Sifat Fisis dan Mekanis Laminasi Bambu (Dendrocalamus asperBacker Ex. Heyne) pada Berbagai Perlakuan Keberadaan Kulit dan Posisi Pengujian

  Taksonomi Bambu Betung

  Sekitar 75 genus dan 1.250 spesies bambu ditemui di seluruh dunia, sedangkan di Asia terdapat 14 genus dan 120 species (Mohamed, 1992). Bambu betung (Dendrocalamus asper) sebagai salah satu jenis dari genus

  

Dendrocalamus , merupakan jenis bambu yang banyak dikenal karena berdiameter

  cukup besar bila dibandingkan dengan jenis bambu lain, sekitar 10–18 cm, berdinding tebal, 11–18 mm (Othman, 1995).Jika dibandingkan dengan jenis bambu yang ada, bambu betung lebih memiliki peluang untuk menjadi bahan baku pembuatan hasil produksi laminasi karena bambu betung memiliki dinding batang yang relatif lebih tebal bila dibandingkan dengan jenis bambu lainnya yaitu 10–15 mm(Dransfield, 1980). Sedangkan menurut Morisco (1999) bambu jenis betung mempunyai diameter yang dapat mencapai 20 cm dengan tebal dinding antara 10-30 mm sehingga sebaiknya pembelahan pada jenis bambu ini dilakukan ketika masih keadaan basah. Sebab jika telah kering akan lebih sulit dilakukan karena bambu akan lebih keras.

  Bambu betung dapat digunakan sebagai bahan baku tusuk gigi, sumpit, bahan kerajinan tangan, konstruksi bangunan seperti usuk, reng, bahan baku kertas dan bubur kertas, lantai dan dinding komposit. Rebung betung berukuran besar dan rasanya manis, berat rata-rata 0,8 kg per batang, nilai kalorinya lebih rendah dari jamur dan asparagus (Mohamed, 1992).

  Bambu betung memiliki buluh beludru cokelat pada bagian bawah buluh yang muda sedangkan bagian atasnya tertutup lilin putih yang akan hilang ketika tua. Klasifikasi bambu betung menurut Widjaja (2001) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotiledonae Ordo : Graminales Famili : Graminae Genus : Dendrocalamus Spesies : Dendrocalamus asper Nama daerah : betung, beto (Manggarai), bheto (Bajawa), oopatu (Bima), patung (Tetun).

  Indonesia :Bambu betung Widjaja (2001), menyatakan bahwa bambu betung sangat rentan pertama kali terhadap bubuk kayu kering serta rayap tanah, sementara itu daya tahannya tergantung dari kondisi cuaca dan lingkungan. Bila berada di udara terbuka dan diletakkan diatas tanah, bambu yang tidak terawatt dapat bertahan kurang dari 1-3 tahun, sedangkan dalam keadaan terlindung dapat bertahan 4-7 tahun, bahkan ada yang tahan hingga 10-15 tahun.

  Sifat Anatomi dan KimiaBambu Betung

  Tebal dinding sel serat pada bambu betung (0,90 mikron). Sementara itu bambu betung mengandung ekstraktif larut air dingin (3,59%), larut air panas (5,92%),dan larut alkohol benzen (4,10%). Diameter lumen bambu betung (3,10 mikron). Kandungan holoselulosa bambu betung (73,63%), lignin (27,37%) dan tebal dinding sel serat (0,90 mikron) denganjumlah sel serat bambu betung (32,64%). Jumlah sel pori bambu betung (12,58%). Bambu betung dapat menghasilkan bubur kayu (pulp) lebih banyak, namun kandungan lignin yang relatif lebih banyak maka dibutuhkan bahan kimia yang lebih banyak untuk memisahkan lignin dari pulp agar dihasilkan pulp yang berkualitas (Manuhuwa,2006).

  Dalam penelitian, Wenwei dan Taihui (1995) menunjukkan bagaimana bentuk morfologi dari vascular bundle untuk beberapa genus bambu, salah satunya merupakan genus Dendrocalamus (gambar 1). Sementara itu, Espiloy (2000) menyatakan bahwa perbedaan panjang serat dan frekuensi vascular bundle juga menunjukkan korelasi positif terhadap nilai kekuatan mekanis bambu.

