Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae)dan Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

(1)

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA POLONG Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) DAN Etiella zinckenella Treit.

(Lepidoptera: Pyralidae) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

SKRIPSI OLEH : DESY SIBURIAN

090301078

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA POLONG Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) DAN Etiella zinckenella Treit.

(Lepidoptera: Pyralidae) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

SKRIPSI

OLEH : DESY SIBURIAN

090301078

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul : Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

Nama : Desy Siburian

NIM : 090301078

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Ir. Yuswani P.Ningsih, MS.) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP.) Ketua Anggota

Mengetahui,

(Ir .T.Sabrina, M. Agr, Sc.,Ph.D) Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRACT

Desy Siburian, “The effect of various insecticide to the pest of pod

Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) and Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) towards soybeans (Glycine max L.)” that supervised by Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. This research was held in Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang in July to September 2013. The method that used was non factorial “Completely Randomized Block Design” consist of 7 treatment and 3 repeatable. The treatment which tested were A0 (control), A1 (phyto insecticide of Annona muricata seeds), A2 (phyto insecticide of Morinda citrifolia seeds), A3 (phyto insecticide of

Jatropha curcas seeds), A4 (chemical chlorfiripos insecticide), A5 (agens

Bacillus thurngiensis), and A6 (agens Beauveria bassiana). The parameter which were attack percentage of Riptortus linearis and Etiella zinckenella, the population of nimfa Riptortus linearis and larva Etiella zinckenella, and also the production.

The research resulted that, the all of insecticide that use make to the control pest of pod Riptortus linearis and Etiella zinckenella towards soybeans.


(5)

ABSTRAK

Desy Siburian “Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan

Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)” di bimbing oleh Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Telaga Sari

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada bulan Juli-September 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) non faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu A0 (kontrol), A1 (insektisida nabati biji sirsak), (A2 insektisida nabati biji jarak), A3 (insektisida nabati biji mengkudu), A4 (insektisida kimia Klorpirifos), A5 (agens hayati Bacillus thurngiensis), dan A6 (agens hayati

Beauveria bassiana). Parameter yang diamati meliputi, persentase serangan

Riptortus linearis dan Etiella zinckenella, jumlah nimfa Riptortus linearis, jumlah larva Etiella zinckenella dan produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Semua insektisida yang digunakan dapat mengendalikan hama polong Riptortus linearis dan Etiella zinckenella pada tanaman kedelai.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Desy Siburian lahir pada tanggal 11 Desember 1991 di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebagai anak keempat dari lima bersaudara, putri dari Ayahanda Anwar Siburian dan Ibunda Naomi Manurung, S.Pd.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

 Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 101881 Tanjung Morawa

 Tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 2 Tanjung Morawa

 Tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 2 Krakatau Steel Cilegon

 Tahun 2009 lulus dan diterima di Program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan :

 Penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK)

 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Bah Birung Ulu Kec. Sidamanik pada Juni-Juli 2012.

 Melaksanakan Penelitian di Desa Telaga Sari Kecamatan Tg. Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Juni-September 2013.

 Mengikuti Seminar Pertanian 2011 Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional pada tahun 2011.

 Mengikuti Seminar Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan pada tahun 2011.

 Mengikuti Seminar Dalam Rangka Keselamatan LLAJ Penyuluhan Langsung pada tahun 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Jenis Insektisida

Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai ( Glycine max L. )” yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. selaku Ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. selaku Anggota yang telah banyak memberikan saran

dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2013


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Penghisap Polong Riptortus linearis F. ... 4

Biologi Hama ... 4

Gejala Serangan ... 5

Penggerek Polong Etiella zinckenella Treit. ... 6

Biologi Hama ... 6

Gejala Serangan ... 8

Pengendalian ... 9

Insektisida Nabati biji Sirsak (Annona muricata L.) ... 9

Insektisida Nabati biji Mengkudu (Morinda citrifolia L) ... 10

Insektisida Nabati biji Jarak (Jatropha curcas L.) ... 11

Insektisida Hayati Bacillus thuringiensis ... 12

Insektisida Hayati Beauveria bassiana ... 13

Insektisida kimia Klorpirifos ... 14

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15


(9)

Persiapan Lahan... 17

Penanaman ... 17

Pemeliharaan Tanaman ... 17

Pembuatan Insektisida Nabati ... 18

Aplikasi Insektisida ... 18

Pengamatan Parameter ... 19

Persentase Serangan ... 19

Jumlah Nimfa Riptortus linearis ... 20

Jumlah Larva Etiella zinckenella ... 20

Produksi ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Serangan Riptortus linearis ... 21

Persentase Serangan Etiella zinckenella ... 23

Jumlah Nimfa Riptortus linearis ... 26

Jumlah Larva Etiella zinckenella ... 29

Produksi ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan

Riptortus linearis F. Pada Tanaman Kedelai ... 21 2. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan

Etiella zinckenella Treith. Pada Tanaman Kedelai ... 24 3. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah Nimfa

Riptortus linearis F. ... 27

4. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah

Etiella zinckenella Treith. ... 29 5. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Produksi Biji Kedelai ... 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Telur Riptortus linearis F. ... 4

2. Nimfa Riptortus linearis F. ... 5

3. Imago Riptortus linearis F. ... 5

4. Gejala Serangan Riptortus linearis F. ... 6

5. Telur Etiella zinckenella Treith. ... 7

6. Larva Etiella zinckenella Treith. ... 7

7. Pupa Etiella zinckenella Treith. ... 8

8. Imago Etiella zinckenella Treith. ... 8

9. Gejala Serangan Etiella zinckenella Treith. ... 9

10. Biji Sirsak (Annona muricata L.) ... 10

11. Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 11

12. Biji Jarak (Jatropha curcas L.) ... 12

13. Histogram Persentase Riptortus linearis F. Terhadap Pemberian Jenis Insktisida ... 22

14. Histogram Persentase Etiella zinckenella Treith. Terhadap Pemberian Jenis Insktisida ... 24

15. Histogram Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. Terhadap Pemberian Jenis Insktisida ... 26

16. Histogram Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. Terhadap Pemberian Jenis Insktisida ... 28

17. Histogram Hubungan Produksi Biji Kedelai (kg/plot) Terhadap Pemberian Jenis Insektisida ... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan ... 38

2. Bagan Pengambilan Sampel ... 39

3. Bagan Lahan Penelitian ... 40

4. Foto Lahan Percobaan dan Produksi ... 41

5. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 52 hst ... 42

6. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 61 hst ... 44

7. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 70 hst ... 46

8. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 52 hst ... 48

9. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 61 hst ... 50

10. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 70 hst ... 52

11. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 52 hst ... 54

12. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 61 hst ... 56

13. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 70 hst ... 58

14. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 52 hst ... 60

15. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 61 hst ... 62

16. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 70 hst ... 64


(13)

ABSTRACT

Desy Siburian, “The effect of various insecticide to the pest of pod

Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) and Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) towards soybeans (Glycine max L.)” that supervised by Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. This research was held in Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang in July to September 2013. The method that used was non factorial “Completely Randomized Block Design” consist of 7 treatment and 3 repeatable. The treatment which tested were A0 (control), A1 (phyto insecticide of Annona muricata seeds), A2 (phyto insecticide of Morinda citrifolia seeds), A3 (phyto insecticide of

Jatropha curcas seeds), A4 (chemical chlorfiripos insecticide), A5 (agens

Bacillus thurngiensis), and A6 (agens Beauveria bassiana). The parameter which were attack percentage of Riptortus linearis and Etiella zinckenella, the population of nimfa Riptortus linearis and larva Etiella zinckenella, and also the production.

The research resulted that, the all of insecticide that use make to the control pest of pod Riptortus linearis and Etiella zinckenella towards soybeans.


(14)

ABSTRAK

Desy Siburian “Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan

Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)” di bimbing oleh Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Telaga Sari

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada bulan Juli-September 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) non faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu A0 (kontrol), A1 (insektisida nabati biji sirsak), (A2 insektisida nabati biji jarak), A3 (insektisida nabati biji mengkudu), A4 (insektisida kimia Klorpirifos), A5 (agens hayati Bacillus thurngiensis), dan A6 (agens hayati

Beauveria bassiana). Parameter yang diamati meliputi, persentase serangan

Riptortus linearis dan Etiella zinckenella, jumlah nimfa Riptortus linearis, jumlah larva Etiella zinckenella dan produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Semua insektisida yang digunakan dapat mengendalikan hama polong Riptortus linearis dan Etiella zinckenella pada tanaman kedelai.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri pakan ternak, dan bahan baku industri pangan (Baliadi dkk, 2008). Kandungan protein kedelai lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu berkisar antara 35 - 40% (Suprapto, 1992 dalam Sinaga, 2009).

Kedelai merupakan tanaman perdagangan. Kebutuhan kedelai setiap tahun terus meningkat, tetapi produksi nasional masih rendah, bahkan cenderung turun (Asadi, 2009). Sehingga Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata 40% dari kebutuhan kedelai nasional. Produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan terus menurun. Hal ini menyebabkan ketergantungan kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat (Mursidah, 2005).

