Evaluasi Komponen Bracing Pada Cooling Tower Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd

EVALUASI KOMPONEN BRACING PADA COOLING TOWER
STAR ENERGY GEOTHERMAL (WAYANG WINDU) Ltd.

KHOLIYAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi
Komponen Bracing pada Cooling Tower Star Energy Geothermal (Wayang
Windu) Ltd.adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Kholiyah
E24110075

ABSTRAK
KHOLIYAH. Evaluasi Komponen Bracing pada Cooling Tower Star
Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd. Dibimbing oleh EFFENDI TRI
BAHTIAR.
Kayu merupakan material yang paling ekonomis digunakan untuk
cooling tower dengan masa pakai cukup panjang.Cooling tower merupakan
suatu sistem refrigerasi yang melepaskan panas ke udara. Cara kerja cooling
tower adalah dengan mengubah air panas yang masuk menjadi dingin
dengan melewatkan percikan-percikan air panas ke bawah suatu bagian ke
bagian yang lainnya sehingga air berubah menjadi dingin. Bracing adalah
bagian pengaku pada struktur yang menerima gaya lateral. Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur degradasi komponen bracing pada cooling tower
yang telah digunakan selama 15 tahun serta melakukan estimasi sisa masa
pakai kayu komponen cooling tower tersebut. Pengujian yang dilakukan

berupa uji sifat mekanis, uji rangkak (creep), identifikasi jenis kayu, uji
keberadaan bahan pengawet, serta perhitungan sisa masa pakai kayu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi pada dinding sel
kayu, berat jenis kayu, serta terjadi penurunan kekuatan mekanis kayu yang
dibandingkan dengan tegangan ijin NDS. Selain itu hasil pengujian creep
juga menunjukkan kayu yang digunakan sebagai bracing cooling tower
mengalami degradasi sehingga masa pakainya diperkirakan tinggal 7 tahun
lagi.
Kata Kunci: cooling tower, creep, degradasi,kayu, sisa masa pakai.
ABSTRACT
KHOLIYAH. Evaluation the Bracing Component on Cooling Tower of Star
Energy Geothermal (WayangWindu) Ltd. Supervised by EFFENDI TRI
BAHTIAR.
Wood is the most suitable material which is economically used for
cooling tower component. Cooling tower is a refrigeration system that
releases heat into the air. The workings of the cooling tower is to turn the
hot water into the cold by passing sparks hot water to the bottom of an other
part so that the water turned cold. Bracing is part of stiffeners on the
structure that receives a lateral force. This research aims to measure the
degradation of bracing components of the 15 years old cooling tower and to

estimate the remaining life of its wood components. Tests were conducted
in the form of mechanical properties testing, creep, identification of timber,
test the presence of preservatives, as well as the calculation of the remaining
life of wood. The results showed that there has been a degradation in the cell
walls of the wood, the density of the wood, as well as a decline in the
mechanical strength of timber compared with NDS allowable stress.
Additionally creep test results also show that the wood component remainly
lifetime is 7 years.
Keywords: cooling tower, creep, degradation, remaining lifetime,wood.

EVALUASI KOMPONEN BRACING PADA COOLONG TOWER
STAR ENERGY GEOTHERMAL (WAYANG WINDU) Ltd.

KHOLIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi :Evaluasi Komponen Bracing pada Cooling Tower Star Energy
Geothermal (Wayang Windu) Ltd.
Nama
: Kholiyah
NIM
: E24110075

Disetujui oleh

Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si.
Pembimbing I

Diketahui oleh


Prof. Dr.Ir. Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayatNya telah memberikan kemudahan, kelancaran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Komponen Bracing pada
Cooling Tower Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd.”. Skripsi ini
ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam kegiatan dan penulisan laporan praktek, di antaranya
adalah:
1) Bapak A. Basuni dan Ibu Ukah, orangtua tercinta yang senantiasa
mendoakan, memberi motivasi dan mendukung penulis, serta adik-adik
dan keluarga besar yang senantiasa saling menguatkan,
2) Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
bijak, senantiasa membimbing bahkan mengajarkan langsung pengolahan

data, memberikan saran, arahan, motivasi, serta masukan yang sangat
berarti selama penulisan skripsi ini,
3) Bapak Wilis beserta pihak Star Energy Geothermal yang telah
bekerjasama dengan baik dan mempercayakan penelitian ini kepada
penulis,
4) Bapak Irfan, Bapak Suhada dan Ibu Esti selaku laboran RDBK dan
TPMK yang senantiasa membantu dan mengarahkan dalam pelaksanaan
penelitian,
5) Bapak Atmawi Darwis yang telah memberikan arahan dalam pengujian
SEM,
6) Keluarga besar Etos Bogor khususnya Etos 48, Alfalfa, Brigade-48, dan
kawan-kawan Hasil Hutan 48 yang telah memberikan semangat, doa,
dukungan, bantuan, dan telah berkenan menjadi saudara yang baik
selama ini,
7) Ibu Retno Umi selaku pembimbing ruhani dan Mutia Hardiana selaku
sahabat terbaik yang senantiasa memberikan semangat, doa terbaik,
dukungan, dan arahan dalam menyikapi segala situasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik serta saran yang membangun. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak dan dapat memperkaya

pengetahuan dibidang Teknologi Hasil Hutan khususnya, dan bidang
Kehutanan umumnya.
Bogor, September 2015

Kholiyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis

Identifikasi Bahan Pengawet
Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu
Degradasi dinding sel
Degradasi berat jenis
Degradasi sifat mekanis kayu
Pengujian Rangkak (Creep)
Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
v
1
1
1

2
2
2
2
2
5
5
6
6
6
7
9
12
13
17
17
17
18
19
27


DAFTAR GAMBAR
1 Penampang lintang (cross section) perbesaran 3 kali
2 Penampang lintang (cross section) perbesaran 40 kali
3 Penampang radial (a) dan tangensial (b) hasil sayatan perbesaran
40 kali
4 Berat jenis sampel A pada berbagai kedalaman
5 Berat jenis sampel B pada berbagai kedalaman
6 Berat jenis sampel C pada berbagai kedalaman
7 Berat jenis sampel D pada berbagai kedalaman
8 Berat jenis sampel E pada berbagai kedalaman
9 Berat jenis sampel F pada berbagai kedalaman
10 Kadar air contoh uji saat pengujian mekanis10
11 Penambahan pelat besi U pada sambungan baut
12 Penambahan bracing
13 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu A
14 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu B
15 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu C
16 Hubungan waktu patah dengan tegangan creep kayu A,B, dan C


