Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Dari Inlet Dan Outlet Cooling Pond PT Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak

(1)

ANALISA KANDUNGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH CAIR DARI INLET DAN OUTLET COOLING POND PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

TUGAS AKHIR

DHELLA THERESIA BR KARO 122401113

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISA KANDUNGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH CAIR DARI INLET DAN OUTLET COOLING POND PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya

DHELLA THERESIA BR KARO 122401113

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Dari Inlet Dan Outlet Cooling Pond PT Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Dhella Theresia Br Karo Nomor Induk Mahasiswa : 122401113

Program Studi : Diploma-3 Kimia Analis Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di : Medan, Juli 2015

Disetujui Oleh :

Program Studi D3 Kimia Analis

Ketua, Dosen Pembimbing,

(Dra. Emma Zaidar M. Si) (Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc) NIP. 195512181987012001 NIP. 195504051983031002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(Dr. Rumondang Bulan, Ms) NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISA KANDUNGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND

(COD) PADA LIMBAH CAIR DARI INLET DAN OUTLET

COOLING POND PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY

AREA SIBAYAK

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, juli 2015

DHELLA THERESIA BR KARO 122401113


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Karya Ilmiah ini berjudul “Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Dari Inlet Dan Outlet Cooling Pond PT. Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak”, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi D-III Kimia Analis Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan Karya Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat bantuan, masukan dan saran yang sangat berharga serta dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang paling berharga ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta petunjuk dalam penulisan Karya Ilmiah ini. 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku ketua Departemen Kimia Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Bapak Andry Chresna selaku Senior Supervisor Operation & HSSE di PT. Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak, yang benyak membantu menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

6. Bapak Fitoyo dan Bapak Hesron selaku Pembimbing PKL di PT. Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak.

7. Seluruh staff, pegawai dan karyawan/i di PT. Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak khususnya Bapak Mulyadi, dan kakak Retta surbakti beserta keluarga.

8. Susanni Surbakti, Maria C Q S, Heristiani Br Purba, dan Saraswaty Elovani Br Ginting selaku teman PKL yang telah banyak membantu dalam

terselesaikannya Karya Ilmiah ini.

9. Terkhusus buat Ayah , Ibu, Abang dan adik saya tercinta yang telah mendukung saya dan yang selalu mendoakan saya.

Penulis menyadari, dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini.

Besar harapan penulis agar kiranya Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, juli 2015 Penulis


(7)

ANALISA KANDUNGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH CAIR DARI INLET DAN OUTLET COOLING POND PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

ABSTRAK

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah parameter yang menunjukkan banyaknya senyawa organik yang dapat dioksidasi dalam limbah cair. Senyawa organik tersebut akan dioksidasi oleh reagen yang merupakan oksidator. Kadar COD dari limbah cair pada inlet dan outlet cooling pond PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENENRGY AREA SIBAYAK telah dilakukan, dimana metode yang digunakan untuk mengukur kadar COD pada air limbah cair pada inlet dan outlet cooling pond yaitu menggunakan metode Titrimetri. Hasil analisa diperoleh kadar COD pada minggu I sampai dengan minggu ke IV masing-masing adalah sebagai berikut, minggu I: inlet 241,28 mg/l, outlet 79,04 mg/l; minggu II: inlet 287,04 mg/l, outlet 128,96 mg/l; Minggu III: inlet 224,64 mg/l, outlet 74,88 mg/l; minggu IV: inlet 224,64 mg/l, outlet 141,44 mg/l. Dan dari hasil analisa tidak ada satupun kadar COD pada outlet melebihi batas standard yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.


