Studi pembiakan vegetatif bambu betung (Dendrocalamus asper Schult. F.) Backer X. Heyne) dan bambu ampel hijau (Bambusa vulgaris Schard) dengan menggunakan stek buruh dan kultur in-vitro

STUD1 PEMBIAKAN VEGETATIF BAMBU BETUNG
(Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne) DAN BAMBU
AMPEL HIJAU (Bambusa vulgaris Schrad.) DENGAN
SETEK BULUH DAN KULTUR IN WTRO

Oleh
SANDRA ARIFIN AZIZ
94515/AGR

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1999

DAFTAR SINGKATAN
BA, yaitu Benzil Adenin merupakan s u m senyawa zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Sekarang lebih dikenal dengan sebutan BAP.
BAP, yaitu Benzil Amino Purin merupakan suatu senyawa zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin
2,4-D, yaitu 2,4-dichlorophenoxyaceticacid m e ~ p a k a nsuatu senyawa zat pengatur

tumbuh dalam kelompok auksin
GA3, yaitu Giberelic Acid, merupakan suatu senyawa zat pengatw tumbuh dalam kelompok giberelin


HPLC,yaitu High Performance Liquid Chromatograph
IAA, yaitu Indole-3 Acetic Acid, merupakan suatu senyawa zat pengatur tumbuh

dalam kelompok auksin
IBA, yaitu Indole Butyric Acid, merupakan suatu senyawa sitokinin buatan

MST, yaitu Minggu Setelah Tanam

N&

yaitu Naphthaleneacetic acid, suatu senyawa zat pengatur tumbuh dalam kelompok auksin

ppm, yaitu parts per million (mgn)

RINGKASAN
SANDRA ARIFIN AZIZ. Studi Pembiakan Vegetatif Bambu Betung (DendroccJIunus usper (Schults. f.) Backer ex Heyne) dan Bambu Ampel Hijau (&unbusa

vulgmis Sehrad.) dengan Setek Buluh dan Kultur I n Eire (dibimbing oleh Fred

Rumawas sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bambang S. Punvoko, Livy W.

Gunawan, Hajrial Aswidinnoor, Maggy T. Suhartono dan Achmad Surkati Abidin
masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Suatu seri perwbaan dilakukan untuk menentukan waktu tanam yang terbaik,
umur buluh clan letak buluh bahan setek pada bambu betung dan ampel hijau. Pemangkasan pucuk diiakukan untuk meningkatkan persentase setek jadi. Selain perwbaan-perwbaan di lapang dilakukan penyediaan bibit secara kultur in vitro.
Penanaman dilrikukan dengan mernakai setek buluh dua buku yang ditanam
horizontal 10 cm di bawah permukaan tanah. Kriteria pengambilan buluh bahan setek adalah yang sudah terlihat berkayu, yaitu sudah mempunyai percabangan rt 0.5 m.

Pada percobaan pertama, penanaman yang dilakukan setiap bulan selama s a t ,
tahun. Umur buluh yang beragam akibat tidak adanya penelusuran umur, melainkan
hanya memakai bentuk morfologis buluh saja, menghasilkan perilaku penyetekan
yang beragarn. Curah hujan mempengaruhi keadaan internal sebelum penanaman.
Keadaan internal ini mempengaruhi pembentukan tunas awal dd 4 MST. Selanjutnya
intensitas curah hujan berperan dalam keberhasilan penyetekan, walaupun sudah diberikan penyiraman. Curah hujan di atas r 200 mm 1-2 bulan sebelum penyetekan
akan membantu. Hujan yang berlebihan (> 1000 m d 3 bulan pembibitan) akan menyebabkan kematian bibit. Kisaran setek jadi adalah 0.0-58.3% dan 18.8-92.Wuntuk bambu betung dan ampel hijau.
Penelusuran urnur buluh dari saat rebung keluar dilakukan pada percobaan
selanjutnya dengan memperhatikan bagian buluh sebagai bahan setek. Kriteria pengambilan buluh bahan setek adalah yang sudah mempunyai percabangan

* 0.5m (6

dan 5 bulan dari saat rebung keluar berturut-turut untuk bambu betung dan ampel


hijau), 4 dan 8 bulan setelah panjang percabangan f 0.5 m. Didapatkan hasil bahwa
buluh bambu betung muda (6 bulan) tidak dapat dipakai. Buluh-buluh yang lebih tua
(10-14 bulan) merupakan bahan setek yang terbaik, terutama bagian pangkal dan t e

ngahnya. Sebaliknya pada bambu ampel hijau semua bagian buluh dari kisaran 5-13
bulan dari saat rebung keluar dapat dipakai sebagai bahan setek dengan hasil yang
memuaskan. Kisaran setek jadi adalah 17.6-37.7% untuk bambu betung dan 45.292.7% untuk ampel hijau. Hasil analisis daun bambu betung menunjukkan bahwa

pemakaian bahan setek bagian pangkal buluh tidak perlu memperhiitikan kandungan

hara daun tanaman induk, sedangkan untuk bagian ujung buluh sebagai bahan setek
memerlukan kandungan N, glukosa dan sukrosa yang ti&,

tetapi kandungan P, K,

Mg, S i a , pati dan IAA yang rendah. Kandungan IAA clan pati berkorelasi nyata dan
negatif terhadap persentase buku bertunas. Seperti halnya juga dengan bambu be-

tung, bagian ujung buluh bambu ampel hijau sebagai bahan setek mempunyai kandungan pati daun yang berkorelasi nyata dan negatif terhadap persentase buku ber-


tunas.
Perlskuan pernangkasan pucuk tidak memberikan pengaruh yang nyata pada

semua peubah bambu betung, tetapi nyata mempengaruhi jumlah tunas dan persentase buku bertunas 2 dan 4 MST pada arnpel hijau. Tidak ada interaksi antara perla-

kuan bagian buluh dan pemangkasan pucuk terhadap pertumbuhan vegetatif se-tek
buluh bambu b a n g . Pada ampel hijau, interaksi didapatkan pada jumlah tunas dan
persentase buku bertunas rnulai 4 MST sampai akhir pengamatan. Bambu ampel hijau mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih tinggi dari bambu betung. Pemakaian bahan setek yang terlalu muda (6 bulan) menyebabkan kisaran persentase buku
bertunas yang kecil untuk bambu betung (0.0-6.9%/) tetapi relatif lebih besar untuk
bambu ampel hijau (1 1.3-60.0%).
Bagian pangkal buluh pada bambu betung dan arnpel hijau mernberikan hasil
yang terbaik dibandingkan dengan buluh bagian lain. Persentase buku bertunas bagian pangkal nyata tertinggi (5.W)diikuti oleh bagian tengah (1.9%) dan ujung (1.2%)
untuk bambu betung, sedangkan untuk bambu ampel hijau bagian pangkal buluh yang

