Penentuan Titik Kritis Risiko Keamanan Mikrobiologi dalam Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es (Studi Kasus Sekolah Dasar di Jakarta)

PENENTUAN TITIK KRITIS RISIKO KEAMANAN MIKROBIOLOGI
DALAM RANTAI PENYEDIAAN ES BATU DAN MINUMAN ES
(STUDI KASUS SEKOLAH DASAR DI JAKARTA)

IRMA SEPTIANI
F24100012

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Titik
Kritis Risiko Keamanan Mikrobiologi dalam Rantai Penyediaan Es Batu
dan Minuman Es (Studi Kasus Sekolah Dasar di Jakarta) adalah benar karya
saya dengan arahan dari para pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Irma Septiani
NIM F24100012

ABSTRAK
IRMA SEPTIANI. Penentuan Titik Kritis Risiko Keamanan Mikrobiologi
dalam Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es (Studi Kasus Sekolah
Dasar di Jakarta). Dibimbing oleh CAECILLIA CHRISMIE NURWITRI,
WINIATI P. RAHAYU, dan NUGROHO INDROTRISTANTO.
Es batu dan minuman es merupakan pangan yang sering dikonsumsi
oleh siswa sekolah dasar. Namun, es batu dan minuman es berpotensi
mengandung bahaya mikrobiologi dan titik tempat masuknya kontaminasi
mikroba tersebut belum teridentifikasi. Penelitian ini bertujuan menentukan
titik kritis keamanan mikrobiologi di sepanjang rantai penyediaan dan es

batu dan minuman es di Jakarta. Penentuan tersebut dilakukan dengan
menggunakan prinsip pertama dan kedua Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat titik kritis di setiap
bagian rantai penyediaan es batu dan minuman es. Titik kritis di tingkat
produsen skala rumah tangga adalah air bahan baku es, perebusan, dan
pengisian air ke dalam plastik, sedangkan di tingkat produsen es balok skala
pabrik titik kritisnya adalah air bahan baku es, filtrasi, dan penyortiran es.
Titik kritis di tingkat distributor adalah distribusi es dari pabrik ke depot,
penyimpanan es, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi es ke
lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, titik kritisnya adalah pengecilan ukuran
es, penyimpanan es, dan pencampuran es dengan bahan-bahan lain. Adanya
titik-titik kritis tersebut menunjukkan pentingnya kesadaran dan tindakan
setiap pihak yang terlibat dalam penyediaan es batu dan minuman es untuk
menjamin keamanan produk-produk tersebut untuk dikonsumsi masyarakat,
secara khusus untuk pangan jajanan siswa sekolah dasar.
Kata kunci: es batu, HACCP, keamanan pangan, minuman es, titik kritis

ABSTRACT
IRMA SEPTIANI. Microbiological Safety Risk Critical Point
Determination in Ice and Iced Beverages Supply Chain (Case Study on

Elementary Schools in Jakarta). Supervised by CAECILLIA CHRISMIE
NURWITRI, WINIATI P. RAHAYU, and NUGROHO INDROTRISTANTO.
Ice and iced beverages are frequently consumed by Indonesian,
including elementary school students. Ironically, ice and iced beverages
have a potential to carry on microbial hazards. The entry point for the
microbes in contaminating ice was still unidentified. The aim of this study
was to determine the critical points of microbiological safety risk in ice and
iced beverages supply chain in some elementary schools in Jakarta. The
determination was done by using the first and second principles of Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP). The result showed that there were
some critical points in every part of the supply chain. The critical points in
home-scale ice producer were water that was used to make ice, water

boiling process, and water filling process, whereas the critical points in
factory-scale ice blocks producer were water that was used to make ice,
filtration, and ice sorting process. The critical points in ice distributor line
were distribution process from ice factory to ice house, ice storage, ice
washing, ice crushing, and distribution process to food service. In food
service line, the critical points were ice crushing, crushed ice storage, and
ice and ingredients mixing process. The critical points found showed the

importance for everyone engaging in ice and iced beverages business to be
aware and take action to ensure the safety of the products for the consumers.
Keywords: critical points, food safety, HACCP, ice, iced beverages

PENENTUAN TITIK KRITIS RISIKO KEAMANAN MIKROBIOLOGI
DALAM RANTAI PENYEDIAAN ES BATU DAN MINUMAN ES (STUDI
KASUS SEKOLAH DASAR DI JAKARTA)

IRMA SEPTIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Puji dan syukur bagi Tuhan, Pencipta alam semesta, yang dengan
kasih setia-Nya membimbing dan menolong penulis menyelesaikan tugas
akhir ini. Penelitian ini dilakukan di Jakarta sejak akhir bulan Februari 2014
dan selesai pada awal bulan September 2014 dan dana penelitian ini
disediakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM RI).
Terima kasih kepada ibu Ir. C. C. Nurwitri, DAA, ibu Prof. Dr.
Winiati P. Rahayu, bapak Nugroho Indrotristanto, STP, M.Sc, ibu Citra
Prasetyawati, S.Farm, Apt, M.Sc, dan ibu Rina Puspitasari, STP, M.Sc
yang telah membimbing penulis dalam penelitian dan penyelesaian tugas
akhir. Terima kasih juga kepada mbak Wiwin, mbak Sarli, kak Dika, kak
Jian, dan seluruh tim Direktorat SPKP BPOM serta teman-teman magang di
BPOM (Adiguna, Anjani, Ghita, Nizza, Nurul, Rita, dan Zacky) yang telah
memberikan bantuan dan dukungan selama proses penelitian.