(8)

CONTENT ANALYSIS OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) IN WASTE WATER COOLING POND INLET AND OUTLET PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

ABSTRACT

COD (Chemical Oxygen Demand) is a parameter that indicates in many organic compounds that can be oxidized in wastewater. The organic compound to be oxidized by an oxidizing reagent. COD concentration of effluent at the inlet and outlet cooling pond PT PERTAMINA GEOTHERMAL AREA ENENRGY Sibayak has been done, where the methods used to measure the levels of COD in waste water liquid at the inlet and outlet cooling pond that is using titrimetric method. COD analysis results obtained in the first week until the fourth week of each is as follows, Week I: inlet 241.28 mg / l, outlets 79.04 mg / l; Week II: inlet 287.04 mg / l, outlet 128.96 mg / l; week III: inlet 224.64 mg / l, outlets 74.88 mg / l; Week IV: inlet 224.64 mg / l, outlet 141.44 mg / l. And the results of the analysis none of COD at the outlet exceeds the standard limit set by the Minister of the Environment.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

KATA PENGHANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Tujuan 3

1.4.Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 4

2.1.1. Penggolongan Air 4

2.1.2. Karakteristik Air 5

2.2. Limbah 7

2.2.1. Sumber Limbah Cair 7

2.2.2. Komposisi Air Limbah 9

2.2.3. Parameter Kualitas Limbah Cair 10

2.2.4. Teknik Penggolongan Limbah 14

2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) 17

2.3.1. Gangguan tes COD 18


(10)

2.3.3. Kekurangan tes COD 19

2.3.4. Ketelitian 19

2.3.5. Pengambilan dan pengawetan sampel 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Prinsip Analisa 21

3.2. Alat dan Bahan 21

3.2.1. Alat 21

3.2.2. Bahan 21

3.3. Pembuatan Pereaksi 22 3.4. Prosedur Analisa 23 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Percobaan 25

4.1.1. Perhitungan 25

4.2. Pembahasan 26

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 28

5.2. Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29


(11)

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 2.1. Perbandingan Rata-Rata Angka BOD5/COD Untuk 18

Beberapa Jenis Air


(12)

ANALISA KANDUNGAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH CAIR DARI INLET DAN OUTLET COOLING POND PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

ABSTRAK

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah parameter yang menunjukkan banyaknya senyawa organik yang dapat dioksidasi dalam limbah cair. Senyawa organik tersebut akan dioksidasi oleh reagen yang merupakan oksidator. Kadar COD dari limbah cair pada inlet dan outlet cooling pond PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENENRGY AREA SIBAYAK telah dilakukan, dimana metode yang digunakan untuk mengukur kadar COD pada air limbah cair pada inlet dan outlet cooling pond yaitu menggunakan metode Titrimetri. Hasil analisa diperoleh kadar COD pada minggu I sampai dengan minggu ke IV masing-masing adalah sebagai berikut, minggu I: inlet 241,28 mg/l, outlet 79,04 mg/l; minggu II: inlet 287,04 mg/l, outlet 128,96 mg/l; Minggu III: inlet 224,64 mg/l, outlet 74,88 mg/l; minggu IV: inlet 224,64 mg/l, outlet 141,44 mg/l. Dan dari hasil analisa tidak ada satupun kadar COD pada outlet melebihi batas standard yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.


(13)

CONTENT ANALYSIS OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) IN WASTE WATER COOLING POND INLET AND OUTLET PT

PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK

ABSTRACT

COD (Chemical Oxygen Demand) is a parameter that indicates in many organic compounds that can be oxidized in wastewater. The organic compound to be oxidized by an oxidizing reagent. COD concentration of effluent at the inlet and outlet cooling pond PT PERTAMINA GEOTHERMAL AREA ENENRGY Sibayak has been done, where the methods used to measure the levels of COD in waste water liquid at the inlet and outlet cooling pond that is using titrimetric method. COD analysis results obtained in the first week until the fourth week of each is as follows, Week I: inlet 241.28 mg / l, outlets 79.04 mg / l; Week II: inlet 287.04 mg / l, outlet 128.96 mg / l; week III: inlet 224.64 mg / l, outlets 74.88 mg / l; Week IV: inlet 224.64 mg / l, outlet 141.44 mg / l. And the results of the analysis none of COD at the outlet exceeds the standard limit set by the Minister of the Environment.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk meningkatkan taraf serta kesejahteraan masyarakat yang kita cita-citakan berupa masyarakat yang adil dan makmur baik moril maupun materil, maka berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini. Salah satu usaha yang sedang digalakkan sesuai dengan garis-garis Haluan Negara adalah ditingkatkannya sektor industri baik yang berupa industri berat maupun yang berupa industri ringan. Maka dengan munculnya industri perlu dipikirkan juga efek sampingnya yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dihasilkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai dengan proses yang ada diperusahaannya.