Produksi kedelai tahun 2011 sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau turun sebesar 55,74 ribu ton (6,15 %) dibandingkan tahun 2010. Produksi kedelai tahun

2012 diperkirakan sebesar 779,74 ribu ton biji kering atau turun sebesar 71,55 ribu ton (8,40 %) dibandingkan tahun 2011 (BPS, 2012).

Produktivitas kedelai yang masih rendah dan beragam diantaranya disebabkan oleh masih tingginya serangan hama dan penyakit (Asadi, 2009). Hama utama pada tanaman kedelai dikelompokkan menjadi hama perusak bibit, perusak daun, dan perusak polong. Hama perusak polong terdiri dari hama


(16)

di Indonesia yang sering menyerang pertanaman kedelai yaitu

R. linearis F., Nezara viridula L. dan Piezodorus hybneri (Sari dan Suharsono, 2011). Diantara ketiga jenis hama tersebut R. linearis

mempunyai daerah penyebaran dan serangan yang paling luas (Asadi, 2009). Sedangkan penggerek polong yaitu Etiella zinckenella Treischke dan E. hobsoni

Butler. Spesies yang dominan dan memiliki daerah penyebaran yang paling luas adalah Etiella zinckenella Treischke (Baliadi dkk, 2008).

Hama polong kedelai sangat merugikan, karena secara langsung merusak biji, menurunkan produksi dan kualitas biji yang selanjutnya berpengaruh langsung pada kebugaran benih. Kehilangan hasil akibat serangan hama polong

penghisap dan penggerek polong kedelai dapat mencapai hingga 80% (Marwoto dan Saleh, 2003).

Berbagai upaya pengendalian hama pengisap polong kedelai terus dikembangkan, antara lain dengan: 1) bercocok tanam yang baik dan benar seperti sanitasi, tanam serempak, pergiliran tanaman, dan penanaman tanaman perangkap, 2) menanam varietas tahan, dan 3) cara mekanis. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan bahwa lebih dari 90% petani masih mengandalkan insektisida kimia untuk pengendalian R.linearis karena praktis dan hasilnya cepat diketahui. Namun, penggunaan insektisida kimia relatif mahal dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, dan pencemaran lingkungan khususnya terhadap kesehatan manusia (Prayogo dan Suharsono, 2005).

Untuk itu pengendalian hama sebagai salah satu bagian dari pengelolaan tanaman (crop management) perlu mendapatkan perhatian, karena serangan jenis


(17)

hama tertentu pada tanaman kedelai (Glycine max L.) seperti R. linearis F. dan

E. zinckenella Treit. yang lebih dominan terdapat pada pertanaman kedelai di Indonesia dapat menyebabkan kehilangan seluruh hasil. Sehingga perlu diadakannya penelitian ini guna mengetahui pengendalian jenis insektisida mana

yang paling efektif untuk mengendalikan hama polong R. linearis F. dan

E. zinckenella Treit. pada tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis insektisida (nabati, agens hayati, kimia) dan mendapatkan yang paling efektif

terhadap hama polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan

Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaman kedelai (Glycine max L.).

Hipotesis Penelitian

- Insektisida biologi dan kimia dapat menekan serangan hama polong pada tanaman kedelai (Glycine max L.).

- insektisida kimia lebih efektif mengendalian hama polong pada tanaman kedelai daripada insektisida biologi.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Kepik Coklat R. linearis F.

Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama kepik coklat R. linearis

F. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Family : Alydidae Genus : Riptortus Spesies : R. linearis F.

Bentuk telur bulat dengan bagian tengahnya agak cekung. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabu-abuan, kemudian berubah menjadi coklat suram. Diameter telur 1,20 mm, dan stadium telur berkisar 6 – 7 hari (Marwoto, 2006).

Gambar. 1 Telur R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Nimfa R. linearis terdiri dari lima instar. Nimfa yang baru keluar dari telur atau baru berganti kulit berwarna kemerah-merahan dan lama kelamaan


(19)

warnanya akan berubah. Stadium nimfa berkisar antara 16-23hari dengan rata-rata umumnya 19 hari (Tengkano dan Dunuyaali, 1976 dalam Sukriswanto, 1985).

Gambar. 2Nimfa R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Imago R. linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat.

Panjang badan imago betina 13 – 14 mm, sedangkan yang jantan 11 – 13 mm. Rata-rata lama stadium imago adalah 13 – 29 hari. Lama

perkembangan R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari (Mawan dan Amalia, 2011).

Gambar. 3 Imago R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Gejala Serangan

Imago dan nimfa menembus menghisap cairan biji didalam polong,

sehingga mengakibatkan cacat atau perubahan pada warna biji (Chanthy dkk, 2010). Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung


(20)

pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed, 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).

R. linearis menyerang polong dan menghisap isinya. Apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. Pada polong

muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur (Deptan, 2012).

Gambar. 4 Gejala Serangan R. linearis F. Sumber: Foto Langsung

Biologi Penggerek Polong E. zinckenella Treit.

Menurut Boror dkk (1992) klasifikasi hama penggerek polong kedelai E. zinckenella Treit. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Family : Pyralidae

Genus : Etiella


(21)

Pada saat diletakkan, telur E. zinckenella berwarna putih mengkilap.

Kemudian berubah kemerahan dan berwarna jingga ketika akan menetas. Telur diletakkan pada daun atau pada polong dengan jumlah sekitar 7-15 butir.

Telur biasanya berbentuk lonjong, diameter 0,6 mm (Fatmawati, 2008).

Gambar. 5 telur E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung 

Larva dewasa mempunyai kepala berwarna coklat keemasan pada bagian atasnya, dengan bagian mulut berwarna coklat gelap tetapi pada larva yang masih muda, kepalanya berwarna hitam. Dibagian belakang kepala terdapat sebuah perisai berwarna hitam, tetapi pada waktu istirahat, tubuhnya berwarna hijau sedikit kemerahan yang akan lebih jelas dengan bertambahnya usia. Ada beberapa belang berwarna abuabu kecoklatan disepanjang tubuh yang lebih jelas pada saat larva masih muda (Austin dkk, 1993).  

 

Gambar. 6 larva E. zinckenella


(22)

Dalam pembentukan pupa, larva yang didewasakan dalam polong kedelai tadi melakukan gerekan keluar dan selanjutnya turun menuju tanah, didalam tanah inilah dilakukan pembentukan kepompong (Kartasapoetra, 1987). Pupa berwarna coklat dengan panjang 8-10 mm dan lebar 2 mm dibentuk dalam tanah dengan terlebih dahulu membuat sel dari tanah. Setelah 9-15 hari, pupa berubah menjadi ngengat (Kalshoven, 1981).

Gambar. 7 Pupa E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung 

Ngengat dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat dengan garis kuning pucat sepanjang costa. Sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat pucat. Lebar sayap adalah sekitar 2 cm (Evans dan Crossley, 2012).

Gambar. 8 E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung

Gejala Serangan

E. Zinckenella merupakan hama utama pada tanaman kedelai di Indonesia. Larva E. Zinckenella memakan benih (biji) kedelai sehingga dapat menyebabkan


(23)

E. Zinckenella dianggap hama penting dibandingkan E. hobsoni karena hama tersebut lebih dominan terdapat di Jawa dan daerah pertanaman kedelai lainnya di Indonesia(Edmonds, 1990).

Gejala kerusakan tanaman akibat serangan hama ini adalah terdapatnya bintik atau lubang berwarna cokelat tua pada kulit polong, bekas jalan masuk larva ke dalam biji. Seringkali, pada lubang bekas gerekan terdapat butir-butir kotoran kering yang berwarna coklat muda dan terikat benang pintal atau sisa-sisa biji terbalut benang pintal. Merusak biji dengan menggerek kulit polong muda dan kemudian masuk serta menggerek biji, sebelum menggerek larva baru menetas menutupi dirinya dengan selubung putih hingga ada bintik coklat tua sebagai jalan masuk hama tersebut (Deptan, 2012).

Gambar 9. Gejala Serangan E. zinknella

Sumber: Foto Langsung

Pengendalian

Insektisida Nabati Biji Sirsak (Annona muricataL.)

Penelitian tentang senyawa bioaktif dalam keluarga Annonaceae ini berkembang pesat. Senyawa acetogenin dari jenis Annonaceae dilaporkan memiliki toksisitas yang efektif untuk mendalikan beberapa serangga seperti Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Diptera. Penelitian lain melaporkan bahwa keluarga annonaceae mengandung acetogenin yang larvasida.


(24)

Acetogenin juga bertindak sebagai insektisida, acaricide, antiparasit dan bakterisida. Salah satu tanaman dalam keluarga Annonaceae yang telah dinilai kandungan senyawa aktif adalah Annona muricata Linn juga dikenal sebagai Sirsak. Ekstrak biji sirsak mengandung annonacin, bullatacin, annonin VI, goniothalamin, dan senyawa bioaktif sylvaticin (Komansilan dkk, 2012).

