Total Baris Xi+

Producer’s Accuracy

Xii/Xi+

A Xii ... ... ... ... ...

B ... ... ... ... ... ...

... ... ... ... ... ... ...

D ... ... ... Xii N

Total Kolom X+i

User’s

Accuracy Xii/X+i

Ukuran akurasi lain yang bisa dihitung berdasarkan tabel matrik kesalahan ini adalah overall accuracy, producer’s accuracy dan user’s accuracy, yakni sebagai berikut:


(37)

Overall Accuracy = .100% N

r k

ii

X

Producer’s Accuracy = .100%

+

i ii

X X

User’s Accuracy = .100% i

ii

X X +

3.5 Pengumpulan Data Lapangan

Pengukuran data lapangan dilakukan pada plot-plot contoh yang dikumpulkan pada saat kegiatan pengecekan lapangan. Setiap plot contoh berukuran 100 m x 100 m sesuai resolusi spasial data Landsat TM, sebanyak 30 titik pengamatan. Lokasi plot contoh ditentukan koordinat geografisnya dan direkam dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Peletakan plot contoh bersesuaian dengan lokasi piksel pada citra.

Semua pohon yang berdiameter ≥ 10 cm pada plot contoh diukur Dbh-nya atau diameter pada ketinggian 120 cm dari permukaan lahan.

100 m

100 m

PLOT CONTOH LANDSAT TM

(a). Citra (b). Lapangan


(38)

25

Pada Citra, Nilai Respon Spektral Vegetasi Piksel 5 (DN5) dihitung

berdasarkan rata-rata DN1, DN2, DN3, DN4, DN6, DN7, DN8, dan DN9. Di

Lapangan Plot Contoh berukuran 100 m x 100 m.

3.6 Pendugaan Biomassa

Pendugaan biomassa dilakukan pada area contoh yang dikumpulkan dari plot-plot contoh. Pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik. Persamaan alometrik yang digunakan adalah persamaan hasil penelitian Heriansyah et al. (2003) untuk jenis tanaman bercabang.

3.6.1 Perhitungan Biomassa

Biomassa pohon dihitung menggunakan persamaan alometrik, yang dibuat oleh Heriansyah et.al (2003). Persamaan alometrik tersebut dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Persamaan alometrik penduga biomassa bagian pohon.

Biomassa Persamaan Alometrik R2 (%) Batang Wb = 0,0323 (D2)1,3758 99,21

Cabang Wc = 0,0023 (D2)1,525 94,22

Daun Wd = 0,0499 (D2)0,7763 73,48

Sumber : Heriansyah et. al (2003)

Keterangan :

Wb = Wc = Wd = Biomassa (kg)

D = Diameter setinggi dada (cm)

Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa pohon (Wp) di

atas permukaan tanah (above-ground biomass). Tegakan yang dihitung berdasarkan penjumlahan biomassa batang (Wb), cabang (Wc) dan daun (Wd).


(39)

x

10.000

A

Wp

n

1 i

i

=

=

W

Keterangan :

W = Total biomassa (ton ha-1) WPi = Biomassa pohon (ton) A = Luas plot (m2)

n = Jumlah pohon

3.6.2 Perhitungan Karbon

Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga kandungan karbon dalam vegetasi hutan karena 50 % biomassa tersusun dari karbon (Brown & Gaston

1996). Pada penelitian ini pendugaan kandungan karbon dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Y = W * 50 %

Keterangan :

Y = Kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan (ton ha-1). W = Total biomassa per hektar (ton ha-1)

3.7 Analisis Data

Penyusunan Model Penduga Biomassa Bagian Pohon di Atas Tanah (W) dengan Nilai Respon Langsung Spektral (DN) Data Landsat TM

Model regresi yang dicobakan adalah:

1. Model Linear Berganda


(40)

27

2. Model Logaritmik Y = b0X1b1 X2b2... Xjbi

3. Model Eksponensial Y = e(b0 + b1x1 + b2x2 + ... +biXj)

Dalam hal ini:

Y = Kandungan Karbon (C) bagian pohon di atas tanah (kg/m2) x1, x2 ...xj = nilai spektral (DN); j = 6 untuk Landsat TM

b0, b1 ... bi = parameter

3.8 Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang diuji adalah H0 : bi = 0 dan H1 : sekurang-kurangnya ada satu bi ≠ 1, 2, 3, ... p. Secara harfiah pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah hubungan antara biomassa bagian pohon di atas tanah (Y) nilai respon spektral citra Landsat TM dan nilai indeks vegetasi memiliki hubungan yang berarti.

