Pangan Fungsional Mi Ikan Berbasis Konsentrat Protein Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), Spirulina Platensis Dan Sumber Karbohidrat Lokal

PANGAN FUNGSIONAL MI IKAN BERBASIS KONSENTRAT
PROTEIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus), Spirulina
platensis DAN SUMBER KARBOHIDRAT LOKAL

AJENG NOVVITA SARY

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pangan Fungsional Mi
Ikan Berbasis Konsentrat Protein Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Spirulina
platensis dan Sumber Karbohidrat Lokal adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Ajeng Novvita Sary
NIM C34100014

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
AJENG NOVVITA SARY. Pangan Fungsional Mi Ikan Berbasis Konsentrat
Protein Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Spirulina platensis dan Sumber
Karbohidrat Lokal. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan JOKO
SANTOSO.
Konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis sangat potensial sebagai
bahan pengayaan protein untuk produk-produk yang populer berbasis
karbohidrat misalnya mi sagu. Sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan mi non terigu, namun kandungan gizi pada mi sagu masih rendah,

sementara di satu sisi pemanfaatan konsentrat protein ikan dan Spirulina
platensis belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan produk
pangan olahan yang praktis, cepat saji dan bergizi tinggi dengan
memanfaatkan sagu sebagai bahan utama serta pengayaan gizi dengan
konsentrat protein ikan nila dan Spirulina platensis. Hasil analisis sensori
menunjukkan bahwa formula mi dengan penambahan konsentrat protein ikan
nila 3% dan Spirulina platensis 2% menghasilkan mi dengan tingkat
penerimaan terbaik. Karakteristik mi sagu formula terbaik adalah, kadar air
8,38%, kadar abu 2,48%, kadar protein 4,23%, kadar lemak 0,65%, kadar
karbohidrat 92,69%, total serat pangan 2,25%, IC50 antioksidan 329,82 ppm,
aktivitas air 0,38, cooking time 4,75 menit, cooking loss 30,81%, kekerasan
968,60 gf, kelengketan -24,34 gf dan kekenyalan 0,66 gf.
Kata kunci: konsentrat protein ikan nila, mi sagu kering, Spirulina platensis

ABSTRACT
AJENG NOVVITA SARY. Fish Noodle: a Functional Food Based on Tilapia
(Oreochromis niloticus) Fish Protein Concentrate, Spirulina platensis and
Local Carbohydrate Source. Supervised by WINI TRILAKSANI and JOKO
SANTOSO.
Fish protein concentrate and Spirulina platensis are very potential as

protein enrichment materials for popular products based on carbohydrate for
example noodle sago. Sago can be used as raw material for making of non
wheat noodle, however noodle sago is lack on nutrient content, while in
another hand fish protein concentrate and Spirulina platensis utilization have
not optimum yet. The aim of this research was to create a food products that
are practical, fast and high nutrition by using sago as the main ingredient and
nutrient enrichment with tilapia fish protein concentrate and Spirulina
platensis. The result of sensory test showed that the noodle formula with the
addition tilapia fish protein concentrate of 3% and Spirulina platensis of 2%
produced noodle with the best acceptance rate. The characteristics of the best
formulations dried sago noodle as follows 8.38% moisture content, 2.48% ash
content, 4.23% protein content, 0.65% fat content, 92.69% carbohydrates
content, fibre 2.25%, IC50 antioxidant 329.82 ppm, water activity 0.38,
cooking time 4.75 minutes, cooking loss 30.81%, hardness 968.60 gf,
stickiness -24.34 gf, and springiness 0.66 gf.
Keywords: tilapia fish protein concentrate, dried sago noodle, Spirulina
platensis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PANGAN FUNGSIONAL MI IKAN BERBASIS KONSENTRAT
PROTEIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus), Spirulina
platensis DAN SUMBER KARBOHIDRAT LOKAL

