Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan, Dan Sifat Tanah Dengan Aliran Permukaan Dan Erosi

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN,
DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN
EROSI

NURUL HANIFAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Tutupan
Tajuk, Curah Hujan, dan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Nurul Hanifah
NIM A14110060

ABSTRAK
NURUL HANIFAH. Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan, dan Sifat
Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi. Dibimbing oleh ENNI DWI
WAHJUNIE dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi
air hujan. Erosi oleh pengaruh curah hujan yang dapat menghilangkan lapisan
permukaan tanah yang subur, dapat diatasi dengan pengelolaan tanah, antara lain
pengaturan tajuk tanaman. Selain curah hujan, faktor lain yang mempengaruhi
aliran permukaan dan erosi adalah sifat tanah, antara lain kadar bahan organik
tanah, bobot isi, dan tekstur. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan
tutupan tajuk, curah hujan, dan sifat tanah dengan aliran permukaan dan erosi.
Aliran permukaan dan erosi memiliki hubungan yang lebih erat dengan curah
hujan dibandingkan dengan tutupan tajuk. Semakin besar curah hujan, maka
semakin besar pula aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Hubungan antara

tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi yang rendah karena penelitian
dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga terdapat variasi hujan yang
besar. Kadar bahan organik tanah yang tinggi, tekstur tanah klei, dan bobot isi
tanah yang sedang menyebabkan rendahnya aliran permukaan dan erosi. Aliran
permukaan dan erosi yang rendah ini mengakibatkan sifat-sifat fisik tanah tidak
menurun kualitasnya sehingga laju infiltrasi tanah setelah terjadi aliran permukaan
dan erosi masih berada pada kelas cepat.
Kata kunci: aliran permukaan, curah hujan, erosi, sifat tanah, tutupan tajuk

ABSTRACT
NURUL HANIFAH. Analysis the Correlation of Canopy Cover, Rainfall, and
Soil Characteristics with Runoff and Erosion. Supervised by ENNI DWI
WAHJUNIE and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Land degradation that occurs in Indonesia is generally caused by rain water
erosion. Rainfall erosion that can remove fertile surface layer can be controlled by
managing the land such as setting plant canopy. The effect of rainfall on runoff
and soil erosion is governed by various soil factors such as soil organic matter
content, bulk density, and texture. This research aims to analyze the correlation of
canopy cover, rainfall, and soil characteristics to runoff and erosion. The results
showed that rainfall have closer relationship to runoff and erosion than canopy

cover does. Increasing rainfall is followed by increasing runoff and soil erosion
rate. Meanwhile the correlation between canopy cover to runoff and erosion tends
to be low due to high variation in rainfall during the research. High soil organic
matter content, clay soil texture and soil bulk density causing low runoff and
erosion. Low runoff and erosion caused the physical characteristics of soil does
not deteriorate significantly so that the infiltration rate of the soil after the runoff
and erosion is still high.
Keywords: canopy cover, erosion, rainfall, runoff, soil characteristics

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN,
DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN
EROSI

NURUL HANIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan,
dan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi. Skripsi ini merupakan tugas
akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen Pembimbing Skripsi I atas
bimbingan, saran, ilmu, dan motivasi serta Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo
Baskoro, MSc selaku dosen Pembimbing Skripsi II atas bimbingan, saran,
ilmu, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak Ir Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen penguji yang telah

memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini.
3. Bapak, ibu, Aa Irsyad Abdul Hakim dan Teteh Rahmi Mardiati tercinta atas
doa, pengorbanan dan kasih sayang tulus tanpa batas.
4. Seluruh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah
memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan.
5. Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
yang telah membantu dan memfasilitasi selama menempuh pendidikan
hingga lulus.
6. Bunga, Mai, Sri, dan Tiwi yang telah membantu dan memberikan semangat
selama penelitian, dan selalu memberikan kehangatan dan keceriaan.
7. Ichsan, Rio, Dien, Gugun, Ninis, Mirna, Ocil, Regina, Stevia, Eka, Alam,
dan Tian yang telah membantu dan memberikan semangat selama
penelitian.
8. Seluruh keluarga besar Tanah 48 yang telah memberikan kenangan terindah
semasa kuliah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Nurul Hanifah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

2


HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Hubungan Umur Tanaman dengan Tutupan Tajuk

8

Hubungan Tutupan Tajuk dengan Koefisien Aliran Permukaan

9

Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan dan Erosi

10

Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan dan Erosi

13


Hubungan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi

16

Hubungan Aliran Permukaan dan Erosi dengan Laju Infiltrasi Konstan

18

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20


DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8

Klasifikasi curah hujan berdasar intensitas curah hujan
Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah
Kriteria kandungan bahan organik tanah
Klasifikasi laju infiltrasi tanah
Kadar bahan organik tanah, aliran permukaan, dan erosi
Tekstur tanah, aliran permukaan, dan erosi
Bobot isi tanah, aliran permukaan, dan erosi
Laju infiltrasi konstan, aliran permukaan, dan erosi

5
6
6
7
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7

8

9

10

Petak kecil untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi
Perhitungan tutupan tajuk dengan metode grid
Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk
Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk dan koefisien aliran
permukaan
Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan
Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian
hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas
hujan 40-60 mm
Hubungan tutupan tajuk dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan;
(b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas hujan 4060 mm
Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian
hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan
tajuk 80-100%
Hubungan curah hujan dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan;
(b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan tajuk
80-100%
Hubungan aliran permukaan dengan erosi

3
6
8
9
9

11

12

13

14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 1
Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 2
Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 3
Laju infiltrasi konstan
Tekstur tanah
Bobot isi tanah
Laju infiltrasi pada masing-masing petak

