Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN PADA TEGAKAN AKASIA
DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR,
PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

VERA LINDA PURBA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Dampak
Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum
Perhutani III Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Vera Linda Purba
NIM E44090088

ABSTRAK
VERA LINDA PURBA Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di
BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten.
Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.
Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan dalam pengelolaan
hutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menilai dampak kebakaran pada tegakan A.
mangium berdasarkan perubahan sifat tanah dan kondisi vegetasi. Kebakaran
yang terjadi dikaji melalui penilaian tingkat keparahan kebakaran menggunakan
metode fire severity. Perhitungan fire severity menunjukkan bahwa kebakaran
yang terjadi di BKPH Parung Panjang tahun 2011 merupakan kebakaran sangat
ringan. Berdasarkan hasil analisis pada sifat fisik dan kimia tanah, diketahui
bahwa i) faktor yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan A. mangium adalah pH,
Mg dan diameter pohon, sedangkan bulk density, P, N, Na, K, Ca dan tinggi

pohon tidak berbeda nyata. Hasil pada perhitungan skoring Forest Health
Monitoring (FHM) menunjukkan ii) bahwa baik areal bekas terbakar maupun
areal tidak terbakar di BKPH Parung Panjang tersebut masuk kedalam kelas
kondisi hutan yang sehat.
Kata kunci: fire severity, forest health monitoring, pertumbuhan pohon, sifat fisik
dan kimia tanah

ABSTRACT
VERA LINDA PURBA. Fire Severity Assessment on Akasia stand at BKPH
Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten.
Supervised by LAILAN SYAUFINA.
Forest fire is one of the problem in forest management. The objectives of
the study was to measure the forest fire severity based on soil physical and
chemical properties, and growth performance of the trees. The forest fire effects
were assessed using fire severity method and forest health monitoring plot. The
study indicated that the burned areas at BKPH Parung Panjang after two years
included in low fire severity. The site properties and growth performance analysis
showed that the fire has only affected on pH, Mg and tree diameter significantly,
whereas the other parameters such as bulk density, P, N, Na, K, Ca and height
were not significantly affected. In addition, both burned and unburned areas are

classified as in health condition.
Keywords : fire severity, forest health monitoring, growth performance, site
properties

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN PADA TEGAKAN AKASIA
DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR,
PERUM PERHUTANI III JAWA BARAT DAN BANTEN

VERA LINDA PURBA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH
Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan
Banten
Nama
: Vera Linda Purba
NIM
: E44090088

Disetujui oleh

Dr Ir Lailan Syaufina, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli–Oktober 2013 ini ialah
Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang
KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi,
solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi, serta kepada Prof Dr Ir
Achmad, MS yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dikti yang sebagian telah mendanai penelitian
ini melalui program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN)
dengan judul penelitian Dampak Perubahan Iklim pada Gangguan Hutan di
Wilayah Bogor. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak
BKPH Parung Panjang yang telah membantu dan memfasilitasi terlaksananya
kegiatan penelitian ini. Bapak, ibu, kakak, dan keluarga tercinta yang selalu
memberikan do’a dan dukungan secara moral dan spiritual dalam penyusunan
skripsi. Teman satu angkatan Silvikultur 46, teman-teman Kost Sinabung Vici

Kristini, Vini Waldini, Yusi Nurmala, Anindya Putri, Meilani Putri, Martha
Theresia, Yesi Destianingsih, Wahyu Widjiwati, Rizky Bagastari, Rachma Eka,
teman satu bimbingan Nova Puspitasari, serta sahabat penulis Nurhamidah, Tintin
Gigih, Sindi Nursiamdini, Deasy Putri, Nidya Nanda, Fauzi Khaerani, Khalid
Khafazallah, Rizky Jamaludin, Ka Rosario Reza atas bantuan, semangat, dan
keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi. Semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan
satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Vera Linda Purba
NIM E44090088

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan dan Alat

2

Tahapan Penelitian

2

Pengumpulan Data

3

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Fire Severity

6

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Pertumbuhan Vegetasi

8

Analisis Vegetasi

14

Forest Health Monitoring (FHM)

16


SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR TABEL

1 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar
2 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar*
3 Skoring penilaian areal kebakaran*

7
7
8

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir penelitian
Bentuk klaster FHM (USDA Forest Service, 1995)
Bentuk plot pengambilan contoh tanah FHM
Rata-rata nilai bulk density pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai pH pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai P pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai Na pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai N pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai Mg pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai K pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai Ca pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai diameter pada setiap perlakuan
Rata-rata nilai tinggi pada setiap perlakuan
Rata-rata LCR, CDS, FTR, CDB, dan CD pada areal bekas terbakar
dan areal tidak terbakar

3
4
4
9
10
10
11
12
12
13
14
15
15
18

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian
Rekapitulasi analisis sifat fisik dan kimia tanah
Hasil Uji sidik ragam sifat fisik dan kimia tanah
Hasil Uji sidik ragam diameter dan tinggi pohon
Rekapitulasi jumlah pohon yang masih terlihat bekas terbakar pada
batang
6 Dokumentasi pengambilan data di lapangan

21
22
22
22
23
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia
yang memiliki peranan penting bagi kehidupan mahluk hidup dan dapat
memberikan fungsi baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial-budaya. Hutan
juga berperan sebagai suatu ekosistem dan sumber keanekaragaman hayati yang
menyimpan sumber daya alam baik kayu maupun non kayu, memiliki fungsi
sebagai pelindung alam hayati, pengatur tata air dan menjaga kesuburan tanah.
Disamping besarnya potensi hutan di Indonesia gangguan terhadap hutan
juga tidak kalah besar. Sudah beberapa tahun silam ini Indonesia mengalami
degradasi hutan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh banyak hal, salah
satunya adalah kebakaran hutan. Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam (2003) dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran
hutan adalah kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati,
merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, terjadinya perubahan
iklim mikro maupun global, terganggunya kesehatan masyarakat Indonesia
bahkan negara lain karena asap kebakaran yang dihasilkan, dan rusaknya sistem
transportasi baik darat, air maupun udara. Kebakaran hutan memberikan dampak
besar terhadap hilangnya biodiversitas dan habitat mahluk hidup. Hal tersebut
dapat menyebabkan kerusakan vegetasi, berkurangnya biota tanah dan gangguan
kesehatan yang cukup penting pada tegakan hutan.
Fire severity merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai
seberapa besar tingkat keparahan kebakaran yang terjadi pada suatu areal. Selain
menilai tingkat keparahan kebakaran, diperlukan pula Forest Health Monitoring
(FHM), di mana FHM adalah metode yang dapat digunakan untuk mengetahui
sejauh mana gangguan yang terjadi pada kesehatan hutan. Pemantauan kondisi
kesehatan dengan metode FHM ini penting diterapkan guna memperoleh
informasi tentang perubahan-perubahan biodiversitas binatang tanah maupun
vegetasi pada areal hutan dan areal bekas terbakar. Penelitian ini dilakukan pada
areal hutan bekas terbakar di BKPH Parung Panjang Bogor, Jawa Barat.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat rumusan penelitian yaitu
bagaimanakah kondisi tegakan A. mangium terkait dampak kebakaran hutan yang
terjadi di areal BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa
Barat dan Banten.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai dampak kebakaran pada tegakan
A. mangium berdasarkan perubahan kondisi tanah dan kondisi vegetasi.

