Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara

STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG
PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI
KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG
LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

YUNITA DEWI AFIATI NAINGGOLAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Eksploratif
Upaya Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan
Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Yunita Dewi Afiati Nainggolan
NIM B04070030

ABSTRAK
YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi
Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan
Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS
WIJAYA dan RP AGUS LELANA.
Kecamatan Halongonan merupakan daerah potensi pengembangan ternak
sapi potong peranakan yang ditunjukkan dengan adanya peternak, sumberdaya
lahan, dan hijauan pakan yang memadai. Studi eksploratif ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang upaya peternak dalam menjaga kesehatan
ternaknya. Data diperoleh dengan wawancara 30 peternak, pengamatan lapangan,
dan pemeriksaan ternak dengan sampel 60 ekor.Hasil wawancara menunjukkan
tingkat pendidikan peternak SLTA 33%, SLTP 33%, SD 7%, dan tidak sekolah

27%; 80% berpengalaman lebih dari 5 tahun; kepemilikan 1-5 ekor 67%, 5-10
ekor 13% dan lebih dari 10 ekor 20%. Kesadaran terhadap pentingnya kesehatan
hewan dapat dilihat dari keanggotaan sebagai kelompok ternak (100%), vaksinasi
(100%), dan keaktifan melaporkan kepetugas kesehatan hewan jika hewan sakit.
Kesadaran akan pentingnya inseminasi buatan masih rendah. Hasil pengamatan
lapangan menunjukkan adanya dua sistem pemeliharaan, yaitu di dalam kandang
semi permanen dan di naungan kebun kelapa sawit.
Pakan ternak yang diberikan hanya rumput lapang (100%) yang terdapat
dilahan penggembalaan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Seluruh peternak
hanya menggunakan cara kawin alam (100%) dalam proses pengawinan ternak
yang mereka miliki. Berdasarkan pemeriksaan fisik sapi PO masih mengalami
masalah pada gizi. Upaya dalam pengendalian penyakit terhadap sapi PO seperti
vaksinasi, pemberian vitamin dan deworming telah dilakukan peternak (100%)
secara rutin dengan cara melaporkan kepada paramedis secara berkala. Kesadaran
dan pengetahuan peternak akan pentingnya manajemen sistem pemeliharaan
dalam upaya kesehatan peternakan masih kurang, seperti perkandangan dan pakan.
Upaya peningkatan kesehatan peternakan dilakukan dengan cara pemberian
penyuluhan oleh Dinas Peternakan terhadap sistem pemeliharaan sapi PO.
Kata kunci : Menejemen Pemeliharaan, Sapi PO, Upaya Kesehatan Sapi


ABSTRACT
YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Explorative Study Farmer Efforts on PO
Beef Cattle at Halongonan Sub-District, North Padang Lawas, North
Sumatera.Supervised by AGUS WIJAYA andRP AGUS LELANA.
Halongonan sub-district is an area that has a potency for the development of
beef cattle. It is not only due to farmers’ support and adequate land resources, but
also the availability of green fodder. This exploratory study aimed to obtain

information concerning farmers effort in animal health care by farmers.Data
obtained by interviewing 30 farmers, field observations and examination of the
sample of 60 head of cattle. The result of interview showed that the level of
farmer education are high school education 33%, 33% junior high school,
elementary school 7% and no education 27%. 80% experienced more than 5
years; 67% ownership of the tail 1-5, 5-10 tail 13% and more than 10 tails 20%.
Awareness to the animal health care could be seen from the membership in a
farmer group (100%), vaccination (100%), and the reportation activity to animal
health officer concerning sign of animal disease. Awareness to the importance of
artificial insemination was low. Field observations indicated the existence of two
system of maintenance, which is semi-permanent in the house cages and in the
shade of palm oil plantations. The fooder was only grassy fields (100%) located in

the grazing area around an oil palm plantation. To breed their livestock, most
farmers only used natural mating process (100%). A physical inspection showed
that derived Ongole Beef (OB) cattle still had a problem with nutrition. Attempts
to control the diseases against OP cattle such as vaccination, provision of vitamins
and deworming have been done (100%) by farmers periodically by reporting to
the paramedics. Awareness and knowledge of the farmers on the importance of
raising management system in livestock health efforts was still lacking, such as
housing and feed. Efforts to improve cattle health were carried out by providing
counseling conducted by the Animal Husbandry Agency concerning PO cattle
rearing system.
Keywords: Halongonan Sub-district, Health Efforts, OB Cattle.