23
24
25
26
26
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi
air hujan. Hal ini sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan,
terutama di Indonesia bagian barat. Jumlah curah hujan merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran
hujan menentukan luasan erosi yang terjadi (Kohnke dan Bertrand 1959). Menurut
Widyawardhani (2001) dan Ispriyanto et al. (2001), curah hujan memiliki
hubungan yang erat dengan aliran permukaan dan erosi. Semakin besar curah
hujan semakin besar pula aliran permukaan dan erosi yang terjadi.
Erosi oleh pengaruh iklim (dalam hal ini curah hujan) yang dapat
menghilangkan lapisan permukaan tanah yang subur, dapat diatasi dengan
pengelolaan tanah, antara lain pengaturan tajuk tanaman. Peran tajuk tanaman
dalam mengurangi erosi yaitu memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan
memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh dan daya dispersi serta
daya angkut aliran permukaan. Kerapatan tajuk menutupi tanah mempengaruhi
erosivitas butir-butir hujan yang menimpa permukaan tanah. Semakin rendah
tajuk dan semakin rapat tajuk, semakin rendah erosivitas butir-butir hujan (Arsyad
2010). Menurut Mawardi (2011) semakin rapat tajuk maka semakin kecil erosi
yang terjadi.
Mudah tidaknya tanah tererosi merupakan fungsi berbagai interaksi sifatsifat tanah, antara lain kadar bahan organik tanah, bobot isi, dan tekstur. Pengaruh
bahan organik terhadap aliran permukaan terutama berupa perlambatan kecepatan
aliran permukaan sehingga mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak,
peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik dapat
memperkecil bobot isi sehingga menyebabkan air mudah masuk ke dalam tanah
(Arsyad 2010). Hal tersebut menyebabkan jumlah air yang masuk lebih banyak
dan memperkecil terjadinya aliran permukaan dan erosi yang terjadi.
Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi menarik untuk
diteliti agar dapat mengurangi terjadinya degradasi lahan. Akan tetapi, beberapa
penelitian sebelumnya dilakukan pada tanah yang rentan terhadap erosi, sehingga
hubungan tutupan tajuk dengan erosi terlihat sangat jelas. Penelitian mengenai
hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi pada tanah yang
dilakukan pengelolaan dengan komoditas tanaman masih jarang dilakukan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan tutupan tajuk dengan
aliran permukaan dan erosi pada tanah yang dilakukan pengelolaan dengan
komoditas tanaman.
Tujuan
1. Menganalisis hubungan tutupan tajuk dan curah hujan dengan aliran
permukaan dan erosi.
2. Menganalisis hubungan sifat tanah yaitu kadar bahan organik tanah, tekstur
dan bobot isi (sebelum pengukuran aliran permukaan dan erosi) dengan aliran
permukaan dan erosi.

2
3. Menganalisis hubungan aliran permukaan dan erosi dengan infiltrasi konstan
(setelah pengukuran aliran permukaan dan erosi).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan University Farm Cikabayan,
Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat tanah dilakukan di Laboratorium
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Pengumpulan data lapang, pengambilan contoh tanah dan
analisis laboratorium dilaksanakan pada bulan Januari hingga Agustus 2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi adalah
botol 600 ml, penggaris, ember, gayung, sikat dan kain lap. Alat yang digunakan
untuk mengetahui konsentrasi sedimen adalah corong, kertas saring, oven dan
timbangan digital. Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan
ombrometer dan gelas ukur. Kerapatan tajuk diukur dengan menggunakan kamera.
Alat yang digunakan untuk analisis sifat tanah diantaranya adalah ayakan,
gelas piala, gelas ukur, penangas air, pipet, cawan, oven dan alat-alat laboratorium
lainnya. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan menggunakan double ring dan
alat pendukung lainnya seperti penggaris, jerry can, selang, ember dan gayung.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah dan jagung
sebagai komoditas yang di tanam pada petak erosi serta bahan kimia untuk
analisis laboratorium.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi
yaitu petak kecil di lapangan. Aliran permukaan dan erosi diamati pada 3 petak
yang berukuran 2 m x 10 m dengan kemiringan lereng 15%. Pada masing-masing
ujung bawah petak terdapat bak penampung aliran permukaan dan erosi yang
berukuran 1 m x 0.5 m, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan pada setiap kejadian
hujan selama dua musim tanam. Musim tanam pertama tanggal 21 November
2014 hingga 21 Februari 2015. Pengukuran aliran permukaan dan erosi pada
musim tanam pertama yaitu pada tanggal 21 Januari - 7 Februari 2015, yakni pada
saat tanaman berumur 61-78 hari. Musim tanam kedua tanggal 1 Maret 2015
hingga 30 Mei 2015. Pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam
kedua yaitu pada tanggal 10 Maret - 25 April 2015, yakni pada saat tanaman
berumur 10-56 hari.

3

Gambar 1 Petak kecil untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi
Pada musim tanam pertama dan kedua, komoditas yang ditanam adalah
kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai tanaman sela. Setiap
petak erosi terdiri dari lima bedengan dengan tiap bedengan terdapat 6 baris dan 8
kolom tanaman kacang tanah, dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Jagung ditanam
satu baris pada setiap antar bedengan dan pada baris tersebut terdapat 6 tanaman
dengan jarak tanam 40 cm.
Selain pengamatan aliran permukaan dan erosi, pada musim pertama dan
kedua juga dilakukan pengamatan curah hujan dan kerapatan tanaman. Antara
musim pertama dengan musim kedua dilakukan pengambilan sampel tanah
agregat dan sampel tanah terganggu yang selanjutnya di analisis di laboratorium
untuk mengetahui sifat tanah seperti tekstur, bobot isi, dan kadar bahan organik
tanah. Pengamatan laju infiltrasi tanah pada lahan petak erosi dilakukan setelah
musim tanam kedua.
Persiapan Lahan
Persiapan lahan yang dilakukan terdiri dari penanaman, pembersihan bak
penampung aliran permukaan dan erosi, pemasangan ombrometer dan pengukuran
panjang dan lebar bak penampung dan petak tanaman.
Penanaman dilakukan pada dua musim tanam, musim pertama pada 21
November 2014 dan musim kedua pada 1 Maret 2015. Komoditas yang ditanam
pada dua musim adalah kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai
tanaman sela. Setiap petak erosi terdiri dari lima bedengan dengan tiap bedengan
terdapat 6 baris dan 8 kolom tanaman kacang tanah, dengan jarak 25 x 25 cm.
Jagung ditanam satu baris pada setiap antar bedengan dan pada baris tersebut
terdapat 6 tanaman dengan jarak tanam 40 cm.
Pembersihan bak penampung aliran permukaan dan erosi dilakukan satu
minggu sebelum pengambilan sampel pertama, yaitu pada 14 Januari 2015.
Pembersihan bak dilakukan agar bak penampung dalam keadaan kosong, sehingga
sampel air dan sedimen yang akan diambil tidak tercampur dengan air dan
sedimen yang telah tertampung sebelumnya.
Pemasangan ombrometer dilakukan satu minggu sebelum memulai
pengambilan sampel pertama, yaitu pada 14 Januari 2015. Ombrometer di pasang
diantara petak erosi.
Pengukuran panjang dan lebar bak penampung digunakan sebagai data
dasar untuk pengukuran volume aliran permukaan yang tertampung dalam bak.