tidak dipangkas mempunyai persentase buku bertunas tertinggi, yaitu 60.0°/0. Tidak
terdapat korelasi antara persentase buku bertunas dengan peubah-peubah lainnya.
Perbanyakan in vifro merupakan alternatif yang baik untuk bambu betung.
Penanaman biji pada media MS dengan penambahan 2,4D dan Picloram 1 clan 2


ppm yang diibkultur ke media MS dengan penambahan kombinasi BAP dan Kinetin
2 dan 0.5 ppm memperliitkan kalus dengan tonjolan-tonjolan. Tonjolan ini meru-

pakan embrioid, sedangkan tunas majemuk dihasilkan bila biji ditumbuhkan pada
media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Tunas-tunas yang berasal dari biji perturnbuhannya sangat lambat.
Penggunaan buku cabang dari lapang tidak menghasilkan kultur bambu betung yang bersih, tetapi menghasilkan pemanjangan tunas untuk bambu ampei hijau

pada media MS yang tetap bersih sampai tiga bulan. Untuk bambu ampel hijau belum berhasil ditemukan media petbanyakan yang wcok.
Penggunaan eksplan dari kultur bambu betung yang bersih basil percobaan
Ftuhiyat (1998) diperbanyak pada media perbanyakan yang kemudian menjadi sumber eksplan bagi percobaan-perwbaan selanjutnya, yaitu untuk multiplikasi tunas dan
pembentukan a h . Ukuran eksplan pada media perbanyakan in vilro menentukan besarnya persentase tumbuh. Persentase tumbuh tunas yang berasal dari eksplan yang
berukuran sangat kecil (kurang dari 0.5 cm), kecil (0.5-1.9 cm) dan sedang sampai
besar (2 2 cm) pada media perbanyakan MS dengan penambahan BAP dan Kinetin 3
clan 1 ppm adalah berturut-turut 50, 70 dan 10W. Rata-rata jumlah tunas 27.6

*

16.0. Subkultur dilakukan setiap 6 minggu sekali. Setelah dilakukan subkultur terusmenerus pada media perbanyakan dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan gula
yang sama sebanyak 8-10 kali, tqadi permrunan jumlah tunasleksplan. Perubahan
pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh dan gula, akan meningkatkan jumlah

tunas.
Multiplikasi tunas yang terbaik didapatkan pada media MS dengan penambah-

an BAP 1 ppm dan kinetin 0.5 ppm (persentase tumbuh low,jumlah tunadeksplan
12.1 dan panjang tunas 2 42 cm). Penambahan IAA, BAP dan Casein tidak sebaik
penambahan BAP dan Kinetin. Pembentukan akar terbaik tejadi pada media MS

dengan penambahan NAA 2.5 ppm (persentase bertunas dan berakar 66.67%, jumlah
tunadeksplan 1.6, panjang tunas 1.32 cm, jumlah akar/eksplan 7.3 dan panjang akar
0.60 cm), sedangkan penambahan IBA 0-4 ppm tidak berbeda nyata dengan tanpa
IBA Kultur yang telah berhasil diakarkan diaklimatisasi dengan rata-rata persentase

+

kematian 80% padaplrmtlet yang ukurannya < 3 cm, sedangkan padaphtlet pada
ukuran 2 3 cm rata-rata persentase bibit jadi

+ 90%.

STUD1 PEMBIAKAN VEGETATIF BAMBU BETUNG


(Dendrocalamusasper (Schult. f.) Backer ex Heyne) DAN BAMBU
AMPEL HIJAU (Bambusa vulgufis Schrad.) DENGAN
SETEK BULUH DAN KULTUR IN VITRO

Oleh
SANDRA ARIFFN AZIZ
94515lAGR

Diiertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1999

Judul

: STUD1 PEMBIAKAN VEGETATIF BAMBU BETUNG


Nama Mahasiswa

: SANDRA ARIFIN AZIZ

Nomor Pokok

: 94515

Program Studi

: Agronomi

(DendrocaIamus asper Schult. F.) Backer ex Heyne) DAN
BAMBU AMPEL HUAU (Bambusa vulgaris Schrad.) DENGAN MENGGUNAKAN SETEK BULUH DAN KULTUR
IN VITRO

Menyetujui:
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fred Rumawas

Ketua

Dr. Ir. Bambane S. Purwoko
Anggota

Prof. Dr. Ir. L i w W. Gunawan
Anggota

,/'

,

Anggota

/

2. Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Sudirman Yahva
Tanggal Lulus: 28 Juni 1999


KATA PENGANTAR
Penulisan disertasi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Pascasarjana, Intht Pertanian Bogor. Judul Disertasi ini adalah

Studi Pembiakan Vegetatif Bambu Betung (DedocaImnus asper (Schult. f ) Backer
ex Heyne) dan Bambu Ampel Hijau (Bambusa vulgmis Schrad.) dengan Setek Buluh
dan Kultur In Vztro, yang terdii dari perwbaan-percobaan di lapang sebanyak 6 buah
dan percobaan-perwbaan di laboratorium kultur in vitro sebanyak 6 percobaan.
Penelitian ini dibiayai oleh Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) dan Direktorat P e m b i i Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Diektorat Jendral
Pendidikan Tinggi lewat dana penelitian Hibah Bersaing III.
Untuk memudahkan membaca tulisan ini singkatan-singkatan dapat dilihat
pada daftar singkatan (halaman i), sedangkan glossary pada halaman 150. Penulis
berharap hasil penelitian ini berguna bagi pembaca.

Bogor, November 1999

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1959 dari ayah Zainul
M i n Aziz dan ibu Zainar Zen sebagai anak ketiga dari enam bersaudara.
Penulis rnenempuh pendidikan dasar di SDN Blok S I Pagi, Jakarta Selatan

dan lulus pa& tahun 1972, meneruskan ke SMPK IV PSKD Jakarta dan lulus pada
tahun 1975. Setelah itu penulis melanjutkan ke SMAN XI Jakarta dan lulus pada
tahun 1978. Penulis rnelanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1982. Pendidikan 52 diambil penulis pada tahun
1985 pada Program Studi Agronomi, InStitut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun
1990, mulai tahun1994 penulis mengikuti Pendidikan S3 pada Program studi yang

sama di Program Pascasarjana Institut P&an

Bogor.

Sejak tahun 1985 penulis diangkat sebagai Staf Pengajar di Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sarnpai sekarang.
Penulis menikah pada tahun 1982 dengan Dian Achmad Kosasih Martalogawa dan sekarang sudah mempunyai putra dan pum, Nisa Nur Hasanah dan Achmad
Zakaria.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih yang sebesar-besamya saya sampaikan kepada Dr. Ir. Fred
Rumawas selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan saran
dalam perencanaan, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi ini. Pembimbingan ini bukan hanya beliau berikan pada pendidikan S3, tetapi juga pada S1 dan
52. Beliau dan keluarganya adalah juga mempakan keluarga saya. Penghargaan

yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, Dr.
Ir. fivy W. Gunawan, Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono

dan Prof. Dr. Ir. Achmad Surkati Abidi masing-masing selaku Anggota Komisi

pembimbing atas saran-saran dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi
ini.
Penghargaan dan ucapan terima k&ih d i s a m p h .
1.