Bogor, November 2014
Irma Septiani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es di Jakarta

4

Analisis Bahaya

5

Penentuan Titik Kritis

11

SIMPULAN DAN SARAN


13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP


21

DAFTAR TABEL
1 Tahap proses penyediaan es batu dan minuman es dan bahaya
signifikan yang teridentifikasi pada tahap tersebut
2 Titik kritis yang teridentifikasi pada setiap jenis diagram alir
proses penyediaan es batu dan minuman es di Jakarta

6
12

DAFTAR GAMBAR
1 Pohon penentuan bahaya signifikan
2 Pohon penentuan titik kritis
3 Jenis es batu yang banyak digunakan oleh penjaja minuman es di
SD di Jakarta

3
4
5


DAFTAR LAMPIRAN
1 Lima jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan minuman
es yang ada di Jakarta

16

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam pengawasan
terhadap pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di Indonesia pada tahun 2012
dan 2013, menemukan bahwa minuman es, seperti es mambo, es cendol,
dan es campur, yang tidak memenuhi syarat memiliki persentase yang
cukup besar, yaitu 46.67% pada tahun 2012 dan 40.54% pada tahun 2013.
Syarat yang dimaksud untuk kategori minuman es adalah syarat
mikrobiologi, yang mencakup angka lempeng total (ALT) dan most
probable number (MPN) koliform (BPOM 2013). Kualitas mikrobiologi
minuman es tersebut dipengaruhi oleh kualitas mikrobiologi komponenkomponen di dalamnya, salah satunya adalah es batu.
Hasil penelitian terdahulu mengenai kualitas mikrobiologi es batu
yang digunakan oleh penjaja makanan di Jakarta menunjukkan adanya
cemaran mikroba berupa koliform fekal dengan median 500/100 mL pada
seluruh sampel es yang diuji (Vollaard et al. 2004). Di samping itu,
penelitian Firlieyanti (2006) mengenai bakteri indikator sanitasi di
sepanjang rantai distribusi es batu di Bogor menunjukkan bahwa 100%
sampel yang diuji mengandung koliform non-fekal, 45% mengandung
koliform fekal, dan 10% mengandung Escherichia coli. Hasil-hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa es batu yang beredar di Jakarta dan
Bogor saat ini masih belum memenuhi kriteria mikrobiologi yang ditetapkan
dalam standar nasional Indonesia tentang es batu, yaitu 0/100 mL untuk
jumlah koliform fekal dan total koliform (DSN 1995). Selain itu,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewanti-Hariyadi dan Hartini
(2006), diketahui bahwa beberapa serovar Salmonella mampu tumbuh pada
es batu yang sedang mencair. Hal ini menunjukkan potensi bahaya
mikrobiologi dari es batu bila tidak ditangani dengan sanitasi dan higiene
yang baik.

Perumusan Masalah
Es batu merupakan pangan yang dapat menjadi agen pembawa
mikroba patogen maupun non-patogen jika tidak ditangani dengan baik.
Masuknya cemaran mikroba pada es batu diperkirakan dapat terjadi pada
saat produksi, distribusi, maupun saat pengolahannya menjadi pangan siap
saji seperti minuman es. Namun, hingga saat ini belum diketahui dengan
pasti titik-titik mana yang menjadi tempat masuknya cemaran mikroba,
sehingga upaya pencegahan dan pengendalian bahaya mikrobiologi pada es
batu dan minuman es belum dapat dilakukan secara optimal. Karena itu,
diperlukan analisis untuk menentukan titik-titik tempat terjadinya
kontaminasi mikroba di sepanjang rantai penyediaan es batu dan minuman
es. Penentuan tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis bahaya
mikrobiologi dan menentukan titik kritis berdasarkan hasil analisis tersebut,
seperti prinsip pertama dan kedua dalam sistem HACCP (Hazard Analysis

2
Critical Control Point). Dengan demikian, titik-titik kritis tempat terjadinya
kontaminasi mikroba dapat ditentukan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan titik-titik kritis risiko
keamanan mikrobiologi di sepanjang rantai penyediaan es batu dan
minuman es, mulai dari produsen hingga penjaja minuman es di sekolah
dasar (SD) di Jakarta.

Manfaat Penelitian
Penentuan titik kritis ini akan membantu pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan dan pengendalian keamanan es batu dan
minuman es, khususnya BPOM, dalam proses pengambilan kebijakan. Hasil
penelitian ini diharapkan akan berdampak juga pada peningkatan kesehatan
masyarakat, khususnya siswa SD di Jakarta, sebagai konsumen, dan
perbaikan praktik produksi dan distribusi oleh para pelaku usaha es batu dan
minuman es.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis data hasil survei penjaja, distributor,
dan produsen es yang terdapat di dalam Laporan Survei Penentuan Titik
Kritis Rantai Pangan Dalam Rangka Kajian Mikrobiologi Es Dan Minuman
Es di Provinsi DKI Jakarta (BPOM 2014b). Data yang digunakan adalah
diagram alir proses produksi hingga penyajian minuman es kelompok A, C,
D, G, dan H.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode analisis bahaya dan penentuan
titik kritis yang diadaptasi dari prinsip pertama dan kedua HACCP (FDA
2011; Schothorst 2004). Analisis bahaya dan penentuan titik kritis dilakukan
dengan menggunakan lembar kerja analisis bahaya yang diadaptasi dari
model lembar kerja analisis bahaya (FDA 2011).
Analisis bahaya dilakukan melalui dua tahap. Tahap yang pertama
yaitu membuat daftar bahaya yang mungkin ada dalam setiap tahap proses,
baik di tahap produksi, distribusi, maupun pengolahan es batu menjadi
pangan siap saji. Bahaya yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah
bahaya mikrobiologi. Beberapa mikroba yang dimasukkan ke dalam daftar
bahaya mikrobiologi pada es batu dan minuman es, yaitu: Salmonella
Typhimurium, Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139, Enterohemorrhagic
Escherichia coli (EHEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC),

3
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), dan Enteroinvasive Escherichia
coli (EIEC) (BPOM 2014a). Keenam jenis mikroba tersebut didaftarkan
berdasarkan kemungkinan keberadaannya pada air, es batu, dan/atau
minuman es serta penyakit yang dapat ditimbulkannya.
Setelah itu, dilakukan tahap kedua, yaitu analisis untuk menentukan
bahaya yang signifikan pada tiap tahap proses. Analisis ini dilakukan
dengan mempertimbangkan data dari literatur dan bantuan pohon penentuan
bahaya signifikan (Gambar 1). Pertanyaan-pertanyaan dalam pohon
penentuan tersebut ditanyakan untuk setiap jenis bahaya pada setiap tahap
proses (Schothorst 2004).
Berdasarkan hasil analisis bahaya, selanjutnya dilakukan prinsip
kedua HACCP, yaitu penentuan titik kritis. Penentuan titik kritis dilakukan
terhadap setiap jenis bahaya signifikan yang telah diidentifikasi pada tiap
tahap proses dengan menggunakan pohon penentuan titik kritis (Gambar 2).
Apakah ada kemungkinan
bahaya yang potensial
terdapat pada bahan mentah?

