Biosensor Etanol Menggunakan Bakteri Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase Dengan Metode Elektrokimia
BIOSENSOR ETANOL MENGGUNAKAN BAKTERI Acetobacter
PENGHASIL ENZIM ALKOHOL OKSIDASE DENGAN
METODE ELEKTROKIMIA
INDAH RATNASARI DJUKARSA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PERLIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biosensor Etanol
Menggunakan Bakteri Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan
Metode Elektrokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Indah Ratnasari Djukarsa
NIM G44120085
ABSTRAK
INDAH RATNASARI DJUKARSA. Biosensor Etanol Menggunakan Bakteri
Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan Metode Elektrokimia.
Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan NOVIK NURHIDAYAT.
Biosensor etanol dapat dibuat menggunakan bakteri penghasil enzim
alkohol oksidase (AOX). Bakteri dari jus apel diisolasi terlebih dahulu untuk
mendapatkan bakteri murni. Bakteri dibiakkan pada 2 jenis media agar-agar padat.
Bakteri pada media asetobakteria memiliki ketahanan pada larutan yang
mengandung etanol dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Bakteri yang tumbuh
pada media asetobakteria dibiakkan pada media agar-agar padat dan media cair
untuk diukur pada berbagai ragam konsentrasi etanol dari 0.01% sampai 3%
dengan nilai absorbans yang berbeda. Bakteri dengan nilai absorbans 0.500
memiliki puncak arus oksidasi tertinggi. Pengukuran etanol dibandingkan antara
metode voltammetri siklik dan metode spektrofotometri. Pengukuran Etanol yang
diukur dengan metode voltammetri siklik memiliki nilai R2 lebih tinggi
dibandingkan dengan metode spektrofotometri, yaitu sebesar 0.957. Metode
elektrokimia menggunakan voltammetri siklik lebih baik digunakan untuk
menentukan kehalalan pangan dibandingkan metode spektrofotometri.
Kata kunci: alkohol oksidase, bakteri, biosensor, elektrokimia, kehalalan
ABSTRACT
INDAH RATNASARI DJUKARSA. Ethanol Biosensor Using Bacteria
Acetobacter Producing Enzyme Alcohol Oxidase Using Electrochemical Method.
Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO and NOVIK NURHIDAYAT.
Ethanol biosensor can be fabricated using bacteria producing alcohol
oxidase (AOX). Bacteria from apple juice was isolated to obtain pure bacteria.
The bacteria was cultured in 2 solid agar media. Bacteria on the acetobacteria
media has a resistance in a solution containing ethanol with higher concentration.
Bacteria cultured on acetobacteria solid and liquid media was used for
measurements at various ethanol concentrations, at a range from 0.01% to 3%
with different absorbance value. Bacteria with absorbance of 0.500 have the
highest oxidation current peak. Measurement of ethanol was compared between
cyclic voltammetry method and spectrophotometric method. Measurement of
ethanol using cyclic voltammetry have higher R2 value than that of the
spectrophotometric method, which is 0.957. Electrochemical method using cyclic
voltammetric is better to be used for evaluating halal food compared with
spectrophotometric method.
Key words: alcohol oxidase, bacteria, biosensor, electrochemical, halalness
BIOSENSOR ETANOL MENGGUNAKAN BAKTERI Acetobacter
PENGHASIL ENZIM ALKOHOL OKSIDASE DENGAN
METODE ELEKTROKIMIA
INDAH RATNASARI DJUKARSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2016 ini
ialah biosensor, dengan judul Biosensor Etanol Menggunakan Bakteri
Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan Metode Elektrokimia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Dyah Iswantini Pradono,
M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing I dan Dr Novik Nurhidayat selaku
pembimbing II. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan
LIPI (Bapak Ismail, Ibu Ai, Bapak Acun, dan Mbak Lusi) yang telah banyak
memberikan saran dan bantuan kepada penulis selama penelitian. Selain itu,
terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga Kimia Fisik dan keluarga besar
Kimia angkatan 49 yang telah memberikan semangat, masukan, dan dukungan
kepada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu, Ayah,
Kakak, dan Adik tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Indah Ratnasari Djukarsa
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan
2
Lingkup Penelitian
2
Pembuatan Media Agar Padat Tempat Penumbuhan Bakteri
2
Pembuatan Media Cair Tempat Penumbuhan Bakteri
3
Isolasi Bakteri
3
Pembuatan dan Pemilihan Komposisi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Ferosena Terbaik
3
Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
4
Penentuan Kerapatan Sel Bakteri
4
Pengukuran Elektrokimia dengan Variasi Konsentrasi Etanol
4
Pengukuran Etanol Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri
5
Komposisi Terbaik Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Ferosena
6
Pengukuran Isolat pada Media Asetobakteria dan Media Heterotrof
8
Hasil Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
9
Pengukuran Elektrokimia pada Berbagai Nilai Absorbans Bakteri dengan
Berbagai Variasi Konsentrasi Etanol
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil penumbuhan bakteri dari jus apel dengan kandungan etanol 1%
(Ap1), etanol 2% (Ap2), etanol 5% (Ap3), etanol 8% (Ap4)
2 Voltammogram siklik menggunakan larutan KCl 0.1 M dan larutan
K3[Fe(CN)6] EPK dengan komposisi 1:1:0.01, 1:1:0.05, 3:1:0.03,
3:1:0.15, 7:3:0.07, dan 7:3:0.3
3 Arus puncak oksidasi etanol bakteri dari jus apel pada konsentrasi etanol
1% dan 5%
4 Voltammogram bakteri Acetobacter dengan nilai absorbans 0.250 pada
blanko serta konsentrasi etanol 0.01% dan 3%
5 Respon arus puncak oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter dari jus apel
dengan konsentrasi etanol 0.01% dan 3.00%
6 Linearitas biosensor etanol dari bakteri dengan nilai absorbans 0.500
7 Reaksi pada permukaan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena
yang terimobilisasi bakteri dari jus apel
8 Linearitas etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
6
7
8
10
11
11
12
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Jumlah sel bakteri pada pengukuran kerapatan
3 Respon arus dari bakteri dengan absorbans 0.250, 0.500 dan 0.750
4 Voltammogram bakteri pada berbagai absorbans
5 Linearitas dari bakteri dengan nilai absorbans 0.250 (a) dan 0.750 (b)
menggunakan metode voltammetri siklik
6 Panjang gelombang maksimum
16
17
17
17
18
19
PENDAHULUAN
Alkohol telah banyak digunakan dalam dunia perdagangan. Alkohol yang
sering disebut dalam dunia perdagangan adalah etanol atau etil alkohol. Alkohol
memiliki sifat mudah terbakar, mudah menguap, tidak berwarna, memabukkan,
dan sedikit toksik (Ghani dan Ismail 2010). Etanol banyak digunakan untuk
proses produksi di beberapa industri, misalnya industri makanan dan minuman
(Santos et al. 2003). Etanol merupakan jenis alkohol yang bersifat racun. Pada
umumnya, konsumsi alkohol merusak semua organ tubuh, yaitu dapat
menyebabkan peradangan hati, pendarahan dalam perut, penyakit jantung,
berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh, serta berpengaruh terhadap otak
(Hasan et al. 2008).
Berdasarkan Fatwa MUI No. 4/2003, makanan dan minuman yang
mengandung etanol di bawah 1% sebagai hasil dari rekayasa fermentasi adalah
haram. Namun, banyak produk makanan dan minuman dengan campuran alkohol
yang beredar di pasaran dengan kadar alkohol yang tinggi. Penentuan kadar
alkohol dapat dilakukan dengan berbagai metode. Penentuan kadar alkohol dapat
dilakukan dengan metode kolometri (Zanon et al. 2007), kromatografi gas dan
bobot jenis (Pardosi 2009). Pengukuran terkait penentuan alkohol sudah banyak
dilakukan menggunakan uji electrogenerated chemiluminescence (ECL). Uji ECL
banyak digunakan disebabkan fleksibilitas yang tinggi dan pengaturan optik yang
sederhana. Penggunaan ECL dapat mendeteksi analit pada konsentrasi yang
rendah pada rentang linearitas yang luas dan memberikan sinyal latar belakang
yang rendah (Zhang et al. 2006). Uji ECL banyak menggunakan jenis enzim
murni. Enzim merupakan elemen hayati yang paling banyak digunakan dalam
pengukuran biosensor. Penggunaan enzim tersebut membutuhkan pemurnian
dengan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang lama (Byfield dan
Abuknesha 1994).
Penentuan kadar alkohol yang cepat dengan sensitivitas dan selektivitas
yang tinggi sangat penting di dalam industri makanan dan industri fermentasi
(Chinnadayyala et al. 2013). Oleh karena itu, dibutuhkan penentuan kadar alkohol
dalam makanan dan minuman yang lebih sensitif dan selektif. Metode biosensor
yang didasarkan atas alkohol dehidrogenase (ADH) atau alkohol oksidase (AOX)
telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Su et al. 2010).
Biosensor yang memanfaatkan mikrob penghasil enzim sebagai sensor untuk
mengukur kadar alkohol disebut sensor mikrob. Penggunaan materi hayati
(biomaterial) pada sensor mikrob menyebabkan sensor mikrob termasuk ke dalam
jenis biosensor. Keuntungan sensor mikrob dibandingkan dengan sensor enzim
adalah lebih tahan lama dan lebih murah disebabkan tidak diperlukan
pengisolasian dan pemurnian enzim aktif (Trivadila 2006).
Penggunaan mikrob seperti alga, bakteri, dan ragi merupakan cara lain yang
lebih baik dibandingkan dengan penggunaan enzim murni dalam pengukuran
alkohol. Penggunaan bakteri dalam biosensor disebabkan penggunaan bakteri
lebih mudah dibandingkan penggunaan enzim murni dalam penelitian yang telah
banyak dilakukan. Pembuatan biosensor menggunakan bakteri memberikan
kemudahan, yaitu bakteri dapat dihasilkan secara besar-besaran melalui kultur
selnya. Dibandingkan dengan sel yang berasal dari organisme yang lebih besar
2
seperti tanaman, hewan, dan manusia. Sel bakteri lebih mudah dimanipulasi dan
memiliki stabilitas yang lebih baik (Su et al. 2010). Penelitian mengenai biosensor
etanol menggunakan mikrob dengan metode voltammetri siklik salah satunya
yaitu menggunakan Bacillus telah dilakukan. Namun, hasil yang diperoleh belum
optimal disebabkan jumlah bakteri yang digunakan tidak diketahui dan berbeda
setiap pengukuran, sehingga untuk pengukuran etanol dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari 5% mengalami penurunan (Ferid 2015).
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian penentuan etanol menggunakan
bakteri dari jus apel untuk menghasilkan enzim AOX dilakukan dengan metode
voltammetri siklik. Media sensor pengukur alkohol yang digunakan pada metode
voltammetri siklik tersebut adalah elektrode pasta karbon (EPK). Elektrode pasta
karbon digunakan sebagai media imobilisasi bakteri. Penelitian ini bertujuan
mengembangkan biosensor etanol menggunakan bakteri Acetobacter dan
membandingkan pengukuran etanol menggunakan biosensor alkohol dengan
spektrofotometri.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf HVE
50 (Hariyama, Tokyo, Jepang), inkubator MIR-162 (Sanyo, Osaka, Jepang),
laminar HS-1304L (Airtech, Tokyo, Jepang), microwave, mikropipet P10 dan
P1000 (Gilson, Middleton, USA), pH meter HM-250 (TOA DKK, Yamagata,
Jepang), sentrifugasi, seperangkat alat E-Daq potensiostat dilengkapi Echem
v2.1.0 dengan sistem 3 elektrode, shaker waterbath, spektrofotometer Biospec
1601 (Shimadzu, Kyoto, Jepang). Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah jus apel, media asetobakteria dan heterotrof untuk pertumbuhan bakteri
(Sigma-Aldrich, St Louis, USA), ferosena, grafit, dietil eter, parafin cair, larutan
KCl, larutan K3[Fe(CN)6], bufer fosfat 50 mM pH 6.8, dan etanol 97% (Merck,
Darmstandt, Jerman).