AJENG NOVVITA SARY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Pangan Fungsional Mi Ikan Berbasis Konsentrat Protein Ikan Nila
(Oreochromis niloticus), Spirulina platensis dan Sumber Karbohidrat Lokal.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada :
1.
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku
dosen pembimbing sekaligus Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan, atas segala bimbingan dan pengarahannya,
2.
Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen penguji atas segala masukan

yang diberikan kepada penulis,
3.
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi
Hasil Perairan,
4.
Kedua orang tua dan kedua kakakku yang senantiasa selalu
memberikan motivasi, semangat dan doanya,
5.
Novitha Sari, Elly Susanti, Ade Imriati P, Ismail, dan Rizky selaku
teman seperjuangan dalam penelitian ini,
6.
Mba Dini, Bu Ema, Mas Zaky, Mas Ipul, Bu Endang, Mba Ina, Mba
Ine, Pak Junaedi selaku laboran yang senantiasa membantu kegiatan
penelitian ini,
7.
Keluarga besar THP 47, 46, 48 dan 49 yang telah memberikan bantuan
serta dukungan moril dalam penyusunan karya ilmiah ini,
8.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Maret 2015

Ajeng Novvita Sary
NIM C34100014

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah....................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian......................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................................


1
1
3
3
4
4

METODE PENELITIAN ................................................................................
Bahan .........................................................................................................
Alat ............................................................................................................
Tahapan Penelitian .....................................................................................
Prosedur Analisis .......................................................................................

4
4
5
5
8


HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Karakteristik Konsentrat Protein Ikan Nila .................................................
Karakteristik Spirulina platensis .................................................................
Karakteristik Sensori ..................................................................................
Penentuan Formula Mi Sagu Kering KPI Nila dan Spirulina platensis
Terpilih ......................................................................................................
Karakteristik Fisik Mi Sagu Kering KPI Nila dan Spirulina platensis
Terpilih ......................................................................................................
Karakteristik Kimia Mi Sagu Kering KPI Nila dan Spirulina platensis
Terpilih ......................................................................................................
Uji Beda t-test ............................................................................................
Sumbangan Gizi Mi Sagu KPI Nila dan Spirulina platensis Terpilih
Terhadap Angka Kecukupan Gizi ...............................................................

14
14
15
16

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................
Ucapan Terima Kasih .................................................................................

34
34
34
34

22
22
26
30
33

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
LAMPIRAN ................................................................................................... 41
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 63

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7

Karakteristik fisiko-kimia KPI nila ...........................................................
Komposisi proksimat Spirulina platensis kering .......................................
Hasil analisis dengan metode Bayes .........................................................
Karakteristik fisik mi sagu kering formula terpilih dan formula
kontrol......................................................................................................
Karakteristik kimia mi sagu kering formula terpilih dan formula
kontrol......................................................................................................
Nilai rerata hasil uji beda t-test .................................................................
Informasi nilai gizi mi sagu kering formula terpilih, formula
kontrol dan mi kering komersial ...............................................................

14
15
22
23
26
30
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan (KPI) nila ......................
Diagram alir pembuatan mi sagu kering dan analisis ...............................
Diagram batang kenampakan mi sagu kering yang difortifikasi KPI
nila dan Spirulina platensis ......................................................................
Diagram batang warna mi sagu kering yang difortifikasi KPI nila
dan Spirulina platensis .............................................................................
Diagram batang aroma mi sagu kering yang difortifikasi KPI nila
dan Spirulina platensis .............................................................................
Diagram batang kekerasan mi sagu kering yang difortifikasi KPI
nila dan Spirulina platensis ......................................................................
Diagram batang kekenyalan mi sagu kering yang difortifikasi KPI
nila dan Spirulina platensis ......................................................................

6
7
17
18
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Lembar penilaian uji sensori mi sagu kering .............................................
Hasil uji Kruskal Wallis dan uji lanjut Dunn parameter sensori mi
sagu kering KPI nila dan Spirulina platensis ............................................
Penilaian indeks kerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori
mi sagu kering ..........................................................................................
Uji kenormalan Ryan-Joiner, analisis ragam (ANOVA) dan uji
lanjut Duncan karakteristik fisik mi sagu kering .....................................
Uji kenormalan Ryan-Joiner, analisis ragam (ANOVA) dan uji
lanjut Duncan karakteristik kimia mi sagu kering .....................................
Hasil uji independent t-test ......................................................................
Perhitungan persentase/proporsi sumbangan gizi mi .................................