Pengujian hipotesis ini dilakukan melalui analisis sidik ragam seperti pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Sidik Ragam Sumber

Keragaman

Derajat bebas (db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung

Regresi p-1 Β’X’Y-ky2 JKR/JKT

Sisa k-p JKT-JKR JKS/JKT

Total k-1 Y’Y-ky2

KTR/KTS

Keterangan:

p = jumlah parameter k = jumlah plot contoh

Kriteria uji adalah jika Fhit > Ftabel (dbr,dbs) maka terima H1, sebaliknya jika


(41)

Ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketelitian model adalah koefisien determinasi (R2) yang menunjukkan persentase kemampuan peubah-peubah bebas (nilai respon spektral (DN) dan indeks vegetasi) dalam menjelaskan peubah tak bebas (Y), yang dapat digunakan sebagai tolak ukur ketelitian model penduga yang diperoleh. Nilai R2 ini berkisar antara 0 – 100%.

3.9 Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik didasarkan pada pertimbangan kepakaran (professional judgement) dan analisis diagnostik lajur dan diagnostik baris yang meliputi koefisien determinasi (R2), CP-Mallow, keaditifan model, kenormalan sisaan, pencilan, leverage dan pengamatan berpengaruh.

Langkah pertama adalah melakukan analisis variance inflation factor

(VIF), yang akan menghasilkan peubah-peubah terseleksi. Rumus VIF adalah sebagai berikut:

)

r

-(1

1

2

j

VIF

=

Dalam hal ini:

rj = nilai korelasi antara peubah j dengan peubah lainnya.

Berdasarkan peubah-peubah model terseleksi, selanjutnya dilakukan pemilihan subset model kandidat dengan analisis BREG (Best Regression Subset) yaitu dengan membandingkan nilai CP-Mallow yang paling mendekati banyaknya peubah bebasnya. Statistik CP-Mallow adalah sebagai berikut:

(

n

-

2p'

)

-S

)

JKS(p'

Mallow

CP

2

=

dimana :

JKS (p') = jumlah kuadrat sisa dari model yang memiliki peubah parameter sedangkan p' adalah banyaknya parameter di dalam model termasuk β0.


(42)

29

S2 = kuadrat tengah sisa dari model yang mengandung seluruh peubah bebas.

Model terbaik pada kriteria CP-Mallow ini adalah yang memiliki CP-Mallow yang mendekati p'.

Dari subset model kandidat selanjutnya dipilih untuk dijadikan subset model terpilih berdasarkan kriteria R2 dan pertimbangan kepakaran (professional judgement). Model yang terpilih yaitu model yang secara R2 mempunyai nilai yang cukup tinggi dan logika keilmuan tidak bertentangan.

Setelah model terpilih maka tahap selanjutnya adalah pengujian keabsahan dengan diagnostik baris (diagnostik pengamatan), yaitu pendeteksian terhadap pencilan, leverage dan pengamatan berpengaruh. Pengamatan pencilan dilakukan dengan pengujian Tresid (Studentized Residual) dan membandingkannya dengan tabel Critical Value for Studentized Residual dan Jacknife. Laverage diuji dengan menghitung nilai Hij dan membandingkannya dengan tabel Values for Leverages.

Pengamatan berpengaruh adalah apabila pengamatan tersebut tidak dimasukkan ke dalam bentuk model atau persamaan, maka akan menghasilkan koefisien regresi yang sangat berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan menghitung nilai Cook Distance atau DFITS dan membandingkannya dengan tabel 50 Percentile of F Distribution for Cook’s.

