Akar Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah: Studi Kasus Pada Es, Jeli, Dan Minuman Berwarna

AKAR MASALAH KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK
SEKOLAH: STUDI KASUS PADA ES, JELI, DAN
MINUMAN BERWARNA

AMELIA SEPTIANY

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi berjudul Akar Masalah
Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah: Studi Kasus pada Es, Jeli, dan
Minuman Berwarna adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Amelia Septiany
NIM F24100028

ABSTRAK
AMELIA SEPTIANY. Akar Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah:
Studi Kasus pada Es, Jeli, dan Minuman Berwarna. Dibimbing oleh DAHRUL
SYAH
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) adalah pangan siap santap dan
dijajakan di sekolah. Perilaku dan kesadaran pedagang yang belum memadai
dapat menimbulkan ketidakamanan PJAS bagi konsumen. BPOM RI melakukan
Gerakan Aksi Nasional PJAS untuk mewujudkan PJAS yang aman, bermutu, dan
bergizi. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah monitoring dan inspeksi untuk
mengetahui kondisi keamanan PJAS di sekolah-sekolah target oleh Balai POM di
31 provinsi. Hasil uji ditunjukkan dengan data jumlah sampel jajanan memenuhi
syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS). Akan tetapi, data hasil uji tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal dalam merumuskan langkah perbaikan mutu
PJAS. Penelitian ini menggunakan analisis ragam dan Pareto. Analisis ragam

digunakan untuk mengetahui keragaman TMS tiap provinsi dan jenis PJAS.
Sedangkan analisis Pareto digunakan untuk mengidentifikasi penyebab utama
TMS pada tiap jenis PJAS. Selanjutnya hasil analisis digunakan sebagai dasar
perumusan perbaikan mutu PJAS pada tiap pemangku kepentingan, antara lain
pemerintah, konsumen (guru, orang tua, dan siswa), dan pedagang PJAS
berdasarkan hasil analisis data dalam kurun waktu 2011 hingga 2013. Jenis PJAS
dengan angka TMS tertinggi yaitu es diikuti minuman berwarna, jeli, bakso,
kudapan, makanan ringan, dan mi. Tingkat TMS tertinggi terjadi pada tahun 2011,
lalu menurun pada tahun 2012, kemudian meningkat kembali pada tahun 2013.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya keragaman tingkat TMS pada provinsi
dan jenis PJAS. Analisis Pareto menunjukkan penyebab TMS pada jeli yang
menjadi proritas untuk ditangani adalah kandungan siklamat dan cemaran
koliform. Penyebab utama TMS pada es yaitu kandungan siklamat, cemaran
koliform, dan angka lempeng total (ALT), sedangkan pada minuman berwarna
yaitu cemaran ALT, koliform, dan angka kapang khamir (AKK). Secara umum,
masalah utama keamanan PJAS yaitu cemaran mikroba yang melebihi batas
maksimum.
Kata kunci: es, jeli, keamanan pangan, minuman berwarna

ABSTRACT

AMELIA SEPTIANY. The Problem Source of School Based Street Foods’
Safety: Case Study on Ice, Jelly, and Colored Drink. Supervised by DAHRUL
SYAH
School based street foods are ready to eat foods and served in school area.
The inadequate behavior and awareness of food vendors regarding food safety can
create the unsafe foods for consumers. BPOM RI implemented the national
movement to improve safe, good quality, and nutritious street foods. The agenda
which have been held were monitoring and inspection to know the food safety
condition in targeted schools by BPOM in 31 provinces. The result will be termed
in data of complied foods (memenuhi syarat / MS) and not complied foods (tidak
memenuhi syarat / TMS). But the data has not been used optimally to formulate
the improvement of street foods quality. This case study used the analysis of
variance and Pareto. Analysis of variance was used to know the diversity of TMS
rate in each province and each street food type. Pareto analysis was used to
identify the main causes of safety problem in each street food. The result of
analysis can be used as reference to improve the quality of street foods by every
element of society, they are government, consumers (teachers, parents, and
students), and vendors based on data analysis from 2011 to 2013. The result
showed that ice had the highest TMS rate, followed by colored drink, jelly,
meatball, wet snacks, dry snacks, and noodles. The highest TMS rate of street

foods was in 2011, then decreased in 2012, and increased in 2013. Analysis of
variance showed that there were variations of TMS rate among provinces and
food types. Pareto analysis showed that the main causes of unsafe jelly which
must be handled were cyclamate content and coliform contamination. The main
causes of unsafe ice were cyclamate content, coliform, and total microbes
contamination, while for colored drink were total microbes, coliform, and moldyeast contamination. Generally, the main problem of school based street foods’
safety is the contamination of microorganisms above maximum limit.
Keywords: colored drink, food safety, ice, jelly

AKAR MASALAH KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK
SEKOLAH: STUDI KASUS PADA ES, JELI, DAN
MINUMAN BERWARNA

AMELIA SEPTIANY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Akar Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah: Studi Kasus pada Es,
Jeli, dan Minuman Berwarna. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai tugas akhir
untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukkan
kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Prof. Dr. Winiati P. Rahayu dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukkan
berguna bagi skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga
tercinta, Bapak Sumardi Adam, (Alm) Ibu Nunung Yuliani, dan Dwi Indah

Apriany yang selama ini selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada
penulis hingga dapat menimba ilmu di IPB. Tidak lupa penulis memberikan
penghargaan kepada Maya dan Icha sebagai teman satu bimbingan yang selalu
bersama, dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang memberikan
banyak ilmu bermanfaat, staf Departemen ITP yang memberi banyak bantuan
bagi penulis, serta teman-teman Dewan Reservoir 2012-2013, Dewan Hitcher
2011-2012, Dewan Revolusioner 2010-2011, dan keluarga ITP 47 yang telah
menciptakan kebersamaan berharga bagi penulis selama berkuliah di IPB.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Terima
kasih.

Bogor, Desember 2014

Amelia Septiany

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Keamanan Pangan
Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)


2
2
4

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan Informasi Pendukung Mengenai Proses Produksi Es, Jeli,
dan Minuman Berwarna

5
5
5
6
8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Keamanan PJAS dalam Kurun Waktu 2011-2013
Kondisi Keamanan PJAS Es, Jeli, dan Minuman Berwarna Tahun
2011-2013
Akar Masalah Penyebab TMS pada Sampel Es, Jeli, dan Minuman
Berwarna
Langkah-Langkah Perbaikan Mutu Es, Jeli, dan Minuman Berwarna
pada Pemangku Kepentingan