Kandungan aktif dalam sirsak atau famili Annonaceae adalah asetogenin yang diduga bersifat larvasidal, dan kandungan bahan asetogenin juga bersifat sebaga insektisida, akarisida, antiparasit dan bakterisida. Selain senyawa asetogenin yang bersifat bioaktif insektisida dalam tanaman famili Annonaceae terdapat juga beberapa senyawa asam karboksilat, diantaranya asam stearat, asam oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat, ester dioktil heksadionat dan asam palmitat (Mulyawati dkk, 2010).

Gambar. 10 Biji Annona muricata L. Sumber: Foto Langsung

Insektisida Nabati Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Biji jarak mengandung reisin dan alkaloid. Pestisida hasil larutan biji jarak sangat efektif digunakan sebagai pengendali hama ulat dan hama penghisap.Cara dan mekanisme kerjanya menyerupai juvenile hormone yang mempengaruhi pergantian kulit serangga. Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat


(25)

phytotoxin (toxalbumin) yang terutama terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar (Ricinus communis L.). Juga diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk organik dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon, strain serta lokasi (Deptan, 2008).

Tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas) merupakan tanaman beracun. Jarak pagar merupakan tanaman dari famili Euphorbiaceae. Keseluruhan bagian tanaman jarak pagar adalah beracun, terutama bagian biji. Biji jarak pagar mengandung protein curcin yang beracun (Riyadhi, 2008).

Gambar. 12 Biji Jatropha curcas

Sumber: Foto Langsung

Insektisida Nabati Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Salah satu tanaman yang bersifat sebagai insektisida nabati adalah mengkudu (Morinda citrifolia L.). Mursito (2005) dalam Hasnah dan Nasril (2009), menyebutkan bahwa mengkudu mengandung minyak

atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin.


(26)

Ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat perkembangan Sitophilus zeamais. Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan

tersebut adalah berupa efek repellent (serangga tidak mau ada saat infestasi) dan antifeedant (mengganggu aktivitas makan) (Hayani dan Fatimah, 2004).

Gambar. 11 Biji Morinda citrifolia

Sumber: Foto Langsung

Insektisida hayati Bacillus thuringiensis

Insektisida ini berisi spora yang hidup dari bakteri Bacillus thuringiensis

yang menyebabkan penyakit serangga sehingga dapat dipakai untuk mengendalikan serangga. Dalam tubuh Bacillus thuringiensis terdapat empat agens toksik yaitu α-exotoksin, merupakan enzim fosfolipasa, -exotoksin merupakan adenin nukleotida yang stabil dalam suhu, -exotoksin merupakan fosfolipase yang belum teridentifikasi dan stabil dalam suhu, dan -endotoksin merupakan parasporal inclution protein (Baehaki, 1993).

Ketika serangga rentan mencerna Bt, toksin protein diaktifkan dalam kondisi basa melalui aktivitas enzim dalam usus serangga. Toksisitas dari toksin yang aktif tergantung pada adanya situs reseptor pada dinding usus serangga. Hal ini diperlukan untuk menentukan toksin reseptor yang sesuai antara berbagai spesies serangga yang dibunuh oleh setiap subspesies Bt. Jika racun menempel


(27)

pada situs reseptor, ia melumpuhkan dan menghancurkan sel-sel dinding usus serangga, selanjutnya masuk ke rongga tubuh serangga dan aliran darah. Serangga yang rentan dapat cepat mati dari aktivitas toksin atau mungkin mati dalam 3 hari dari efek septicaemia (keracunan darah). Sebelum serangga mati,

serangga akan berhenti makan (berhenti merusak tanaman) setelah menelan Bt (Hunsberger, 2000).

Insektisida Hayati Beauveria bassiana

Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yang memiliki kisaran inang serangga yang luas. Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. merupakan jamur patogen pada berbagai jenis serangga yang terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Jamur ini menginfeksi tubuh serangga inang melalui kulit. Inokulum jamur yang menempel pada kulit akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah kemudian menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan/atau kimiawi melalui enzim atau toksin. Proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi dan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Serangga mati dengan tubuh mengeras seperti mumi berwarna putih. Setelah itu spora akan diproduksi untuk menginfeksi inang lainnya melalui transmisi horizontal (inter/intra generasi) (Arifin dkk, 2010).

Pada suhu ≥ 250 C, patogenisitas Beauveria bassiana menurun dengan

meningkatnya suhu. Ini karena pengaruh yang merugikan terhadap perkecambahan/sporulasi konidia. Konidia yang mendapat paparan


(28)

sinar ultra-violet (UV) mereduksi patogenisitas Beauveria bassiana (Arifin dkk, 2010).

Insektisida kimia Klorpirifos

Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,

dan gangguan autoimun. Klorpirifos diproduksi dengan mereaksikan 3,5,6-trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos

terdaftar hanya untuk digunakan dibidang pertanian yang merupakan salah satu insektisida organofosfat yang paling banyak digunakan, menurut Amerika Serikat Environmental Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan klorpirifos paling intens adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan,

termasuk jeruk dan apel. Hal ini dihasilkan melalui tahapan sintesis dari 3-methylpyridine (Venugopal dkk, 2012).

Bahan aktif klorpirifos diperdagangkan sebagai DursbanR dan LorsbanR. Bahan aktif ini mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

0,0 diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate

(Baehaki, 1993). Cl 

Cl 

Cl

O P

S O

O

CH2 

CH2 

CH3 

CH3  N


(29)

Judul : Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

Nama : Desy Siburian

NIM : 090301078

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Ir. Yuswani P.Ningsih, MS.) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP.) Ketua Anggota

Mengetahui,

(Ir .T.Sabrina, M. Agr, Sc.,Ph.D) Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(30)

ABSTRACT

Desy Siburian, “The effect of various insecticide to the pest of pod

Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) and Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) towards soybeans (Glycine max L.)” that supervised by Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. This research was held in Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang in July to September 2013. The method that used was non factorial “Completely Randomized Block Design” consist of 7 treatment and 3 repeatable. The treatment which tested were A0 (control), A1 (phyto insecticide of Annona muricata seeds), A2 (phyto insecticide of Morinda citrifolia seeds), A3 (phyto insecticide of

Jatropha curcas seeds), A4 (chemical chlorfiripos insecticide), A5 (agens

Bacillus thurngiensis), and A6 (agens Beauveria bassiana). The parameter which were attack percentage of Riptortus linearis and Etiella zinckenella, the population of nimfa Riptortus linearis and larva Etiella zinckenella, and also the production.

The research resulted that, the all of insecticide that use make to the control pest of pod Riptortus linearis and Etiella zinckenella towards soybeans.


(31)

ABSTRAK

Desy Siburian “Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan

Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)” di bimbing oleh Ir. Yuswani P.Ningsih, MS. dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Telaga Sari

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada bulan Juli-September 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) non faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu A0 (kontrol), A1 (insektisida nabati biji sirsak), (A2 insektisida nabati biji jarak), A3 (insektisida nabati biji mengkudu), A4 (insektisida kimia Klorpirifos), A5 (agens hayati Bacillus thurngiensis), dan A6 (agens hayati

Beauveria bassiana). Parameter yang diamati meliputi, persentase serangan

Riptortus linearis dan Etiella zinckenella, jumlah nimfa Riptortus linearis, jumlah larva Etiella zinckenella dan produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Semua insektisida yang digunakan dapat mengendalikan hama polong Riptortus linearis dan Etiella zinckenella pada tanaman kedelai.


(32)

RIWAYAT HIDUP

Desy Siburian lahir pada tanggal 11 Desember 1991 di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang sebagai anak keempat dari lima bersaudara, putri dari Ayahanda Anwar Siburian dan Ibunda Naomi Manurung, S.Pd.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

 Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 101881 Tanjung Morawa

 Tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 2 Tanjung Morawa

 Tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 2 Krakatau Steel Cilegon

 Tahun 2009 lulus dan diterima di Program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan :

 Penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK)

 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Bah Birung Ulu Kec. Sidamanik pada Juni-Juli 2012.

 Melaksanakan Penelitian di Desa Telaga Sari Kecamatan Tg. Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Juni-September 2013.

 Mengikuti Seminar Pertanian 2011 Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional pada tahun 2011.

 Mengikuti Seminar Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan pada tahun 2011.

 Mengikuti Seminar Dalam Rangka Keselamatan LLAJ Penyuluhan Langsung pada tahun 2011.