Apakah ada kemungkinan
bahaya yang potensial terdapat
pada proses atau lingkungan?
Tidak

Tidak
Ya

Ya

Tidak ada bahaya*

Apakah bahaya yang potensial
mungkin terdapat pada tingkat yang
tidak dapat diterima, selamat,
menetap, atau bertambah di tahap ini?

Apakah ada kemungkinan
kontaminasi bahaya yang potensial
pada tahap ini?

Ya

Tidak

Tidak
Ya
Apakah ada kemungkinan
pengurangan bahaya tersebut hingga
tingkat yang dapat diterima pada
tahap selanjutnya?

Tidak ada bahaya*

Ya**
Tidak

Bahaya signifikan

*bukan bahaya yang harus dikendalikan pada tahap ini
**tahap pengurangan bahaya menjadi titik kritis

Gambar 1 Pohon penentuan bahaya signifikan. Diadaptasi dari Schothorst
(2004).

4
Pertanyaan untuk setiap bahan mentah yang digunakan
Pertanyaan 1: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial terdapat pada bahan mentah?
Tidak
Ya

Bukan titik kritis

Pertanyaan 2: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial dihilangkan dalam proses
selanjutnya (termasuk penggunaan oleh konsumen) ?
Bahan mentah harus dianggap
sebagai titik kritis untuk bahaya ini

Tidak

Ya
Bukan titik kritis

Pertanyaan untuk setiap produk antara atau produk akhir
Pertanyaan 3: Apakah formulasi atau komposisi atau struktur produk antara atau produk akhir
penting untuk mencegah bahaya ini bertambah hingga tingkat yang tidak dapat diterima?
Formulasi atau komposisi adalah
titik kritis untuk bahaya ini

Ya

Tidak
Bukan titik kritis

Pertanyaan untuk setiap tahap proses
Pertanyaan 4: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial masuk pada tahap ini atau
terjadi penambahan jumlah mikroba sumber bahaya hingga tingkat yang tidak dapat diterima?
Ya

Tidak

Pertanyaan 5: Apakah tahap selanjutnya,
termasuk penggunaan oleh konsumen,
menjamin penghilangan atau pengurangan
bahaya hingga tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Ya

Pertanyaan 6: Apakah tahap ini bertujuan
menghilangkan atau mengurangi bahaya
hingga tingkat yang dapat diterima?

Bukan titik kritis

Tidak

Ya

Tahap ini harus dinyatakan sebagai titik kritis untuk bahaya ini

Gambar 2 Pohon penentuan titik kritis. Diadaptasi dari Schothorst (2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es di Jakarta
Rantai penyediaan es batu dan minuman es yang dianalisis dalam
penelitian ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim BPOM di
Jakarta pada bulan Maret-September 2014. Rantai penyediaan tersebut
digambarkan dalam bentuk diagram alir proses. Berdasarkan hasil survei,
dapat disusun 30 diagram alir, yang kemudian dikelompokkan menjadi 9
jenis diagram alir berdasarkan kesamaan proses (BPOM 2014b). Dalam

5
penelitian ini dipilih 5 jenis diagram alir yang dianggap dapat mewakili
rantai penyediaan es batu dan minuman es yang ada di Jakarta yang dapat
dilihat dalam Lampiran 1.
Diagram alir kelompok A, D, G, dan H menggambarkan rantai
penyediaan es batu dan minuman es yang diproduksi oleh produsen berskala
rumah tangga yang kemudian digunakan oleh produsen itu sendiri atau
penjaja yang membeli kepadanya untuk membuat minuman es yang dijual
di sekolah dasar di Jakarta. Jenis es batu yang digunakan adalah es batu
dalam plastik ukuran kecil, yang disebut dengan istilah plastik kiloan
(Gambar 3a). Produk minuman es yang dijual di sekolah dalam rantai
penyediaan ini adalah minuman yang diberi hancuran es, seperti es teh, es
kelapa, dan minuman es dari minuman serbuk instan. Selain itu, terdapat
juga produk berupa es serut yang dicampur dengan minuman serbuk instan.
Dalam rantai penyediaan tersebut, tidak ada distributor; hanya ada produsen,
penjaja, dan/atau produsen sekaligus penjaja.
Diagram alir kelompok C menggambarkan rantai penyediaan es batu
berbentuk balok (Gambar 3b) yang dibuat di pabrik es, kemudian
didistribusikan melalui distributor es balok, lalu disajikan dalam bentuk
minuman es oleh penjaja di sekolah dasar di Jakarta. Jenis minuman es yang
disajikan adalah minuman serbuk instan yang dilarutkan dengan air minum
isi ulang dan diberi hancuran es batu.
Dengan demikian, rantai penyediaan es batu dan minuman es yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah yang menggunakan dua jenis es batu,
yaitu es batu dalam plastik dan es balok. Rantai penyediaan tersebut
melibatkan pihak produsen berskala rumah tangga dan pabrik, distributor
(khusus es balok), penjaja, dan produsen-penjaja.

