Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM
PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

FILDAH AMALINA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Kebakaran
Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah
benar karya saya dengan bimbingan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi dan lembaga mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Fildah Amalina
NIM E44090057

ABSTRAK
FILDAH AMALINA. Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO.
Potensi kebakaran hutan dikaji berdasarkan pengendalian kebakaran hutan dan
sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan yaitu aktivitas manusia serta curah
hujan. Tujuan penelitian untuk menganalisis tingkat kerawanan terjadinya
kebakaran hutan berdasarkan curah hujan 5 tahun terakhir, mengkaji sumber
penyebab terjadinya kebakaran hutan dan menganalisis upaya pengendalian
kebakaran hutan di KPH Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan
rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir, yaitu 2 545 mm maka KPH
Bogor termasuk kategori tidak rawan terhadap kebakaran hutan. Potensi
kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat tergolong rendah
karena sistem pembakaran terkendali yang diterapkan oleh masyarakat dan akibat
konflik sosial cukup tinggi karena kurang terjalinnya komunikasi baik antara

pihak KPH Bogor dengan masyarakat sekitar hutan. Rendahnya informasi
mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang diperhatikannya keberadaan
papan peringatan adalah bentuk belum optimalnya upaya pengendalian.
Kata kunci: aktivitas manusia, curah hujan, KPH Bogor, potensi kebakaran, upaya
pengendalian

ABSTRACT
FILDAH AMALINA. The Potential of Forest Fire in KPH Bogor Perum
Perhutani Unit III West Java and Banten. Supervised by BAMBANG HERO
SAHARJO.
The potential of forest fire can be studied based on forest fire controlling and
source of forest fire that is human activity also rainfall. The objectives of this
research are to analyze the level of vulnerability forest fire based on rainfall rate
from 5 years recently, to study the source of forest fire and analyze the efforts of
forest fire controlling in KPH Bogor. The result showed that the average of yearly
rainfall rate on recent 5 years is 2 545 mm. It can be categorized into not prone
toward forest fire. The potential of forest fire that caused by land clearing was low
because it was controlled burning applied by the society. The potential of forest
fire that caused by social conflict was quite high due to lack of good relations
between KPH Bogor and the society. Less on information about socialization

program and less on attention toward the existence of warning board is a
ineffective forest fire controlling.

Keywords: forest fire controlling, human activity, KPH Bogor, potential forest
fire, rainfall

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM
PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

FILDAH AMALINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten
Nama
: Fildah Amalina
NIM
: E44090057

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr
Dosen Pembimbing

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Potensi KebakaranHutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten
Nama
: Fildah Amalina
NIM
: E44090057

Prof Dr Ir Bambang Hero Sah31jo, MAgr
Dosen Pembimbing

Tanggal Lulus:

:14 FEB 2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
penulis berhasil menyelesaikan skripsi berjudul Potensi Kebakaran Hutan di KPH
Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo,
MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan waktu luang untuk
memberikan saran serta arahan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan
baik. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Amira selaku staff Stasiun
Klimatologi Klas I Darmaga dan Bapak Adis selaku petugas RPH Maribaya yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih tak terhingga
penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta Bapak Moh. Erfan dan Ibu
Nanik Wijaya serta seluruh keluarga yang selalu setia memberi dukungan dan
mendoakan keberhasilan penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada Vera Linda
dan Yusi Nurmala yang telah membantu dalam pengumpulan data selama
penelitian serta Intan Endawaty yang banyak memberi bantuan dan saran. Ucapan
terimakasih juga penulis berikan kepada teman-teman penulis, yaitu Prasetya
Agista, Ika Syahfitri, Ikbal Putera, Dery Fauzan, Lia Fauziah, Lody Junio, Tria
Amelia, Triary Casuarina, Hannum W, Arry Resty, Ade Ayu dan Risna Silfiana
yang selalu menemani dan memberikan semangat dan dukungan, sehingga skripsi
ini dapat dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa juga penulis ucapkan terima
kasih kepada seluruh Silvikultur 46.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, sehingga
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik
membangun dari semua pembaca. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Bogor, Februari 2014
Fildah Amalina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Lokasi dan Waktu Penelitian


2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4

Profil KPH Bogor

4

Profil Desa Penelitian


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Tingkat Kerawanan Kebaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan

7

Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan

9

Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Bogor
SIMPULAN DAN SARAN

14
17


Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan
2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian
3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian
4 Luas lahan garapan masyarakat

4
6
6
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Lokasi penelitian
Kondisi curah hujan periode 2008–2012 di RPH Maribaya
Frekuensi kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012
Luas areal terbakar di RPH Maribaya tahun 2008–2012
Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2008–2012)
Persentase cara pembersihan lahan masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok
Persentase kegagalan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
dalam proses pembakaran
Persentase alasan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar
Pembersihan lahan dengan cara bakar
Penyebab kebakaran hutan
Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan
Bentuk penyuluhan tidak langsung (a) papan peringatan dan (b) papan
larangan

5
7
8
8
9
10
12
12
13
14
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012
2 Data curah hujan bulanan tahun 2008–2012