2

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada pihak KPH Bogor terkait dampak kebakaran hutan terhadap tegakan A.
mangium dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup tegakan A. mangium di areal
hutan bekas terbakar. Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut: (1)
Penilaian besarnya dampak kebakaran hutan pada areal yang terbakar
menggunakan pendekatan fire severity terhadap aspek vegetasi; (2) Uji sidik
ragam menggunakan variabel-variabel sifat fisik dan kimia tanah (bulk density,
pH, P, N, K, Ca, Mg dan Na) dan kelas pertumbuhan pohon (diameter dan tinggi
pohon); (3) Skoring kesehatan hutan menggunakan metode FHM dengan 2
indikator yaitu kondisi kerusakan pohon dan kondisi tajuk; (4) Penelitian ini
dilakukan pada tegakan A. mangium di BKPH Parung Panjang KPH Bogor,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di BKPH Parung Panjang, Desa Barengkok,
Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2013−Oktober 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dan
tegakan A. mangium di areal bekas terbakar dan tidak terbakar, serta data
sekunder berupa data kebakaran di KPH Bogor dan data primer yang diambil di
lapangan secara langsung. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tallysheet, alat tulis, kompas, GPS, meteran jahit, meteran 30 dan 50 m,
label, tagging, golok, palu, gunting, kamera digital, kantong plastik, pisau,
cangkul dan ring tanah.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu seperti yang
tertera pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan data pada penelitian ini terdiri atas pengambilan data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil dari
pengukuran di lapangan. Sebelum pengambilan data primer dilakukan, langkah
awal yang dilakukan dilapangan adalah pembuatan plot FHM (Gambar 2) pada
areal bekas terbakar dan areal tidak terbakar pada masing-masing areal tersebut.
Plot klaster terdiri dari empat annular plot di mana azimuth antar annular plot 1
dan 2 yaitu 3600, annular plot 1 dan 3 1200, dan annular plot 1 dan 4 adalah 2400.
Masing-masing annular plot memiliki jari-jari 17.95 m dan di dalamnya terdapat
subplot (dipisah) dengan jari-jari 7.32 m dan mikroplot dengan jari-jari 2.07 m
dan azimuth 900 dari titik pusat subplot, adapun jarak antar titik subplot dan
mikroplot adalah 3.66 m. Pembuatan plot tersebut menggunakan meteran 50 m
dan kompas. Data primer yang diambil dalam plot FHM adalah tinggi pohon
menggunakan walking stick, diameter pohon menggunakan meteran jahit, jarak
datar menggunakan meteran 50 m dan kompas, pengukuran panjang dan lebar
tajuk menggunakan meteran, tinggi arang bekas terbakar pada pohon
menggunakan meteran.

4

Gambar 2 Bentuk klaster FHM (USDA Forest Service 1995)
Selain inventarisasi tegakan dilakukan pula pengambilan sampel tanah
terusik dan tidak terusik. Sampel tanah terusik diambil pada tiga titik mikroplot
dengan masing-masing jarak mikroplot dengan titik pusat subplot yaitu 18.30 m.
Kemudian sampel tanah diambil dengan kedalaman 0−15 cm menggunakan ring
tanah dan plastik, serta beberapa alat bantu seperti palu dan golok. Sedangkan
tanah tidak terusik yang diambil pada lima titik secara acak di masing-masing
mikroplot dengan kedalaman 0−15 cm lalu dikompositkan. Sampel tanah terusik
dan tidak terusik tersebut kemudian dianalisis untuk diketahui sifat fisik dan sifat
kimia tanahnya melalui proses laboratorium. Pengambilan sampel tanah dilakukan
untuk data penunjang penelitian.

Plot contoh tanah

Gambar 3 Bentuk plot pengambilan contoh tanah FHM

5

Selain data primer, data sekunder merupakan data penunjang yang
dibutuhkan untuk penelitian ini. Data sekunder pada penelitian ini meliputi data
sejarah kebakaran dan data kondisi umum yang didapatkan dari KPH Bogor.

Prosedur Analisis Data
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi pada plot klaster dilakukan dengan pencatatan jenis pohon
pada annular plot berdiameter 17.95 m, tiang dan pancang pada subplot
berdiamater 7.32 m. Parameter yang digunakan dalam pengambilan data primer
pohon adalah diameter pohon, tinggi pohon dan tinggi arang bekas terbakar.
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap parameter sifat fisik tanah yaitu bulk
density, sifat kimia tanah yaitu derajat keasaman tanah (pH) dan unsur hara makro
(P, N, K, Ca, Mg dan Na).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara
administrasi pengelolaan termasuk ke dalam wilayah kerja Penmangkuan KPH
Bogor, Unit III Jawa Barat dan Banten, dengan Kelas Perusahaan (KP) A.
mangium dan sebagian Kelas Hutan Payau di RPH Tangerang semula Bagian
Pemangkuan Hutan Tangerang (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).
Letak geografis BKPH Parung Panjang berada pada koordinat
106026’03’’BT sampai dengan 106035’16’’BT dan 06020’59’’LS sampai dengan
06027’01’’LS dengan batas administratif sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja
Pemangkuan BKPH Jasinga, sebelah timur dengan Wilayah Kerja Pemangkuan
BKPH Jasinga, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Luas
wilayah BKPH Parung Panjang terbagi menjadi empat wilayah RPH, yaitu RPH
Tenjo, RPH Maribaya, RPH Jagabaya dan RPH Tangerang (Perum Perhutani
KPH Bogor 2011).
Topografi BKPH Parung Panjang masuk ke dalam kawasan Hutan Kelas
Perusahaan A. mangium BKPH Parung Panjang dengan konfigurasi lapangan
yang sebagian besar relatif datar sampai dengan landai dengan kemiringan
lapangan bervariasi mulai dari datar (0−8%) dan kemiringan agak curam
(15−25%) terutama pada beberapa lokasi dekat batas hutan dan sungai secara
umum memenuhi kriteria kawasan yang cocok untuk produksi kayu. Berdasarkan
ketinggian tempat, curah hujan dan jenis tanah kelompok hutan KP A. mangium
terdiri dari empat KP yaitu; (1) KP Cikadu I−II dengan ketinggian tempat 0−75 m
dpl dengan kisaran curah hujan 3 000 mm tahun-1, jenis batuan Oliocene,
Sedimentary Facies dan jenis tanah Tuff dan Podsolik merah kuning. (2) KP
Yanlapa dengan ketinggian tempat 0−232 m dpl dengan kisaran curah hujan 3 000
mm tahun-1, jenis batuan Oliocene, Sedimentary Facies dan jenis tanah Tuff dan