11
11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA


27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

35

14
15
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10

Parameter uji beserta standar keamanan es, jeli, dan minuman berwarna
Kondisi keamanan beserta signifikansi antar tujuh jenis PJAS tahun 20112013
Rata-rata TMS beserta signifikansi antar parameter uji
Rata-rata TMS (dalam persen) berdasarkan parameter uji pada minuman
berwarna tahun 2011-2013
Rata-rata TMS (dalam persen) berdasarkan parameter uji pada jeli tahun
2011-2013
Rata-rata TMS (dalam persen) berdasarkan parameter uji pada es tahun
2011-2013
Langkah-langkah perbaikan mutu PJAS melalui peran pemerintah
Langkah-langkah perbaikan mutu PJAS melalui peran konsumen
Kompetensi dasar berkaitan dengan pangan dalam Kurikulum 2013 SD/MI
Langkah-langkah perbaikan mutu PJAS melalui peran produsen bahan pangan
dan pedagang

7
12
13
15
18
19
22
23
24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kunci pilar dalam keamanan pangan
Kerangka pikir penelitian
Tingkat kejadian Tidak Memenuhi Syarat (TMS) seluruh sampel PJAS
tahun 2011-2013
4 Tingkat kejadian Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sampel jeli, es, dan
minuman berwarna tahun 2011-2013
5 Penyebab utama TMS pada minuman berwarna berdasarkan data sekunder
tahun 2011-2013
6 Penyebab utama TMS pada jeli berdasarkan data sekunder tahun 2011-2013
7 Penyebab utama TMS pada es berdasarkan data sekunder tahun 2011-2013

3
6
11
14
16
18
20

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

Perhitungan analisis ragam
1.1 Tabel analisis ragam kelompok provinsi dan PJAS
1.2 Tabel analisis ragam kelompok parameter uji dan PJAS
1.3 Tabel analisis ragam pengaruh parameter uji pada msing-masing PJAS
Perhitungan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
2.1 Uji BNT pada kelompok PJAS
2.2 Uji BNT pada kelompok parameter uji

30
30
30
30
32
32
32

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan pangan olahan dari
industri pangan atau pangan siap saji yaitu makanan dan atau minuman dari hasil
proses dengan cara atau metode tertentu, untuk langsung disajikan dan dijual
untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut (Rahayu et al.
2005). Anak sekolah tidak lepas dari konsumsi PJAS. Makanan jajanan
setidaknya menyumbang 31.1 % energi dan 27.4 % protein dari konsumsi pangan
harian siswa sekolah (BPOM RI 2009). Artinya kontribusi PJAS terhadap
kebutuhan energi dan protein siswa sekolah cukup besar. Konsumsi PJAS menjadi
alternatif pemenuhan energi agar siswa dapat beraktivitas dengan baik selama di
sekolah. Mengingat besarnya peran PJAS, keamanan pangan adalah aspek
terpenting yang harus diperhatikan dan diutamakan.
Keamanan dan kesehatan pangan kini menjadi salah satu masalah yang
sedang dihadapi karena manusia mengonsumsi pangan sebagai kebutuhan dasar
untuk bertahan hidup. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
keamanan dan mutu pangan merupakan hak dasar setiap manusia (BPOM RI
2010). Pada PJAS, pengolahan dan penyajian yang kurang baik akan
menimbulkan pencemaran pangan oleh mikroba, bahan kimia, dan benda-benda
asing. Data Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan Badan POM RI
menunjukkan bahwa Sekolah Dasar merupakan lokasi dengan tingkat KLB
terbesar kedua (16.67 %) setelah rumah tinggal dengan tingkat kejadian 45.83 %
(BPOM RI 2013).
Monitoring PJAS bertujuan mengetahui profil mutu dan keamanan PJAS
yang beredar di sekolah, sehingga Badan POM akan terus meningkatkan
pengawasan mutu dan keamanan PJAS, menyusun standar dan penentuan
kebijakan lebih lanjut, dan meningkatkan intervensi melalui penyuluhan dan
promosi keamanan pangan yang tepat sasaran (BPOM RI 2008). Monitoring
PJAS dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM dengan melakukan
sampling PJAS di sekolah-sekolah dasar di ibukota provinsi di Indonesia.
Sampling meliputi berbagai macam PJAS yang dibagi menjadi tujuh jenis, antara
lain bakso, es, jeli, kudapan, makanan ringan, mi, dan minuman berwarna. Hasil
sampling diuji di laboratorium Balai POM atau langsung di laboratorium keliling.
Hasil pengujian sampel PJAS kemudian direkap menjadi dokumen hasil
pengujian sampel berbagai macam PJAS dari sekolah-sekolah dasar target yang
tersebar di 31 provinsi di Indonesia. Data pengujian sampel sangat bermanfaat
dalam mengetahui kondisi keamanan PJAS di tiap sekolah dan tiap provinsi di
Indonesia. Namun, ada beberapa aspek yang belum dapat digali dari data tersebut
karena belum optimalnya pengolahan data. Sehingga dibutuhkan berbagai macam
analisis data agar dapat dieksplorasi lebih jauh permasalahan keamanan pangan
pada PJAS. Hasil pengolahan data yang lebih lanjut dapat dipelajari terutama
untuk menemukan akar-akar masalah dalam keamanan PJAS.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan akar masalah dan langkah
perbaikan mutu PJAS jenis es, jeli, dan minuman berwarna berdasarkan hasil
monitoring yang dilakukan oleh Balai POM di 31 provinsi dalam kurun waktu
tahun 2011 hingga 2013. Tujuan penelitian ini dapat dicapai melalui beberapa
tujuan khusus berikut ini:
1. Menjelaskan kondisi keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
berdasarkan hasil pengujian PJAS dari tahun 2011 hingga 2013, terutama untuk
jenis es, jeli, dan minuman berwarna.
2. Menentukan keragaman pada provinsi dan jenis PJAS dalam hal tingkat TMS dari
tahun 2011 hingga 2013.
3. Menentukan parameter uji yang menjadi penyebab utama Tidak Memenuhi Syarat
(TMS) pada sampel PJAS jenis es, jeli, dan minuman berwarna.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Keamanan Pangan
Keamanan pangan adalah keadaan yang dapat diterima dan ditoleransi
terhadap risiko penyakit yang ditimbulkan dari konsumsi pangan. Berdasarkan
pengertian dari Codex Alimentarius Comission (CAC), keamanan pangan adalah
suatu jaminan bahwa pangan tidak menimbulkan bahaya bagi konsumen saat
disiapkan dan/atau dimakan menurut tujuan penggunaannya (Motarjemi 2014).
Keamanan pangan juga dapat diartikan sebagai kondisi biologi, kimiawi, dan fisik
pada pangan yang masih diizinkan dalam konsumsi tanpa menyebabkan risiko
berlebihan seperti cedera, morbiditas, dan kematian. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan pada Bab I Pasal 1 Ayat
(5), keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman
untuk dikonsumsi. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa pangan dikatakan
aman apabila memenuhi persyaratan yang disusun untuk mencegah kemungkinan
bahaya. Pangan yang aman menyediakan mutu dan gizi maksimum serta memiliki
risiko minimum bagi masyarakat. Hampir mustahil menemukan pangan yang
bebas dari risiko, sehingga harus ada upaya untuk menekan risiko seminimal
mungkin (Shank dan Carson 1992).
Pangan yang aman diproduksi dengan memenuhi cara produksi yang baik
dan benar serta menggunakan bahan pangan yang memenuhi standar keamanan
dari cemaran mikrobiologi dan kimia. Apabila pangan tidak diproduksi dan
disajikan dengan higienis, maka besar kemungkinan menimbulkan risiko penyakit
asal pangan. Selama tahun 2013, Badan POM telah mencatat 48 kejadian luar
biasa yang berasal dari 34 provinsi. Dilaporkan jumlah orang yang terpapar
sebanyak 6926 orang, sedangkan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan
pangan yang dilaporkan sebanyak 1690 orang sakit dan 12 orang meninggal dunia