Kepada T i manajemen program Doktor (TMPD) Duektorat Jendral Pendidikan
Tinggi atas pernberian kesempatan belajar pada Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor serta bantuan biaya hidup clan s e b ~ i a nbiaya penelitian.

2. Kepada Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah

memberikan kesempatan belajar serta kepada staf pengajar yang telah membekali
ilmu.
3. Kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat,

DMTI yang telah memberikan biaya penelitian melewati Hibah Bersaing 111.
4.

Kepada Ketua Jurusan Budidaya Pertanian yang telah memberikan ijin mengikuti
pendidikan S3.

5.

Kepada UPT Kebun-kebun Percobaan IPB, Laboratorium Biokimia Balitbio dan
Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian IPB atas fasilitas di
lapang dan laboratorium.

6. Kepada Yayuk, Listi, Munif, Pak Ade, ternan-teman di Jurusan Budidaya
Pertanian IPB, rekan-rekan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya
Pertanian IPB dan rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana IPB, atas segala
dorongannya selama penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini.

7.

Kepada Tri Mulyaningsih dan Hesti yang selalu membantu sampai tulisan ini
selesai. Dewi, Tina, Bonar dan Reta yang telah membantu pelaksanaan percobaan-percobaan di lapang.

8. Kepada Papa dan Bapak yang telah tiada yang selalu mendorong untuk sekolah
yang lebih tinggi, Mama dan Mamah atas dorongannya dan semua kakak dan
adii Nenin, Dila, Mona, Ii dan Reza atas dukungan semangat.
9. Kepada suami dan anak-anak yang tercinta Ian, Nisa dan Kaka atas segaia doro-

ngan semangat, kesabaran, perhatian d m pengertian serta pengorbanan yang
diberikan selama saya mengikuti studi di program S3 ini.
10. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu, baik secara material maupun

spiritual sehingga penelitian dan penulisan disertasi dapat diselesaikan.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan para penentu
kebijakan dalam pengembangan pertanian.

Bogor, November 1999

A S~ecialistis:
Somebody who knows more and more about less and less, untilhe knows
everything about nothing (Prof Dr. Bachtiar Rivai, 1958, quoted by Fred
Rumawas)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................

I

RINGKASAN ............................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ................................................................................

viii

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................

ix

UCAPAN TERlMA KASM .......................................................................

x

DAFrAR IS1 ..............................................................................................

xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

xviii

DAETAR GAMBAR ..................................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xxiii

1.

PEWDAHULUAN ............................................ :.............................

1

1.1. Latar Belakang ........................................................................

1

...................................................................
1.3. Hipotesis .................................................................................

2

1.2. Tujuan Penelitian

I1.

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
2.1. Jenis Pertumbuhan Bambu ..................................................
2.2. Bambu Betung (Dendrocalamusq e r (Schult. E) Becker ex
Heyne) .................................................................................
2.3. Bambu Ampel Hijau (Bmnbusa vtrlgaris Schrad) ...................
2.4. Perbanyakan Secara Generatif ..............................................

2.5. Perbanyakan Secara Vegetatif .........................
....

................

2.6. Faktor-faktoryang M e m p e n g d Perbanyakan secara Vegetatif .......................
.
.
.
............................................................
2.6.1. Anatomi ....................
...

..........................................
2.6.2. Morfologi ......................... .
.
....................................
2.6.3.Umur dan suplai asimilat ....................... . . . . . .
.....
2.6.4. Musim ...................... .
.
........................................

4

xiii

III.

2.6.5. Bahan perbanyakan ...................................................

19

2.7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Berkurangnya Kapasitas Pembentukan Akar Selama Pendewasaan ..........................

20

2.8. Kultur In Vitro ........................................................................

22

PENGARUH BAGIAN BULUH TERHADAP KEBERHASILAN
TUMBUH SETEK BULUH BAMBU BETUNG DAN AMPEL
HUAU YANG DITANAM SETIAP BULAN SELAMA SATU
.....................................................................................
TAHUN

24

3.1. Pendahuluan ...........................................................................

24

3.2. Metode Perwbaan ..................................................................

24

3.3. Pelaksanaan Percobaan ...........................................................

25

3.4. Pengamatan ............................................................................

27

3.5. Hasil dan Pembahasan ............................................................

27

3.5.1. Betung ........................................................................

27

3.5.1.1. Jumlah Tunas ..............................................

29

3.5.1.2.

Panjang Tunas .............................................

30

3.5.1.3.

Persentase Buku Bertunas ...........................

32

3.5.1.4.

Jumlah Buku Berakar ................................

35

3.5.1.5.

Bobot Basah Akar,Bobot Kering Akar,B o b t
Basah Tajuk dan Bobot Kering Tajuk ..........

36

Jumlah Tunas Bercabang ....................... ..... .

36

3.5.1.7.

..
3 .5.2. Ampel H~jau ........................................................

38

..........
3.5.2.2. Panjang Tunas ................................... ..........
3.5.2.3. Jumlah Buku Berakar .........................
.
.
.
...

39

3.5.2.4. Persentase Buku Bertunas ............................

42

3.5.2.5. Bobot Basah Akar ......................................

44

3.5.2.6. Bobot Kering Akar ....................................

44

3.5.2.7. Bobot Basah Tajuk ...................................

45

3 S.2.1. Jumlah Tunas .....................
........

3.5.2.8.

Bobot Kering Tajuk .......................
....

3.5.2.9.

Jumlah Tunas Bercabang .............................

.....

39
42

45
45

3.6. Kesimpulan ............................................................................

IV.

PENGARUH Uh4URDAN BAGIAN BULUK BAMBU BETUNG
(Dend2.ocaIumusasper) DAN BAMBU AMPEL HIJAU (Bambusa
vulgaris)TERHADAP KEBERHASILAN PERBANYAKAN
DENGAN MEMAKAI SETEK BULUH DUA BUKU ...................

.........................................................................
4.2. Bahan dan Metode Percobaan ..........................................
4.2.1. Pelaksanaan Percobaan ...............................................

4.1. Pendahuluan

4.3. Hasil dan Pembahasan

............................................................

4.3.1.1.

Keadaan Umum ..........................................

4.3.1.2.

Jurnlah Tunas per Buku ........................

4.3.1.3.

Panjang Tunas ..........................................

4.3.1.4.

Persentase Buku Bertunas ...........................

