Bioekologi Dan Karakteristik Habitat Larva Anopheles Spp. Di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh

ii

BIOEKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp.
DI WILAYAH KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG
KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI ACEH

WA UMMAYAH IMRAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

iii

v

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:”BIOEKOLOGI DAN
KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI WILAYAH

KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG KABUPATEN SIMEULUE
PROVINSI ACEH” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua
sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor,

Januari 2017

Wa Ummayah Imran
B252130011

vi

RINGKASAN
WA UMMAYAH IMRAN. Bioekologi dan Karakteristik Habitat Larva
Anopheles spp. di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue
Provinsi Aceh. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI

HADI
Malaria disebabkan oleh Plasmodium sp, dan ditularkan oleh nyamuk
Anopheles dari orang yang sakit kepada orang yang sehat melalui gigitannya.
Provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota yang umumnya merupakan daerah
endemik malaria. Satu di antaranya adalah Kabupaten Simeulue yang merupakan
satu pulau tersendiri di sebelah barat daya Provinsi Aceh. Walaupun API (annual
parasite incidence) di Kabupaten Simeulue pada 2014 masih di bawah 10/00 akan
tetapi mobilitas penduduk yang keluar dan masuk wilayah ini yang semakin tinggi
sehingga memungkinkan akan terjadinya peningkatan kasus malaria. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bioekologi dan karakteristik habitat larva Anopheles
spp di wilayah kerja Pelabuhan Laut Sinabang. Penangkapan nyamuk dilakukan
di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu dengan metode human landing collection dan
resting collection pada April hingga Juni 2015. Penangkapan nyamuk dilakukan
pada 4 rumah yang merupakan permukiman penduduk dekat Bandara Lasikin dan
Pelabuhan Ferry Kota Batu, pernah dikonfirmasi ada penderita malaria dan dekat
dengan habitat potensial larva Anopheles spp. Penangkapan nyamuk dewasa
selama empat malam berturut – turut setiap bulannya selama 3 bulan. Pengukuran
karakteristik habitat larva Anopheles dilakukan dengan cara mengamati seluruh
genangan yang berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan Anopheles dengan
mengukur faktor fisik (suhu, kekeruhan, arus air, kedalaman air, dan dasar habitat)

dan faktor biologis (keberadaan tanaman air dan predator). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat 5 spesies nyamuk yaitu An. vagus, An. tesselatus,
An. barbirostris, An. kochi dan An. indefinitus. An. vagus dan An. tesselatus
merupakan spesies yang dominan di kedua desa. Angka kepadatan Anopheles
menggigit di dalam rumah dan di luar rumah per orang setiap jam (man hour
density/MHD) di Desa Lasikin masing-masing untuk An. vagus adalah 0.94 dan
An. tesselatus 0.67. Adapun di Desa Kota Batu, An. vagus 0.58, An. tesselatus
0.36, An. indefinitus 0.17, An. barbirostris 0.13 dan An. kochi 0.09. Aktivitas
Anopheles di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu lebih banyak di luar rumah dari
pada di dalam rumah, sedangkan An. indefinitus hanya ditemukan menghisap
darah di dalam rumah di Desa Kota Batu. Di kedua desa ditemukan sebanyak 102
habitat potensial perkembanganbiakan Anopheles dan 22 (21%) habitat di
antaranya ditemukan larva Anopheles. Habitat larva An. vagus ditemukan pada
genangan air bekas tapak kaki hewan, An. indefinitus pada kubangan dan
kobakan, sedangkan An. kochi di parit.
Kata kunci: Anopheles, Karakteristik habitat larva, Malaria, Provinsi Aceh,
Simeulue.

vii


SUMMARY
WA UMMAYAH IMRAN. Bioecology and characteristics of the larvae of
Anopheles spp. habitat in work area of Sinabang Seaport Simeulue Regency Aceh
Province. Under direction of SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI
Malaria is caused by Plasmodium sp, which transmitted by Anopheles
mosquitoes from the illness people to healthy people through bites. Aceh province
consists of 23 districts/cities which are generally malaria endemic areas. One of
the endemic area is Simeulue Regency which is an island that located at southwest
of Aceh Province. Although Simeulue API (Annual Parasite Incidence) on 2014
were still below 10/00, but the high population mobility that were in and out of the
island that could increas of malaria cases. This research aimed to determine
bioecology of Anopheles and characteristics of the larvae habitat around Sinabang
Seaport work area. The collecting of mosquitoes were conducted in Lasikin and
Kota Batu village by using human landing and resting collection methods on April
to June 2015. The catching of mosquitoes were conducted in 4 houses around
Lasikin Airport and Kota Batu Ferry Port. It was confirmed that there was malaria
case and not far from Anopheles spp larvae habitat. The collecting of adult
mosquitoes were conducted in four consecutive nights every month for 3 months.
The measurement of the characteristics Anopheles spp larvae habitat was
performed by observing the entire puddles which have potential as Anopheles

breeding habitat by physical factors (temperature, turbidity, water flow, water
depth and basic habitat) and biological factors (water plants and predators). The
results indicated that there were 5 species of mosquito i.e An. vagus, An.
tesselatus, An. kochi, An. barbirostris, An. indefinitus. An. vagus and An.
tesselatus were dominant species in both villages. The number of Anopheles
biting density indoor and outdoor per person per hour (man hour density/MHD) in
Lasikin village for An. vagus was 0.94 and for An. tesselatus was 0.67. Meanwhile
in Kota Batu village, An. vagus was 0.58, An. tesselatus was 0.36, An. indefinitus
was 0.17, An. barbirostris was 0.13 and An. kochi was 0.09. The activity of
Anopheles in Lasikin dan Kota Batu Villages were more frequent out door than
indoor, however An. indefinitus was only active indoor in Kota Batu village.
There were 102 potential habitats of Anopheles breeding in both villages and 21 %
(22 habitat) of were habitats positively with Anopheles larvae. The habitat of An.
vagus larvae was in the puddle of animal footprints. An. indefinitus was found in
puddle and wallow, while An. kochi was in a ditch.
Keywords: Anopheles, larvae habitat characteristics, Malaria, Aceh Province,
Simeulue.
IMAM HANAFY. Diversity, Density and Blood Feeding Activity of Anopheles
(Diptera: Culicidae) on Zooprophylaxis Application in Malaria Endemic Area.
Supervised by SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI

Malaria is an infectious disease caused by the obligate protozoan
intracellular of the genus Plasmodium. Until recently in Indonesia cases of

ix

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

i

BIOEKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp.
DI WILAYAH KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG
KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI ACEH


WA UMMAYAH IMRAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Risa Tiuria, M.SiDr Drh Risa Tiuria,
MSi

iv


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, rizki
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilanjutkan
dengan penyusunan dan penulisan tesis dengan judul “Bioekologi dan Karakteristik
Habitat Larva Anopheles spp. Di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten
Simeulue Provinsi Aceh ”. Tesis ini disusun dalam rangka penyelesaian studi
program magister (S2) pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
(PEK) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dengan penuh rasa hormat penulis sampaikan kepada Dr
Drh Susi Soviana, M.Si dan Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS Ph.D selaku
komisi pembimbing tesis yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu
penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan tesis. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Dr Drh Risa Tiuria, M.Si selaku penguji yang telah
memberikan banyak masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak/Ibu dosen yang tidak dapat
penulis sebut satu persatu, atas ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan di
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan serta semua pegawai
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan atas bantuannya terutama bimbingannya
dalam praktikum.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan
Klas III Banda Aceh Ibu Dr Yusnidar Anwar, M.Kes (Epid) yang telah memberi
kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata-2. Terima kasih
pula kepada Pusat Standarisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan Sumber
Daya Manusia Kesehatan (Pustanserdik) Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan RI yang telah
memberikan bantuan dana. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Kepala Desa Lasikin dan Kepala Desa Kota Batu yang telah membantu menyediakan
tempat selama penelitian, teman – teman Wilker Pelabuhan Laut Sinabang dan teman
– teman Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue (Tim kolektor) yang telah membantu secara teknis selama penelitian.
Terimakasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada
Ayahanda Larata Imran, Ibu Sitti Hana Kapang, Suamiku terkasih Carles, S ST Pi,
M.Si dan ketiga Putriku Fayola Lesya Iriani, Fauziyyah Lesya Ariyani, Faeezah
Lesya Gava Putri atas kesabaran, dukungan, motivasi, kasih sayangnya dan
kebersamaannya sehingga penulis merasa tidak pernah sendiri, serta semua keluarga
besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan
doanya untuk kesuksesan penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
teman-teman Pasca PEK 2013 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi untuk penulis. Akhirnya

penulis berharap semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi program
pengendalian malaria, khususnya di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu.
Bogor,

Januari 2017

Wa Ummayah Imran

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Jenis Anopheles spp.
Perilaku Nyamuk Anopheles Menghisap Darah dan Beristirahat
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Populasi Anopheles spp.
Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp.
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles spp.

3
3
4
5
6
8

3 METODE
Lokasi Penelitian
Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Pengukuran Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp.
Pengukuran Kepadatan Larva Anopheles dan Karakteristik Habitatnya
Identifikasi Nyamuk Anopheles spp.
Pengukuran Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp.
Penandaan Lokasi dan Koordinat Habitat Larva Anopheles spp.
Pengumpulan Data Pendukung
Analisis Data

11
11
12
12
12
13
13
14
15
16
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp.
Kepadatan Nyamuk Anopheles spp.
Perilaku Menghisap Darah Nyamuk Anopheles spp.
Hubungan Kepadatan Anopheles Dengan Indeks Curah Hujan
Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp
Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp

19
19
22
24
27
28
37

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

40
40
40

DAFTAR PUSTAKA

41

RIWAYAT HIDUP

45

ii

DAFTAR TABEL
1 Keanekaragaman Jenis Anopheles spp.
2 Kelimpahan Nisbi, Frekwensi dan Dominansi Anopheles spp
3 Nilai MHD Bulanan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu
4. Jenis Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp
5. Pengukuran Karakteristik Kimia dan Biologi Habitat Perkembangbiakan
Larva Anopheles spp. di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu

19
23
24
30
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Peta Lokasi Penelitian
11
Metode Penangkapan Nyamuk
12
Pengumpulan Larva Anopheles spp.
13
Identifikasi Nyamuk Anopheles spp.
14
Keanekaragaman Jenis Anopheles spp.
20
Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Dalam Rumah di Desa Lasikin 25
Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Luar Rumah di Desa Lasikin
25
Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Dalam Rumah di Desa Kota
Batu
26
Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Luar Rumah di Desa Kota Batu 26
Hubungan Indeks Curah Hujan dengan MBR di Desa Lasikin
28
Hubungan Indeks Curah Hujan Dengan MBR di Desa Kota Batu
28
Berbagai Tipe Kubangan Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles
31
Berbagai Tipe Kobakan Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles
33
Berbagai Tipe Tapak Kaki Hewan Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles
34
Berbagai Tipe Parit Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles
35
Berbagai Tipe Rawa - Rawa Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles 36
Berbagai Tipe Sumur Tua, Kolam Ikan, Potongan Bambu dan Batok
Kelapa Habitat Perkembangbiakab Larva Anopheles
37

18 Titik Koordinat Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles di Desa
Lasikin
38
19 Titik Koordinat Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles di Desa
Kota Batu
39