© Hak Cipts Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG
PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI
KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG
LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

YUNITA DEWI AFIATI NAINGGOLAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi


Nama
NIM

:Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan
Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten
Padang Lawas Utara Sumatera Utara
:Yunita Dewi Afiati Nainggolan
:B04070030

Disetujui oleh

drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D
Pembimbing I

Dr.drh. RP Agus Lelana, SpMP, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet.
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2012 ini ialah Upaya
Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten
Padang Lawas Utara Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada drh Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D dan
drdrhRP Agus Lelana, SpMP, MSi. selaku pembimbing atas kesediaan, kesabaran
dalam memberikan bimbingan dan arahan selama membimbing penulis dalam
masa penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada
Prof. dr. Dra. Iis Arifiantini, M.Sc selaku dosen Pembimbing Akademik atas
perhatian dan kasih sayangnya yang tidak pernah bosan memberikan motivasi
kepada penulis.
Ungkapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Papa H.
Khairullah Naingggolan, Mama Hj. Sutiem, adik-adik, serta seluruh keluarga

besar, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih juga
penulis ucapkan kepada Parubahan Harahap, SP atas segala doa, motivasi dan
semangatnya kepada penulis. Selain itu terimakasih juga penulis ucapkan kepada
sahabat-sahabat penulis: SiGi (Nur Astri, Ardha, Nurul, Aiu, vully), Ririn, Dani
atas doa dan dukungan selama ini, kepada teman-teman seperjuangan: Ricco,
Mechris, Arif, Veki atas bantuan dan kerjasamanya serta member semangat yang
tak henti-hentinya, OMDA IMATAPSEL, Gianuzzi’ dan kebersamaannya, serta
semua pihak yang tak bisa penulis sampaikan satu persatu-satu, terimakasih atas
segala dukungan dan doa dalam membantu menyelesaikan karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan
penulis dalam kerya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

Yunita Dewi Afiati Nainggolan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Maksud dan Tujuan Studi
Manfaat Studi
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Bangsa Sapi Potong
Sapi Peranakan Ongole (PO)
Status Kesehatan Sapi
Kebersihan Kulit dan Rambut
Status Gizi
Suhu Tubuh
Frekuensi Denyut Jantung dan Pulsus
Frekuensi Pernafasan
Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong (PO)
Sistem Pemeliharaan Sapi Potong
Perkandangan
Pakan
Manajemen Reproduksi
Perkawinan
Manajemen Kesehatan
METODE

Lokasi dan Waktu Studi
Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah
Profil Peternak Sapi Potong
Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak
Sistem Perkandangan
Pola Manajemen Pakan
Profil Manajemen Reproduksi Ternak
Profil Manajemen Kesehatan Ternak
Profil Kesehatan Fisik Ternak
Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan oleh Peternak
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN

x

x
1
1
1
1
2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
7
7
7
8
8
8
9
9
11
12
13
14
15
16
16
16
16
19
20

DAFTAR TABEL
1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

9

2 Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong POdi Kecamatan
Halongonan

10

3 Gambaran Sistem Perkawinan Sapi Potong POdi Kecamatan
Halongonan

13

4 Gambaran Upaya Kesehatan Sapi Potong PO oleh Peternak di
Kecamatan Halongonan

14

DAFTAR GAMBAR
1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) di salah satu peternakan rakyat
Kecamatan Halongonan