(a)
(b)
Gambar 3 Jenis es batu yang banyak digunakan oleh penjaja minuman
es di SD di Jakarta: (a) es batu dalam plastik dan (b) es balok
Analisis Bahaya
Analisis bahaya yang dilakukan menunjukkan adanya potensi bahaya
yang signifikan pada beberapa tahap proses penyediaan es batu dan
minuman es di Jakarta. Bahaya-bahaya tersebut kemungkinan berasal dari
air bahan baku yang terkontaminasi, tangan pekerja yang kurang terjaga
kebersihannya, dan dari permukaan alat angkut atau kemasan yang
digunakan dalam proses distribusi. Tahap proses penyediaan es batu dan

6
minuman es dan bahaya signifikan yang teridentifikasi berpotensi terdapat
pada setiap tahap tersebut terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Tahap proses penyediaan es batu dan minuman es dan bahaya
signifikan yang teridentifikasi pada tahap tersebut
Tahap
Produsen
Air bahan baku es
(tidak direbus)
Perebusan

Jenis bahaya signifikan
S. Typ a

V. cho b EHEC ETEC EPEC EIEC

























Filtrasi
Pengisian air ke
dalam plastik
Es batu dalam plastik
(air bahan baku tidak
direbus)
Es batu dalam plastik
(air bahan baku
direbus)
Es batu balok















x



x

x

















x



x

x







x

x

x

x

Penyortiran es balok



x



x

x





x



x

x





x

x

x

x

x















x



x

x





x



x

x



Pengecilan ukuran es



x



x

x



Hancuran es













Penyimpanan
Pencampuran



x

x

x

x

x













Distributor
Distribusi es dari
pabrik ke depot
Penyimpanan es di
depot
Pencucian es di
depot
Pengecilan ukuran es
di depot
Distribusi es ke
lokasi penjaja
Penjaja

 bahaya signifikan pada tahap ini
x bukan bahaya signifikan pada tahap ini
* bahaya signifikan jika air bahan baku es tidak direbus

a
b

*

*

Salmonella Typhimurium
Vibrio cholerae

Salmonella Typhimurium merupakan bahaya yang signifikan pada air
bahan baku es yang tidak direbus, perebusan, filtrasi, pengisian air ke dalam

7
plastik, produk es batu (es batu dalam plastik maupun es balok), dan
penyortiran es balok pada tingkat produsen. Di tingkat distributor, mikroba
ini merupakan bahaya yang signifikan pada tahap distribusi es dari pabrik ke
depot, penyimpanan es di depot, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan
distribusi es dari depot ke lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, Salmonella
Typhimurium merupakan bahaya yang signifikan pada pengecilan ukuran es,
hancuran es, penyimpanan, dan pencampuran (Tabel 1). Artinya, pada tahap
atau bahan tersebut, S. Typhimurium kemungkinan ada pada jumlah yang
dapat menyebabkan infeksi dan tahap atau bahan tersebut maupun tahaptahap selanjutnya tidak dapat mengurangi jumlahnya hingga di bawah dosis
infektif.
Salmonella Typhimurium adalah salah satu serovar Salmonella
enterica yang dapat menyebabkan nontyphoidal salmonellosis pada manusia,
yang gejalanya berupa mual, muntah, kram perut, diare, sakit kepala, dan
demam. Jika tidak ditangani dengan tepat, orang yang terinfeksi dapat
mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan kematian pada anak-anak, lansia, dan orang yang ketahanan
tubuhnya rendah (FDA 2012). Dosis infektif mikroba ini adalah < 10 sel
(Ethelberg et al. 2014). Artinya, jika dalam pangan yang dikonsumsi
seseorang terdapat 10 sel Salmonella Typhimurium atau kurang dari itu,
orang tersebut dapat mengalami nontyphoidal salmonellosis.
Kontaminasi Salmonella Typhimurium mungkin berasal dari tangan
pekerja (produsen, distributor, maupun penjaja) yang menangani es dan
minuman es. Sebanyak 3% penjaja makanan di Jakarta yang diambil sampel
fesesnya ditemukan membawa Salmonella nontyphoidal. Di samping itu,
kontaminasi S. Typhimurium juga diperkirakan terjadi pada proses produksi
dan distribusi es batu sebelum sampai di tangan penjaja (Vollaard et al.
2004). Proses pengisian air ke dalam plastik, penyortiran es, distribusi,
pengecilan ukuran es, dan pencampuran es dengan bahan lain ketika
membuat minuman es melibatkan pekerja yang mungkin membawa mikroba
ini, sehingga bahaya ini menjadi signifikan pada tahap-tahap tersebut.
Selain dari tangan pekerja, terdapat juga kemungkinan kontaminasi
Salmonella dari air bahan baku es dan minuman es maupun dari air yang
digunakan untuk mencuci es. Lebih dari separuh sampel air minum yang
digunakan oleh para penjaja makanan di Jakarta, yang berasal dari air
minum dalam kemasan, air PAM, dan air sumur, ditemukan terkontaminasi
koliform fekal, yang mengindikasikan bahwa sumber air minum dan
pembuangan kotoran manusia di Jakarta tidak sepenuhnya terpisah
(Vollaard et al. 2004). Yuniarti (2008) juga menemukan adanya
kontaminasi koliform pada air minum isi ulang di Jakarta. Padahal,
Salmonella dapat menyebar melalui air yang terkontaminasi (FDA 2012).
Dengan demikian, air bahan baku es batu dan minuman es serta proses
pencucian es dapat mengandung bahaya S. Typhimurium yang signifikan.
Salmonella Typhimurium juga mungkin terdapat dalam es batu,
termasuk hancuran es. Walaupun penelitian yang dilakukan di Dramaga,
Bogor, tidak menemukan adanya Salmonella pada 5 sampel es batu yang
diuji (Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006), namun dari 50 sampel es batu
yang dikumpulkan dari 5 wilayah di Jakarta, ditemukan 568 koloni terduga