4
Pengukuran panjang dan lebar petak digunakan sebagai data dasar untuk
pengukuran aliran permukaan dan erosi.
Pengamatan
Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi
Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan pada dua musim tanam,
pada tanggal 21 Januari - 25 April 2015 yaitu pada umur tanaman 10-78 hari.
Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan apabila pada hari sebelumnya
terjadi hujan. Pengukuran aliran permukaan dan erosi yang tertampung dalam bak
dilakukan untuk masing-masing petak. Pengukuran tersebut dilakukan tiga tahap.
Tahap pertama yaitu mengukur tinggi air untuk mengetahui volume aliran
permukaan yang terdapat pada bak penampung. Tahap kedua yaitu mengambil
sampel air dan sedimen dengan cara mengaduk air yang terdapat pada bak
penampung agar air menjadi homogen dan memiliki konsentrasi sedimen yang
sama. Selanjutnya sampel air diambil sebanyak 600 ml dan dimasukkan ke dalam
botol. Bak kemudian dibersihkan untuk menampung aliran permukaan dan erosi
pada hari berikutnya.
Tahap ketiga yaitu mengukur konsentrasi sedimen dalam air. Sampel air
diendapkan selama 2 hari kemudian disaring untuk memisahkan air dan sedimen
dengan menggunakan kertas saring yang telah di oven selama 24 jam dan
diketahui beratnya. Tanah yang telah disaring selanjutnya di oven selama 24 jam
pada suhu 1060C, yang selanjutnya di timbang untuk mengetahui berat keringnya.
Aliran permukaan dihitung dengan persamaan berikut:

keterangan:
hap : Aliran permukaan (mm)
hb : Tinggi air yang tertampung dalam bak (mm)
Ab : Luas bak (mm2)
Ap : Luas petak (mm2)
Koefisien aliran permukaan dihitung dengan persamaan berikut:

keterangan:
C : Koefisien aliran permukaan
hap : Aliran permukaan (mm)
hch : Curah hujan (mm)
Erosi dihitung dengan persamaan berikut:

5

keterangan:
E : Erosi (g/m2)
Cap : Konsentrasi sedimen (g/L)
Vap : Volume aliran permukaan (L)
Ap : Luas petak (m2)
Pengukuran Curah Hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan pada dua musim tanam dengan
menggunakan ombrometer yang dipasang dan diletakkan diantara petak erosi.
Pengukuran dilakukan satu hari setelah terjadi hujan. Pengukuran curah hujan
dimaksudkan untuk mengetahui besarnya curah hujan yang digunakan sebagai
parameter besarnya aliran permukaan dan erosi. Curah hujan diklasifikasikan ke
dalam 5 kelas, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Curah hujan dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

keterangan:
R : Curah hujan (mm)
Vo : Volume hujan yang tertampung dalam ombrometer (mm3)
Ac : Luas corong ombrometer (mm2)
Tabel 1 Klasifikasi curah hujan berdasar intensitas curah hujana

a

Keadaan curah hujan

Intensitas curah hujan (mm)
1 jam
24 jam

Hujan sangat ringan
Hujan ringan
Hujan normal
Hujan lebat
Hujan sangat lebat

20

100

Sumber: Mori et al. (1978).

Pengukuran Kerapatan Tanaman
Pengukuran kerapatan tanaman dilakukan pada dua musim tanam.
Pengukuran dilakukan setiap pengambilan sampel dengan cara pengambilan foto
dengan menggunakan kamera. Pengambilan foto kerapatan tanaman dilakukan
pada tiga titik yang mewakili satu petak erosi. Berdasarkan Howard (1991),
pengukuran persentase kerapatan tanaman terhadap tanah dapat dihitung dengan
menggunakan metode grid (Gambar 2) dengan persamaan:



6
Keterangan:
K
: Kerapatan tanaman (%)
∑Ak : Jumlah kotak tanaman
∑At : Jumlah total kotak

Gambar 2 Perhitungan tutupan tajuk dengan metode grid
Contoh perhitungan:





x 100%

= 16 x 100%
24
= 66.7 %
Pengamatan Sifat-sifat Tanah
Pengamatan sifat-sifat tanah yang meliputi kadar bahan organik tanah,
tekstur, dan bobot isi dilakukan setelah pemanenan pertama, yaitu antara musim
tanam pertama dan musim tanam kedua. Pengambilan sampel tanah dilakukan
pada tiga titik pada setiap petak dengan kedalaman 0-20 cm. Pengambilan contoh
tanah dilakukan dengan menggunakan contoh tanah terganggu untuk penetapan
tekstur dan kadar bahan organik tanah dan tanah agregat untuk penetapan bobot
isi. Kadar bahan organik tanah diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 3. Metode analisis disajikan pada Tabel 2.

No
1
2
3

Tabel 2 Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah
Metode analisis
Analisis tanah
Tekstur
Pipet
Bobot isi
Clod
Walkley and Black
C-Organik
Tabel 3 Kriteria kandungan bahan organik tanaha

a

Kandungan bahan organik tanah (%)

Kriteria

5

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Sumber: Sulaeman et al. (2005).

7
Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran infiltrasi dilakukan setelah musim tanam kedua yaitu pada
tanggal 4-22 Agustus 2015. Pengukuran dilakukan di tiga bagian petak erosi,
yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Metode yang digunakan dalam pengukuran
adalah double ring infiltrometer dengan masing-masing ring berdiameter 10.5 cm
dan 28.5 cm. Pengukuran dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai konstan (lebih
kurang selama 2 jam).
Permukaan tanah terlebih dahulu dibersihkan sebelum double ring
dipasang. Double ring dipasang dengan kedalaman 3-5 cm sampai posisi ring
stabil. Penggaris diletakkan vertikal di dalam ring tegak lurus permukaan tanah.
Air dimasukkan ke dalam dua buah ring tersebut hingga mencapai ketinggian
yang sama, kemudian dilakukan pencatatan penurunan muka air pada selang
waktu tertentu. Hal tersebut dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai konstan.
Infiltrasi diklasifikasikan ke dalam 7 kelas, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Infiltrasi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

keterangan:
ft : Laju infiltrasi (cm/jam)
∆h : Tinggi penurunan air (cm)
∆t : Waktu (jam)
Tabel 4 Klasifikasi laju infiltrasi tanaha

a

Kelas

Laju infiltrasi konstan (mm/jam)

Sangat lambat
Lambat
Sedang - lambat
Sedang
Sedang - cepat
Cepat
Sangat cepat

250

Sumber: Kohnke (1968).

Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran lapang dan analisis laboratorium
diolah dengan menggunakan Microsoft office Excel 2007. Analisis diawali dengan
hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk. Selanjutnya hubungan tutupan
tajuk dengan koefisien aliran permukaan di analisis secara deskriptif. Hubungan
tutupan tajuk maupun curah hujan terhadap aliran permukaan dan erosi dianalisis
dengan regresi dan korelasi. Model yang dipilih merupakan model dengan
koefisien determinasi (R2) terbesar.
Hubungan sifat tanah (sebelum pengukuran aliran permukaan dan erosi
pada musim tanam kedua) dengan erosi dan aliran permukaan yang terjadi pada
musim tanam kedua dianalisis secara deskriptif. Sifat tanah yang dianalisis adalah
kadar bahan organik tanah, bobot isi dan tekstur. Hubungan infiltrasi (setelah

8
pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua) dengan aliran
permukaan dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua dianalisis secara
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Umur Tanaman dengan Tutupan Tajuk

Tutupan tajuk (%)

Terdapat hubungan yang erat antara umur tanaman dengan tutupan tajuk
(Gambar 3). Tutupan tajuk meningkat seiring dengan bertambahnya umur
tanaman. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang besar
yaitu 0.94, 0.95, dan 0.95, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Selama tiga
bulan pengamatan, tutupan tajuk terendah pada petak 1, 2, dan 3 terjadi pada saat
tanaman berumur 10 hari, yaitu 4.95, 4.78, dan 2.6%. Tanaman pada ketiga petak
mencapai tutupan tajuk maksimal pada umur 69 hari yaitu berturut-turut sebesar
97.88, 97.88, dan 97.18%. Tutupan tajuk kemudian mengalami sedikit penurunan
hingga umur 78 hari. Penurunan tutupan tajuk disebabkan oleh batang dan daun
tanaman yang mulai mati sehingga mengakibatkan ada bagian tanah yang tidak
tertutup oleh tajuk tanaman. Kematian pada batang dan daun dapat diakibatkan
oleh umur tanaman dan hama ulat.
y = 1.39x - 1.07
R² = 0.94
y = 1.44x - 4.65
R² = 0.95
y = 1.42x - 3.36
R² = 0.95

120
90
60
30
0
0

10

20

30

40 50 60
Umur (hari)
Petak 1
Petak 2

70

80

90

Petak 3

Gambar 3 Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk
Tanaman yang berperan sebagai tutupan tajuk adalah kacang tanah dan
jagung. Berdasarkan perbandingan luas tanaman kacang tanah dan jagung
terhadap luas total petak, maka dapat diketahui bahwa 87.5% bagian dari petak
tertutupi kacang tanah dan 12.5% bagian dari petak tertutupi jagung.
Kacang tanah pada umur 10 hari pada ketiga petak memberikan
sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 4.33, 4.18, dan 2.28%.
Saat mencapai tutupan maksimal pada umur 69 hari, kacang tanah pada ketiga
petak memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 85.65,
85.65, dan 85.03%. Berdasarkan penelitian Mawardi (2011), tutupan tajuk kacang
tanah pada umur 10 hari sebesar 10% dan mencapai tutupan tajuk maksimal pada
umur 76 hari yaitu sebesar 85%. Perbedaan tutupan tajuk tersebut dapat
diakibatkan oleh jarak tanam yang berbeda, namun dalam penelitian Mawardi
(2011) tersebut tidak disebutkan jarak tanam yang digunakan.

9
Jagung pada umur 10 hari pada ketiga petak memberikan sumbangan
tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 0.62, 0.60, dan 0.33%. Saat
mencapai tutupan maksimal pada umur 69 hari, jagung pada ketiga petak
memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 12.24,
12.24, dan 12.15%.
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Koefisien Aliran Permukaan

120
100
80
60
40
20
0

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1

Tutupan tajuk
Koefisien
aliran permukaan

0

10

20

30

40

Petak 1

50

60

Umur (Hari)
Petak 2

70

80

Koefisien
aliran permukaan (C)

Tutupan tajuk (%)

Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukkan
perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan.
Nilai koefisien aliran permukaan berkisar dari 0 sampai 1. Angka 0 menunjukkan
bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi,
sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran
permukaan. Di lapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih dari 0
dan lebih kecil dari 1 (Asdak 1995).
Nilai koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan selama tiga
bulan pengamatan pada petak 1, 2, dan 3 berada diantara 0.002-0.244. Koefisien
aliran permukaan rata-rata pada masing-masing petak adalah 0.061, 0.057, dan
0.066. Berdasarkan klasifikasi koefisien aliran permukaan Metode Cook
(Meijerink 1970), nilai koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan
selama tiga bulan pengamatan pada ketiga petak berada pada kelas rendah yaitu 00.25.

Petak 3

Koefisien
aliran permukaan (C)

Gambar 4 Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk dan koefisien aliran
permukaan
y = 0.0002x + 0.05
R² = 0.04
y = 0.0004x + 0.03
R² = 0.15
y = 0.0005x + 0.04
R² = 0.13