3

(BPOM RI 2013). Kenyataan di lapangan bisa saja terjadi lebih banyak, artinya
tidak semua kasus atau kejadian dapat terlaporkan.
Bahaya konsumsi pangan yang tercemar berasal dari cemaran biologis,
kimia, maupun benda lain. Cemaran mikroba dan kimia dalam pangan telah diatur
dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Kimia dalam Makanan. Jenis dan batas maksimum cemaran mikroba dalam
makanan diatur berdasarkan kategori pangan. Sedangkan jenis dan batas
maksimum zat kimia meliputi cemaran logam berat dan mikotoksin.
Analisis risiko adalah proses yang sistematis dan transparan dalam
pengumpulan, analisis, dan evaluasi informasi ilmiah maupun non-ilmiah yang
relevan tentang kemungkinan bahaya dalam pangan (BPOM RI 2005). Sejak
Konferensi Standar Pangan, Bahan Kimia dalam Pangan, dan Perdagangan
Pangan yang diselenggarakan FAO/WHO tahun 1991, analisis risiko sudah
diterima sebagai dasar pembuatan keputusan oleh CAC (Randell 2000). Analisis
risiko merupakan proses pengambilan keputusan terstruktur yang memiliki tiga
komponen yaitu kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko. Kajian
risiko adalah proses penentuan tingkat risiko berdasarkan data ilmiah meliputi
identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi risiko.
Manajemen risiko adalah proses pembuatan dan penerapan kebijakan berdasarkan
masukan dari pihak terkait kajian risiko atau lainnya. Proses ini merumuskan
pencegahan dan pengendalian untuk menurunkan risiko. Komunikasi risiko
adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan analisis
risiko antara pengkaji, manajer, dan pihak terkait seperti pemerintah, konsumen,
industri, dan akademisi (BPOM RI 2005). Keamanan pangan merupakan aspek
yang memerlukan sistem pengawasan yang komprehensif, dimulai dari
pengawasan awal proses produk hingga proses tersebut beredar. Sehingga
diperkenalkan tiga kunci pilar dalam keamanan pangan sesuai pada Gambar 1.

Gambar 1. Kunci pilar dalam keamanan pangan (WHO 1999)

4

Kunci pilar keamanan pangan menjelaskan tiga pihak yang turut
bertanggung jawab bersama-sama dalam mewujudkan pangan yang aman untuk
semua pihak, antara lain pemerintah, konsumen, dan industri/produsen. Indonesia
melalui BPOM juga sudah membentuk sistem keamanan pangan terpadu
berdasarkan analisis risiko yang meliputi Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Jejaring
Pengawasan Pangan (JPP), dan Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP). Pada
kasus yang berkaitan dengan keamanan PJAS, analisis risiko dan penggunaan
perspektif tiga kunci pilar keamanan pangan sangat bermanfaat dalam
mengendalikan tingkat bahaya yang timbul pada jajanan. Salah satu tindakan
pemerintah dalam menanggulangi risiko keamanan PJAS yaitu pelaksanaan Aksi
Nasional Gerakan menuju PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi yang
terintegrasi dan komprehensif yang diluncurkan pada tahun 2011 oleh BPOM.

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Pangan jajanan menurut Food and Agriculture Organization (FAO) adalah
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (FAO 2011). Sedangkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
942/MENKES/SK/VII/2003, pangan jajanan adalah makanan dan minuman yang
diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan/atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,
rumah makan atau restoran, dan hotel. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
merupakan pangan olahan dari industri pangan atau pangan siap saji yaitu
makanan dan atau minuman dari hasil proses dengan cara atau metode tertentu,
untuk langsung disajikan dan dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses
pengolahan lebih lanjut (Rahayu et al. 2005).
PJAS kurang umum dijumpai di negara-negara lain, karena hampir seluruh
sekolah memiliki fasilitas kantin di dalam sekolah. Di Indonesia, beragam jenis
PJAS dijual dengan bebas di lingkungan sekolah. Jajanan yang sering dijumpai
oleh anak-anak sekolah antara lain bakso, es (es loli, es lilin, es serut), jeli/agar,
makanan ringan (kerupuk, keripik), mie, aneka kudapan (pempek, bakwan, kuekue basah), serta minuman berwarna. Makanan ringan adalah kelompok makanan
yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 54 %, diikuti minuman sebesar 26 %,
dan makanan utama sebesar 20 %. Pangan jajanan tersebut didapatkan oleh siswa
di kantin dalam sekolah dan penjaja di sekitar sekolah. Menurut laporan Badan
POM RI (2009), sebesar 69 % responden siswa jajan di kantin dalam sekolah, 28
% responden siswa mengonsumsi jajanan dari penjaja sekitar sekolah, sedangkan
3 % memperoleh jajanan dari lokasi lain. Makanan jajanan setidaknya
menyumbang 31.1 % energi dan 27.4 % protein dari konsumsi pangan harian
siswa sekolah (BPOM RI 2009). Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar anak sekolah tidak lepas dari mengonsumsi jajanan.
Pangan jajanan seringkali menjadi masalah terutama dari aspek kesehatan.
Pengolahan dan penyajian jajanan kadangkala tidak higienis sehingga mudah
tercemar mikroba, bahan kimia, dan benda-benda asing lainnya. Data Kejadian
Luar Biasa (KLB) keracunan pangan Badan POM RI menunjukkan bahwa

5

Sekolah Dasar merupakan lokasi dengan tingkat KLB terbesar kedua (16.67 %)
setelah rumah tinggal dengan tingkat kejadian 45.83 % (BPOM RI 2013). Maka
dari itu, keamanan PJAS merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
dan elemen-elemen dari sekolah termasuk guru, komite sekolah, pengelola kantin,
penjaja PJAS, dan orang tua siswa.
Pemerintah melalui Badan POM bertanggung jawab melindungi
masyarakat dari risiko penyakit asal pangan dengan pendidikan mengenai
keamanan pangan dan pengawasan terhadap produk pangan (BPOM RI 2010).
Salah satu program Badan POM terkait keamanan PJAS yaitu Aksi Nasional
Gerakan menuju PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi yang terintegrasi dan
komprehensif yang diluncurkan pada tahun 2011. Program ini bertujuan
memberikan panduan kepada pemangku kepentingan yang terlibat dalam rangka
peningkatan keamanan, mutu, dan gizi PJAS di Indonesia.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan dan pengujian sampel PJAS dilakukan di 31 ibu kota
provinsi di sejumlah sekolah dasar (SD) oleh Balai Besar/Balai POM. Monitoring
dilaksanakan sebanyak dua tahap setiap tahun, mulai 2011 hingga 2013. Kajian
dilaksanakan di lingkungan kampus IPB Darmaga, Bogor. Waktu kajian
dilakukan pada bulan Agustus - Desember 2014.