43
44
45
47
51
58
62

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah rawan pangan dan gizi masih menjadi ancaman bagi ketahanan
pangan Indonesia. Ariani (2010) menyatakan bahwa masalah gizi tidak terlepas
dari masalah makanan, karena masalah gizi timbul sebagai akibat kekurangan atau
kelebihan kandungan zat gizi dalam makanan. Salah satu masalah gizi yang sering
dijumpai di Indonesia adalah kurang energi protein (KEP). Fatimah et al. (2008)
menyatakan bahwa KEP adalah keadaan berat badan anak kurang dari 80% indeks
berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. Haslina et al. (2006)
melaporkan bahwa KEP dapat terjadi sebagai akibat asupan makanan yang tidak
cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya infeksi kronik atau
berulang-ulang. Tersedianya berbagai jenis makanan bergizi dapat dipenuhi antara
lain melalui pengayaan makanan dengan bahan-bahan yang memenuhi
persyaratan untuk meningkatkan asupan makanan pada anak-anak maupun orang
dewasa.
Kualitas protein yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia masih rendah
dan pemenuhan kebutuhan protein masyarakat masih tertumpu pada protein nabati.
Porsi dari pangan hewani rata-rata hanya sekitar 26,6% dari total konsumsi
protein. Idealnya, porsi protein hewani minimal 50% dari total konsumsi protein
untuk mencapai kualitas sumberdaya manusia yang baik dan mampu bersaing
pada tataran global (Ariani 2010). Hasil perikanan memiliki potensi yang baik
untuk berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat, khususnya protein hewani.
Ikan selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai functional food yang
mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh
berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin, dan
mineral. Ikan juga dapat dipakai sebagai bahan pengayaan makanan olahan,
mengingat kandungan gizi ikan yang cukup tinggi. Data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa sumbangan protein ikan terhadap
konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 57% (KKP 2013).
Potensi perikanan yang besar tersebut dapat menjadi solusi untuk
menanggulangi kasus defisiensi protein di Indonesia yaitu, dengan mengolah ikan
menjadi konsentrat protein ikan (KPI). Konsentrat Protein Ikan (KPI) menurut
Ibrahim (2009) adalah bahan pangan konsumsi manusia dari hasil olahan ikan
yang telah dihilangkan kandungan lemak dan airnya, sehingga kandungan
proteinnya meningkat. Windsor (2008) menyatakan bahwa KPI mengandung
protein minimal 67,5% dan kandungan lemak maksimal 0,75%. Salah satu jenis
ikan yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku KPI adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus). Ikan nila selain digemari oleh masyarakat, mudah
dibudidayakan, dan harganya relatif murah, juga memiliki kandungan protein
yang tinggi. Dewi dan Ibrahim (2006) melaporkan bahwa fillet ikan nila memiliki
kadar protein tinggi (15,36%) dan kadar lemak yang tergolong rendah (1,01%),
sehingga sesuai untuk dijadikan bahan baku KPI. Sumber protein lain yang juga
berpotensi untuk menanggulangi kasus defisiensi protein Indonesia adalah
Spirulina platensis. Yudiati et al. (2011) menyatakan bahwa Spirulina sp. adalah
mikroalga bersel tunggal yang termasuk dalam golongan cyanobacterium