5
5
6
7
8
8
8
9
9
11
11
12
13
13
14

DAFTAR TABEL
1 Tegangan ijin kayu hasil pengujian dibandingkan dengan NDS
2005 Dan NDS 1991 (satuan dalam kg/cm2)
2 Tegangan Creep dan waktu perkiraan patah masing-masing
contoh uji
3 Perkiraan waktu patah kayu A yang menerima tegangan lentur
jangka panjang
4 Perkiraan waktu patah kayu B yang menerima tegangan lentur
jangka panjang
5 Perkiraan waktu patah kayu C yang menerima tegangan lentur
jangka panjang

10
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Pengujian Penetrasi Boron
2 Hasil Pengujian Penetrasi Tembaga
3 Perbedaan Kerusakan Sel Kayu Douglas fir antara
dan Tengah dengan Perbesaran 200 dan 500 kali
4 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu
berdasarkan hasil uji creep kayu A
5 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu
berdasarkan hasil uji creep kayu B

20
21
Bagian Tepi
22
d

cy untuk
pembebanan
25
d

cy untuk
pembebanan
25

6 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp cy d untuk
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu pembebanan
berdasarkan hasil uji creep kayu C
7 Nilai MOR, P max, dimensi mula-mula dan beban tiap contoh uji
8 Gambar Cooling Tower Star Energy Geothermal (Wayang
Windu) Ltd.

25
26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan salah satu bahan bangunan dari material organik yang
tersedia di alam dalam jumlah yang banyak. Penggunaan kayu sebagai bahan
bangunan sudah banyak digunakan sejak lama. Menurut Bahtiar et al. (2012)
sebagai material organik, kayu menjadi pilihan tepat untuk green and sustainable
construction karena memiliki siklus alamiah tertutup akibat kemampuannya untuk
terdekomposisi oleh faktor-faktor lingkungan. Salah satu contoh penggunaan kayu
sebagai bahan bangunan adalah sebagai cooling tower.
Cooling tower merupakan suatu sistem refrigerasi yang melepaskan panas
ke udara. Uap panas yang dihasilkan menggerakkan turbin yang terpasang ke
generator. Turbin mengubah panas dari uap menjadi energi mekanis dan generator
mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Cooling tower mengubah air
panas yang masuk menjadi lebih dingin dengan cara melewatkan percikanpercikan air panas ke bawah dari suatu bagian ke bagian yang lainnya sehingga air
berubah menjadi dingin (Stanford 2003). Bracing merupakan bagian dari
komponen cooling tower. Menurut Badrauddin et al. (2013) bracing adalah
bagian pengaku pada struktur yang menerima gaya lateral.
Morisson (2008) menyatakan bahwa kayu merupakan material yang paling
ekonomis digunakan untuk cooling tower dengan masa pakai cukup panjang
dibandingkan beton, metal, atau fiberglass. Selain itu kayu memiliki kekuatan
yang tinggi dibandingkan berat jenisnya, mempunyai daya tahan tinggi terhadap
pengaruh kimia dan listrik, dapat segera diganti, dan mudah dikerjakan. Namun
demikian, dekomposisi kayu oleh faktor fisis, mekanis, kimia, dan biologi selama
jangka waktu penggunaannya mengakibatkan degradasi mutu dan kekuatan kayu.
FPL (1999) menyatakan bahwa kayu memiliki ketahanan tinggi terhadap
asam ringan dan larutan garam-garam asam seperti yang banyak terkandung di
sumber-sumber air panas. Tidak seperti komponen beton, bahan-bahan terkikis
dari kayu sangat sedikit dan tidak bersifat korosif terhadap logam. Setelah
didinginkan di menara pendingin kayu, air dapat diinjeksikan lagi ke dalam tanah
karena zat asing terlarut sangat sedikit. Karena sifat-sifat tersebut di atas, kayu
paling populer digunakan sebagai komponen utama cooling tower di seluruh
dunia.
Penggunaan kayu sebagai cooling tower sudah dilakukan sejak lama, dan
kondisi cooling tower yang selalu basah serta lamanya waktu pemakaian akan
mengakibatkan degradasi mutu kayu sehingga berpengaruh terhadap sisa masa
pakai kayu tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya perhitungan sisa masa
pakai kayu agar lebih tepat dalam melakukan pemeliharaan bangunan cooling
tower.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur degradasi komponen bracing pada
cooling tower yang telah digunakan selama 15 tahun serta melakukan estimasi
sisa masa pakai kayu komponen bracing pada cooling tower tersebut.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan pihak
pengelola cooling tower dalam melakukan penanganan dan pemeliharaan
bangunan yang tepat serta dapat mengefektifkan tenaga dan biaya yang
dibutuhkan dalam pemeliharaan bangunan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan September sampai
dengan Desember 2014 di Bogor. Pengujian dilakukan di Bagian Rekayasa dan
Desain Bangunan Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Scanning Electron Microscope (SEM), Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Linear Variable Differential
Transformer (LVDT), Universal Testing Machine (UTM), panter, circular saw,
oven, mikroskop, timbangan elektrik, mikrotom, dan kaliper. Sedangkan bahanbahan yang digunakan terdiri atas kayu komponen cooling tower bagian bracing
sebanyak 6 sampel, alkohol, ekstrak kurkuma, amonia pekat, asam rubianat,
aseton, dan air suling. Sampel kayu yang diambil adalah bagian komponen
cooling tower yang dinilai mengalami kerusakan paling tinggi, sedang, dan belum
terpakai.
Prosedur Penelitian
Persiapan Sampel
Perlakuan pertama yang dilakukan terhadap sampel kayu adalah melakukan
pengukuran dimensi kayu serta menggambar sketsa pemotongan kayu. Proses
selanjutnya adalah pemotongan kayu dengan dimensi pengujian sesuai dengan
standar British (BS 373-1957). Dimensi kayu untuk uji lentur, tarik, dan rangkak
(creep) berukuran 2 x 2 x 30 cm, sedangkan untuk uji tekan sejajar dan tegak lurus
serat berukuran 2 x 2 x 10 cm. Setelah kayu dipotong, kayu dikeringudarakan
selama 24 jam. Selanjutnya sampel kayu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
60oC, 80oC, dan 100oC selama 24 jam setiap suhunya. Setelah tahap persiapan
sampel ini selesai, sampel kayu siap diuji ke tahap selanjutnya.
Identifikasi Jenis
Identifikasi dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis.
Proses identifikasi dimulai dengan pembuatan mikrotom. Sebelum proses
penyayatan, sampel terlebih dahulu direbus dalam air dengan suhu 80oC selama
satu minggu. Selanjutnya penyayatan dilakukan pada tiga penampang yaitu radial,