8
Salmonella, dan 2.99% terindikasi sebagai S. Typhimurium (Waturangi et al.
2012b). Tapi, keterbatasan informasi mengenai jumlah S. Typhimurium
dalam es batu menjadikan penentuan signifikansi bahaya pada es batu
terkendala, karena tidak diketahui apakah jumlah cemaran yang ada cukup
untuk menyebabkan infeksi atau tidak. Sehingga, digunakan asumsi bahwa
mikroba tersebut ada pada es batu dengan jumlah yang melebihi dosis
infektif. Berdasarkan temuan dan asumsi tersebut, es batu, baik yang masih
utuh maupun yang berupa hancuran, memiliki kemungkinan mengandung
bahaya mikrobiologi dari S. Typhimurium yang signifikan.
Proses distribusi dan penyimpanan es batu juga dapat menjadi
kesempatan mikroba ini bertahan dan tumbuh. Salmonella Typhimurium
diketahui memiliki kemampuan bertahan pada suhu pembekuan (Jay 2000),
bahkan tumbuh pada es batu yang sedang mencair ketika disimpan pada
suhu ruang (Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006). Hal ini berarti bahwa jika
pada proses produksi dan penanganan terjadi kontaminasi S. Typhimurium,
tahap distribusi dan penyimpanan es kemungkinan akan mengandung
bahaya S. Typhimurium yang signifikan.
Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139 (selanjutnya disebut Vibrio
cholerae) menjadi bahaya yang signifikan pada air bahan baku es, proses
perebusan, filtrasi, dan produk es (es batu dalam plastik maupun es balok)
yang dibuat dari air yang tidak direbus di tingkat produsen; proses
pencucian es di tingkat distributor; dan hancuran es serta proses
pencampuran es dan bahan lainnya di tingkat penjaja (Tabel 1). Kedua
serogrup Vibrio cholerae tersebut adalah yang dianggap bertanggung jawab
terhadap penyakit kolera pada manusia, dengan dosis infektif sekitar 106 sel.
Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya pada kasus yang ringan,
namun pada kasus yang berat, kolera dapat menyebabkan kematian jika
penderitanya tidak ditangani tepat waktu (FDA 2012).
Vibrio cholerae merupakan mikroba yang secara alami terdapat di air,
sehingga ada kemungkinan air bahan baku es dan minuman es serta air yang
digunakan untuk mencuci es mengandung mikroba ini yang dapat
mengontaminasi es batu dan minuman es. Vibrio cholerae sangat rentan
terhadap suhu tinggi (mulai inaktif pada suhu > 45 0C) dan suhu rendah,
khususnya pembekuan (FDA 2012). Dengan demikian, bahaya dari mikroba
ini dapat dihilangkan dengan perebusan dan pembekuan. Namun, adanya V.
cholerae yang ditemukan pada es batu sebanyak < 0.3 sampai > 110
MPN/mL (Waturangi et. al 2012a) menunjukkan masih terdapatnya bahaya
dari mikroba ini pada suhu rendah. Dengan demikian, bahaya mikrobiologi
dari Vibrio cholerae dianggap tidak signifikan pada air bahan baku es dan
minuman es yang mengalami proses perebusan, namun menjadi signifikan
jika air tersebut tidak direbus. Selain itu, dengan ditemukannya V. cholerae
pada es batu, bahaya mikrobiologi ini juga dianggap signifikan pada produk
es batu maupun hancurannya yang dibuat dari air yang tidak direbus, dengan
asumsi mikroba tersebut ada pada jumlah melebihi dosis infektif.
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) dan Enteroinvasive
Escherichia coli (EIEC), berdasarkan hasil analisis bahaya, dianggap
sebagai bahaya mikrobiologi yang signifikan pada air bahan baku es yang
tidak direbus, perebusan, filtrasi, pengisian air ke dalam plastik, produk es

9
batu dalam plastik, dan penyortiran es balok di tingkat produsen. Di tingkat
distributor, mikroba ini merupakan bahaya yang signifikan pada tahap
distribusi es dari pabrik ke depot, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan
distribusi es dari depot ke lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, EHEC dan
EIEC merupakan bahaya yang signifikan pada pengecilan ukuran es,
hancuran es, dan pencampuran (Tabel 1).
EHEC merupakan salah satu subset Shiga-toxigenic Escherichia coli
yang dapat menyebar melalui pangan atau air yang terkontaminasi. Mikroba
ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia dengan dosis infektif 10
sampai 100 sel untuk strain O157:H7. Strain lainnya memerlukan sedikit
lebih banyak sel untuk dapat menyebabkan infeksi. Infeksi EHEC dapat
terjadi tanpa gejala atau diare ringan hingga komplikasi yang berat. Gejala
akut infeksi EHEC berupa sakit perut yang hebat, mual atau muntah, dan
diare berdarah yang disebut hemorrhagic colitis (HC). HC dapat
berkembang menjadi hemolytic uremic syndrome atau thrombotic
thrombocytopenia purpura yang mengancam hidup (FDA 2012).
EIEC memiliki dosis infektif 200 sampai 5 000 sel. EIEC dapat
menyebar melalui air atau pangan yang terkontaminasi maupun melalui
kontak langsung dengan penderita infeksi. Gejala infeksi EIEC antara lain:
diare bercampur darah dan lendir, kram perut, muntah, demam, dan meriang.
Pada manusia yang sehat, infeksi EIEC umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Namun pada kasus yang lebih berat, diperlukan penanganan
medis untuk menanggulangi kehilangan cairan dan mineral akibat diare
yang timbul (FDA 2012).
EHEC dan EIEC dapat masuk ke dalam produk es batu dan minuman
es melalui air bahan baku dan air pencuci es jika air tersebut tercemar
kotoran manusia yang terinfeksi. Vollaard et al. (2004) menemukan bahwa
air yang digunakan sebagai air minum oleh penjaja makanan di Jakarta lebih
dari separuhnya terkontaminasi koliform fekal, yang menunjukkan adanya
potensi kontaminasi EHEC dan EIEC pada air bahan baku es dan minuman
es serta air pencuci es. Dosis infektif EHEC dan EIEC yang rendah
memperbesar risiko terjadinya infeksi, karena dengan jumlah sel yang
sedikit, infeksi pada manusia dapat terjadi.
Selain melalui air, EHEC dan EIEC dapat mengontaminasi es batu
dan minuman es melalui tangan pekerja. Dengan jumlah koliform fekal
yang terdapat pada tangan berkisar 5 sampai 2 000 CFU (Todd et al. 2008)
dan dosis infektif sekitar 10 sampai 100 sel untuk EHEC dan 200 sampai 5
000 sel untuk EIEC (FDA 2012), kemungkinan terjadinya infeksi jika
tangan pekerja menyentuh es tergolong besar. Dengan demikian, prosesproses yang memungkinkan tangan pekerja menyentuh es, seperti pengisian
air bahan baku es ke dalam plastik, penyortiran es balok, distribusi es dari
pabrik ke depot dan dari depot ke lokasi penjaja, pengecilan ukuran es oleh
distributor maupun oleh penjaja, dan pencampuran es dengan bahan lain
oleh penjaja dianggap mengandung bahaya EHEC dan EIEC yang
signifikan.
Jumlah EHEC dan EIEC dalam es batu maupun produknya belum
diketahui. Namun, ditemukan adanya E. coli pada 10 sampai 20% sampel es
batu di daerah Bogor yang sampelnya diperoleh dari tingkat distribusi