Kerangka Pikir Penelitian
Agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan penelitian, maka
dibuat kerangka pikir penelitian yang merupakan petunjuk untuk menganalisis
dan memberikan rekomendasi perbaikan dari masalah penelitian. Penelitian ini
dimulai dengan mengumpulkan data sekunder berupa hasil monitoring PJAS yang
didapat dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI. Data
sekunder berupa hasil sampling PJAS yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai
POM di 31 provinsi se-Indonesia. Data sebanyak enam set, yaitu data tiap tahap
(tahap I dan II) dari tahun 2011 hingga 2013. Kemudian, data diseleksi dan
dikelompokkan untuk kemudahan pengolahan dan analisis data. Data sekunder
yang sudah rapi selanjutnya diolah dengan bantuan program Microsoft Excel.
Data sekunder diolah untuk mengetahui kondisi keamanan PJAS dengan
cara menghitung tingkat kejadian tidak memenuhi syarat (TMS) sampel PJAS tiap
tahapnya, sehingga akan diketahui kecenderungan kondisi keamanan PJAS
berdasarkan hasil sampling dari tahun ke tahun. Selanjutnya dilakukan identifikasi
penyebab utama TMS pada sampel PJAS, dalam penelitian ini difokuskan pada
sampel jenis es, jeli, dan minuman berwarna. Selain itu dilakukan analisis untuk
mengetahui adanya keragaman tingkat TMS antarprovinsi sampling, jenis PJAS,
dan parameter keamanan yang diuji. Peneliti juga melakukan pengamatan lapang
dengan mengunjungi beberapa pedagang sebagai sumber informasi pribadi untuk

6

mengetahui proses produksi jajanan. Perumusan langkah-langkah perbaikan mutu
PJAS dilakukan berdasarkan hasil analisis data (analisis ragam dan Pareto), studi
pustaka, informasi pendukung yang didapat dari wawancara dengan pedagang
mengenai proses produksi PJAS, peraturan nasional yang berlaku, dan kurikulum
SD/MI dengan menggunakan pendekatan tiga kunci pilar dalam keamanan
pangan. Kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2.
Data sekunder
Seleksi dan pengelompokkan data sekunder
Pengolahan data sekunder untuk:
 Menghitung tingkat TMS PJAS keseluruhan
serta khusus untuk es, jeli, dan minuman
 Menentukan keragaman tingkat TMS
antarprovinsi, PJAS, dan parameter uji dengan
analisis ragam
 Menentukan penyebab utama TMS pada es,
jeli, dan minuman berwarna dengan analisis
Pareto
Observasi untuk memperoleh informasi proses
produksi dari pedagang es, jeli, dan minuman
Perumusan langkah perbaikan mutu es, jeli, dan
minuman

Rekomendasi langkah
perbaikan mutu

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian

Pengumpulan Data
Sampel yang diambil diuji berdasarkan parameter-parameter uji yang
sesuai. Sampel dinyatakan TMS apabila ditemukan satu atau lebih paramater yang
tidak memenuhi standar yang berlaku. Tabel 1 merupakan parameter uji beserta
standar keamanannya pada sampel es, jeli, dan minuman berwarna.

7

Tabel 1. Parameter uji beserta standar keamanan es, jeli, dan minuman berwarna
No.
1

Jenis PJAS
Es

2

Jeli

3

Minuman
berwarna

Parameter
Rhodamin B
Methanil yellow
Kadar benzoat
Kadar sorbat
Kadar sakarin
Kadar siklamat
Angka lempeng total (ALT)
Angka paling mungkin (APM)
koliform
Escherichia coli
Salmonella
Staphylococcus aureus
Angka kapang dan khamir (AKK)
Rhodamin B
Methanil yellow
Kadar benzoat
Kadar sorbat
Kadar siklamat
Kadar sakarin
APM koliform
Staphylococcus aureus
Rhodamin B
Methanil yellow
Kadar benzoat
Kadar sorbat
Kadar sakarin
Kadar siklamat
Kadar asesulfam K
ALT
APM koliform
Escherichia coli
Salmonella
Staphylococcus aureus
Kapang dan khamir

Standar keamanan
Negatif
Negatif
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 300 mg/kg
Maks. 300 mg/kg
5 x 102 koloni/mL
10 APM/mL
< 3 APM/mL
Negatif/25 mL
Negatif/mL
1 x 102 koloni/mL
Negatif
Negatif
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 250 mg/kg
Maks. 300 mg/kg
< 3 APM/mL
1 x 102 koloni/gr
Negatif
Negatif
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 1000 mg/kg
Maks. 300 mg/kg
Maks. 300 mg/kg
Maks. 250 mg/kg
5 x 102 koloni/mL
20 APM/mL
< 3 APM/mL
Negatif/25 mL
Negatif/mL
1 x 102 koloni/mL

Sebanyak 3950 sekolah dasar yang dijadikan target sampling dan 27828
sampel PJAS yang diuji dengan rincian 7383 sampel pada tahun 2011, 11193
sampel pada tahun 2012, dan 9252 sampel pada tahun 2013. Produk es yang diuji
sebanyak 4308 sampel, jeli sebanyak 1464 sampel, dan minuman berwarna
sebanyak 3221 sampel sepanjang tahun 2011-2013. Data mencakup provinsi,
nama sekolah, lokasi (kota/kabupaten), kode sampel, nama produk, nama
pedagang, lokasi jajanan (dalam/luar sekolah), jenis pangan, nomor pendaftaran
produk, parameter uji, hasil (kuantitatif/kualitatif), metode/acuan, hasil per
parameter, dan hasil akhir (memenuhi syarat atau tidak). Data yang sudah
diperoleh kemudian diseleksi dan dikelompokkan untuk memudahkan pengolahan
dan analisis data.

8

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dibantu dengan program Microsoft Excel.
Analisis tingkat kejadian TMS bertujuan untuk mengetahui tren kondisi PJAS
baik secara keseluruhan maupun hanya untuk es, jeli, dan minuman berwarna.
Tingkat TMS dihitung dalam bentuk persentase. Rumus menghitung persentase
TMS yaitu:

Sedangkan rumus untuk menghitung persentase TMS berdasarkan
parameter uji yaitu:

Penelitian ini juga bertujuan melihat keragaman provinsi dengan jenis
PJAS terhadap tingkat TMS. Keragaman tersebut dianalisis menggunakan metode
analisis ragam dua faktor dengan model berikut ini.