2
mikroskopik berfilamen. Menurut Jos et al. (2011) Spirulina sp. telah lama
menjadi sumber pangan protein tinggi yang dikonsumsi oleh manusia.
Christwardana et al. (2013) juga menyatakan bahwa Spirulina sp. memiliki
beberapa karakteristik serta kandungan nutrisi yang cocok sebagai makanan
fungsional. Dilaporkan oleh Sánchez et al. (2003) bahwa mikroalga ini
mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi, kadar protein 55-70%, kadar
karbohidrat 15-25%, asam lemak esensial 18%, dan sisanya adalah vitamin,
mineral serta pigmen klorofil, karoten, xantofil dan fikosianin. Konsentrat protein
ikan dan Spirulina platensis sangat potensial sebagai bahan pengayaan protein
untuk produk-produk yang populer berbasis karbohidrat, salah satunya mi.
Mi adalah salah satu produk pangan yang paling populer di Asia, khususnya
Asia Timur dan Asia Tenggara. Di Indonesia mi merupakan makanan yang sangat
digemari oleh anak-anak dan orang dewasa karena rasanya yang enak,
mengenyangkan, praktis, dan tidak terlalu membutuhkan lauk pauk ketika
menyantapnya. Frekuensi konsumsi mi yang tinggi berpeluang menimbulkan
masalah diantaranya, kandungan minyak dalam mi instan mencapai 30% bobot
kering sehingga diwaspadai bagi penderita obesitas atau orang yang sedang dalam
program penurunan berat badan. Kandungan natrium pada mi instan cukup tinggi
sehingga kurang menguntungkan bagi penderita penyakit maag dan penderita
hipertensi, serta menurunkan devisa negara karena bahan baku mi pada umumnya
adalah tepung terigu (Auliah 2012). Gandum (terigu) termasuk pangan dengan
nilai impor yang tinggi dan tergolong pangan yang tidak diproduksi dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO),
Franciscus Welirang, melaporkan bahwa konsumsi tepung terigu Indonesia pada
tahun 2013 diperkirakan mencapai 5,43 juta ton, naik 7% dari tahun 2012 yang
mencapai 5,08 juta ton (Prihtiyani 2013). Kepala Pemasaran CBH Group Tom
Puddy memprediksi pembelian gandum Indonesia dapat meningkat menjadi 11,5
juta ton dalam lima tahun ke depan (Deil 2013).
Penggunaan terigu dalam pembuatan mi dapat dikurangi dengan
menggunakan sumber karbohidrat lainnya yang juga merupakan pangan lokal
misalnya sagu. Limbongan (2007) menyatakan bahwa sagu (Metroxylon sp)
merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang cukup potensial di
kawasan Indonesia Timur. Luas areal sagu yang terdapat di Indonesia sekitar
1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Potensi produksi
tepung sagu yang dihasilkan dari luasan tersebut adalah 6,50 juta ton.
Pemanfaatan sagu di Indonesia baru sekitar 10% dari potensi yang ada. Sagu
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mi kering (pengganti terigu).
Purwani et al. (2006b) menyatakan bahwa mi dari bahan-bahan lokal, misal pati
sagu, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan mi berbahan baku
terigu diantaranya, mengandung resistent starch yang bermanfaat bagi kesehatan
usus, memiliki kandungan indeks glikemik yang rendah sehingga baik untuk
penderita diabetes maupun mereka yang sedang melakukan diet serta tidak
mengandung protein gliadin dan glutenin yang dapat berubah menjadi gluten
sehingga cocok bagi penderita autis yang biasanya sensitif terhadap kandungan
gluten. Penelitian tentang mi sagu telah dilakukan oleh Widaningrum et al. (2005),
yaitu pembuatan mi sagu dengan pengaruh suhu pemeraman dan
Sugiyono et al. (2009) tentang peningkatan kualitas mi instan sagu melalui
modifikasi heat moisture treatment. Akan tetapi jika dinilai dari aspek gizi,

3
kandungan protein, lemak dan zat gizi lain pada mi sagu yang dihasilkan
tergolong rendah. Hal inilah yang menjadi faktor pembatas untuk
mengembangkan produk-produk makanan berbasis sagu sebagai produk pangan
bernilai gizi tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kandungan gizi pada mi sagu yaitu dengan melakukan fortifikasi. Fortifikasi yang
dapat dilakukan diantaranya dengan memanfaatkan ikan nila (Oreochromis
niloticus) sebagai konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis yang dinilai
memiliki kandungan protein yang tinggi. Dengan demikian penambahan
konsentrat protein ikan (KPI) nila dan Spirulina platensis diharapkan mampu
meningkatkan kandungan gizi dan menjadi nilai tambah pada mi sagu kering.