19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi hutan Indonesia saat ini tampak memprihatinkan. Luas hutan di
Indonesia menyusut setiap tahunnya akibat deforestasi hutan. Kementrian
kehutanan mencatat kerusakan hutan periode 2003–2008 mencapai 0.9 juta hektar
per tahun (Hakim 2010). Banyak faktor yang menyebabkan deforestasi hutan,
salah satunya adalah kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun di seluruh
wilayah Indonesia. Kebakaran hutan Indonesia terbesar terjadi pada tahun
1997/1998 yang menghanguskan seluas 9.7 juta hektar (Suyanto dan Aplegate
2001). Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) merupakan pembakaran yang
penjalarannya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti
serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati, pohon mati yang tetap berdiri, logs,
tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedauan dan pohon-pohon.
Kebakaran hutan di Indonesia umunya disebabkan oleh aktivitas manusia
dalam menggunakan api dalam aktivitas sehari-hari (sengaja ataupun kelalaian).
Beberapa contoh aktivitas manusia yang menjadi penyebab kebakaran hutan di
Indonesia, yaitu penggunaan api oleh para pencari rotan dan madu di KPH
Banyuwangi, kegiatan perladangan dan usaha dalam mendapatkan rumput untuk
ternak di Sumatra Selatan, kelalaian pendaki gunung dalam pengguaan api di
Gunung Ciremai dan akibat perambatan api pada pembersihan lahan oleh
masyarakat di Kalimantan Selatan (Wibowo 2003). Kondisi kesejahteraan sosial
masyarakat sekitar hutan memegang kunci dalam adanya gangguan pada hutan
seperti terjadinya kebakaran hutan (Pratiwi 2007). Aktivitas manusia tersebut
ditunjang oleh kondisi iklim, yaitu curah hujan. Menurut Syaufina (2008) puncak
kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang rendah.
Kejadian kebakaran hutan sebagian besar berdampak merugikan. Dampak
yang ditimbulkan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial
dan kesehatan bahkan psikologis dan politik (Suratmo 2003). Besarnya dampak
yang ditimbulkan dari kebakaran hutan maka dibutuhkan kajian terhadap potensi
kebakaran hutan.
Potensi kebakaran hutan di KPH Bogor dapat dikaji berdasarkan upaya
pengendalian dan sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan serta faktor yang
mempengaruhinya, yaitu curah hujan. Sumber penyebab terjadinya kebakaran
hutan dikaji berdasarkan aktivitas masyarakat meliputi kegiatan pembersihan
lahan dan konflik sosial masyarakat. Kajian potensi kebakaran hutan di KPH
Bogor penting dilakukan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan.

2
Tujuan Penelitian
1 Menganalisis tingkat kerawanan terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor
berdasarkan curah hujan 5 tahun terakhir (2008–2012).
2 Mengkaji sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor.
3 Menganalisis upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
kebakaran hutan di KPH Bogor berdasarkan upaya pengendalian dan sumber
penyebab terjadinya kebakaran hutan serta faktor yang mempengaruhi, yaitu
curah hujan sehingga dapat dijadikan sebagai bentuk pencegahan terhadap
terjadinya kebakaran hutan di wilayah KPH Bogor.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan desa penelitian yaitu
Desa Tapos dan Desa Barengkok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober
2013 sampai dengan bulan November 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitan adalah kuesioner, kamera dan alat
perekam. Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data curah hujan 5
tahun terakhir (2008–2012), data kebakaran hutan 5 tahun terakhir (2008–2012),
data monografi Desa Tapos dan Desa Barengkok, kondisi umum wilayah
penelitian dan data pendukung yang relevan dengan penelitian, yaitu studi
pustaka.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri atas empat tahapan kegiatan, yaitu pemilihan
lokasi, penetapan responden, teknik pengumpulan data dan analisis data.
Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
berdasarkan frekuensi kebakaran tertinggi dalam 5 tahun terakhir (2008–2012),
maka dipilih RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor sebagai lokasi
penelitian. Desa penelitian dipilih Desa Tapos dan Desa Barengkok karena posisi

3
desa tersebut mengelilingi kawasan hutan RPH Maribaya BKPH Parung Panjang
KPH Bogor.
Penetapan Responden
Penetapan responden sebagai objek penelitian dilakukan dengan metode
snowball sampling technique, yaitu pada awalnya peneliti mengenal informan
kunci yang kemudian informan kunci akan memperkenalkannya kepada informan
lain (Bungin 2011). Jumlah responden masing-masing desa sebanyak 30 orang,
sehingga total responden keseluruhan sebanyak 60 orang. Informan dalam
penelitian ini adalah pihak RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer, meliputi:
a Wawancara mendalam
Pengumpulan data wawancara mengikuti metode Muhadjir (1992), yaitu
peneliti mendatangi responden secara langsung dan mengambil kesempatan
yang memudahkan. Informasi sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan
meliputi kegiatan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat serta
upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor diperoleh dengan
menanyakan secara langsung kepada responden (masyarakat Desa Tapos dan
Desa Barengkok) yang dipandu dengan daftar pertanyaan (kuesioner).
b Observasi
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan pengamatan langsung terhadap
objek yang diteliti. Informan dalam penelitian adalah pihak RPH Maribaya.
Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui studi dokumen dan arsip.
Data sekunder meliputi data curah hujan bulanan 5 tahun terakhir (2008–2012),
data kebakaran hutan 5 tahun terakhir (2008–2012), data monografi Desa Tapos
dan Desa Barengkok, kondisi umum wilayah penelitian dan data pendukung yang
relevan dengan penelitian, yaitu studi pustaka.
Analisis Data
Analisis data penelitian ini bersifat deskriptif dengan menarasikan semua
fakta yang diperoleh di lapangan. Analisis tingkat kerawanan kebakaran hutan
dilihat dari rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir. Selanjutnya,
diklasifikasikan pada kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan
(Septicorini 2006).
Tabel 1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan
Kelas kerawanan
Rawan sangat tinggi
Rawan sedang
Tidak rawan
Sumber: Septicorini 2006