6

Podsolik merah kuning. (3) KP Parung Panjang I−II dengan ketinggian tempat
0−75 m dpl dengan kisaran curah hujan 3 000 mm tahun-1, jenis batuan Oliocene,
Sedimentary Facies dan jenis tanah Tuff dan Podsolik merah kuning (Perum
Perhutani KPH Bogor 2011).
Ditinjau dari banyaknya curah hujan maka wilayah BKPH Parung Panjang
KPH Bogor berdasarkan tipe iklim Schmidt dan Ferguson terbagi kedalam
beberapa tipe curah hujan yaitu, bagian utara termasuk type iklim A dengan curah
hujan tahunan rata-rata sebesar 1 500 mm tahun-1, dengan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Agustus sebesar 100 mm bulan-1 dan curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan Februari sebesar 300 mm bulan-1. Bagian tengah termasuk tipe
iklim A dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 3 000 mm tahun-1, dengan
curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus 100 mm bulan-1 dan curah hujan
tertinggi pada bulan Februari sebesar 540 mm bulan-1. Bagian selatan termasuk
iklim A dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 4 000 mm tahun-1, dengan
curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 200 mm bulan-1 dan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 550 mm bulan-1 (Perum Perhutani
KPH Bogor 2011).

Fire Severity
Tingkat kerusakan kebakaran diukur menggunakan aspek vegetasi dan
aspek kualitas tapak. Areal setelah terbakar pada lokasi penelitian sudah terlalu
lama waktunya untuk dilakukan penilaian terhadap kualitas tapaknya, sehingga
penilaian tingkat kerusakan kebakaran tersebut dilakukan melalui kriteria kondisi
vegetasi saja. Syaufina (2008) menjelaskan bahwa kriteria kondisi vegetasi terdiri
dari 3 indikator, yaitu kerusakan individu, tingkat keparahan vegetasi dan
keanekaragaman vegetasi.
Penelitian ini dilakukan di areal hutan tanaman maka indikator yang
digunakan untuk menilai kriteria kondisi vegetasi adalah kerusakan individu
pohon dan tingkat keparahan vegetasi. Indikator keanekaragaman vegetasi tidak
digunakan dikarenakan indikator ini hanya digunakan pada hutan alam.
Kerusakan individu pohon
Menurut Syaufina (2008) Kerusakan individu pohon dapat dilihat dengan
menggunakan beberapa parameter (Tabel 1), yaitu kematian pohon, kerusakan
batang, kerusakan tajuk, kerusakan daun dan kerusakan akar. Berdasarkan sistem
skoring pada penilaian areal bekas terbakar yang dilakukan didapatkan skoring 6
pada parameter kematian pohon, skoring 2 pada parameter kerusakan batang
bagian yang terbakar dan jenis kerusakan, skoring 0 pada kerusakan tajuk,
kerusakan cabang dan kerusakan dedaunan. Sehingga total skoring pada penilaian
dampak kebakaran pada areal bekas terbakar sebesar 8%.

7

Tabel 1 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar
No
1
2

Parameter
Kematian pohon
Kerusakan batang
a.

Bagian terbakar

b.

Jenis kerusakan

3

Kerusakan tajuk

4

Kerusakan cabang

5

Kerusakan dedaunan

Kondisi
Pohon mati
Batang
bagian
atas dan bagian
bawah terbakar
Hangus terbakar
< 25% tajuk
terbakar
Tidak patah dan
tidak terbakar
< 25% dedaunan
terbakar

Nilai

Bobot

Skoring

1

6

6

2

1

2

2

1

2

0

2

0

0

2

0

0

2

0

Total
a

10

Parameter kerusakan akar tidak diamati.

Tingkat Keparahan Vegetasi
Tingkat keparahan kebakaran berdasarkan kondisi vegetasi atau pohon yang
teramati pada areal bekas terbakar berdasarkan tabel penilaian tingkat keparahan
vegetasi menurut Syaufina (2008) masuk ke dalam kelas low fire severity, dimana
sekurang-kurangnya 50% pohon tidak terlihat rusak, sisa tajuk hangus, pucuk
terbakar tapi bertunas dan akar mati. Lebih dari 80% pohon yang terbakar dapat
bertahan hidup, sehingga dari kondisi tersebut areal yang terbakar bernilai 1
dengan bobot 5 maka didapatkan skoring sebesar 5%.
Hal tersebut dapat dilihat pada hasil pengukuran tinggi arang masing-masing
pohon di areal bekas terbakar, di mana pada subplot 1 jumlah pohon yang masih
terlihat sisa terbakar pada batang sebanyak 7 pohon, pada subplot 2 hanya 2
pohon, pada subplot 3 sebanyak 9 pohon dan pada subplot 4 sebanyak 5 pohon
(Lampiran 4).
Menurut Syaufina (2008) penilaian terhadap areal kebakaran dapat dilakukan
dengan menjumlahkan hasil perkalian nilai parameter dengan bobot parameter
sehingga didapatkan nilai total yang digunakan sebagai acuan untuk menunjukkan
kelas tingkat keparahan dampak kebakaran (Tabel 2).
Tabel 2 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar*
Tingkat keparahan dampak kebakaran
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat

Nilai total (%)
0−20
> 20−40
> 40−60
> 60−80
> 80−100

*Sumber: Syaufina (2008).
Berdasarkan hasil penjumlahan dari perkalian nilai dan bobot pada masingmasing indikator, didapatkan skoring penilaian tingkat keparahan dampak
kebakaran yaitu 15%, di mana hasil skoring tersebut berada di dalam interval
kategori sangat ringan pada tingkat keparahan dampak kebakaran (Tabel 3).