Limbah dari industri tersebut dapat membahayakan kesehataan manusia karena dapat membawa suatu penyakit, merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam-tanaman, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dapat merusak keindahan karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi.

Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek sampingan yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu indutri tersebut waktu mulai beroperasi. Oleh karena itu perlu dipikirkan juga apakah industri tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak, sehingga segera dapat ditetapkan perlu tidaknnya disediakan bangunan pengolahan air limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. (Sugiharto, 1987)

Dengan melihat perkembangan industri sekarang ini maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah ynga disebabkan oleh perkembangan industri tersebut. Misalnya industri pengolahan uap, PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK. Industri pengolahan uap menghasilkan limbah cair yang mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi yang mengakibatkan beban pencemaran semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Industri pengolahan uap menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa organik yang relatif tinggi dalam bentuk karbon, nitrogen dan fosfor yang dapat menimbulkan proses eutrofikasi yang yang ditandai dengan pertumbuhan ganggang secara pesat dan kadar oksigen terlarut yang rendah.

Limbah cair dapat bersumber dari aktifitas manusia maupun aktivitas alam. Adanya kegiatan-kegiatan industri yang dilakukan oleh manusia menghasilkan buangan yang mengandung bahan kimia. Dimana kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu akan lebih berbahaya bila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun.


(15)

Untuk itu sebelum dibuang ke perairan bebas, limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Dimana dalam pengolahan limbah tersebut ada parameter-parameter yang harus ditentukan misalnya COD, BOD, TSS, TDS, dan lain sebagainya. (Sugiharto, 1987)

Berdasarkan dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menentukan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada beberapa limbah cair yaitu limbah cair industri pengolahan uap. Yang selanjutnya dapat diketahui apakah limbah cair tersebut telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

1.2. Permasalahan

Berapa besar kadar COD yang terkandung dari limbah cair PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK apakah masih masih memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh keputusan Menteri Lingkungan Hidup.

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apakah kadar COD dari limbah cair PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA SIBAYAK telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

1.4. Manfaat

Sebagai informasi bagi masyarakat, agar mengetahui limbah yang sudah di analisa kadar CODnya, dan mengetahui kualitas air limbah yang biasa di buang ke perairan sekitar lingkungan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang harus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama.

2.1.1. Penggolongan Air

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. 3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

peternakan.

4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

2.1.2. Karakteristik Air

Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air


(17)

tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es. Semua badan air di dataran dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu. (Effendi, H. 2003)

1. karakteristik fisika air

Karakteristik fisika air meliputi: kekeruhan, suhu, warna, zat padat terlarut, bau dan rasa. Penyebab terjadinya kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun anorganik, seperti lumpur dan limbah industri. Suhu air mempengaruhi jumlah oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah. Warna air dapat dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-senyawa organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian senyawa organik yang berlangsung secara anaerobik.

2. karakteristik kimia air

Karakteristik kimia air meliputi: pH, DO (dissolved oxygent), BOD (biological oxygent demand), kesadahan dan senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH.

Dissolved oxygen menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesa selain dari absorbsi atmosfer. Semakin tinggi jumlah oksigen terlarut mutu air makin baik.