Curah hujan (mm)
< 500
1 000-1 500
> 2 000

4
Analisis sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan dilakukan dengan
mengidentifikasi data hasil wawancara mendalam dan observasi di lapangan
terkait dengan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat sekitar kawasan
hutan KPH Bogor. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar. Analisis
upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor dengan mengidentifikasi data
hasil wawancara mendalam dan observasi di lapangan mengenai pencegahan, pra
pemadaman, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran. Data disajikan dalam
bentuk narasi, tabel dan gambar.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Profil KPH Bogor
Letak dan Luas Wilayah
Wilayah KPH Bogor secara geografis terletak pada koordinat 106o20’28”BT
sampai 107o17’09” BT dan 05o55’24” LS sampai 06o48’00” LS. Luas kawasan
hutan KPH Bogor berdasarkan sejarah berita acara tata batas (BATB) adalah
90 856.45 hektar dan yang telah dikukuhkan seluas 84 360.40 hektar tersebar di
tiga kelas perusahaan yaitu: KP Akasia mangium, KP Meranti dan KP Pinus,
dikarenakan adanya kawasan hutan yang masuk dalam perluasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango maka luas kawasan KPH
Bogor sampai tahun 2010 adalah 49 342.59 hektar.
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara
administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu
kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang yang secara geografis terletak pada
koordinat 106o26’03” BT sampai 106o35’16” BT dan 06o35’20” LS sampai
06o27’01” LS dengan batas administrasf sebagai berikut:
Sebelah utara
: BKPH Tangerang
Sebelah selatan
: BKPH Jasinga
Sebelah timur
: BKPH Jasinga
Sebelah barat
: BKPH Lebak
Kawasan hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas
Perusahaan (KP) Akasia mangium yang terdiri dari 3 Resort Pemangkuan Hutan
(RPH) seluas 5 397.24 hektar, yaitu RPH Tenjo seluas 1 536.15 hektar, RPH
Maribaya seluas 127.39 hektar dan RPH Tenjo seluas 1 733.70 hektar (Perum
Perhutani KPH Bogor 2011).
Topografi dan Iklim
Kawasan hutan BKPH Parung Panjang termasuk dalam tipe iklim A dengan
curah hujan rata-rata 3 000 mm/tahun dengan suhu harian tertinggi 25.5oC dan
suhu terendah 18oC berdasarkan perbandingan bulan basah dan bulan kering
setiap tahun serta memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar
sampai dengan landai dengan kemiringan bervariasi mulai dari datar (0–8%) dan
kemiringan agak curam (15–25%). Berdasarkan ketinggian tempat dari

5
permukaan laut, BKPH Parung Panjang berada pada ketinggian 38–113 mdpl
(Perum Perhutani KPH Bogor 2011).
RPH Maribaya terletak pada ketinggian 60 mdpl, dengan curah hujan ratarata 2 761 mm per tahun. Keadaan topografi RPH Maribaya secara umum datar,
dengan kemiringan lahan antara 0% sampai 5%.
Profil Desa Penelitian
Keadaan Wilayah Penelitian

Gambar 1 Lokasi penelitian
Desa Tapos seluas 610.14 hektar termasuk dalam Kecamatan Tenjo RPH
Maribaya BKPH Parung Panjang Kabupaten Bogor. Batas-batas wilayah Desa
Tapos adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Batok Kecamatan Tenjo,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Barengkok Kecamatan Jasinga, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Pangaur Kecamatan Jasinga dan sebelah barat
berbatasan dengan Desa Ciomas Kecamatan Tenjo.
Desa Barengkok dengan luas wilayah 522 hektar termasuk dalam
Kecamatan Jasinga RPH Maribaya BKPH Parung Panjang. Batas-batas wilayah
Desa Barengkok adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Tapos Kecamatan
Tenjo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Argapura Kecamatan Cigudeg,
sebelah barat berbatasan dengan Desa Bagoang Kecamatan Jasinga dan sebelah
timur berbatasan dengan Desa Ciomas Kecamatan Tenjo.