3
tangensial, dan transversal. Kemudian hasil sayatan diwarnai dengan safranin
selama 24 jam, setelah itu dilakukan pencucian dengan air dan alkohol bertingkat
dengan konsentrasi 30%, 50%, 70%, 90% dan absolut. Setelah pencucian, sampel
dicelupkan ke xylol sampai bening. Identifikasi mikroskopis dilakukan dengan
perbesaran 40x. Identifikasi dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap ciri-ciri
khusus yang ditemukan pada ketiga bidang tersebut. Sebagai standar identifikasi
kayu, dipilih chart keys dari buku Identifying Wood Accurate Results with Simple
Tools karangan R. Bruce Hoadley tahun 1990 dan Wood Identification and Use
Revised and Expandedkarangan Terry Porter tahun 2006.
Identifikasi Bahan Pengawet
Uji keberadaan pengawet boron
Salah satu jenis pengawet yang banyak digunakan adalah pengawet yang
mengandung boron. Untuk mengetahui adanya boron pada kayu dilakukan
pengujian menggunakan pereaksi A yangterdiri atas 2 g ekstrak kurkuma dalam
100 ml alkohol disemprotkan pada contoh uji. Sampel dibiarkan 10-15 menit, lalu
pada lokasi yang sama disemprotkan pereaksi B berupa 20 ml HCl yang
dijenuhkan dalam asam salisilat lalu ditambahkan dengan 80 ml alkohol.
Adanyaunsur boronditunjukkan oleh warna oranye kemerahan yang timbul pada
lokasi penyemprotan.
Uji keberadaan pengawet tembaga
Selain keberadaan pengawet boron pada kayu, pengujian keberadaan
pengawet tembaga dilakukan menggunakan pereaksi A berupa 1 bagian amonia
pekat (10 ml) dalam 6 bagian aqua destilata (60 ml)disemprotkan pada contoh uji.
Sampel dibiarkan 10-15 menit, lalu pada lokasi yang sama disemprotkan pereaksi
B yang terdiri atas 0,1 g asam rubianat dalam 18 ml alkohol lalu ditambahkan 2
ml aseton. Adanya unsur tembaga ditunjukkan oleh warna biru kehitaman yang
timbul pada lokasi penyemprotan.
Pengukuran Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu
Degradasi dinding sel
Pengukuran degradasi anatomis dilakukan dengan mengamati foto SEM
dengan perbesaran 200x dan 500x. Perbesaran 500x dipilih pada bagian yang
menunjukkan gejala kerusakan. Sampel diambil dari bagian tengah dan tepi.
Degradasi diduga terjadi pada bagian tepi, sedangkan bagian tengah sebagai
kontrol yang diasumsikan tidak terdegradasi.
Degradasi berat jenis
Kedalaman kerusakan kayu ditentukan dengan cara mengukur degradasi
berat jenis kayu pada berbagai kedalaman. Kayu ditimbang dan diukur
volumenya, kemudian diserut. Setelah diserut, kayu ditimbang dan diukur lagi

4
volumenya sehingga dapat diperoleh berat jenis pada setiapkedalaman
berdasarkan rumus:

dimana:
ρi: berat jenis kayu pada kedalaman ke-i
Wi: berat kayu pada kedalaman ke-i
Vi: volume kayu pada kedalaman ke-i
Kedalaman degradasi berat jenis ditetapkan sebagai pertemuan kurva
berat jenis kayu yangterdegradasi dengan berat jenis kayu kontrol yaitu bagian
tengah penampang.
Degradasi sifat mekanis kayu
Pengukuran sifat mekanis kayu sampel dilakukan berdasarkan British
Standard (BS 373-1957). Tegangan ijin kayu diturunkan dari pengolahan nilainilai hasil pengujian dengan rumus:

dimana:
Fi= tegangan ijin
F = rata-rata hasil pengujian
Si= standar deviasi hasil pengujian
AF = faktor penyesuaian (sesuai dengan ASTM D2915-03)
i = lentur (b), tarik sejajar serat (t//), tekan sejajar serat (c//), tekan tegak lurus (c^)
Nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan tegangan ijin standar yang
ditetapkan NDS 2005. Nilai-nilai yang lebih rendah dari standar menunjukkan
terjadinya kerusakan padakayu.
Pengukuran Rangkak (Creep)
Pengujian rangkak (creep) untuk menentukan penurunan kekuatan kayu
akibat beban jangka panjang. Pengujian rangkak diawali dengan pengujian lentur
statis pada sampellentur berukuran 2x2x30 cm untukmendapatkan rata-rata
besaran defleksi pada saat patah.Selanjutnya sampel yang lain diberikan beban
tetap dengan konfigurasi lentur one point loading. Beban yang diberikan pada
masing-masing sampel yaitu 25 kg, 40 kg, 55 kg, dan 70 kg. Besarnya defleksi
diukur per 10 menit selama 10 hari dengan menggunakan deflektometer yang
dilengkapi dengan Multi Purpose Data Indicator. Data waktu dan defleksi
diplotkan pada diagram Cartesius dan dicari hubungannya melalui regresi linier
sederhana dengan transformasi weibull.