Uji visual kenormalan sisaan dan uji keaditifan model digunakan untuk menguji asumsi apakah nilai sisaan dan dugaan berbentuk pola atau tidak. Jika nilai sisaan dan dugaan menyebar secara acak maka model dikatakan handal, sedangkan jika pola sisaan dan dugaan berbentuk sistematis maka model dikatakan tidak handal.


(43)

4.1 Luas dan letak

Jakarta Timur terletak diantara 106º 49’ 35” BT sampai 06º 10’ 37” LS. Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh Penduduk sebanyak 1.959.022 (BPS Pusat Jakarta 2005).

Data Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Suku Dinas Pertamanan Kodya Jakarta Timur menunjukan bahwa pada saat ini terdapat 24 titik RTH yang tersebar di 10 kecamatan, yaitu kecamatan Matraman, Jatinegara, Pasar Rebo, Kramat Jati, Pulo Gadung, Cakung, Ciracas, Cipayung, Makasar, dan Duren Sawit.

Pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut, penyusunnya terdiri atas taman dan jalur hijau yang dikelola oleh Suku Dinas Pertamanan Kodya Jakarta Timur. Jenis tanaman sebagai penyusun vegetasi yang ada juga beragam dari beberapa jenis mahoni, tanjung, glodokan, dll bahkan beraneka ragam rumput yang terdapat pada pelataran diantara pohon. Pengambilan data contoh di Kotamadya Jakarta Timur lebih ditekankan pada kelompok taman (hutan kota) dan jalur hijau.

4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Iklim

Kawasan DKI Jakarta dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau dari bulan Juli-September. Menurut klasifikasi Schmith dan

Ferguson (1951) wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3444 mm/thn dan curah hujan rata-rata perbulan berkisar 7-137 mm selama musim kemarau dan 226.4-852 mm selama musim hujan. Suhu rata-rata bulanan 26.7 °C.


(44)

31

4.2.2 Kondisi Vegetasi

Taman dan Jalur Hijau merupakan salah satu kumpulan vegetasi penyusun RTH yang menjadi andalan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai penghasil oksigen dan sebagai penyerap polutan yang semakin padat. Berbagai upaya dilakukan untuk menciptakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan berbagai jenis pohon pada taman dan jalur hijau tersebut. Bahkan untuk beberapa kawasan permukiman di Jakarta sudah ada taman permukiman yang pengelolaannya diambil alih oleh masyarakat ataupun para developer sebagai mitra kerja Dinas maupun Suku Dinas Pertamanan sebagai peran serta masyarakat. Berdasarkan survey pada tahun 1983 tercatat 20 jenis tanaman jalur hijau dengan berbagai jenis pohon yang mendominasi. Sedangkan menurut Pudjorianto (1982) ditemukan 23 jenis dan 14 famili.

Zonasi taman dan jalur hijau dipengaruhi oleh komposisi udara, lama penyinaran dan suplai air. Penurunan fungsi dan keragaman ekologis DKI Jakarta juga mempengaruhi pola tumbuh tanaman pada taman dan jalur hijau. Faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pada taman dan jalur hijau adalah:

1. Suplai air, penyiraman secara rutin sudah dilakukan tetapi ada beberapa tempat yang mungkin sulit dijangkau sehingga tidak dilakukan penyiraman.

2. Suplai nutrisi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan. 3. Stabilitas substrat.

Invasi spesies dapat terjadi pada taman dan jalur hijau menyebar di seluruh dataran yang ada di DKI Jakarta. Tanaman yang tidak sejenis ini dapat menjadi hambatan dalam penghitungan cadangan karbon dengan menggunakan citra satelit (Landsat ETM). Hal ini disebabkan karena reflektansi hijau yang dipantulkan oleh tajuk pohon ini sangat bergantung pada jenis dari pohon tersebut serta kandungan air yang sedang ada pada tanaman tersebut (Jaya, 1997)


(45)

5.1 Analisis spektral untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Analisis Spektral untuk beberapa komponen Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikhususkan pada daerah dengan indeks vegetasi tertinggi. Salah satu contoh seperti yang terdapat pada taman hutan kota kompleks perum karyawan DKI Jakarta yang berada di kelurahan Pondok Kelapa - Duren Sawit, Jakarta Timur. Indeks vegetasi yang sangat memungkinkan untuk mendapatkan model terbaik dari analisa cadangan karbon. Disamping itu juga dilakukan ground trust check

pada taman-taman dan jalur hijau yang berada di wilayah kotamadya Jakarta Timur.