0,30
0,24
0,18
0,12
0,06
0,00

0

20

40

60

80

100

Tutupan tajuk (%)
Petak 1

Petak 2

Petak 3

Gambar 5 Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan

10

Tutupan tajuk dan koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan
selama periode 26 hari hujan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan
tutupan tajuk semakin hari semakin meningkat dan maksimal tercapai pada umur
69 hari, namun setelah itu terjadi sedikit penurunan. Akan tetapi peningkatan
tutupan tajuk tersebut tidak diikuti oleh penurunan koefisien aliran permukaan.
Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan tidak berkorelasi
dengan baik pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 5
di mana hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan memiliki nilai
koefisien determinasi sangat rendah yaitu 0.04, 0.15, dan 0.13. Rendahnya
hubungan antara tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan dikarenakan
pengamatan dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga koefisien aliran
permukaan tidak hanya dipengaruhi oleh tutupan tajuk.
Curah hujan yang dicatat selama penelitian sebanyak 26 kejadian hujan.
Curah hujan yang terjadi sangat beragam yaitu antara 2.14-96.75 mm/hari dengan
total curah hujan 585.7 mm. Menurut Mori et al. (1978), kategori curah hujan
yang terjadi dalam 24 jam, dari 26 kejadian hujan, 3 kejadian berada dalam
kategori hujan sangat ringan (< 5 mm/hari), 12 kejadian berada dalam kategori
hujan ringan (5-20 mm/hari), 10 kejadian berada dalam kategori hujan normal
(20-50 mm/hari), dan 1 kejadian berada dalam kategori hujan lebat (50-100
mm/hari).
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan dan Erosi
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi
(Arsyad 2010). Hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan tidak
berkorelasi dengan baik pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh
Gambar 6a di mana hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan memiliki
nilai koefisien determinasi sangat rendah yaitu 0.29, 0.12, dan 0.15, masingmasing pada petak 1, 2, dan 3. Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan
aliran permukaan dikarenakan adanya variasi hujan. Hubungan tutupan tajuk
dengan aliran permukaan dapat diperjelas dengan cara mengelompokkan hujan ke
dalam kelas yang sama, sehingga variasi hujan berkurang (Gambar 6b, 6c, dan 6d).
Setelah hujan dikelompokkan, hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran
permukaan tetap rendah. Berdasarkan Gambar 6b, 6c, dan 6d, dapat dilihat bahwa
semakin besar curah hujan maka semakin besar pula aliran permukaan. Hal
tersebut menunjukkan hubungan curah hujan dengan aliran permukaan lebih erat
dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan.
Jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu air intersepsi, air infiltrasi, dan aliran permukaan. Aliran permukaan
yang terjadi tergantung dari jumlah air hujan yang terintersepsi dan terinfiltrasi.
Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan dikarenakan
jumlah air yang terintersepsi dan terinfiltrasi bervariasi menurut tutupan tajuk dan
curah hujan.

y = -0.001x2 + 0.126x + 0.24
R² = 0.29
y = -0.0005x2 + 0.049x + 0.92
R² = 0.12
y = -0.0007x2 + 0.07x + 0.81
R² = 0.15

12
10
8
6
4
2
0
0

20
40
60
80 100
Tutupan tajuk (%)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

Aliran Permukaan (mm)

Aliran permukaan (mm)

11

8
6
4
2
0
0

20

40

6
4
2
0
0

20

40

60

80

100

Tutupan tajuk (%)
Petak 1

Petak 2

c

80

100

b
y = -0.02x + 1.93
R² = 0.40
y = -0.002x + 1.40
R² = 0.05
y = -0.006x + 1.75
R² = 0.59

Petak 3

Aliran permukaan (mm)

Aliran permukaan (mm)

20-40 mm

60

Tutupan tajuk (%)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

a
8

y = 0.004x + 0.23
R² = 0.10
y = 0.004x + 0.21
R² = 0.10
y = 0.005x + 0.23
R² = 0.12

0-20 mm

8

y = 0.03x + 3.59
R² = 0.35
y = 0.007x + 2.96
R² = 0.01
y = 0.10x - 0.40
R² = 0.95

40-60 mm

6
4
2
0
0

20

40

60

80

100

Tutupan tajuk (%)
Petak 1

Petak 2

Petak 3

d

Gambar 6 Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian
hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas
hujan 40-60 mm
Arsyad (2010) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang kecil dalam
jumlah air hujan yang diintersepsi antara hujan lebat dan hujan ringan yang jatuh
dalam waktu yang sama panjangnya. Akan tetapi persentase air hujan yang
diintersepsi berkurang dengan semakin besarnya curah hujan. Dari curah hujan
sebesar 6.25 mm yang jatuh di atas suatu vegetasi, mungkin sebanyak 5 mm atau
80% air hujan yang diintersepsi dan tidak pernah mencapai tanah, sedangkan
suatu hujan sebesar 25 mm mungkin terintersepsi sebanyak 7.5 mm atau 30% air
hujan. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa selain dipengaruhi oleh
tutupan tajuk, intersepsi juga dipengaruhi oleh curah hujan dan intensitas hujan.
Apabila tutupan tajuk rendah maka evaporasi menjadi lebih tinggi. Hal
tersebut mengakibatkan tanah menjadi lebih cepat kering karena tidak terdapat
tanaman yang menjaga kelembaban tanah. Apabila terjadi hujan pada saat
keadaaan tanah yang kering karena tutupan tajuk yang rendah, maka laju infiltrasi
menjadi lebih besar. Arsyad (2010) menyatakan bahwa laju infiltrasi terbesar
terjadi pada kandungan air tanah yang rendah.
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Erosi
Erosi yang terjadi dalam 26 kejadian hujan pada petak 1, 2, dan 3, 95%
berada diantara 0-10 g/m2/hari atau setara dengan 0-0.1 ton/ha/hari. Jumlah erosi
yang terjadi selama tiga bulan pengamatan pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut

12
yaitu 0.73, 0.69, dan 0.51 ton/ha, yaitu erosi sangat ringan. Seperti yang
dinyatakan oleh Departemen Kehutanan (1998), kehilangan tanah kurang dari 15
ton/ha/tahun merupakan bahaya erosi pada tingkat satu, yaitu erosi sangat ringan.

Erosi (ton/ha)

0,28
0,21
0,14
0,07

0-20 mm

0,25

Erosi (ton/ha)

y = -0.002x2 + 0.18x + 2.35
R² = 0.17
y = -0.003x2 + 0.30x - 0.09
R² = 0.32
y = -0.001x2 + 0.10x + 1.52
R² = 0.33

0,35

0,20
0,15
0,10
0,05
0,00

0,00
0

20
40
60
80
Tutupan tajuk (%)
Petak 1

Petak 2

0

100

Petak 3

a

0,10
0,05
0,00
0

20 40 60 80 100
Tutupan tajuk (%)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

c

Petak 2

40-60 mm

0,25

Erosi (ton/ha)

0,15

40 60 80 100
Tutupan tajuk (%)
Petak 3

b
R² = 0.0001
y = -0.0004x + 0.06
R² = 0.1735
y = -0.02x + 3.41
R² = 0.29

0,20

20

Petak 1

20-40 mm y = -0.0008x + 2.39

0,25

Erosi (ton/ha)

y = -0.01x + 1.25
R² = 0.26
y = -0.003x + 0.41
R² = 0.16
y = -0.01x + 1.71
R² = 0.26