  Gambar 1. Morfologi Vascular bundle pada genus Dendrocalamus

  Ketebalan dinding sel akan sangat mempengaruhi penyusutan. Semakin tebal dinding sel, maka akan semakin besar pula penyusutan yang akan terjadi.

  Selain faktor ketebalan dinding sel, faktor lain yang berhubungan dengan kandungan air dalam bambu adalah jumlah sel pori. Sel pori mengandung air yang lebih banyak dibandingkan dengan sel serat( Manuhuwa dan Loiwatu, 2007).

  Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Betung

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gusti Made Oka (2005) bambu betung memiliki sifat fisis dan mekanis sebagai berikut :

  Tabel 1. Kadar Air Bambu Betung

No. Kode Ukuran Penampang Volume Berat Kadar

3 Benda (cm ) Air uji (%) Lebar Tinggi Panjang Awal Akhir

  (cm) (cm) (cm) (gram) (gram)

  

1. FBP-1 2,027 0,871 2,325 4,1048 2,88 2,54 13,39

  

2. FBP-2 1,971 0,903 2,263 4,0277 2,87 2,56 12,11

  

3. FBP-3 1,927 1,091 2,290 4,8144 3,81 3,39 12,40

Rerata 12,63 Tabel 2. Kerapatan Bambu Betung

No. Kode Ukuran Penampang Volume Berat Kerapatan

3 3 Benda Lebar Tinggi Panjang (cm ) Awal Akhir (gr/cm ) Uji

  (cm) (cm) (cm) (gram) (gram)

  1. FBP-1 1,827 0,771 2,125 2,993 2,96 2,42 0,808

  2. FBP-2 1,571 0,803 2,063 2,603 2,64 2,28 0,876

  3. FBP-3 1,627 0,901 2,090 3,064 3,12 2,36 0,770 Rerata 0,818 Tabel 3. Hasil Pengujian Sifat Mekanis Bambu Betung No. Sifat Mekanis

  Benda Uji Tekan // Tekan Tarik // Geser // Lentur Elastisitas ┴ (F c ) (F c ) (F t ) (F v ) (F b ) (E w )

  ┴ (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)

1. 50,11 45,11 421,44 8,06 110,79 15099,406

  

2. 41,80 46,74 409,51 6,98 98,38 11394,589

3. 58,06 61,33 375,58 7,83 177,23 14744,994

Rerata 50,29 51,06 402,18 7,62 128,80 13746,330

  Berdasarkan penelitian tersebut secara mekanis bambu petung dapat di klasifikasikan kedalam kelas kuat acuan E13.

  Sifat mekanis adalah sifat yang berhubungan dengan ukuran kemampuan bahan untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya (membebani bahan tersebut). Sifat keteguhan lentur suatu bahan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang mengenainya.

  Keteguhan patah merupakan suatu besaran yang menunjukkan ketahanan yang dimiliki suatu bahan untuk tidak patah ketika diberi beban maksimum pada bahan tersebut. Pengujian keteguhan rekat permukaan bertujuan untuk menentukan besarnya daya rekat papan laminasi bambu yang diberikan gaya tarik dengan arah berlawanan hingga contoh uji rusak/lepas ikatannya per satuan luas. Sedangkan sifat fisis adalah sifat yang berhubungan dengan sifat fisik bahan tertentu.

  Pengujian dapat berupa kadar air bertujuan untuk menunjukkan persentase banyaknya air yang terkandung dalam bahan, pengujian daya serap air bertujuan untuk menunjukkan persentase kemampuan bahan dalam menyerap air, dan pengujian delaminasi bertujuan untuk menguji kemampuan perekat dalam menyatukan bahan. Tidak terjadinya delaminasi pada bambu lapis menunjukkan keunggulan produk bambu lapis (Kusuma, 2008).

