Kekerasan Berbasis Gender Perspektif Gender Dalam Undang Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dalam United Nation Declaration of Anti Violence of Women, article 1 tahun 1993 memberkan batasan tentang kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut: Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan bagi perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis termasuk ancaman tindakan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi . Dari definisi tersebut diatas menunjukan bahwa perempuan dewasa dan anak-anak dapat mengalami kekerasan melalui berbagai modus, bisa terjadi di berbagai tempat, dapat berdampak terhadap berbagai aspek, dan dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik perseorangan maupun korporasi. Kementrian Negara Pemberdayaan Wanita RI: 2008

B. Kekerasan Berbasis Gender

Kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, dengan korbannya laki-laki dan perempuan juga. Hal ini terjadi adanya relasi yang tidak seimbang yaitu ada pihak yang diposisikan dalam posisi “superior” dan pihak lainnya diposisikan dalam posisi “inferior”, sehingga ada pihak yang ter-subordinasi. Dalam rumah tangga, pada umumnya yang menjadi pihak superior adalah laki-laki suami, ayah, anak laki- laki sementara pihak inferior adalah perempuan isteri, ibu dan anak perempuan. Yang dimaksud sub-ordinasi adalah pembedaan-pebedaan peran dan posisi terhadap laki-laki dan perempuan yang menempatkan keduanya dalam situasi berlawanan atau saling melengkapi. Bila diperhatikan dengan seksama, pembedaannya cenderung menempatkan perempuan dalam posisi lebih rendah, kurang bernilai dan merugikan. Kristi Poerwandi dan Ester Lianawati:2010 Kristi Poerwandari mengatakan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan kekerasan berbasis gender sering sulit dipahami sehingga sulit pula untuk ditanggulangi secara tuntas. Hal ini dipengaruhi oleh stereotipe dan pola fikir masyarakat yang disosialisasi dan telah terinternalisasi serta diturunkan dari generasi ke generasi, seperti posisi dan peran gender laki- laki dan perempuan yang berdampak terhadap pandangan mengenai pantas atau tidak pantas, boleh atau tidak bolehnya suatu hal dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Gender adalah pembagian peran yang diberikan oleh masyarakat kepada laki-laki dan perempuan, oleh karenanya akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, berbeda dari suatu waktu ke waktu lainnya serta dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan adat istiadatnya. Sementara stereotipe adalah keyakinan yang tidak tepat tetapi terus diulang, didengungkan, dilanjutkan dari generasi ke generasi, dengan menganggap bahwa laki-laki dan perempuan “seharusnya” memiliki karakteristik berbeda yang terbentuk sejak sebelum lahir. Seperti kalau perempuan itu lemah-lembut, pasif, emosional, cerewet, tidak mandiri atau tergantung, sedangkan laki-laki itu perkara, aktif, agresif, rasional dan tegas. Selanjutnya, akibat dari stereotipe dan sub-ordinasi maka perempuan tidak jarang mempunyai multi-peran yai tu peran “ reproduktif ” yaitu melahirkan, menyusui, mengasuh anak, mengurus rumah dan keluarga; peran “ produktif ” yaitu bekerja mencari uang serta peran “ sosial ” seperti terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan misalkan mengurus Posyandu, PKK, pengajian dan lain-lain. Selain dari pada itu, pekerjaan dan kegiatan perempuan kurang dihargai atau tidak dianggap sebagai pekerjaan hal ini disebabkan karena keyakinan tentang karakteristik perempuan yang cenderung “merendahkan”. Seperti peran sebagai ibu rumah tangga sering diucapkan atau dikatakan dengan kalimat “Cuma ibu rumah tangga” atau perempuan bekerja “membantu suami”, padahal tugas seorang ibu rumah tangga sangatlah berat dan sulit diukur dengan waktu, sementara perempuan bekerja tidak jarang dialah yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Perempuan dituntut untuk melakukan berbagai kewajiban, namun pemenuhan hak- haknya sering dilupaka. Dengan kondisi demikian, perempuan lebih mudah mengalami ketidakadilan, menjadi sasaran kesewenang-wenangan dan rentan mengalami kekerasan. Ada beberapa bentuk kekerasan terutama terhadap perempuan dan anak yang dapat dikelompokan ke dalam 5 kategori sebagai berikut Kristi Poerwandi dan Ester Lianawati:2010: 1. Perlakuan salah abuse yang dapat mencederai secara fisik, mental psikis, dan seksual melalui pemukulan, pernyataanucapan, paksaan hubungan seksual dan sebagainya. 2. Tindak eksploitasi exploitation dilakukan untuk memperoleh keuntungan mated, ekonomi dan kepuasan sendiri seperti perdagangan anak, pelacuran, pengemis dan sebagainya. 3. Penelantaran nglected dilakukan dalan bentuk pengabaian melalaikan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dasar sehingga menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan yang tiada henti. 4. Perbedaan perlakuan discrimination dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang berbeda terhadap anak, isteri dengan orang tua dan sebagainya. 5. Pengabaian kondisi berbahaya emergency condition dengan membiarkan anak dan perempuan di wilayah konflik, di pengungsian, menggunakan zat kimia dan dalam keadaan bahaya lainnya.

C. Multi kekerasan dalam KDRT

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

0 9 31

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI INSTITUSI KEPOLISIAN

0 9 58

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENELANTARAN OLEH SUAMI DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

3 29 59

Menuju sistem hukum yang responsif gender dengan undang undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

0 2 3

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 5 18

SKRIPSI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN

0 3 13

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 4 20

PENUTUP IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 2 9

EKSISTENSI UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM AKTUALISASI KONSEP NUSYUZ FIQH MADANI

0 0 9

PROSPEK PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

0 0 12