0,20
0,15
0,10

y = 0.05x + 4.31
R² = 0.15
y = -0.32x + 26.61
R² = 0.26
y = 0.16x + 0.16
R² = 0.92

0,05
0,00
0

20 40 60 80 100
Tutupan tajuk (%)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

d

Gambar 7 Hubungan tutupan tajuk dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan;
(b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas
hujan 40-60 mm
Hubungan antara tutupan tajuk dengan erosi tidak berkorelasi dengan baik
pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 7a di mana
hubungan tutupan tajuk dengan erosi memiliki nilai koefisien determinasi sangat
rendah yaitu 0.17, 0.32, dan 0.33, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3.
Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan erosi dikarenakan pengamatan
dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga erosi tidak hanya dipengaruhi
oleh tutupan tajuk.
Hubungan tutupan tajuk dengan erosi diperjelas dengan cara
mengelompokkan hujan ke dalam kelas yang sama, sehingga variasi hujan
berkurang (Gambar 7b, 7c, dan 7d). Setelah hujan dikelompokkan, hubungan
antara tutupan tajuk dengan erosi tetap rendah. Berdasarkan Gambar 7b, 7c, dan
7d, dapat dilihat bahwa semakin besar curah hujan maka semakin besar pula erosi.
Hal tersebut menunjukkan hubungan curah hujan dengan erosi lebih erat
dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan erosi.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang terdapat pada Gambar 6a dan
7a dapat diketahui bahwa hubungan tutupan tajuk dengan erosi lebih erat
dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan. Seperti
yang dinyatakan oleh Arsyad (2010), pengaruh tumbuhan terhadap laju aliran
permukaan lebih besar dari pada pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah aliran

13
permukaan. Dengan demikian tumbuhan mengurangi daya hancur dan daya
angkut air terhadap partikel-partikel tanah.
Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan dan Erosi

y = 0.08x - 0.39
R² = 0.76
y = 0.06x - 0.16
R² = 0.90
y = 0.07x - 0.16
R² = 0.86

10
8
6
4
2
0
0

20 40 60 80 100
Curah hujan (mm)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

Aliran permukaan (mm)

Aliran permukaan (mm)

Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah
hujan. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Oleh karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3
persatuan luas, atau secara umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm.
0-20%

10
8
6
4
2
0
0

20 40 60 80 100
Curah hujan (mm)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

b
y = 0.09x - 0.94
R² = 0.97
y = 0.07x - 0.68
R² = 0.98
y = 0.08x - 0.81
R² = 0.96

8
6
4
2
0

0

20 40 60 80 100
Curah hujan (mm)

Petak 1

Petak 2

Petak 3

c

Aliran permukaan (mm)

Aliran permukaan (mm)

a
20-40%

10

y = 0.03x - 0.01
R² = 0.83
y = 0.03x - 0.01
R² = 0.69
y = 0.05x - 0.13
R² = 0.99

80-100%

10
8
6
4

y = 0.08x - 0.05
R² = 0.80
y = 0.07x + 0.01
R² = 0.79
y = 0.08x + 0.06
R² = 0.83

2
0
0

20

40 60 80 100
Curah hujan (mm)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

d

Gambar 8 Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian
hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan
tajuk 80-100%
Gambar 8a menunjukkan hubungan yang erat antara curah hujan dengan
aliran permukaan. Aliran permukaan meningkat seiring dengan peningkatan curah
hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang besar yaitu
0.76, 0.90, dan 0.86, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Gambar 8a
menunjukkan hubungan curah hujan dengan aliran permukaan paling rendah pada
petak 1 dengan nilai koefisien determinasi 0.76. Hal tersebut karena hubungan
tutupan tajuk dengan aliran permukaan paling erat pada petak 1 dengan nilai
koefisien determinasi 0.29 (Gambar 6a). Peran tutupan tajuk pada petak 1
menyebabkan dampak aliran permukaan yang ditimbulkan oleh curah hujan
rendah. Vegetasi mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah melalui fungsinya
sebagai intersepsi air hujan.

14
Berdasarkan persamaan pada Gambar 8a, nilai curah hujan minimal yang
dapat menimbulkan aliran permukaan pada petak 1, 2, dan 3 adalah 4.69, 2.43,
dan 2.25 mm. Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan semakin nyata jika
dikelompokkan ke dalam kelas tajuk yang sama (Gambar 8b, 8c, dan 8d). Gambar
8b, 8c, dan 8d menunjukkan hubungan yang erat antara curah hujan dengan aliran
permukaan, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang tinggi
pada ketiga gambar tersebut.
Hubungan Curah Hujan dengan Erosi
Gambar 9a menunjukkan hubungan yang cukup erat antara curah hujan
dengan erosi. Erosi meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan, sesuai
dengan hasil penelitian Widyawardhani (2001) yaitu semakin tinggi curah hujan
maka semakin tinggi pula erosi yang terjadi. Eratnya hubungan antara curah hujan
dengan erosi, ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang cukup besar
seperti pada Gambar 9a yaitu 0.67, 0.37, dan 0.45, masing-masing pada petak 1, 2,
dan 3. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan hubungan curah hujan
dengan erosi paling erat pada petak 1. Hal tersebut karena hubungan tutupan tajuk
dengan erosi paling rendah pada petak 1 dengan nilai koefisien determinasi 0.17
(Gambar 7a).

Erosi (ton/ha)

0,30
0,20
0,10

0,30
0,20
0,10
0,00

0,00

0

0

20 40 60 80 100
Curah Hujan (mm)
Petak 1 Petak 2 Petak 3

a

0,20
0,10

80-100%

0,40
Erosi (ton/ha)

0,30

20 40 60 80 100
Curah hujan (mm)
Petak 1
Petak 2
Petak 3

b
y = 0.13x - 0.91
R² = 0.78
y = 0.29x - 1.29
R² = 0.99
y = 0.10x + 0.32
R² = 0.92

20-40%

0,40
Erosi ton/ha)

y = 0.31x - 4.29
R² = 0.86
y = 0.07x - 0.49
R² = 0.93
y = 0.03x + 1.32
R² = 0.47

0-20%

0,40
Erosi (ton/ha)

y = 0.002x - 0.02
R² = 0.67
y = 0.001x - 0.006
R² = 0.37
y = 0.0007x + 0.003
R² = 0.45