Pemilihan kombinasi kanal terbaik untuk tujuan memberikan informasi yang lebih banyak bagi identifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah Kodya Jakarta Timur dilakukan secara visual dengan perhitungan nilai OIF (Optimum Index Factor).

Kombinasi kanal RGB yang merupakan hasil kombinasi dan perhitungan nilai OIF dan merupakan peta penutupan lahan (land cover) pada Citra Landsat 7

ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005, Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001, Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992, Citra Landsat MSS

Aquisisi 02 Juli 1986 adalah seperti terlihat pada Gambar 4, 5, 6 dan 7. Kombinasi kanal RGB yang mempunyai nilai OIF tertinggi adalah kombinasi kanal yang digunakan untuk analisis spektral identifikasi RTH.

5.1.1 Analisis spektral Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005

Dengan memperhatikan kombinasi kanal-kanal pada citra tersebut, data yang menampilkan warna natural (Natural Color) adalah kombinasi kanal 5-4-2. Dengan perhitungan OIF (Optimum Index Factor) maka didapatkan pada kombinasi kanal 5-4-2 memiliki angka tertinggi yaitu 86,03%, sedangkan pada kombinasi kanal 5-3-2 yang hanya mencapai 34,07% dan pada kombinasi kanal 4-3-1 mempunyai nilai OIF terendah yaitu sebesar sebesar 27,04%.


(46)

33

RGB 5-4-2 RGB 5-3-2

RGB 5-3-1

Gambar 4. Kombinasi Kanal pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Aquisisi 23 Juli 2005


(47)

5.1.2 Analisis Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001

Kombinasi kanal pada Landsat 7 ETM+ 2001 ini juga sangat bervariatif. 78,40% merupakan nilai OIF tertinggi dari kombinasi kanal 5-4-2. Kombinasi tersebut juga mewakili sektor kanal pada tahun 2001. Untuk kombinasi kanal 5-3-2 nilai OIFnya hanya mencapai 50,92% dan pada kombinasi kanal 4-3-1 nilai OIFnya juga lebih kecil yaitu 42,80%.

RGB 5-4-2 RGB 5-3-2

RGB 4-3-1

Gambar 5 . Kombinasi Kanal pada Citra Landsat 7 ETM+ Aquisisi 10 Agustus 2001


(48)

35

5.1.3 Analisis Citra Landsat 5 TM Aquisisi 16 Juli 1992

Kombinasi kanal yang didapatkan pada analisis OIF Citra Landsat 5 TM adalah 87,96% pada kombinasi kanal 5-4-2 dan merupakan nilai OIF tertinggi diantara kombinasi kanal 5-3-2 dan 4-3-1. Kombinasi kanal-kanal tersebut juga mewakili citra Landsat 5 TM dalam menganalisis cadangan kandungan karbon.

RGB 5-4-2 RGB 5-3-2

RGB 4-3-1


(49)

5.1.4 Analisis Citra Landsat MSS Aquisisi 02 Juli 1986

Pada citra Landsat MSS terjadi keunikan dalam kombinasi kanal-kanal RGB-nya. Pada Citra ini terjadi perubahan kombinasi kanal karena citra ini tidak dapat menampilkan komposit warna alami (Natural Color Composite). Akibatnya untuk warna alami dilakukan kombinasi RGB 3-2-1 yang mempunyai nilai OIF 67,80%. Kombinasi RGB 3-2-2 mempunyai nilai OIF 62.94% dan kombinasi kanal 4-2-1 sebesar 20,99% dan merupakan angka OIF yang sangat minimum.