Perumusan Masalah
Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan masalah utama
dibidang kesehatan yang belum seluruhnya terpecahkan di Indonesia. KEP
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang tidak cukup mengandung
energi dan protein serta karena adanya infeksi kronik atau berulang-ulang. Pola
konsumsi masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan protein masih
tertumpu pada protein nabati. Konsumsi protein hewani dalam pemenuhan gizi
masyarakat masih rendah. Subsektor perikanan memiliki potensi yang baik untuk
berkontribusi di dalam pemenuhan gizi masyarakat, khususnya protein hewani.
Ikan dapat menjadi solusi untuk menanggulangi kasus defisiensi protein di
Indonesia dengan mengolah ikan menjadi konsentrat protein ikan (KPI).
Sumber protein lain yang juga berpotensi untuk menanggulangi kasus
defisiensi protein di Indonesia adalah Spirulina platensis. Konsentrat Protein Ikan
dan Spirulina platensis sangat potensial sebagai bahan pengayaan protein untuk
produk-produk yang populer berbasis karbohidrat, salah satunya mi. Mi yang
beredar di pasaran, sebagian besar berasal dari gandum (terigu). Dominasi mi
terigu di pasaran menyebabkan ketergantungan terhadap terigu yang berdampak
pada peningkatan impor terigu. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengurangi
konsumsi mi terigu yaitu dengan menciptakan mi berbahan baku lokal misalnya
sagu. Mi sagu memiliki kandungan karbohidrat tinggi, namun rendah kandungan
gizi lainnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kandungan gizi pada mi sagu yaitu dengan melakukan fortifikasi konsentrat
protein ikan dan Spirulina platensis pada formulasi mi sagu.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menciptakan mi sagu dengan
pengayaan protein yang berasal dari konsentrat protein ikan dan Spirulina
platensis. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1) Menentukan formula terbaik dari mi sagu kering yang diperkaya dengan KPI
nila dan Spirulina platensis berdasarkan karakteristik sensori,
2) Mempelajari karakteristik fisiko kimia mi sagu formula terbaik dan formula
kontrol serta membandingkannya dengan mi kering komersial.

4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat menghasilkan
produk baru berbahan baku sagu (pangan lokal) sebagai alternatif konsumsi
pangan pokok yang bergizi. Meningkatkan nilai tambah ikan nila
(Oreochromis niloticus) sebagai bahan baku pembuatan konsentrat protein ikan.
Meningkatkan kandungan gizi mi sagu kering dengan penambahan KPI nila dan
Spirulina platensis. Mengurangi ketergantungan terhadap produk impor dan
meningkatkan konsumsi sagu sehingga kedaulatan pangan dapat tercapai serta
dapat dijadikan acuan dalam aplikasi pembuatan mi kering non terigu dengan
menggunakan proses ekstrusi.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu penentuan formula terbaik mi sagu
kering berdasarkan analisis sensori (kenampakan, warna, aroma, kekerasan dan
kekenyalan), pengujian karakteristik mi sagu kering meliputi analisis kadar air,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat (by difference), analisis
antioksidan, analisis serat pangan, uji aktivitas air (aw), cooking time, cooking loss,
serta analisis profil tekstur (kekerasan, kelengketan dan kekenyalan).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Juni 2014, di
beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Diversifikasi dan Pengolahan Hasil
Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik dan
Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium R&D Pasta dan Sereal Seafast Center, Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium Analisis Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
bahan untuk pembuatan mi sagu kering dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan
yang digunakan untuk pembuatan mi sagu kering antara lain air, garam, tepung
sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari PT Fajar Sagu Serang, Banten,
Spirulina platensis yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah, dan KPI nila tipe A yang diperoleh dari
modifikasi Santoso et al. (2008) dengan metode tiga kali pengulangan tahap
ekstraksi. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mi sagu kering meliputi
kjeltab merek Merck, H2SO4 100%, aquades, H3BO3 4%, NaOH 40%, n-heksan

5
100%, etanol 100%, metanol 100%, BaCl 10%, H2O2 10%, AgNO3 0,01 N, dan
2.2-DiPenyl-1-Picrylhydrazyl Hydrate (DPPH).