5
Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu
Pendugaan sisa umur pakai kayu dilakukan pada tiga contoh uji. Pendugaan
dimulai dengan menghitung rata-rata MOR, defleksi patah dan initial deflection
saat uji lentur mekanis serta defleksi yang terjadi saat pengujian rangkak. Nilainilai tersebut diolah secara matematis sehingga diperoleh model yang memiliki
ketepatan cukup tinggi. Model yang digunakan pada pengolahan data penelitian
ini adalah model eksponensial dan power. Metode yang digunakan dalam
perhitungan sisa masa pakai kayu menggunakan pendekatan teoritis dari
penelitian yang telah dilakukan oleh Bahtiar et al. (2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis
Hasil identifikasi kayu secara makroskopis dan mikroskopis yang mengacu
pada Hoadley (1990) dan Porter (2006) menunjukkan bahwa struktur anatomi
kayu yang digunakan sebagai cooling tower di Star Energy Geothermal (Wayang
Windu) Ltd. Pengalengan Bandung ini merupakan jenis douglas fir (Pseudotsuga
menziesii). Secara makroskopis douglas fir mempunyai ciri-ciri bertekstur kasar,
perbedaan antara kayu awal dan akhir sangat mencolok, mempunyai saluran resin,
dan berserat lurus, sedangkan secara miroskopis douglas fir mempunyai ciri-ciri
memiliki saluran resin yang berukuran kecil, distribusi saluran resin tidak merata
dengan jumlah yang sedikit, sel-sel epitel berdinding tebal, dan memiliki dinding
sel trakeid yang halus.

Gambar 1 Penampang lintang (cross section) perbesaran 3 kali
Saluran resin

Gambar 2 Penampang lintang (cross section) hasil sayatan (mikrotom) perbesaran
40 kali

6

(a) (b)
Gambar 3 Penampang radial (a) dan tangensial (b) hasil sayatan
perbesaran 40 kali
Identifikasi Bahan Pengawet
Identifikasi sisa bahan pengawet pada kayu Douglas fir yang digunakan
untuk cooling tower menunjukkan adanya kandungan pengawet boron dan
tembaga. Keberadaan senyawa boron ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna dari kuning menjadi lebih gelap kemerahan pada kayu setelah diuji
penetrasi boron. Sedangkan keberadaan senyawa tembaga ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi lebih gelap kebiruan ketika diuji (Lampiran 1
dan 2).
Adanya kandungan bahan pengawet pada kayu menunjukkan bahwa
degradasi atau kerusakan yang terjadi pada kayu bukan disebabkan oleh serangan
organisme perusak kayu melainkan disebabkan oleh faktor fisik dan lingkungan.
Faktor fisik dan lingkungan yang berpengaruh terhadap kerusakan kayu adalah
kadar air, suhu, dan kondisi cuaca (sinar UV). Perubahan kadar air dan suhu yang
berulang-ulang dalam jangka panjang dapat mengakibatkan fatigue (kelelahan)
pada kayu karena peristiwa kembang susut yang berulang-ulang. Gerusan
permukaankayu oleh limpasanair dan hembusan angin dapat mengurangi luas
penampang kayu sehingga beban yang dapat diterima menjadi
berkurang.Berkurangnya luas penampang akan mengurangi momen inersia
penampang pada konstruksi terlentur sehingga kemampuan menahan beban lentur
menjadi berkurang.
Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu
Degradasi dinding sel kayu
Hasil pengamatan secara kasat mata pada gambar foto SEM sel kayu
Douglas Fir tidak ditemukan kerusakan yang parah pada dinding-dinding selnya.
Kerusakan yang ditemukan berupa tergerusnya dinding lamela. Kerusakan
dinding lamella ini terjadi pada kedua bagian yaitu tepi dan tengah. Namun,
perbedaannya adalah pada bagian tepi kerusakan dinding lamella mempunyai
ukuran yang panjang dan merata. Sedangkan pada bagian tengah kerusakan
dinding lamella berukuran lebih pendek dan terputus-putus. Selain itu, dinding
dalam rongga sel juga banyak yang mengkerut. Hal ini disebabkan karena kayu
sering terkena air sehingga sel-sel kayu tergerus. Secara keseluruhan kondisi sel

7
kayu masih baik, distribusi kerusakan tidak merata pada seluruh bagian.
Perbedaan kerusakan sel kayu bagian tepi dan tengah (Lampiran 3).
Kondisi kayu yang selalu terpercik air menyebabkan sel-sel kayu tergerus
oleh air. Bahkan untuk kayu bagian tepi mengalami kerusakan yang lebih parah
dibandingkan dengan kayu yang berada di tengah. Hal ini dikarenakan kayu
bagian tepi selalu terkena sinar matahari sehingga akan mengalami kembang susut
lebih cepat. Ketika kayu dalam kondisi basah, kadar air akan meningkat sehingga
kayu akan mengembang. Sedangkan ketika kayu kering, kadar air kayu menurun
sehingga kayu akan menyusut. Terjadinya proses kembang susut secara berulang
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan fatique (kelelahan) pada kayu
(Mardikanto et al. 2011).
Selain kadar air, cooling tower yang terkena sinar UV dalam waktu yang
lama juga dapat menyebabkan degradasi dinding sel kayu. Kerusakan yang
disebabkan oleh cuaca adalah
adanya kekasaran permukaan kayu yang
menunjukkan secara makroskopis adanyadegradasi struktur kayu. Degradasi
dinding sel selama penyinaran UV mempengaruhi penyusutan dinding sel yang
menimbulkan retak-retak kecil pada lamela tengah. Lamanya penyinaran UV juga
dapat menyebabkan kayu kehilangan beratnya. Kehilangan berat sangat
dipengaruhi oleh suhu dan energi penyinaran. Kehilangan berat akan jauh lebih
tinggi jika sampel kayu disinari dalam air (Fengel dan Wegener 1995). Hal ini
kemungkinan terbesar disebabkan oleh adanya gerusan dinding sel oleh air yang
selalu melewati kayu.
Degradasi berat jenis

Berat jenis (gram/cm3)

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3

Douglas fir

0.2

BJ kontrol

0.1
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Gambar 4 Berat jenis sampel A pada berbagai kedalaman

8

Berat jenis (gram/cm3)

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3

Douglas fir

0.2

BJ kontrol

0.1
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Berat jenis (gram/cm3)

Gambar 5 Berat jenis sampel B pada berbagai kedalaman
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Douglas fir
Bj kontrol

0

0.2

0.4

0.6

0.8

jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Gambar 6 Berat jenis sampel C pada berbagai kedalaman

Berat jenis (gram/cm3)

1.2
1
0.8

0.6
Douglas fir

0.4

Bj kontrol
0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Gambar 7 Berat jenis sampel D pada berbagai kedalaman

9

Berat jenis (gram/cm3)

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3

Douglas fir

0.2

BJ kontrol

0.1
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Gambar 8 Berat jenis sampel E pada berbagai kedalaman

Berat jenis (gram/cm3)