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari
genus Plasmodium, yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina (Depkes 2003). Secara global masih terdapat 3.2 milliar
penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. WHO memperkirakan
jumlah pasien malaria di dunia sebanyak 214 juta kasus pada 2015 dan 438 000
yang meninggal dunia. Setiap tahunnya sebanyak 660 000 orang meninggal dunia
karena malaria, 320 000 diantaranya berada di negara kawasan Asia Tenggara
termasuk Indonesia (WHO 2015).
Di Indonesia penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi.
Berdasarkan annual parasite incidence (API), stratifikasi wilayah di Indonesia
bagian timur termasuk ke dalam stratifikasi malaria tinggi. Adapun beberapa
wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera termasuk stratifikasi sedang
sedangkan Jawa dan Bali termasuk ke dalam stratifikasi rendah. Di Indonesia
tingginya kasus malaria dan kejadian luar biasa (KLB) malaria sangat berkaitan
erat dengan beberapa hal yaitu perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya
tempat perindukan Anopheles, perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan
lebih panjang dari musim kemarau dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi
(Kemenkes 2014).
Provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota yang umumnya merupakan
daerah endemik malaria. Data Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun 2011
menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah endemik
malaria tertinggi dengan nilai API mencapai 12.90/00 pertahun. Disusul Kabupaten
Aceh Barat 11.50/00, Kabupaten Aceh Besar 9.80/00, Kabupaten Aceh Singkil
7.30/00, kemudian Kabupaten Simeulue 5.20/00 dan wilayah lainnya. Sampai
dengan 2013 nilai API di Kabupaten Simeulue mengalami penurunan, yang
semula sebesar 5.20/00 (2011) , menjadi 0.060/00 pada 2013. Akan tetapi pada 2014
terjadi lonjakan API menjadi 0.230/00 (Dinkes Simeulue 2014). Walaupun angka
API pada 2014 masih di bawah 1‰ dapat memungkinkan terjadi peningkatan
kembali kasus malaria pada tahun selanjutnya, mengingat mobilitas penduduk
masuk dan keluar wilayah ini yang semakin tinggi.
Simeulue adalah daerah bertipologi kepulauan, yang secara geografis
terletak antara 2o15’– 2o Lintang Utara dan 95o 40 – 96o Bujur Timur atau berada
di sebelah barat daya Provinsi Aceh yang berbatasan langsung dengan Samudera
Hindia (BPS Kab.Simeulue 2014). Kondisi ini menyebabkan terdapatnya
beberapa tempat potensial perindukan nyamuk Anopheles spp. Beberapa
kecamatan berada di daerah dataran rendah, yang umumnya terletak di sepanjang
pantai timur Kabupaten Simeulue. Di wilayah ini sering terjadi pasang laut yang
mencapai daratan dan meninggalkan genangan-genangan air bila pasang berakhir.
Ekologi pesisir pantai yang sesuai dengan habitat larva Anopheles spp. berpotensi
menjadi sumber perkembangan vektor malaria di wilayah tersebut. Disamping itu
penelitian tentang vektor malaria belum pernah dilakukan.
Di Indonesia penularan malaria dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor
parasit (plasmodium), manusia, nyamuk Anopheles (vektor), dan lingkungan

2
(Soejoeti 1995). Oleh karena itu pengendalian malaria dilakukan dengan upaya
memutuskan mata rantai penularan yang melibatkan vektor Anopheles sangat
penting dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioekologi dan karakteristik
habitat larva Anopheles spp. di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) Laut Sinabang. Penelitian ini meliputi pengukuran terhadap keragaman
jenis, kepadatan dan perilaku Anopheles serta karakteristik habitat larvanya.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar informasi ilmiah mengenai
bioekologi dan karakteristik habitat larva Anopheles spp. serta informasi geografis
berupa peta sebaran spesies Anopheles spp. yang dapat digunakan sebagai dasar
pengendalian vektor malaria khususnya di Kabupaten Simeulue dan daerah lain
pada umumnya.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Jenis Anopheles spp. Sebagai Vektor Malaria
Penyakit malaria ditularkan dari orang sakit ke orang yang sehat melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk Anopheles disebut sebagai vektor malaria
apabila spesies Anopheles tersebut telah pernah terbukti mengandung sporozoit di
dalam kelenjar ludah. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah
manusia. Anopheles spp. yang dilaporkan ditemukan di Indonesia sebanyak 81
spesies 26 di antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor. Sampai saat ini jenis
yang diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah An. aconitus, An.
punctulatus, An. farauti, An. balabacencis, An. barbirostris, An. sundaicus dan An.
maculatus, An. koliensis, An. subpictus dan An. vagus (Kemenkes 2015). Jenis
nyamuk Anopheles spp. yang menularkan penyakit di suatu daerah sering berbeda
dengan Anopheles spp. yang menularkan penyakit malaria di daerah lain.
Provinsi Aceh mempunyai keanekaragaman jenis Anopheles spp. sebanyak
4 jenis yaitu An. balabacensis, An. sundaicus, An. maculatus, dan An. subpictus
(Kemenkes 2014). Hal ini sesuai dengan pernyataan Muhammad et al. (2015)
bahwa di Desa Datar Luas Kecamatan Krueng Sabee Aceh terdapat tigabelas
spesies yang ditemukan dengan metode human landing dan resting collection
serta dari habitat perkembangbiakan larva, yaitu An. kochi, An. barbirostris, An.
maculatus, An. letifer, An. tesselatus, An. sinensis, An. vagus, An. separatus, An.
sundaicus, An. minimus, An. subpictus, serta An. aconitus dan An. barumbrosus.
Menurut Sari et al. (2007) di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Aceh
ditemukan tiga jenis nyamuk Anopheles yaitu An. subpictus, An. vagus dan An.
sundaicus.
Keanekaragaman jenis Anopheles spp. di berbagai daerah lainnya di
Indonesia antara lain An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An.
subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An. barbirostris dan An.
maculatus yang ditemukan di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran.
Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan endemis malaria dengan status kasus
tinggi malaria, yaitu Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin. Wilayah
Kecamatan Rajabasa didapatkan 10 spesies Anopheles yang kontak dengan
manusia, yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An.
subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An. barbirostris dan An.
maculatus. Wilayah Kecamatan Padangcermin didapatkan delapan spesies
Anopheles yang kontak dengan manusia, yaitu An. sundaicus, An. subpictus,
An.barbirostris, An. kochi, An. aconitus, An. tessellatus, An. vagus dan An.
hyrcanus group. Nyamuk An. sundaicus merupakan spesies dominan di
Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, sebagaimana ditunjukkan dari angka
gigitan per orang per jam (MHD) sangat tinggi melebihi spesies lainnya (Suwito
et al. 2010).
Selanjutnya Idram et al. (2002) menemukan 10 spesies nyamuk Anopheles
di daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal Sumatera Utara, ketujuh spesies
yaitu An. nigerrimus, An. sundaicus, An. kochi, An. sinensis, An. umbrosus, An.
separatus, dan An. lesteriparaliae yang tertangkap dengan metoda NLC (night
landing collection), NRC (night resting collection) dan LTC (light trap collection).