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini juga terbagi menjadi dua,
yaitu alat untuk pembuatan mi sagu kering dan alat untuk analisis. Alat-alat yang
digunakan untuk pembuatan mi sagu kering antara lain, ekstruder pencetak mi
(ekstruder pasta) model MS9, Multifunctional noodle modality machine,
Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China, panci, baskom, sendok,
cabinet dryer dan kompor. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah cawan
porselen, desikator, timbangan analitik merek Sartorius TE212-L, oven merek
Yamato tipe DV 41, tanur merek Yamato tipe FM 38, soxhlet, labu lemak, labu
kjeldahl, whiteness meter, gelas ukur, gelas piala, kompor listrik, tanur, dan
texture analyzer TA-XT2i. Ekstruder pasta yang digunakan memiliki ciri-ciri :
diameter barrel 3,2 cm, diameter ulir 3,1 cm, kedalaman flight 0,9 cm, lubang die
berjumlah 24 buah dengan diameter masing-masing lubang adalah 1,5 mm.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas empat tahap, tahap pertama yaitu pembuatan
konsentrat protein ikan nila (Gambar 1). Tahap kedua, pembuatan sembilan
formula mi sagu kering dengan penambahan konsentrat protein ikan (KPI) nila
dan Spirulina platensis (Gambar 2). Tahap ketiga, penentuan tiga konsentrasi
terpilih mi sagu kering KPI nila dan Spirulina platensis dengan menggunakan
metode Bayes. Tahap keempat, membandingkan mi sagu kering formula terbaik
dengan mi kering komersial.
Pembuatan Konsentrat Protein Ikan (modifikasi Santoso et al. 2008)
Pembuatan KPI diawali dengan preparasi ikan nila (Oreochoromis
niloticus) dalam bentuk fillet, yang selanjutnya digiling dengan menggunakan
food procesor. Daging ikan yang sudah digiling diekstrak sebanyak tiga kali
menggunakan etanol food grade dengan perbandingan (P:I = 3:1) pada suhu 5 °C
selama 20 menit. Daging ikan yang sudah diekstrak disaring menggunakan kain
belacu dan dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 40 °C selama 4 jam.
Tahap terakhir dilakukan penghancuran menggunakan blender dan diayak dengan
ayakan berukuran 60 mesh.
Pembuatan mi sagu (modifikasi Purwani et al. 2006a)
Pembuatan mi sagu mengacu pada penelitian Purwani et al. (2006a) yang
telah dimodifikasi. Adonan dibuat menjadi binder yang disiapkan dengan cara
mendidihkan pati sagu (10% dari total pati sagu) dan garam 2% ke dalam air (1:7
w/v). Binder dicampur dengan konsentrat protein ikan nila, Spirulina platensis,
dan 90% pati sagu yang masih tersisa hingga diperoleh adonan yang cukup licin.
Adonan kemudian dicetak menggunakan ekstruder pencetak mi (ekstruder pasta)
dan dikeringkan selama 1 jam pada suhu 50º C dengan menggunakan cabinet

6
dryer. Perlakuan yang diberikan dalam pembuatan mi sagu kering adalah
penambahan konsentrat protein ikan nila dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 12%
(dari total berat tepung) serta penambahan Spirulina platensis dengan konsentrasi
2%, 3% dan 4% (dari total berat tepung). Konsentrasi KPI nila dan Spirulina
platensis yang digunakan dalam penelitian ini diacu berdasarkan teori umum
mengenai anjuran kisaran sebaran energi gizi makro bagi penduduk Indonesia
dalam estimasi kecukupan gizi yaitu 5-15% energi protein, 25-25% energi lemak
dan 40-60% energi karbohidrat, serta berdasarkan batasan konsumsi Spirulina
platensis per hari. Small (2011) melaporkan bahwa konsumsi Spirulina platensis
per hari tidak lebih dari 15 g (0,5 ons).
Ikan Nila (Oreochoromis niloticus)

Pemfilletan dan penggilingan dengan food processor

Ekstraksi dengan etanol food grade, perbandingan (P:I = 3:1), suhu 5°C, selama 20 menit

Penyaringan dengan kain saring

*Pengulangan ekstraksi terhadap minced fish 3 kali

Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 40°C, selama 4 jam

Penghancuran dengan blender

Pengayakan dengan ayakan ukuran 60 mesh

Konsentrat Protein Ikan (KPI) nila

Gambar 1 Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan (KPI) nila (*modifikasi
Santoso et al. 2008)

7
Tepung sagu 10% + garam 2%

Pencampuran ke dalam air dengan
perbandingan (tepung:air = 1:7 w/v)

Pemanasan dan pengadukan hingga terbentuk
gel berwarna transparan
*KPI nila
3%; 6%;12%
Tepung sagu
90%