1.4
1.2

1
0.8
0.6

Douglas fir

0.4

BJ kontrol

0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

Jarak contoh uji dari tepi balok (cm)

Gambar 9 Berat jenis sampel F pada berbagai kedalaman
Pengukuran kedalaman kerusakan kayu dihitung berdasarkan penurunan
nilai berat jenis kayu pada setiap tingkat kedalamannya. Berdasarkan Gambar 4,
kayu Douglas fir (sampel A) telah mengalami degradasi dengan kedalaman 0.32
cm. Kedalaman degradasi lima sampel lainnya yaitu sampel B, C, D, E, dan F
sebesar 0.15 cm, 0.04 cm, 0.04 cm, 0.13 cm, dan 0.04 cm. Sampai batas tersebut
berat jenis kayu lebih rendah daripada kontrolnya. Kayu bagian tengah (sisa
serutan) bertindak sebagai kontrol. Kayu yang diuji telah digunakan selama 15
tahun sehingga laju maksimum degradasi adalah 0.32/15 = 0.0213 cm/tahun
berdasarkan perubahan berat jenisnya.
Degradasi sifat mekanis kayu
Sebagai benda higroskopis, kayu menyerap air dari lingkungan sekitarnya.
Kadar air kayu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kekuatan
kayu. Kayu basah akan memiliki kekuatan tarik, tekan, dan lentur yang lebih
rendah dibandingkan kayu kering. Uji sifat mekanis kayu kali ini dilakukan pada
kadar air rata-rata 7.1% sebagaimana disajikan pada Gambar 10.

10
7.83

6.55

6.86

6.91

8

7.13

Kadar air (%)

10

7.29

12

6

4
2
0
A

B

C
D
Kode Kayu

E

F

Gambar 10 Kadar air contoh uji saat pengujian mekanis
Sifat mekanis yang diuji meliputi uji lentur, tarik sejajar serat, tekan sejajar
serat, dan tekan tegak lurus serat. Pengujian menggunakan mesin Universal
Testing Machine (UTM) Merk Instron. Nilai-nilai hasil pengujian tersebut
kemudian diolah sesuai dengan prosedur ASTM D2915 untuk mendapatkan
tegangan ijin. Tegangan ijin hasil pengujian dibandingkan nilai standar NDS
2005 dan NDS 1991 disajikan dalam Tabel 1. Cooling Tower ini dibangun pada
tahun 1999 sehingga perhitungan perencanaan dilakukan berdasarkan NDS 1991.
Tabel 1 Tegangan ijin kayu hasil pengujian dibandingkan dengan NDS
NDS 1991 (satuan dalam kg/cm2)
Kriteria
Lentur Tarik Tekan
Tekan // MOE
(Fb)
// (Ft//) (Fc )
(Fc//)
E
NDS 2005 (Douglas Fir):
Konstruksi
70
46
44
116
105460
Standar
40
26
44
98
98430
Utility
19
12
44
63
91399
NDS 1991 (Douglas fir)
No 1 & BTR
80.9
54.5
105.5
126554
Hasil pengujian(Douglas fir)
Terpakai
146.79 72
6.9
104.8
83555
Jumlah sampel
27
24
24
25
27
Cadangan
423
343
26.6
230
117431
Jumlah sampel
4
6
5
5
4

2005 dan

Emin
38669
35857
33044
46192
27
107707
4

Hasil pengujian lentur kayu Douglas fir terpakai menunjukkan bahwa nilai
tegangan ijin lentur masih lebih tinggi dibandingkan ketentuan NDS 2005 kayu
Douglas fir mutu konstruksi maupun NDS 1991 mutu No 1 & BTR (Tabel 1).
Kayu tidak akan patah akibat beban lentur karena kapasitasnya di atas tegangan
ijin. Akan tetapi, uji lentur juga menunjukkan bahwa Modulus elastisitas (MOE)
rata-rata hasil pengujian berada di bawah standar sehingga defleksinya mungkin
lebih besar daripada yang dipersyaratkan. Untuk menghindari kerusakan lebih
lanjut akibat turunnya nilai MOE kayu ini, maka perlu ditingkatkan kekakuan
strukturnya. Kekakuan struktur dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
(1) mengganti buhul-buhul sambungan dengan alat sambung yang lebih kaku, dari
semula menyerupai tipe sendi menjadi lebih dekat ke tipe jepit. Sambungan

11
baut yang semula hanya dikencangkan perlu ditambahkan pelat baja berbentuk
U (Gambar 11); Di antara dua kayu asli dapat ditambahkan kokot atau pelat
paku ganda (double sided gang nail) yang berfungsi sebagai kokot.
(2) menambahkan bracing untuk menghubungkan balok dengan tiang dan/atau
balok dengan balok yang berdekatan (Gambar 12);
(3) menggandakan komponen menjadi balok susun sehingga luas penampangnya
menjadi lebih besar; atau
(4) mengganti komponen dengan kayu yang baru.
b.

a.

=

+

+

=

Gambar 11 Penambahan pelat besi U pada sambungan baut: (a) kondisi mulamula; (b) kondisi setelah ditambahkan pelat baja.

Gambar 12 Penambahan bracing
Beban aksial pada kayu komponen cooling tower dapat berupa beban tarik
atau tekan. Kayu yang terpakai masih mampu menahan beban tarik sejajar serat
karena tegangan ijin tarik sejajar seratnya lebih tinggi daripada NDS 2005
maupun NDS 1991. Namun tegangan ijin tekan sejajar serat kayu Douglas fir
terpakai telah turun menjadi 104.8 kg/cm2, jauh lebih rendah daripada kayu
cadangannya (230 kg/cm2). Kekuatan tekan sejajar serat kayu Douglas fir terpakai
telah terdegradasi hingga turun kelas dari mutu konstruksi menjadi mutu standar
NDS 2005. NDS 1991 juga menyatakan bahwa nilai tegangan ijin kayu Douglas
fir No 1 & BTR adalah 105.47 kg/cm2, masih lebih tinggi dibandingkan hasil
pengujian. Dengan demikian, perhatian lebih lanjut diperlukan pada tiang-tiang
penyangga yang menerima beban tekan sejajar serat karena kelas mutu kayunya
telah turun dari mutu mula-mula.
Hasil pengujian tekan tegak lurus serat memperlihatkan bahwa tegangan ijin
kayu terpakai telah sangat turun dibandingkan kayu cadangannya. Beban tekan