Lingkup Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pembuatan media agar padat dan media cair
sebagai tempat penumbuhan bakteri, penumbuhan dan pemanenan bakteri,
pembuatan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena dengan variasi
komposisi, karakterisasi elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena, pemilihan
komposisi terbaik elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena, pengukuran
elektrokimia menggunakan enzim AOX yang dihasilkan oleh bakteri, dan
pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Lampiran 1).
Pembuatan Media Agar Padat Tempat Penumbuhan Bakteri
Pembuatan media agar padat untuk penumbuhan bakteri yang dibuat adalah
jenis media asetobakteria dan heterotrof. Pembuatan media asetobakteria padat
dilakukan dengan cara 0.5 g yeast extract, 0.3 g pepton, 2.5 g manitol, dan 1.5 g
3
bacto agar dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan
100 mL akuades. Pembuatan media heterotrof dilakukan dengan cara 1.5 g bacto
agar, 1.5 pepton, 0.3 g tripton, 0.5 g NaCl, dan 0.25 g K2HPO4 dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan 100 mL aquades. Bahan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam microwave sampai larut sempurna.
Setelah bahan tercampur sempurna, bagian mulut Erlenmeyer disumbat
menggunakan kapas yang terlapisi oleh alumunium foil dan kemudian di bagian
mulut labu Erlemeyer dibungkus dengan satu lembar kertas dan plastik. Setelah
itu, kedua bahan dimasukkan ke dalam autoklaf selama 90 menit dan dituangkan
ke dalam beberapa cawan petri yang sudah disterilkan dalam keadaan hangat.
Pembuatan Media Cair Tempat Penumbuhan Bakteri
Pembuatan media cair untuk penumbuhan bakteri yang dibuat adalah jenis
media asetobakteria. Pembuatan media asetobakteria cair dilakukan dengan cara
0.5 g yeast extract, 0.3 g pepton, dan 2.5 g manitol dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan 100 mL akuades. Bahan tersebut
diaduk hingga homogen kemudian bagian mulut Erlenmeyer disumbat
menggunakan kapas yang terlapisi oleh alumunium foil dan kemudian di bagian
mulut labu Erlemeyer dibungkus dengan satu lembar kertas dan plastik. Setelah
itu, bahan dimasukkan ke dalam autoklaf selama 90 menit.
Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri dilakukan dengan cara 2 mL jus apel yang mengandung
etanol 1%, etanol 2%, etanol 5%, dan etanol 8% dimasukkan ke dalam empat
ependorf yang berbeda-beda dan didiamkan selama 1 malam. Kemudian larutan
digoreskan menggunakan jarum ose yang sudah steril pada media agar padat yang
sudah disiapkan dengan metode penggoresan dan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 1 malam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat dipindahkan
ke dalam bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang mengandung etanol 8% sebanyak 1 ose
dan didiamkan selama 1 malam. Setelah itu, bakteri digoreskan pada media agar
padat.
Pembuatan dan Pemilihan Komposisi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Ferosena Terbaik
Sebanyak 3.5 mg ferosena dilarutkan dalam 1 mL dietil eter, kemudian 70
mg grafit ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Elektrode pasta karbon dibuat
dari 70 mg grafit termodifikasi mediator dan 30 mg parafin cair hingga berbentuk
pasta. Pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga padat.
Permukaan elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan kertas tissue atau kertas
minyak. Elektrode didiamkan selama 7─12 hari. Seluruh elektrode yang telah
dibuat dilakukan pencirian menggunakan larutan KCl dan larutan K3[Fe(CN)6].
EPK termodifikasi ferosena dibuat dengan 6 komposisi berbeda dari
grafit:parafin:ferosena, yaitu 70 mg grafit, 30 mg parafin cair, 0.7 mg ferosena
(7:3:0.07); 70 mg grafit, 30 mg parafin cair, 3.5 mg ferosena (7:3:0.35); 30 mg
grafit, 10 mg parafin cair, 0.3 mg ferosena (3:1:0.03); 30 mg grafit, 10 mg parafin
4
cair, 1.5 mg ferosena (3:1:0.15); 100 mg grafit, 100 µL parafin cair, 1 mg ferosena
(1:1:0.01); 100 mg grafit, 100 µL parafin cair, 5 mg ferosena (1:1:0.05).
Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
Penumbuhan bakteri dilakukan dengan menggunakan jarum ose steril yang
dimasukkan ke dalam isolat bakteri yang telah dibuat sebelumnya dan ditanamkan
pada media agar padat dengan metode penggoresan. Rongga yang terdapat pada
cawan petri tempat penumbuhan bakteri ditutup menggunakan plastik wrap agar
tidak terjadi kontaminasi. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu
37 oC selama satu malam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat
dipindahkan ke media cair sebanyak satu ose dan didiamkan selama satu malam
dalam shaker waterbath pada suhu 37 oC dan dengan kecepatan 90 rpm. Bakteri
yang telah dibiakkan pada media cair selama satu malam tersebut kemudian
dipindahkan ke media cair yang baru dan diinkubasi dalam shaker waterbath pada
suhu 37 oC dan dengan kecepatan 90 rpm selama 3─4 jam. Seluruh perlakuan
dilakukan di dalam laminar dan di depan pembakar spirtus yang menyala agar
dalam keadaan steril.
Bakteri yang telah dibiakkan selama 3─4 jam, dilakukan penentuan
absorbans dari OD600. Bakteri yang dipanen dibuat dalam 3 konsentrasi yaitu
bakteri dengan nilai absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750. Bakteri dengan masingmasing konsentrasi dimasukkan ke dalam ependorf yang berbeda-beda dan
dilakukan pemisahan antara supernatan dan endapan dengan cara sentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm dan pada suhu 4 oC. Kemudian
endapan yang terbentuk dipisahkan dari supernatan kemudian dicuci dengan air
akuades steril menggunakan vorteks dan dipisahkan kembali. Pencucian dengan
akuades steril dilakukan sebanyak 2 kali. Endapan disuspensikan dengan larutan
bufer fosfat 50 mM pH 6.8 sebanyak 0.7 mL.
Penentuan Kerapatan Sel Bakteri
Kultur bakteri pada media cair diukur absorbansnya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Terdapat 2 kuvet pada spektrofotometer UV-Vis.
Kuvet pertama diisi dengan media cair yang ditempatkan di bagian belakang dan
kuvet kedua diisi dengan kultur bakteri dan disimpan di bagian depan.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm. Jumlah sel dapat
dihitung tiap mL dari nilai absorbans hasil pengukuran. Nilai absorbans dari 0.1
setara dengan 1─2 × 106 sel mL-1. Jumlah sel ini selalu ditentukan sebelum
digunakan.
Pengukuran Elektrokimia dengan Variasi Konsentrasi Etanol
Pengukuran elektrokimia menggunakan alat potensiostat/galvanostat eDAQ
dan komputer beserta perangkat lunak pengolahan data Echem v2.1.0. Elektrode
yang digunakan yaitu elektrode Ag/AgCl, platina, dan elektrode pasta karbon.
Elektrode tersebut digunakan sebagai elektrode pembanding, elektrode pembantu,
dan elektrode kerja. Parameter pengukuran diatur sebagai berikut:
Mode
: Cyclic
5
EInitial
: 0 mV
EFinal
: 0 mV
Rate
: 200 mV/s
Step W
: 20 ms
EUpper
: 1000 mV
ELower
: -200 mV
Sebanyak 5 mL larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 dimasukkan ke dalam
vial (wadah penampung larutan) dan puncak arus anode yang terbentuk diamati
sebagai blanko. Bakteri yang telah diseleksi kemudian dibiakkan lebih banyak
untuk analisis lebih lanjut. Pembiakan bakteri menggunakan metode yang sama
seperti pembiakan sebelumnya. Variasi konsentrasi etanol yang dipilih adalah
0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.5%, 0.7%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%.
Pengukuran elektrokimia dilakukan pada bakteri yang telah diseleksi dan pada
keseluruhan konsentrasi etanol tersebut.
Pengukuran Etanol Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis diawali dengan
metode scanning untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dari etanol.
Terdapat 2 kuvet pada spektrofotometer UV-Vis. Kuvet pertama diisi dengan
larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang disimpan di bagian belakang, dan kuvet
yang kedua diisi dengan etanol murni 97% dan disimpan di bagian depan. Panjang
gelombang maksimum yang sudah didapatkan kemudian dilakukan pengukuran
secara fotometer. Pengukuran secara fotometer ini dimulai dari konsentrasi etanol
yang paling rendah ke konsentrasi etanol yang paling tinggi. Konsentrasi etanol
yang digunakan yaitu 0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.7%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan
3%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri
Isolasi bakteri dilakukan dengan menggunakan jus apel yang sudah
didiamkan selama satu malam. Isolasi bakteri dari jus apel dilakukan untuk
mendapatkan bakteri penghasil enzim AOX yang akan digunakan untuk biosensor
etanol. Jus apel diketahui mengandung bakteri penghasil enzim AOX seperti
Acetobacter. Acetobacter dapat tumbuh pada jus apel disebabkan komponen gula
dan asam yang terkandung dalam jus apel merupakan media pertumbuhannya
(Caturryanti et al. 2008). Isolasi bakteri bertujuan mendapatkan isolat bakteri
Acetobacter murni atau tidak terkontaminasi, sehingga isolat bakteri tersebut
dapat digunakan sebagai kultur bakteri yang akan digunakan untuk biosensor
etanol. Isolat bakteri murni yang dibuat betujuan agar pengukuran yang dilakukan
hanya menggunakan satu jenis bakteri dari jus apel. Isolasi bakteri dilakukan
dengan memindahkan koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat Brain
Heart Infusion (BHI) ke dalam bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang mengandung
etanol 8%. Pemindahan bakteri ke dalam bufer dengan konsentrasi etanol 8%
6
bertujuan memastikan bakteri dapat bertahan hidup pada sebuah larutan yang
mengandung konsentrasi etanol cukup tinggi.
Gambar 1 Hasil penumbuhan bakteri dari jus apel dengan kandungan etanol 1%
(Ap1), etanol 2% (Ap2), etanol 5% (Ap3), etanol 8% (Ap4)
Gambar 1 menunjukkan isolat bakteri pada media BHI dengan metode
penggoresan yang telah diinkubasi selama satu malam pada suhu 37 oC. Hasil
penumbuhan bakteri tersebut menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dari
larutan jus dan etanol mencapai konsentrasi 8%. Koloni bakteri yang diambil
yaitu koloni yang berasal dari goresan larutan jus apel yang mengandung etanol
8%. Bufer fosfat dengan etanol 8% yang telah mengandung bakteri didiamkan
selama satu malam. Kemudian larutan digoreskan ke dalam dua jenis media agar
padat, yaitu media asetobakteria dan media heterotrof. Penumbuhan pada dua
media agar padat tersebut bertujuan membandingkan isolat bakteri dalam
menghasilkan respon arus pada biosensor etanol.
Komposisi Terbaik Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Ferosena
Elektrode pasta karbon yang telah dibuat dengan 6 komposisi berbeda dari
grafit:parafin:ferosena, yaitu (7:3:0.07); (7:3:0.35); (3:1:0.03); (3:1:0.15);
(1:1:0.01); dan (1:1:0.05) dilakukan pencirian menggunakan larutan KCl dan
K3[Fe(CN)6]. Elektrode pasta karbon dilakukan modifikasi dengan adanya
penambahan ferosena. Ferosena bertindak sebagai mediator yang akan
meningkatkan arus yang dihasilkan dengan cara meningkatkan pemindahan
elektron pada saat reaksi redoks terjadi dan meningkatkan keselektifan (Bean et
al. 2006). Pencirian EPK termodifikasi ferosena dengan berbagai komposisi
dilakukan untuk melihat komposisi terbaik dalam menghasilkan puncak oksidasi
dan puncak reduksi. Karakterisasi dilakukan pada rentang potensial -1200─1500
mV. Metode yang digunakan untuk karakterisasi elektrode adalah metode
voltammetri siklik. Voltammetri siklik merupakan metode yang digunakan untuk
mempelajari sifat elektrokimia dari spesi yang diamati. Arus pada voltammetri
siklik diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir
dan kembali lagi ke potensial awal atau disebut juga penyapuan dapat dibalik
kembali setelah reaksi berlangsung (Scholz 2010).