8

Tabel 3 Skoring penilaian areal kebakaran*
Indikator
Kerusakan Individu Pohon
Tingkat Keparahan Vegetasi
Total

Skoring (%)
10
5
15

*Sumber: Syaufina (2008).
Hasil skoring fire severity yang menyatakan bahwa tingkat keparahan
dampak kebakaran yang terjadi pada petak 37 ini termasuk kelas sangat ringan
dapat dibuktikan dengan analisis sifat fisik dan kimia tanah serta analisis vegetasi.
Metode yang digunakan untuk menganalisis sifat fisik dan kimia tanah serta
vegetasi tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis uji sidik ragam.
Analisis Sifat Fisik-Kimia Tanah dan Pertumbuhan Vegetasi
Kebakaran dapat mengakibatkan hilangnya bahan organik dan kandungan
unsur hara dalam tanah (Verma 2012). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
sifat fisik dan kimia tanah untuk mengetahui perbedaan status kadar unsur hara di
areal tidak terbakar dan bekas terbakar. Selain analisis sifat fisik dan kimia tanah,
diameter dan tinggi merupakan variabel lain yang digunakan untuk mengetahui
perubahan pertumbuhan A. mangium di areal tidak terbakar dan bekas terbakar.
Hasil analisis sifat fisik-kimia tanah dan pertumbuhan tersebut selanjutnya di
analisis melalui uji sidik ragam pada setiap parameter. Berdasarkan hasil sidik
ragam yang dilakukan, diketahui bahwa bulk density, P, N, Na, K, Ca dan tinggi
pohon tidak berbeda nyata pada perlakuan. Sedangkan parameter yang berbeda
nyata pada perlakuan adalah PH, Mg dan diameter pohon (Lampiran 2 dan 3).
Analisis Sifat Fisik Tanah
Bulk density. Parameter yang digunakan untuk menganalisis sifat fisik tanah pada
tegakan A. mangium adalah bulk density, di mana berdasarkan hasil analisis tanah
yang dilakukan bulk density pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal yang tidak terbakar
memiliki kadar sebesar 1.20 g cm-3, 1.31 g cm-3 dan 1.03 g cm-3, sedangkan pada
areal yang terbakar memiliki kadar bulk density yaitu 1.24 g cm-3 1.09 g cm-31.18
g cm-3 (Gambar 4).

9

Gambar 4 Rata-rata nilai bulk density pada setiap areal
Uji sidik ragam menunjukkan bahwa kadar bulk density pada areal tidak
terbakar dan areal terbakar tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% (Lampiran
2 ). Pada umumnya tanah mineral memiliki sifat kepadatan tanah yang rendah.
Menurut Hardjowigeno (1993), nilai rata-rata bulk density pada tanah mineral
berkisar 1.1−1.6 g cm-3. Berdasarkan hasil penelitian, bulk density areal yang
terbakar mengalami penurunan yaitu 0.1 g cm-3dari areal tidak terbakar yang
memiliki bulk density sebesar 1.18 g cm-3 menurun menjadi 1.17 g cm-3 pada areal
terbakar. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian Syaufina (2008) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW),di mana setelah tiga tahun terbakar bulk
density tanah menurun. Hal tersebut merupakan dampak kebakaran terhadap sifat
fisik tanah di mana kebakaran dapat meningkatkan kesarangan tanah (Syaufina
2008). Penurunan bulk density pada areal bekas terbakar tersebut tidak terlalu
signifikan dibanding areal yang tidak terbakar dikarenakan adanya perbaikan
struktur tanah yang sudah mulai terbentuk proses dekomposisi, serta pertumbuhan
akar tanaman yang mulai terbentuk menyebabkan tanah menjadi lebih remah.
Analisis Sifat Kimia Tanah
Derajat Keasaman tanah (pH). Salah satu parameter sifat kimia yang digunakan
pada tegakan A. mangium adalah derajat keasaman tanah (pH), di mana
berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan nilai pH pada mikroplot 1, 2 dan
3 di areal tidak terbakar yaitu 4.30, 4.10 dan 4.10, sedangkan pada areal yang
terbakar memiliki nilai sebesar 4.80, 4.50 dan 4.60 . Nilai rata-rata pH di areal
tegakan A. Mangium yang tidak terbakar di dapatkan sebesar 4.17, sedangkan
pada areal yang terbakar sebesar 4.63 (Gambar 5).

10

Gambar 5 Rata-rata nilai pH pada setiap areal
Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan
pH akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%.
Setyono (2004) menyebutkan adanya perubahan yang signifikan tersebut
dikarenakan adanya peningkatan garam-garam mineral yang berasal dari abu sisa
pembakaran basa-basa total seperti K, Ca dan Mg yang tertinggal di permukaan
tanah, sehingga mempengaruhi bertambahnya nilai pH di areal yang terbakar
lebih besar dibanding areal yang tidak terbakar.
Posfor (P). Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan, nilai P pada areal
tidak terbakar pada mikroplot 1, 2 dan 3 memiliki nilai yaitu 11.60 ppm, 10.70
ppm dan 9.10 ppm, sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yang tidak
jauh berbeda yaitu 10.70 ppm, 11.60 ppm dan 9.10 ppm. Berdasarkan uji sidik
ragam yang dilakukan pada areal tegakan A. mangium baik di areal yang tidak
terbakar maupun di areal terbakar nilai rata-rata P bernilai sama yaitu sebesar
10.47 ppm (Gambar 6).

Gambar 6 Rata-rata nilai P pada setiap areal

11

Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan P akibat masing-masing perlakuan atau bisa dikatakan bahwa
perubahan P tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% .
Natrium (Na). Parameter lain yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia
tanah adalah Natrium (Na), di mana berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Na
pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal tidak terbakar memiliki nilai sebesar 1.12 me
100 g-1, 0.68 me 100 g-1 dan 0.82 me 100 g-1, sedangkan pada areal yang terbakar
memiliki nilai yaitu 0.82 me 100 g-1, 0.78 me 100 g-1 dan 0.76 me 100 g-1. Pada
tegakan A. mangium areal yang tidak terbakar nilai rata-rata Na sebesar 0.87 me
100 g-1, sedangkan pada areal terbakar nilai rata-rata Na mengalami penurunan
menjadi 0.79 me 100 g-1 (Gambar 7).