4.3.1.5. Diameter Buluh, Bobot Basah clan Kering

Tajuk, Bobot Basah dan Kering Akar, Persentase Setek Hidup dan Persentase Setek Ber-

cabang .....................................................

4.3.1.6.

Kandungan Daun Bahan Setek ....................

4.3.1.7.

Korelasi Antar Peubah ................................

4.3.2.1.

Keadaan Umum ..........................................

4.3.2.2.

Jumlah Tunas per Buku ...............................

4.3.2.3.

Panjang Tunas ........................................

4.3.2.4. Persentase Buku Bertunas dan Bercabang
4.3.2.5.

...

Bobot Basah dan Kering Tajuk, Bobot Basah
dan Kering Akar .........................................

4.3.2.6. Diameter Bahan Setek

.................................

4.3.2.7.

Kandungan Daun Bahan Setek ....................

4.3.2.8.

Korelasi Antar Peubah ................................

4.4. Kesimpulan ..........................................................................
4.5. Dab Pustaka

V.

........................................................................

PENGARUH PEMANGKASAN PUCUK DAN BAGIAN BULUH
TERHADAP KEBERHASILAN TUMBUH SETEK BULUH
BAMBU BETUNG DAN AMPEL HUAU ......................................
5.2. Metode Perwbaan

..................................................................

................................................................
5.3. Hasil dan Pembahasan ............................................................
5.3.1. Betung ........................................................................
5.3.1.1. Jumlah Tunas per Buku ................................
5.3.1.2. Panjang Tunas .............................................
5.3.1.3. Persentase B u h Be...........................
5.3.1.4. Bobot Tajuk dan Akar .................................
5.3.1.5. Kadungan Daun Bahan Setek ......................
5.3.1.6. Korelasi Antar Peubah ..............................
5.3.2. Arnpel Hijau ........................
. . . .................................
5.3.2.1. Jumlah Tunas per Buku .........................
.
...
5.3.2.2. Panjang Tunas .....................
.
.
................
5.3.2.3. Persentase Buku Bertunas ...........................
5.3.2.4. Persentase Tunas Bercabang .......................
5.3.2.5. Diameter Buluh ......................................
5.2.2. Pengamatan

5.3.2.6. Bobot Akar dan Tajuk

................................

5.3.2.7. Kandungan Daun Bahan Setek ....................
5.4.

Kesimpulan ........................ .
.
.
.........................................

5.5.

Daftar Pustaka .....................................................................

VI .

PERBANYAKAN IN UTRO BAMBU BETUNG DAN AMPEL
HIJAU .........................................................................................
6.1. Pendahuluan .......................................................................
6.2. Pengaruh Auksin 2. 4 D dan Picloram pa& Perkecambahan

Eksplan Biji Bambu Betung ...................................................
6.2.1. Tujuan Percobaan .......................................................
6.2.2. Bahan dan Metode Percobaan .....................................
6.2.3. Hasil ...........................................................................
6.3. Pengaruh Kombinasi BAP dan Kinetin terhadap Pertumbuhan

dan Perkernbangan Eksplan Potongan Buku Cabang Bambu
Betung dan Arnpel Hijau ..........................................................
6.3.1. Tujuan Percobaan .....................................................
6.3.2. Bahan dan Metode Percobaan .....................................
6.3.3. Hasil dan Pembahasan .................................................
6.4. Eksplan Tunas Bambu Betung dalam Subldtur

.....................

6.4.1. Pengaruh Kombinasi IAA, BAP dan Casein terhadap

Multiplikasi Tunas Bambu Be.tung ................................

........................................
6.4.1.2. Bahan dan Metode Perwbaan .....................
6.4.1.3. Hasil dan Pembahasan ...................
....
.....
6.4.1.3.1. Persentase Tumbuh ...........................

6.4.1.1. Tujuan Percobaan

6.4.1.3.2. Jumlah TunaslEksplan dm Panjang

Tunas .......................
.
....................

6.4.2. Pengaruh Kombinasi BAP dm Kinetin terhadap Multi-

plikasi Tunas Bambu Betung ..................................
6.4.2.1. Tujuan Perwbaan ................................
6.4.2.2. Bahan dan Metode Percobaan .....................
6.4.2.3. Hasil dan Pembahasan .................................
6.4.2.3.1. Persentase Tumbuh ...................
6.4.2.3.2. Jumlah Tunas/Eksplan ................
6.4.2.3.3. Panj ang Tunas .................................

xvii
6.4.3. Pengaruh Pemberian IBA pa& Pembentukan Akar Eks-

plan Tunas Bambu Betung .......................................

112

6.4.3.1.

Tujuan Perwbaan ......................................

112

6.4.3.2.

Bahan dan Metode Percobaan .....................

112

6.4.3.3.

Hasil dan Pembahasan .................................

113

6.4.4. Pengaruh Pemberian NAA pa& Pembentukan Akar

Eksplan Tunas Bambu Betung ....................................

114

6.4.4.1.

Tujuan Percobaan ........................................

114

6.4.4.2.

Bahan dm Metode Percobaan .....................

114

6.4.4.3.

Hasil dan Pembahasan .................................

114

6.4.4.3.1.

PersentaseTumbuh ...................

115

6.4.4.3.2.

Jurnlah Akar .............................

115

.......................................
Pembahasan ...........................................................................
Kesimpulan ............................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................

6.6. Aklimatisai Plantlet Bambu Betung

115

6.7.

117

6.8.
6.9.

W . PEMBAHASAN .....................
.
..................................................
VIII . KESWULAN ..............................................................................
IX. DAFTAR PUSTAKA ......................
.........
.................................
LAMFIRAN .............................
.
..............................................................
GLOSSARY ......................
. . . ...................................................................

118
119
121
128
129
135
150

DAFTARTABEL

Halaman

No.
3.1.

Pengaruh Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Jumlah Tunas per
Buku Bambu Betung pada 12 MST yang Ditanam Setiap Bulan
Selama Satu Tahun ........................................................................

30

Pengaruh Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Panjang Tunas Bambu
Betung pada I2 MST yang Ditanarn Setiap Bulan Selama Satu
Tahun ............................................................................................

31

Akumulasi Curah Hujan
.. Dua Mingguan Selama Penanaman Bambu
Betung dan Ampel Hqau ...............................................................

32

Pengaruh Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Perseniase Buku Bertunas Bambu B m g pada 12 MST yang atanam Setiap Bulan
Selma Satu Tahun ..........................................................................

34

Nilai Pengamatan Beberapa Peubah Akibat Pengaruh Bagian Buluh
Bambu Betung Bagian fangkal, Tengah dan Ujung Minggu ke-12
Penanaman November 1995 sampai dengan Oktober 1996 ............

37

Jumlah Tunas Akibat Penganih Buluh Bambu Ampel Hijau Bagian Pangkal, Tengah dm Ujung Munggu ke-2 sampai dengan ke-12
Penanaman November 1995 sampai dengan Oktober 1996 dan
Curah Hujan Kumulatif Selama Penanaman ..............................