4
Tiga spesies lainnya terdiri atas An. barbirostris, An. tesselatus dan An. maculatus
yang hanya tertangkap di sekitar kandang kambing. Lokasi penelitian terletak
pada ketinggian 150 – 240 meter di atas permukaan laut dan berjarak 477 km ke
arah Tenggara Kota Medan. Kedua lokasi penelitian merupakan daerah endemis
malaria, banyak ditemukan kolam dan sawah di sekitar permukiman penduduk
yang merupakan tempat perkembangbiakan Anopheles. Hasil konfirmasi vektor
malaria, An. sudaicus terbukti sebagai vektor di Tapanuli Selatan dan Mandailing
Natal, sedangkan di Kabupaten Simeulue sampai saat ini belum diketahui spesies
Anopheles yang terbukti sebagai vektor malaria.
Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Simeulue yang
bertipologi kepulauan yang terletak pada ketinggian diantara 0 – 300 meter dari
permukaan laut. Hampir 78.51 persen atau 106 desa dari keseluruhan 138 desa di
kabupaten ini merupakan desa pesisir. Desa pesisir ini lebih dominan ditemui di
Kecamatan Simeulue Timur, Kecamatan Teupah Tengah, Kecamatan Teupah
Selatan dan Kecamatan Teupah Barat.
Perilaku Nyamuk Anopheles spp.
Perilaku Nyamuk Anopheles spp. Mengisap Darah dan Beristirahat
Nyamuk Anopheles spp. tertarik pada manusia serta hewan. Hal ini
disebabkan oleh perangsangan bau yang dikeluarkan hewan terutama CO2,
beberapa asam amino dan lokalisasi yang dekat dengan suhu hangat serta
kelembapan. Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan untuk memilih
tempat perkembangbiakan sesuai kebutuhannya. Perilaku mencari darah dikaitkan
dengan waktu bahwa nyamuk Anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada
malam hari. Perilaku ini bila diteliti lebih lanjut ada yang menggigit mulai senja
hingga tengah malam, ada pula yang mulai tengah malam hingga menjelang pagi.
Perilaku mencari darah juga dikaitkan dengan tempat, kebiasaan nyamuk dewasa
yang mencari mangsa di luar rumah (eksofagik) atau di dalam rumah (endofagik).
Perilaku mencari sumber darah dibagi berdasarkan kebiasaan dari menggigit
nyamuk yang menyenangi darah manusia (antropofilik), dan ada pula yang
menyenangi darah hewan (zoofilik) atau bahkan menyenangi keduanya
(zooantropofilik). Perilaku nyamuk betina mencari darah dikaitkan dengan
frekuensi menggigit. Nyamuk betina memerlukan darah untuk proses pematangan
telurnya. Frekuensi menghisap darah tergantung pada lamanya waktu yang
digunakan nyamuk sampai di tempat istirahat, proses mencerna darah,
perkembangan telur, pencapaian tempat peneluran yang cocok dan waktu yang
digunakan hingga mengisap darah lagi (siklus gonotropik) (Hadi dan Koesharto
2006).
Nyamuk Anopheles spp. mempunyai perilaku menghisap darah yang
berbeda-beda tergantung spesies dan tempatnya. Menurut Waris (2010) di Desa
Sanur Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara nyamuk An. tesselatus bersifat
endofagik. Mading (2013) menyatakan di Desa Selong Balanak Kabupaten
Lombok Tengah aktifitas menggigit An. vagus, lebih bersifat eksofagik.
Berdasarkan hasil penangkapan nyamuk di Desa Datar Luas Aceh, nyamuk
Anopheles paling banyak tertangkap di luar rumah (eksofagik) (Muhammad et al.
2015). Rahmawati et. al (2014) mendapatkan bahwa melalui berbagai cara

5
penangkapan nyamuk Anopheles di Desa Lifuleo Nusa Tenggara Timur yang
paling banyak tertangkap adalah dengan umpan orang luar rumah (32.22%), di
ikuti dengan yang tertangkap di kandang sapi (24.16%) dan di dinding dalam
rumah (14.84%) sementara yang paling sedikit tertangkap dengan perangkap
cahaya (0.53%). Berbagai metode penangkapan tersebut terlihat bahwa paling
banyak nyamuk Anopheles yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah.
Laumalay (2013) menyatakan An. barbirostris di sekitar Danau Tuadale
Kampung Salupu Kabupaten Kupang, mempunyai perilaku menghisap darah
manusia baik malam maupun siang hari. An. barbirostris ditemukan menghisap
darah manusia pada siang hari. Perilaku An. barbirostris yang menghisap darah
siang hari puncaknya pada pukul 10.00-11.00 dan pukul 15.00-16.00 siang tanpa
sengaja ditemukan di Kampung Salapu dan tempat tambak ikan bandeng di Desa
Lifuleo. Munif et al. (2008) di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi,
menyatakan An. vagus menghisap darah manusia sepanjang malam baik di dalam
dan di luar rumah (eksofagik). Sama halnya dengan laporan Garjito et al. (2004) di
Desa Sidoan dan Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah,
ditemukan perilaku Anopheles spp. lebih bersifat eksofagik.
Nyamuk mempunyai dua cara istirahat yaitu istirahat sebenarnya selama
waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara pada waktu
sebelum dan sesudah mencari darah (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk
Anopheles spp. ada yang istirahat di dalam rumah (endofilik) dan beristirahat di
luar rumah (eksofilik). Nyamuk An. aconitus hanya beristirahat/hinggap di tempat
yang dekat tanah di luar rumah, sedangkan An. sundaicus di tempat – tempat yang
lebih tinggi di luar rumah.
Perilaku Anopheles spp. di beberapa daerah di antaranya di Desa Selong
Balanak, kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang istirahat di luar rumah lebih
tinggi dibandingkan yang istirahat di dalam rumah yaitu An. vagus, An. subpictus,
An. aconitus dan An. maculatus (Mading 2013). Hasil penelitian Widiastuti
(2013), tentang kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang istirahat di luar rumah
pada malam hari di Desa Giripurno dan Giritengah Kabupaten Magelang yaitu An.
aconitus, An. barbirostris, dan An. maculatus.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepadatan Populasi Anopheles spp.
Suhu Udara
Suhu diartikan sebagai kandungan panas pada sebuah zat/benda tertentu.
Suhu udara adalah derajat panas udara, yang dinyatakan dalam derajat celsius (0C).
Suhu udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sinar matahari,
vegetasi dan polusi udara (Flanningan et al. 2000). Suhu udara mempengaruhi
proses metabolisme nyamuk, karena nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya
terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Suhu optimum perkembangan
nyamuk adalah 25 – 270C, nyamuk tidak dapat hidup pada suhu 5 – 60C akan
tetapi toleransi suhu udara tergantung pada darah yang dihisap spesies nyamuk.
Lamanya perkembangan nyamuk dari pradewasa, kecepatan pencernaan darah
yang dihisap, pematangan sel telur dan frekuensi menggigit serta perkembangan
parasit dalam tubuh nyamuk berbeda-beda menurut suhu (Boewono et al.2012).

