Perhitungan kerapatan menggunakan rumus Hadioetomo, 1993 dalam Budi et al., 2013 sebagai berikut:
K =
× × ,
× 10
Keterangan: K
= kerapatan spora sporaml t
= jumlah spora dalam kotak sampel d
= faktor pengenceran n
= jumlah kotak sampel yang diamati 0,25
= faktor koreksi
3.6 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri atas uji viabilitas Aspergillus sp. dan uji patogenisitas Aspergillus sp.
3.6.1 Uji viabilitas Aspergillus sp. Daya berkecambah viabilitas spora jamur Aspergillus sp.diuji dengan inkubasi
spora yang disuspensikan dengan akuades pada kaca preparat selama 48 jam. Inkubasi selama 48 jam bertujuan untuk melihat jumlah spora berkecambah yang
paling maksimal. Selain itu inkubasi selama 48 jam masih termasuk waktu standard dalam pengujian viabilitas spora jamur Neill Tang, 2007, dengan
catatan bahwa jumlah spora berkecambah dan tidak berkecambah masih mudah untuk dihitung.
Sebanyak 1 tetes suspensi jamur diambil dengan pipet tetes dan diteteskan pada preparat, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Preparat ini selanjutnya
diletakkan di dalam cawan Petri yang diberi tisu basah untuk menjaga
kelembaban. Empat puluh delapan jam kemudian diamati jumlah spora yang berkecambah dengan bantuan mikroskop. Perhitungan diulang sebanyak 3 kali.
3.6.2 Uji patogenisitas Aspergillus sp. Serangga uji yang digunakan adalah nimfa R. linearis instar ke-2. Volume
semprot suspensi Aspergillus sp. untuk aplikasi ke serangga uji sebanyak 2 ml10 ekor serangga. Selain itu, suspensi juga disemprotkan ke polong kacang panjang
sebanyak 8 ml5 potong polong kacang panjang berukuran 15 cm. Polong yang telah disemprot suspensi jamur dikeringanginkan dan dimasukkan ke dalam toples
berisi serangga uji yang telah disemprot suspensi jamur. Makanan ini diganti setiap 2 hari sekali tanpa pengulangan penyemprotan suspensi jamur. Perlakuan
kontrol hanya disemprot dengan akuades steril, dengan volume semprot yang sama. Setelah dilakukan aplikasi suspensi Aspergillus sp., maka dilakukan
pengamatan dan pengumpulan data. 3.6.2.1 Pengamatan gejala infeksi Aspergillus sp. pada R. linearis dan waktu
kemunculan koloni jamur pada cadaver.
Gejala infeksi jamur Aspergillus sp. pada serangga uji diamati dengan melihat warna koloni jamur yang tumbuh pada tubuh R. linearis yang mati akibat infeksi
jamur entomopatogen. Waktu kemunculan koloni jamur di cadaver juga dicatat. 3.6.2.2 Reisolasi Aspergillus sp. dari cadaver
Koloni jamur yang tumbuh pada serangga mati diisolasi kembali untuk membuktikan bahwa patogen yang menyerang dan menimbulkan kematian adalah
Aspergillus sp.
3.6.2.3 Persentase mortalitas R. linearis Pengamatan terhadap mortalitas R. linearis dilakukan setiap hari sampai 14 hari
setelah aplikasi. Persentase mortalitas nimfa dihitung dengan rumus sebagai berikut Budi et al., 2013:
P = X
Y × 100
Keterangan: P
= persentase kematian R. linearis X = jumlah R. linearis yang mati
Y = jumlah R. linearis yang diuji
3.7 Analisis Data
Data persentase kematian R. linearis dianalisis dengan sidik ragam. Apabila sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjutan
dengan Uji BNT Beda Nyata Terkecil pada taraf 5.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Jamur Aspergillus sp. dapat menginfeksi dan menimbulkan kematian R.
linearis. 2. Mortalitas R. linearis tertinggi terjadi pada perlakuan kerapatan spora 10
8
sporaml sebesar 46,67.
5.2 Saran
Saran yang diajukan peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah 1. Pengukuran suhu dan kelembaban ruang uji untuk menyediakan kondisi
optimum bagi proses infeksi jamur. 2. Penambahan bahan perekat dan pembawa pada suspensi jamur sebelum
diaplikasikan, untuk meningkatkan efisiensi aplikasi. 3. Pengujian hipovirulensi untuk mengetahui tingkat patogenisitas isolat
Aspergillus sp. terhadap tanaman.