Biology oxygen demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air secara biologi. Makin tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah. Cheminal oxygen demand (COD) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dalam air secara kimia. Makin tinggi nilai COD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah.

Kesadahan air mempengaruhi efisiensi pemakaian sabun. Kesadahan air disebabkan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air. Adanya senyawa arsen meskipun dalam jumlah yang kecil dapat

merupakan racun bagi manusia.

2.2. Limbah

Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan).


(18)

Sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan atau air hujan. Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kondisi tertentu masuk sebagai komponen limbah cair, karena pada keadaan sistem saluran pengumpulan limbah cair sudah rusak atau retak, air alam itu dapat menyatu dengan komponen limbah cair yang lainnya dan harus diperhitungkan upaya penangannya.

2.2.1. Sumber Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari aktivitas manusia dan aktivitas alam. a. Aktivitas manusia

Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya:

1. Aktivitas bidang rumah tangga

Sangat banyak aktivitas rumah tangga yang menghasilkan limbah cair, antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya. Semakin banyak jenis aktivitas dilakukan, semakin besar volume limbah cair yang dihasilkan.

2. Aktivitas bidang perkantoran

Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan aktivitas penunjang kegiatan pelayanan masyarakat. Beberapa contoh antara lain Kantor Pemerintah Daerah, Kantor Skretariat DPR, Kantor Pos, Kantor PDAM, dll. Limbah cair dari sumber itu biasanya digasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet, aktivitas pencucian peralatan, dan sebagainya.

3. Aktivitas bidang perdagangan

Aktivitas bidang perdagangan mempunyai variasi yang sangat luas. Variasi itu ditinjau dari berbagai aspek, yaitu jenis komoditas yang diperdagangkan, lingkup wilayah pemsaran, kemampuan permodalan, bentuk badan/organisasi, jenis kegiatan, dan sebagainya. Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair yaitu mengepel lantai gedung, pencucian alat makanan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainnya.


(19)

Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/diproses, jenis barang atau bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proses produksi yang diterapkan, kemampuan moda, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.

5. Aktivitas bidang pertanian

Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengaliri lahan pertanian. Secara alami dan dalam kondisi normal, limbah cair pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, namun dengan digunakannya pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulakan dampak negatif pada keseimabangan ekosistem air pada badan air penerima.

b. Aktivitas Alam

Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian. Air larian yang jumlahnya berlebih sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya banjir. Atas dasar itu air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem limbah cair, agar dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat air hujan, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat. (sugiharto.1987).

2.2.2. Komposisi Air Limbah

Sesuai dengan sumber asalnya, maka limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini:


(20)

Gambar 2.1. Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam limbah. (sugiharto.1987)

2.2.3. Parameter Kualitas Limbah Cair

Menurut Okun dan Ponghis (1975), berbagai parameter kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah: bahan padat tersuspensi (suspended solid), bahan padat terlarut (dissolved solids), kebutuhan oksigen kimiawi (chemical oxygen demand = COD), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand = BOD), organisme coliform, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen = DO), kebutuhan klor (chlorine demand), nutrien, dan logam berat (heavy metals).

a. Bahan Padat Tersuspensi

Bahan padat tersuspensi adalah bahan padat yang dihilangkan pada penyaringan (filtration) melalui media standar halus dengan diameter 1 mikron. Bahan padat tersuspensi dikelompokkan lagi dalam bahan padat yang tetap (fixed solids) dan yang menguap (volatile solids). Bahan padat yang menguap merupakan bahan yang bersifat organik yang diharapkan dapat dihilangkan melalui penguraian secara biologis (biological degradation) atau pembakaran (incineration). Fixed solids merupakan bahan padat yang bersifat tetap. Bahan padat tersuspensi selanjutnya dapat dikelompokkan lagi berdasarkan sifat atau kemampuan pengendapannya. Bahan padat yang dapat diendapkan secara normal dapat dihilangkan dalam ukuran besar pada tangki sedimentasi. Bahan padat yang tidak dapat mengendap memerlukan perlakuan tambahan, baik secara kimia ataupun biologis, untuk menghilangkannya dari limbah cair.