6
Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang
biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara mempengaruhi
kelangsungan hidup (survival rate), kebiasaan mencari darah dan istirahat nyamuk.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling
rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh
terhadap kemampuan terbang nyamuk. Pada kelembaban yang lebih rendah
nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Saputro et al. 2011). Hal
ini berbeda dengan Epstein et al. (1998) menyatakan bahwa, kepadatan nyamuk
berbanding lurus dengan kelembaban udara, semakin tinggi kelembaban udara
maka kepadatan nyamuk akan semakin tinggi pula. Hal ini sejalan dengan yang
dilaporkan oleh Juliawati (2008), bahwa kepadatan nyamuk An. letifer menghisap
darah di Nyaru Menteng Palangkaraya meningkat dengan meningkatnya
kelembaban dan puncaknya terjadi pada saat kelembaban di atas 83%.
Kelembaban udara rata – rata di Kabupaten Simeulue berkisar antara 60% – 79%
(BPS Kab.Simeulue 2014).
Curah Hujan
Lingkungan fisik mempengaruhi tempat perkembangbiakan Anopheles spp.
salah satunya adalah air. Curah hujan berperan pada tersedianya air sebagai
tempat perindukan nyamuk. Kabupaten Simeulue termasuk ke dalam zona iklim
tropika basah, dengan temperatur udara berkisar antara 23° – 34.5°C dan rata-rata
suhu harian antara 25° – 27°C dengan curah hujan rata-rata cukup tinggi yaitu
2.884 mm/tahun. Suwito et al. (2010) melaporkan di Kecamatan Rajabasa, curah
hujan berfluktuatif 10 – 22 ml dan memiliki hubungan dengan kepadatan nyamuk
Anopheles. Curah hujan akan menambah jumlah dan jenis genangan air, yang
sebelumya sedikit atau tidak ada pada musim kemarau, sehingga memperbesar
kemungkinan terjadinya siklus akuatik dalam siklus hidup nyamuk. Pengaruh
curah hujan adalah arus air yang tinggi karena berpengaruh pada breeding site,
jika sangat lebat diikuti dengan angin dalam waktu yang relatif lama, justru dapat
menghilangkan tempat perindukan.
Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Jenis - jenis Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Habitat perkembangbiakan nyamuk pada saat pradewasa, mulai dari telur,
larva dan pupa berupa genangan air. Suatu habitat dapat cocok untuk mendukung
perkembangbiakan nyamuk, jika kondisi lingkungan yang dibutuhkan terpenuhi.
Karakteristik habitat larva Anopheles spp. berbeda-beda tergantung dari jenis
nyamuknya, air tidak boleh tercemar atau terpolusi dan harus selalu berhubungan
dengan tanah. Tempat perkembangbiakan nyamuk juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kadar garam, kejernihan dan flora.
Kondisi lingkungan habitat perkembangbiakan mempengaruhi keberadaan,
jenis dan kepadatan/populasi larva. Umumnya spesies nyamuk berkembangbiak

7
dengan memanfaatkan genangan temporer, untuk memperoleh sumberdaya yang
diperlukan dan tekanan pemangsaan yang lebih rendah (Fischer dan Scheigmann
2008). Karakteristik habitat larva nyamuk, dibutuhkan untuk memahami dinamika
interaksi dari berbagai jenis vektor yang menjadi ancaman dan kajian terhadap
predatornya, diperlukan bagi pengembangan pengendalian vektor secara dini pada
tingkat larva (Favaro et al. 2008).
Distribusi spasial Anopheles spp. menurut Kenea et al. (2013) distribusi
penyebaran Anopheles berdasarkan wilayah geografis dipengaruhi oleh kondisi
topografi, kemiringan lereng, ketinggian tempat dan pemanfaatan lahan. Hasil
analisis prevalensi malaria menurut ketinggian lokasi di Kabupaten Sukabumi,
menunjukkan bahwa zona risiko tinggi malaria terkonsentrasi di daerah pantai
yang banyak terdapat habitat perkembangbiakan nyamuk yaitu tambak dan lagun,
sedangkan zona kurang berisiko terkonsentrasi di daerah pegunungan (Wibowo et
al. 2008).
Karakteristik habitat, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Ernamaiyanti et al. (2010) di Desa Muara Kelantan Kabupaten Siak, yang menjadi
habitat vektor malaria dan larva nyamuk Anopheles spp. meliputi faktor abiotik
yaitu suhu air dengan rata-rata 340C, pH rata-rata 4.12, salinitas 0, kedalaman 48.7
cm, dengan dasar perairan lumpur, warna air coklat, kecepatan arus 0.25 cm/dt
dan kelembaban udara rata-rata 60.5%. Faktor biotik yang mempengaruhi larva
adalah vegetasi berupa rumput-rumputan, talas, pisang, sagu, bambu dan
kangkung serta keberadaan predator berupa kecebong, ikan cereh, ikan lele dan
nimfa capung.
Amirullah (2012) melaporkan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera
Selatan, larva nyamuk Anopheles spp tersebar pada enam tipe habitat yaitu;
kubangan, parit, tapak ban/tapak hewan, kolam, kobakan dan lagun. Habitathabitat tersebut ditemukan di perkebunan, jalanan dan permukiman. Rueda et al.
(2010) di Korea mendapatkan 6 spesies dari Hyrcanus grup yang tertangkap (An.
sinensis, An. sineroides, An. belenrae, An. kleini, An. lesteri, dan An. pullus,) yang
ditemukan di saluran irigasi, lahan kosong dan kolam tanah. Larva Anopheles
dengan jumlah tertinggi ditemukan pada jenis habitat sawah (34.8%), diikuti oleh
saluran irigasi (23.4%), kolam (17.0%), kubangan dan kolam renang terbengkalai
(12.0%).
Mading (2013) menyatakan bahwa jenis tempat perindukan Anopheles spp.
di desa Selong Balanak Kabupaten Lombok Tengah berupa sawah, selokan, parit
sawah, genangan air di lahan kosong dan sekitar perumahan, bekas ban kendaraan,
lagun dan saluran irigasi. Kepadatan jentik tertinggi pada jenis perkembangbiakan
lagun 2 sebesar 9.6 per ciduk dan kepadatan terendah pada jenis
perkembangbiakan sawah I sebesar 0.1 per ciduk. Mandasari (2012) menemukan
tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang Bangka
Belitung berupa kolam atau danau bekas penambangan dikenal dengan sebutan
kolong yang mempunyai ukuran yang bervariasi dari kecil sampai besar. Pandji et
al. (2012) di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis
menyatakan tempat perkembangbiakan nyamuk dengan positif larva Anopheles
instar I – III ditemukan di enam lokasi, dengan karakteristik habitat berupa kolamkolam bekas tambak, sawah tadah hujan, dan parit yang tergenang.