(33)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Jenis Insektisida

Terhadap Hama Polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Kedelai ( Glycine max L. )” yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. selaku Ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. selaku Anggota yang telah banyak memberikan saran

dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2013


(34)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Hipotesis Penelitian ... 3 Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Penghisap Polong Riptortus linearis F. ... 4 Biologi Hama ... 4 Gejala Serangan ... 5 Penggerek Polong Etiella zinckenella Treit. ... 6 Biologi Hama ... 6 Gejala Serangan ... 8

Pengendalian ... 9 Insektisida Nabati biji Sirsak (Annona muricata L.) ... 9

Insektisida Nabati biji Mengkudu (Morinda citrifolia L) ... 10 Insektisida Nabati biji Jarak (Jatropha curcas L.) ... 11 Insektisida Hayati Bacillus thuringiensis ... 12 Insektisida Hayati Beauveria bassiana ... 13 Insektisida kimia Klorpirifos ... 14

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ... 15 Bahan dan Alat ... 15 Metode Penelitian ... 15 Pelaksanaan Penelitian ... 17


(35)

Persiapan Lahan... 17

Penanaman ... 17 Pemeliharaan Tanaman ... 17

Pembuatan Insektisida Nabati ... 18

Aplikasi Insektisida ... 18 Pengamatan Parameter ... 19

Persentase Serangan ... 19 Jumlah Nimfa Riptortus linearis ... 20 Jumlah Larva Etiella zinckenella ... 20 Produksi ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Serangan Riptortus linearis ... 21 Persentase Serangan Etiella zinckenella ... 23 Jumlah Nimfa Riptortus linearis ... 26 Jumlah Larva Etiella zinckenella ... 29 Produksi ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 31 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(36)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan

Riptortus linearis F. Pada Tanaman Kedelai ... 21 2. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan

Etiella zinckenella Treith. Pada Tanaman Kedelai ... 24 3. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah Nimfa

Riptortus linearis F. ... 27

4. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah

Etiella zinckenella Treith. ... 29 5. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Produksi Biji Kedelai ... 31


(37)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Telur Riptortus linearis F. ... 4 2. Nimfa Riptortus linearis F. ... 5 3. Imago Riptortus linearis F. ... 5 4. Gejala Serangan Riptortus linearis F. ... 6 5. Telur Etiella zinckenella Treith. ... 7 6. Larva Etiella zinckenella Treith. ... 7 7. Pupa Etiella zinckenella Treith. ... 8 8. Imago Etiella zinckenella Treith. ... 8 9. Gejala Serangan Etiella zinckenella Treith. ... 9 10. Biji Sirsak (Annona muricata L.) ... 10 11. Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 11 12. Biji Jarak (Jatropha curcas L.) ... 12 13. Histogram Persentase Riptortus linearis F. Terhadap

Pemberian Jenis Insktisida ... 22 14. Histogram Persentase Etiella zinckenella Treith. Terhadap

Pemberian Jenis Insktisida ... 24 15. Histogram Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. Terhadap

Pemberian Jenis Insktisida ... 26 16. Histogram Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. Terhadap

Pemberian Jenis Insktisida ... 28 17. Histogram Hubungan Produksi Biji Kedelai (kg/plot) Terhadap


(38)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan ... 38 2. Bagan Pengambilan Sampel ... 39 3. Bagan Lahan Penelitian ... 40 4. Foto Lahan Percobaan dan Produksi ... 41 5. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 52 hst ... 42 6. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 61 hst ... 44 7. Persentase Serangan Riptortus linearis F. 70 hst ... 46 8. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 52 hst ... 48 9. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 61 hst ... 50 10. Persentase Serangan Etiella zinckenella Treith. 70 hst ... 52 11. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 52 hst ... 54 12. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 61 hst ... 56 13. Jumlah Nimfa Riptortus linearis F. 70 hst ... 58 14. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 52 hst ... 60 15. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 61 hst ... 62 16. Jumlah Larva Etiella zinckenella Treith. 70 hst ... 64 17. Data Produksi Tanaman ... 66


(39)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri pakan ternak, dan bahan baku industri pangan (Baliadi dkk, 2008). Kandungan protein kedelai lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu berkisar antara 35 - 40% (Suprapto, 1992 dalam Sinaga, 2009).

Kedelai merupakan tanaman perdagangan. Kebutuhan kedelai setiap tahun terus meningkat, tetapi produksi nasional masih rendah, bahkan cenderung turun (Asadi, 2009). Sehingga Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata 40% dari kebutuhan kedelai nasional. Produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan terus menurun. Hal ini menyebabkan ketergantungan kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat (Mursidah, 2005).

Produksi kedelai tahun 2011 sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau turun sebesar 55,74 ribu ton (6,15 %) dibandingkan tahun 2010. Produksi kedelai tahun

2012 diperkirakan sebesar 779,74 ribu ton biji kering atau turun sebesar 71,55 ribu ton (8,40 %) dibandingkan tahun 2011 (BPS, 2012).

Produktivitas kedelai yang masih rendah dan beragam diantaranya disebabkan oleh masih tingginya serangan hama dan penyakit (Asadi, 2009). Hama utama pada tanaman kedelai dikelompokkan menjadi hama perusak bibit, perusak daun, dan perusak polong. Hama perusak polong terdiri dari hama


(40)

di Indonesia yang sering menyerang pertanaman kedelai yaitu

R. linearis F., Nezara viridula L. dan Piezodorus hybneri (Sari dan Suharsono, 2011). Diantara ketiga jenis hama tersebut R. linearis

mempunyai daerah penyebaran dan serangan yang paling luas (Asadi, 2009). Sedangkan penggerek polong yaitu Etiella zinckenella Treischke dan E. hobsoni

Butler. Spesies yang dominan dan memiliki daerah penyebaran yang paling luas adalah Etiella zinckenella Treischke (Baliadi dkk, 2008).

Hama polong kedelai sangat merugikan, karena secara langsung merusak biji, menurunkan produksi dan kualitas biji yang selanjutnya berpengaruh langsung pada kebugaran benih. Kehilangan hasil akibat serangan hama polong

penghisap dan penggerek polong kedelai dapat mencapai hingga 80% (Marwoto dan Saleh, 2003).

Berbagai upaya pengendalian hama pengisap polong kedelai terus dikembangkan, antara lain dengan: 1) bercocok tanam yang baik dan benar seperti sanitasi, tanam serempak, pergiliran tanaman, dan penanaman tanaman perangkap, 2) menanam varietas tahan, dan 3) cara mekanis. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan bahwa lebih dari 90% petani masih mengandalkan insektisida kimia untuk pengendalian R.linearis karena praktis dan hasilnya cepat diketahui. Namun, penggunaan insektisida kimia relatif mahal dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, dan pencemaran lingkungan khususnya terhadap kesehatan manusia (Prayogo dan Suharsono, 2005).

Untuk itu pengendalian hama sebagai salah satu bagian dari pengelolaan tanaman (crop management) perlu mendapatkan perhatian, karena serangan jenis


(41)

hama tertentu pada tanaman kedelai (Glycine max L.) seperti R. linearis F. dan

E. zinckenella Treit. yang lebih dominan terdapat pada pertanaman kedelai di Indonesia dapat menyebabkan kehilangan seluruh hasil. Sehingga perlu diadakannya penelitian ini guna mengetahui pengendalian jenis insektisida mana

yang paling efektif untuk mengendalikan hama polong R. linearis F. dan

E. zinckenella Treit. pada tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis insektisida (nabati, agens hayati, kimia) dan mendapatkan yang paling efektif

terhadap hama polong Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) dan

Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaman kedelai (Glycine max L.).

Hipotesis Penelitian

- Insektisida biologi dan kimia dapat menekan serangan hama polong pada tanaman kedelai (Glycine max L.).

- insektisida kimia lebih efektif mengendalian hama polong pada tanaman kedelai daripada insektisida biologi.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Kepik Coklat R. linearis F.

Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama kepik coklat R. linearis

F. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Family : Alydidae Genus : Riptortus Spesies : R. linearis F.

Bentuk telur bulat dengan bagian tengahnya agak cekung. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabu-abuan, kemudian berubah menjadi coklat suram. Diameter telur 1,20 mm, dan stadium telur berkisar 6 – 7 hari (Marwoto, 2006).

Gambar. 1 Telur R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Nimfa R. linearis terdiri dari lima instar. Nimfa yang baru keluar dari telur atau baru berganti kulit berwarna kemerah-merahan dan lama kelamaan


(43)

warnanya akan berubah. Stadium nimfa berkisar antara 16-23hari dengan rata-rata umumnya 19 hari (Tengkano dan Dunuyaali, 1976 dalam Sukriswanto, 1985).

Gambar. 2Nimfa R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Imago R. linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat.

Panjang badan imago betina 13 – 14 mm, sedangkan yang jantan 11 – 13 mm. Rata-rata lama stadium imago adalah 13 – 29 hari. Lama

perkembangan R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari (Mawan dan Amalia, 2011).

Gambar. 3 Imago R. linearis

Sumber: Foto Langsung

Gejala Serangan

Imago dan nimfa menembus menghisap cairan biji didalam polong,

sehingga mengakibatkan cacat atau perubahan pada warna biji (Chanthy dkk, 2010). Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung


(44)

pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed, 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).

R. linearis menyerang polong dan menghisap isinya. Apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. Pada polong

muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur (Deptan, 2012).

Gambar. 4 Gejala Serangan R. linearis F. Sumber: Foto Langsung

Biologi Penggerek Polong E. zinckenella Treit.

Menurut Boror dkk (1992) klasifikasi hama penggerek polong kedelai E. zinckenella Treit. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Family : Pyralidae

Genus : Etiella


(45)

Pada saat diletakkan, telur E. zinckenella berwarna putih mengkilap.

Kemudian berubah kemerahan dan berwarna jingga ketika akan menetas. Telur diletakkan pada daun atau pada polong dengan jumlah sekitar 7-15 butir.

Telur biasanya berbentuk lonjong, diameter 0,6 mm (Fatmawati, 2008).