  Noermalicha (2001) dalam Kusuma (2008) menyebutkan bahwa pengujian keteguhan lentur (Modulus of Elasticity) dan keteguhan patah (Modulus of

  

Rupture ) bertujuan untuk mencari nilai keteguhan lentur. Besarnya nilai MOE

  menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan), sedangkan MOR adalah nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan contoh uji patah.

  2 Bambu betung memiliki nilai MOR sebesar 1.236 kg/cm untuk bagian

  2

  buku dan bagian tanpa buku sebesar 2.065 kg/cm , MOE pada buku 103

  2

  2

  kg/cm dan tanpa buku 216 kg/cm , dan keteguhan tekan pada buku dan tanpa

  2

  2

  buku adalah sebesar 548 kg/cm dan 587 kg/cm . Sifat mekanis bambu tanpa buku lebihbesar dibandingkan bambu dengan bukunya (Idris, 1980).

  Potensi Bambu Betung

  Bambu betung telah lama menjadi salah satu jenis yang dipilih oleh sebagian besar masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai material konstruksi. Potensi bambu betung di Indonesia cukup besar, hal ini dapat dilihat dari penyebaran bambu betung di wilayah Indonesia meliputi daerah dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000m dari muka laut dan mencakup Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi (Dransfield, 1980).

  Penyebaran Bambu Betung

  4 Peg

  50 Wagir Cokelat L Bagus

  7 Datar

  7 Datar 180 Rogojampi Cokelat CL Jelek

  50 Walikukun Abu-abu CL Jelek

  7 Bukit

  7 Peg 300 Purwodadi Abu-abu CL Jelek

  90 Parakan cokelat CL Jelek

  90 Papringan Gd cokelat L Jelek

  Berdasarkan hasil penelitian Charomaini tahun 2009 tentang “pertumbuhan bambu betung dari beberapa populasi asal Pulau Jawa”, bambu betung tersebar di 16 lokasi yang tersebar di Pulau Jawa. Pada Propinsi Jawa Tengah terdapat di Ambarawa, Parakan, Klaten, Papringan Gede dan Linggasari (Purwokerto), sementara untuk Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat di Kabupaten Sleman di Umbulmartani dan Umbulharjo. Di Kabupaten Kulon Progo propagul terdapat di Kokap dan Samigaluh. Di Jawa Tumur, terdapat di Lamongan, Rogojampi (Banyuwangi), Walikukun (Ngawi) dan Wagir (Malang). Di Jawa Barat terdapat di Sukabumi, Kuningan dan Sumedang. Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil kondisi lingkungan tempat tumbuh bambu betung di daerah Pulau Jawa.

  5 Datar

  7 Datar 220 Linggasari cokelat CL Jelek

  6 Peg 550 Klaten Kuning CL Bagus

  7 Peg 130 Umbulmartani Abu-abu SL Bagus 7 datar 300 Ambarawa Kuning L Jelek

  7 Peg 300 Samigaluh Cokelat CL Jelek

  6 Peg 100 Umbulharjo Abu-abu SL Bagus

  Kokap Cokelat CL Jelek

  Tabel 4.Kondisi Lingkungan Tempat Tumbuh Bambu Betung di Beberapa Lokasi Daerah Warna tanah Tekstur tanah Drainase pH tana h Topografi Altitude (mdpl)

  7 Peg 500 Lamongan Abu-abu CL Jelek

  7 Peg 100 Sukabumi Cokelat CL Jelek

  6 Peg

  20 Sumedang Cokelat CL Jelek

  6 Peg 310 Kuningan Cokelat CL Jelek

  5 Peg 335 Keterangan: CL : Clay Loam Peg : Pegunungan SL : Sandy loam L : Lempung Laminasi Bambu Betung

  Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan bambu dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisan umumnya 2-5 lapis. Tanaman bambu khususnya yang berdiameter besar dan dinding bambunya tebal dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bambu lamina untuk pengganti papan atau balok kayu sehingga dapat diperoleh nilai tambah yang tinggi. Pengembangan industri bambu lamina dapat menunjang usaha pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan. Pada prinsipnya semua jenis bambu dapat digunakan sebagai bahan baku untuk bambu lamina asalkan mempunyai diameter yang cukup besar, dinding bambunya tebal, batang bambu lurus dan pengurangan diameter (taper) yang rendah. Bambu harus cukup tua sehingga tidak mengalami cacat (perubahan bentuk) dalam proses pengeringannya. Dengan kondisi batang bambu yang demikian akan diperoleh rendemen yang relatif tinggi. Beberapa jenis bambu yang sesuai untuk bambu lamina antara lain adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu mayan (G. robusta), dan bambu hitam (G. atroviolacea) (Sulastiningsih, 2012).

  Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama. Balok laminasi memiliki ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm. Dengan mengikuti konsep tersebut, laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang dimulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan sampai diperoleh bentuk lamina dengan ketebalan yang diinginkan. Untuk beberapa hal, sifat-sifat lamina tidak berbeda jauh dengan sifat batang aslinya. Sifat akhir akan banyak dipengaruhi oleh banyaknya ruas yang ada pada satu batang tersebut dan banyaknya perekat yang digunakan (Widjaja, 1995).

  Pembuatan bambu laminasi sebaiknya dilakukan dengan belahan bambu yang kulit bagian luar dan dalamnya telah dibuang, agar pengeringan belahan bambu lebih efisien dan tidak membutuhkan waktu yang lama, karena kulit bambu dapat menghambat proses penguapan air pada bambu, begitu juga sebaliknya. Kemudian belahan bambu dikeringudarakan sampai mencapai kadar air 12 – 15 % (Misdarti, 2004).

  Proses laminasi dan penyambungan sangat terkait dengan proses perekatan. Dalam proses perekatan bambu ada tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan, yaitu aspek bahan yang direkat (bambu), aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan yang direkat (bambu) meliputi struktur dan anatomi bambu (susunan sel, arah serat) dan sifat fisika (kerapatan, kadar air, kembang susut dan porositas). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat dan kegunaan perekat. Aspek teknologi perekatan meliputikomposisi perekat, berat laburan, pengempaan dan kondisi kerja (durasi, suhu, cara pelaksanaan) (Budi, 2007).

  Kulit Bambu

  Kemajuan teknologi sekarang ini bambu telah dibuat berbentuk balokan atau papan dengan cara laminasi (laminated bamboo). Teknik laminasi ini digunakan untuk membentuk bahan bangunan yang digunakan sebagai bahan konstruksi dalam ukuran besar. Penggunaankulit luar pada permukaan balok bambu laminasimenambah kekakuan dan kekuatan sehingga bebanrata-rata yang bekerja dengan lendutan yang samapada balok laminasi naik 24%. Morisco (2006) melakukanpengujian kekuatan bambu bagian luar (kulit) dan bagiandalam didapat hasil bambu bagian luar mempunyaikekuatan jauh lebih tinggi dari pada bambu bagiandalam. Kekuatan yang tinggi ini diperoleh darikulit bambu.

  Morisco (1999) telah melakukanpengujian spesimen untuk mengetahui perbedaankekuatan bambu bagian luar dan bagian dalam.Dalam pembuatan spesimen, bambu dibelahtangensial sehingga tebalnya kira-kira setengah daritebal bambu utuh. Bagian sisi yang ada kulitnyamewakili bambu bagian luar, sedang sisanyamewakili bambu bagian dalam. Masing-masingbagian dijadikan spesimen untuk diuji kekuatannya.Dari hasil uji, tampak bahwa bambu bagian luarmempunyai kekuatan jauh lebih tinggi daripadabambu bagian dalam. Kekuatan yang tinggi inidiperoleh dari kulit bambu.

  Bagian yang terkuat padabambu adalah bagian terluar terutama kulit.Kekuatan bambu bagian luar (kulit) ini sangat jauhlebih tinggi dari kekuatan bambu bagian dalam.Pembebanan pada balok laminasi vertikal adalahpada arah tangensial, sehingga yang menjadikontrol terhadap kekuatan adalah bambu bagianluar. Hal ini menyebabkan kekuatan rata-ratanya menjadi tinggi (Nasriadi, 2002 dalam Budi, 2007).

  Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan, dimana kandungan silika lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kayu. Persentase silika menunjukkan upaya tanaman tersebut melindungi dirinya terhadap lingkungannya. Silika banyak terdapat pada kulit tanaman bambu sehingga kulit memilki kandungan silika yang tinggi. Silika merupakan mineral yang keras yang bersifat chemical inert (tidak bereaksi terhadap bahan kimia apapun) dan memiliki titik leleh yang tinggi yang menunjukkan kuatnya ikatan antar atomnya. Kandungan silika yang tinggi dapat menghambat proses perekatan (Fatriasari dan Hermiati, 2006).

  Kulit terluar bambu banyak mengandung silika. Silika dapat memperbaiki daya tahan alami pada bambu. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa puncak kekuatan mekanis secara signifikan dipengaruhi oleh kebedaraan silika (Jansen, 1985).

  Berdasarkan penelitian Masdar, dkk (2008) pembuatan balok bambu laminasi perlu memperhatikan apakah lapisan kulit terluar masihada apa tidak, karena lapisan kulit bambu menyebabkan perekat tidak melakukan penetrasi (masuknya bahan perekatkedalam bahan yang direkat). Hal ini sangat berpengaruh terhadap kekuatan balok laminasi bambu karenadapat mengurangi kekuatan balok.

  Perekat Polivinyl Acetate (PVAc)

  Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan pengikat bagian kayu lamina yang satu dengan yang lainnya. Menurut Manik (1997), perekat digunakan untuk merekatkan lapisan antar papan dengan papan sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengan perekat yang membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kaku dan kuat.

  Menurut Pizzi (1983), perekat PVAc tidak memerlukan kempa panas dan dalam penggunaan secara luas dapat menghasilkan keteguhan rekat yang baik, dengan biaya yang relatif rendah. Keuntungan utama PVAc melebihi perekat UF karena adanya kemampuan menghasilkan ikatan rekat yang cepat pada suhu kamar. Keuntungan lainnya yaitu dapat menghindari kempa panas yang memerlukan biaya tinggi. Perekat PVAc mempunyai sifat termoplastik, hal ini penting untuk menjaga tekanan kempa selama pembentukan ikatan sampai ikatan rekat mempunyai kekuatan yang memadai. Kekurangan polyvinyl asetat yaitu sangat sensitif terhadap air, sehingga penggunaanya hanya untuk interior saja, kekuatan rekatnya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta sifat visco- elastisitasnya tidak baik, sehingga creep besar dan ketahanan terhadap fatigue rendah.Penggunaan khusus polyvinyl asetat dipakai pada pembuatan kayu lapis dan papan blok, karena perekat ini mampu meningkatkan kekuatan rekat secara ekstrim dan cepat

  Posisi Pengujian

  Menurut Liese (1985) dan Sulthoni (1983) dikutip oleh Suranto (2005) menyatakan bahwa penggunaan bambu untuk berbagai keperluan mempertimbangkan sifat-sifat dasar seperti sifat anatomi, sifat fisika, sifat mekanika, dan sifat kimia, sifat pengeringan, dan sifat keawetan. Penguasaan sifat-sifat ini akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan bambu. Di samping penguasaan sifat pemanfaatan bambu juga dipengaruhi oleh faktor jenis bambu, umur bambu dan keberadaan nodia, posisi penggunaan, bentuk bambu, sampai masa pemanenan..

  Kekuatan mekanik bambu dalam pembangunan suatu bangunan struktur, bambu dapat digunakan sebagai balok struktur khususnya pada gedung lantai II.

  Penelitian tentang bambu sebagai balok struktur telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Purnomo (2001), terhadap perilaku mekanika struktur bambu untuk rumah susun sederhana menunjukkan bahwa beban luar struktur lebih besar dari pada beban dalam. Sehingga untuk mengetahui posisi penggunaan terbaik harus dilakukan pengujian pada bambu lamina, agar posisi penggunaan lebih tepat. Namun biasanya laminasi yang menggunakan beberapa lapisan akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi, sehingga penggunaannya lebih baik ditumpukan pada bidang yang tegak lurus pada arah lapisan.