6
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Desa Tapos memiliki penduduk berjumlah 7 743 jiwa dan jumlah penduduk
Desa Barengkok adalah 8 238. Tingkat pendidikan di Desa Tapos mayoritas pada
tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 765 orang, sedangkan pada Desa
Barengkok mayoritas pada tingkat tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1
628 orang, yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian
Jenis pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
D1
D2
D3
S1
S2

Desa Tapos (orang)
356
765
568
250
6
4
6
18
1

Desa Barengkok (orang)
1 628
316
134
87
9
19
4

Sumber: Laporan tahunan kinerja Desa Tapos 2012 dan Desa Barengkok 2012

Mata pencaharian penduduk Desa Tapos umumnya adalah sebagai buruh
sebanyak 987 orang, kemudian disusul dengan buruh tani sebanyak 850 orang dan
pekerja swasta sebanyak 788 orang. Pada Desa Barengkok mayoritas penduduk
adalah sebagai petani sebanyak 2 821 orang, kemudian disusul dengan buruh tani
sebanyak 1 031 orang dan buruh sebanyak 819 orang, yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian
Mata pencaharian
PNS
Guru
Guru honor
TNI
Pensiunan TNI
Pensiunan PNS
Petani
Pensiunan BUMN
Pekerja Swasta
Buruh
Tukang
Pedagang keliling
Wiraswasta
Pedagang
Buruh tani
Kuli
Pengemudi ojeg
Ustadz
Dokter
Bidan

Desa Tapos (orang)
18
12
1
2
11
679
788
987
52
57
450
455
850
567
15
35
-

Desa Barengkok (orang)
8
14
31
3
6
2 821
2
819
37
12
42
1 031
470
24
31
1
1

Sumber: Laporan tahunan kinerja Desa Tapos 2012 dan Desa Barengkok 2012

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kerawanan Kebaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan

Curah hujan (mm)

Iklim dan cuaca bukan sebagai penyebab utama kebakaran hutan, namun
mempengaruhi dengan cara yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu
menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia, musim kebakaran yang
panjang, mengatur kadar air dan flamabilitas dari bahan bakar mati, serta
mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan (Syaufina 2008).
Curah hujan adalah faktor iklim yang memegang peran penting dalam terjadinya
kebakaran hutan karena menentukan akumulasi bahan bakar rerumputan.
Musim kebakaran hutan biasanya berhubungan dengan pola curah hujan.
Hasil penelitian Syaufina (1988) dalam Syaufina (2008) menunjukkan bahwa
peningkatan kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang
rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan kurang dari 60 mm berdasarkan
klasifikasi Schimidt dan Fergusson termasuk dalam bulan kering, sedangkan
curah hujan lebih dari 60 mm termasuk dalam bulan basah (Handoko 1994).
600
500
400
300
200
100
0

2008
2009
2010
2011
2012

Bulan

Gambar 2 Kondisi curah hujan periode 2008–2012 di RPH Maribaya
Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada bulan
Juli tahun 2008 dimana tidak terjadi hujan, sedangkan curah hujan tertinggi yaitu
bulan September tahun 2010 sebesar 554 mm. Kejadian kebakaran hutan pada
tahun 2008 tidak terjadi pada bulan Juli melainkan pada bulan Agustus dengan
curah hujan sebesar 133 mm.
Kejadian kebakaran hutan di RPH Maribaya terjadi hampir setiap tahun
selama 5 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2010. Kejadian kebakaran hutan
tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan frekuensi 5 kali (Gambar 3) dengan total
areal terbakar seluas 5 hektar (Gambar 4) yang terjadi pada bulan September.
Pada bulan tersebut curah hujan di KPH Bogor rendah yaitu sebesar 39 mm.
Menurut Syaufina (2008) frekuensi dan luas kebakaran tertinggi terjadi pada
bulan dengan curah hujan rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan berpengaruh
terhadap kelembaban regional hutan, khususnya terhadap bahan bakar. Curah
hujan yang rendah maka kelembaban bahan bakar rendah dan kadar air pun
rendah, sehingga potensi kebakaran tinggi. Kerugian akibat kebakaran hutan pada

8

Frekuensi kebakaran (kali)

tahun 2011 sebesar Rp 9 900 000. Jenis tanaman yang mengalami kerusakan
adalah mangium, tumbuhan bawah dan habitat hutan lainnya.
Kebakaran hutan tahun 2009 terjadi pada bulan Mei dengan total areal
terbakar seluas 2 hektar dengan curah hujan cukup tinggi yaitu sebesar 67 mm.
Kebakaran hutan tahun 2012 terjadi pada bulan September dengan total areal
terbakar seluas 0.8 hektar dengan curah hujan cukup tinggi sebesar 116 mm.
Kejadian kebakaran hutan di RPH Maribaya dalam 5 tahun terakhir (2008–2012)
rata-rata terjadi pada bulan Agustus dan September.
6

5

5
4
3
2

1

1

1

1
0

0
2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Luas areal terbakar (hektar)

Gambar 3 Frekuensi kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012
12

10

10
8
5

6
4

2

2

0.8

0

0
2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Gambar 4 Luas areal terbakar di RPH Maribaya tahun 2008–2012
Tipe kebakaran yang terjadi di RPH Maribaya adalah kebakaran permukaan,
karena api membakar serasah, semak-semak dan anakan pohon. Kebakaran tipe
ini jika tidak cepat dipadamkan dapat menjalar ke arah tajuk yang didukung
dengan bantuan angin, sehingga terjadi kebakaran tajuk. Menurut pihak RPH
Maribaya kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia.