Binder berbentuk gel

*Spirulina platensis
2%, 3%, 4%

Pengadonan hingga kalis

Pembentukan untaian mi dengan ekstruder pencetak

Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 40°C, selama 1 jam

Mi sagu kering KPI nila
dan Spirulina platensis

Pengujian sensori

Penentuan tiga formula terpilih dengan metode Bayes

Mi sagu kering kontrol dan mi kering komersial

-

Tiga formula mi sagu kering terpilih

Analisis :
Proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat (by diiference))
Aktivitas antioksidan
Total serat pangan
Analisis profil tekstur (kekerasan, kelengketan dan kekenyalan)
Cooking time
Cooking loss
Aktivitas air (aw)

Gambar 2 Diagram alir pembuatan mi sagu kering dan analisis (*modifikasi
Purwani et al. 2006a)

8
Prosedur Analisis
Pengujian sensori (BSN 2011)
Pengujian sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Pengujian sensori mi sagu kering
dalam penelitian ini menggunakan metode uji skor. Uji skor (scoring test)
merupakan metode uji dalam menentukan tingkatan mutu produk berdasarkan
skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) sebagai nilai
tertinggi dengan menggunakan lembar penilaian. Data yang diperoleh dari lembar
penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata
pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Penilaian dilakukan oleh 30
orang panelis semi terlatih meliputi kenampakan, warna, aroma, kekerasan, dan
kekenyalan.
Waktu tanak (cooking time) (Collado et al. 2001)
Air sebanyak 200 mL dipanaskan sampai mendidih, kemudian 5 g mi yang
telah dipotong sepanjang 2-3 cm, dimasukkan ke dalam air mendidih tersebut.
Setiap 30 detik, helaian mi diletakkan diantara dua gelas arloji kemudian ditekan.
Waktu tanak optimum diperoleh pada saat seluruh bagian mi menyerap air dengan
sempurna atau pada saat tidak terbentuk titik putih ketika mi ditekan dengan gelas
arloji. Waktu dicatat mulai dari perebusan mi sagu sampai matang.
Cooking loss (Collado et al. 2001)
Penentuan cooking loss dilakukan dengan cara merebus 5 g mi dalam 150
mL air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi direndam air dingin dan
kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100 °C
sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. Cooking loss dihitung dengan
rumus:
Berat sebelum direbus - Berat sesudah direbus
×100%
Cooking loss (%) =
Berat sebelum direbus
Profil tekstur menggunakan texture analyzer TA-XT2i (Subarna et al. 2012)
Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm.
Pengaturan TAXT-2 yang digunakan adalah sebagai berikut : speed 1,0 mm/detik,
rupture test distance 50%, trigger Auto S9, mode Texture Profile Analysis (TPA).
Sehelai sampel mi dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di
atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara gaya yang diperlukan untuk kompresi dan waktu. Nilai
kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak yaitu gaya maksimal, dan nilai
kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak. Satuan kedua parameter ini
adalah gram force (gf). Kekenyalan diperoleh dari rasio antara dua area kompresi.
Kadar abu (BSN 2006a)
Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
105 °C selama 15 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator
(15 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan
kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan porselen yang berisi
sampel kemudian dipijarkan di atas nyala api hingga tidak mengeluarkan asap.

9
Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 °C selama 6 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin, kemudian ditimbang. Perhitungan persentase kadar abu basis
basah dapat dihitung dengan rumus berikut:
Bobot setelah tanur - Bobot cawan
Kadar abu (%) =
x 100 %
Bobot sampel
Kadar air (BSN 2006b)
Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
105 °C selama 15 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator
(15 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan
kemudian diletakkan di dalam cawan porselen. Sampel kemudian dikeringkan
dengan oven bersuhu 105 °C selama 6 jam. Setelah proses tersebut, sampel
beserta cawan dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin.
Sampel yang telah kering beserta cawan ditimbang kembali dan dicatat bobotnya.
Perhitungan persentase kadar air basis basah dapat dihitung dengan rumus berikut:
( Bobot cawan + sampel) - Bobot setelah oven
Kadar air (%) =
x 100 %
Bobot sampel
Kadar lemak (BSN 2006c)
Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan
diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama
minimal 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di
dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Labu lemak
kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang.
Perhitungan kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut:
Bobot labu dengan lemak - Labu kosong
Kadar lemak (%) =
x 100 %
Bobot sampel
Kadar protein (BSN 2006d)
Tahap-tahap dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi,
destilasi, dan titrasi. Sampel ditimbang seberat 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung
tersebut dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut
dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400 °C. Proses destruksi
dilakukan kurang lebih satu jam sampai larutan menjadi hijau bening. Larutan
sampel yang sudah didestruksi ditambahkan dengan akuades sampai 100 mL
kemudian diambil sebanyak 10 mL dan dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu
ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam tabung
kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 mL berisi 10 mL larutan asam borat
yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang
berwarna merah menjadi warna biru. Larutan asam borat yang berwarna biru
tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1002 N sampai terjadi