RGB 3-2-1 RGB 3-3-2

RGB 4-2-1


(50)

37

5.2 Model Penduga Kandungan Karbon

5.2.1 Penyusunan Model Kandungan Karbon Berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat 7 ETM+

Penyusunan model penduga kandungan karbon di atas permukaan tanah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan peubah digital number dilakukan dengan model sederhana dan model berganda. Sebelum penyusunan model, dilakukan korelasi antar peubah digital number (DN) dan kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan pohon (RTH). Nilai kandungan karbon yang diduga didasarkan pada persamaan alometrik. Eksplorasi data kandungan Karbon (C) yang merupakan hasil dari ekstraksi nilai data dari Citra Landsat. Nilai digital number (DN) yang merupakan salah satu reflektansi digital dari penutupan tanah oleh tajuk (tanaman) dianalisis menggunakan persamaan regresi berganda.

Multikolinearitas dalam pengatributan data Landsat dinormalkan dengan menggunakan beberapa persamaan-persamaan alometrik yang sudah ditetapkan.

Hubungan antara digital number (DN) dengan kandungan karbon Citra Landsat 7 ETM+ relatif kecil. Dengan demikian apabila menggunakan satu peubah bebas dalam penyusunan model akan menghasilkan keterandalan model yang relatif kecil dibandingkan dengan menggunakan lebih dari satu peubah. Korelasi antar peubah bebas yang relatif besar dapat dimasukkan dalam satu model, hal ini dikarenakan tidak selamanya akan terjadi multikolinearitas jika dimasukkan kedua peubah bebas yang mempunyai korelasi relatif besar dalam satu model.

Terjadinya multikolinearitas adalah jika dilakukan usaha untuk menyisihkan kontribusi variabel X1 terhadap Y, tanpa pengaruh variabel X2.

Lebih lanjut Makridakis et al. (1988), menjelaskan bahwa jika multikolinearitas

semakin sempurna, maka koefisien regresi yang dihitung dengan program regresi standar akan semakin : (a) tidak stabil - diukur dengan kesalahan standar koefisien, dan (b) tidak dapat diandalkan - karena program komputer yang berlainan akan memberikan nilai-nilai resolusi yang berbeda.

Berdasarkan kaidah multikolinearitas dan korelasi antara peubah digital number dengan kandungan karbon, dicobakan penyusunan model penduga dengan berbagai kombinasi peubah digital number. Hasil model penduga kandungan


(51)

karbon diatas permukaan tanah tegakan Ruang Terbuka Hijau dengan nilai digital number Citra Landsat TM+ yang terpilih didasarkan pada nilai koefisien

determinasi (R2), Cp Mallow dan kuadrat tengah sisa (KTS). Hasilnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Model penduga kandungan cadangan karbon berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat

Model Penduga Karbon R2 (%) Cp KTS Fhit Sig

Model Linier

Y = 124-0,231NIR-1,30MIRI 35,0 -0,1 446,6 7,27 0,003

Y = 175-1,77G-0,923MIRI 36,1 -0,5 439,0 7,63 0,002

Y = 78+2,22B-2,86G-0,922MIRI 37,1 1,1 449,0 5,10 0,007

Model Perpangkatan

Y = 132222940,623MIRI-3,89 41,5 -2,0 0,721 19,86 0,000

Y = 43,224E + 13B-3,91MIRI-3,89 42,1 -0,2 0,741 9,80 0,001

Y = 43,448E + 11G-3,69MIRI-2,28 42,8 -0,5 0,731 10,11 0,001

Model Eksponensial

Y = e6,62-0,0635MIRI 41,5 -2,2 0,721 19,87 0,000

Y = e7,02-0,0215R-0,0564 MIRI 41,9 -0,4 0,743 9,72 0,001

Y = e8,89 - 0,0609G-0,0491 MIRI 42,5 -0,7 0,735 9,98 0,001

Tabel 6 diatas, menunjukkan bahwa hubungan yang relatif rendah antara digital number dengan kandungan karbon diatas permukaan tanah tegakan RTH menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ dan Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan oleh Citra Landsat 7 ETM+.