10
terakhir (Firlieyanti 2006; Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006). Dengan
asumsi EHEC dan EIEC ada pada jumlah yang dapat menyebabkan infeksi,
maka es batu dalam kemasan plastik dan hancuran es dianggap mengandung
bahaya EHEC dan EIEC yang signifikan. Es batu balok yang merupakan
produk dari pabrik dianggap tidak mengandung bahaya yang signifikan dari
mikroba ini karena tidak ditemukan adanya E. coli pada produk tersebut
(Firlieyanti 2006).
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) dan Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC) digolongkan sebagai bahaya yang signifikan pada
air bahan baku es, proses perebusan, filtrasi, dan produk es batu dalam
plastik yang dibuat dari air yang tidak direbus di tingkat produsen; proses
pencucian es di tingkat distributor; dan hancuran es (dari air yang tidak
direbus) serta proses pencampuran di tingkat penjaja (Tabel 1).
ETEC dan EPEC dapat menyebabkan infeksi pada orang dewasa jika
jumlahnya mencapai 106 sampai 109 sel. Penyebarannya dapat melalui air
atau pangan yang terkontaminasi. Infeksi ETEC dan EPEC memiliki gejala
seperti diare, kram perut, mual, dan demam ringan. Biasanya infeksi yang
disebabkan kedua jenis mikroba ini tidak parah. Namun, pada beberapa
kasus, seperti infeksi pada kelompok orang yang memiliki kekebalan tubuh
rendah, infeksi tersebut dapat menjadi berbahaya, karena dehidrasi yang
ditimbulkannya (FDA 2012).
Kedua jenis mikroba ini menjadi bahaya yang signifikan pada air
bahan baku es, proses pencucian es, dan proses pencampuran es dengan
bahan-bahan lain untuk pembuatan minuman es karena penyebarannya yang
dapat melalui media air dan adanya temuan kontaminasi koliform fekal pada
air minum di Jakarta seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan
mengenai EHEC dan EIEC. Selain itu, penggunaan air minum isi ulang
sebagai salah satu bahan pencampur juga dapat menjadi sumber cemaran
kedua kelompok E. coli ini karena Yuniarti (2008) menemukan adanya
kontaminasi E. coli pada air minum isi ulang.
Proses pengisian air ke dalam plastik, es batu dalam plastik dan
hancuran es yang dibuat dari air yang direbus, proses penyortiran es,
distribusi, dan pengecilan ukuran es dianggap mengandung bahaya EHEC
dan EIEC namun tidak mengandung bahaya ETEC dan EPEC yang
signifikan. Hal ini disebabkan dosis infektif EHEC dan EIEC yang relatif
lebih rendah, sehingga kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar daripada
ETEC dan EPEC. Kemungkinan kontaminasi mikroba dari tangan pekerja
pada tahap-tahap proses yang telah disebutkan maupun es batu dalam
plastik yang dibuat dari air yang telah direbus diperkirakan rendah; namun
dengan dosis infektif EHEC dan EIEC yang rendah, bahaya dari mikroba ini
dapat dianggap signifikan.
Semua mikroba sumber bahaya menjadi bahaya yang signifikan pada
tahap perebusan dan filtrasi. Mikroba sumber bahaya yang mungkin ada
pada air bahan baku es akan tetap ada pada air yang masuk ke tahap
perebusan jika tidak ada proses yang diterapkan untuk mengurangi jumlah
mikroba pada air. Tahap perebusan sangat penting karena jika tidak
dilakukan dengan tepat, mikroba akan tetap ada hingga ke produk akhir
karena tidak ada tahap pengurangan mikroba pada tahap-tahap selanjutnya.

11
Proses filtrasi yang diterapkan oleh produsen untuk mengurangi jumlah
mikroba juga tidak dapat menjamin air bebas dari bahaya mikrobiologi. Alat
filtrasi memerlukan perawatan secara berkala (EPA 2005). Jika hal ini tidak
dilakukan, membran filtrasi menjadi tidak efektif dan malah bisa menjadi
tempat bakteri membentuk biofilm dan kemudian dapat mengontaminasi air
(Vonberg et al. 2008, Daschner et al. 1996). Berdasarkan keteranganketerangan tersebut, keenam jenis mikroba sumber bahaya dianggap sebagai
bahaya yang signifikan pada proses perebusan dan filtrasi.

Penentuan Titik Kritis
Titik kritis adalah bahan atau proses yang dapat menjadi titik
terjadinya kontaminasi atau yang berperan dalam pengendalian kontaminasi
mikroba sumber bahaya pada es batu. Titik kritis yang teridentifikasi pada
tiap jenis diagram alir disajikan pada Tabel 2.
Titik kritis yang teridentifikasi di tingkat produsen skala rumah tangga
(kelompok diagram alir A, D, G, dan H) adalah air bahan baku es, perebusan, dan pengisian air ke dalam plastik (Tabel 2). Air bahan baku es menjadi
titik kritis pada kelompok diagram alir A karena air bahan baku tersebut
kemungkinan mengandung bahaya signifikan dan tidak ada tahap yang
dapat mengurangi jumlah mikroba sumber bahaya tersebut. Kelompok D, G,
dan H memiliki proses perebusan, yang dapat menginaktivasi mikroba
sumber bahaya, sehingga air bahan baku tidak menjadi titik kritis pada
ketiga kelompok tersebut. Jika kualitas mikroba air bahan baku es pada
proses yang digambarkan oleh kelompok diagram alir A tidak diperhatikan
dan dikendalikan, maka es yang diproduksi dapat terkontaminasi dan
membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsi produk tersebut. Di sisi
lain, perebusan menjadi titik kritis pada kelompok diagram alir D, G, dan H
karena tahap tersebut adalah tahap yang penting untuk mencegah
kontaminasi mikroba sumber bahaya pada produk es yang dihasilkan.
Pengisian air ke dalam plastik menjadi titik kritis pada semua kelompok
diagram alir tersebut karena ada peluang kontaminasi mikroba sumber
bahaya pada tahap tersebut dan tidak ada tahap selanjutnya yang dapat
mengurangi jumlah mikroba. Adanya titik-titik kritis pada proses produksi
es di tingkat rumah tangga menunjukkan perlunya sosialisasi mengenai
praktik keamanan pangan bagi masyarakat, khususnya yang membuat
pangan untuk dijual seperti produsen es skala rumah tangga.