Jumlah curah hujan

9
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

3513
2707
2249

2361
1898

2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Gambar 5 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2008–2012)
Gambar 5 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada tahun
2011, sedangkan curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2011. Rata-rata curah
hujan 5 tahun terakhir (2008–2012) di RPH Maribaya sebesar 2 545 mm
(Lampiran 2). Berdasarkan klasifikasi kelas kerawanan kebakaran hutan
Septicorini (2006) termasuk dalam tingkat tidak rawan terhadap kebakaran hutan,
karena memiliki curah hujan lebih dari 2 000 yang merupakan daerah iklim basah.
Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan
Pembersihan Lahan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan KPH Bogor
Masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok adalah masyarakat sekitar
kawasan hutan RPH Maribaya. Pada umumnya, masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok menggarap lahan milik pribadi dengan luas lahan garapan berkisar
antara 0.5 sampai 3 hektar (Tabel 2).
Luas lahan yang tidak terlalu besar yakni 0.5 hektar ditanami jenis mangium
dan jenis tanaman palawija, sedangkan lahan dengan luasan 1 sampai 3 hektar
biasanya ditanami dengan jenis mangium atau sengon dan jenis tanaman palawija.
Tabel 2 Luas lahan garapan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
Luas lahan
(hektar)
0.5–1
1–3
3

Desa Tapos
Jumlah
Persentase
responden
(%)
11
36.67
17
56.67
2
6.67

Desa Barengkok
Jumlah
Persentase
responden
(%)
13
43.33
17
56.67
-

Kegiatan pembersihan lahan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok biasanya dilakukan setiap tahun setelah panen. Pembersihan lahan
yang dilakukan oleh masyarakat dibedakan menjadi 2, yaitu pembersihan lahan
yang dilakukan dengan cara bakar (burning) dan pembersihan lahan tanpa bakar
(no burning). Penggunaan pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) atau

10
tanpa bakar (no burning) didasarkan pada efisiensi waktu, tingkat kemudahan
serta pupuk yang dihasilkan.
Desa Tapos

Desa Barengkok

90

86.67

13.33

Bakar

10

Tanpa bakar

Gambar 6 Persentase cara pembersihan lahan oleh masyarakat Desa Tapos dan
Desa Barengkok
Gambar 6 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tapos yang menggunakan
cara bakar (burning) dalam pembersihan lahan sebesar 86.67% sedangkan yang
memilih dengan cara tanpa bakar (no burning) sebesar 13.33%. Pada masyarakat
Desa Barengkok yang memilih pembersihan lahan dengan cara bakar (burning)
yaitu sebesar 90% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no burning)
yaitu sebesar 10%. Masyarakat sekitar kawasan hutan (Desa Tapos dan Desa
Barengkok) pada dasarnya lebih memilih cara pembersihan lahan dengan cara
bakar dibandingkan dengan cara tanpa bakar.
Pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) oleh masyarakat Desa
Tapos dan Desa Barengkok dilakukan saat musim kemarau tiba, yaitu sekitar
bulan September. Pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) pada lahan
garapan seluas 0.5 hektar biasanya dilakukan oleh 1 orang, sedangkan luas lahan
garapan berkisar antara 1 hektar sampai 3 hektar pembersihan lahannya dilakukan
oleh 2 orang atau lebih.
Teknik pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok tidak jauh berbeda. Hal ini karena teknik tersebut telah mereka ketauhi
sejak turun-temurun. Tahapan-tahapan dalam pembersihan lahan dengan cara
bakar (burning) yang dilakukan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
adalah sebagai berikut:
1 Pembersihan lahan
Pembersihan lahan dilakukan dari tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa
hasil panen (ranting dan cabang) dengan golok, parang atau arit. Waktu
pengerjaan biasanya dilakukan masyarakat pada pagi hari.
2 Pengeringan bahan bakar
Bakar bakar yang digunakan untuk kebutuhan pembakaran adalah sampah
hasil pembersihan lahan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen).
Pengeringan bahan bakar dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahari. Lama waktu penjemuran tergantung pada keadaan cuaca. Keadaan
cuaca yang semakin kering akan mempercepat proses pengeringan bahan
bakar.

11
3

Pembuatan sekat bakar
Pembuatan sekat bakar dilakukan masyarakat sebelum melakukan
pembakaran. Pembuatan sekat bakar dengan cara pembersihan sisi ladang
dari serasah, rumput atau vegetasi lainnya yang berpotensi untuk terbakar
dengan cangkul dan parang. Lebar sekat bakar yang dibuat oleh masyarakat
yaitu sekitar 1 meter. Pembuatan sekat bakar bertujuan untuk mencegah
perembetan api ke areal lain.
4 Pembakaran
Pembakaran dilakukan dengan teknik tumpuk (pile burning). Bahan bakar
(sampah hasil pembersihan lahan) yang kering dikumpulkan dalam beberapa
tumpukan, jarak antar tumpukan tidak ditentukan secara pasti. Pembuatan
beberapa tumpukan bertujuan untuk mempermudah pekerjaan dan
mempersingkat waktu pengerjaan. Api pada pembakaran dengan cara tumpuk
akan bergerak di tengah membakar habis bahan bakar, sehingga mengurangi
resiko penjalaran api bergerak ke arah luar (Tatra 2009). Pengawasan selalu
dilakukan masyarakat selama proses pembakaran berlangsung. Pembakaran
dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 13.00 dan lamanya
pembakaran adalah kurang dari 6 jam. Pembakaran yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok berbeda dengan pembakaran
yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kubu Raya Provinsi
Kalimantan Barat. Berdasarkan penelitian Silfiana (2013), pembakaran yang
dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kubu Raya seperti membakar
sampah rumah tangga, yaitu menggunakan minyak tanah sebagai alat bantu
pemicu api (korek api).
5 Penanaman
Penanaman mulai dilakukan pada saat sudah masuk musim penghujan, yaitu
sekitar bulan November.
Masyarakat mengaku sering mengalami kegagalan pada saat pembakaran
berlangsung. Masyarakat Desa Tapos yang mengalami kegagalan sebesar 69.23%
dan masyarakat Desa Barengkok yang mengalami kegagalam sebesar 77.78%,
sedangkan masyarakat Desa Tapos yang tidak mengalami kegagalan sebesar
30.77% dan masyarakat Desa Barengkok sebesar 22.22%. Kegagalan terjadi
karena perubahan kondisi cuaca, yaitu turunnya hujan.