8
Faktor-faktor yang Memengaruhi Habitat Perkembangbiakan Larva
Anopheles spp.
Suhu Air
Suhu air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan telur,
larva dan pupa. Pertumbuhan dan perkembangan lebih optimal pada suhu air yang
hangat dari pada di suhu air yang dingin. Secara umum nyamuk Anopheles lebih
menyukai temperatur yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis nyamuk lainnya.
Menurut Zhou et al. (2012) kehidupan dan pertumbuhan organisme air
dipengaruhi oleh suhu air, dalam batas tertentu kecepatan pertumbuhan meningkat
sejalan dengan naiknya suhu air. Larva nyamuk dapat beradaptasi dengan
berbagai kondisi lingkungan dan suhu air.
Rao (1981) melaporkan bahwa larva nyamuk tidak dapat hidup bertahan
pada suhu yang sangat ekstrim tinggi dan kecepatan pertumbuhan larva akan lebih
cepat pada suhu air yang lebih panas dari pada air yang bersuhu rendah. Laju tetas
telur Anopheles dipengaruhi oleh suhu air pada tempat perindukannya. Menurut
Muhammad et al. (2015) di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya, suhu air
habitat perkembangbiakan An. letifer adalah 28 – 30 °C, An. kochi 27 – 29 °C, An.
aconitus pada suhu 27 – 29 °C, An. separatus 29 – 31 °C, An. barumbrosus 26 –
28 °C, dan An. vagus 26 – 28 °C.
Suhu optimum untuk pertumbuhan larva berbeda diberbagai zona geografi,
di daerah tropis stadium pradewasa nyamuk akan selesai dalam dua minggu pada
suhu air berkisar antara 23 – 270C WHO (2013). Alonso et al. (2010) melaporkan
bahwa perubahan suhu berperan penting terhadap meningkatnya kasus malaria
yang disebabkan oleh semakin melimpahnya jumlah nyamuk. Suhu berpengaruh
terhadap masa perkembangan dan perbedaan tahapan dalam siklus hidup nyamuk,
laju mencari makan, siklus gonotrofik dan usia nyamuk.
Derajat Keasaman (pH) Air
Derajat keasaman (pH) menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam air.
Air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion Hdalam konsentrasi yang sama dan dalam keadaan demikian pH air menjadi
netral: 7. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi maka pH air
akan turun, sebaliknya aktifitas fotosintesis yang banyak membutuhkan
ion CO2 menyebabkan pH naik. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam
kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan
organisme. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut
akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun dan menjadi
penyebab matinya organisme air (Kordi dan Tancung 2007). Namun beberapa
hasil pengamatan terhadap konsentrasi pH di tempat perindukan, menunjukkan
adanya beberapa spesies larva nyamuk yang memiliki variasi pH dengan toleransi
yang cukup besar (Ndoen et al. 2010).
Muhammad et al. (2015) melaporkan jenis habitat potensial tempat
perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Datar Luas
Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 22 titik yang terdiri atas 6 jenis habitat

9
perkembangbiakan antara lain kolam, rawa – rawa, sumur tua, genangan air hujan,
parit, dan bekas tapak ban dengan pH air 7.1 – 7.9.
Salinitas Air
Salinitas merupakan salah satu besaran yang berperan dalam ekologi laut,
konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut dikenal sebagai
salinitas. Tingkat salinitas suatu habitat dipengaruhi oleh berubahnya luas
genangan air, curah hujan dan aliran air tawar dan evaporasi. Perubahan
salinitas selama satu tahun menyebabkan banyak spesies melakukan adaptasi.
Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda – beda
terhadap derajat salinitas.
Hasil penelitian di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya selama empat
bulan, larva An. letifer, An. kochi, An. aconitus, An. barumbrosus, dan An. vagus
ditemukan pada habitat perkembangbiakan dengan salinitas berkisar antara 0 –
0.1‰, sedangkan An. separatus ditemukan pada habitat dengan salinitas 0.2‰
(Muhammad et al. 2015). Di Kabupaten Trenggalek habitat perkembangbiakan
An. sundaicus dan An. vagus adalah lagun dengan tanaman bakau, rumput
air dan lumut dengan tingkat salinitas air 9‰ (Mardiana et al. 2002).
Tanaman Air
Larva Anopheles spp. memanfaatkan keberadaan tanaman air untuk
menambatkan diri serta sebagai tempat berlindung dari arus air dan serangan
predator. Tanaman air termasuk ganggang pada permukaan air yang mendapat
sinar matahari langsung sangat membantu perkembangan larva karena mikro
fauna sebagai bahan makanan larva banyak berkumpul di sekitar tanaman air.
Keberadaan tanaman air yang mengapung di atas permukaan air berpengaruh
terhadap populasi larva. Puncak kepadatan larva terjadi sebelum dilakukan
pembersihan terhadap tanaman air.
Adanya tanaman air berpengaruh positif sebagai tempat berlindungnya
larva dari arus air dan serangan predator. Lemna sp. yang bergerombol padat di
atas permukaan air menyulitkan larva Anopheles untuk mengambil udara.
Menurut Mading (2013) berbagai jenis organisme uniseluler di perairan,
terutama dari genus Diatomae sebagai jenis plankton yang merupakan makanan
bagi larva nyamuk dalam perkembangannya. Komposisi spesies larva Anopheles
bervariasi dalam habitat yang berbeda di berbagai lokasi. Populasi Anopheles
berfluktuasi dengan dinamika musiman vegetasi (Rueda et al. 2010). Surendran
et al. (2011) di Sri Lanka menemukan habitat larva An. subpictus di daerah pesisir
pantai memiliki vegetasi tanaman air seperti Hydrilla sp., Nelimbium sp.,
Salvinea sp. dan Eichornia sp.) serta ganggang hijau.
Predator Larva
Keberadaan larva nyamuk dipengaruhi oleh adanya fauna air terutama
yang berfungsi sebagai predator. Menurut WHO (2013) musuh alami nyamuk
meliputi predator avertebrata dan vertebrata, virus, bakteri, protozoa, cacing dan
jamur yang memiliki peranan penting dalam menyeimbangkan kepadatan larva