(Sudjana 1985)
Keterangan:
: variabel respon (% TMS) karena pengaruh bersama taraf ke i faktor
provinsi (A) dan taraf ke j faktor jenis PJAS (B) yang terdapat pada
observasi ke k
µ
: efek rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
: efek sebenarnya dari taraf ke i faktor provinsi
: efek sebenarnya dari taraf ke j faktor jenis PJAS
: efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor provinsi (A) dan taraf
ke j faktor jenis PJAS (B)
: efek sebenarnya dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij)
Adapun pada penelitian ini untuk mengetahui keragaman TMS
berdasarkan jenis parameter pada setiap PJAS digunakan analisis ragam satu
faktor dengan persamaan berikut ini.

(Sudjana 1985)

Keterangan:
Yij : variabel yang akan dianalisis, dimisalkan berdistribusi normal

: efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya
i
: efek yang sebenarnya pada perlakuan ke-i
ij : efek yang sebenarnya dari unit eksperimen ke-j yang berasal dari
perlakuan ke-i

9

Periode pelaksanaan monitoring dijadikan sebagai ulangan pada analisis
ini. Analisis ragam dimulai dengan menghitung variabilitas seluruh data tingkat
TMS yang dibagi menjadi Jumlah Kuadrat Total (JKT), Jumlah Kuadrat Kolom
(JKK), dan Jumlah Kuadrat Galat (JKG). Kemudian derajat bebas total,
kelompok, dan galat dihitung. Selanjutnya dihitung Kuadrat Tengah Kelompok
(KTK) dan Kuadrat Tengah Galat (KTG). F hitung didapat dari pembagian KTK
dengan KTG. Kemudian nilai F hitung akan dibandingkan dengan F tabel
(menggunakan taraf nyata sebesar 1 dan 5 %). Apabila nilai F hitung lebih besar
dari F tabel, rata-rata tingkat TMS seluruh kelompok dianggap berbeda nyata.
Analisis ragam juga dilakukan untuk melihat keragaman antar parameter uji
dengan jenis PJAS terhadap tingkat TMS.
Analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) untuk mengetahui perbedaan rata-rata tingkat TMS tiap jenis PJAS, dan
parameter keamanan. Uji dilakukan dengan membandingkan selisih rata-rata
tingkat TMS dua kelompok dengan nilai BNT yang dihitung melalui rumus
berikut ini.


Keterangan :
: nilai yang diperoleh dari tabel t-student pada taraf nyata α dengan
derajat bebas dbg
KTG
: Kuadrat Tengah Galat yang didapat dari tabel analisis ragam
: jumlah ulangan kelompok ke-i
: jumlah ulangan kelompok ke-j
Apabila selisih rata-rata tingkat TMS lebih tinggi daripada nilai BNT, ratarata tingkat TMS dua kelompok tersebut dianggap berbeda nyata. Taraf nyata
yang dipakai dalam uji BNT adalah 5 %.
Penentuan penyebab utama ketidaklayakan konsumsi pada PJAS
dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto. Analisis dengan diagram Pareto
merupakan salah satu alat bantu program pengendalian dan peningkatan mutu
(Muhandri et al. 2012). Dengan menggunakan diagram Pareto, dapat
memperlihatkan masalah yang dominan maupun tidak dominan. Teori Pareto
menyatakan bahwa 20 % kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80 % akibat. Pada
penelitian ini, analisis Pareto bertujuan untuk mengetahui 20 % dari jumlah
parameter uji yang menyebabkan 80 % frekuensi kejadian TMS pada es, jeli, dan
minuman berwarna.

Pengumpulan Informasi Pendukung Mengenai Proses Produksi Es, Jeli, dan
Minuman Berwarna
Perumusan langkah perbaikan mutu PJAS dilakukan dengan menggunakan
hasil analisis data, studi pustaka, regulasi yang relevan, dan informasi pendukung
lainnya. Proses produksi PJAS merupakan informasi pendukung yang dibutuhkan
untuk mengetahui tahapan produksi yang perlu diberikan perhatian karena lebih

10

berpotensi menimbulkan risiko cemaran. Informasi proses produksi dihimpun
dengan cara melakukan wawancara serta observasi ke rumah produksi pedagang
es, jeli, dan minuman berwarna.
Peneliti memperoleh informasi mengenai proses produksi es, jeli, dan
minuaman berwarna dari tiga pedagang di tiga SD daerah Bogor. Pedagang
minuman teh manis berdagang di salah satu SD di Darmaga, Bogor. Berikut
proses produksi pembuatan minuman teh manis. Bahan yang digunakan antara
lain air, daun teh kering, gula pasir, dan es batu. Air gula yang dibuat
menggunakan gula pasir dan air matang lalu dipanaskan hingga larut. Daun teh
kering diseduh kemudian dicampur dengan air dan gula. Es batu ditambahkan
pada minuman teh. Teh dibuat dalam jumlah besar dan disimpan dalam wadah
besar. Es teh manis disajikan di plastik khusus minuman. Air untuk membuat es
teh didapatkan di depot air minum. Sedangkan es batu didapat pedagang tidak
jauh dari sekolah, yaitu di depot es batu balok dengan harga Rp 5000 per
kilogram. Karena es balok yang didapatkan sangat kotor, maka pedagang mencuci
es batu dengan air keran hingga seluruh kotoran luruh dari permukaan es. Peneliti
menuju depot es batu yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Balok-balok es
disimpan dalam ruangan yang siang hari selalu terbuka dan menghadap jalanan
yang padat kendaraan. Ruang penyimpanan bukan merupakan cold storage
sehingga es akan mudah mencair. Balok es hanya ditutup terpal dan diletakkan
sejajar dengan permukaan tanah yang dialasi terpal. Pengangkutan es batu ke
pedagang minuman atau kantin menggunakan sepeda motor dengan tas besar.
Peneliti memperoleh informasi pembuatan es mambo susu yang dijual di
salah satu sekolah daerah Darmaga. Pembuatan es mambo dilakukan di dapur
rumah pedagang. Susu dipanaskan pada panci besar. Pedagang menggunakan
standar suhu pasteurisasi (72 oC). Gula pasir dan garam ditambahkan ke dalam
susu. Kemudian perisa artifisal yang digunakan adalah perisa dengan merk
dagang yang sudah terkenal dan dijual luas di pasaran. Susu dikemas dalam
plastik khusus es mambo. Kemudian es mambo susu dibekukan di dalam freezer
khusus es mambo, tidak dicampur dengan bahan-bahan lain. Es mambo susu baru
disimpan di coolbox tertutup apabila akan berangkat ke sekolah. Coolbox
diangkut ke sekolah dengan sepeda motor.
Peneliti mengunjungi pedagang jeli di salah satu sekolah dasar di Kota
Bogor. Jeli dibuat dalam skala rumah tangga. Pertama-tama, gula pasir dan jeli
bubuk dicampur dengan air lalu dimasak hingga mendidih. Jeli bubuk yang
digunakan adalah jeli komersial merk terkenal dan umum dijumpai di supermarket
atau pasar. Komposisi utama jeli bubuk tersebut yaitu karagenan dan konyaku.
Jeli cair dituang ke dalam cetakan lalu dibiarkan hingga padat pada suhu ruang.
Jeli-jeli tersebut diletakkan ke dalam wadah besar lalu ditutup dan disimpan pada
suhu ruang. Esok paginya jeli siap dijajakan. Wadah jeli dalam keadaan tertutup
dan pedagang hanya membuka wadah apabila ada anak yang membeli jeli
dagangannya.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Keamanan PJAS dalam Kurun Waktu 2011-2013
Keamanan PJAS adalah aspek terpenting yang wajib diperhatikan karena
memiliki pengaruh besar bagi keselamatan siswa sekolah. BPOM RI melalui
balai-balai POM tiap provinsi melakukan monitoring PJAS di berbagai sekolah
untuk mengetahui kondisi keamanan PJAS. Hasil monitoring tersebut diharapkan
dapat memberi gambaran mengenai kondisi keamanan pangan jajanan yang
selama ini dijajakan di sekolah-sekolah dasar. Kondisi keamanan PJAS di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
65
56.76