Gambar 7 Rata-rata nilai Na pada setiap areal
Berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perubahan Na
akibat masing-masing perlakuan atau bisa dikatakan bahwa perubahan Na tidak
berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Adapun hal tersebut di akibatkan hilangnya
kation seperti Na melalui transfer partikel dalam asap (DeBano et al. 1998).
N-total. Selain Na parameter yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia
tanah pada tegakan A. mangium di areal tidak terbakar adalah N-total, berdasarkan
hasil analisis tanah yang dilakukan N-total pada mikroplot 1, 2, dan 3 memiliki
nilai berturut-turut sebesar 1.12 me 100 g-1, 0.68 me 100 g-1 dan 0.82 me 100 g-1
sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yaitu 0.82 me 100 g-1, 0.78 me
100 g-1 ,dan 0.76 me 100 g-1. Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar
nilai rata-rata N-total sebesar 0.33 me 100 gr-1, sedangkan pada areal terbakar
nilai rata-rata mengalami penurunan menjadi 0.31 me 100 g-1 (Gambar 8).

12

Gambar 8 Rata-rata nilai N-total pada setiap areal
Dari hasil uji sidik ragam dinyatakan tidak ada perubahan N-total akibat
perlakuan atau bisa dikatakan bahwa perubahan N-total tidak berbeda nyata pada
taraf uji nyata 5%. Hal yang sama ditemukan oleh Yudasworo (2001) yang
menyebutkan bahwa kandungan N-total pada areal terbakar di Jasinga cenderung
menurun. Syaufina (2008) menjelaskan, ketersediaan nitrogen dari abu sisa-sisa
pembakaran dan dekomposisi yang tinggi dikarenakan adanya perombakan bahan
organik dari mikroorganisme. Proses dekomposisi tersebut dilakukan oleh jasad
renik yang peka terhadap lingkungan, yaitu faktor lingkungan yang berpengaruh
seperti suhu dan curah hujan. Semakin panas suatu daerah, kadar N akan semakin
rendah.
Magnesium (Mg). Setelah N-total analisis tanah juga dilakukan pada Mg di mana
pada mikroplot 1, 2 dan 3 memiliki nilai yaitu 1.31 me 100 g-1, 1.12 me 100 g-1
dan 1.02 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai sebesar
2.50 me 100 g-1, 300 me 100 g-1 dan 1.61 me 100 g-1. Nilai rata-rata di areal
yang tidak terbakar memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 1.15 me 100 g-1 dan
terjadi peningkatan pada areal terbakar sebesar 1.22 me 100 g-1 sehingga nilai
rata-rata Mg pada areal terbakar sebesar 2.37 me 100 g-1 (Gambar 9).

Gambar 9 Rata-rata nilai Mg pada setiap areal

13

Dari hasil uji sidik ragam telah menunjukkan bahwa perubahan Mg akibat
masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Adanya
peningkatan kadar Mg yang signifikan pada areal terbakar tersebut dikarenakan
Mg merupakan garam-garam mineral yang berasal dari abu sisa pembakaran yang
tertinggal di permukaan tanah (Syaufina 2008).
Kalium (K). Parameter lain yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah
pada tegakan A. mangium adalah Kalium (K). Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan kadar K pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal tidak terbakar memiliki nilai
berturut-turut yaitu 0.80 me 100 g-1, 0.56 me 100 g-1 dan 0.64 me 100 g-1
sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yaitu 0.46 me 100 g-1, 0.43 me
100 g-1 dan 0.53 me 100 g-1. Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar
nilai rata-rata K adalah sebesar 0.67 me 100 g-1, sedangkan pada areal yang
terbakar terjadi penurunan sebesar 0.19 me 100 g-1, sehingga nilai rata-rata K
pada areal bekas terbakar adalah 0.47 me 100 g-1 (Gambar 10).

Gambar 10 Rata-rata nilai K pada setiap areal
Berdasarkan uji sidik ragam perubahan K akibat masing-masing perlakuan
tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%.
Kalsium (Ca). Parameter sifat kimia tanah yang terakhir digunakan untuk
menganalisis sifat kimia tanah pada areal tegakan A. mangium adalah Kalsium
(Ca), di mana berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan kadar Ca pada
mikroplot 1, 2 dan 3 areal tidak terbakar adalah 0.64 me 100 g-1, 0.56 me 100 g-1
dan 0.36 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai sebesar
1.36 me 100 g-1, 3.35 me 100 g-1 dan 1.46 me 100 g-1. Pada areal tegakan A.
mangium yang tidak terbakar nilai rata-rata Ca bernilai 0.52 me 100 g-1,
sedangkan pada areal yang terbakar terjadi peningkatan sebesar 1.54 me 100 g-1,
sehingga nilai rata-rata Ca pada areal terbakar sebesar 2.06 me 100 g-1 (Gambar
11).

14

Gambar 11 Rata-rata nilai Ca pada setiap areal
Secara statistik hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan Ca
akibat masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% .
Hasil uji sidik ragam tersebut dapat dikaitkan dengan pernyataan Setyono (2004)
yang menyatakan bahwa kandungan Ca tidak menunjukkan perubahan yang
berarti setelah terjadinya kebakaran.
Analisis Vegetasi
Diameter pohon. Salah satu parameter yang digunakan sebagai variabel
pertumbuhan untuk menganalisis vegetasi pada areal tegakan A. mangium adalah
diameter pohon. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan nilai rata-rata diameter
pohon di areal tidak terbakar pada plot 1, 2, 3 dan 4 memiliki nilai rata-rata
berturut-turut yaitu 14.55 cm, 14.54 cm, 13.74 cm, dan 14.82 cm sedangkan
tegakan A. mangium pada areal yang bekas terbakar memiliki nilai rata-rata
diameter pohon pada plot 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan yaitu 10.92 m, 14.01 m,
12.08 m dan 12.97 m.
Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar memiliki nilai rata-rata
diameter pohon pada klaster 1 atau areal bekas terbakar sebesar 12.49 cm
(Gambar 12), sedangkan pada klaster 2 atau areal yang tidak terbakar memiliki
rata-rata diameter yang lebih besar yaitu 14.41 cm (Gambar 13). Secara statistik
berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan diameter akibat
masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% .

15

Gambar 12 Rata-rata nilai diameter pohon pada setiap areal
Tinggi Pohon. Selain diameter pohon, parameter yang digunakan untuk
menganalisis vegetasi pada areal tegakan A. mangium adalah tinggi pohon.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan nilai rata-rata tinggi pohon di areal
tidak terbakar pada plot 1, 2, 3 dan 4 adalah 12.98 m, 11.42 m, 12.17 m, dan
13.06 m. Sedangkan tegakan A. mangium pada areal yang bekas terbakar
memiliki nilai rata-rata tinggi pohon pada plot 1, 2, 3 dan 4 yaitu 11.32 m, 9.98 m,
13.50 m dan 12.33 m. Pada areal tegakan A. mangium pada klaster 1 atau areal
bekas terbakar nilai rata-rata tinggi pohon sebesar 11.78 m, sedangkan pada
klaster 2 atau areal yang tidak terbakar memiliki rata-rata tinggi pohon yang lebih
besar yaitu 12.41 m (Gambar 13).