10
nyamuk untuk mencegah terjadinya ledakan populasi.
Jenis – jenis ikan yang dikenal sebagai predator adalah Gambusia affinis,
Cyprinus carpio, Xiphophorus maculates, Carrassius juratus, Nothobrancius
guentheri, Cynolebies helloti, Cynolebies longatus, Anabas secandens,
Aplochelius panchax sp, dan Aplochellius sp (WHO 2013). Predator insekta
antara lain kumbang air Grynus spp. yang menyelam di bawah permukaan air,
sedangkan Notonectidae adalah serangga air yang dapat bersifat pemangsa larva
nyamuk pada wilayah kolam.
Menurut Louca et al. (2009) ikan Tilapia guineensis dan Epiplatys
spilargyreius merupakan predator efektif yang melenyapkan larva fase akhir
Anopheles dan Culicinae dalam 1 hari. Selanjutnya, Tuno et al. (2005)
melaporkan bahwa di dataran tinggi Afrika Timur pemangsa larva nyamuk
adalah serangga dari ordo Diptera, Coleoptera dan Odonata yang mendominasi
habitat larva.

11

3 METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Pelabuhan Ferry di Desa Kota Batu dan
wilayah Bandara Lasikin di Desa Lasikin mulai April sampai dengan Juni 2015.
Desa Kota Batu termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Simeulue Timur yang
terdiri atas 17 desa. Luas wilayah Desa Kota Batu mencapai 12.30 km² dengan
batasan wilayah sebagai berikut:
Sebelah barat : Desa Air Dingin
Sebelah timur : Desa Pulau Bengkalak
Sebelah selatan : Desa Perkebunan Masyarakat
Sebelah utara : Teluk Sinabang
Penduduk Desa Kota Batu berjumlah 1 046 jiwa dengan 239 KK. Letak desa ini
sekitar ± 8 km dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Simeulue Timur. Desa Lasikin termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Teupah Tengah yang terdiri atas 12 desa. Luas wilayah Desa Lasikin mencapai
2.21 km² dengan batasan wilayah sebagai berikut:
Sebelah barat : Desa Sua Sua
Sebelah timur : Desa Lanting
Sebelah selatan : Desa Matanurung
Sebelah utara : Desa Perkebunan Masyarakat
Penduduk Desa Lasikin berjumlah 1011 jiwa dengan 264 KK. Letak desa ini
sekitar ± 11 km dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Teupah Tengah (BPS Kabupaten Simeulue 2014).

Gambar 1. Lokasi penelitian di Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur dan Desa
Lasikin Kecamatan Teupah Tengah. (Sumber Google Earth Tahun 2015)

15
Kedalaman Habitat
Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur
menggunakan alat meteran kayu dengan satuan senti meter (cm). Pengukuran
dilakukan pada bagian tengah habitat, apabila habitatnya luas dan dalam maka
pengukuran dilakukan di bagian pinggirnya.
pH Air
Derajat keasaman (pH) air diukur menggunakan pH meter digital kisaran
pH 0 – 14. Alat ini dicelupkan pada sampel air kemudian dibaca hasilnya.
Suhu Air
Suhu air diukur menggunakan alat termometer digital, dengan satuan
derajat celcius (0C). Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan ujung
termomoter selama tiga menit, dibaca hasilnya.
Salinitas Air
Salinitas air diukur menggunakan alat Refractometer, dengan satuan per
mil (‰). Pengukuran dilakukan dengan meneteskan air pada permukaan obyek
pengamatan di bagian ujung Refractometer, kemudian diteropong dan dibaca
hasilnya.
Kekeruhan Air
Tingkat kekeruhan air diamati secara visual berdasarkan klasifikasi jernih
dan keruh.
Tanaman Air
Pengamatan keberadaan tanaman air pada habitat perkembangbiakan
dilakukan secara visual pada permukaan air dan tanaman air dicatat berdasarkan
jenisnya.
Predator Larva
Keberadaan predator pada tempat perindukan larva dilakukan pengamatan
secara visual dan dicatat berdasarkan jenisnya yaitu: kecebong, ikan – ikan kecil,
udang – udangan, nimfa capung, kumbang air dan anggang – anggang.
Penandaan Lokasi dan Koordinat Habitat Larva Anopheles spp.
Penandaan titik koordinat sebaran larva dan nyamuk Anopheles spp.
menggunakan alat GPS (geografical positioning system). Titik koordinat larva
Anopheles spp. diambil berdasarkan keberadaan habitat perkembangbiakannya.
Sebelum melakukan pemetaan lingkungan tempat perindukan maka di setiap

16
genangan air yang kemungkinan digunakan sebagai tempat perindukan vektor
nyamuk malaria diambil jentiknya. Titik-titik koordinat habitat kemudian
ditransformasikan ke dalam peta digital lokasi penelitian.
Pengumpulan Data Pendukung
Data pendukung terdiri atas data penduduk dari Kantor Kecamatan
Simeulue Timur dan Kecamatan Teupah Tengah. Data kasus malaria didapatkan
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, Puskesmas Simeulue timur dan
Puskesmas Teupah tengah. Data curah hujan dari BMKG Persiapan Lasikin
Teupah Tengah, sedangkan peta lokasi penelitian bersumber dari kantor Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Simeulue dan
peta bersumber google earth.
Analisis Data
Analisis Data Kepadatan Nyamuk Anopheles spp.
Pengukuran kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang hinggap pada orang
per jam dihitung berdasarkan nilai Man hour density (MHD). Nyamuk Anopheles
spp. yang hinggap pada orang per malam dihitung berdasarkan Man biting rate
(MBR). Nilai MHD dan MBR dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap
MHD = --------------------------------------------------------∑ kolektor x ∑ waktu penangkapan (jam)
∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap
MBR = --------------------------------------------------------∑ kolektor x ∑ waktu penangkapan (hari)
Keterangan:
MHD = Man hour density (jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per jam).
MBR = Man bitting rate (jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per
malam).
Fluktuasi MHD ditampilkan bentuk grafik selama 12 jam (jam 18.00 –
06.00), di dalam dan di luar rumah. Fluktuasi MBR dirata – ratakan tiap bulannya
dan ditampilkan bentuk grafik selama tiga bulan, baik di dalam maupun di luar
rumah.
Kelimpahan Nisbi
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu nyamuk
Anopheles spesies tertentu terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh,
dan dinyatakan dalam persen.