(21)

Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrat yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili garam-garam dalam larutan, termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air. Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan kembali setelah pengolahan. Bahan padat terlarut tidak dapat dihilangkan melalui pengolahan konvensional.

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD)

Kebutuhan oksigen biokimia (KOB) adalah ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair. KOB ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur tertentu, umumnya 20°C. BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand = COD)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh kalium bichromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik.

e. Organisme Koliform

Organisme indikator ini meliputi Escherechia coli yang berasal dari saluran pencernaan makanan binatang berdarah panas. Adanya organisme koliform menunjukkan kemungkinan adanyan pathogen, baik virus ataupun bakteri. Karena tinja manusia mengandung kira-kira 1 x 1012 organisme koliform per kapita per hari, harus dicurigai semua limbah cair dari kegiatan rumah tangga terkontaminasi berat oleh organisme ini.

f. pH

pH limbah cair adalah ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair secara konvensional. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pH limbah cair dosmetik adalah mendekati netral.


(22)

DO penting dalam pengoperasian system saluran pembuangan maupun buangan pengolahan limbah cair. Air bersih biasanya jenuh akan oksigen, namun dengan cepat akan berkurang apabila limbah organik ditambahkan ke dalamnya. Derajat kandungan oksigen pada limbah cair sangat bervariasi dan sama sekali tidak stabil. Tujuannya pengolahan limbah cair sebelum diolah adalah memelihara kandungan oksigen yang terlarut dan cukup untuk mencegah terjadinya kondisi anaerob.

h. Kebutuhan Klor (Chlorine Demand)

Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen tersebut.

i. Nutrien

Limbah cair mengandung nutrient (misalnya nitrogen dan fosfor) yang dapat digunakan untuk zat pembangun bagi organisme hidup. Konsentrasi normal tidak menyebabkan masalah pada badan air penerima ataupun pada limbah cair yang akan digunakan kembali untuk irigasi atau perindustrian, ketika limbah cair akan dibuang ke badan air yang relatif bersih, seperti danau atau muara sungai, nutrient itu dapat menyuburkan air sampai tingkat tertentu. Namun jika merangsang pertumbuhan algae secara berlebihan, air penerima dapat dirusak oleh pengayaan itu atau yang disebut eutrofikasi.

j. Logam Berat

Bila industri membuang limbah cair ke sistem saluran limbah cair, banyak logam berat yang rusak ke dalam system dan mengganggu proses pengolahan atau kualitas air penerima. Tembaga yang berakumulasi dalam tangki penguraian lumpur dan menggunakan proses penguraian itu. (Soeparman. 2002, Sunu. 2001)

2.2.4. Teknik Pengolahan Limbah

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. Pengolahan secara fisika 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologi


(23)

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat di aplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

1. Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

2. Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membutuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

3. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktir pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor) 2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor)

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%), dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.


(24)

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. Trickling filter 2. Cakram biologi 3. Filter terendam 4. Reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen; 2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis

2.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel air melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium Bikarbonat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah Ion Krom. Kalium Bikarbonat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Wardhana,1995).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Dalam tabel tercantum perbandingan angka tersebut untuk beberapa jenis air.


(25)

Tabel 2.1. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air Jenis air BOD5/COD

Air buangan domestik (penduduk)

Air buangan domestik setelah pengendapan primer

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis Air sungai 0,40-0,60 0,60 0,20 1,10

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang sebenarnya, misalnya untuk air buangan penduduk domestik <0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme.

2.3.1. Gangguan tes COD

Kadar Klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat.

2.3.2. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5 memerlukan waktu 5 hari.

Untuk menganalisa COD anatara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.

Ketelitian dan ketetapan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.

Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak pada tes COD.

2.3.3. Kekurangan tes COD

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan untuk zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.


(26)

2.3.4. Ketelitian

Penyimpanan baku antara laboratorium adalah 13 mg O2/l. Penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih di perkenankan.

2.3.5. Pengambilan dan Pengawetan Sampel

Gunakan botol kaca bila memungkinkan. Penggunaan botol plastik harus bersih dari zat-zat organik yang mungkin masih tersisa di dalamnya.

Sampel yang mengandung lumpur harus di kocok sampai merata sebelum dianalisa, karena lumpur juga terdiri dari zat-zat organik yang harus dioksidasikan dalam tes COD untuk mendapatkan angka COD yang benar.

Sampel yang tidak stabil yaitu yang mempunyai kadar bakteri Fe2+ tinggi, harus dianalisa segera.

Sampel dapat diawetkan dengan penambahan larutan H2SO4 pekat sampai pH 2 (kira-kira 0,8 ml H2SO4/l sampel) (Alearts, 1984)


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Prinsip Analisa

Penentuan kadar COD pada limbah cair dilakukan dengan metode titrimetri dimana campuran H2SO4(p) dengan K2Cr2O7 dan zat organik direfluks selama 2 jam. Kelebihan kalium bikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS).

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

− Tabung COD − Neraca analitik − Buret 50 ml

− Erlenmeyer 500 ml − Pipet volume 10 ml − Gelas ukur 25 ml − COD Destruction Block − Pipet tetes

3.2.2. Bahan

− Indikator ferroin

− Larutan Kalium Bikarbonat (K2Cr2O7) 0,25 N − Larutan Asam Sulfat-Perak Sulfat (Ag2SO4+H2SO4) − Serbuk Merkuri Sulfat (HgSO4)

− Batu didih


(28)

3.3. Pembuatan Pereaksi

1. Pembuatan Larutan Indikator Ferroin

− 1,10 phenanthrolin monohidrat ditimbang sebanyak 1,485 g − kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

− FeSO4.7H2O ditambahkan sebanyak 0,695 g

− kemudian ditepatkan volumenya sampai tanda garis dengan akuades, kemudian dihomogenkan

2. Pembuatan Larutan Kalium Bichromat (K2Cr2O7) 0,25 N

− K2Cr2O7 ditambahkan sebanyak 6,1295 g dengan neraca analitik

− kemudian dilarutkan dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan dengan akuades sampai garis tanda

− kemudian dihomogenkan

3. Pembuatan Larutan Asam Sulfat-Perak Sulfat (Ag2SO4-H2SO4) − Ag2SO4 ditimbang sebanyak 5 g

− kemudian dilarutkan dalam labu takar 500 ml dengan (H2SO4)(p) 4. Pembuatan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,05 N

− Ferro Ammonium Sulfat ditimbang sebanyak 19,6 g, dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml

− kemudian dilarutkan dengan 300 ml akuades − kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4(p)

− ditepatkan volumenya sampai tanda garis dengan akuades kemudian dihomogenkan


(29)

3.4. Prosedur Analisa

a) Standarisasi Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,05 N − K2Cr2O7 0,25 N dipipet sebanyak 10 ml

− kemudian dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 300 ml − kemudian ditambahkan 90 ml akuades

− kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4(p) dan didinginkan

− ditambahkan 2-3 tetes indikator Ferroin dan dititrasi dengan Ferro Ammonium Sulfat yang telah dibuat sampai berubah warna menjadi merah kecoklatan

− dicatat hasil titrasinya

b) Analisa Sampel (Limbah Dari Inlet & Outlet Cooling Pond)

− Dipipet 10 ml sampel limbah dari inlet cooling pond, dimasukkan ke dalam tabung COD

− Ditambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dengan beberapa batu didih

− Ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N sambil diaduk hingga larutan homogen