40

Pengaruh Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Panjang Tunas Bambu
Ampel Hijau pada 12 MST yang Ditanam Setiap Selama Satu
Tahun ..............................................................................................

41

Nilai Pengamatan Beberapa Peubah Akibat Pengaruh Bagian Buluh
Bambu Ampel Hijau Bagian Pangkal, Tengah dan Ujung Minggu
ke-12 Penanaman November 1995 sampai dengan Oktober 1996 ..

43

Pengaruh Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Persentase Buku Bertunas Bambu Betung pada 12 MST yang Ditanam Setiap Selama Satu
Tahun ..............................................................................................

44

Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Jumlah Tunas
......................
Bambu Betung pada 2-24 MST ...........................
.

55

Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Panjang Tunas
.....................
Bambu Betung pada 2-24 MST ..........................
.
.

56

xix
Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur Buluh dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Panjang Tunas Bambu Betung pada Umur 6 MST..

56

Pengaruh Umur Buluh dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata Persentase Buku Bertunas Bambu Betung pada 2-24 MST ......................

57

Pengaruh Umur dan Bagian Buluh terhadap Bobot Basah dan Kering
Tajuk, Bobot Basah dan Kering Akar, Persentase Setek Hidup dan
Persentase Setek Bercabang Bambu Betung ..................................
Pengaruh Umur Buluh dan Bagian Buluh Terdadap Kandungan Daun
Bahan Setek Bambu Betung ..........................................................
Korelasi Persentase Buku Bertunas Buluh Bagian Pangkal, Tengah,
Dan Ujung, Umur Buluh 10 Bulan dan 14 Bulan dengan Kandungan
Dam Bahan Setek Bambu Betung .................................................
Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Serta Interaksinya Terhadap Ratarata Jumlah Tunas Bambu Ampel Hijau ........................................
Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Serta Interaksinya Terhadap Ratarata Panjang Tunas Bambu Ampel Hijau .......................................
Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Serta Interaksinya Terhadap Ratarata Persentase Bdcu Bertunas dan Bercabang Bambu Ampel Hijau
Pengaruh Umur dan Bagian Buluh serta Interaksinya terhadap Bobot
Basah dan Kering Tajuk, Bobot Basah dan Kering Akar Bambu
... ....................................................
Ampel Hijau ....................
Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Serta Interaksinya Terhadap Kandungan Daun Bahan Setek Bambu Ampel Hijau ............................
Korelasi Persentase Buku Bertunas Buluh Bagian Pangkal, Tengah
dan Ujung, Umur Buluh 5 Bulan, 9 Bulan dan 13 Bulan dengan Kandungan Daun Bahan Setek Bambu Ampel Hijau ............................
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Jumlah Tunas per Buku Bambu Betung pada 2-12 MST ................
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Panjang Tunas Bambu Betung pada 2-12 MST ............................
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Persentase Buku Bertunas Bambu Betung pada 2-12 MST .............
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Jumlah Tunas Tiap Buku Bambu Ampel Hijau pada 2-12 MST .....
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Panjang Tunas Tiap Buku Bambu Ampel Hijau pada 2-12 MST ...

Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Rata-rata
Persentase Buku Bertunas Bambu Ampel Hijau pada 2-12 MST ....
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Terhadap Persentase Setek Bercabang (Oh)Bambu Ampel Hijau pada 12 MST ........
Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Bagian Buluh Bambu Ampel
Hijau Terhadap Rata-rata Bobot Aka. dan Tajuk .......................
Kalus pada Media MS dengan Penambahan 2,4 D dan Picloram ....
Persentase Tumbuh Bambu Betung pada MS dengan Penambahan
BAP dan Casein ...................................................................
Jumlah TunadEksplan dan Panjang Tunas Bambu Betung pada
Media MS dengan Penambahan IAA,BAP dan Casein ..................
Persentase Tumbuh Bambu Betung pada Media MS dengan Penambahan BAP dan Kinetin.. ...................................................
Jumlah TunadEksplan dan Panjang TunasBambu Betung pada
Media MS dengan Penambahan BAP dan Kinetin .........................
Jurnlah Tunas/Eksplan, Panjang Tunas,Jumlah Cabanflksplan,
Jumlah Akar dan Panjang Akar Hasil Media Pembentukan Akar MS
Yang Diperkaya dengan IBA .........................................................
Jumlah TunasEksplan, Panjang Tunas, Jumlah Akar, Panjang Akar
dan Persentase Tumbuh Percobaan Pembentukan Akar Menggunakan
Media MS dan NAA ......................................................................

DAFTAR GAMBAR

Halaman

No.

1.1.

Bagan Alir Percobaan ..................................................................

3

2.1.

Sistem Percabangan Rhizome (Ueda, 1960) ..................................

6

2.2.

Pertumbuhan Rebung Menjadi Buluh pada Bambu Ampel Hijau ...

7

2.3.

Rumpun Bambu Betung (DeMb.a,alamusasper (Schult. f.) Backer

.............................
Cabang Bambu Betung ..................................................................
Rumpun Bambu Ampel Hijau (Bambusa vulgaris Schrad.) dengan

ex Heyne) dengan Buluh-buluhnya yang Rapat

9
9

Buluh-buluhnya yang Berwama Hijau Tua dan Licin, Bemkuran
Sedang ..........................................................................................

10

Cabang Bambu Ampel Hijau .........................................................

10

Susunan Ikatan Pembuluh pad8 Buku (Liese, 1980) ......................

-

I5

Potongan Longitudinal Diagramatik dari Sebuah Rebung Muda
(Mc. Clure, 1966) ..........................................................................

17

Perubahan Aktivitas Peroksidase yang Larut dan Konsentrasi Auksin
Selama Fase Lnduksi dan Inisiasi Pembentukan Akar dan Pembungaan (Gaspar dan Hofinger, 1988) ......................................................

21

Cara Penanaman Stek Buiuh Dua Buku .......................................

26

Akar Keluar pada Tunas yang Baru ...............................................

28

Hubungan Panjang Tunas Bambu Betung 2 MST dengan Curah
Hujan Kumulatif (0-2 MST) (a) dan 4 MST dengan Curah Hujan
Kumulatif (0-4MST) (b) Penanaman November 1995 sampai
Oktober 1996 ..............................................................................

33

Hubungan Persentase Buku Bertunas Bambu Betung 8 MST dengan
Curah Hujan Kumulatif (0-8 MST) pada Penanaman November 1995
sampai Oktober 1996 .....................................................................

34

Hubungan Jumlah Tunas/Buku Bambu Ampel Hijau 4 MST dengan
Curah Hujan Kumulatif (0-4 MST) pada penanaman November 1995
Sampai Oktober 1996 .................................................................