12
tegak lurus yang dapat diterima akan terus meningkat meskipun telah terjadi
kerusakan. Nilai kekuatan tekan tegak lurus serat pada pengujian ini adalah
tegangan tekan tegak lurus serat pada batas proporsi. Hasil uji tekan menunjukkan
bahwa tegangan ijin tekan tegak lurus kayu terpakai adalah 7 kg/cm2, sedangkan
kayu cadangan adalah 44.15 kg/cm2. Dibandingkan NDS 2005, nilai tegangan ijin
tekan tegak lurus serat kayu Douglas fir terpakai berada di bawah standar
sehingga pemeriksaan detil pada bagian tumpuan dan sambungan ini harus
menjadi perhatian serius.
Pengujian Rangkak (Creep)
Pengujianrangkak (creep)dilakukan untuk menentukan penurunan kekuatan
kayu akibat beban jangka panjang. Hasil pengujian creep menunjukkan bahwa
kekuatan kayu terpakai dalam menahan beban jangka panjang telah sangat turun
dibandingkan kayu cadangannya. Hal ini dapat dilihat dari bertambah besarnya
defleksi yang terjadi semakin besar pada setiap beban yang lebih berat seiring
dengan berjalannya waktu. Dengan memperhatikan penurunan kekuatan kayu
Douglas fir akibat pemakaian jangka panjang dibandingkan dengan uji lentur
statisnya, tidak direkomendasikan untuk memperpanjang umur pakai cooling
tower tersebut. Hasil pengujian creep menunjukkan bahwa kekuatan kayu terpakai
dalam menahan beban jangka panjang telah sangat turun dibandingkan dengan
kayu cadangannya.
Berdasarkan uji creep diperoleh model untuk menghitung waktu patah kayu
pada beberapa tegangan lentur. Model tersebut dibangun melalui data empiris uji
creep yang didekati dengan persamaan weibull:
t a b exp cy d
Di mana:
t = jangka waktu pembebanan (hari)
y = defleksi (cm)
Hasil pengujian rangkak dari LVDT diplotkan pada diagram Cartesius, diperoleh
hubungan tegangan lentur dengan jangka waktu pembebanan kayu seperti
disajikan pada Gambar 13,14, dan 15.
Defleksi (mm)

1

t estimasi (A1g)
t estimasi (A2e)
t estimasi (A1f)
t estimasi (A1i)
t estimasi (A2a)
t estimasi (A2b)

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13

Jangka waktu pembebanan (hari)

Gambar 13 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu A

Defleksi (mm)

13
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

B2a estimasi
B2e estimasi
B1h estimasi
B2l estimasi
B1l estimasi
0

2

4

6

8

10

12

Jangka waktu pembebanan (hari)

Defleksi (mm)

Gambar 14 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu B
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

2

4

6

8

10

12

Jangka waktu pembebanan (hari)

Gambar 15 Kurva defleksi vs waktu pembebanan uji rangkak kayu C
Konversi dari 10 hari pembebanan menjadi 10 tahun pembebanan standar
adalah dengan membaginya dengan nilai 2,1 sesuai dengan ketentuan NDS 2005.
Dengan memperhatikan penurunan kekuatan kayu Douglas fir akibat pemakaian
jangka panjang dibandingkan dengan uji lentur statisnya, tidak direkomendasikan
untuk memperpanjang umur pakai cooling tower tersebut.
Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu
Pendugaan sisa masa pakai kayu dilakukan pada tiga sampel yaitu kayu A,B,
dan C. Pendugaan dimulai dengan mencari besarnya defleksi rangkak (creep
deflection). Besarnya creep deflection saat patah untuk tiap-tiap pembebanan
merupakan selisih dari defleksi saat patah pada uji lentur statis dengan initial
deflection. Pada kasus ini yang diambil sebagai nilai initial deflection adalah
defleksi hasil uji lentur statis saat diberi beban sebesar beban creep. Adapun nilai
defleksi rangkak untuk tiap-tiap kayu adalah sebagai berikut (Tabel 2).

14
Tabel 2 Tegangan Creep dan waktu perkiraan patah masing-masing contoh uji
Kode
sampel
A1g
A2e
A1f
A1i
A2b
A2a
B1h
B2a
B1l
B2e
B2l
C2e
C2a
C1h
C1d

Tegangan
creep (kg/cm2)
438
413
328
339
247
151
417
311
270
174
158
142
233
336
409

Creep
deflection(cm)
0.50
0.50
0.57
0.57
0.64
0.71
0.56
0.63
0.63
0.70
0.70
0.69
0.65
0.61
0.56

Waktu patah (tahun)
0.0180
0.0060
0.3140
0.3147
1.8036
4.5517
0.0013
0.0011
0.0048
0.0067
0.0168
0.1596
0.0402
0.0159
0.0061

Kemudian nilai pada tabel 3 di atas diplotkan dalam diagram kartesius yang
selanjutnya dituangkan dengan persamaan eksponensial dan power (Gambar 16).
Tegangan creep (kg/cm2)

500

500

(a)

Tegangan creep
(kg/cm2)

400
300
200
y = 387.5e-0.21x
R² = 0.950

100

(b)

400
300
200
y = 40.05x-0.33
R² = 0.831

100

0
0

1

2
3
4
waktu patah (tahun)

Tegangan
creep(kg/cm2)

500

0

5

0

0.01
Waktu patah (tahun)

0.02

(c)

400
300
200
y = 79.54x-0.33
R² = 0.987

100
0
0

0.1
0.2
Waktu patah (tahun)

Gambar 16Hubungan waktu patah dengan tegangan creep kayu A,B, dan C
Dari pengujian degradasi kayu, kedalaman degradasi maksimum adalah 0.32 cm
sehingga kecepatan degradasi maksimum adalah 0.32/15 = 0.0213 cm/tahun. Dari
persamaan yang diperoleh pada grafik (Gambar 16) pendugaan sisa umur pakai
dapat dihitung dengan:

15
2

f ( p)
b vt h vt
x
2
P max
bh
Dimana nilai b dan h merupakan dimensi awal kayu, v merupakan laju degradasi
maksimum, f(p) merupakan persamaan pada grafik dan P max merupakan beban
maksimal saat uji lentur statis. Sesuai hasil perhitungan, dapat disusun tabel
hubungan tegangan kini dengan sisa masa pakai seperti pada Tabel 3,4, dan 5.
Nilai MOR, P max, dan dimensi tiap-tiap kayu terlampir (Lampran 7).
MOR