17
∑ nyamuk Anopheles spesies tertentu
Kelimpahan Nisbi = ------------------------------------------------- x 100%
Total ∑ spesies nyamuk yang diperoleh
Frekuensi Nyamuk Tertangkap
Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara
jumlah penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu terhadap jumlah
total penangkapan (Sigit 1968).
∑ penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu
Frekuensi = -----------------------------------------------------------------------∑ total penangkapan
Dominansi Spesies (%)
Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara
kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu
waktu penangkapan.
Dominansi Spesies = Kelimpahan nisbi x Frekuensi tertangkap.
Analisis Data Kepadatan larva Anopheles spp.
Pengukuran kepadatan larva Anopheles spp. dilakukan dengan cara
pengambilan larva dari setiap jenis habitat dihitung dengan cara menjumlahkan
larva Anopheles spp. dibagi banyaknya cidukan, per perciduk = 200 – 300cc
(Depkes RI. 2003);
Kepadatan Jentik =

∑ jentik Anopheles tertangkap
------------------------------------∑ cidukan

Analisis Data Cuaca
Suhu dirata – ratakan tiap bulannya, nilai indeks curah hujan (ICH)
bulanan dihitung dengan mengalikan jumlah curah hujan perbulan dengan hari
hujan perbulan, lalu dibagi dengan jumlah hari pada bulan yang bersangkutan.
∑ curah hujan (mm) perbulan x ∑ hari hujan perbulan
ICH = ------------------------------------------------------------------∑ hari (dalam satu bulan)
Indeks curah hujan ditampilkan dalam bentuk grafik selama tiga bulan
(April sampai Juni 2015). Hubungan indeks curah hujan dengan MBR kepadatan
nyamuk Anopheles spp, kemudian di uji menggunakan uji korelasi Pearson
apabila terdapat hubungan yang signifikan selanjutnya dilihat pengaruhnya
dengan uji regresi linier menggunakan program komputer SPSS versi 17.0.
dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%).

18
Analisis Data Kasus Malaria
Fluktuasi data kasus malaria ditampilkan selama tiga bulan dalam bentuk
grafik, kemudian data tersebut dihubungkan dengan MHD dan MBR Anopheles
spp. Hubungan antara nilai MHD dan MBR dengan kasus malaria dianalisis
menggunakan uji korelasi.
Analisis Data Titik Koordinat Larva dan Nyamuk Anopheles spp.
Data titik koordinat habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di
analisis dengan menggunakan perangkat lunak (soft ware) ArcGIS. Peta dasar
yang digunakan adalah peta lokasi penelitian yang di peroleh dari kantor
BAPPEDA Kabupaten Simeulue, kemudian digabungkan/tumpangkan (overlay)
dengan peta batas – batas administrasi Desa Kota Batu dan Desa Lasikin.

19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Anopheles spp. yang ditemukan
di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu terdiri atas lima spesies yaitu An. vagus, An.
tesselatus, An. indefinitus, An. barbirostris dan An. kochi. Keanekaragaman jenis
Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin Kecamatan Teupah Tengah dan
di Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Keragaman jenis Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin dan
Desa Kota Batu April – Juni 2015
Lokasi

Spesies

Jml

%

Desa Lasikin

An. vagus
An. tesselatus
An. vagus
An. tesselatus
An. indefinitus
An. barbirostris
An. kochi

60
43
37
23
11
8
6
188

31.9
22.9
19.7
12.2
5.8
4.3
3.2
100

Desa Kota Batu

Jumlah

Berdasarkan pengelompokkan subgenus, nyamuk Anopheles yang
ditemukan lebih banyak dari Subgenus Cellia dari pada Subgenus Anopheles.
Subgenus Cellia mempunyai ciri khusus yaitu pada costa vena sayap pertama
terdapat empat atau lebih noda putih, sedangkan pada Subgenus Anopheles
ditemukan tiga noda pucat atau kurang. Spesies Anopheles spp. yang termasuk
subgenus Cellia dengan kaki tidak berbercak adalah An. vagus dan An. indefinitus,
sedangkan An. tesselatus dan An. kochi termasuk ke dalam subgenus Cellia kaki
berbercak. An. barbirostris termasuk ke dalam subgenus Anopheles dari An.
barbirostris grup. Di antara lima spesies Anopheles spp. yang ditemukan di Desa
Kota Batu terdapat satu spesies (An. barbirostris) yang telah dikonfirmasi sebagai
satu di antara vektor utama malaria di Provinsi Aceh (Dinkes. Prov. Aceh 2010).
Di Desa Lasikin ditemukan dua jenis Anopheles yaitu An. vagus (Gambar
5A) dan An. tesselatus (Gambar 5B), sedangkan Anopheles spp. yang ditemukan
di Desa Kota Batu terdiri atas lima spesies, yaitu An. vagus (Gambar 5A), An.
tesselatus (Gambar 6B), An. kochi (Gambar 5C), An. barbirostris (Gambar 5D),
dan An. indefinitus (Gambar 5E).ta
An. vagus mempunyai ciri khas berupa sedikit bagian pucat pada ujung
probosis, panjang probosis kira – kira sama dengan panjang palpi, panjang gelang
pucat di ujung palpus sekurang – kurangnya tiga kali panjang gelang gelap
dibawahnya. Adapun daerah persambungan tibia tarsus kaki belakang tidak ada
gelang pucat yang lebar dan tarsus ke 5 kaki belakang gelap (Gambar 5A).
An. tesselatus mempunyai ciri

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011.

4 92 101

Karakteristik Habitat Larva Anopheles maculatus & Anopheles balabacencis Di daerah Endemik Malaria Kecamatan Kokap Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta

0 7 12

Bioekologi spesies anopheles di Lampung Selatan dan Pesawaran keragaman, karakteristik habitat, kepadatan, perilaku dan distribusi spasial

0 22 138

Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. serta Peranannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara

1 8 198

Studi Karakteristik Habitat Larva Nyamuk Anopheles maculatus Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Populasi Larva di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DI

0 6 81

Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles Spp.) Dan Karakteristik Habitat Larva Di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo

2 25 75

Kepadatan Dan Karakteristik Habitat Larva Aedes Spp. Pada Sekolah Dasar Di Kota Palembang

1 9 55

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh

0 0 10

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU

0 0 13

Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

0 0 8