2

2 Kontruksi Kandang Keadaan Kandang Sapi PO (kandang tanpa atap
dan kandang dengan atap)

11

3 Lahan Penggembalaan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, menyatakan bahwa penyelenggaraan kesehatan hewan sebagai prasyarat
terselenggaranya peternakan sangat esensial dalam mewujudkan peternakan yang
maju, berdaya saing dan berkelanjutan. Kesuksesan penyelenggaraan kesehatan
hewan, selain ditentukan oleh kemampuan petugas kesehatan hewan seperti
dokter hewan dan paramedis veteriner juga ditentukan oleh kesadaran dan upaya
kesehatan yang dilakukan peternak.
Selama ini evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang dilakukan oleh
peternak sapi potong belum dilakukan secara sistematis, padahal upaya ini dapat
dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam program swasembada daging sapi
nasional. Tolak ukur tersebut dapat dikaitkan dengan bertambahnya jumlah
penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta semakin
tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani.
Penyusunan suatu bentuk evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang
dilakukan oleh peternak dan sekaligus untuk memperoleh profil kesehatan ternak
sapi potong dipilih Kecamatan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara,
Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan wilayah yang berpotensi untuk
pengembangan usaha peternakan sapi potong, seperti peternak, sumberdaya lahan
yang memadai, dan tersedianya hijauan pakan ternak.
Tersusunnya model evaluasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan setempat
untuk melakukan pembenahan terhadap sistem pemeliharaan dan kesehatan sapi
potong di daerah tersebut.
Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah mendapatkan informasi dari peternak tentang
usaha kesehatan hewan yang dilakukan. Informasi ini dikonfirmasi dengan
meninjau langsung kondisi perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen
reproduksi pada peternakan rakyat tersebut maupun dengan memeriksa status
kesehatan hewan berdasarkan pengukuran pulsus, frekuensi nafas, temperatur
rektal, habitus, dan status gizi.
Manfaat
Hasil studi eksploratif ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan setempat dalam penyusunan program
peningkatan status kesehatan sapi potong PO pada peternak, melalui manajemen
sistem pemeliharaan sapi potong yang baik.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Bangsa Sapi Potong
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristk tersebut, dapat dibedakan dari ternak
lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki
dapat diturunkan ke generasi berikutnya (Tanari 2001). Menurut Blakely dan
Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi yaitu :
Filum
Subfilum
Kelas
Sub kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Chordata
: Vertebrata
: Mamalia
: Theria
: Artiodactyla
: Bovidae
: Bos
: B. indicus
B. taurus
B. sondaicus

Gambar 1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) peternakan
rakyat di Kecamatan. Halongonan
Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok
ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa contoh
bangsa sapi yang termasuk Bos taurus adalah Friesien holstein (FH), Jersey,
Shorthorn, dan Angus, sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos indicus adalah
sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Bos sondaicus yang terkenal adalah
Banteng dan sapi bali. Bangsa-bangsa sapi yang sudah lama di Indonesia dan
dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi bali termasuk Bos sondasicus, serta
Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi pesisir), dan
sapi Aceh (Natasasmita dan Mudikdjo 1985). Diantara bangsa sapi yang besar
populasinya adalah sapi Bali, sapi Ongole, Peranakan Ongole (PO), dan sapi
Madura.

3
Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi PO merupakan salah satu sapi potong lokal Indonesia. Sapi PO adalah
sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal di pulau Jawa secara
grading up. Sapi tersebut memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu berpunuk besar,
bergelambir longgar dan berleher pendek. Kulit di sekeliling mata, bulu mata,
moncong, kuku, dan bulu cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Mata besar
dengan sorot yang tenang. Tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang dan
menggantung dibandingkan tanduk sapi Jantan. Sapi Ongole Jantan dewasa
memiliki bobot maksimal 600 kg dan sapi Betina 400 kg (Sarwono dan Arianto
2003).
Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), ciri-ciri sapi PO diantaranya
bertubuh besar, bergumba besar dan leher bergelambir, bobot badan sapi Jantan
dewasa 350-450, Betina dewasa 300-400 kg; kebanyakan warna rambutnya putih
abu-abu dengan campuran rambut hitam dan merah, sedangkan waktu lahir
berwarna kecoklatan; panjang badan pada sapi Jantan 133 cm dan Betina 132 cm,
lingkar dada pada sapi Jantan 172 cm dan Betina 163 cm, dan produksi karkas
45% pada sapi Jantan dan Betina.