55

Tingkat TMS (%)

45

46.39

35
31.07
25

29.07

23.45
16.41

15
5
-5

2011 Tahap I

2011 Tahap II

2012 Tahap I

2012 Tahap II

2013 Tahap I

2013 Tahap II

Tahun dan tahap monitoring

Gambar 3 Tingkat kejadian Tidak Memenuhi Syarat (TMS) seluruh
sampel PJAS tahun 2011-2013
Tingkat TMS PJAS tahun 2013 lebih rendah dibandingkan tahun 2011
sebagai tahun awal program AN-PJAS. Tahun 2011 merupakan tahun dengan
persentase TMS tertinggi yaitu mencapai di atas 45 %. Sebanyak 3625 dari 7383
sampel dinyatakan TMS. Persentase TMS menurun tajam hingga mencapai
tingkat TMS terendah sebesar 16.41 % pada tahap II tahun 2012. Sebanyak 2327
dari 11193 sampel yang diuji dinyatakan TMS. Pada tahun 2013, dari 2801
sampel yang diuji terdapat 9252 sampel yang dinyatakan TMS. Jumlah sampel
TMS meningkat dibandingkan tahun 2012 dengan rata-rata sebesar 30 %. Tren
yang fluktuatif terlihat dari Gambar 3. Tingkat TMS menurun pada tahap II
monitoring, kecuali pada tahun 2011. Selain karena kenyataan di lapangan yang
menunjukkan tingginya angka sampel TMS, tren fluktuatif juga dipengaruhi
faktor jumlah data sampel yang diperoleh. Tingkat kesesuaian sampling dengan
petunjuk teknis sampling memang rendah. Jumlah sampel, jumlah sekolah, dan
nama sekolah yang dijadikan target sampling berbeda setiap tahunnya. Penyebab
tingginya angka TMS tidak dapat teridentifikasi jika hanya melihat grafik

12

kecenderungan saja. Dibutuhkan analisis data lebih lanjut untuk menemukan hal
utama yang menjadi penyebab TMS pada PJAS.
Hasil analisis ragam dua faktor dengan taraf nyata hingga 1 %
menunjukkan masing-masing provinsi memiliki rata-rata persentase TMS yang
berbeda sangat signifikan. Perbedaan yang signifikan dapat menandakan adanya
keragaman kondisi keamanan PJAS pada tiap provinsi. Masing-masing PJAS
memiliki rata-rata persentase TMS yang sangat berbeda signifikan. Artinya,
terdapat keragaman antarjenis PJAS dalam hal tingkat TMS. Interaksi antara
provinsi dan jenis PJAS juga menunjukkan keragaman terhadap rata-rata
persentase TMS. Tabel analisis ragam antara provinsi dengan jenis PJAS
ditunjukkan pada Lampiran 1.1. Hasil analisis ragam dua faktor juga
menunjukkan keragaman tingkat TMS pada kelompok parameter uji karena
memiliki perbedaan rata-rata yang sangat signifikan. Sedangkan interaksi antara
parameter uji dengan jenis PJAS tidak memberikan perbedaan nyata pada rata-rata
TMS. Tabel analisis ragam antara parameter uji dengan jenis PJAS ditunjukkan
pada Lampiran 1.2. PJAS dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu bakso,
es, jeli, kudapan, makanan ringan, mi, dan minuman berwarna. Tabel 2
menunjukkan rata-rata persentase TMS serta hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
terhadap tujuh jenis PJAS.
Tabel 2 Kondisi keamanan beserta signifikansi antar tujuh jenis PJAS tahun
2011-2013
Jenis PJAS
Rata-rata TMS (%)
Es
59.83e
Minuman berwarna
52.76d
Jeli
38.72c
Bakso
35.12c
Kudapan
27.39b
Makanan ringan
16.05a
Mi
15.87a
Perhitungan uji BNT pada jenis PJAS ditunjukkan pada Lampiran 2.1. Mi
merupakan jenis PJAS yang memiliki persentase TMS yang terendah.
Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Terkecil, sampel makanan ringan tidak
memiliki perbedaan rata-rata yang nyata dengan sampel mi sehingga dapat
diartikan bahwa mi dan makanan ringan sama-sama memiliki tingkat kejadian
TMS yang terendah. Bakso dan jeli juga tidak memiliki perbedaan rata-rata TMS
yang nyata. Es merupakan PJAS dengan rata-rata TMS tertinggi, diikuti minuman
berwarna sebagai tertinggi kedua. Kedua jajanan ini ternyata memiliki perbedaan
rata-rata yang signifikan berdasarkan hasil uji lanjut.
Tabel 2 menunjukkan berdasarkan hasil uji lanjut, sampel es, jeli, dan
minuman menempati urutan teratas PJAS yang memiliki persentase TMS
tertinggi. Es, jeli, dan minuman berwarna merupakan PJAS yang menggunakan
air sebagai bahan dasar. Pada es, air digunakan sebagai pelarut yang kemudian
dibekukan untuk menjadi es mambo atau es loli. Pada jeli, air digunakan untuk
melarutkan jeli bubuk agar didapatkan tekstur kenyal khas jeli. Sedangkan pada
minuman berwarna, air digunakan sebagai pelarut dan bahan pembuatan es batu.