41

Skema Kondisi Buluh Setek dengan Umur yang Berbeda pada Bambu Betung dan Ampel Hijau ...............................................

51

Hubungan Antara Persentase Buku Bertunas dan Curah Hujan Dua
Mingguan pada Percobaan Umur Buluh Bambu Betung ...............
Bibit Jadi Bambu Betung yang Berasal dari Buluh Bemmur 10 BuIan (U2), Bagian Pangkal (Bl), Tengah (B2) dan Ujung Buluh (B3)
Hubungan Antara Persentase Buku Bertunas dan Curah Hujan Dua
Mingguan pada Percobaan Umur Buluh Bambu Ampel Hijau ......
Bibit Jadi Bambu Ampel Hijau dari Bagian Pangkal @I), Tengah (2)
dan Ujung Buluh (33) ...................................................................
Hubungan Persentase Buku Bertunas dan Curah Hujan Dua Mingguan pada Percobaan Pemangkasan Pucuk Bambu Betung .................
Hubungan Persentase Buku Berhmas dan Curah Hujan Dua Mingguan pada Percobaan Pemangkasan Pucuk Bambu Ampel Hijau .......
Embrioid dan Penampang Irisan Membujur pada Media MS
dengan Penambahan Kombinasi BAP 2 pprn dan Kinetin 0.5 pprn
a. Embrioid yang Berupa Bulatan-bulatan pada Pennukaan Kalus
yang Terbentuk pada Media MS + BAP 2 ppm dan Kinetin 0.5
PPm
b. Gambar Mikroskopis Irisan Membujur Embrioid (Pembesaran
4 x 10) .....................................................................................
Penampang Irisan Membujur Shoot Bud pada Media MS dengan
Penambahan Kombinasi BAP 2 pprn dan Kinetin 0.5 pprn
c. Shoot Bud pada Permukaan Kalus yang Terbentuk pada Media
MS + BAP 2 ppm dan Kinetin 0.5 ppm
d. Gambar Mikroskopis Irisan Membujur Shoor Bud (Pembesaran
4 x 10) ...................................................................................
Potongan Buku Ampel Hijau dengan Pemanjangan Mata Tunas ....
Kultur Betung pada Media MS dengan Penambahan BAP 1 ppm dan
. .
K~nettn0.5 ppm ...........................
.
...........................................
Kultur Betung pada Media MS dengan Penambahan NAA 3 pprn
Hasil Aklimatisasi Bambu Betung yang Berasal dari Potongan Buku
Cabang yang Berumur 3 Bulan (Kiri) dan Biji yang B m m u r 1 Bulan
(Kanan) .........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

3.1. Rekapihilasi Sidik Ragam Pengaruh Bagian Buluh Bambu Betung
yang Ditanam Setiap Bulan Selama Satu Tahun ...... .......... ....... ........

135

3.2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Bagian Buluh Bambu Ampel Hijau
yang Ditanam Setiap Bulan Selama Satu Tahun .............. ............... ...

136

4.1. Metode HPLC Karbohidrat (Greenfield, 1990) .............. ............... ...

137

4.2. Analisis Auksin Metode Sandberg, Crozier dan Emstsen (1987) ......

139

4.3. Data Curah Hujan Bulan September 1997 sampai dengan Bulan Juli
1998 ............................................................................................ ,...

140

4.4. Rekapitulasi Sidii Ragam Pengaruh Umur dan Bagian Buluh Bambu
Betung ..............................................................................................

141

4.5. Diameter BulubContoh Bahan Setek Umur dan Bagian Buluh Bambu
......................................................................
Betung .....................

142

4.6. Rekapitulasi Sidii Ragam Setiap Peubah Penganrh Umur dan Bagian
Buluh Bambu Ampel Hijau ......... ..... ............... .......... ..... .......... ........

143

4.7. Data Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Darmaga Bogor per
Periode (14 hari) ..............................................................................

144

4.8. Pengaruh Umur dan Bagian Buluh serta Interaksinya terhadap Diame. . . ......
......
ter Bahan Setek Bambu Ampel Hijau ...................

144

5.1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengamatan Dua Mingguan Pemangkasan
Pucuk Bambu Betung ......................................................................

145

5.2. Rekapitulasi Sidik Ragam Kandungan Daun Bahan Setek dan Pengamatan Akhir Percobaan Pemangkasan Pucuk Bambu Betung ..........

145

5.3. Data Curah Hujan Percobaan Pemangkasan Pucuk Bambu Betung
dan Ampel Hijau ....................
.
......................................................

146

5.4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengamatan Dua Mingguan Pemangkasan
Pucuk Bambu Ampel Hijau ..............:
.....................

146

5.5. Rekapitulasi Sidik Ragam Kandungan Daun Bahan Setek dan Pengamatan Akhir Percobaan Pemangkasan Pucuk Bambu Ampel Hijau . .

146

6.1. Komposisi Media Murashige dan Skoog untuk 10 Liter Media ........

147

6.2. Persiapan Preparat (Metode Sass, 1951)

147

6.3. Rekapitulasi Sidik Ragam Multiplikasi Tunas Bambu Betung dengan
Menggunakan Media MS yang Diperkaya dengan IAA, BAP clan Casein

148

6.4. Rekapitulasi Sidik Ragam Multiplikasi Tunas dengan Memakai Media

MS yang Diperkaya BAP dan Kinetin ..............................................

149

6.5. Rekapitulasi Sidik Ragam Percobaan Pembentukan Akar Bambu betung dengan Menggunakan Media MS yang Diperkaya dengan IBA..

149

6.6. Rekapitulasi Sidik Ragam Percobaan Pembentukan Akar Bambu be-

tung dengan Menggunakan Media MS yang Diperkaya dengan NAA

149

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bambu merupakan tanaman rumput berkayu dengan pertumbuhan yang cepat
dan berkadar selulosa tinggi (Banik, 1980). Penyebaran tanaman bambu meliputi
daerah tropis, sub tropis dan beriklim sedang. Menurut Sharma (1980) terdapat kurang lebih 1-250spesies dari 75 genus yang tersebar di berbagai tempat di dunia dan 9
genus diantaranya yang meliputi 31 spesies dilaporkan tumbuh di Indonesia.
Kebanyakan tumbuhan bambu yang ada merupakan vegetasi liar yang tidak
sengaja ditanam dan merupakan turnbuhan yang paliig cepat tumbuh dibandingkan
jenis-jenis tumbuhan lain. Ternyata ha1 tersebut tidak dapat mengimbangi kebutuhan
manusia. Orang-orang Asia merupakan pengguna bambu yang terbanyak di dunia,
baik untuk diambil rebungnya, maupun buluhnya untuk bahan bangunan, mebel, alat