Status Kesehatan Sapi
Keadaan sapi yang baik dan sehat dapat terlihat dari keadaan fisik, emosi,
dan fisiologi. Mengetahui penyakit yang menyerang sapi sedini mungkin
sangatlah baik, sehingga nantinya penyakit tersebut tidak menjadi lebih serius.
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tindakan memeriksa keadaan hewan untuk
menemukan tanda-tanda klinis suatu penyakit. Hasil pemeriksaan ini akan dicatat
dalam catatan medis (rekam medis) yang akan membantu dalam penegakan
diagnosa dan perencanaan perawatan. Umumnya, pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi tindakan pemeriksaan status kesehatan umum seperti
penghitungan frekuensi nadi dan pulsus, penghitungan frekuensi nafas,
pengukuran suhu tubuh, pengamatan terhadap mukosa, turgor kulit, dan keadaan
penting lainnya (Kelly 1984; Anonimus 2007). Selain itu perlu penunjang dengan
pemeriksaan Laboratorium.
Kebersihan Kulit dan Rambut
Kebersihan kulit, kebersihan rambut, ekor dankebersihan tubuh secara
keseluruhan merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh.
Kebersihan rambut merefleksikan kondisi dari kulit dan kesehatan seekor sapi.
Dalam keadan normal, sapi seharusnya memiliki bulu yang kering, datar dan
berkilau. Bulu yang kusut menandakan sapi sedang dalam keadaan tidak sehat.
Status Gizi
Kondisi ragawi yang menunjukkan status gizi sapi pada pemeriksaan fisik
secara umum dapat dilihat secara inspeksi. Status gizi hewan ditentukan oleh fisik
yang gemuk, kurus atau ideal. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan inspeksi
dibeberapa tempat dari tubuh hewan yaitu inspeksi bagian costae, prosesus
spinosus, scapula, dan pelvis serta pangkal ekor. Penilaian keadaan status gizi

4
pada hewan disebut dengan Body Condition Scoring (BCS). Body Condition
Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi (Glaze
2009).
Suhu Tubuh
Suhu tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer. Hasil
yang diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh
tetapi menunjukkan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas
tubuh. Secarafisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5ºC pada saat
setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika
hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis (Kelly 1984; Rosenberger 1979).
Frekuensi Pulsus
Denyut nadi adalah denyut yang dihasilkan dari proses lewatnya darah pada
pembuluh darah arteri yang dipompakan oleh denyut jantung. Denyut nadi dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis denyut jantung dan organ tubuh
yang lain. Menurut Cunningham (2002), frekuensi denyut jantung adalah
banyaknya denyut jantung dalam satu menit. Pulsus hewan dapat dirasakan
dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor
bagian tengah sekitar 10 cm dari anus (Kelly 1984).
Frekuensi Pernafasan
Menurut Jackson dan Cockroft (2002), penghitungan frekuensi nafas pada
sapi dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang
bergerak simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi selama 1 menit. Frekuensi
pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh,
umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya
gangguan padasaluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan
(Kelly 1984). Tipe pernafasan pada sapi adalah kosto-abdominal yang didominasi
oleh gerakan pernafasan abdominal, sehingga dikelompokkan dalam tipe
pernafasan abdominal.
Diagnosa Laboratorium sebagai Diagnosa Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan
penapisan (screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan
dimaksudkan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar
intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif
sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan
pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai
pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung
lebih rumit dan spesifi k untuk pasien secara individual. Pemeriksaan
laboratorium seperti hematologi, urinalisis, kimia darah perlu dilakukan untuk
menunjang diagnosa suatu penyakit pada hewan ternak (KEMENKES 2011).

5
Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong PO
Sistem Pemeliharaan Sapi Potong
Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi dan mempercepat
penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak
yang baik dan benar. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi
perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo 2006).
Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan
berikutnya sehingga usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan
dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, dan sapi
dewasa.
Menurut Hernowo (2006), sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan
dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan,
sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan
dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan
ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan.
Sistem Perkandangan
Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari,
pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan sarana untuk menjaga
kesehatan Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi
potong yaitu (1) melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, (2) tempat sapi
beristirahat dengan nyaman, (3) mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di
sekitar lokasi peternakan, (4) tempat pengumpulan kotoran sapi, (5) melindungi
sapi dari hewan pengganggu, (6) memudahkan pemeliharaan, terutama dalam
pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin
2002). Menurut Abidin (2002), kandang harus memiliki syarat-syarat teknis yaitu
luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi, kandang terbuat dari bahanbahan berkualitas sehingga tahan lama, sistem ventilasi kandang harus baik.
Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat kesehatan,
mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas
dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2000). Secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu
kandang individual dan kandang koloni. Kandang individu digunakan bagi satu
ekor sapi dengan ukuran 2,5x1,5m (Rasyid dan Hartati, 2007). Dibandingkan
dengan tipe kandang individual, pertumbuhan sapi di kandang koloni relatif lebih
lambat karena ada energi yang terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa.
Kebersihan kandang juga harus diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan
segera terinjak-injak oleh sapi (Abidin, 2002). Limbah peternakan yang berupa
kotoran dan sisa pakan dapat menurunkan mutu lingkungan dan dapat
mengganggu kesehatan. Kotoran ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran
air hujan ke daerah-daerah yang lebih rendah dan selanjutnya akan menyebabkan
penyakit (Setiawan 1996).