Selama proses pengukuran, konsentrasi analit tidak berubah disebabkan
hanya sebagian kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektrode kerja diubah
selama pengukuran dan arus yang dihasilkan dialirkan terhadap potensial yang
7
diberikan pada elektrode kerja. Arus yang diukur pada analisis voltammetri terjadi
akibat adanya reaksi oksidasi-reduksi pada permukaan elektrode (Skoog et al.
1998). Pengukuran dengan voltammetri siklik dilakukan dengan menerapkan
suatu potensial ke dalam sel elektrokimia, kemudian respon arus yang dihasilkan
dari proses reaksi redoks diukur. Respon arus diukur pada daerah potensial yang
telah ditentukan. Kurva arus terhadap potensial yang dihasilkan disebut
voltammogram (Puranto 2010).
Pencirian elektrode dengan larutan KCl 0.1 M berfungsi untuk melihat EPK
yang dihasilkan baik atau tidak yang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya
puncak oksidasi dan reduksi, selanjutnya elektrode dilakukan pencirian
menggunakan larutan K3[Fe(CN)6] yang berfungsi untuk memastikan EPK dapat
menghasilkan puncak oksidasi dan puncak reduksi dengan adanya reaksi redoks.
Puncak oksidasi yang dihasilkan dari pencirian menggunakan larutan K3[Fe(CN)6]
berasal dari oksidasi larutan [Fe(CN)6]4- menjadi [Fe(CN)6]3- dan puncak reduksi
yang dihasilkan berasal dari reduksi larutan [Fe(CN)6]3- menjadi [Fe(CN)6]4-.
Elektrode dengan berbagai komposisi yang telah dilakukan pencirian
menghasilkan puncak oksidasi dan puncak reduksi yang berbeda. Gambar 2
menunjukkan elektrode dengan komposisi 7:3:0.35 yang menghasilkan puncak
oksidasi dan puncak reduksi lebih tinggi dibandingkan elektrode dengan
komposisi lainnya, yaitu sebesar 2.62 × 10-4 A dan 4.41 × 10-4. Hal tersebut
menunjukkan bahwa elektrode dengan komposisi 7:3:0.35 memiliki kinerja yang
lebih baik dan dapat digunakan untuk pengukuran selanjutnya.
0,0004
-4
I (A)
0,0002
2.62 × 10 A
0,0000
-0,0002
-4
-0,0004
-1,5
-4.41 × 10 A
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
E (V vs Ag/AgCl)
Gambar 2 Voltammogram siklik menggunakan — larutan KCl 0.1 M dan larutan
K3[Fe(CN)6] EPK dengan komposisi —1:1:0.01 —1:1:0.05 —3:1:0.03
—3:1:0.15 —7:3:0.07 —7:3:0.3
8
Pengukuran Isolat pada Media Asetobakteria dan Media Heterotrof
Dua isolat bakteri yang telah dibuat sebelumnya dilakukan pengukuran arus.
Pengukuran dilakukan dengan metode voltammetri siklik menggunakan
seperangkat alat potensiostat eDAQ dan komputer beserta perangkat lunak
pengolah data Echem v2.1.0. Pengukuran dengan metode voltammetri siklik
menggunakan tiga elektrode, yaitu EPK sebagai elektrode kerja, Ag/AgCl sebagai
elektrode pembanding, dan Pt sebagai elektrode pembantu. Bakteri dari kedua
isolat yang akan diukur, diinokulasi terlebih dahulu ke dalam 1 mL bufer fosfat 50
mM pH 6.8 dan diaduk menggunakan vorteks. Kemudian sel bakteri sebanyak 7.5
µL diimobilisasi pada EPK yang telah dibuat sebelumnya dan ditutup
menggunakan membran dialisis dan kain nilon. Kedua sel bakteri diimobilisasi
pada EPK yang berbeda. Imobilisasi yang dilakukan bertujuan meningkatkan
kestabilan dalam pembacaan respon sinyal. Imobilisasi sel dengan adsorpsi
melibatkan interaksi reversibel antara enzim dan permukaan elektrode dengan
adanya interaksi secara hidrofobik (Bickerstaff 1997)
Sel bakteri yang telah diimobilisasi pada EPK dilakukan pengukuran pada
larutan bufer terlebih dahulu sebagai blanko. Setelah itu, EPK diukur pada larutan
bufer yang mengandung etanol 1% dan 5%. Pengukuran pada larutan bufer yang
mengandung etanol dilakukan menggunakan EPK yang berbeda untuk setiap
konsentrasi etanol yang berbeda. Penggunaan konsentrasi etanol 1% dan 5%
dalam pengukuran bertujuan mendeteksi etanol pada konsentrasi maksimum yang
diperbolehkan dalam kehalalan makanan dan kemampuan bakteri dalam
mendeteksi etanol pada konsentrasi yang lebih tinggi. Pengukuran arus pada dua
isolat dilakukan untuk melihat bakteri yang menghasilkan arus yang lebih baik
untuk biosensor etanol. Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran etanol
menggunakan bakteri dari media asetobakteria dan media heterotrof.
Gambar 3 Arus puncak oksidasi etanol bakteri dari jus apel pada konsentrasi
etanol 1% dan 5%
Gambar 3 menunjukkan bahwa bakteri media asetobakteria lebih baik dalam
mendeteksi etanol dibandingkan bakteri media heterotrof. Bakteri media
asetobakteria dapat mendeteksi etanol mencapai konsentrasi 5%. Hal tersebut
9
dapat dilihat dari arus puncak oksidasi yang dihasilkan. Arus puncak oksidasi
bakteri media asetobakteria pada etanol 5% lebih tinggi dibandingkan puncak
oksidasi pada etanol 1%, sedangkan arus puncak oksidasi bakteri media heterotrof
pada etanol 5% mengalami penurunan, sehingga arus puncak oksidasi pada etanol
5% lebih rendah dibandingkan puncak oksidasi pada etanol 1%. Arus puncak
oksidasi yang dihasilkan oleh bakteri media asetobakteria menghasilkan arus
puncak oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan arus puncak oksidasi media
heterotrof baik pada konsentrasi etanol 1% dan 5%, yaitu 3.6 µA dan 7.9 µA.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri pada media asetobakteria dapat
dikatakan lebih baik untuk digunakan sebagai biosensor etanol.
Hasil Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat bakteri media asetobakteria.
Isolat bakteri tersebut ditumbuhkan di media agar padat asetobakteria.
Penumbuhan bakteri pada media agar padat berfungsi sebagai peremajaan isolat
bakteri. Peremajaan bakteri tersebut bertujuan agar bakteri dalam keadaan baik
saat dilakukan pengukuran. Setelah bakteri ditumbuhkan di media agar padat,
bakteri diinokulasi ke dalam media cair sebanyak 1 ose dalam 10 mL untuk tahap
pertama. Isolat bakteri ditumbuhkan di media cair dalam dua tahap. Tahap
pertama penumbuhan bakteri pada media cair yang telah diinkubasi selama satu
malam berfungsi untuk memastikan bakteri tumbuh tanpa adanya kontaminasi.
Tahap kedua penumbuhan bakteri di media cair berfungsi agar bakteri yang
tumbuh memiliki absorbans sesuai dengan yang diinginkan, yaitu 0.250, 0.500,
dan 0.750. Perbedaan nilai absorbans dari bakteri yang dibuat berfungsi untuk
melihat nilai absorbans yang akan menghasilkan respon arus dan linearitas terbaik
dalam mendeteksi etanol. Nilai absorbans yang berbeda akan menghasilkan
jumlah sel yang berbeda. Semakin tinggi nilai absorbans yang dimiliki, jumlah sel
bakteri akan semakin tinggi (Lampiran 2).
Pengukuran
nilai
absorbans
dilakukan
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm. Setelah pengukuran
nilai absorbans dan telah didapatkan nilai absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750,
bakteri dapat dipanen. Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil 0.7 mL
kultur bakteri dan dimasukkan ke dalam ependorf. Pencucian dengan air akuades
steril dilakukan sebanyak 2 kali dengan cara pengadukan menggunakan vorteks.
Pencucian tersebut berfungsi untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang ada,
agar tidak menganggu pengukuran. Supernatan dan endapan dipisahkan dengan
menggunakan sentrifugasi. Setelah pencucian 2 kali dengan air akuades, endapan
disuspensikan menggunakan larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 sebanyak 0.7 mL.
Perlakuan tersebut dilakukan pada 3 konsentrasi yang akan dibuat.
Pengukuran Elektrokimia pada Berbagai Nilai Absorbans Bakteri dengan
Berbagai Variasi Konsentrasi Etanol
Pengukuran dilakukan pada ke-3 konsentrasi bakteri yang telah dilakukan
pembiakkan, dipanen, dan diproses hingga siap untuk biosensor etanol. Variasi
konsentrasi etanol yang digunakan adalah 0.01%, 0.05%, 0.1%, 0.2%, 0.5%,
0.8%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Etanol yang digunakan adalah etanol
10
PA dengan kemurnian 97%. Banyaknya etanol yang diambil dihitung dengan
rumus :
V1 × N1 = V2 × N2
Pembuatan etanol dengan berbagai variasi konsentrasi dilakukan dengan cara
melarutkan banyaknya etanol yang diambil dengan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 ke
dalam labu takar kemudian ditera. Bufer fosfat 50 mM pH 6.8 digunakan sebagai
pelarut disebabkan larutan bufer fosfat digunakan sebagai blanko.
Pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan larutan bufer fosfat 50
mM pH 6.8 pada awal pengukuran. Kemudian, pengukuran dilanjutkan dengan
menggunakan larutan bufer yang mengandung etanol 0.01%, 0.05%, 0.1%, 0.2%,
0.5%, 0.8%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Pengukuran tersebut dilakukan
untuk 3 konsentrasi bakteri yang berbeda, yaitu bakteri yang memiliki nilai
absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750. Arus yang terdeteksi semakin meningkat
dengan adanya peningkatan dari konsentrasi etanol (Lampiran 3)
0,00002
0,00001
I (A)
0,00000
-0,00001
-0,00002
-0,00003
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
E (V vs Ag/AgCl)
Gambar 4 Voltammogram bakteri Acetobacter dengan nilai absorbans 0.250 pada
— blanko serta konsentrasi etanol — 0.01% dan — 3%
Gambar 4 menunjukkan hasil biosensor etanol menggunakan bakteri dengan nilai
absorbans 0.250 pada larutan bufer, buffer+etanol 0.01%, dan bufer+etanol 3%.
Voltammogram tersebut memperlihatkan bahwa ada perbedaan arus puncak
oksidasi yang terukur antara ketiga larutan tersebut. Adanya penambahan
konsentrasi etanol pada larutan, menghasilkan puncak arus yang terus bertambah
tinggi. Respon arus yang dihasilkan oleh larutan bufer+etanol 0.01% dan 3%
sebesar 0.687 µA dan 4.633 µA. Peningkatan arus puncak oksidasi juga terjadi
pada bakteri dengan nilai absorbans 0.500 dan 0.750 (Lampiran 4).
11
Gambar 5 Respon arus puncak oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter dari jus
apel dengan konsentrasi etanol 0.01% dan 3.00%
Adanya perbedaan nilai absorbans bakteri yang digunakan, menghasilkan
respon arus yang berbeda untuk setiap pengukuran konsentrasi etanol yang sama.