Pemilihan model dilakukan untuk menduga kandungan cadangan karbon di atas permukaan tanah tegakan RTH didasarkan pada prosedur semua kemungkinan regresi (all possible regression) dengan tiga kriteria yaitu koefisien determinasi (R2), Cp Mallow dan kuadrat tengah sisa (KTS). Hasil pemilihan model dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Model penduga kandungan cadangan karbon terpilih berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat

Model Penduga Karbon R2 (%) Cp KTS Fhit Sig


(52)

39

Hasil penyusunan model terpilih pada tabel diatas, menerangkan bahwa penggunaan band green (visible) dan MIRI Citra landsat 7 ETM+ sangat berperan untuk menjelaskan kandungan cadangan karbon di atas permukaan tanah tegakan RTH. Menurut Jensen (1986), respon spektral tanaman dipengaruhi oleh besarnya pigmentasi daun, terutama klorofil pada panjang gelombang visible (0,45 ~ 0,65 µm). Pada daun yang sehat, energi yang datang diserap klorofil sebanyak 80~90 %.

Model penduga kandungan cadangan karbon terpilih pada Tabel 7, selanjutnya dilakukan verifikasi untuk mengetahui apakah model yang terpilih tersebut merupakan model terbaik dalam menduga kandungan cadangan karbon di atas permukaan tanah dan berbeda atau tidak dengan kandungan cadangan karbon di lapangan. Hasil verifikasi model dan kandungan cadangan karbon lapangan dengan kandungan cadangan karbon hasil dugaan untuk Citra Landsat 7 ETM+ adalah seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil verifikasi model terpilih berdasarkan Nilai Respon Langsung Spektral Citra Landsat

Model Penduga Karbon R2 (%) d- std Thit Sig

Y = 43,448E + 11G-3,69MIRI-2,28 42,8 3,54 3,33 1,06 0,001

Model hasil verifikasi diatas menunjukan bahwa pada Citra Landsat 7 ETM+ hasil pengukuran menggunakan model terpilih dimana Thit > Ftab maka dapat dinyatakan bahwa model tersebut menerima H-1dan tidak berbeda nyata (pada taraf 5%). Dengan demikian model tersebut merupakan yang terbaik hasil verifikasi model pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off dengan nilai signifikansi sebesar 0,001.

Menurut Nelson et al, (1999) dalam Losi et al. (2003), indikator model yang baik didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2), kuadrat tengah sisa (KTS), dan perbedaan antara Fhit dan FTab.

Berdasarkan model terbaik, Citra Landsat 7 ETM+ menunjukan nilai koefisien determinasi sebesar yaitu 42,8 %, artinya 42,8 % keterandalan model untuk menduga kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan RTH dengan menggunakan band green (G) dan middle infrared I (MIRI). Menurut Lillesand


(53)

dan Kieffer (1994), tingkat energi matahari yang datang pada spektral tengah (MIR) diserap oleh tanaman sebagai fungsi jumlah total air pada daun, atau merupakan fungsi persentase kandungan kelembaban dan ketebalan daun. Pada saat kelembaban daun menurun, reflektansi pada panjang gelombang MIR meningkat tajam.

MIRII Index

1.00 .75

.50 .25

0.00

Digital Num

ber

1.00

.75

.50

.25

0.00

Y = 43,448E + 11G-3,69MIRI-2,28

Gambar 8. Hasil analisis regresi berganda hubungan Digital Number dan MIRI pada Citra Landsat 7 ETM+ SLC Off Tahun 2005

Dengan mengacu pada Gambar 8 diatas maka dapat dilihat bahwa hubungan antara Digital Number dengan Midle Infra Red I adalah positif. Nilai

Digital Number yang sangat signifikan dapat dilihat dari titik-titik DN yang umumnya berimpit dengan garis diagonal yang mengindikasikan bahwa hubungan keduanya sangat erat.