− Didinginkan tabung COD dalam pendingin es dan tambahkan 15 ml larutan Ag2SO4-H2SO4 sedikit demi sedikit melalui dinding tabung kemudian diaduk hingga homogen

− Dihubungkan dengan pendingin dan dididihkan diatas COD Destruction Block selama 2 jam

− Didinginkan sampai temperatur kamar

− Dicuci bagian pendingin dengan air suling hingga volume sampel menjadi lebih kurang 70 ml


(30)

− Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai 3 tetes

− Dititrasi dengan larutan FAS 0,05 N sampai berubah warna menjadi merah kecoklatan

− Dicatat larutan FAS yang terpakai

− Dilakukan prosedur yang sama untuk sampel limbah dari outlet cooling pond − Dilakukan prosedur yang sama terhadap air suling sebagai blanko


(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Percobaan

Sampel limbah cair yang digunakan dalam analisa yaitu limbah cair Inlet & Outlet Cooling Pond.

Tabel 4.1. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand)

Sampel Parameter Satuan Minggu Metode I II III IV

Inlet COD Mg/l 241,28 287,04 224,64 316,16 Titrimetri

Outlet COD Mg/l 79,04 128,96 74,88 141,44 Titrimetri

4.1.2. Perhitungan

COD (mg/L O2) = (A – B)(N)(8000) mL contoh I. Inlet Minggu I

Blanko : 24,7 ml N FAS : 0,052 N V titran : 18,9 ml Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 18,9) (0,052)(8000) 10

= 241,28 mg/l Outlet Minggu I Blanko : 24,7 ml N FAS : 0,052 N


(32)

V titran : 18,9 ml Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 22,8) (0,052)(8000) 10

= 79,04 mg/l

4.2. Pembahasan

Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap limbah cair yang telah diproses berdasarkan parameter limbah cair yaitu COD selama 4 minggu, diperoleh bahwa kandungan pencemarnya masih lebih kecil apabila dibandingkan dengan parameter standard kandungan pencemar pada kegiatan eksplorasi dan produksi migas oleh Menteri Lingkungan Hidup.

Pada hasil pengukuran COD, kadar pencemar yang diperoleh pada minggu ke 1 sampai minggu ke 4 dari inlet cooling pond melebihi baku mutu yang telah ditetapkan, sehingga limbah cair tersebut tidak layak dibuang ke pemukiman masyarakat karena dapat berdampak buruk terhadap biota air yang terdapat dalam sungai dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut. Sehingga diolah kembali dari inlet ke outlet cooling pond, dan setelah dianalisa kadar COD pada limbah cair outlet tidak lagi melebihi standard yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tentang kegiatan Eksplorasi dan kegiatan migas yaitu 141,44 mg/l. Dimana baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk parameter COD pada kegiatan eksplorasi dan produksi migas adalah sebesar 200 mg/l. Sehingga limbah cair yang di hasilkan dari outlet sudah bisa dibuang ke aliran sungai masyarakat karena tidak melebihi baku mutu yang sudah ditetapkan, dan tidak akan berdampak buruk lagi terhadap biota air dan terhadap masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. kadar COD yang telah dianalisa pada limbah cair dari kolam cooling pond di PT Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak yaitu sebesar 74,88 mg/l, 79,04 mg/l, 128,96 mg/l dan 141,44 mg/l. Berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan eksplorasi dan produksi migas terdapat pada Nomor KEP-42/MENLH/10/1996 yaitu sebesar 200 mg/l, dan dapat disimpulkan bahwa kadar COD yang dianalisa tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

5.2. Saran

Untuk analisa kadar COD selanjutnya sebaiknya digunakan analisa Refluks Tertutup, dan sebaiknya dianalisa sekali dalam seminggu, supaya hasil yang didapat lebih akurat.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.

Soeparman, H. M. 2001. Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wardhana, W. A. 1995 Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit ANDI.