Tabel 3 Perkiraan waktu patah kayu A yang menerima tegangan lentur jangka
panjang
t (tahun)

(kg/cm2)

t (tahun)

(kg/cm2)

t (tahun)

(kg/cm2)

1.0

311.27

6.0

104.04

11.0

34.74

1.5

278.97

6.5

93.24

11.5

31.13

2.0

250.03

7.0

83.56

12.0

27.89

2.5

224.08

7.5

74.88

12.5

24.99

3.0

200.83

8.0

67.10

13.0

22.40

3.5

179.98

8.5

60.13

13.5

20.07

4.0

161.30

9.0

53.88

14.0

17.98

4.5

144.56

9.5

48.28

14.5

16.11

5.0

129.55

10.0

43.27

15.0

14.43

5.5

116.10

10.5

38.77

15.5

12.93

Tabel 4 Perkiraan waktu patah kayu B yang menerima tegangan lentur jangka
panjang
t (tahun)

(kg/cm2)

t (tahun)

(kg/cm2)

t (tahun)

(kg/cm2)

1.0

255,635

7.5

122,4165

14.0

92,57007

1.5

222,4107

8.0

119,1703

14.5

90,9802

2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0

201,1714
185,8751
174,0691
164,5335
156,5803
149,7861
143,8736
138,6519
133,9845
129,7708
125,9345

8.5
9.0
9.5
10.0
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5

116,1588
113,3515
110,7236
108,2542
105,9261
103,7244
101,6365
99,65154
97,76013
95,95407
94,22616

15.0
15.5
16.0
16.5
17.0
17,5
18
18,5
19
19,5
20

89,45156
87,9797
86,56063
85,19076
83,86686
82,58598
81,34547
80,1429
78,97606
77,84291
76,74159

16
27
Tabel 5 Perkiraan waktu patah kayu C yang menerima tegangan lentur jangka
panjang
t
t
t
t
t
t
t
2
2
2
2
(tahun) (kg/cm2) (tahun) (kg/cm2) (tahun) (kg/cm2) (tahun) (kg/cm ) (tahun) (kg/cm ) (tahun) (kg/cm ) (tahun) (kg/cm )
1.0