Gambar 5 menunjukkan hasil pengukuran puncak arus oksidasi pada berbagai
nilai absorbans bakteri dengan konsentrasi etanol terendah dan tertinggi, yaitu
0.01% dan 3%. Bakteri dengan nilai absorbans 0.500 memiliki respon arus puncak
tertinggi, pada konsentrasi etanol 0.01% dan 3%. Arus oksidasi yang dimiliki,
yaitu 1.800 µA pada konsentrasi etanol 0.01% dan 5.609 µA pada konsentrasi
etanol 3%. Bakteri dengan nilai absorbans 0.250 memiliki arus oksidasi terendah,
yaitu 0.687 µA dan 4.633 µA pada konsentrasi etanol 0.01% dan 3%.
Gambar 6 Linearitas biosensor etanol dari bakteri dengan nilai absorbans 0.500
Gambar 6 menunjukkan arus yang dihasilkan oleh biosensor etanol dengan
berbagai variasi konsentrasi etanol pada bakteri dengan absorbans 0.500. Dilihat
dari kurva yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol
yang diukur, semakin tinggi respon arus puncak yang terbaca. Hasil pengukuran
respon arus tersebut, didapatkan nilai linearitas yang berbeda-beda untuk setiap
bakteri. Nilai linearitas yang didapatkan oleh bakteri dengan nilai absorbans 0.500
12
adalah nilai lineritas tertinggi dibandingkan nilai linearitas yang didapatkan oleh
bakteri dengan nilai absorbans 0.250 dan 0.750. Hal tersebut dapat dilihat dari
nilai R2 yang dihasilkan yaitu sebesar 0.957. Nilai linearitas pada bakteri dengan
nilai absorbans 0.250, merupakan nilai linearitas yang paling rendah dibandingkan
dengan yang lainnya (Lampiran 5). Adanya perbedaan respon arus puncak yang
dihasilkan pada konsentrasi etanol yang sama dan nilai lineritas yang didapatkan
pada bakteri dengan masing-masing nilai absorbansnya, menunjukkan bahwa
bakteri dengan nilai absorbans 0.500 merupakan bakteri yang lebih baik untuk
digunakan sebagai biosensor etanol dibandingkan dengan bakteri dengan nilai
absorbans 0.250 dan 0.750. Bakteri dengan nilai absorbans 0.250 kurang baik
untuk digunakan sebagai biosensor etanol.
Arus yang terbaca diakibatkan oleh adanya kerja enzim AOX yang
dihasilkan oleh bakteri yang akan mengoksidasi etanol menjadi asetaldehida.
Proton yang dilepaskan oleh etanol akan ditangkap oleh ferosena yang terdapat di
dalam elektrode pasta karbon. Proton-proton yang tertangkap akan terbaca sebagai
arus pada voltammogram.
Permukaan
elektrode
(Azevedo et al. 2005)
Gambar 7 Reaksi pada permukaan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena
yang terimobilisasi bakteri dari jus apel
Sel bakteri yang telah diimobilisasi pada EPK akan menghasilkan enzim AOX
yang dapat mengoksidasi alkohol rantai pendek seperti metanol, etanol, dan
propanol (Azevedo et al. 2005). Reaksi oksidasi etanol menjadi asetaldehida
dengan adanya bantuan enzim AOX akan terjadi dengan adanya pelepasan proton
oleh etanol dan penerimaan proton oleh koenzim FAD. Ferosena yang terdapat
dalam EPK akan mempercepat aliran elektron menuju permukaan elektrode.
Gambar 8 Linearitas etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
13
Pengukuran etanol juga dilakukan dengan metode spektrofotometer UVVis. Pengukuran etanol dengan metode spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk
membandingkan hasil pengukurunnya dengan metode voltammetri siklik.
Pengukuran etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis dilakukan
pada konsentrasi etanol yang sama, yaitu 0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.7%, 1%, 1.2%,
1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan
terlebih dahulu untuk didapatkan nilai panjang gelombang yang akan digunakan
untuk pengukuran selanjutnya (Lampiran 6). Nilai R2 yang didapatkan dengan
menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis sebesar 0.931. Nilai R2 tersebut
lebih kecil dibandingkan nilai R2 yang didapatkan dengan biosensor etanol. Nilai
linearitas yang didapatkan dari kedua metode menunjukkan bahwa kedua metode
tersebut cukup baik sebagai metode penentuan etanol dalam kehalalan makanan,
dimana penentuan konsentrasi etanol dalam kehalalan makanan sebesar 1%.
Pengukuran etanol dengan biosensor etanol yang memiliki nilai R2 lebih tinggi
dibandingkan pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan bahwa pengukuran etanol dengan biosensor etanol lebih baik
dibandingkan dengan spektrofotometer UV-Vis.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Biosensor etanol menggunakan Acetobacter secara efektif dapat mengukur
etanol pada batas kadar etanol dalam bahan pangan. Biosensor etanol ini lebih
baik dibandingkan dengan metode spektrofotometri disebabkan memiliki
sensitivitas dan konsistensi yang lebih tinggi.
Saran
Bakteri penghasil enzim AOX perlu dikembangkan lagi. Perlu dilakukan
pengukuran nilai absorbans setelah dilakukan pencucian. Perlu dilakukan uji
sensitivitas, uji selektivitas, dan uji stabilitas lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Azevedo AM, Prazeres DMF, Cabral JMS, Fonseca LP. 2005. Ethanol biosensors
based on alcohol oxidase. J of Biosen Bioelect. 21(2005):235-247.
Bean LS, Heng LY, Yamin BM, Ahmad M. 2006. Kajian penggunaan mediator
ferosena dalam membran polimer untuk kegunaan biosensor. Malay J of
Anal Sci. 10 (2):313-320.
Bickerstaff GF, editor. 1997. Immobilization of Enzymes and Cells. Scotland
(UK): Humana Press.
Byfield MP, Abuknesha RA. 1994. Biochemical aspects of biosensors. Biosens
Bioelectron. 9 (4):373-400.
14
Caturryanti D, Luwihana S, Tamaroh S. 2008. Pengaruh varietas apel dan
campuran bakteri asam asetat terhadap proses fermentasi cider. Agritech. 28
(2):70-75.
Chinnadayyala SR, Kakoti A, Santhosh M, Goswami P. 2013. A novel
amperometric alcohol biosensor developed in a 3rd generation bioelectrode
platform using peroxidase coupled ferrocene activated alcohol oxidase as
biorecognition system. Biosens Bioelectron. 22:120-126. doi: 10. 1016/j.
bios.2013.12.005.
Ferid H. 2015. Biosensor alkohol menggunakan bakteri Bacillus penghasil
alkohol dehidrogenase dengan metode elektrokimia [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ghani AA dan Ismail MS. 2010. Penentuan piawaian alkohol dalam makanan
yang dibenarkan dari perspektif islam. J Fiqh. 7 (2010):277-299.
Hasan, Aliah B, Purwakania. 2008. Pengaruh Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta
(ID): PT Rajagrafindo Persada.
Pardosi JL. 2009. Perbandingan metode kromatografi gas dan berat jenis pada
penetapan kadar etanol [skripsi]. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara.
Puranto P. 2010. Pengembangan instrumen pengkarakterisasi sensor elektrokimia
menggunakan metode voltammetri siklik. J Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi TELAAH. 28:20-28.
Santos AS, Freire RS, Kubota LT. 2003. Highly stable amperometric biosensor
for ethanol based on Meldola’s blue adsorbed on silica gel modified with
niobium oxide. J Electroanal Chem. 547:135-142.
Scholz F. 2010. Electroanalytical Methods Guide to Experiments and Applications
2nd. London (UK): Springer.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysisi 5th
Edition. Singapura (SG): Thompson Learning Inc.
Su L, Jia W, Hou C, Lei Y. 2010. Microbial biosensors: a review. Biosens
Bioelectron. 26 (2011):1788-1799.
Trivadila. 2006. Aktivitas glukosa dehidrogenase pada tiga isolat bakteri
indonesia terpilih yang diimobilisasi untuk pengembangan biosensor
glukosa darah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Zanon JP, Peres MFS, Gattas EAL. 2007. Colorimetric assay of etanol using
alcohol dehydrogenase from dry baker’s yeast. Enzyme Microb Tech. 40
(2007):466-470.
Zhang L, Xu Z, Sun X, Dong S. 2006. A novel alcohol dehydrogenase biosensor
based on solid-state electrogenerated chemilumescence by assembling
dehydrogenase to Ru(bpy)32+-Au nanoparticles aggregates. Biosens
Bioelectron. 22 (2007):1097-1100.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Bakteri penghasil enzim AOX dari jus apel
Isolasi bakteri
Acetobacter murni
Penumbuhan
Peremajaan
Pemanenan
Acetobacter penghasil enzim AOX baru
Penentuan kerapatan sel bakteri
Acetobacter dengan berbagai variasi
kerapatan sel
Pengukuran elektrokimia
EPK termodifikasi ferosena terbaik
Imobilisasi sel bakteri pada EPK
EPK terimobilisasi sel bakteri
Pengukuran etanol dengan berbagai
Variasi konsentrasi etanol
Biosensor alkohol menggunakan
Acetobacter
17
Lampiran 2 Jumlah sel bakteri pada pengukuran kerapatan
Absorbans
Jumlah Bakteri (sel/mL)
Jumlah bakteri yang diimobilisasi
(sel /7.5µL)
1.875 x 104
3.750 x 104
5.625 x 104
2.50 x 106
5.00 x 106
7.50 x 106
0.250
0.500
0.750
Lampiran 3 Respon arus dari bakteri dengan absorbans — 0.250 — 0.500 dan —
0.750
Lampiran 4 Voltammogram bakteri pada berbagai absorbans
0,000020
0,000015
0,000010
0,000005
I ( A)
0,000000
-0,000005
-0,000010
-0,000015
-0,000020
-0,000025
-0,000030
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
E (V vs Ag/AgCl)
(a)
0,8
1,0
18
0,000025
0,000020
0,000015
0,000010
0,000005
I (A)
0,000000
-0,000005
-0,000010
-0,000015
-0,000020
-0,000025
-0,000030
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
E (V vs Ag/AgCl)
(b)
Keterangan : Pengukuran pada — blanko serta konsentrasi etanol — 0.01% dan —
3% pada nilai absorbans bakteri 0.500 (a) dan 0.750 (b)
Lampiran 5 Linearitas dari bakteri dengan nilai absorbans 0.250 (a) dan 0.750 (b)
menggunakan metode voltammetri siklik
(a)
19
(b)
Lampiran 6 Panjang gelombang maksimum
λ : 210 nm
A : 0.825
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Agustus 1994. Penulis merupakan putri
kedua dari Eddi Djukarsa dan Euis Hidayati Sutisna. Tahun 2012 penulis lulus
dari SMAN 105 Jakarta. Pada tahun tersebut pula, penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi SNMPTN tulis.
Selama perkuliahan, mahasiswa aktif sebagai asisten praktikum Kimia B
Tingkat Persiapan Bersama 2014, asisten praktikum Kimia Polimer 2015, asisten
Praktikum Kimia Fisik 2016, dan Praktikum Kimia Organik 2016. Penulis juga
aktif sebagai pengajar mata kuliah kimia TPB di bimbingan belajar Gemilang
Excellent 2015. Penulis juga aktif sebagai pengajar privat mata pelajaran Kimia
SMA. Penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT Elnusa Petrofin
(Persero) Tbk dengan judul Formulasi Terbaik Pour Point Depressant (PPD) pada
Minyak Mentah.
Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh IMASIKA dan
BEM FMIPA selama menjadi mahasiswa, serta OMDA Jakarta Community
(J.Co).