(http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-330-401738002-bab%20ii.pdf)


(35)

Lampiran 1 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR

LAMPIRAN : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

HIDUP

NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN

EKSPLORASI DAN PRODUKSI MIGAS

TANGGAL : 21 OKTOBER 1996

Tabel 1. BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI MIGAS

PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L)

COD 200

Minyak dan Lemak 25

Sulfida (sebagai H2S) 0,5 Amonia (sebagai NH3-N) 5

Phenol Total 2

Temperatur 40°C


(36)

Lampiran 2 : PERHITUNGAN MINGGU KE II SAMPAI DENGAN MINGGU KE IV

I. Inlet minggu ke II

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 17,8 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 17,8) (0,052)(8000) 10

= 287,04 mg/l

Outlet Minggu Ke II

Blanko : 24,7 ml N FAS : 0,052 N V titran : 21,6 ml Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 21,6) (0,052)(8000) 10

= 128,96 mg/l

II. Inlet Minggu Ke III

Blanko : 24,7 ml


(37)

V titran : 19,3 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 19,3) (0,052)(8000) 10

= 224,64 mg/l

Outlet Minggu Ke III

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 22,9 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 22,9) (0,052)(8000) 10

= 74,88 mg/l

III. Inlet Minggu Ke IV

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 17,1 ml


(38)

COD (Inlet) = (24,7 – 17,1) (0,052)(8000) 10

= 316,16 mg/l

Outlet Minggu Ke IV

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 21,3 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 21,3) (0,052)(8000) 10


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. kadar COD yang telah dianalisa pada limbah cair dari kolam cooling pond di PT Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak yaitu sebesar 74,88 mg/l, 79,04 mg/l, 128,96 mg/l dan 141,44 mg/l. Berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan eksplorasi dan produksi migas terdapat pada Nomor KEP-42/MENLH/10/1996 yaitu sebesar 200 mg/l, dan dapat disimpulkan bahwa kadar COD yang dianalisa tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

5.2. Saran

Untuk analisa kadar COD selanjutnya sebaiknya digunakan analisa Refluks Tertutup, dan sebaiknya dianalisa sekali dalam seminggu, supaya hasil yang didapat lebih akurat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.

Soeparman, H. M. 2001. Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wardhana, W. A. 1995 Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit ANDI.

(http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-330-401738002-bab%20ii.pdf)


(3)

Lampiran 1 : BAKU MUTU LIMBAH CAIR

LAMPIRAN : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI MIGAS

TANGGAL : 21 OKTOBER 1996

Tabel 1. BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN EKSPLORASI DAN PRODUKSI MIGAS

PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L)

COD 200

Minyak dan Lemak 25 Sulfida (sebagai H2S) 0,5

Amonia (sebagai NH3-N) 5

Phenol Total 2

Temperatur 40°C


(4)

Lampiran 2 : PERHITUNGAN MINGGU KE II SAMPAI DENGAN MINGGU KE IV

I. Inlet minggu ke II

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 17,8 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 17,8) (0,052)(8000) 10

= 287,04 mg/l

Outlet Minggu Ke II

Blanko : 24,7 ml N FAS : 0,052 N V titran : 21,6 ml Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 21,6) (0,052)(8000) 10

= 128,96 mg/l

II. Inlet Minggu Ke III

Blanko : 24,7 ml


(5)

V titran : 19,3 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 19,3) (0,052)(8000) 10

= 224,64 mg/l

Outlet Minggu Ke III

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 22,9 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 22,9) (0,052)(8000) 10

= 74,88 mg/l

III. Inlet Minggu Ke IV

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 17,1 ml


(6)

COD (Inlet) = (24,7 – 17,1) (0,052)(8000) 10

= 316,16 mg/l

Outlet Minggu Ke IV

Blanko : 24,7 ml

N FAS : 0,052 N

V titran : 21,3 ml

Sampel : 10 ml

COD (Inlet) = (24,7 – 21,3) (0,052)(8000) 10