Gambar. 5 telur E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung 

Larva dewasa mempunyai kepala berwarna coklat keemasan pada bagian atasnya, dengan bagian mulut berwarna coklat gelap tetapi pada larva yang masih muda, kepalanya berwarna hitam. Dibagian belakang kepala terdapat sebuah perisai berwarna hitam, tetapi pada waktu istirahat, tubuhnya berwarna hijau sedikit kemerahan yang akan lebih jelas dengan bertambahnya usia. Ada beberapa belang berwarna abuabu kecoklatan disepanjang tubuh yang lebih jelas pada saat larva masih muda (Austin dkk, 1993).  

 

Gambar. 6 larva E. zinckenella


(46)

Dalam pembentukan pupa, larva yang didewasakan dalam polong kedelai tadi melakukan gerekan keluar dan selanjutnya turun menuju tanah, didalam tanah inilah dilakukan pembentukan kepompong (Kartasapoetra, 1987). Pupa berwarna coklat dengan panjang 8-10 mm dan lebar 2 mm dibentuk dalam tanah dengan terlebih dahulu membuat sel dari tanah. Setelah 9-15 hari, pupa berubah menjadi ngengat (Kalshoven, 1981).

Gambar. 7 Pupa E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung 

Ngengat dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat dengan garis kuning pucat sepanjang costa. Sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat pucat. Lebar sayap adalah sekitar 2 cm (Evans dan Crossley, 2012).

Gambar. 8 E. zinckenella

Sumber: Foto Langsung

Gejala Serangan

E. Zinckenella merupakan hama utama pada tanaman kedelai di Indonesia. Larva E. Zinckenella memakan benih (biji) kedelai sehingga dapat menyebabkan


(47)

E. Zinckenella dianggap hama penting dibandingkan E. hobsoni karena hama tersebut lebih dominan terdapat di Jawa dan daerah pertanaman kedelai lainnya di Indonesia(Edmonds, 1990).

Gejala kerusakan tanaman akibat serangan hama ini adalah terdapatnya bintik atau lubang berwarna cokelat tua pada kulit polong, bekas jalan masuk larva ke dalam biji. Seringkali, pada lubang bekas gerekan terdapat butir-butir kotoran kering yang berwarna coklat muda dan terikat benang pintal atau sisa-sisa biji terbalut benang pintal. Merusak biji dengan menggerek kulit polong muda dan kemudian masuk serta menggerek biji, sebelum menggerek larva baru menetas menutupi dirinya dengan selubung putih hingga ada bintik coklat tua sebagai jalan masuk hama tersebut (Deptan, 2012).

Gambar 9. Gejala Serangan E. zinknella

Sumber: Foto Langsung

Pengendalian

Insektisida Nabati Biji Sirsak (Annona muricataL.)

Penelitian tentang senyawa bioaktif dalam keluarga Annonaceae ini berkembang pesat. Senyawa acetogenin dari jenis Annonaceae dilaporkan memiliki toksisitas yang efektif untuk mendalikan beberapa serangga seperti Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Diptera. Penelitian lain melaporkan bahwa keluarga annonaceae mengandung acetogenin yang larvasida.


(48)

Acetogenin juga bertindak sebagai insektisida, acaricide, antiparasit dan bakterisida. Salah satu tanaman dalam keluarga Annonaceae yang telah dinilai kandungan senyawa aktif adalah Annona muricata Linn juga dikenal sebagai Sirsak. Ekstrak biji sirsak mengandung annonacin, bullatacin, annonin VI, goniothalamin, dan senyawa bioaktif sylvaticin (Komansilan dkk, 2012).

Kandungan aktif dalam sirsak atau famili Annonaceae adalah asetogenin yang diduga bersifat larvasidal, dan kandungan bahan asetogenin juga bersifat sebaga insektisida, akarisida, antiparasit dan bakterisida. Selain senyawa asetogenin yang bersifat bioaktif insektisida dalam tanaman famili Annonaceae terdapat juga beberapa senyawa asam karboksilat, diantaranya asam stearat, asam oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat, ester dioktil heksadionat dan asam palmitat (Mulyawati dkk, 2010).

Gambar. 10 Biji Annona muricata L. Sumber: Foto Langsung

Insektisida Nabati Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Biji jarak mengandung reisin dan alkaloid. Pestisida hasil larutan biji jarak sangat efektif digunakan sebagai pengendali hama ulat dan hama penghisap.Cara dan mekanisme kerjanya menyerupai juvenile hormone yang mempengaruhi pergantian kulit serangga. Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat


(49)

phytotoxin (toxalbumin) yang terutama terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar (Ricinus communis L.). Juga diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk organik dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon, strain serta lokasi (Deptan, 2008).

Tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas) merupakan tanaman beracun. Jarak pagar merupakan tanaman dari famili Euphorbiaceae. Keseluruhan bagian tanaman jarak pagar adalah beracun, terutama bagian biji. Biji jarak pagar mengandung protein curcin yang beracun (Riyadhi, 2008).

Gambar. 12 Biji Jatropha curcas

Sumber: Foto Langsung

Insektisida Nabati Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Salah satu tanaman yang bersifat sebagai insektisida nabati adalah mengkudu (Morinda citrifolia L.). Mursito (2005) dalam Hasnah dan Nasril (2009), menyebutkan bahwa mengkudu mengandung minyak

atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin.


(50)

Ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat perkembangan Sitophilus zeamais. Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan

tersebut adalah berupa efek repellent (serangga tidak mau ada saat infestasi) dan antifeedant (mengganggu aktivitas makan) (Hayani dan Fatimah, 2004).

Gambar. 11 Biji Morinda citrifolia

Sumber: Foto Langsung

Insektisida hayati Bacillus thuringiensis

Insektisida ini berisi spora yang hidup dari bakteri Bacillus thuringiensis

yang menyebabkan penyakit serangga sehingga dapat dipakai untuk mengendalikan serangga. Dalam tubuh Bacillus thuringiensis terdapat empat agens toksik yaitu α-exotoksin, merupakan enzim fosfolipasa, -exotoksin merupakan adenin nukleotida yang stabil dalam suhu, -exotoksin merupakan fosfolipase yang belum teridentifikasi dan stabil dalam suhu, dan -endotoksin merupakan parasporal inclution protein (Baehaki, 1993).

Ketika serangga rentan mencerna Bt, toksin protein diaktifkan dalam kondisi basa melalui aktivitas enzim dalam usus serangga. Toksisitas dari toksin yang aktif tergantung pada adanya situs reseptor pada dinding usus serangga. Hal ini diperlukan untuk menentukan toksin reseptor yang sesuai antara berbagai spesies serangga yang dibunuh oleh setiap subspesies Bt. Jika racun menempel


(51)

pada situs reseptor, ia melumpuhkan dan menghancurkan sel-sel dinding usus serangga, selanjutnya masuk ke rongga tubuh serangga dan aliran darah. Serangga yang rentan dapat cepat mati dari aktivitas toksin atau mungkin mati dalam 3 hari dari efek septicaemia (keracunan darah). Sebelum serangga mati,

serangga akan berhenti makan (berhenti merusak tanaman) setelah menelan Bt (Hunsberger, 2000).

Insektisida Hayati Beauveria bassiana

Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yang memiliki kisaran inang serangga yang luas. Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. merupakan jamur patogen pada berbagai jenis serangga yang terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Jamur ini menginfeksi tubuh serangga inang melalui kulit. Inokulum jamur yang menempel pada kulit akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah kemudian menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan/atau kimiawi melalui enzim atau toksin. Proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi dan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Serangga mati dengan tubuh mengeras seperti mumi berwarna putih. Setelah itu spora akan diproduksi untuk menginfeksi inang lainnya melalui transmisi horizontal (inter/intra generasi) (Arifin dkk, 2010).

Pada suhu ≥ 250 C, patogenisitas Beauveria bassiana menurun dengan

meningkatnya suhu. Ini karena pengaruh yang merugikan terhadap perkecambahan/sporulasi konidia. Konidia yang mendapat paparan


(52)

sinar ultra-violet (UV) mereduksi patogenisitas Beauveria bassiana (Arifin dkk, 2010).

Insektisida kimia Klorpirifos

Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,

dan gangguan autoimun. Klorpirifos diproduksi dengan mereaksikan 3,5,6-trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos

terdaftar hanya untuk digunakan dibidang pertanian yang merupakan salah satu insektisida organofosfat yang paling banyak digunakan, menurut Amerika Serikat Environmental Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan klorpirifos paling intens adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan,

termasuk jeruk dan apel. Hal ini dihasilkan melalui tahapan sintesis dari 3-methylpyridine (Venugopal dkk, 2012).

Bahan aktif klorpirifos diperdagangkan sebagai DursbanR dan LorsbanR. Bahan aktif ini mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

0,0 diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate

(Baehaki, 1993). Cl 

Cl 

Cl

O P

S O

O

CH2 

CH2 

CH3 

CH3  N


(53)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Telaga Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang pada ketinggian tempat + 30 mdpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - September 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman kedelai varietas Grobogan, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl, polibag, insektisida

nabati (biji sirsak, biji jarak pagar dan biji mengkudu), insektisida agens hayati Bacillus thuringiensis 76 x 109/ml (Bite FC) dan Beauveria bassiana 1 x 107 spora/gram (Beauverin P), serta insektisida kimia

Klorpirifos (Dursban 20 EC).

Alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, blender, timbangan, kain saring, handsprayer, gelas ukur, kamera digital, lup dan alat-alat lain yang diperlukan dalam pelaksanaan percobaan.

Metode Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 7 perlakuan yaitu :

A0 : kontrol (Tanpa insektisida)

A1 : insektisida nabati biji sirsak (200 gr/L) A2 : insektisida nabati biji jarak (200 gr/L) A3 : insektisida nabati biji mengkudu (200 gr/L) A4 : insektisida kimia Klorpirifos (2 ml/L)


(54)

A5 : insektisida agens hayati Bacillus Thurngiensis 3 ml/L

A6 : insektisida agens hayati Beauveria bassiana konsentrasi 10 gr/L Jumlah ulangan (r) :

( t-1) (r-1) ≥ 15 (7-1) (r-1) ≥ 15

6 (r-1) ≥ 15

6r - 6 ≥ 15

r ≥ 3

Jumlah Perlakuan : 7

Jumlah Ulangan : 3

Jarak Tanam : 20 cm x 25 cm

Jumlah Plot Lahan : 21 Plot

Luas Tiap Plot Lahan : 3 m x 2 m

Luas Lahan Seluruhnya : 225 m2

Jarak Antar Plot : 50 cm

Lebar Parit Keliling : 75 cm

Jumlah Tanaman Tiap Plot : 98 Tanaman

Jumlah Tanaman Sampel Tiap Plot : 8 Sampel

Jumlah Tanaman Produksi Tiap Plot : 20 Tanaman

Jumlah Tanaman Seluruhnya : 2.058 Tanaman

Jumlah Tanaman Sampel yang diambil Seluruhnya : 168 Tanaman Jumlah Tanaman Produksi yang diambil Seluruhnya : 420 Tanaman


(55)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linear berikut:

Yij = µ + τi + j + ij

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

j = pengaruh blok ke-j

ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Selanjutnya bila hasil analisa sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

Pelaksanan Penelitian Persiapan Lahan

Areal pertanaman dibersihkan dari gulma selanjutnya tanah dicangkul, dihaluskan dan diratakan. Lahan percobaan terdiri dari tiga blok dan masing-masing blok terdiri dari tujuh plot. Plot percobaan berukuran 3 m x 2 m dengan jarak antar plot 0,5 m.

Penanaman

Kedelai yang ditanam adalah varietas Grobogan. Benih ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm dilakukan dengan sistem tugal sedalam ± 3 - 4 cm, pada tiap lubang ditanam 2 biji kedelai.

Pemeliharaan Tanaman

Pemupukan dilakukan bersamaan dengan waktu tanam. Pupuk diberikan dengan sistem larikan diantara barisan tanaman. Jenis pupuk yang diberikan urea


(56)

(Sinaga, 2009). Setelah dikonversikan/plot menjadi urea 107 gr/plot, TSP 215 gr/plot, KCl 160 gr/plot.

Penyiraman dilakukan setiap hari, dilakukan pada sore hari, namun apabila sudah turun hujan maka penyiraman dilakukan sesuai keadaan tanah, penyiraman tidak boleh terlalu menggenang dan tidak terlalu kering.

Penyulaman dilakukan satu minggu setelah penanaman, dimana benih yang tidak tumbuh di gantikan dengan tanaman baru.

Penjarangan dilakukan satu minggu setelah penanaman, dimana pada satu lubang yang ditumbuhi dua tanaman, salah satunya dipotong menggunakan gunting.

Penyiangan dilakukan pada saat ada gulma yang tumbuh pada lahan budidaya kedelai. Pada saat dilakukan penyiangan dapat pula dilakukan penggemburan tanah.

Penyemprotan insektisida karbosulfan (Marshal 200 EC) untuk mengendalikan hama lalat bibit dan hama daun pada tanaman kedelai. Penyemprotan dilakukan dengan interval 2 minggu sekali yaitu pada 4 hst, 18 hst dan 32 hst.

Pembuatan Insektisida Botani

Diambil masing-masing biji tanaman (sirsak, jarak dan mengkudu) sebanyak 200 gr kemudian tumbuk hingga halus Rendam dalam 1 liter air, tambahkan 1 gr deterjen sebagai perekat, aduk rata dan biarkan selama 1 malam, kemudian saring dan siap disemprotkan ketanaman (Deptan, 2011).


(57)

Aplikasi Insektisida

Pengaplikasian insektisida dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 9 hari sekali. Aplikasi pertama pada saat tanaman berumur 45 hari, aplikasi kedua pada saat tanaman berumur 54 hari, dan aplikasi ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur 63 hari. pengaplikasian insektisida sesuai dengan perlakuan masing-masing sampel dan sesuai dosis anjuran, pengaplikasian insektisida dilakukan pada sore hari.

Pengamatan Parameter

Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman sampel. Jumlah tanaman sampel 8 tanaman per plot. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random).

1. Persentase Serangan

Pengamatan persentase serangan pada tanaman kedelai dimulai 1 minggu setelah dilakukan pengaplikasian insektisida pertama kali, yaitu diamati sebanyak tiga kali dengan interval 9 hari sekali yaitu pada 52 HST, 61 HST, dan 70 HST.

PS AB x %

Dimana :

PS = Persentase Serangan

A = Jumlah polong sampel yang terserang B = Jumlah keseluruhan polong tanaman sampel (Sinaga, 2009).

2. Jumlah Nimfa R. linearis

Perhitungan jumlah nimfa dilakukan pada 52 HST, 61 HST, dan 70 HST, dilakukan pada setiap plot percobaan dengan mengambil 8 sampel tanaman pada pagi hari.


(58)

3. Jumlah Larva Etiella zinkenella

Perhitungan jumlah larva dilakukan pada 52 HST, 61 HST, dan 70 HST, dilakukan pada setiap plot percobaan dengan mengambil 8 sampel tanaman pada pagi hari.

4. Produksi

Panen dilakukan bila tanaman telah masak dan daunnya telah rontok. Produksi kering tiap plot ditimbang dengan menggunakan rumus:

.


(59)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Serangan R. linearis

Data pengamatan persentase serangan hama penghisap polong (R. linearis) dapat dilihat pada lampiran 5, 6 dan 7. Dari hasil analisa sidik ragam

dapat dilihat bahwa perlakuan pada pengamatan 52 dan 61 hst menunjukkan hasil yang nyata dan pada pengamatan 70 hst hasilnya sangat nyata. Untuk mengetahui hasil yang berbeda nyata dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan (%) R. linearis

pada pengamatan 52, 61 dan 70 hst. Perlakuan

Pengamatan

I (52 hst) II (61 hst) III (70 hst)

A0 (kontrol) 37.01a 37,68a 46,54a

A1 (biji sirsak) 20,84b 18,93b 10,00c

A2 (biji jarak) 20,22b 17,30b 11,09bc

A3 (biji mengkudu) 27,24ab 21,45b 12,64b

A4 (kimia) 25,97b 23,02b 11,28b

A5 (B. Thurngiensis) 30,61a 25,47b 15,85b

A6 (B. Bassiana) 31,28a 23,89b 17,21b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan.

Dari Tabel 1. dapat dilihat pada pengamatan 52 hst dan 61 hst pemberian

perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan

R. Linearis. Hal ini berarti bahwa semua jenis insektisida yang digunakan mampu menekan bahkan membunuh R. Linearis dengan kandungan senyawa racun yang dimiliki oleh setiap insektisida tersebut. Persentase serangan setiap jenis


(60)

yang dimiliki oleh setiap insektisida berbeda pula. Hal ini sesuai dengan Deptan (2008) yang menyatakan bahwa komposisi kandungan bahan toksik/aktif pestisida diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon,

strain serta lokasi.

Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan 70 hst insektisida nabati A1 (larutan biji sirsak) lebih efektif dibandingkan dengan insektisida lainnya dengan persentase serangan terendah yaitu sebesar 10,00 %. Hal ini berarti komposisi kandungan bahan toksik/aktif pada larutan biji sirsak berupa senyawa

acetogenin pada konsentrasi 200 gr/l air lebih mampu untuk mengendalikan R. Linearis dibandingkan dengan jenis insektisida lainnya. Hal ini sesuai dengan

Komansilan dkk (2012) yang menyatakan bahwa senyawa acetogenin dari jenis Annonaceae dilaporkan memiliki toksisitas yang efektif untuk mengendalikan beberapa serangga seperti Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Diptera.

Dari tabel 1. diketahui bahwa insektisida nabati biji sirsak lebih efektif dibandingkan dengan insektisida kimia klorpirifos. Hal ini mungkin diakibatkan karena konsentrasi pada larutan biji sirsak yaitu 200 gr/l air lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida kimia 2 ml/l air. Hal ini memungkinkan bahwa konsentrasi pestisida nabati yang diaplikasikan mempengaruhi daya racun yang dimiliki oleh pestisida tersebut. Semakin tinggi konsentrasi yang diaplikasikan semakin tinggi pula daya racunnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisida nabati yang diaplikasikan maka daya racunnya semakin tinggi sehingga mempengaruhi proses metabolisme dan aktifitas makan serangga.