0,40

0,30
0,20
0,10

y = 0.0004x - 0.0004
R² = 0.80
y = 0.0003x - 0.0008
R² = 0.74
y = 0.0002x + 0.001
R² = 0.21

0,00

0,00
0

20 40 60 80 100
Curah hujan (mm)
Petak 1 Petak 2 Petak 3

c

0

20 40 60 80 100

Curah hujan (mm)
Petak 1 petak 2 Petak 3

d

Gambar 9 Hubungan curah hujan dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan;
(b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan
tajuk 80-100%
Berdasarkan persamaan pada Gambar 9a, nilai curah hujan minimal yang
dapat menimbulkan erosi pada petak 1, 2, dan 3 adalah 10.20, 3.92, dan 4.58 mm.
Hubungan curah hujan dengan erosi semakin nyata jika dikelompokkan ke dalam

15
kelas tajuk yang sama (Gambar 9b, 9c, dan 9d). Gambar 9b, 9c, dan 9d
menunjukkan hubungan curah hujan dengan erosi cukup tinggi dengan koefisien
determinasi yang tinggi.
Gambar 8a dan 9a menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan
dengan aliran permukaan lebih besar dibandingkan dengan hubungan curah hujan
dengan erosi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Widyawardhani (2001)
yaitu nilai koefisien determinasi pada hubungan antara curah hujan dengan aliran
permukaan adalah 0.94 dan nilai koefisien determinasi pada hubungan antara
curah hujan dengan erosi adalah 0.85. Nilai koefisien determinasi yang lebih
rendah pada hubungan antara curah hujan dengan erosi dikarenakan peran tutupan
tajuk dalam pengurangan erosi lebih besar dibandingkan dengan peran tutupan
tajuk dalam pengurangan aliran permukaan. Vegetasi yang ada di atas permukaan
tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga
mengurangi dampaknya terhadap erosi tanah. Bahan organik berupa daun dan
ranting yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan
pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh (Arsyad
2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa vegetasi memiliki peran penting dalam
menekan erosi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan tanah dengan
komoditas tanaman. Salah satu cara penanaman adalah tumpang sari dengan
menggunakan tanaman kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai
tanaman sela.

Erosi (ton/ha)

Hubungan Aliran Permukaan dengan Erosi
Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Besarnya erosi berkaitan dengan banyaknya aliran permukaan,
maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat (Arsyad
2010).
E= 0.03AP - 0.01
R² = 0.76
E = 0.02AP - 0.003
R² = 0.44
E = 0.01AP+ 0.004
R² = 0.58

0,35
0,28
0,21
0,14
0,07
0,00
0

2

4
6
Aliran Permukaan (mm)
Petak 1

Petak 2

8

10

Petak 3

Keterangan: E = Erosi; AP = Aliran permukaan

Gambar 10 Hubungan aliran permukaan dengan erosi
Gambar 10 menunjukkan hubungan yang cukup erat antara aliran
permukaan dengan erosi. Erosi meningkat seiring dengan peningkatan aliran
permukaan. Eratnya hubungan antara aliran permukaan dengan erosi, ditunjukkan
oleh nilai koefisien determinasi yang cukup besar pada Gambar 10 yaitu 0.76,
0.44, dan 0.58, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Hal tersebut disebabkan
oleh semakin besarnya volume aliran permukaan maka semakin besar pula daya
hancur dan daya angkutnya terhadap erosi tanah. Begitu pula sebaliknya, semakin

16
kecil aliran permukaan maka erosi yang terjadi semakin kecil pula. Seperti yang
dinyatakan oleh Ispriyanto et al. (2001), kecilnya aliran permukaan menyebabkan
kecilnya erosi yang terjadi, karena aliran permukaan merupakan media yang
sangat penting sebagai pembawa masa tanah yang tererosi. Berdasarkan
persamaan pada Gambar 10, didapatkan nilai aliran permukaan minimal yang
dapat menimbulkan erosi pada petak 1, 2, dan 3 adalah 0.39, 0.14, dan 0.39 mm.
Hubungan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi
Bahan Organik Tanah
Analisis kadar bahan organik tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm,
sebelum pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Kadar
bahan organik tanah pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 3.84, 3.84, dan
3.76% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan Sulaeman et al. (2005)
mengenai kriteria kadar bahan organik tanah, ketiga petak tersebut memiliki kadar
bahan organik tanah pada kriteria tinggi (2-4%). Kadar bahan organik tanah yang
tinggi dikarenakan tanah pada ketiga petak tersebut telah ditanami kacang tanah
selama tiga tahun berturut-turut. Pada setiap persiapan tanam, tanah selalu
diberikan pupuk, baik itu pupuk kandang maupun pupuk kimia. Selain itu setelah
pemanenan, sisa tanaman dikembalikan ke tanah sehingga tanah memiliki bahan
organik tanah dengan kadar yang tinggi.
Tabel 5 Kadar bahan organik tanah, aliran permukaan, dan erosi
Petak
1
2
3

Bahan organik
tanah (%)a
3.84
3.84
3.76

Curah hujan
(mm)b
440.52
440.52
440.52

Aliran permukaan
(mm)b
33.89
24.72
28.51

Erosi
(ton/ha)b
0.69
0.67
0.43

Erosi
(ton/ha)c
4.14
4.02
2.58

a

Kadar bahan organik tanah pada kedalaman 0-20 cm.; bJumlah curah hujan, aliran permukaan dan
erosi pada musim tanam kedua.; cErosi yang terjadi selama satu tahun.

Jumlah aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua,
yaitu selama dua bulan pengamatan berada pada kategori rendah (Tabel 5).
Apabila total erosi yang terjadi selama dua bulan tersebut diasumsikan terjadi
selama satu tahun, maka dalam satu tahun erosi yang terjadi pada petak 1, 2, dan 3
diprediksi sebesar 4.14, 4.02, dan 2.58 ton/ha. Klasifikasi tingkat bahaya erosi
berdasarkan Departemen Kehutanan (1998), kehilangan tanah kurang dari 15
ton/ha/tahun merupakan bahaya erosi pada tingkat satu, yaitu erosi sangat ringan.
Kadar bahan organik tanah yang tinggi menyebabkan aliran permukaan
dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua rendah. Pengaruh bahan organik
tanah terhadap aliran permukaan terutama berupa perlambatan kecepatan aliran
permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah (Arsyad 2010).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang
mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu
menjadi agregat tanah (Tolaka et al. 2013), sehingga dapat meningkatkan infiltrasi
tanah.