PENGHASIL ENZIM ALKOHOL OKSIDASE DENGAN
METODE ELEKTROKIMIA
INDAH RATNASARI DJUKARSA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PERLIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biosensor Etanol
Menggunakan Bakteri Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan
Metode Elektrokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Indah Ratnasari Djukarsa
NIM G44120085
ABSTRAK
INDAH RATNASARI DJUKARSA. Biosensor Etanol Menggunakan Bakteri
Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan Metode Elektrokimia.
Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan NOVIK NURHIDAYAT.
Biosensor etanol dapat dibuat menggunakan bakteri penghasil enzim
alkohol oksidase (AOX). Bakteri dari jus apel diisolasi terlebih dahulu untuk
mendapatkan bakteri murni. Bakteri dibiakkan pada 2 jenis media agar-agar padat.
Bakteri pada media asetobakteria memiliki ketahanan pada larutan yang
mengandung etanol dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Bakteri yang tumbuh
pada media asetobakteria dibiakkan pada media agar-agar padat dan media cair
untuk diukur pada berbagai ragam konsentrasi etanol dari 0.01% sampai 3%
dengan nilai absorbans yang berbeda. Bakteri dengan nilai absorbans 0.500
memiliki puncak arus oksidasi tertinggi. Pengukuran etanol dibandingkan antara
metode voltammetri siklik dan metode spektrofotometri. Pengukuran Etanol yang
diukur dengan metode voltammetri siklik memiliki nilai R2 lebih tinggi
dibandingkan dengan metode spektrofotometri, yaitu sebesar 0.957. Metode
elektrokimia menggunakan voltammetri siklik lebih baik digunakan untuk
menentukan kehalalan pangan dibandingkan metode spektrofotometri.
Kata kunci: alkohol oksidase, bakteri, biosensor, elektrokimia, kehalalan
ABSTRACT
INDAH RATNASARI DJUKARSA. Ethanol Biosensor Using Bacteria
Acetobacter Producing Enzyme Alcohol Oxidase Using Electrochemical Method.
Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO and NOVIK NURHIDAYAT.
Ethanol biosensor can be fabricated using bacteria producing alcohol
oxidase (AOX). Bacteria from apple juice was isolated to obtain pure bacteria.
The bacteria was cultured in 2 solid agar media. Bacteria on the acetobacteria
media has a resistance in a solution containing ethanol with higher concentration.
Bacteria cultured on acetobacteria solid and liquid media was used for
measurements at various ethanol concentrations, at a range from 0.01% to 3%
with different absorbance value. Bacteria with absorbance of 0.500 have the
highest oxidation current peak. Measurement of ethanol was compared between
cyclic voltammetry method and spectrophotometric method. Measurement of
ethanol using cyclic voltammetry have higher R2 value than that of the
spectrophotometric method, which is 0.957. Electrochemical method using cyclic
voltammetric is better to be used for evaluating halal food compared with
spectrophotometric method.
Key words: alcohol oxidase, bacteria, biosensor, electrochemical, halalness
BIOSENSOR ETANOL MENGGUNAKAN BAKTERI Acetobacter
PENGHASIL ENZIM ALKOHOL OKSIDASE DENGAN
METODE ELEKTROKIMIA
INDAH RATNASARI DJUKARSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2016 ini
ialah biosensor, dengan judul Biosensor Etanol Menggunakan Bakteri
Acetobacter Penghasil Enzim Alkohol Oksidase dengan Metode Elektrokimia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Dyah Iswantini Pradono,
M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing I dan Dr Novik Nurhidayat selaku
pembimbing II. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan
LIPI (Bapak Ismail, Ibu Ai, Bapak Acun, dan Mbak Lusi) yang telah banyak
memberikan saran dan bantuan kepada penulis selama penelitian. Selain itu,
terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga Kimia Fisik dan keluarga besar
Kimia angkatan 49 yang telah memberikan semangat, masukan, dan dukungan
kepada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu, Ayah,
Kakak, dan Adik tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Indah Ratnasari Djukarsa
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan
2
Lingkup Penelitian
2
Pembuatan Media Agar Padat Tempat Penumbuhan Bakteri
2
Pembuatan Media Cair Tempat Penumbuhan Bakteri
3
Isolasi Bakteri
3
Pembuatan dan Pemilihan Komposisi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Ferosena Terbaik
3
Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
4
Penentuan Kerapatan Sel Bakteri
4
Pengukuran Elektrokimia dengan Variasi Konsentrasi Etanol
4
Pengukuran Etanol Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri
5
Komposisi Terbaik Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Ferosena
6
Pengukuran Isolat pada Media Asetobakteria dan Media Heterotrof
8
Hasil Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
9
Pengukuran Elektrokimia pada Berbagai Nilai Absorbans Bakteri dengan
Berbagai Variasi Konsentrasi Etanol
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil penumbuhan bakteri dari jus apel dengan kandungan etanol 1%
(Ap1), etanol 2% (Ap2), etanol 5% (Ap3), etanol 8% (Ap4)
2 Voltammogram siklik menggunakan larutan KCl 0.1 M dan larutan
K3[Fe(CN)6] EPK dengan komposisi 1:1:0.01, 1:1:0.05, 3:1:0.03,
3:1:0.15, 7:3:0.07, dan 7:3:0.3
3 Arus puncak oksidasi etanol bakteri dari jus apel pada konsentrasi etanol
1% dan 5%
4 Voltammogram bakteri Acetobacter dengan nilai absorbans 0.250 pada
blanko serta konsentrasi etanol 0.01% dan 3%
5 Respon arus puncak oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter dari jus apel
dengan konsentrasi etanol 0.01% dan 3.00%
6 Linearitas biosensor etanol dari bakteri dengan nilai absorbans 0.500
7 Reaksi pada permukaan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena
yang terimobilisasi bakteri dari jus apel
8 Linearitas etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
6
7
8
10
11
11
12
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Jumlah sel bakteri pada pengukuran kerapatan
3 Respon arus dari bakteri dengan absorbans 0.250, 0.500 dan 0.750
4 Voltammogram bakteri pada berbagai absorbans
5 Linearitas dari bakteri dengan nilai absorbans 0.250 (a) dan 0.750 (b)
menggunakan metode voltammetri siklik
6 Panjang gelombang maksimum
16
17
17
17
18
19
PENDAHULUAN
Alkohol telah banyak digunakan dalam dunia perdagangan. Alkohol yang
sering disebut dalam dunia perdagangan adalah etanol atau etil alkohol. Alkohol
memiliki sifat mudah terbakar, mudah menguap, tidak berwarna, memabukkan,
dan sedikit toksik (Ghani dan Ismail 2010). Etanol banyak digunakan untuk
proses produksi di beberapa industri, misalnya industri makanan dan minuman
(Santos et al. 2003). Etanol merupakan jenis alkohol yang bersifat racun. Pada
umumnya, konsumsi alkohol merusak semua organ tubuh, yaitu dapat
menyebabkan peradangan hati, pendarahan dalam perut, penyakit jantung,
berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh, serta berpengaruh terhadap otak
(Hasan et al. 2008).
Berdasarkan Fatwa MUI No. 4/2003, makanan dan minuman yang
mengandung etanol di bawah 1% sebagai hasil dari rekayasa fermentasi adalah
haram. Namun, banyak produk makanan dan minuman dengan campuran alkohol
yang beredar di pasaran dengan kadar alkohol yang tinggi. Penentuan kadar
alkohol dapat dilakukan dengan berbagai metode. Penentuan kadar alkohol dapat
dilakukan dengan metode kolometri (Zanon et al. 2007), kromatografi gas dan
bobot jenis (Pardosi 2009). Pengukuran terkait penentuan alkohol sudah banyak
dilakukan menggunakan uji electrogenerated chemiluminescence (ECL). Uji ECL
banyak digunakan disebabkan fleksibilitas yang tinggi dan pengaturan optik yang
sederhana. Penggunaan ECL dapat mendeteksi analit pada konsentrasi yang
rendah pada rentang linearitas yang luas dan memberikan sinyal latar belakang
yang rendah (Zhang et al. 2006). Uji ECL banyak menggunakan jenis enzim
murni. Enzim merupakan elemen hayati yang paling banyak digunakan dalam
pengukuran biosensor. Penggunaan enzim tersebut membutuhkan pemurnian
dengan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang lama (Byfield dan
Abuknesha 1994).
Penentuan kadar alkohol yang cepat dengan sensitivitas dan selektivitas
yang tinggi sangat penting di dalam industri makanan dan industri fermentasi
(Chinnadayyala et al. 2013). Oleh karena itu, dibutuhkan penentuan kadar alkohol
dalam makanan dan minuman yang lebih sensitif dan selektif. Metode biosensor
yang didasarkan atas alkohol dehidrogenase (ADH) atau alkohol oksidase (AOX)
telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Su et al. 2010).
Biosensor yang memanfaatkan mikrob penghasil enzim sebagai sensor untuk
mengukur kadar alkohol disebut sensor mikrob. Penggunaan materi hayati
(biomaterial) pada sensor mikrob menyebabkan sensor mikrob termasuk ke dalam
jenis biosensor. Keuntungan sensor mikrob dibandingkan dengan sensor enzim
adalah lebih tahan lama dan lebih murah disebabkan tidak diperlukan
pengisolasian dan pemurnian enzim aktif (Trivadila 2006).
Penggunaan mikrob seperti alga, bakteri, dan ragi merupakan cara lain yang
lebih baik dibandingkan dengan penggunaan enzim murni dalam pengukuran
alkohol. Penggunaan bakteri dalam biosensor disebabkan penggunaan bakteri
lebih mudah dibandingkan penggunaan enzim murni dalam penelitian yang telah
banyak dilakukan. Pembuatan biosensor menggunakan bakteri memberikan
kemudahan, yaitu bakteri dapat dihasilkan secara besar-besaran melalui kultur
selnya. Dibandingkan dengan sel yang berasal dari organisme yang lebih besar
2
seperti tanaman, hewan, dan manusia. Sel bakteri lebih mudah dimanipulasi dan
memiliki stabilitas yang lebih baik (Su et al. 2010). Penelitian mengenai biosensor
etanol menggunakan mikrob dengan metode voltammetri siklik salah satunya
yaitu menggunakan Bacillus telah dilakukan. Namun, hasil yang diperoleh belum
optimal disebabkan jumlah bakteri yang digunakan tidak diketahui dan berbeda
setiap pengukuran, sehingga untuk pengukuran etanol dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari 5% mengalami penurunan (Ferid 2015).
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian penentuan etanol menggunakan
bakteri dari jus apel untuk menghasilkan enzim AOX dilakukan dengan metode
voltammetri siklik. Media sensor pengukur alkohol yang digunakan pada metode
voltammetri siklik tersebut adalah elektrode pasta karbon (EPK). Elektrode pasta
karbon digunakan sebagai media imobilisasi bakteri. Penelitian ini bertujuan
mengembangkan biosensor etanol menggunakan bakteri Acetobacter dan
membandingkan pengukuran etanol menggunakan biosensor alkohol dengan
spektrofotometri.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf HVE
50 (Hariyama, Tokyo, Jepang), inkubator MIR-162 (Sanyo, Osaka, Jepang),
laminar HS-1304L (Airtech, Tokyo, Jepang), microwave, mikropipet P10 dan
P1000 (Gilson, Middleton, USA), pH meter HM-250 (TOA DKK, Yamagata,
Jepang), sentrifugasi, seperangkat alat E-Daq potensiostat dilengkapi Echem
v2.1.0 dengan sistem 3 elektrode, shaker waterbath, spektrofotometer Biospec
1601 (Shimadzu, Kyoto, Jepang). Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah jus apel, media asetobakteria dan heterotrof untuk pertumbuhan bakteri
(Sigma-Aldrich, St Louis, USA), ferosena, grafit, dietil eter, parafin cair, larutan
KCl, larutan K3[Fe(CN)6], bufer fosfat 50 mM pH 6.8, dan etanol 97% (Merck,
Darmstandt, Jerman).