13

Karena kesamaan bahan dasar tersebut, peneliti kemudian berfokus pada ketiga
jenis jajanan ini.
Sampel-sampel PJAS yang TMS memiliki penyebab yang bervariasi. ALT
memberikan kontribusi terbesar sebagai penyebab ketidaklayakan konsumsi pada
PJAS. Setelah ALT, AKK dan APM koliform melebihi batas maksimum
merupakan penyebab TMS terbesar kedua dan ketiga dengan kontribusi lebih dari
20 % jumlah sampel. Penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan juga
menjadi penyebab TMS yang cukup besar bagi PJAS. Hasil uji BNT
memperlihatkan rata-rata TMS yang disebabkan ALT berbeda nyata dengan
seluruh penyebab TMS yang lainnya. Sedangkan AKK dengan koliform tidak
saling berbeda signifikan. Siklamat melebihi batas maksimum memiliki rata-rata
TMS yang berbeda nyata dengan penyebab TMS lainnya. Rata-rata persentase
TMS yang dikelompokkan berdasarkan parameter uji dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata TMS beserta signifkansi antar parameter uji
Parameter Uji
Rata-rata TMS (%)
ALT melebihi batas maksimum
29.83f
AKK melebihi batas maksimum
24.48e
APM koliform melebihi batas maksimum
21.31e
Siklamat melebihi batas maksimum
15.80d
Asesulfam K melebihi batas maksimum
5.87c
APM E. coli melebihi batas maksimum
4.04c
Boraks positif
3.88b,c
Nitrit melebihi batas maksimum
2.50a,b,c
Formalin positif
2.24a,b,c
Sakarin melebihi batas maksimum
1.98a,b,c
Logam berat melebihi batas maksimum
1.63a,b,c
Rhodamin B positif
1.56a,b,c
Benzoat melebihi batas maksimum
1.11a,b,c
S. aureus melebihi batas maksimum
1.10a,b,c
C. perfringens melebihi batas maksimum
0.89a,b,c
Salmonella positif
0.56a,b
Sorbat melebihi batas maksimum
0.23a
Methanil yellow positif
0.09a
Secara umum, 80 % masalah ketidaklayakan konsumsi pada PJAS
disebabkan adanya cemaran mikroba (ALT, AKK, APM koliform) dan
penggunaan siklamat yang melebihi batas maksimum. Cemaran mikroba
menyebabkan ketidaklayakan konsumsi pada hampir seluruh jenis PJAS.
Sedangkan penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai aturan sering ditemukan
pada makanan dan minuman yang manis, terutama pada produk minuman.
Perhitungan uji BNT berdasarkan parameter uji ditunjukkan pada Lampiran 2.2.

14

Kondisi Keamanan PJAS Es, Jeli, dan Minuman Berwarna
Tahun 2011-2013
Persentase TMS sampel es merupakan persentase tertinggi dari seluruh
jenis PJAS. Kondisi paling memprihatinkan terjadi pada tahun 2011. Hanya 307
dari 1691 sampel es yang diuji dinyatakan layak dikonsumsi. Kemajuan tampak
pada tahun 2012 dimana rata-rata TMS menurun tajam. Sebanyak 668 sampel
dinyatakan TMS dari 1535 sampel es pada tahun 2012. Namun pada tahun 2013,
rata-rata TMS sampel es kembali meningkat dengan rincian sebanyak 602 sampel
TMS dari 1082 sampel es. Persentase kejadian TMS pada sampel jenis es, jeli,
dan minuman berwarna dapat dilihat pada Gambar 4.
90
80

80.36

85.14
81.33
75.64

Jeli
Es
Minuman Berwarna

Tingkat TMS (%)

70
60
50

60.53

58.24
53.10
48.03

47.83
47.03

47.68

40

36.66
35.76

46.35

35.20

30

28.07

26.87
20.00

20
10
2011 Tahap I

2011 Tahap II

2012 Tahap I

2012 Tahap II

2013 Tahap I

2013 Tahap II

Tahun dan tahap pelaksanaan

Gambar 4 Tingkat kejadian tidak Memenuhi Syarat (TMS) sampel jeli,
es, dan minuman berwarna tahun 2011-2013
Persentase TMS sampel minuman berwarna adalah persentase tertinggi
kedua setelah sampel es. Gambar 4 menunjukkan bahwa angka kejadian TMS
minuman sangatlah tinggi. Pada tahun 2011, sebanyak 642 dari 992 sampel
minuman yang diuji dinyatakan TMS. Kemudian pada tahun 2012, angka TMS
mengalami penurunan hingga tingkat terendah dengan rincian 419 sampel TMS
dari 970 sampel. Namun lebih dari 40 % atau sebanyak 598 dari 1259 sampel
dinyatakan TMS pada tahun 2013. Persentase yang masih tinggi menandakan
bahwa banyak sampel PJAS yang mutunya sudah tidak layak dan potensi risiko
terhadap kesehatan masih cukup besar.
Persentase TMS tahun 2011 pada sampel jeli adalah yang tertinggi dengan
rincian 205 dari 377 sampel dinyatakan TMS. Kemudian persentase TMS
mengalami penurunan yang besar pada tahun 2012. Hanya 149 sampel yang
dinyatakan TMS dari 612 sampel. Namun pada tahun 2013, persentase TMS
sampel jeli kembali mengalami kenaikan walaupun tipis, terdapat 155 sampel
yang TMS dari 475 sampel jeli. Perubahan persentase tersebut mencerminkan

15

bahwa tingkat TMS jeli dapat ditekan dua kali lipat sehingga risiko kesehatan
yang timbul akibat mengonsumsi jeli menurun.
Kondisi keamanan pangan jajanan jenis es, jeli, dan minuman berwarna
dalam kurun waktu 2011-2013 memiliki kecenderungan perubahan yang mirip
dengan kondisi PJAS secara keseluruhan, yaitu tren yang fluktuatif. Tingkat
kejadian TMS tertinggi terjadi pada tahun 2011. Perbaikan terbesar terjadi pada
tahun 2012 karena tingkat kejadian TMS mengalami penurunan yang tajam.
Kemudian tingkat kejadian TMS kembali meningkat pada tahun 2013.
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dan 4 tingkat TMS pada tahun ini tetap
berbeda jauh dibandingkan pada tahun 2011. Hal demikian terjadi bukan hanya
karena faktor kondisi lapangan yang memang demikian. Program kegiatan
nasional yang belum lama dilaksanakan mengakibatkan belum terinternalisasinya
nilai-nilai keamanan pangan pada setiap pemangku kepentingan. Oleh karena itu,
dibutuhkan tindakan secara berkelanjutan agar tujuan menciptakan kondisi PJAS
yang aman, bermutu, dan bergizi dapat tercapai.