12
Desa Tapos

Desa Barengkok

77.73
69.22

30.78
22.27

Gagal

Tidak

Gambar 7 Persentase kegagalan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
dalam proses pemabakaran
Pembersihan lahan dengan cara bakar menurut masyarakat lebih
menguntungkan dibandingkan dengan tanpa bakar. Gambar 8 menunjukkan
bahwa sekitar 57.69 % masyarakat Desa Tapos dan 51.85 % masyarakat Desa
Barengkok lebih menyukai pembakaran lahan mereka dengan cara bakar karena
abu yang dihasilkan sangat baik bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan sekitar
42.31% masyarakat Desa Tapos dan 48.15% masyarakat Desa Barengkok
menyukai pembakaran dengan cara bakar karena sangat cepat dilakukan.
Desa Tapos

Desa Barengkok
57.69

48.15

51.85

42.3

Cepat

Abu untuk pupuk

Gambar 8 Persentase alasan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok
melakukan pembersihan lahan cara bakardengan cara bakar
Menurut Syaufina (2008) penggunaan api pada sampah hasil penebasan dan
penebangan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa panen) dapat menghasilkan
abu yang mengandung zat hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
Jenis pembakaran yang dilakukan masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok adalah pembakaran terkendali. Pembakaran terkendali adalah
penggunaan api secara bijaksana dengan teknik tertentu berdasarkan pengetahuan
tentang perilaku api suatu daerah yang telah ditentukan pada kondisi cuaca yang
cocok.

13

Gambar 9 Pembersihan lahan dengan cara bakar
Pembersihan lahan tanpa bakar oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa
Barengkok dilakukan dengan membersihkan lahan dari tumbuhan bawah,
rerumputan dan sisa hasil panen dengan bantuan golok dan parang. Sampah hasil
pembersihan lahan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen) kemudian
ditimbun di sekeliling sisi ladang. Lubang penimbunan dibuat dengan kedalaman
sekitar 15 cm. Alasan masyarakat melakukan pembersihan lahan tanpa bakar
karena pupuk alami yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik dan tidak
beresiko merusak areal lain.
Konflik Sosial Masyarakat Sekitar Hutan KPH Bogor
Sumber penyebab kebakaran hutan umumnya erat kaitannya dengan
aktivitas manusia dalam penggunaan api serta kurangnya kesadaran akan bahaya
yang ditimbulkan oleh pembakaran yang tidak terkendali.
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat sekitar hutan, kebakaran hutan
disebabkan oleh kelalaian beberapa masyarakat yang membuang puntung rokok di
sembarang tempat di sekitar kawasan hutan (15%), penggembala ternak yang
membakar rerumputan di areal kawasan hutan (18%) dan akibat ulah beberapa
oknum yang sengaja membakar kawasan hutan karena sakit hati kepada petugas
(34%) dan iseng (33%).

14
Puntung rokok

Penggembala ternak

Rasa sakit hati

Iseg

15%
33%
18%

34%

Gambar 10 Penyebab kebakaran hutan
Kurangnya komunikasi yang baik antara pihak RPH Maribaya dengan
masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya rasa kekecewaan (rasa sakit hati)
pada masyarakat, sehingga diperlukan pendekatan yang baik dengan masyarakat
agar tidak timbul kesalahpahaman. Menurut Siswanto (1993) khusus untuk hutan
di Pulau Jawa sering dijumpai adanya unsur kesengajaan membakar hutan sebagai
bentuk rasa sakit hati kepada petugas.
Menurut pihak RPH Maribaya sejauh ini sangat sulit menangkap pelaku
pembakaran. Hal ini dapat berpeluang pada terjadinya kebakaran hutan.
Kurangnya pendekatan hukum juga dapat menjadi peluang terjadinya kebakaran
hutan.
Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Bogor
Pengendalian kebakaran hutan adalah aktivitas untuk melindungi hutan dari
kebakaran hutan yang mencakup 3 komponen kegiatan yaitu pencegahan,
pemadaman dan penanganan pasca kebakaran (PP No. 45 tahun 2004).
Pengendalian di KPH Bogor dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan
masyarakat dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan secara partisipatif.
Pencegahan
Pencegahan kebakaran hutan menurut Suratmo et al. (2003) merupakan cara
yang lebih ekonomis untuk mengurangi kebakaran hutan dan kerugian yang
ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Bentuk pencegahan yang dilakukan oleh pihak
RPH Maribaya adalah penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung.
Bentuk penyuluhan secara langsung diberikan kepada masyarakat pada
berbagai kesempatan seperti rapat desa, kumpul RT, dan lain-lain dengan waktu
yang tidak ditentukan. Materi yang diberikan berupa pemberian informasi tentang
bahaya kebakaran hutan, penggunaan api yang baik di kawasan hutan dan lainlain.
Berdasarkan wawancara, masyarakat yang pernah mengikuti penyuluhan
yaitu sebesar 37% dan masyarakat yang tidak pernah mengikuti penyuluhan
sebesar 63%. Rendahnya masyarakat yang mengikuti penyuluhan dapat berakibat
pada rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap kebakaran hutan. Kurangnya

15
informasi diadakannya penyuluhan adalah penyebab beberapa dari masyarakat
tidak pernah mengikuti penyuluhan. Hal ini dapat menyebabkan besarnya peluang
terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor.