17
Tekstur Tanah
Analisis tekstur tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm, sebelum
pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Berdasarkan
hasil analisis, tekstur pada petak 1, 2, dan 3 memiliki kelas tekstur klei dengan
komposisi pasir, klei dan debu yang berbeda (Tabel 6). Persentase pasir pada
petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 6.62, 8.55, dan 14.03%. Persentase klei
pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 84.94, 86.06, dan 70.80%. Persentase
debu pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 8.44, 5.39, dan 15.17%.
Tabel 6 Tekstur tanah, aliran permukaan dan erosi
Petak

Pasir
(%)

Klei
(%)

Debu
(%)

Tekstura

1

6.62

84.94

8.44

Klei

2

8.55

86.06

5.39

Klei

3

14.03

70.80

15.17

Klei

Kategori

(mm)

Aliran
permukaan
(mm)b

Lebat
Normal
Ringan
Lebat
Normal
Ringan
Lebat
Normal
Ringan

96.75
39.11
10.00
96.75
39.11
10.00
96.75
39.11
10.00

8.55
3.13
0.49
6.44
2.18
0.43
7.09
2.57
0.49

Curah hujanb

Erosi
(g/m2)b
29.48
4.85
0.80
6.33
8.34
0.37
4.37
4.44
1.13

a

Tekstur tanah pada kedalaman 0-20 cm.; bCurah hujan, aliran permukaan dan erosi rata-rata pada
setiap kategori hujan pada musim tanam kedua.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada kondisi hujan lebat yaitu 96.75 mm,
petak 1 mengalami aliran permukaan dan erosi tertinggi yaitu 8.55 mm dan
29.48 g/m2. Hal tersebut dikarenakan petak 1 memiliki persentase pasir yang
rendah yaitu 6.22%. Dengan kadar pasir paling rendah, memungkinkan petak 1
memiliki laju infiltrasi paling rendah sehingga aliran permukaan dan erosi paling
tinggi. Pada kondisi hujan lebat, pasir memiliki peran besar terhadap infiltrasi
tanah. Arsyad (2010) menyatakan tanah pasir mempunyai kapasitas infiltrasi yang
tinggi. Nilai erosi terendah pada saat hujan lebat terdapat pada petak 3 yaitu 4.37
g/m2. Meskipun tanah pada petak 3 memiliki kandungan debu yang tinggi, namun
kandungan pasir yang tinggi pada petak 3 menyebabkan tingkat erosi yang rendah
pada saat terjadi hujan lebat. Kandungan pasir yang tinggi pada petak 3
menyebabkan banyaknya air yang meresap ke dalam tanah sehingga berkurangnya
aliran permukaan dan daya angkut air terhadap erosi tanah.
Pada kondisi hujan ringan yaitu 10 mm, petak 3 mengalami aliran
permukaan dan erosi tertinggi yaitu 0.49 mm dan 1.13 g/m2. Hal tersebut
dikarenakan petak 3 memiliki persentase debu yang tinggi yaitu 15.17%. Pada
saat hujan ringan, aliran permukaan yang terjadi rendah. Aliran permukaan yang
rendah menyebabkan debu tererosi terlebih dahulu. Energi aliran permukaan yang
ada belum cukup untuk mengangkut pasir dan klei, sehingga menyebabkan pasir
dan klei masih bisa bertahan. Pasir bertahan melalui bobotnya dan klei bertahan
melalui bobot dan ikatannya. Tenaga yang dibutuhkan aliran permukaan untuk
mengangkut partikel tanah semakin besar seiring dengan bertambahnya ukuran
partikel tanah (FAO 1965). Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanahtanah didominasi klei umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan.

18
Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkut lebih dahulu. Proses ini
berhubungan dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah
yang berbeda berat jenisnya, kejadian tersebut disebut selektivitas erosi (Arsyad
2010). Namun klei yang saling berikatan membentuk agregat yang lebih besar
akan sulit terangkut aliran permukaan.
Bobot Isi
Bobot isi menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap
volume total tanah (bahan padatan ditambah pori-pori) (Hillel 1997). Analisis
bobot isi dilakukan pada kedalaman 0-20 cm, sebelum pengamatan aliran
permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Bobot isi pada petak 1, 2, dan 3
berturut-turut adalah 1.06, 0.89, dan 1.01 g/cm3, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 7. Bobot isi pada ketiga petak tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Adeline (2014) dan Presana (2014), bobot isi tanah Latosol
Darmaga berada diantara 0.98-1.1 g/cm3. Bobot isi yang relatif rendah
menyebabkan air mudah masuk ke dalam tanah sehingga jumlah air yang masuk
lebih banyak dan memperkecil aliran permukaan dan erosi yang terjadi.
Tabel 7 Bobot isi tanah, aliran permukaan dan erosi
Petak

Bobot isi (g/cm3)a

1

1.06

2

0.89

3

1.01

Curah hujanb
Kategori

(mm)

Aliran permukaan
(mm)b

Lebat
Normal
Ringan
Lebat
Normal
Ringan
Lebat
Normal
Ringan

96.75
39.11
10.00
96.75
39.11
10.00
96.75
39.11
10.00

8.55
3.13
0.49
6.44
2.18
0.43
7.09
2.57
0.49

Erosi
(g/m2)b
29.48
4.85
0.80
6.33
8.34
0.37
4.37
4.44
1.13

a

Bobot isi pada kedalaman 0-20 cm.; bCurah hujan, aliran permukaan dan erosi rata-rata pada
setiap kategori hujan pada musim tanam kedua.

Petak 2 memiliki nilai aliran permukaan terendah pada setiap kondisi
curah hujan, yaitu pada kondisi curah hujan lebat, normal dan ringan. Hal tersebut
dikarenakan petak 2 memiliki bobot isi terendah yaitu 0.89 g/cm3, sehingga lebih
mudah meresapkan air ke dalam tanah dan menyebabkan aliran permukaan yang
rendah
Bobot isi pada petak 1, 2, dan 3 dipengaruhi oleh kadar bahan organik
tanah yang tinggi. Santosa (2006) menyatakan bahan organik memiliki massa
yang lebih ringan dibandingkan dengan partikel mineral tanah, sehingga semakin
besar kadar bahan organik tanah maka nilai berat isi tanah semakin kecil. Tanah
dengan bahan organik yang tinggi akan memiliki bo