Akar Masalah Penyebab TMS pada Sampel Es, Jeli, dan
Minuman Berwarna
Hasil analisis ragam menunjukkan baik pada es, jeli, maupun minuman
berwarna terdapat keragaman TMS pada masing-masing parameter uji karena
memiliki perbedaan rata-rata persentase TMS yang signifikan. Hasil analisis
ragam tiap jenis jajanan dilampirkan pada Lampiran 1.3. Secara umum, penyebab
utama TMS pada es, jeli, dan minuman berwarna adalah cemaran mikroba dan
penggunaan pemanis buatan. Minuman berwarna merupakan salah satu jenis
PJAS yang dijual dengan jenis yang beragam. Bahan utama yang digunakan
adalah air dan es batu untuk memberi efek dingin dan segar pada minuman.
Penyebab TMS pada PJAS jenis minuman berwarna dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata-rata TMS (dalam persen) berdasarkan parameter uji pada minuman
berwarna tahun 2011-2013
Tahun
Parameter Uji
2011
2012
2013
ALT
20.00
28.58
37.59
AKK
11.85
29.41
35.89
APM koliform
11.99
22.64
31.19
Siklamat
13.77
26.35
15.77
Asesulfam K
0.70
14.10
2.81
APM E. coli
0.78
3.65
2.76
Sakarin
0.49
1.77
1.14
S. aureus
0.25
0.00
0.94
Benzoat
0.21
3.60
0.74
Rhodamin B
0.60
1.04
0.39
Salmonella
0.25
0.00
0.94
Sorbat
0.00
0.56
0.00
Methanil yellow
0.00
0.00
0.00

16

Penyebab TMS yang memiliki persentase yang besar diantaranya cemaran
ALT, AKK, APM koliform, dan penggunaan siklamat. Salah satu alat analisis
yang umum dipakai dalam pengendalian mutu pangan adalah analisis Pareto.
Analisis ini digambarkan pada sebuah diagram yang menunjukkan penyebabpenyebab timbulnya masalah. Pada studi kasus ini, diagram Pareto akan
menunjukkan hal-hal yang menjadi penyebab utama PJAS yang tidak layak
konsumsi. Diagram tersebut menjelaskan 20 % parameter uji dapat menimbulkan
80 % frekuensi kejadian TMS. Diagram pada Gambar 5 menunjukkan penyebab
utama TMS pada minuman berwarna.
800

100%

700

90%

Frekuensi

70%

500

60%

400

50%

300

40%
30%

200

Persentase kumulatif

80%

600

20%

100

10%
0%

0

Penyebab TMS
frekuensi
persentase kumulatif

Gambar 5 Penyebab utama TMS pada minuman berwarna berdasarkan data
sekunder tahun 2011-2013
Gambar 5 atas menunjukkan bahwa cemaran ALT, koliform, dan AKK
merupakan penyebab TMS pada minuman berwarna yang harus menjadi prioritas
dalam penanganannya. ALT memberikan indikasi umum mengenai mutu
mikrobiologi pada pangan. ALT tidak akan membedakan antara mikroflora alami,
mikroba pembusuk, mikroba yang ditambahkan untuk fermentasi, dan mikroba
patogen. Sehingga ALT tidak dapat digunakan untuk memprediksi keamanan
pada pangan dan dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan (NSW Food Authority
2009). Tingginya ALT pada minuman mengindikasikan bahwa minuman tersebut
disiapkan kurang higienis atau disimpan pada kondisi dan cara yang tidak tepat
(NSW Food Authority 2009). AKK menunjukkan mutu mikrobiologis yang
dimiliki oleh pangan. Khamir dan kapang dikenal sebagai mikroba penyebab
kerusakan pada pangan. Khamir umumnya dapat memfermentasi gula, namun
khamir juga mampu menggunakan komponen lain seperti alkohol, asam organik,
hidrokarbon, dan senyawa aromatik (Betts 2013). Kapang juga mampu tumbuh
pada kondisi asam dan kandungan gula yang tinggi (Betts 2013). Khamir biasanya
bukan penyebab penyakit asal pangan, lain halnya pada beberapa kapang yang
mampu memproduksi mikotoksin yang berbahaya bagi manusia (Betts 2013).

17

Bahaya mikrobiologis utamanya disebabkan kontaminasi silang, suhu
penyimpanan, suhu pemasakan/proses, dan pembersihan/disinfeksi (Tache dan
Carventier 2014). Berdasarkan informasi tahapan produksi minuman yang
diperoleh, ada berbagai skenario terjadinya kontaminasi silang. Pada minuman,
kontaminasi silang yang mungkin terjadi yaitu antara peralatan produksi atau
wadah konsumsi dengan produk minuman (Mattick et al. 2003). Kontaminasi
silang juga mungkin terjadi antara tangan pedagang dengan es batu yang dipakai.
Pencucian gelas-gelas minuman dengan menggunakan air tergenang dapat
meningkatkan total mikroba pada gelas karena air sudah digunakan berkali-kali.
Koliform adalah jenis bakteri Gram negatif yang memfermentasi laktosa
dan memproduksi gas. Analisis koliform digunakan untuk mengetahui adanya
kontaminasi fekal pada air, pangan, dan sampel lainnya serta mengetahui seberapa
memadai praktik sanitasi yang dilakukan produsen (Lues dan Tonder 2007).
Deteksi koliform juga secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui
kehadiran mikroba yang bersifat patogen. Walaupun tidak semua koliform bersifat
patogen, tingginya angka koliform dapat meningkatkan kemungkinan jumlah
patogen yang tinggal pada pangan tersebut. Salah satu jenis koliform yaitu E. coli.
Selain sebagai indikator sanitasi, ada beberapa tipe E. coli yang dapat bertindak
dapat bertindak sebagai patogen pada manusia (Sorqvist 2003).
Tingginya APM koliform pada minuman diduga karena penggunaan es
batu dan air yang tidak memenuhi standar mutu mikrobiologis dan praktek
sanitasi yang kurang memadai oleh pedagang. Es batu yang tercemar disebabkan
faktor penggunaan air sebagai bahan baku, tangan pekerja, kondisi permukaan alat
angkut dan kemasan untuk distribusi (Septiani 2014). Pada tahapan produksi es
batu, potensi bahaya mikroba yang bersifat patogen menjadi signifikan saat proses
perebusan atau filtrasi, karena setelah proses tersebut tidak ada lagi tahapan proses
yang dapat mereduksi jumlah mikroba (Septiani 2014). Oleh karena itu, sangat
diharuskan bagi produsen es batu untuk menggunakan air yang berstandar mutu
AMDK sebagai bahan baku. Tahapan distribusi dan penanganan es batu di tingkat
pedagang juga turut berpotensi meningkatkan jumlah mikroba pada es batu. Mutu
mikrobiologis es batu diketahui semakin menurun di tingkat distributor dan
pedagang minuman pada studi penelitian di Bogor (Firlieyanti 2006).
Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,
pencemaran badan air maupun suplai air minum oleh mikroba merupakan kasus
yang sering terjadi. Pedagang yang mengolah minuman di sekolah memakai air
yang dibawanya sendiri (PDAM atau sumur) atau dari keran sekolah (Suratmono
2009). Ada pula pedagang yang membeli di depot air minum tanpa mengetahui
asal-usul airnya. Air yang berasal dari PDAM dianggap lebih aman daripada air
yang berasal dari sumur. Angka kejadian diare pada anak yang menggunakan
sumur terbuka untuk air minum 34 % lebih tinggi dibandingkan dengan anak ya