5.2.2 Penyusunan Model Kandungan Karbon Berdasarkan Nilai Respon Indeks Vegetasi Citra Landsat ETM+.

Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan terhadap citra (biasanya multispektral), untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan misalnya biomassa, leaf area index


(1)

743 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 744 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 745 Genangan Air Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 746 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 747 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 748 RTH Cakung 6300.000 434.164 1.557 0.630 749 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 750 Genangan Air Cakung 18281.396 708.992 4.517 1.828 751 RTH Cakung 7142.545 397.817 1.765 0.714 752 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 753 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 754 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 755 RTH Cakung 1045.967 172.652 0.258 0.105 756 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 757 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 758 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 759 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 760 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 761 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 762 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 763 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 764 RTH Cakung 2781.690 224.977 0.687 0.278 765 RTH Cakung 3410.788 344.533 0.843 0.341 766 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 767 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 768 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 769 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 770 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 771 RTH Cakung 18484.749 735.100 4.568 1.848 772 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 773 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 774 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 775 RTH Cakung 9323.650 592.495 2.304 0.932 776 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 777 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 778 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 779 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 780 RTH Cakung 16013.984 799.257 3.957 1.601 781 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 782 Awan Cakung 2792.221 276.723 0.690 0.279 783 RTH Cakung 5174.375 293.630 1.279 0.517 784 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 785 RTH Cakung 3600.000 240.000 0.890 0.360 786 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062


(2)

ID Nama Kelas

Kecamatan Area (M ) (Meter) (Acre) (Ha) 788 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 789 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 790 RTH Cakung 12747.656 544.989 3.150 1.275 791 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 792 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 793 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 794 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 795 RTH Cakung 1255.689 162.994 0.310 0.126 796 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 797 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 798 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 799 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 800 Jalan Arteri Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 801 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 802 RTH Cakung 129327.188 3511.882 31.957 12.933 803 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 804 RTH Cakung 109877.856 3770.801 27.151 10.988 805 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 806 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 807 RTH Cakung 1255.682 162.994 0.310 0.126 808 RTH Cakung 2366.421 200.212 0.585 0.237 809 RTH Cakung 1295.746 172.801 0.320 0.130 810 Genangan Air Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 811 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 812 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 813 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 814 RTH Cakung 13476.923 679.418 3.330 1.348 815 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 816 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 817 Genangan Air Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 818 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 819 RTH Cakung 2700.000 217.082 0.667 0.270 820 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 821 RTH Cakung 1476.350 172.495 0.365 0.148 822 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 823 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 824 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 825 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 826 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 827 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 828 RTH Cakung 1228.856 169.765 0.304 0.123 829 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 830 RTH Cakung 4814.848 350.991 1.190 0.481 831 RTH Cakung 6300.000 457.082 1.557 0.630 832 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 833 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090


(3)

835 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 836 RTH Cakung 1214.860 170.212 0.300 0.121 837 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 838 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 839 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 840 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 841 Genangan Air Cakung 6300.000 420.000 1.557 0.630 842 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 843 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 844 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 845 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 846 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 847 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 848 RTH Cakung 1228.859 169.766 0.304 0.123 849 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 850 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 851 RTH Cakung 528.574 95.340 0.131 0.053 852 RTH Cakung 1780.699 252.269 0.440 0.178 853 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 854 RTH Cakung 2700.000 217.082 0.667 0.270 855 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 856 RTH Cakung 27440.146 1102.335 6.781 2.744 857 RTH Cakung 5085.001 288.179 1.257 0.509 858 RTH Cakung 3435.626 274.994 0.849 0.344 863 RTH Cakung 1295.746 172.801 0.320 0.130 864 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 865 RTH Cakung 1295.736 172.800 0.320 0.130 866 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 867 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 868 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 869 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 870 RTH Cakung 2316.361 217.535 0.572 0.232 871 RTH Cakung 602.652 100.278 0.149 0.060 872 RTH Cakung 897.441 118.756 0.222 0.090 873 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 874 RTH Cakung 6699.695 365.166 1.656 0.670 875 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 876 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 877 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 878 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 879 RTH Cakung 4212.048 316.274 1.041 0.421 880 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 881 RTH Cakung 7890.085 409.061 1.950 0.789 882 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090