rumah tangga lain, anyaman, alat musik dan lain-lain. Oleh karenanya bambu-bambu
yang ada di alam berada di ambang kepunahan (De Castro, 1992).
Di Indonesia budidaya bambu belum banyak dilakukan. Masalah yang dihadapi terutama dalam bidang teknologi budidaya, yaitu perbanyakan tanaman. Pada
pertemuan Nasional Strategi Penelitian Bambu (1994) ditetapkan 12 spesies bambu
yang merupakan indikator diptioritaskan di Indonesia, diantaranya adalah bambu
betung (Dendrocalamus asper) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris). Keduabelas
jenis bambu ini masih belum diketahui cara perbanyakan vegetatifhya dengan baik,
terutama waktu pengambilan setek dan bagian tanaman sebasai bahan perbanyakan.
Bambu ampel hijau (Bambusa vulgaris) dikenal mudah diperbanyak dengan
setek buluh dengan nilai persentase setek jadi antara 37.50-78.75% (Aziz el al.,
1998). Sementara keberhasilan setek bambu betung (Dencirocalamus asper) rendah
(Prastowomanan, 1962; Haris, 1992; Suyanto, 1992), dengan persentase setek jadi
antara 0-35 % (Azii Ghuiamahdi dan Adiwirman, 1991).
Menurut Azi el al. (1991), kernungkinan bahan setek buluh bambu betung
dengan umur dan bagian buluh yang berbeda akan menghasilkan keberhasilan tumbuh yang berbeda. Setek dari bagian tengah dm ujung buluh mernberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan bagian pangkal (Bumarlong, 1980; Aziz et al., 1991; Purnama, 1995). Dari hasil penelitian Mc. Clure (1966) diketahui bahwa setek buluh
Bmbusa vulgaris menunjukkan peningkatan keberhasilan sampai buluh bahan setek

berumur lima tahun.
Pada suatu percobaan pendahuluan yang dilakukan pada tiga bulan di akhir
musim kemarau dan tiga bulan di musim hujan didapatkan bahwa akhir musim kemarau adalah wt yang tepa! untuk mengambil bahan setek untuk persentase tumbuh
bibit 2, 3, 4 dan 5 bukdsetek, asal air tersedia cukup pada saat pembibitan (Aziz,
1994).
Pengetahuan mengenai perbanyakan in vitro lebih sediit lagi. Di Indonesia
perbanyakan secara kultur in vitro untuk bambu belum banyak dilakukan. Pada percobaan yang dilakukan oleh Ruhiyat (1998) pada bambu betung didapatkan bahwa
diperlukan penambahan BAP 6 mgA dan kinetin 1 mgA pada media MS untuk inisiasi
awal eksplan dari lapang. Sementara multiplikasi tunas belum terjadi dengan baik

1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini disusun seperti pada Gambar 1.1 dengan tujuan untuk mencari :
(1) Bagian buluh yang terbaik sebagai bahan setek dan waktu penanaman betung dan

ampel hijau yang cocok dalam satu tahun,
(2) Pengaruh umur dan bagian buluh bambu pada perbanyakan dengan memakai setek buluh dua buku yang ditanarn horizontal pada pertumbuhan bambu betung
dan ampel hijau,
(3) Pengaruh pernotongan pucuk dan bagian buluh sebagai bahan setek untuk perbanyakan dengan memakai setek buluh dua buku yang ditanarn horizontal pada
bambu betung dan ampel hijau,
(4) Metode perbanyakan bambu betung dan ampel hijau secara kultur in viiro dengan

memanfaatkan berbagai zat pengatur tumbuh.

I

2 Jenis bambu, dengan perbedsan kemudahan perbanyakan

Mudah
Bambusa vulgaris

I

Agak sulit
Dendrocalatnm asper

1

4
Percobaan Iapang

bulan penanaman
terbaik ddam

Percobaan laboratorium
kultur in vitro

pengarub pemang

Mencari
1. Media multiplikasi tunas
2. Media pembentukan akar
Mencari bqian bulub terbaik

1

AMimatisasi

rbanyahn di lapang dan kultu

Gambar 1.1. Bagan Alir Percobaan

1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
(1) Terdapat perbedaan keberhasilan penanaman setek buluh dua buku bambu be-

tung dan ampel hijau yang ditanam secara horizontal akibat perbedaan bagian
buluh yang digunakan;
(2) Terdapat perbedaan keberhasilan penanaman setek buluh dua buku bambu be-

tung dm ampel hijau secara horizontal akibat pengaruh pemakaian umur dm
bagian buluh yang berbeda;
(3) Terdapat perbedaan keberhasilan penrtnaman setek buluh dua buku bambu be-

tung dan ampel hijau secara horizontal akibat pernotongan pucuk buluh bahan
setek dan bagian buluh yang digunakan;
(4) Terdapat perbedaan hasil multiplikasi tunas dan pernbentukan akar akibat p a

nambahan zat pengatur tumbuh yang berbeda ke dalam media MS pada per
banyakan bambu betung dan ampel hijau secara Mtur in vitro.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis Pertumbuhan Bambu
Bambu berbentuk seperti pohon, tetapi terrnasuk golongan rumput atau Gramineae, sub famili Bambusoidae (Dransfield, 1980). Ada tiga jenis pertumbuhan
bambu, yaitu monopodial, misalnya Melocaena dan PhyZlostac&s, dan jenis pertumbuhan sympodial atau berbentuk rumpun, seperti : Dendrocalamus, Bambusa,
Thysotachys, tipe diantara keduanya (Gambar 2.1), dan yang merumpun dan meman-

jat, yaitu Dinochlcu. Pertumbuhan bambu sympodial merupakan ciri bambu yang
terdapat di daerah tropis, yaitu spesies yang tegak dan membentuk rumpun (Sharma,
1980). Pada Gambar 2.2 dapat dilihat pertumbuhan bambu mulai dari rebung sampai

dengan terbentuknya percabangan.

.*'
2.2. Bambu Betung (~endr@&&?r~~s
asper (Schult. f.) Backer ex
Heyne)
Bambu betung merupakan jenis bambu yang banyak ditanam di Asia tropika

dan merupakan salah satu jenis bambu yang potensial untuk dikembangkan. Jenis
bambu ini t m a s u k banyak disukai orang sehingga sering dimanfaatkan. Laju pertumbuhannya sangat lambat, sehingga hasil yang diperoleh sediiit. Pengambilan buluh secara besar-besaran harus dihindari, karena akan merusak rumpun dan menjaga
agar produksi rebung terus berkelanjutan (Hartutiningsih dan Siregar, 1995).
Jenis bambu ini mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Tinggi buluh
mencapai 20 m dengan diameter buluh sampai 20 cm. Ruas buluh bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya 40-60 cm dengan ketebalan dindingnya 1-1.5 cm.
Panjang pelepah buluh 20-55 cm dengan miang berwama wklat muda keputih-putihan. Cabang-cabang sekunder hanya terdapat di buku-buku bagian atas, cabang primer
lebih besar dari cabang lainnya dan bersifat dominan. Rumpun dan cabang bambu
betung dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan 2.4. Rata-rata rumpun bambu betung dewasa mempunyai 35-55 buluh (Othman el al., 1995).