(61)

Tin pemberian histogram

Gambar 1

2. Persen

Da (E. zincke

sidik rag menunjuk dan 70 hs dapat dilih

ngkat pers n jenis insek m dibawah in

3. Histogra Jenis Ins

ntase Seran

ata pengam

enella) dap gam dapat kkan hasil st hasilnya hat pada tab

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 rataan sentase ham ktisida yang ni. am Persenta sektisida

ngan E. zin

matan per pat dilihat p

t dilihat b yang tidak sangat nya bel 2. I ma penghi g digunaka ase Seranga nckenella

rsentase s pada lampi bahwa pe k nyata, se ata. Untuk II

Pengama

isap polon an selama p

an (%) R. lin

serangan h iran 8, 9 d rlakuan pa edangkan p

mengetahu I atan

ng (R. lin

enelitian da

nearis Terh

hama pen dan 10. Da

ada penga pengamatan i hasil yang II

nearis) terh apat dilihat

hadap Pemb

nggerek po ari hasil an amatan 52 61 hst ng berbeda A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 hadap pada berian olong nalisa 2 hst nyata nyata


(62)

Tabel 2. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Persentase Serangan (%)

E. zinckenella pada pengamatan 52, 61 dan 70 hst. Perlakuan

Pengamatan

I (52 hst) II (61 hst) II (70 hst)

A0 (kontrol) 42,79 49,38a 58,83a

A1 (biji sirsak) 37,24 28,95b 23,51b

A2 (biji jarak) 31,81 30,28b 24,54b

A3 (biji mengkudu) 32,74 26,89bc 15,52c

A4 (kimia) 17,86 14,82c 6,95d

A5 (B. Thurngiensis) 37,85 27,51b 14,77c

A6 (B. Bassiana) 33,85 32,58b 28,69b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan.

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi jenis insektisida terhadap persentase

serangan E. zinckenella disajikan pada Tabel 2. Pada pengamatan 52 hst,

persentase serangan E. zinckenella dari semua perlakuan tidak berbeda nyata

dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi beberapa jenis insektisida

belum berpengaruh terhadap serangan E. zinckenella.

Pada pengamatan 61 hst diketahui bahwa pemberian perlakuan menunjukkan hasil yang nyata. Dimana perlakuan A4 (kimia) merupakan insektisida yang paling efektif dalam menekan serangan hama E. zinckenella

dengan persentase serangan sebesar 14,82 % dan diikuti oleh perlakuan A3 (larutan biji mengkudu) sebesar 26,89 %. Hal ini berarti senyawa kimia

klorpirifos sangat beracun terhadap hama penggerek polong E. zinckenella

sehingga mampu menekan serangan bahkan membunuh serangga hama tersebut lebih kecil dibandingkan jenis insektisida nabati dan agens hayati. Hal ini sesuai dengan Venugopal dkk (2012) yang menyatakan bahwa klorpirifos ini cukup


(63)

beracun dan paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun.

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada 70 hst insektisida kimia lebih efektif dibandingkan dengan insektisida nabati dan agens hayati terhadap pengendalian hama E. zinckenella. Namun, dampaknya dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, dan pencemaran lingkungan khususnya terhadap kesehatan manusia. Untuk itu insektisida nabati dan hayati merupakan solusi yang efektif, karena merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan. Dapat dilihat pada tabel, bahwa insektisida nabati dan agens hayati juga mampu menekan serangan E. zinckenella. Diantara insektisida biologi yang digunakan, A5 (agens hayati B. Thurngiensis) merupakan insektisida biologi yang lebih

efektif untuk mengendalikan serangan E. zinckenella diikuti oleh perlakuan A3 (larutan biji mengkudu). Hal ini berarti insektisida B. Thurngiensis memiliki

senyawa racun yang lebih baik dalam menekan serangan E. zinckenella. Insektisida B. Thurngiensis memiliki spora yang menyebabkan penyakit pada serangga sehingga seranggga berhenti makan dan kemudian mati. Hal ini sesuai dengan Baehaki (1993) yang menyatakan bahwa insektisida berisi spora yang hidup dari bakteri B. thuringiensis dapat menyebabkan penyakit serangga sehingga dipakai untuk mengendalikan serangga. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Hunsberger (2000) yang menyatakan bahwa sebelum serangga mati,

serangga akan berhenti makan (berhenti merusak tanaman) setelah menelan


(64)

Tin pemberian histogram

Gam

3. Jumla

Da dilihat pad bahwa pe sedangkan hasil yang Rataan ngkat perse n jenis insek m dibawah in

mbar 14. His

ah Nimfa R

ata pengama da lampiran erlakuan pa n pengamat g berbeda ny

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Rataan entase ham ktisida yang ni.

stogram P Terhadap

R. linearis

atan jumlah n 11, 12 dan

ada pengam tan 61 dan yata dapat d I

ma pengger g digunaka

Persentase Pemberian

h nimfa ham an 13. Dari

matan 52 70 hst hasi dilihat pada I Penga

rek polong an selama p

Serangan Jenis Insek ma penghisa hasil analis hst menun ilnya sanga tabel 3. II amatan

(E. zincke

enelitian da

(%) E. z

ktisida

p polong (R

sa sidik rag njukkan ha at nyata. Un

III

enella) terh apat dilihat

zinckenella

R. linearis) gam dapat d asil yang n

ntuk menge A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 hadap pada a dapat dilihat nyata, etahui


(65)

Tabel 3. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah Nimfa R. linearis pada pengamatan 52, 61 dan 70 hst.

Perlakuan

Pengamatan

I (52 hst) II (61 hst) II (70 hst)

A0 (kontrol) 4,33a 8,33a 9,33a

A1 (biji sirsak) 0,67b 0,00c 0,00c

A2 (biji jarak) 1,33b 0,67b 0,33c

A3 (biji mengkudu) 1,67b 0,33c 0,33c

A4 (kimia) 2,00ab 0,00c 0,67b

A5 (B. Thurngiensis) 2,33a 1,00b 1,00b

A6 (B. Bassiana) 3,67a 1,33b 2,00b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan.

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 52 hst menunjukkan hasil yang nyata. Jenis insektisida yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah nimfa R. linearis. Perlakuan A1 (insektisida larutan biji sirsak) merupakan insektisida yang paling efektif dalam menekan jumlah nimfa R. linearis yaitu dengan rataan sebesar 0,67 diikuti oleh A2 (larutan biji jarak), A3 (larutan biji mengkudu), dan A4 (kimia) berturut-turut 0,67 %, 1,33 % dan 2,00 %. Hal ini berarti larutan biji sirsak memiliki kandungan senyawa racun berupa acetogenin yang bersifat sebagai insektisida lebih baik dibandingkan dengan insektisida lainnya. Hal ini sesuai dengan Komansilan dkk (2012) yang menyatakan bahwa acetogenin pada biji sirsak bertindak sebagai insektisida, acaricide, antiparasit dan bakterisida. Biji sirsak mengandung annonacin, bullatacin, annonin VI, goniothalamin, dan senyawa bioaktif sylvaticin yang dapat membunuh serangga hama.


(66)

Da menunjuk menekan A2 (laruta nabati yan dibanding insektisida kandungan ini sesuai tanaman s biji. Tin pemberian histogram Gambar 1 1 Rataan ari Tabel kkan hasil y

jumlah nim an biji jarak

ng digunak gkan dengan

a nabati y n senyawa

dengan R sebagai pes

ngkat juml n jenis insek m dibawah in

5. Histogram Insektisida 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 3. diketah yang sanga mfa R. line

k) dan A3 ( kan lebih e n insektisid ang diguna yang lebih Riyadhi (200 tisida nabat lah nimfa ktisida yang ni

m Jumlah a

I

hui bahwa at nyata. In

earis yaitu (laritan biji fektif dalam da kimia da

akan beras baik diban 08) yang m ti adalah be

hama peng g digunaka

Nimfa R.

II Pengamat pada pen nsektisida A1 (laruta mengkudu) m menekan an agens h al dari bij ndingkan ba menyatakan

eracun, teru

ghisap polo an selama p

linearis T tan

ngamatan 6 yang palin an biji sirs ). Hal ini be n jumlah ni hayati. Hal i tanaman agian tanam bahwa kes utama terda

ong (R. lin

enelitian da

Terhadap P III

61 dan 70 ng efektif d sak) diikuti

erarti insek nimfa R. lin

ini dikaren yang mem man lainnya

seluruhan b apat pada b

nearis) terh apat dilihat Pemberian A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 0 hst dalam oleh ktisida nearis nakan miliki a. Hal bagian bagian hadap pada Jenis


(67)

4. Jumlah Larva E. zinckenella

Data pengamatan jumlah Larva hama penggerek polong (E. zinckenella) dapat dilihat pada lampiran 14, 15 dan 16. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pada pengamatan 52 hst menunjukkan hasil yang nyata, sedangkan pengamatan 61 dan 70 hst hasilnya sangat nyata. Untuk mengetahui hasil yang berbeda sangat nyata dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Jumlah Larva E. zinckenella pada pengamatan 52, 61 dan 70 hst.