Lingkup Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pembuatan media agar padat dan media cair
sebagai tempat penumbuhan bakteri, penumbuhan dan pemanenan bakteri,
pembuatan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena dengan variasi
komposisi, karakterisasi elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena, pemilihan
komposisi terbaik elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena, pengukuran
elektrokimia menggunakan enzim AOX yang dihasilkan oleh bakteri, dan
pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Lampiran 1).
Pembuatan Media Agar Padat Tempat Penumbuhan Bakteri
Pembuatan media agar padat untuk penumbuhan bakteri yang dibuat adalah
jenis media asetobakteria dan heterotrof. Pembuatan media asetobakteria padat
dilakukan dengan cara 0.5 g yeast extract, 0.3 g pepton, 2.5 g manitol, dan 1.5 g
3
bacto agar dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan
100 mL akuades. Pembuatan media heterotrof dilakukan dengan cara 1.5 g bacto
agar, 1.5 pepton, 0.3 g tripton, 0.5 g NaCl, dan 0.25 g K2HPO4 dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan 100 mL aquades. Bahan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam microwave sampai larut sempurna.
Setelah bahan tercampur sempurna, bagian mulut Erlenmeyer disumbat
menggunakan kapas yang terlapisi oleh alumunium foil dan kemudian di bagian
mulut labu Erlemeyer dibungkus dengan satu lembar kertas dan plastik. Setelah
itu, kedua bahan dimasukkan ke dalam autoklaf selama 90 menit dan dituangkan
ke dalam beberapa cawan petri yang sudah disterilkan dalam keadaan hangat.
Pembuatan Media Cair Tempat Penumbuhan Bakteri
Pembuatan media cair untuk penumbuhan bakteri yang dibuat adalah jenis
media asetobakteria. Pembuatan media asetobakteria cair dilakukan dengan cara
0.5 g yeast extract, 0.3 g pepton, dan 2.5 g manitol dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dengan 100 mL akuades. Bahan tersebut
diaduk hingga homogen kemudian bagian mulut Erlenmeyer disumbat
menggunakan kapas yang terlapisi oleh alumunium foil dan kemudian di bagian
mulut labu Erlemeyer dibungkus dengan satu lembar kertas dan plastik. Setelah
itu, bahan dimasukkan ke dalam autoklaf selama 90 menit.
Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri dilakukan dengan cara 2 mL jus apel yang mengandung
etanol 1%, etanol 2%, etanol 5%, dan etanol 8% dimasukkan ke dalam empat
ependorf yang berbeda-beda dan didiamkan selama 1 malam. Kemudian larutan
digoreskan menggunakan jarum ose yang sudah steril pada media agar padat yang
sudah disiapkan dengan metode penggoresan dan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 1 malam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat dipindahkan
ke dalam bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang mengandung etanol 8% sebanyak 1 ose
dan didiamkan selama 1 malam. Setelah itu, bakteri digoreskan pada media agar
padat.
Pembuatan dan Pemilihan Komposisi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Ferosena Terbaik
Sebanyak 3.5 mg ferosena dilarutkan dalam 1 mL dietil eter, kemudian 70
mg grafit ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Elektrode pasta karbon dibuat
dari 70 mg grafit termodifikasi mediator dan 30 mg parafin cair hingga berbentuk
pasta. Pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga padat.
Permukaan elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan kertas tissue atau kertas
minyak. Elektrode didiamkan selama 7─12 hari. Seluruh elektrode yang telah
dibuat dilakukan pencirian menggunakan larutan KCl dan larutan K3[Fe(CN)6].
EPK termodifikasi ferosena dibuat dengan 6 komposisi berbeda dari
grafit:parafin:ferosena, yaitu 70 mg grafit, 30 mg parafin cair, 0.7 mg ferosena
(7:3:0.07); 70 mg grafit, 30 mg parafin cair, 3.5 mg ferosena (7:3:0.35); 30 mg
grafit, 10 mg parafin cair, 0.3 mg ferosena (3:1:0.03); 30 mg grafit, 10 mg parafin
4
cair, 1.5 mg ferosena (3:1:0.15); 100 mg grafit, 100 µL parafin cair, 1 mg ferosena
(1:1:0.01); 100 mg grafit, 100 µL parafin cair, 5 mg ferosena (1:1:0.05).
Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
Penumbuhan bakteri dilakukan dengan menggunakan jarum ose steril yang
dimasukkan ke dalam isolat bakteri yang telah dibuat sebelumnya dan ditanamkan
pada media agar padat dengan metode penggoresan. Rongga yang terdapat pada
cawan petri tempat penumbuhan bakteri ditutup menggunakan plastik wrap agar
tidak terjadi kontaminasi. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu
37 oC selama satu malam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat
dipindahkan ke media cair sebanyak satu ose dan didiamkan selama satu malam
dalam shaker waterbath pada suhu 37 oC dan dengan kecepatan 90 rpm. Bakteri
yang telah dibiakkan pada media cair selama satu malam tersebut kemudian
dipindahkan ke media cair yang baru dan diinkubasi dalam shaker waterbath pada
suhu 37 oC dan dengan kecepatan 90 rpm selama 3─4 jam. Seluruh perlakuan
dilakukan di dalam laminar dan di depan pembakar spirtus yang menyala agar
dalam keadaan steril.
Bakteri yang telah dibiakkan selama 3─4 jam, dilakukan penentuan
absorbans dari OD600. Bakteri yang dipanen dibuat dalam 3 konsentrasi yaitu
bakteri dengan nilai absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750. Bakteri dengan masingmasing konsentrasi dimasukkan ke dalam ependorf yang berbeda-beda dan
dilakukan pemisahan antara supernatan dan endapan dengan cara sentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm dan pada suhu 4 oC. Kemudian
endapan yang terbentuk dipisahkan dari supernatan kemudian dicuci dengan air
akuades steril menggunakan vorteks dan dipisahkan kembali. Pencucian dengan
akuades steril dilakukan sebanyak 2 kali. Endapan disuspensikan dengan larutan
bufer fosfat 50 mM pH 6.8 sebanyak 0.7 mL.
Penentuan Kerapatan Sel Bakteri
Kultur bakteri pada media cair diukur absorbansnya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Terdapat 2 kuvet pada spektrofotometer UV-Vis.
Kuvet pertama diisi dengan media cair yang ditempatkan di bagian belakang dan
kuvet kedua diisi dengan kultur bakteri dan disimpan di bagian depan.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm. Jumlah sel dapat
dihitung tiap mL dari nilai absorbans hasil pengukuran. Nilai absorbans dari 0.1
setara dengan 1─2 × 106 sel mL-1. Jumlah sel ini selalu ditentukan sebelum
digunakan.
Pengukuran Elektrokimia dengan Variasi Konsentrasi Etanol
Pengukuran elektrokimia menggunakan alat potensiostat/galvanostat eDAQ
dan komputer beserta perangkat lunak pengolahan data Echem v2.1.0. Elektrode
yang digunakan yaitu elektrode Ag/AgCl, platina, dan elektrode pasta karbon.
Elektrode tersebut digunakan sebagai elektrode pembanding, elektrode pembantu,
dan elektrode kerja. Parameter pengukuran diatur sebagai berikut:
Mode
: Cyclic
5
EInitial
: 0 mV
EFinal
: 0 mV
Rate
: 200 mV/s
Step W
: 20 ms
EUpper
: 1000 mV
ELower
: -200 mV
Sebanyak 5 mL larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 dimasukkan ke dalam
vial (wadah penampung larutan) dan puncak arus anode yang terbentuk diamati
sebagai blanko. Bakteri yang telah diseleksi kemudian dibiakkan lebih banyak
untuk analisis lebih lanjut. Pembiakan bakteri menggunakan metode yang sama
seperti pembiakan sebelumnya. Variasi konsentrasi etanol yang dipilih adalah
0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.5%, 0.7%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%.
Pengukuran elektrokimia dilakukan pada bakteri yang telah diseleksi dan pada
keseluruhan konsentrasi etanol tersebut.
Pengukuran Etanol Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis diawali dengan
metode scanning untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dari etanol.
Terdapat 2 kuvet pada spektrofotometer UV-Vis. Kuvet pertama diisi dengan
larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang disimpan di bagian belakang, dan kuvet
yang kedua diisi dengan etanol murni 97% dan disimpan di bagian depan. Panjang
gelombang maksimum yang sudah didapatkan kemudian dilakukan pengukuran
secara fotometer. Pengukuran secara fotometer ini dimulai dari konsentrasi etanol
yang paling rendah ke konsentrasi etanol yang paling tinggi. Konsentrasi etanol
yang digunakan yaitu 0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.7%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan
3%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri
Isolasi bakteri dilakukan dengan menggunakan jus apel yang sudah
didiamkan selama satu malam. Isolasi bakteri dari jus apel dilakukan untuk
mendapatkan bakteri penghasil enzim AOX yang akan digunakan untuk biosensor
etanol. Jus apel diketahui mengandung bakteri penghasil enzim AOX seperti
Acetobacter. Acetobacter dapat tumbuh pada jus apel disebabkan komponen gula
dan asam yang terkandung dalam jus apel merupakan media pertumbuhannya
(Caturryanti et al. 2008). Isolasi bakteri bertujuan mendapatkan isolat bakteri
Acetobacter murni atau tidak terkontaminasi, sehingga isolat bakteri tersebut
dapat digunakan sebagai kultur bakteri yang akan digunakan untuk biosensor
etanol. Isolat bakteri murni yang dibuat betujuan agar pengukuran yang dilakukan
hanya menggunakan satu jenis bakteri dari jus apel. Isolasi bakteri dilakukan
dengan memindahkan koloni bakteri yang tumbuh pada media agar padat Brain
Heart Infusion (BHI) ke dalam bufer fosfat 50 mM pH 6.8 yang mengandung
etanol 8%. Pemindahan bakteri ke dalam bufer dengan konsentrasi etanol 8%
6
bertujuan memastikan bakteri dapat bertahan hidup pada sebuah larutan yang
mengandung konsentrasi etanol cukup tinggi.
Gambar 1 Hasil penumbuhan bakteri dari jus apel dengan kandungan etanol 1%
(Ap1), etanol 2% (Ap2), etanol 5% (Ap3), etanol 8% (Ap4)
Gambar 1 menunjukkan isolat bakteri pada media BHI dengan metode
penggoresan yang telah diinkubasi selama satu malam pada suhu 37 oC. Hasil
penumbuhan bakteri tersebut menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dari
larutan jus dan etanol mencapai konsentrasi 8%. Koloni bakteri yang diambil
yaitu koloni yang berasal dari goresan larutan jus apel yang mengandung etanol
8%. Bufer fosfat dengan etanol 8% yang telah mengandung bakteri didiamkan
selama satu malam. Kemudian larutan digoreskan ke dalam dua jenis media agar
padat, yaitu media asetobakteria dan media heterotrof. Penumbuhan pada dua
media agar padat tersebut bertujuan membandingkan isolat bakteri dalam
menghasilkan respon arus pada biosensor etanol.
Komposisi Terbaik Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Ferosena
Elektrode pasta karbon yang telah dibuat dengan 6 komposisi berbeda dari
grafit:parafin:ferosena, yaitu (7:3:0.07); (7:3:0.35); (3:1:0.03); (3:1:0.15);
(1:1:0.01); dan (1:1:0.05) dilakukan pencirian menggunakan larutan KCl dan
K3[Fe(CN)6]. Elektrode pasta karbon dilakukan modifikasi dengan adanya
penambahan ferosena. Ferosena bertindak sebagai mediator yang akan
meningkatkan arus yang dihasilkan dengan cara meningkatkan pemindahan
elektron pada saat reaksi redoks terjadi dan meningkatkan keselektifan (Bean et
al. 2006). Pencirian EPK termodifikasi ferosena dengan berbagai komposisi
dilakukan untuk melihat komposisi terbaik dalam menghasilkan puncak oksidasi
dan puncak reduksi. Karakterisasi dilakukan pada rentang potensial -1200─1500
mV. Metode yang digunakan untuk karakterisasi elektrode adalah metode
voltammetri siklik. Voltammetri siklik merupakan metode yang digunakan untuk
mempelajari sifat elektrokimia dari spesi yang diamati. Arus pada voltammetri
siklik diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir
dan kembali lagi ke potensial awal atau disebut juga penyapuan dapat dibalik
kembali setelah reaksi berlangsung (Scholz 2010).