6
Pola Manajemen Pakan
Kebutuhan pakan sapi tropis berbeda dengan sapi subtropis. Sapi tropis
yang adaptasinya terhadap lingkungan cukup bagus membutuhkan pakan relatif
lebih sedikit daripada sapi subtropis. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1979),
bahan pakan dikelompokkan menjadi dua yaitu menurut asalnya pakan terdiri dari
hijauan alami (rumput lapangan); hijauan tanaman (rumput gajah); hasil limbah
pertanian (jerami); hasil limbah industri (bungkil); hasil pengawetan (silase, selai)
Menurut kandungan zat makanan dan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan
ternak terdiri dari hijauan kering; hijauan segar; silase; sumber energi; sumber
protein; sumber mineral; sumber vitamin, dan makanan tambahan.
Pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan
pemeliharaan sapi. Ketersediaan padang penggembalaan pada pemeliharaan
ternak sapi diperlukan sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya
dapat dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudian diberikan pada
ternak sapi yang ada di dalam kandang. Pemberian pakan seperti ini disebut cut
and carry. Selain itu, rumput juga dapat dikonsumsi langsung oleh sapi di areal
padang penggembalaan berdasarkan pada stocking rate (daya tampung) padang
penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT
atau Unit Ternak (Santosa 2005). Program penggemukan sapi potong yang
berorientasi pada keuntungan financial perlu dipertimbangkan penggunaan pakan
berupa konsentrat (Abidin 2002).
Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting
untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan
ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat.
Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat
keringnya, yaitu lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih
sedikit daripada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat,
protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan
jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne 1993). Tingkat konsumsi
ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya. Sapi dewasa dapat
mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi
kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari
bobot badan (Parakkasi 1999).

Manajemen Reproduksi
Reproduksi merupakan proses perkembangbiakan suatu makhluk hidup
dimulai dengan bersatunya sel telur betina dengan sel sperma jantan menjadi zigot
yang disusul oleh kebuntingan kemudian diakhiri dengan kelahiran. Proses ini
pada ternak dimulai setelah ternak jantan dan betina mengalami pubertas atau
dewasa kelamin (Hardjopranjoto 1995). Menurut Toelihere (1994), reproduksi
adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi
kehidupan suatu individu tapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis
atau bangsa hewan. Proses reproduksi ini baru dapat berlangsung setelah hewan
mencapai masa pubertas (dewasa kelamin), dimana kejadian ini diatur oleh sistem
endokrin (Cole dan Cupps 1977).