12
Tabel 2 Titik kritis yang teridentifikasi pada setiap jenis diagram alir proses
penyediaan es batu dan minuman es di Jakarta
Kelompok diagram alir
(BPOM 2014b)

Tahap
A

C

D

G

H



x

x

x

Filtrasi


-



-

-

-

Perebusan

-

-







Pengisian air ke dalam plastik



-







Penyortiran es

-



-

-

-

Distribusi es dari pabrik ke depot

-



-

-

-

Penyimpanan es

-



-

-

-

Pencucian es

-



-

-

-

Pengecilan ukuran es

-



-

-

-

Distribusi es ke lokasi penjaja

-



-

-

-

Pengecilan ukuran es









Penyimpanan
Pencampuran










-











Produsen
Air bahan baku es

Distributor

Penjaja

 titik kritis
x bukan titik kritis
- tidak terdapat proses tersebut dalam diagram alir

Kelompok diagram alir C yang menggambarkan proses penyediaan es
balok teridentifikasi memiliki 3 titik kritis di tingkat produsen. Titik-titik
kritis tersebut adalah air bahan baku es, proses filtrasi, dan penyortiran es.
Bahan baku dan tahap-tahap tersebut menjadi titik kritis karena adanya
bahaya yang signifikan pada bahan atau tahap tersebut dan tidak ada proses
selanjutnya yang dapat mengurangi jumlah mikroba sumber bahaya.
Berdasarkan hasil tersebut, hal-hal yang perlu menjadi perhatian produsen
es untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi adalah pengendalian
kualitas air bahan baku yang sesuai dengan standar air minum (DSN 1995),
perawatan berkala terhadap alat filtrasi, dan penerapan standar operasional
yang sesuai dengan prinsip keamanan pangan bagi pekerja yang bersentuhan
langsung dengan es batu.
Di tingkat distributor, yang hanya ada pada kelompok diagram alir C
(es balok), titik kritis yang teridentifikasi adalah distribusi es dari pabrik ke
depot, penyimpanan es, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi
es ke lokasi penjaja (Tabel 2). Artinya, semua proses di tingkat distributor
merupakan titik kritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh praktik pe-

13
nanganan es yang diterapkan oleh distributor masih belum memperhatikan
aspek keamanan pangan. Hal ini didukung hasil penghitungan tingkat
kepatuhan distributor es terhadap good practices dalam penanganan es yang
menunjukkan bahwa 100% distributor responden tergolong tidak patuh.
Salah satu hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kurang
memadainya fasilitas pencucian tangan dan peralatan penanganan es di
depot (BPOM 2014b). Hal ini mengindikasikan belum adanya kesadaran
distributor mengenai peran penting mereka dalam menjaga keamanan es
batu. Hal ini dapat ditindaklanjuti dengan memberikan pelatihan yang dapat
menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya praktik keamanan pangan,
misalnya dengan menunjukkan gambar hasil uji total mikroba pada tangan
para pekerja.
Di tingkat penjaja, proses pengecilan ukuran es, penyimpanan es, dan
pencampuran es batu dengan bahan-bahan lain dalam pembuatan minuman
es menjadi titik kritis. Hal ini menunjukkan bahwa penjaja minuman es juga
berperan dalam menjaga keamanan pangan tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ada beberapa jenis rantai penyediaan es batu dan minuman es yang
bermuara di SD di Jakarta. Dalam masing-masing rantai penyediaan tersebut
terdapat titik-titik kritis keamanan mikrobiologi, baik di tingkat produsen,
distributor, maupun penjaja di sekolah. Bahaya yang mengancam keamanan
mikrobiologi es batu dan minuman es yang dimaksud dalam hal ini adalah
Salmonella Typhimurium, Vibrio cholerae, Enterohemorrhagic Escherichia
coli (EHEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC), dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC).
Adanya titik-titik kritis tersebut menunjukkan perlunya kesadaran dan
tindakan setiap pihak yang terlibat dalam penyediaan es batu dan minuman
es untuk menjamin keamanan es batu dan minuman es yang dikonsumsi
oleh masyarakat, khususnya para siswa SD.

Saran
Proses analisis bahaya yang dilakukan dalam penelitian ini masih
menggunakan asumsi bahwa mikroba sumber bahaya ada pada jumlah yang
signifikan (dapat menyebabkan infeksi) karena keterbatasan hasil penelitian
mengenai hal tersebut. Untuk itu, diperlukan penelitian-penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba yang sesungguhnya pada
produk es batu dan minuman es maupun pada air yang digunakan
membuatnya dan mencuci es batu. Dengan adanya data yang lengkap
mengenai tingkat cemaran mikroba-mikroba sumber bahaya tersebut,
analisis bahaya dan penentuan titik kritis yang lebih akurat dapat dilakukan.