Selama proses pengukuran, konsentrasi analit tidak berubah disebabkan
hanya sebagian kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektrode kerja diubah
selama pengukuran dan arus yang dihasilkan dialirkan terhadap potensial yang
7
diberikan pada elektrode kerja. Arus yang diukur pada analisis voltammetri terjadi
akibat adanya reaksi oksidasi-reduksi pada permukaan elektrode (Skoog et al.
1998). Pengukuran dengan voltammetri siklik dilakukan dengan menerapkan
suatu potensial ke dalam sel elektrokimia, kemudian respon arus yang dihasilkan
dari proses reaksi redoks diukur. Respon arus diukur pada daerah potensial yang
telah ditentukan. Kurva arus terhadap potensial yang dihasilkan disebut
voltammogram (Puranto 2010).
Pencirian elektrode dengan larutan KCl 0.1 M berfungsi untuk melihat EPK
yang dihasilkan baik atau tidak yang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya
puncak oksidasi dan reduksi, selanjutnya elektrode dilakukan pencirian
menggunakan larutan K3[Fe(CN)6] yang berfungsi untuk memastikan EPK dapat
menghasilkan puncak oksidasi dan puncak reduksi dengan adanya reaksi redoks.
Puncak oksidasi yang dihasilkan dari pencirian menggunakan larutan K3[Fe(CN)6]
berasal dari oksidasi larutan [Fe(CN)6]4- menjadi [Fe(CN)6]3- dan puncak reduksi
yang dihasilkan berasal dari reduksi larutan [Fe(CN)6]3- menjadi [Fe(CN)6]4-.
Elektrode dengan berbagai komposisi yang telah dilakukan pencirian
menghasilkan puncak oksidasi dan puncak reduksi yang berbeda. Gambar 2
menunjukkan elektrode dengan komposisi 7:3:0.35 yang menghasilkan puncak
oksidasi dan puncak reduksi lebih tinggi dibandingkan elektrode dengan
komposisi lainnya, yaitu sebesar 2.62 × 10-4 A dan 4.41 × 10-4. Hal tersebut
menunjukkan bahwa elektrode dengan komposisi 7:3:0.35 memiliki kinerja yang
lebih baik dan dapat digunakan untuk pengukuran selanjutnya.
0,0004
-4
I (A)
0,0002
2.62 × 10 A
0,0000
-0,0002
-4
-0,0004
-1,5
-4.41 × 10 A
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
E (V vs Ag/AgCl)
Gambar 2 Voltammogram siklik menggunakan — larutan KCl 0.1 M dan larutan
K3[Fe(CN)6] EPK dengan komposisi —1:1:0.01 —1:1:0.05 —3:1:0.03
—3:1:0.15 —7:3:0.07 —7:3:0.3
8
Pengukuran Isolat pada Media Asetobakteria dan Media Heterotrof
Dua isolat bakteri yang telah dibuat sebelumnya dilakukan pengukuran arus.
Pengukuran dilakukan dengan metode voltammetri siklik menggunakan
seperangkat alat potensiostat eDAQ dan komputer beserta perangkat lunak
pengolah data Echem v2.1.0. Pengukuran dengan metode voltammetri siklik
menggunakan tiga elektrode, yaitu EPK sebagai elektrode kerja, Ag/AgCl sebagai
elektrode pembanding, dan Pt sebagai elektrode pembantu. Bakteri dari kedua
isolat yang akan diukur, diinokulasi terlebih dahulu ke dalam 1 mL bufer fosfat 50
mM pH 6.8 dan diaduk menggunakan vorteks. Kemudian sel bakteri sebanyak 7.5
µL diimobilisasi pada EPK yang telah dibuat sebelumnya dan ditutup
menggunakan membran dialisis dan kain nilon. Kedua sel bakteri diimobilisasi
pada EPK yang berbeda. Imobilisasi yang dilakukan bertujuan meningkatkan
kestabilan dalam pembacaan respon sinyal. Imobilisasi sel dengan adsorpsi
melibatkan interaksi reversibel antara enzim dan permukaan elektrode dengan
adanya interaksi secara hidrofobik (Bickerstaff 1997)
Sel bakteri yang telah diimobilisasi pada EPK dilakukan pengukuran pada
larutan bufer terlebih dahulu sebagai blanko. Setelah itu, EPK diukur pada larutan
bufer yang mengandung etanol 1% dan 5%. Pengukuran pada larutan bufer yang
mengandung etanol dilakukan menggunakan EPK yang berbeda untuk setiap
konsentrasi etanol yang berbeda. Penggunaan konsentrasi etanol 1% dan 5%
dalam pengukuran bertujuan mendeteksi etanol pada konsentrasi maksimum yang
diperbolehkan dalam kehalalan makanan dan kemampuan bakteri dalam
mendeteksi etanol pada konsentrasi yang lebih tinggi. Pengukuran arus pada dua
isolat dilakukan untuk melihat bakteri yang menghasilkan arus yang lebih baik
untuk biosensor etanol. Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran etanol
menggunakan bakteri dari media asetobakteria dan media heterotrof.
Gambar 3 Arus puncak oksidasi etanol bakteri dari jus apel pada konsentrasi
etanol 1% dan 5%
Gambar 3 menunjukkan bahwa bakteri media asetobakteria lebih baik dalam
mendeteksi etanol dibandingkan bakteri media heterotrof. Bakteri media
asetobakteria dapat mendeteksi etanol mencapai konsentrasi 5%. Hal tersebut
9
dapat dilihat dari arus puncak oksidasi yang dihasilkan. Arus puncak oksidasi
bakteri media asetobakteria pada etanol 5% lebih tinggi dibandingkan puncak
oksidasi pada etanol 1%, sedangkan arus puncak oksidasi bakteri media heterotrof
pada etanol 5% mengalami penurunan, sehingga arus puncak oksidasi pada etanol
5% lebih rendah dibandingkan puncak oksidasi pada etanol 1%. Arus puncak
oksidasi yang dihasilkan oleh bakteri media asetobakteria menghasilkan arus
puncak oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan arus puncak oksidasi media
heterotrof baik pada konsentrasi etanol 1% dan 5%, yaitu 3.6 µA dan 7.9 µA.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri pada media asetobakteria dapat
dikatakan lebih baik untuk digunakan sebagai biosensor etanol.
Hasil Penumbuhan dan Pemanenan Bakteri
Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat bakteri media asetobakteria.
Isolat bakteri tersebut ditumbuhkan di media agar padat asetobakteria.
Penumbuhan bakteri pada media agar padat berfungsi sebagai peremajaan isolat
bakteri. Peremajaan bakteri tersebut bertujuan agar bakteri dalam keadaan baik
saat dilakukan pengukuran. Setelah bakteri ditumbuhkan di media agar padat,
bakteri diinokulasi ke dalam media cair sebanyak 1 ose dalam 10 mL untuk tahap
pertama. Isolat bakteri ditumbuhkan di media cair dalam dua tahap. Tahap
pertama penumbuhan bakteri pada media cair yang telah diinkubasi selama satu
malam berfungsi untuk memastikan bakteri tumbuh tanpa adanya kontaminasi.
Tahap kedua penumbuhan bakteri di media cair berfungsi agar bakteri yang
tumbuh memiliki absorbans sesuai dengan yang diinginkan, yaitu 0.250, 0.500,
dan 0.750. Perbedaan nilai absorbans dari bakteri yang dibuat berfungsi untuk
melihat nilai absorbans yang akan menghasilkan respon arus dan linearitas terbaik
dalam mendeteksi etanol. Nilai absorbans yang berbeda akan menghasilkan
jumlah sel yang berbeda. Semakin tinggi nilai absorbans yang dimiliki, jumlah sel
bakteri akan semakin tinggi (Lampiran 2).
Pengukuran
nilai
absorbans
dilakukan
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm. Setelah pengukuran
nilai absorbans dan telah didapatkan nilai absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750,
bakteri dapat dipanen. Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil 0.7 mL
kultur bakteri dan dimasukkan ke dalam ependorf. Pencucian dengan air akuades
steril dilakukan sebanyak 2 kali dengan cara pengadukan menggunakan vorteks.
Pencucian tersebut berfungsi untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang ada,
agar tidak menganggu pengukuran. Supernatan dan endapan dipisahkan dengan
menggunakan sentrifugasi. Setelah pencucian 2 kali dengan air akuades, endapan
disuspensikan menggunakan larutan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 sebanyak 0.7 mL.
Perlakuan tersebut dilakukan pada 3 konsentrasi yang akan dibuat.
Pengukuran Elektrokimia pada Berbagai Nilai Absorbans Bakteri dengan
Berbagai Variasi Konsentrasi Etanol
Pengukuran dilakukan pada ke-3 konsentrasi bakteri yang telah dilakukan
pembiakkan, dipanen, dan diproses hingga siap untuk biosensor etanol. Variasi
konsentrasi etanol yang digunakan adalah 0.01%, 0.05%, 0.1%, 0.2%, 0.5%,
0.8%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Etanol yang digunakan adalah etanol
10
PA dengan kemurnian 97%. Banyaknya etanol yang diambil dihitung dengan
rumus :
V1 × N1 = V2 × N2
Pembuatan etanol dengan berbagai variasi konsentrasi dilakukan dengan cara
melarutkan banyaknya etanol yang diambil dengan bufer fosfat 50 mM pH 6.8 ke
dalam labu takar kemudian ditera. Bufer fosfat 50 mM pH 6.8 digunakan sebagai
pelarut disebabkan larutan bufer fosfat digunakan sebagai blanko.
Pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan larutan bufer fosfat 50
mM pH 6.8 pada awal pengukuran. Kemudian, pengukuran dilanjutkan dengan
menggunakan larutan bufer yang mengandung etanol 0.01%, 0.05%, 0.1%, 0.2%,
0.5%, 0.8%, 1%, 1.2%, 1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Pengukuran tersebut dilakukan
untuk 3 konsentrasi bakteri yang berbeda, yaitu bakteri yang memiliki nilai
absorbans 0.250, 0.500, dan 0.750. Arus yang terdeteksi semakin meningkat
dengan adanya peningkatan dari konsentrasi etanol (Lampiran 3)
0,00002
0,00001
I (A)
0,00000
-0,00001
-0,00002
-0,00003
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
E (V vs Ag/AgCl)
Gambar 4 Voltammogram bakteri Acetobacter dengan nilai absorbans 0.250 pada
— blanko serta konsentrasi etanol — 0.01% dan — 3%
Gambar 4 menunjukkan hasil biosensor etanol menggunakan bakteri dengan nilai
absorbans 0.250 pada larutan bufer, buffer+etanol 0.01%, dan bufer+etanol 3%.
Voltammogram tersebut memperlihatkan bahwa ada perbedaan arus puncak
oksidasi yang terukur antara ketiga larutan tersebut. Adanya penambahan
konsentrasi etanol pada larutan, menghasilkan puncak arus yang terus bertambah
tinggi. Respon arus yang dihasilkan oleh larutan bufer+etanol 0.01% dan 3%
sebesar 0.687 µA dan 4.633 µA. Peningkatan arus puncak oksidasi juga terjadi
pada bakteri dengan nilai absorbans 0.500 dan 0.750 (Lampiran 4).
11
Gambar 5 Respon arus puncak oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter dari jus
apel dengan konsentrasi etanol 0.01% dan 3.00%
Adanya perbedaan nilai absorbans bakteri yang digunakan, menghasilkan
respon arus yang berbeda untuk setiap pengukuran konsentrasi etanol yang sama.