(4)

ID Nama Kelas

Kecamatan Area (M) (Meter) (Acre) (Ha) 884 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 885 Genangan Air Cakung 4500.000 300.000 1.112 0.450 886 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 887 RTH Cakung 6334.111 428.809 1.565 0.633 888 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 889 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 890 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 891 RTH Cakung 676.731 105.217 0.167 0.068 892 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 893 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 894 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 895 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 896 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 897 Permukiman Cakung 30032.664 1260.361 7.421 3.003 898 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 899 RTH Cakung 1228.856 169.765 0.304 0.123 900 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 901 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 902 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 903 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 904 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 905 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 906 RTH Cakung 59673.282 2581.542 14.746 5.967 907 RTH Cakung 25459.586 1331.013 6.291 2.546 908 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 909 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 910 RTH Cakung 3600.000 300.000 0.890 0.360 911 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 912 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 913 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 914 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 915 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 916 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 917 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 918 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 919 RTH Cakung 1228.859 169.766 0.304 0.123 920 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 921 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 922 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 923 Permukiman Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 924 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 925 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 926 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 927 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 928 Genangan Air Cakung 3600.000 300.000 0.890 0.360 929 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090


(5)

931 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 932 RTH Cakung 38635.767 1722.983 9.547 3.864 933 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 934 RTH Cakung 15136.565 891.635 3.740 1.514 935 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 936 RTH Cakung 4500.000 337.082 1.112 0.450 937 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 938 Genangan Air Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 939 RTH Cakung 1295.746 172.801 0.320 0.130 940 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 941 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 942 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 943 RTH Cakung 18582.969 1016.663 4.592 1.858 944 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 945 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 946 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 947 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 948 RTH Cakung 6300.000 360.000 1.557 0.630 949 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 950 RTH Cakung 3706.578 250.506 0.916 0.371 951 Genangan Air Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 952 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 953 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 954 RTH Cakung 2548.191 246.753 0.630 0.255 955 RTH Cakung 4500.000 360.000 1.112 0.450 956 RTH Cakung 16437.565 864.141 4.062 1.644 957 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 958 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 959 Genangan Air Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 960 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 961 Genangan Air Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 962 RTH Cakung 7893.924 506.517 1.951 0.789 963 Permukiman Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 964 RTH Cakung 6565.239 380.353 1.622 0.657 965 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 966 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 967 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 968 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 969 Genangan Air Cakung 3266.421 260.212 0.807 0.327 970 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 971 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 972 RTH Cakung 1295.746 172.801 0.320 0.130 973 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 974 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090


(6)

ID Nama Kelas

Kecamatan Area (M) (Meter) (Acre) (Ha) 976 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 977 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 978 RTH Cakung 1476.350 172.495 0.365 0.148 980 RTH Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 981 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 982 RTH Cakung 1228.859 169.766 0.304 0.123 983 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 984 RTH Cakung 576.350 112.495 0.142 0.058 985 RTH Cakung 1349.800 168.123 0.334 0.135 986 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 987 RTH Cakung 2700.000 240.000 0.667 0.270 988 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 989 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 990 RTH Cakung 3600.000 240.000 0.890 0.360 991 RTH Cakung 1800.000 180.000 0.445 0.180 992 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 993 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 994 Permukiman Cakung 616.202 113.187 0.152 0.062 995 RTH Cakung 6832.226 436.276 1.688 0.683 996 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 997 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 998 RTH Cakung 576.343 112.494 0.142 0.058 999 RTH Cakung 900.000 120.000 0.222 0.090 1000 RTH Cakung 13760.270 726.134 3.400 1.376 1001 RTH Cakung 28904.958 1212.975 7.143 2.890 1002 RTH Cakung 5400.000 420.000 1.334 0.540