Gambar 13 Rata-rata nilai tinggi pada setiap areal
Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan
tinggi pohon akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata
5%.
Berdasarkan rata-rata pertumbuhan A. mangium untuk kelas diameter pohon
terlihat perubahan yang cukup signifikan. Pada areal tidak terbakar diameter A.
mangium memiliki rata-rata diameter 14.41 cm, sedangkan pada areal terbakar
diameter A. mangium memiliki rata-rata 12.49 cm. Sedangkan tinggi pohon pada
areal bekas terbakar tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan. Kelas tinggi
rata-rata tinggi A. mangium pada areal tidak terbakar sebesar 12.41 m, sedangkan

16

pada areal terbakar rata-rata tinggi A. mangium adalah 11.78 m. Dari rata-rata
pertumbuhan kelas diameter dan tinggi A. mangium tersebut terlihat bahwa ratarata kedua kelas pertumbuhan ini cenderung menurun nilainya pada areal bekas
terbakar atau dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata pertumbuhan kelas diameter
dan tinggi A. mangium lebih tinggi pada areal tidak terbakar dibanding areal bekas
terbakar. Hal ini sejalan dengan penelitian Eka (2008) yang menyatakan bahwa
faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan A. mangium lebih baik pada areal
tidak terbakar adalah sifat tanaman yang membutuhkan hara secara kontinyu,
sedangkan pada areal yang terbakar meskipun jumlah haranya meningkat tetapi
hanya bersifat sesaat atau tidak kontinyu. Hal inilah yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman pada areal terbakar tidak maksimal.
Berdasarkan hasil analisis dari setiap indikator, yaitu 1 parameter pada
indikator sifat fisik tanah (bulk density), 7 parameter pada indikator sifat kimia
tanah (pH, P, Ca, Mg, N, N total dan K) dan 2 parameter pada indikator
pertumbuhan (diameter dan tinggi pohon) diketahui bahwa parameter yang
berbeda nyata hanya pH, Mg dan diameter pohon saja, sedangkan bulk density, P,
Ca, N , N total, K dan tinggi pohon tidak berbeda nyata terhadap perlakuan.
Hasil penelitian analisis tanah terhadap perlakuan menunjukkan bahwa
pengaruh sifat fisik dan kimia tanah terhadap pertumbuhan pohon antara areal
tidak terbakar dan terbakar tidak berbeda nyata terhadap perubahan pertumbuhan
pohon. Unsur hara yang dijadikan parameter sifat fisik dan kimia tanah sebagian
besar menyatakan tidak berbeda nyata, sehingga pada pertumbuhan pohon pun
juga terlihat tidak adanya perubahan signifikan pada pertumbuhan diameter dan
tinggi pada pohon di areal terbakar.
Tegakan A. mangium di areal tidak terbakar maupun bekas terbakar yang
terdapat di BKPH Parung Panjang ini dinyatakan masuk ke dalam kategori hutan
sehat berdasarkan skoring FHM yang dilakukan. Adapun indikator yang
digunakan dalam skoring FHM adalah kondisi kerusakan pohon dan kondisi tajuk.

Forest Health Monitoring (FHM)
Kondisi Kerusakan Pohon
Kondisi kesehatan hutan dapat dilihat dari perhitungan skoring Plot Level
Indeks (PLI). Penilaian kerusakan pohon dilakukan pada setiap anular plot pada
klaster areal bekas terbakar dan klaster tidak terbakar.
Pada klaster bekas terbakar terdapat 60 pohon sedangkan klaster tidak
terbakar terdapat 50 pohon, di mana pada klaster bekas terbakar ditemukan 2
pohon mati yaitu pohon 5 dan 7 dengan nomor identitas pohon 1.1.05 dan 1.1.07
dengan kedua jenis pohon adalah Gmelina arborea. Sedangkan pada lahan tidak
terbakar tidak ditemukan pohon yang mati. Sebaran diameter pohon pada lahan
bekas terbakar adalah 5.41−17.52 cm, sedangkan pada lahan tidak terbakar adalah
10.51−17.20 cm.
Pada lahan bakas terbakar terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa
areal tersebut pernah terjadi kebakaran. Tanda-tanda tersebut dilihat dari batang
pohon bagian bawah yang berwarna hitam seperti hangus terbakar (Lampiran 4).
Berdasarkan hasil penilaian kerusakan pohon pada klaster 1 tidak ditemukan
pohon yang memiliki 3 kerusakan, kerusakan yang ditemukan maksimal hanya 2

17

kerusakan saja yaitu pada pohon dengan identitas 1.4.17, sedangkan pohon yang
memiliki 1 kerusakan ditemukan sebanyak 13 pohon, yaitu pohon dengan
identitas 1.1.2, 1.1.6, 1.1.8, 1.1.12, 1.1.13, 1.1.16, 1.2.10, 1.4.4, 1.4.9, 1.4.11,
1.4.12, 1.4.13, dan 1.4.15, sedangkan 46 pohon lainnya tidak ditemukan
kerusakan. Tipe kerusakan tertinggi paling banyak berupa kerusakan dengan kode
6 atau kerusakan yang disebabkan karena sarang rayap sebanyak 8 pohon,
selebihnya tipe kerusakan berupa karat puru, luka terbuka, batang patah, dan
daun berubah warna (tidak hijau). Dan tingkat keparahan pada klaster I berkisar 0,
2, 3, 5 dan 7, tetapi tingkat kerusakan terbanyak adalah tingkat kerusakan dengan
kode 0.
Hasil penilaian kerusakan pohon pada klaster 2 tidak ditemukan pohon yang
memiliki 3 dan 2 kerusakan, maksimal hanya 1 kerusakan saja yang ditemukan
sebanyak 16 pohon, yaitu dengan nomor identitas 2.1.3, 2.1.13, 2.2.1, 2.2.5, 2.2.7,
2.2.9, 2.2.10, 2.2.12, 2.3.2, 2.3.5, 2.3.8, 2.3.10, 2.3.13, 2.4.1, 2.4.6 dan 2.4.9. Tipe
kerusakan tertinggi paling banyak berupa kerusakan dengan kode 11 dan 22, yaitu
kerusakan yang disebabkan karena batang patah sebanyak 13 pohon dan cabang
patah sebanyak 3 pohon, sedangkan selebihnya tidak ditemukan kerusakan pada
pohon. Tingkat keparahan pohon terbanyak pada klaster II adalah tingkat
kerusakan dengan kode 0.
Hasil penilaian pada masing-masing klaster berdasarkan PLI pada klaster I
areal bekas terbakar menunjukkan bahwa pohon yang hidup sebanyak 58 pohon
dan 2 pohon mati. Rata-rata dari kondisi perpohon, klaster I areal bekas terbakar
masuk kedalam kelas sehat dengan nilai PLI 0.48. Nilai ini menunjukkan bahwa
pada areal bekas terbakar kondisi pohonnya sebagian besar masuk kategori sehat.
Sedangkan pada klaster II areal tidak terbakar menunjukkan bahwa semua pohon
hidup dan tidak ada yang mati. Rata-rata dari kondisi perpohon, klaster II areal
tidak terbakar masuk kedalam kelas sehat juga dengan nilai PLI 1.28 maka
dinyatakan pula bahwa pada areal tidak terbakar tersebut kondisi pohonnya
sebagian besar masuk kategori sehat (Tabel 4).
Tabel 4 Skoring PLI pada Klaster I dan II
Klaster
1
2