I. Tipe Monopodial

11. Tipe Sympodial

111. Tipe Intermediat

P h y l l ~ t a c reticutata
~s
(kasus abnormal)

Gambar 2.1. Sistem Percabangan Rhizome (Ueda, 1960)

Gambar 2 2

Pertumbuhan Rebung Menjadi Buluh pada Bambu Ampel Hijau
a Rebung Banbu Ampel Hijau
b Rebung yang Sudah Memanjang
c Buluh yang Sudah Mencapai Tinggi Maksimum (Kanan) dm Buluh yang Mulai Membentuk
Percabangan ( kin)

Bambu betung rnasih dapat tumbuh secara alami sampai ketinggian 1 500 m
di atas permukaan laut (dpl), tetapi tumbuh terbaik pada ketinggian 400-500 m dpl
dengan curah hujan 2 400 mmltahun. Rebung bambu betung mempunyai rasa yang
paling enak. Buluhnya relatif lebih tebal dibandingkan dengan jenis hambu lainnya
dan mempunyai berbagai kegunaan antara lain : untuk saluran air, penampung nira,
dinding rumah yang d i i y a m dan berbagai jenis barang kerajinan (Dransfield dan
Widjaja, 1995).
Di Thailand bambu betung merupakan satu-satunya jenis bambu yang sudah
diusahakan secara komersial (Bhodthipuks, 1981). Luas areal pertanaman bambu
betung di Thailand diperkirakan mencapai 6 000 ha (Dransfield dan Widjaja, 1995).

2.3. Bambu Ampel Hijau (Bambusa vu&&

Schrad)

Bambu ampel hijau termasuk bambu yang berukuran sedang dengan tinggi
buluh 8-20 m. Buluh bambu ampel hijau berwama hijau bersih dan licin. Ruas ber-

ukuran 25-33 cm dengan diameter 4-10 cm dan tebal dinding 7-15 mm. Buku-buku
tegak menonjol, pada buku-buku bawah pertama sampai kedua terdapat lingkaran

akar-akar dan mulai ruas kedua sampai ketiga bercabang tidak teratur. Daun bambu
ini berwama hijau berukuran kecil (Williams dan Rao, 1994). Rumpun dan cabang
bambu ampel hijau dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan 2.6.
Tunas muda bambu ampel hijau tumbuh sangat cepat, dalam dua minggu
dapat tumbuh menjadi buluh muda setinggi 3-4 m dan dapat mencapai 20 m dalam
tiga bulan. Rata-rata bambu ampel hijau dewasa dapat menghasilkan 50-90 buluh
baru per tahun dari rumpun berdiameter 1.5 m (Dransfield dan Widjaja, 1995).
Bambu ampel hijau mudah beradaptasi dengan berbagai macam tanah dan kelembaban, di daerah-daerah dengan ketinggian sampai 700 m di atas permukaan laut
(Sastrapradja el al.. 1977).

2.4. Perbanyakan Secara Generatif
Bambu dapat diperbanyak secara generatif maupun secara vegetatif. Pembi-

akan bambu dengan cara generatif mempunyai kendala, karena sulit mendapatkan biji

bambu. Menurut Sharma (1991), bambu mempunyai umur berbunga yang bermacam-macam mulai dari setiap tahun berbunga (misalnya pada O c h I d r a scriptoria)
sampai 60 tahun sekali (misalnya pada DendrocuImus sirictus). Disamping itu,
sering bunga-bunga yang keluar tidak menghasilkan biji. Kerugian lain bila bambu
berbunga adalah rumpun kemudian dapat menjadi mati.
Terdapat tiga perilaku pertumbuhan generatif bambu yaitu :
1.

Selamanya steril
Bambu-bambu yang tennasuk kelompok ini hampir tidak pernah berbunga. Iika
tanaman berbunga biasanya tidak berbiji. Contoh tipe ini adalah Bambusa wlgaris yang tercatat terakhir kali berbunga lebat pada tahun 1810.

2.

Selalu Berbunga
Jenis bambu ini terus berbunga. Buluh-buluh yang berbunga tetap sehat clan hijau setelah berbunga. Contoh tipe ini adaiah Bambusa urzia yang berbunga sepanjang 100 tahun pengamatan.

-

3. Mempunyai daur pembungaan

Daur pembungaan sering disebut juga daur fisiologi. Ini merupakan periode antara dua pembungaan serentak (gregarious $owering) dari satu spesies yang
sama di wilayah yang sama.
Disamping ke tiga tipe di atas, ditemui jenis bambu dengan pembungaan sporadis atau diluar musim (Banik, 1980). Sering pembungaan diluar musim dianggap
prekursor dari pembungaan serentak dan dapat diidentifikasi dengan ditemukannya
pada rumpun-rumpun yang berbunga, daerah-daerah dengan luasan yang terbatas atau
beberapa rumpun yang berbunga. Buluh-buluh yang berbunga akan mati.

2.5. Perbanyakan Secara Vegetatif
Pembiakan yang umum dilakukan pada bambu adalah dengan cara vegetatif.
Terdapat beberapa cara pembiakan secara vegetatif, yaitu dengan menggunakan anak-

an atau ofset (Banik, 1980), cangkok (Dransfield dan Widjaja, 1995), setek buluh,
setek cabang dan

Dokumen yang terkait

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f) Backer ex Heyne) Pada Berbagai Posisi Batang dan Jenis Perekat

2 80 67

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu (Dendrocalamus asperBacker Ex. Heyne) pada Berbagai Perlakuan Keberadaan Kulit dan Posisi Pengujian

6 91 68

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer Ex. Heyne) pada Berbagai Jumlah Lapisan dan Posisi Pengujian

0 76 70

Peranan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru di SDI al-Ihsan bambu apus Pamulang

0 13 75

Aplikasi Pupuk NPK Tablet dan Jumlah Cabang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris Schard) Apllication of NPK Fertilizer Tablets and the Number of Branches on the Growth and Yield of Watermelon (Citrullus vulgaris Schard)

0 0 6

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f) Backer ex Heyne) Pada Berbagai Posisi Batang dan Jenis Perekat

0 0 10

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f) Backer ex Heyne) Pada Berbagai Posisi Batang dan Jenis Perekat

0 1 11

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu (Dendrocalamus asperBacker Ex. Heyne) pada Berbagai Perlakuan Keberadaan Kulit dan Posisi Pengujian

0 0 12

METODE PENELITIAN - Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer Ex. Heyne) pada Berbagai Jumlah Lapisan dan Posisi Pengujian

0 1 29

Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer Ex. Heyne) pada Berbagai Jumlah Lapisan dan Posisi Pengujian

1 1 11