7
Sistem Perkawinan
Sapi dapat dikembangbiakan dengan dua metode, yaitu metode alamiah dan
metode Inseminasi Buatan (IB). Metode alamiah adalah sapi jantan pemacek
dikawinkan dengan sapi betina yang sedang birahi. Sperma sapi jantan pemacek
untuk perkawinan alamiah hanya mampu melayani 120 ekor sapi betina/tahun,
Metode IB, lebih dikenal dengan kawin suntik. Perkawinan dilakukan dengan
bantuan peralatan khusus dan manusia (inseminator). Seekor sapi jantan pemacek
sebagai sumber sperma dapat dipergunakan untuk mengawini sapi betina sampai
20.000 ekor per tahun (Hernowo 2006).
Menurut Santosa (2005), keterampilan dalam melihat tanda-tanda berahi
ternak sapi betina sangat menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi.
Tanda-tanda yang lazim nampak pada ternak adalah sapi betina tidak tenang
(gelisah), nafsu makan berkurang, sering melenguh, mendekati pejantan, sering
menaiki sapi lain dan jika dinaiki akan diam. Selain itu Santosa (2005),
menyatakan tanda khusus dari vulva adalah keadaannya yang tampak memerah,
membengkak dan keluar lendir bening. Bila sudah terlihat tanda-tanda berahi,
secepatnya sapi betina tersebut dikawinkan. Perkawinan akan berhasil apabila
dilakukan terutama pada 15-18 jam setelah tanda-tanda berahi mulai tampak.
Apabila perkawinan dilakukan sebelum mencapai 6 jam setelah tanda berahi
tampak maka perkawinan kurang berhasil. Namun apabila perkawinan dilakukan
setelah 28 jam setelah tanda-tanda berahi tampak maka perkawinan akan
mengalami kegagalan.
Manajemen Kesehatan
Kesehatan hewan adalah suatu kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel
yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
secara normal (Akoso 1996). Kerusakan sel mungkin saja terjadi secara normal
sebagai akibat proses pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup,
sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat.
Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, keadaan cuaca yang panas,
sangat kering atau lembab akan mempengaruhi status kesehatan hewan.
Pemberantasan penyakit secara tuntas di suatu kawasan tertentu mungkin
sulit dilaksanakan walaupun upaya telah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini
karena dapat terjadi karena sifat ilmiah agen penyakit yang berkemampuan tetap
hidup diluar induk semangnya, keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam menciptakan vaksin yang handal, atau ketidakmungkinan mengatasi atau
mengendalikan semua macam pembawa sifat bagi jasad renik yang ada (Akoso
1996).
Penanganan masalah kesehatan ternak merupakan mata rantai kegiatan yang
menjamin keberhasilan perkembangbiakan dan peningkatan produksi ternak.
Untuk menunjang program kesehatan sapi potong diberikan pakan yang cukup,
baik kualitas maupun kuantitas. Vaksinasi dan deworming adalah pelayanan
kesehatan yang harus dilakukan secara teratur kepada sapi potong. Kegiatan
deworming atau pengobatan cacing juga harus dilakukan secara teratur untuk
membunuh cacing yang berada di tubuh sapi. Kejadian kecacingan pada seekor
sapi potong akan menyebabkan penurunan terhadap kondisi gizi sapi potong.

8
Banyak ternak di negara tropis mengidap berbagai penyakit secara sub-klinis yang
tidak cukup kuat memberikan dampak yang dapat diamati, tetapi cukup dapat
menghambat pertumbuhan dan menurunkan kemampuan berproduksi serta
reproduksi secara optimal.

METODE
Lokasi dan Waktu Studi
Studi eksploratif ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012. Kegiatan ini
dilaksanakan pada lokasi peternakan rakyat di perkebunan kelapa sawit dansekitar
perkampungan masyarakat di Kecamantan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas
Utara, Sumatera Utara.
Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan
Penyusunan model evaluasi usaha kesehatan hewan oleh peternak ini
dlakukan dengan pendekatan studi eksploratif. Studi ini dilakukan dengan
mewawancarai 30 peternak, memeriksa status kesehatan 60 ekor sapi potong PO,
dan tinjauan sistem pemeliharaan di lapangan.
Alat dan bahan yang digunakan diantaranya thermometer, alat tulis, kamera
digital, stopwatch, dan tali tambang.
Topik wawancara diarahkan untuk menggali informasi tentang metode
pemeliharaan ternak ditinjau dari aspek pakan (jenis pakan yang diberikan dan
cara pemberian pakan pada ternak), aspek perkawinan (metode perkawinan dan
identifikasi ternak birahi) dan ditinjau dari aspek kesehatannya (program
vaksinasi, pemberian obat cacing dan pemberian obat-obatan terhadap ternak jika
ternak sakit. Data yang diperoleh disajikan dalam dalam bentuk tabeldan gambar,
kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah
Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan wilayah dari Provinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Padang Lawas Utara yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli
Selatan pada tanggal 17 Juli 2007. Kabupaten Padang Lawas Utara mempunyai
luas wilayah ± 3918, 05 km2.(DISNAKKAN 2011).Secara administratif
Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki batas-batas wilayah yaitu :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Pekanbaru
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
Lahan penggembalaan ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat
seluas 1 263 Ha, selain digembalakan pada lahan kosong, juga digembalakan pada
areal perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara integrasi antara tanaman dan
ternak dengan luas 133 608 Ha. Luas tanaman perkebunan yang dapat

9
dimanfaatakan sebagai lahan penggembalaan ternak di Kabupaten Padang Lawas
Utara yaitu perkebunan rakyat (32 059 Ha, perkebunan besar (101 121 Ha, dan
perkebunan milik kkoperasi (428 Ha). Kecamatan Halongonan memiliki lahan
penggembalaan ternak areal perkebunan seluas 9 565 Ha, perkebunan besar 9 306
Ha (DISNAKKAN 2011).