Jumlah pohon
60
50

Nilai PLI
0.48
1.28

Skoring
9
9

Semakin rendah nilai skor menunjukkan kondisi tegakan semakin tidak
bagus, sebaliknya semakin tinggi nilai skor kondisi hutan semakin bagus. Tetapi
semakin tinggi nilai PLI menunjukkan tingkat kerusakan pohon semakin tinggi.
Berdasarkan kondisi pohonnya, klaster areal terbakar dan tidak terbakar termasuk
ke dalam nilai ambang batas kategori keadaan hutan ideal atau perfect, artinya
bila ditinjau dari kondisi pohonnya kedua areal tersebut tegakannya dalam
keadaan sehat.
Kondisi Kerusakan Tajuk
Selain kondisi kerusakan pohon, indikator yang dapat digunakan untuk
menilai kondisi kesehatan hutan adalah kondisi kerusakan tajuk dengan
melakukan perhitungan Value Crown Ratio (VCR). Parameter yang digunakan

18

dalam perhitungan VCR adalah Live Crown Density (LCR), Crown Density
(CDS), Foliage Transparancy Ratio (FTR), Crown Dieback (CDB), dan Crown
Diameter (CD) (Gambar 12 ).

Gambar 14 Rata-rata LCR, CDS, FTR, CDB, dan CD pada areal terbakar dan
areal tidak terbakar
Rata-rata LCR pada Klaster I areal bekas terbakar didapatkan presentase
sebesar 73.45% dan pada Klaster II areal tidak terbakar sebesar 66.20%,
sedangkan rata-rata presentase CDS pada Klaster I dan II didapatkan nilai 71.98%
dan 69.90%, untuk parameter FTR pada Klaster I didapatkan presentase 27.93%
sedangkan pada Klaster II memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu 29.50%.
Pada parameter CDB Klaster I memiliki presentase 0.43%, sedangkan Klaster II
0%. Untuk panjang CD pada Klaster I areal bekas terbakar adalah 4.21 m
sedangkan pada Klaster II memiliki nilai CD yang lebih besar yaitu 4.97 m.
Nilai VCR di areal tidak terbakar lebih besar dibandingkan areal bekas
terbakar, yaitu 3.93 dan 3.90 (Tabel 5). Meskipun demikian tetapi nilai VCR pada
kedua areal ini tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan kondisi tajuk tegakan di
areal bekas terbakar sudah mulai pulih kembali.
Tabel 5 Skoring VCR pada Klaster I dan II
Klaster

Jumlah pohon

Rata-rata VCR

Skoring

1

60

3.90

9

2

50

3.93

9

Berdasarkan skoring kesehatan hutan nilai VCR pada areal bekas terbakar
maupun areal tidak terbakar mendapat skoring 9 pada masing-masing areal. Maka
dapat dikatakan bahwa kondisi kesehatan hutan pada areal bekas terbakar maupun
tidak terbakar masuk kedalam kategori sehat.

19

Adanya hasil penilaian fire severity yang menyatakan bahwa kebakaran
hutan yang terjadi di Klaster I areal bekas terbakar masuk kedalam kategori
kebakaran sangat ringan, sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan
terhadap areal tersebut, dilihat dari hasil uji sidik ragam pada tanah dan vegetasi.
Hasil penilaian fire severity tersebut dapat dikaitkan dengan hasil skoring FHM di
mana berdasarkan kondisi kerusakan pohon dan tajuk menyatakan bahwa Klaster
I bekas terbakar memiliki kondisi yang sehat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1

2

3

4

Penilaian fire severity menyatakan bahwa lokasi penelitian areal bekas
terbakar tahun 2011 BKPH Parung Panjang termasuk pada kategori ke-4
(sangat ringan), yaitu dengan skoring 15%.
Penilaian skoring kesehatan hutan berdasarkan metode FHM pada indikator
kondisi pohon dan tajuk menyatakan bahwa areal bekas terbakar masuk ke
dalam kategori hutan yang sehat.
Rata-rata diameter dan tinggi A. mangium pada areal tidak terbakar
memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibanding pada areal bekas
terbakar.
Parameter yang berbeda nyata antara areal terbakar dan tidak terbakar
adalah pH, Mg dan diameter pohon, sedangkan parameter yang tidak
berbeda nyata adalah bulk density, P, Ca, N , N total, K dan tinggi pohon.
Saran

1

2

Perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap kualitas tanah mineral dengan
selang waktu yang lebih lama dan dilakukan analisis pertumbuhan tanaman
pada lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui perubahan sifat fisika dan
kimia tanah mineral terhadap pertumbuhan tanaman pada areal bekas
terbakar dengan tepat.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kebakaran dari segi
biologi tanah, sehingga dibutuhkan kajian yang lebih mendalam dengan
menambah komponen-komponen sifat tanah lain supaya dapat diketahui
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use. Toronto (CN):
McGraw Hill Inc.
Chandler C, Cheney P, Trabaud L, Williams D. 1983. Fire in Forest Vol 1 Forest
Fire Behaviour and Effects. Toronto (CN): Jhon Wiley and Sons Inc.