Gambar 5 menunjukkan hasil pengukuran puncak arus oksidasi pada berbagai
nilai absorbans bakteri dengan konsentrasi etanol terendah dan tertinggi, yaitu
0.01% dan 3%. Bakteri dengan nilai absorbans 0.500 memiliki respon arus puncak
tertinggi, pada konsentrasi etanol 0.01% dan 3%. Arus oksidasi yang dimiliki,
yaitu 1.800 µA pada konsentrasi etanol 0.01% dan 5.609 µA pada konsentrasi
etanol 3%. Bakteri dengan nilai absorbans 0.250 memiliki arus oksidasi terendah,
yaitu 0.687 µA dan 4.633 µA pada konsentrasi etanol 0.01% dan 3%.
Gambar 6 Linearitas biosensor etanol dari bakteri dengan nilai absorbans 0.500
Gambar 6 menunjukkan arus yang dihasilkan oleh biosensor etanol dengan
berbagai variasi konsentrasi etanol pada bakteri dengan absorbans 0.500. Dilihat
dari kurva yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol
yang diukur, semakin tinggi respon arus puncak yang terbaca. Hasil pengukuran
respon arus tersebut, didapatkan nilai linearitas yang berbeda-beda untuk setiap
bakteri. Nilai linearitas yang didapatkan oleh bakteri dengan nilai absorbans 0.500
12
adalah nilai lineritas tertinggi dibandingkan nilai linearitas yang didapatkan oleh
bakteri dengan nilai absorbans 0.250 dan 0.750. Hal tersebut dapat dilihat dari
nilai R2 yang dihasilkan yaitu sebesar 0.957. Nilai linearitas pada bakteri dengan
nilai absorbans 0.250, merupakan nilai linearitas yang paling rendah dibandingkan
dengan yang lainnya (Lampiran 5). Adanya perbedaan respon arus puncak yang
dihasilkan pada konsentrasi etanol yang sama dan nilai lineritas yang didapatkan
pada bakteri dengan masing-masing nilai absorbansnya, menunjukkan bahwa
bakteri dengan nilai absorbans 0.500 merupakan bakteri yang lebih baik untuk
digunakan sebagai biosensor etanol dibandingkan dengan bakteri dengan nilai
absorbans 0.250 dan 0.750. Bakteri dengan nilai absorbans 0.250 kurang baik
untuk digunakan sebagai biosensor etanol.
Arus yang terbaca diakibatkan oleh adanya kerja enzim AOX yang
dihasilkan oleh bakteri yang akan mengoksidasi etanol menjadi asetaldehida.
Proton yang dilepaskan oleh etanol akan ditangkap oleh ferosena yang terdapat di
dalam elektrode pasta karbon. Proton-proton yang tertangkap akan terbaca sebagai
arus pada voltammogram.
Permukaan
elektrode
(Azevedo et al. 2005)
Gambar 7 Reaksi pada permukaan elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena
yang terimobilisasi bakteri dari jus apel
Sel bakteri yang telah diimobilisasi pada EPK akan menghasilkan enzim AOX
yang dapat mengoksidasi alkohol rantai pendek seperti metanol, etanol, dan
propanol (Azevedo et al. 2005). Reaksi oksidasi etanol menjadi asetaldehida
dengan adanya bantuan enzim AOX akan terjadi dengan adanya pelepasan proton
oleh etanol dan penerimaan proton oleh koenzim FAD. Ferosena yang terdapat
dalam EPK akan mempercepat aliran elektron menuju permukaan elektrode.
Gambar 8 Linearitas etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
13
Pengukuran etanol juga dilakukan dengan metode spektrofotometer UVVis. Pengukuran etanol dengan metode spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk
membandingkan hasil pengukurunnya dengan metode voltammetri siklik.
Pengukuran etanol menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis dilakukan
pada konsentrasi etanol yang sama, yaitu 0.01%, 0.02%, 0.1%, 0.7%, 1%, 1.2%,
1.5%, 2%, 2.5%, dan 3%. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan
terlebih dahulu untuk didapatkan nilai panjang gelombang yang akan digunakan
untuk pengukuran selanjutnya (Lampiran 6). Nilai R2 yang didapatkan dengan
menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis sebesar 0.931. Nilai R2 tersebut
lebih kecil dibandingkan nilai R2 yang didapatkan dengan biosensor etanol. Nilai
linearitas yang didapatkan dari kedua metode menunjukkan bahwa kedua metode
tersebut cukup baik sebagai metode penentuan etanol dalam kehalalan makanan,
dimana penentuan konsentrasi etanol dalam kehalalan makanan sebesar 1%.
Pengukuran etanol dengan biosensor etanol yang memiliki nilai R2 lebih tinggi
dibandingkan pengukuran etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan bahwa pengukuran etanol dengan biosensor etanol lebih baik
dibandingkan dengan spektrofotometer UV-Vis.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Biosensor etanol menggunakan Acetobacter secara efektif dapat mengukur
etanol pada batas kadar etanol dalam bahan pangan. Biosensor etanol ini lebih
baik dibandingkan dengan metode spektrofotometri disebabkan memiliki
sensitivitas dan konsistensi yang lebih tinggi.
Saran
Bakteri penghasil enzim AOX perlu dikembangkan lagi. Perlu dilakukan
pengukuran nilai absorbans setelah dilakukan pencucian. Perlu dilakukan uji
sensitivitas, uji selektivitas, dan uji stabilitas lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Azevedo AM, Prazeres DMF, Cabral JMS, Fonseca LP. 2005. Ethanol biosensors
based on alcohol oxidase. J of Biosen Bioelect. 21(2005):235-247.
Bean LS, Heng LY, Yamin BM, Ahmad M. 2006. Kajian penggunaan mediator
ferosena dalam membran polimer untuk kegunaan biosensor. Malay J of
Anal Sci. 10 (2):313-320.
Bickerstaff GF, editor. 1997. Immobilization of Enzymes and Cells. Scotland
(UK): Humana Press.
Byfield MP, Abuknesha RA. 1994. Biochemical aspects of biosensors. Biosens
Bioelectron. 9 (4):373-400.
14
Caturryanti D, Luwihana S, Tamaroh S. 2008. Pengaruh varietas apel dan
campuran bakteri asam asetat terhadap proses fermentasi cider. Agritech. 28
(2):70-75.
Chinnadayyala SR, Kakoti A, Santhosh M, Goswami P. 2013. A novel
amperometric alcohol biosensor developed in a 3rd generation bioelectrode
platform using peroxidase coupled ferrocene activated alcohol oxidase as
biorecognition system. Biosens Bioelectron. 22:120-126. doi: 10. 1016/j.
bios.2013.12.005.
Ferid H. 2015. Biosensor alkohol menggunakan bakteri Bacillus penghasil
alkohol dehidrogenase dengan metode elektrokimia [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ghani AA dan Ismail MS. 2010. Penentuan piawaian alkohol dalam makanan
yang dibenarkan dari perspektif islam. J Fiqh. 7 (2010):277-299.
Hasan, Aliah B, Purwakania. 2008. Pengaruh Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta
(ID): PT Rajagrafindo Persada.
Pardosi JL. 2009. Perbandingan metode kromatografi gas dan berat jenis pada
penetapan kadar etanol [skripsi]. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara.
Puranto P. 2010. Pengembangan instrumen pengkarakterisasi sensor elektrokimia
menggunakan metode voltammetri siklik. J Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi TELAAH. 28:20-28.
Santos AS, Freire RS, Kubota LT. 2003. Highly stable amperometric biosensor
for ethanol based on Meldola’s blue adsorbed on silica gel modified with
niobium oxide. J Electroanal Chem. 547:135-142.
Scholz F. 2010. Electroanalytical Methods Guide to Experiments and Applications
2nd. London (UK): Springer.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysisi 5th
Edition. Singapura (SG): Thompson Learning Inc.
Su L, Jia W, Hou C, Lei Y. 2010. Microbial biosensors: a review. Biosens
Bioelectron. 26 (2011):1788-1799.
Trivadila. 2006. Aktivitas glukosa dehidrogenase pada tiga isolat bakteri
indonesia terpilih yang diimobilisasi untuk pengembangan biosensor
glukosa darah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Zanon JP, Peres MFS, Gattas EAL. 2007. Colorimetric assay of etanol using
alcohol dehydrogenase from dry baker’s yeast. Enzyme Microb Tech. 40
(2007):466-470.
Zhang L, Xu Z, Sun X, Dong S. 2006. A novel alcohol dehydrogenase biosensor
based on solid-state electrogenerated chemilumescence by assembling
dehydrogenase to Ru(bpy)32+-Au nanoparticles aggregates. Biosens
Bioelectron. 22 (2007):1097-1100.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Bakteri penghasil enzim AOX dari jus apel
Isolasi bakteri
Acetobacter murni
Penumbuhan
Peremajaan
Pemanenan
Acetobacter penghasil enzim AOX baru
Penentuan kerapatan sel bakteri
Acetobacter dengan berbagai variasi
kerapatan sel
Pengukuran elektrokimia
EPK termodifikasi ferosena terbaik
Imobilisasi sel bakteri pada EPK
EPK terimobilisasi sel bakteri
Pengukuran etanol dengan berbagai
Variasi konsentrasi etanol
Biosensor alkohol menggunakan
Acetobacter
17
Lampiran 2 Jumlah sel bakteri pada pengukuran kerapatan
Absorbans
Jumlah Bakteri (sel/mL)
Jumlah bakteri yang diimobilisasi
(sel /7.5µL)
1.875 x 104
3.750 x 104
5.625 x 104
2.50 x 106
5.00 x 106
7.50 x 106
0.250
0.500
0.750
Lampiran 3 Respon arus dari bakteri dengan absorbans — 0.250 — 0.500 dan —
0.750
Lampiran 4 Voltammogram bakteri pada berbagai absorbans
0,000020
0,000015
0,000010
0,000005
I ( A)
0,000000
-0,000005
-0,000010
-0,000015
-0,000020
-0,000025
-0,000030
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
E (V vs Ag/AgCl)
(a)
0,8
1,0
18
0,000025
0,000020
0,000015
0,000010
0,000005
I (A)
0,000000
-0,000005
-0,000010
-0,000015
-0,000020
-0,000025
-0,000030
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
E (V vs Ag/AgCl)
(b)
Keterangan : Pengukuran pada — blanko serta konsentrasi etanol — 0.01% dan —
3% pada nilai absorbans bakteri 0.500 (a) dan 0.750 (b)
Lampiran 5 Linearitas dari bakteri dengan nilai absorbans 0.250 (a) dan 0.750 (b)
menggunakan metode voltammetri siklik
(a)
19
(b)
Lampiran 6 Panjang gelombang maksimum
λ : 210 nm
A : 0.825
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Agustus 1994. Penulis merupakan putri
kedua dari Eddi Djukarsa dan Euis Hidayati Sutisna. Tahun 2012 penulis lulus
dari SMAN 105 Jakarta. Pada tahun tersebut pula, penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi SNMPTN tulis.
Selama perkuliahan, mahasiswa aktif sebagai asisten praktikum Kimia B
Tingkat Persiapan Bersama 2014, asisten praktikum Kimia Polimer 2015, asisten
Praktikum Kimia Fisik 2016, dan Praktikum Kimia Organik 2016. Penulis juga
aktif sebagai pengajar mata kuliah kimia TPB di bimbingan belajar Gemilang
Excellent 2015. Penulis juga aktif sebagai pengajar privat mata pelajaran Kimia
SMA. Penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT Elnusa Petrofin
(Persero) Tbk dengan judul Formulasi Terbaik Pour Point Depressant (PPD) pada
Minyak Mentah.
Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh IMASIKA dan
BEM FMIPA selama menjadi mahasiswa, serta OMDA Jakarta Community
(J.Co).