persen diikuti oleh Museum Kretek 8,90 persen dan Krida Wisata 6,62 persen.
F. Kudus Kota Kretek
Rokok Kretek adalah warisan budaya, tak ubahnya warisan budaya lain seperti batik. Ramuan tembakau dan cengkeh ini pertama kali ditemukan oleh
warga Kudus, haji Djamhari pada tahun 1980. Industri rokok kretek di Kudus tak lepas dari sosok Haji Djamhari yang meninggal pada tahun 1980. Dari
ketidaksengajaan yang dilakukan, kemudian berkembanglah industri rokok kretek seperti sekarang
Dari pengalaman tersebut, Djamhari mencoba cara lain lagi yakni dengan cara mencampurkan rempah-rempah itu pada rokok yang diisapnya. Cengkeh
yang ia rajang halus docampurkannya dengan tembakau yang ia linting menjadi batang rokok. Berkat rokok campuran cengkeh rajangan itu, H
Djamhari kemudian terbebas dari sesak napasnya. Sukses percobaannya pun cepat menyebar kemana-mana. Banyaknya permintaan akan rokok dengan
campuran cengkeh memaksa Djamhari membuat dalam jumlah besar. Sejak masa itulah kemudian industri rokok terlahir. Dan rokok cengkeh yang saat
diisap menimbulkan bunyi kretek-kretek karena cengkeh yang terbakar, khalayak kemudian menyebut rokok tersebut sebagai rokok kretek.
Industrialisasi rokok kretek di Kudus ditandai dengan munculnya raja- raja kretek pada tahun 1900-an. Salah satu tokohnya yang melegenda adalah
Nitisemito yang terkenal dengan produk rokok kretek cap Bal
Tiga.Perkembangan rokok kretek di Kudus tidak terlepas dari peran M. Nitisemito. M. Nitisemito adalah pemuda yang cerdas, ulet dan takarruf,
mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Sifat-sifat inilah terutama yang kelak membawa dirinya ke puncak ketenaran, sebagai seorang Raja Kretek.
Sebelum memproduksi rokok, Niti Semito adalah carik Kampung Djanggalan, kemudian berniaga di Mojokerto dan akhirnya kembali ke Kudus
berdagang batik dan membuka warung di rumahnya Jl Sunan Kudus 120, yang menyediakan selain kebutuhan hidup sehari-hari juga bahan baku rokok
kretek yaitu tembakau, klobot daun jagung dan jinggo benang. Menjelang tahun 1905, karena rokok kretek buatannya dikenal sangat enak, maka Niti
Semito membuat rokok kretek berdasarkan pesanan sahabat-sahabatnya. Awal tahun 1914 industri rokok kretek dari industri besar melonjak
menjadi industri raksasa yang melibatkan ribuan tenaga kerja. Kesuksesan yang diraih M.NITI SEMITO ini kemudian banyak ditiru orang, sehingga
antara tahun 1915 -1918 bermunculan ratusan pabrik rokok kretek yang baru tidak hanya di Kudus tetapi juga di Semarang, Surabaya, Blitar, Kediri,
Malang, dll. Mulai saat itu industri rokok di Kudus mulai berkembang pesat, pada tahun 1989 ada sekitar 32 unit usaha rokok. Dari sekian banyak
perusahaan rokok, yang terbesar adalah PT Djarum didirikan pada tahun 1951, PT Nojorono didirikan tahun 1932, PR Sukun tahun 1949, Jambu
Bol didirikan tahun 1937. Sayang perusahaan yang dikelola dengan manajemen modern melampaui sistem manajemen di Nusantara saat itu
masih amat sederhana, kini tinggal nama. Jejak sepak terjang Nitisemito dengan rokok cap Bal Tiganya tidak sulit dilacak. Sebutlah salah satunya
yakni Omah Kembar yang hingga kini masih cukup kokoh bertengger.
Disebut omah kembar karena arsitektur dua rumah tersebut sama persis. Omah kembar yang juga disebut istana kembar terdapat di Jalan Sunan Kudus
atau berada di timur dan Barat Kali Gelis yang seakan menjadi pemisah antara wilayah Kudus Kulon dan Kudus Wetan.
Rokok kretek sebagai sebuah budaya hingga kini tak hanya tinggal nama atau cuma jejak sejarah. Ia masih saja menjadi bagian dari kehidupan ratusan
ribu warga Kudus dengan segala dinamikanya. Realitas keseharian tersebut seakan menjadi bagian dari panorama Kota Kretek. Budaya yang terbukti dan
mampu secara terus menerus menjadi saksi dan menjadi wahana interaksi yang saling menopang antara warga yang satu dengan lainnya.
47
BAB III SEJARAH PABRIK ROKOK SUKUN