20

DeBano CF, Neary DG, Folliot PF. 1998. Fire’s Effect On Ecosystems. New York
(US): John Wiley and Sons Inc.
[Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam]. 2003. Penyuluhan
Pengendalian Kebakaran Hutan. [Internet]. [diunduh 2013 Mei 24].
Tersedia pada: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab1/2012-100179-IF%20Bab%201.pdf.
Eka, NA. 2008. Pengaruh sifat fisik dan kimia tanah gambut dua tahun setelah
terbakar dalam mempengaruhi pertumbuhan Acacia mangium di areal
IUPHHK-HT PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta (ID): CV
Akademika Pressindo.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo.
Hawley RC, Stickel PW. 1984. Forest Production. New York (US): John Wiley
and Sons, Inc & Chapman and Hall. Limited.
Perum Perhutani KPH Bogor. 2011. Buku Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium. Bogor (ID): KPH Bogor.
Setyono, D. 2004. Dampak kebakaran vegetasi terhadap sifat kimia tanah (studi
kasus di areal Hutan Tanaman Gunung Salak, Parangkuda, Sukabumi,
Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suratmo, FG. 1979. Kebakaran Hutan (Forest Fire). Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian.
Syaufina. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID):
Bayumedia Publishing.
Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): PT Rineka
Cipta.
USDA Forest Service. 1995. Environmental Monitoring and Assessment
Program Forest Health Monitoring Quality Assurance Project Plan for
Detection Monitoring Project. Las Vegas (US): Environmental
Monitoring Systems Laboratory.
Wibowo A. 2003. Permasalahan areal dan Pengendalian Kebakaran Hutan di
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam.
Verma S, Jayakumar S. 2012. Impact of forest fire on physical, chemical and
biological properties of soil: A review. Proceedings of the International
Academy of Ecology and Environmental Sciences, 2012, 2(3):168-176. 1
Sept 2012. IAEES.
Yudasworo, DI. 2001. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan sifat
kimia tanah (studi kasus di Hutan Sekunder Haurbentes Jasinga, Bogor)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

21

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

Gambar pembuatan plot FHM di Areal terbakar dan tidak terbakar
Keterangan:
: Plot FHM pada areal terbakar
: Plot FHM pada areal tidak terbakar

22

Lampiran 2 Rekapitulasi analisis sifat fisik dan kimia tanah
Sifat
Fisika
Perlakuan

Mikro
plot

Sifat Kimia
P

Bd
(g cm-3)

N-total

Na

Mg

K

Ca

(Me 100 g-1)

(Me 100 g-1)

pH
(ppm)

(%)

(Me 100 g-1)

(Me 100 g-1)

Areal Tidak

1

1,20

4.30

11.60

0.24

1.12

1.31

0.80

0.64

Terbakar

2

1,31

4.10

10.70

0.13

0.68

1.12

0.56

0.56

3

1,03

4.10

9.10

0.11

0.82

1.02

0.64

0.36

Areal Bekas

1

1,24

4.80

10.70

0.12

0.82

2.50

0.46

1.36

Terbakar
Tahun

2

1,09

4.50

11.60

0.14

0.78

3.00

0.43

3.35

2011

3

1,18

4.60

9.10

0.11

0.76

1.61

0.53

1.46

Lampiran 3 Hasil Uji sidik ragam sifat fisik dan kimia tanah
Sifat Tanah
Sifat Fisik Tanah

Sifat Kimia Tanah

Parameter

F Value

Hasil sidik ragam

Bulk density
pH
P
N
Na
Mg
K
Ca

0.9190
0.0135
1.0000
0.3486
0.5443
0.0425
0.0649
0.0781

tn
*
tn
tn
tn
*
tn
tn

tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%
* = berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%

Lampiran 4 Hasil Uji sidik ragam diameter dan tinggi pohon
Variabel pertumbuhan

F Value

Hasil sidik ragam

Diameter

0.0332

*

Tinggi

0.4857

tn

tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%
* = berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%

23

Lampiran 5 Rekapitulasi jumlah pohon yang masih terlihat bekas terbakar pada
batang
Sub plot 1

Sub plot 2

Sub plot 3

Sub plot 4

No
pohon

T arang

No
pohon

T arang

No
pohon

T arang

No
pohon

T arang

1

0

1

58

1

64

1

0

2

0

2

0

2

64

2

0

3

0

3

0

3

80

3

92

4

53

4

0

4

110

4

111

5

0

5

0

5

105

5

79

6

46

6

0

6

200

6

0

7

0

7

0

7

180

7

0

8

0

8

0

8

167

8

0

9

0

9

0

9

0

9

0

10

0

10

45

10

0

10

121

11

0

11

0

11

0

12

0

12

0

12

0

13

40

13

0

13

0

14

52

14

99

14

106

15

28

15

0

16

88

16

0

17

0

17

0

18

70

18

0

24

Lampiran 6 Dokumentasi pengambilan data di lapangan

(a)

(b)

(c)

(d)

Keterangan: (a) Pengukuran diameter pohon; (b) Pengukuran jarak datar;
(c) Pengambilan sampel tanah; (d) Pengukuran tinggi arang bekas
terbakar

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1991 dari ayah Darma
Purba dan ibu Rosliana Sariam Saragih. Penulis adalah putri ketiga dari tiga
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 31 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) IPB dan
diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi
mahasiswa dan kegiatan yang berlangsung di fakultas maupun departemen.
Penulis bergabung menjadi anggota Departemen Public Relation International
Forestry Students Association (IFSA) 2011, anggota Informasi dan Komunikasi
himpunan profesi Tree Grower Community (TGC) periode 2011-2012 dan 20122013.
Selain organisasi di atas, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di
fakultas maupun departemen, diantaranya sebagai ketua divisi acara kegiatan
BELANTARA 2011, anggota divisi medis kegiatan Bina Corps Rimbawan 2012,
anggota divisi acara Tree Grower Community In Action 2012. Penulis telah
melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Cikeong-Tangkuban
perahu tahun 2011, tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan
di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi serta bulan Februari tahun 2013
penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di IUPHHK-HT PT. Sebangun Bumi
Andalas Wood Industries, Palembang. Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan
judul “Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung
Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa barat dan Banten” sebagai
upaya untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut
Pert

Dokumen yang terkait

Evaluasi Upah Kerja Pemanenan Acacia mangium Wild di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 4 64

Evaluasi Jaringan Jalan Angkutan Hasil Hutan di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 7 59

Studi Penerapan Metode Pohon Contoh (Tree Sampling) Dalam Pendugaan Potensi Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 9 84

Hubungan Reflektansi Terhadap Umur Tegakan Acacia mangium Menggunakan Citra Spot 5 Di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perhutani Unit III Jawa Barat

0 15 65

Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pada Tegakan Akasia (Acacia mangium Willd.) di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 7 61

Model persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.): studi kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 12 66

Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan Pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

1 8 58

Pendugaan potensi serapan karbon pada tegakan pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 5 42

Hubungan Faktor Iklim dengan Kejadian Kebakaran Hutan di KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

1 6 37

Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 4 32