Pernah
mengikuti
37%

Tidak pernah
63%

Gambar 11 Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan
Penyuluhan tidak langsung yaitu berupa papan peringatan dan larangan
(Gambar 12). Fungsi papan peringatan tersebut adalah untuk menyampaikan
pesan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam penggunaan api saat memasuki
kawasan hutan. Papan peringatan dan papan larangan dipasangan di setiap jalan
masuk hutan yang mudah terlihat oleh masyarakat, namun kondisi papan larangan
sangat memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik.

Gambar 12 Bentuk penyuluhan tidak langsung (a) papan peringatan dan (b) papan
larangan
Pra Pemadaman Kebakaran Hutan
Pra pemadaman kebakaran merupakan kegiatan persiapan atau
kesiapsiagaan sebelum terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pra pemadaman yang
dilakukan adalah deteksi dini kebakaran hutan dengan patroli rutin oleh petugas
RPH Maribaya dan masyarakat. Patroli rutin dilakukan dengan berkeliling hutan
baik dengan kendaraan atau berjalan menyisir hutan. Pelaksanaan patroli
dilakukan terpisah antara petugas dan masyarakat.
Masyarakat yang mengetahui titik kejadian kebakaran hutan, biasanya
segera memberikan laporan kepada petugas. Peralatan komunikasi, yaitu

16
handphone digunakan sebagai sarana pelaporan agar dapat menghubungi petugas
lebih cepat dan mudah.
Laporan dari masyarakat kemudian ditindaklanjuti oleh petugas, apabila
kapasitas petugas terbatas untuk menangani kejadian tersebut maka petugas akan
meminta bantuan masyarakat. Intensitas kegiatan patroli lebih ditingkatkan pada
saat memasuki musim kemarau, yaitu pada bulan Juli–September.
Pemadaman Kebakaran Hutan
Pemadaman dilakukan dengan segera agar luas kebakaran tidak besar.
Metode pemadaman yang digunakan adalah pemadaman secara langsung.
Pemadaman secara langsung adalah aktivitas secara langsung yang
berkesinambungan untuk mendinginkan, mengibas, memukul, memindahkan
bahan bakar atau memadamkan api, dengan syarat api kecil, bahan bakar sedikit
dan kebakaran bawah (Purbowaseso 2004).
Pemadaman dilakukan dengan membuat ilaran api dan bakar balik.
Peralatan yang digunakan dalam memadamkan api adalah peralatan sederhana,
seperti pemukul api (kepyok) yang terbuat dari ranting-ranting dengan panjang
sekitar 1.5 sampai 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar dengan kondisi
tidak kering (basah), parang, golok dan cangkul. Kepyok biasanya digunakan
untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Jenis tanaman yang
biasanya digunakan sebagai kepyok adalah gemelina.
Pemadaman dilakukan oleh petugas yang berada dekat dengan lokasi
kejadian kebakaran hutan, apabila kapasitas tenaga dinilai kurang maka petugas
akan segera menghubungi LMDH dan masyarakat sekitar. Banyaknya tenaga
yang dibutuhkan dalam pemadaman kebakaran tergantung pada besarnya
kebakaran yang dipengaruhi oleh keadaan lapang seperti keadaan api dan
kecepatan angin.
Penanganan Pasca Kebakaran Hutan
Kegiatan penanganan pasca kebakaran di RPH Maribaya adalah pembuatan
laporan tertulis, penanaman kembali jenis pohon asli setempat dan penegakkan
hukum. Pembuatan laporan tertulis dilakukan dalam waktu 1x24 jam setelah
terjadinya kebakaran hutan. Laporan tertulis berisi tentang informasi luas areal
yang terbakar, lokasi kebakaran, penyebab terjadinya kebakaran (sumber api),
perhitungan kerugian ekonomi akibat kejadian kebakaran hutan.
Penanaman kembali jenis mangium seperti sedia kala. Penanaman kembali
dilakukan untuk mempercepat suksesi lahan bekas terbakar di RPH Maribaya.
Penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencegah berulangnya
kejadian kebakaran dan menindak pelaku kebakaran. Penyelidikan dilakukan
untuk mengetahui penyebab kebakaran hutan. Sejauh ini kendala pihak RPH
Maribaya adalah sulit mengetahui modus pembakaran dan menangkap pelaku
pembakaran. Sanksi pelaku pembakaran adalah tindak pidana dari kepolisian
sesuai Undang-undang yang berlaku.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1
2

3

Rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun sebesar 2 545 mm yang
termasuk dalam tingkat tidak rawan terhadap kebakaran hutan.
Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat Desa
Tapos dan Desa Barengkok tergolong rendah karena sudah diterapkannya
sistem pembakaran terkendali, sedangkan akibat konflik cukup tinggi karena
kurang terjalinnya hubungan baik antara pihak KPH Bogor dengan
masyarakat.
Rendahnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang
diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk kurang
optimalnya upaya pengendalian di KPH Bogor.
Saran

1

Pengadaan papan larangan yang lebih menarik dan jelas bagi masyarakat,
sebagai salah satu bentuk penyuluhan kebakaran hutan.
2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konflik sosial di masyarakat
untuk mengetahui penyebab kebakaran hutan.