523,2446 8.5

237,7588 16.0

177,176

23,5

142,8601

31

118,9535

38,5

100,6747

46

85,95808

1.5

455,2397 9.0

232,0127 16.5

174,3721

24

141,021

31,5

117,591

39

99,59814

46,5

85,07401

2.0

411,7662 9.5

226,6337 17.0

171,6623

24,5

139,2235

32

116,2519

39,5

98,53673

47

84,20059

2.5

380,4572 10.0

221,5794 17,5

169,0405

25

137,4658

32,5

114,9355

40

97,49006

47,5

83,33762

3.0

356,2921 10.5

216,8141 18

166,5014

25,5

135,7461

33

113,641

40,5

96,45774

48

82,48487

3.5

336,7742 11.0

212,3075 18,5

164,0399

26

134,063

33,5

112,3677

41

95,43944

48,5

81,64213

4.0

320,4952 11.5

208,0339 19

161,6516

26,5

132,4149

34

111,1151

41,5

94,4348

49

80,80922

4.5

306,5885 12.0

203,971 19,5

159,3322

27

130,8004

34,5

109,8824

42

93,44351

49,5

79,98594

5.0

294,4866 12.5

200,0996 20

157,078

27,5

129,2183

35

108,6691

42,5

92,46525

50

79,17209

5.5

283,7986 13.0

196,4029

20,5

154,8854

28

127,6672

35,5

107,4746

43

6.0

274,2453 13.5

192,8661

21

152,7513

28,5

126,1462

36

106,2985

43,5

6.5

265,6204 14.0

189,4764

21,5

150,6726

29

124,6539

36,5

105,1401

44

7.0

257,768 14.5

186,2222

22

148,6466

29,5

123,1895

37

103,9989

44,5

7.5

250,5673 15.0

183,0933

22,5

146,6708

30

121,7519

37,5

102,8746

45

8.0

243,9229 15.5

180,0806

23

144,7427

30,5

120,3402

38

101,7667

45,5

91,49971 51

77,57201

90,5466 51,5

76,78541

89,60565 52

76,00757

88,67658 52,5

75,23831

87,75913 53

74,47748

86,85305 53,5

73,72494

Sesuai dengan Tabel 3,4, dan 5 jika tegangan rencana adalah 80.5 kgf/cm2
(sesuai dengan NDS 1991), maka sisa umur pakai kayu A, B, dan C adalah 7
tahun, 18,5 tahun, dan 49 tahun dari sekarang. Kayu A memiliki sisa masa pakai
yang singkat karena memiliki kerusakan yang paling parah dibandingkan dengan
kayu B dan C. Degradasi berat jenis kayu A merupakan degradasi yang terdalam.
Sedangkan kayu C merupakan kayu kontrol yang memiliki kerusakan paling
kecil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kayu yang digunakan sebagai bracing pada cooling tower di Star Energy
Geothermal (Wayang Windu) Ltd. merupakan jenis douglas fir. Tegangan izin
kayu yang berada di bawah standar NDS yaitu MOE, tekan sejajar serat dan tekan
tegak lurus serat. Berdasarkan jenis kerusakan ini perlu adanya penambahan
bracing, perbaikan pada bagian sambungan agar dapat mengurangi lendutan yang
terjadi, atau mengganti kayu dengan kayu yang baru. Sedangkan estimasisisa
masa pakaikayu bagian bracing yang dihasilkan adalah 7 tahun untuk kayu A,
18,5 tahun untuk kayu B, dan 49 tahun untuk kayu C.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis sambungan yang tepat
untuk mengurangi lendutan yang terjadi semakin besar. Selain itu diperlukan juga
analisis struktur agar diperoleh nilai pendugaan sisa umur kayu yang lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA
American Forest and Paper Association. 2005. National Design Specification for
Wood Construction ASD/LRFD. Amerika Serikat (US): American Forest and
Paper Association.
American Society for Testing and Materials [ASTM]. 2003. Standard Practice for
Evaluating Allowable Properties for Grades of Structural Lumber ASTM
D2915-03. American Society for Testing and Materials.
Badrauddin IS, Suswanto B, Soegihardjo H. 2013. Studi Perbandingan Beberapa
Bentuk Penampang Bresing Anti Tekuk Pada Struktur Bangunan Baja Akibat
Beban Gempa Dengan Menggunakan Software Midas Fea. J.Teknik Pomits.
1(1):1-6.
Bahtiar ET, Nugroho N, Arinana, Darwis A. 2012. Pendugaan Sisa Umur Pakai
Kayu Komponen Cooling Tower di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTP) Unit II Kamojang. J. Tek. Sipil. 19:103-114
British Standards. 1957. Methods of Testing Small Clear Speciments of Timber,
BS-373:1957. British Standard House, Decorporated by Royal Charter. London
Fengel D dan Wegener G. 1995. Division of Wood Chemistry and Ultrastructure
Research. Berlin: University of Munich.
[FPL]. Forest Products Laboratory. 2010. Wood Handbook- Wood as an
Engineering Material. Gen. Tech. Rep. FPL-GTR-190. Madison, WI : US
Departement of Agriculture, Forest Service, Forest Products, Laboratory.
Hoadly BR. 1990. Identifying Wood Acurate Results with Simple Tools. The
Taunton Press. Newtown: Connecticut
Mardikanto TR., Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. IPB Press.
Bogor Porter T. 2006. Wood Identification and Use Revised and Expanded.
GMC Publication. Cambridge.
Morisson F. 2008. Living in a Material World: Proper Selection of the Materials
of Construction fpr Cooling Towers in Commercial HVAC and Industrial
Application, CTI Journal 29(1):8-33.
Stanford HW. 2003. HVAC Water Chillers and Cooling Towers Fundamentals,
Application, and Operation. Marcel Dekker. New York

LAMPIRAN

20
Lampiran 1 Hasil Pengujian Penetrasi Boron
Sebelum diuji

A1q

Sesudah diuji

A1q

B1j

B1j

C1j

C1j

D1j

D1j

E1j

E1j

21

F1j

F1j

Lampiran 2 Hasil Pengujian Penetrasi Tembaga
Sebelum diuji

Sesudah diuji

A2q

A2q

B2j

B2j

C2j

C2j

D2j

D2j

22

E2j

E2j

F2j

F2j

Lampiran 3 Perbedaan Kerusakan Sel Kayu Douglas fir antara Bagian Tepi dan
Tengah dengan Perbesaran 200 dan 500 kali
Kode Sampel

Tepi

Tengah

Perbesaran 200 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 500 x

A

23

Perbesaran 200 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 500 x

B

D

24

Perbesaran 200 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 200 x

Perbesaran 500 x

Perbesaran 500 x

E

F

25
Lampiran 4 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp cy d untuk
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu pembebanan
berdasarkan hasil uji creep kayu A
Kode Contoh Uji
Nilai
parameter

A1g

A2e

A1f

A1i

A2a

A2b

a=

8.41

2.96 32824.17

8482.81

564598.06 822836.51

b=

8.58

2.88 32823.77

8482.36

564599.20 822837.06

c=

7.1739

6.0420

0.0213

0.1463

0.0068

0.0036

d=

2.2208

2.1621

3.2178

4.2291

2.4382

3.3753

R2 =

0.9931

0.9951

0.9831

0.9752

0.9228

0.9691

Lampiran 5 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu
berdasarkan hasil uji creep kayu B
Kode Contoh Uji
Nilai
parameter
B2e
B2a
B1h
B2l
8,1161
14842,27
8,74336
a=
10,05204
7,4472
14841,60
7,98367
b=
9,530606
3
0,00
0,07805
c=
9,122446
7,8019
7,07
10,51728
d=
6,272018
2
R =
0,8669
0,9720
0,8961
0,8708

cy d untuk
pembebanan

B1l
12,36515
12,02021
1,252694
5,344353
0,9176

Lampiran 6 Nilai-nilai parameter bagi persamaan t a b exp cy d untuk
mengepas kurva defleksi pada jangka waktu pembebanan
berdasarkan hasil uji creep kayu C
Kode Contoh Uji
Nilai
Parameter
C2e
C2a
C1h
C1d
a=
8,593295
11,3534
8,958758
8,30022
b=
7,699604
11,19206
8,435008
8,196131
c=
57,05286
5,697694
6,230568
2,384642
d=
3,562319
2,914643
3,277403
2,749537
2
R =
0,7937
0,9090
0,8578
0,7372

26
Lampiran 7 Nilai MOR, P max, dimensi mula-mula dan beban tiap contoh uji
Kode Contoh Uji
A1g
A2e
A1f
A1i
A2b
A2a
B2e
B2a
B1h
B2l
B1l
C2e
C2a
C1h
C1d

MOR

P max

b (cm)

h (cm)

Beban (kg)

750,0264

119,3059

3,7

13

69,996

750,0264

119,3059

3,7

13

69,996

750,0264

119,3059

3,7

13

55,058

750,0264

119,3059

3,7

13

55,058

750,0264

119,3059

3,7

13

40,094

750,0264

119,3059

3,7

13

25,026

682,4592

105,7706

3,7

8,5

682,4592

105,7706

3,7

8,5

682,4592

105,7706

3,7

8,5

682,4592

105,7706

3,7

8,5

682,4592

105,7706

3,7

8,5

953,168

143,3363

3,7

8,5

953,168

143,3363

3,7

8,5

953,168

143,3363

3,7

8,5

953,168

143,3363

3,7

8,5

25,026
40,094
55,058
25,026
40,094
25,026
40,094
55,058
69,996

Lampiran 8 Gambar Cooling Tower Star Energy Geothermal (Wayang Windu)
Ltd.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 18 Oktober1993 sebagai
anak pertamadari empatbersaudara dalam keluarga BapakA. Basuni dan Ibu Ukah.
Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SD Negeri Mandaya
3, SMP Negeri 1 Carenang, dan MA Negeri 2 Serang (Model dan Keterampilan).
Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SNMPTN tulis di Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam kegiatan lain, antara lain:
Reporter Koran Kampus IPB, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) komisariat IPB, Sekretaris Departemen Kastrad BEM Fakultas
Kehutanan, dan Sekretaris Departemen IFC DKM Ibaadurrahman.