14

DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Laporan Aksi
Nasional: Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman,
Bermutu, dan Bergizi. Jakarta: BPOM.
___. 2014a. Protokol Pembuatan Laporan Survei Penentuan Titik Kritis
Rantai Pangan dalam Rangka Kajian Mikrobiologi Es dan Minuman Es
(tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan.
___. 2014b. Survei Penentuan Titik Kritis dalam Rangka Kajian
Mikrobiologi Es dan Minuman Es Provinsi DKI Jakarta (tidak
dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan.
Daschner FD, H Rüden, R Simon, J Clotten. 1996. Microbiological
contamination of drinking water in a commercial household water filter
system. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. [Internet]. [diunduh 2014 Sep
18];
15(3):233-237.
Tersedia
pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8740859.
[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia
01-3839-1995 tentang Es Batu. Jakarta: DSN.
Dewanti-Hariyadi R dan US Hartini. 2006. Keberadaan dan perilaku
Salmonella dalam es batu. Di dalam: Utama Z, Y Pranoto, MN Cahyanto,
Suparmo, U Santoso, Sutardi, E Harmayani, editor. Pengembangan
Teknologi Pangan untuk Membangun Kemandirian Pangan: Kelompok
Mikrobiologi dan Bioteknologi. Seminar Nasional PATPI [Internet];
2006 Agt 2-3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Fakultas
Teknologi Pertanian UGM. hlm 184-191; [diunduh 2014 Mar 3].
Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58804.
[EPA] Environmental Protection Agency. 2005. Water health series:
filtration facts. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 18]. Tersedia pada:
http://www.epa.gov/safewater/faq/pdfs/fs_healthseries_filtration.pdf.
Ethelberg S, K Molbak, MH Josefsen. 2014. Salmonella Non-typhi. In:
Encyclopedia of Food Safety. Y Motarjemi, G Moy, E Todd (eds.). San
Diego: Academic Press.
[FDA] Food and Drug Administration. 2011. Fish and Fishery Products
Hazards and Controls Guidance. Silver Spring: FDA .
___. 2012. Bad Bug Book, Foodborne Pathogenic Microorganisms and
Natural Toxins, 2nd ed.. Silver Spring: FDA.
Firlieyanti AS. 2006. Evaluasi bakteri indikator sanitasi di sepanjang rantai
distribusi es batu di Bogor. J.Il.Pert.Indon 11(2): 28-36.
Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology, 6th ed. Gaithersburg: Aspen
Publishers, Inc.
Schothorst MV. 2004. A Simple Guide to Understanding and Applying the
Hazard Analysis Critical Control Point Concept. Brussels: ILSI Europe.
Todd ECD, JD Greig, CA Bartleson, BS Michaels. 2008. Review: outbreaks
where food workers have been implicated in the spread of foodborne

15
disease. Part 5. Sources of contamination and pathogen excretion from
infected persons. J. Food Prot. 71(12): 2582–2595.
Yuniarti S. 2008. Kajian mutu air minum pada depo air minum di wilayah
DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Vollaard AM, S Ali, HAGH Van Asten, IS Ismid, S Widjaja, LG Visser, Ch
Surjadi, JT Van Dissel. 2004. Risk factors for transmission of food borne
illness in restaurants and street vendors in Jakarta, Indonesia. In: Typhoid
and paratyphoid fever in Jakarta, Indonesia: Epidemiology and Risk
Factors. Enschede: Febodruk [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]. Tersedia
pada:
https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/612/Thesis_Volla
ard.pdf?sequence=5.
Vonberg RP, D Sohr, J Bruderek, P Gastmeier. 2008. Impact of a silver
layer on the membrane of tap water filters on the microbiological quality
of filtered water. BMC Infect Dis. doi: 10.1186/1471-2334-8-133.
Waturangi DE, N Pradita, J Linarta, S Banerjee. 2012a. Prevalence and
molecular characterization of Vibrio cholerae from ice and beverages
sold in Jakarta, Indonesia, using most probable number and multiplex
PCR. J. Food Prot. 75(4): 651-659.
Waturangi DE, E Wiratama, A Sabatini. 2012b. Prevalence and molecular
characterization of Salmonella enterica Serovar Typhimurium from ice
and beverages sold in Jakarta, Indonesia, using most probable number
and
multiplex
PCR.
Int.
J.
Infectious
Diseases.
doi:10.1016/j.ijid.2012.05.335

16
Lampiran 1 Lima jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan
minuman es yang ada di Jakarta (BPOM 2014b)
Air bahan baku es

Pengisian air ke dalam cetakan

Pembekuan
Es batu dalam
kemasan plastik
Penyimpanan

Distribusi

Pengecilan ukuran es

Hancuran es

Air,
Bahan-bahan lain

Penyimpanan

Pencampuran

Penyajian

17
Air sungai
Filtrasi
Pendinginan larutan air dan bahan lain
Pengisian ke dalam cetakan
Pengangkatan ke bak pendingin
Pembekuan
Es batu
Perendaman dalam bak pelepasan
Pelepasan es dari cetakan

Penyortiran es
Distribusi
Penyimpanan
Pencucian
Pengecilan ukuran es
Distribusi
Pengecilan ukuran es
Hancuran es

Air,
Bahan-bahan lain

Penyimpanan
Pencampuran
Penyajian

18
Air bahan baku es

Perebusan

Pendinginan

Pengisian ke dalam cetakan

Pembekuan

Es batu dalam kemasan plastik

Penyimpanan (suhu beku)

Distribusi ke penjaja

Pengecilan ukuran

Hancuran es

Penyimpanan
Air,
Bahan-bahan lain

Pencampuran

Penyajian

19
Air bahan baku es
Perebusan
Pendinginan
Pengisian air ke dalam cetakan
Pembekuan
Es batu dalam
kemasan plastik
Penyimpanan (suhu beku)
Pengecilan ukuran es
Hancuran es
Penyimpanan
Air,
Bahan-bahan lain
Pencampuran
Penyajian

20
Air PAM

Perebusan

Pendinginan

Pengisian air ke dalam cetakan

Pembekuan

Es batu dalam kemasan plastik

Penyimpanan (suhu beku)

Pengecilan ukuran es

Hancuran es
Air,
Bahan-bahan lain
Pencampuran

Penyajian

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 15 September 1992 sebagai anak
bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Erigenius Patongloan dan
Trindiana Mirring Tikupasang. Penulis menempuh pendidikan di TK, SD,
dan SMP Katolik Ricci 2, lalu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 47
Jakarta dan lulus pada tahun 2010, dan diterima di Institut Pertanian Bogor
pada tahun yang sama sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama masa kemahasiswaan, penulis aktif sebagai anggota
Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan menjadi pengurus sebagai Wakil
Koordinator bidang Pelayanan komisi diaspora pada masa kepengurusan
2012-2013. Penulis juga berkesempatan terlibat dalam kepanitiaan Lomba
Cepat Tepat Ilmu Pangan XX (tahun 2013) sebagai anggota Tim Soal. Pada
tahun 2013-2014, penulis aktif sebagai pengurus Persekutuan Mahasiswa
Kristen Bogor. Pada tahun 2011, penulis mendapat anugerah untuk menjadi
salah satu mahasiswa berprestasi Tingkat Persiapan Bersama IPB.