DAFTAR PUSTAKA
Bungin B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Grup
Hakim I. 2010. Orientasi makro kebijakan social forestry di Indonesia. Di dalam:
Anwar S, Hakim I, editor. Society Forestry Menuju Restorasi Pembangunan
Kehutanan Berkelanjutan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perubahan Iklim dan Kebijakan. hlm 1
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya.
Muhadjir N. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivtik,
Rasionalitik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta (ID): Rake
Sarasin.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004. Tentang
Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan.
Perum Perhutani KPH Bogor. 2011. Buku Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium. Bogor: KPH Bogor.
Pratiwi MR. Peranan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat
(PHBM) dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu, Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB.
Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan Suatu Pengantar.
Jakarta (ID): Rineka Cipta.

18
Saharjo BH. 2003. Pengertian kebakaran hutan. Di dalam: Suratmo FG, Surati
NJ, editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB. hlm 119–121.
Septicorini EP. 2006. Studi penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan di
Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Silfiana R. 2013. Potensi kebakaran hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur
Lestari Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB.
Siswanto W. 1993. Pengendalian kebakaran hutan di Indonesia [makalah]. Di
dalam: Prosiding Diskusi Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia; 27
Desember 1993. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 57.
Suratmo FG, Endang AH dan Nengah SJ. 2003. Pengetahuan Dasar
Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fahutan IPB.
Suyanto S dan Applegate G. 2001. Akar penyebab dan dampak kebakaran hutan
dan lahan di Sumatera. Di dalam: Suyanto S, Permana RP, Setjono D dan
Applegate G, editor. Prosiding Seminar Sehari Hasil Penelitian Kebakaran
Hutan dan Lahan di Sumatera. Bogor (ID): ICRAF
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID):
Bayumedia.
Tatra GJ. 2009. Penggunaan api pada masyarakat adat dalam pembukaan lahan
studi kasus di Desa Lapodi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Propinsi
Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB.
Wibowo. 2003. Review hasil penelitian dan pengembangan kebakaran hutan di
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam.

19
Lampiran 1 Data kebakaran hutan RPH Maribaya tahun 2008–2012
No dan tanggal LA

Petak

Luas terbakar
(hektar)

Kerugian (Rp)

37.a

10

2 000 000

20.e

2

400 000

19.d

1

3 000 000

24.c

0.8

2 400 000

24.a

0.7

2 100 000

31.c

1

3 000 000

37.b

1.5

4 500 000

37.a

0.8

2 400 000

05/Mrby/Prp/2008
15/8/2008
02/Mrby/Prp/2009
08/5/2009
01/Mrby/Prp/2011
16/9/2011
02/Mrby/Prp/2011
17/9/2011
03/Mrby/Prp/2011
17/9/2011
04/Mrby/Prp/2011
19/9/2011
05/Mrby/Prp/2011
20/9/2011
04/Mrby/Prp/2012
14/9/2012
Sumber: Dokumen KPH Bogor 2011

20
Lampiran 2 Data Curah hujan bulanan tahun 2008–2012
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah

2008
137
329
297
329
162
130
0
133
49
262
288
137
2249

Sumber: BMKG Darmaga Bogor

Curah hujan (mm)
2009
2010
2011
228
285
215
220
339
144
154
365
131
137
63
237
67
181
218
388
265
78
52
342
178
82
495
76
82
554
35
299
417
149
506
46
206
149
169
232
2361
3513
1898

2012
437
204
167
362
256
67
144
26
116
306
272
351
2707

Rata-rata
260
247
223
225
177
186
143
162
167
286
264
206
2545

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 18 Juni 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mohammad
Erfan dan Ibu Nanik Wijaya. Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanakkanak (TK) Kuncup Harapan Bogor (1996), lalu SDN Kawung Luwuk II Bogor
(1997–2003), kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 08 Bogor (2003), SMPN
03 Pontianak (2004–2006), SMA Muhammadiyah 01 Pontianak (2006) dan SMA
Muhammadiyah 02 Surabaya (2007–2009). Pada tahun 2009, penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada mayor Silvikultur Fakultas
Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif dalam sejumlah
organisasi kemahasiswaan, diantaranya aktif sebagai anggota International
Forestry Student Association (IFSA) dan Himpunan Profesi Tree Grower
Community (TGC).
Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis, yaitu Praktek Pengelolaan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan-Sancang Timur (2011), Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2012) dan Praktek
Kerja Profesi (PKP) di Unit Pengelolaan Persemaian Permanen Cimanggis, BPTH
Jawa-Madura (2013).
Penelitian berjudul Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dilakukan penulis sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, dibawah bimbingan Prof Dr Ir
Bambang Hero Saharjo, MAgr.