Perlakuan

Pengamatan

I (52 hst) II (61 hst) III (70 hst)

A0 (kontrol) 44,33a 54,00a 33,00a

A1 (biji sirsak) 29,67a 19,33b 16,67b

A2 (biji jarak) 26,33b 24,00b 11,67b

A3 (biji mengkudu) 23,33bc 18,67b 9,67bc

A4 (kimia) 14,33c 5,67c 2,33c

A5 (B. Thurngiensis) 30,00a 19,67b 12,33b

A6 (B. Bassiana) 29,33ab 22,33b 13,33b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 52 hst pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah larva E. zinckenella. Diketahui bahwa perlakuan A4 (kimia) paling efektif dalam menekan jumlah

larva E. zinckenella dengan rataan sebesar 14,33, diikuti oleh perlakuan A3 (larutan biji mengkudu) yaitu 23,33. Hal ini berarti senyawa kimia klorpirifos

sangat beracun terhadap hama penggerek polong E. zinckenella sehingga mampu menekan jumlah larva bahkan membunuh serangga hama tersebut. Klorpirifos


(68)

merupakan senyawa kimia golongan organofosfat berupa kristal yang dapat menghambat perkembangan atau bahkan membunuh serangga hama. Hal ini sesuai dengan Venugopal dkk (2012) yang menyatakan bahwa Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal yang cukup beracun dan paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun.

Diketahui bahwa pada pengamatan 61 hst hingga 70 hst berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah larva E. zinckenella. Insektisida yang paling efektif dalam menekan jumlah larva E. zinckenella dari pengamatan pertama hingga

terakhir yaitu A4 (kimia). Namun, pada pengamatan 70 hst perlakuan A3 (larutan biji mengkudu) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A4 (kimia).

Hal ini berarti insektisida nabati A3 juga efektif dalam menekan jumlah larva

E. zinckenella dibandingkan dengan insektisida nabati A1, A2, A5, dan A6. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa beracun yang terdapat dalam biji mengkudu juga efektif membunuh larva E. zinckenella dengan cara menghambat perkembangan serangga hama tersebut. Hal ini sesuai dengan Hayani dan Fatimah (2004) yang menyatakan bahwa ekstrak biji mengkudu memiliki daya insektisida yang dapat menghambat perkembangan serangga hama.

Tingkat jumlah larva hama Penggerek polong (E. zinckenella) terhadap pemberian jenis insektisida yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada histogram dibawah ini


(69)

Gambar 1

5. Produk

Da lampiran perlakuan Pe dapat dilih Tabel 5. P

A0 (kont A1 (biji s A2 (biji j A3 (biji m A4 (kimi A5 (B. Th

A6 (B. B

Keteranga Rataan 6. Histogra Insektisi ksi ata pengam 17. Dari h menunjukk ngujian de hat pada tab Pengaruh Jen Perlak trol) sirsak) jarak) mengkudu) ia) Thurngiensis assiana) an: Angka-a sama be Jarak Du 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 am Jumlah ida atan produk hasil analis kan hasil ya

ngan Uji J bel 5. nis Insektisi kuan s) angka yang erarti tidak uncan. I

Larva E. z

ksi dan daf sa sidik ra ang sangat n Jarak Dunc

ida Terhada

g diikuti ole k berbeda n I

Pengam

inckenella

ftar sidik ra agam dapat nyata.

can terhada

ap Produksi R

eh huruf ya nyata pada II

matan

Terhadap P

agamnya da dilihat ba

ap rataan p

i Biji Kedela ataan (kg/pl 1,08d 2,00a 1,79b 1,83bc 2,23a 1,95ab 1,71c ang sama pa

taraf 5% III Pemberian apat dilihat ahwa pemb produksi ke ai lot) ada kolom berdasarkan A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 Jenis pada berian edelai yang n Uji


(70)

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi jenis insektisida terhadap jumlah

produksi tanaman kedelaidisajikan pada Tabel 5. Dapat dilihat bahwa pemberian

perlakuan memberikan hasil yang nyata pada jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (kimia) yaitu 2,23 ton/ha, diikuti

oleh perlakuan A1 (larutan biji sirsak) sebesar 2,00 ton/ha dan A5 (agens B. Thurngiensis) sebesar 1,95 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa

insetisida kimia masih tetap lebih unggul dibandingkan insektisida nabati atau agens hayati. Namun mengingat dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekologi yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dan sebaliknya menguntungkan bagi OPTnya. Hal lain yang timbul kemudian adalah resurjensi, resistensi, dan keracunan pada pengguna pestisida, binatang peliharaan, satwa liar, organisme bukan sasaran lainnya dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan Prayogo dan Suharsono (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan insektisida kimia relatif mahal dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, dan pencemaran lingkungan khususnya terhadap kesehatan manusia.

Dapat diketahui bahwa perlakuan A1 (larutan biji sirsak) dan A5 (agens hayati B. thurngiensis) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

dengan perlakuan A4 (Kimia). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan A1 dan A5 juga dapat menekan serangan hama polong pada tanaman kedelai sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil produksi. Diketahui bahwa kehilangan hasil akibat serangan hama polong pada pertanaman kedelai dapat mencapai hingga 80%. Hal ini sesuai dengan Marwoto dan Saleh (2003) yang menyatakan bahwa hama


(1)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 28 31 40 99,00 33,00

A1 13 18 19 50,00 16,67

A2 18 15 2 35,00 11,67

A3 10 17 2 29,00 9,67

A4 2 2 3 7,00 2,33

A5 12 16 9 37,00 12,33

A6 11 19 10 40,00 13,33

Total 94,00 118,00 85,00 297,00

Rataan 13,43 16,86 12,14 42,43 14,14

Data Transformasi √x +0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 5,34 5,61 6,36 17,31 5,77

A1 3,67 4,30 4,42 12,39 4,13

A2 4,30 3,94 1,58 9,82 3,27

A3 3,24 4,18 1,58 9,00 3,00

A4 1,58 1,58 1,87 5,03 1,68

A5 3,54 4,06 3,08 10,68 3,56

A6 3,39 4,42 3,24 11,05 3,68

Total 25,06 28,09 22,14 75,29

Rataan 3,58 4,01 3,16 10,76 3,59

Daftar sidik ragam data transformasi

SK db JK KT F.hit F.0,05 F.0,01

Blok 2,00 2,54 1,27 2,02 tn 3,88 6,93

Perlakuan 6,00 27,49 4,58 7,30 ** 3,00 4,82

Galat 12,00 7,53 0,63

Total 20,00 37,56

FK = 269,94 tn = Tidak Nyata

KK = 22,10 * = Nyata

** = Sangat Nyata


(2)

Uji Jarak Duncan

Sy 0,46

0,27 1,52 1,75 2,02 2,13 2,57 4,20

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 3,08 3,23 3,33 3,36 3,40 3,42 3,44

LSR 1,41 1,48 1,52 1,54 1,56 1,56 1,57

Perlakuan A4 A3 A2 A5 A6 A1 A0

Rataan 1,68 3,00 3,27 3,56 3,68 4,13 5,77

.a

.b


(3)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 1,12 1,23 0,90 3,25 1,08

A1 1,85 1,91 2,25 6,01 2,00

A2 1,70 1,78 2,19 5,67 1,89

A3 1,72 1,82 1,96 5,50 1,83

A4 2,24 2,08 2,37 6,69 2,23

A5 2,06 1,68 2,11 5,85 1,95

A6 1,62 1,49 1,72 4,83 1,61

Total 12,31 11,99 13,50 37,80

Rataan 1,76 1,71 1,93 5,40 1,80

Data Transformasi √x +0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 1,83 1,94 1,61 5,37 1,79

A1 2,56 2,62 2,96 8,13 2,71

A2 2,41 2,49 2,90 7,79 2,60

A3 2,43 2,53 2,67 7,62 2,54

A4 2,95 2,79 3,08 8,81 2,94

A5 2,77 2,39 2,82 7,97 2,66

A6 2,33 2,20 2,43 6,95 2,32

Total 17,26 16,94 18,45 52,65

Rataan 2,47 2,42 2,64 7,52 2,51

Daftar sidik ragam data transformasi

SK db JK KT F.hit F.0,05 F.0,01

Blok 2,00 0,18 0,09 3,44 tn 3,88 6,93

Perlakuan 6,00 2,42 0,40 15,37 ** 3,00 4,82

Galat 12,00 0,32 0,03

Total 20,00 2,92

FK = 132,00 tn = Tidak Nyata

KK = 6,47 * = Nyata

** = Sangat Nyata


(4)

Uji Jarak Duncan

Sy 0,09

1,50 2,01 2,23 2,28 2,34 2,39 2,62

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 3,08 3,23 3,33 3,36 3,40 3,42 3,44

LSR 0,29 0,30 0,31 0,31 0,32 0,32 0,32

Perlakuan A0 A6 A3 A2 A5 A1 A4

Rataan 1,79 2,32 2,54 2,60 2,66 2,71 2,94

.a

.b

.c


(5)

Gambar Lahan Penelitian

Gambar supervisi dosen


(6)

Gambar Insektisida