Profil Peternak Sapi Potong
Berdasarkan data kuisioner diperoleh bahwa peternak memiliki keragaman
usia mulai dari 25 tahun hingga 50 tahun yaitu 73.3% peternak (22 peternak)
berusia dibawah 50 tahun dan 8 peternak (26.7 %) yang berusia diatas 50 tahun.
Pendidikan formal para petermak beragam yaitu pendidikan SD sebanyak 3.3 %,
SMP sebanyak 60% dan SMA sebanyak 36.7%.
Para peternak memiliki pengalaman beternak yang beragam yaitu 24
peternak memiliki pengalaman berternak diatas 5 tahun dan 6 peternak kurang
dari lima tahun (peternak pemula). Bekal pengetahuan mengenai cara beternak
umumnya diperoleh secara turun temurun atau lebih dikenal dengan peternakan
secara tradisional. Usaha peternakan dilakukan oleh peternak untuk menambah
pendapatan (33.3 %) dan sebagai tabungan (66.7 %) dari hasil penjualan sapi
potong.Sebagian besar peternak tergabung dalam Kelompok Tani BINA
TERNAK.Jumlah ternak yang dimiliki relatif beragam, sebagian besar (66.7%)
peternak memiliki sapi 2 hingga 5 ekor. Untuk lebih jelasnya data tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel.1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan
No
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Karakteristik
Umur
a. 50
Pendidikan formal
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Tidak Sekolah
Pengalaman beternak
a. > 5 tahun
b. < 5 tahun
Jenis kelamin peternak
a. Laki-laki
b. Perempuan
Tergabung dalam kelompok tani
a. Ya
b. Tidak
Alasan beternak
a. Menambah pendapatan
b. Tabungan
Jumlah ternak yang dimiliki
a. 1- 5 ekor
b. 5-10 ekor
c. >10 ekor

Peternak (orang)

Presentase (%)

22
8

73.3
26.7

2
10
10
8

6.7
33.3
33.3
26.7

24
6

80
20

30
0

100
0

30
0

100
0

10
20

33.3
66.7

20
4
6

66.7
13.3
20

10
Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak
Hasil studi eksploratif menunjukkan bahwa jenis sapi potong yang
dipelihara oleh peternak hanya sapi PO. Alasan peternak memelihara sapi PO
karena sangat mudah pemeliharaaan dan perawatannya. Lokasi pengamatan
memiliki iklim yang panas pada musim kemarau. Menurut Basuki (1991), sapi PO
memiliki keunggulan, diantaranya kuat, tahan panas, tahan lapar, dan haus, serta
dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana. Hasil studi eksploratif ini
menunjukkan bahwa 100% peternak menerapkan sistem pemeliharaan secara semi
intensif, yaitu pada siang hari hingga sore hari dilepas dipadang penggembalaan,
sedangkan pada malam harinya ternak dikandangkan.
Sistem Perkandangan
Ukuran kandang beragam tergantung jumlah sapi yang dimiliki. Ukuran
kandang sapi yg dimiliki peternak pada umumnya belum memenuhi standar dan
kandang ternak yang terdapat dipemukiman hanya diikat dibelakang rumah.
Hanya sekedar ternak mereka aman dan tidak lepas atau lari dari kandang.
Terdapat pula kandang berbentuk kandang koloni, dimana sapi ditempatkan pada
satu kandang saja secara berkelompok. Luas kandang individu disesuaikan dengan
ukuran tubuh sapi yaitu 1.5x2.5 meter (Rasyid dan Hartati 2007). Luas kandang
ternak yang dimiliki peternak diantaranya 5-10 m2 (28 peternak) dan ≥10 m2 (2
peternak).
Tabel 2. Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong PO di Kecamatan
Halongonan
No
1

2

3

4

5

Uraian
Lokasi kandang
a. Terpisah dari rumah dengan jarak