10
perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula). Perhitungan jumlah
nitrogen dalam bahan dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
( mL HCl sampel - mL HCl blanko) x N HCl x 14,007
Nitrogen (%) =
x 100 %
mg sampel
Kadar Protein (%) = % Nitrogen x faktor koreksi (6,25)
Kadar karbohidrat (by difference)
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar
lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.
Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air (%) + kadar abu (%) + kadar lemak (%)
+ kadar protein(% ))
Analisis total serat pangan (Sulaeman et al. 1993)
Penentuan total serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan
kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Preparasi
sampel dilakukan dengan cara sampel dihomogenisasi dan digiling menggunakan
gilingan dan disaring menggunakan saringan 0,3 mm. Sampel homogen diekstrak
lemaknya dengan petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit. Penghilangan
lemak bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati. Sebanyak 1 mL sampel
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 mL 0,1 M buffer natrium
fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer dimaksudkan untuk
menstabilkan enzim termamyl. Sebanyak 100 µL termamyl dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit,
sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah
untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu.
Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambah 20 mL air destilat dan
pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M dan
selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan
untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin optimum. Erlenmeyer ditutup
dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 °C dan selama 60
menit. Sebanyak 20 mL air destilat ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8
dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan
aktivitas enzim pankreatin. Sebanyak 100 mg enzim pankreatin ditambahkan ke
dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 °C selama 60 menit
sambil diagitasi. Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5. Larutan disaring
melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang
mengandung 0,5 g celite kering. Kemudian dicuci dengan 2 x 10 mL air destilat
dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat
makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk menentukan serat pangan
larut.
Tahap kedua ialah penentuan serat pangan tidak larut (IDF). Residu dicuci
dengan 2 x 10 mL etanol 95% dan 2 x 10 mL aseton kemudian dikeringkan pada
suhu 105 °C, sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator (D1). Residu diabukan di dalam tanur pada suhu
550 °C minimal 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah

11
dingin (II). Tahap ketiga ialah penentuan serat pangan larut (SDF). Volume filtrat
diatur dengan air sampai 100 mL. Sebanyak 400 mL etanol 95% hangat (60 °C)
ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam. Larutan disaring dengan crubible
kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci
dengan 2 x 10 mL etanol 78%, 2 x 10 mL etanol 95% dan aseton 2 x 10 mL.
Endapan dikeringkan pada suhu 105 °C selama satu malam (sampai berat
konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Residu diabukan
pada tanur suhu 500 °C selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang setelah dingin (I2). Tahap terakhir ialah penentuan serat
pangan total (TDF). Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat
pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan
diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko
yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari
kemasan baru. Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF adalah sebagai berikut:
D1-I1-B1
Nilai IDF (%) =
x 100 %
W
D2-I2-B2
Nilai SPL (%) =
x 100 %
W
Nilai TSP (%) = Nilai STPL (%) + Nilai SPL (%)
Keterangan:
W = Berat contoh (g)
B = Berat blanko bebas serat (g)
D = Berat setelah analisis dikeringkan (g)
I = Berat setelah analisis diabukan (g)

Analisis aktivitas air ( aw ) (Susanto 2009)
Pengukuran aktivitas air menggunakan alat aw meter. Alat dikalibrasi
dengan memasukkan cairan BaCl2.2H2O, ditutup dan dibiarkan selama 3 menit
sampai angka pada skala pembacaan menjadi 0,9. Aw meter dibuka dan sampel
dimasukkan dan alat ditutup ditunggu hingga 3 menit, dan setelah 3 menit skala
aw dibaca dan dicatat, perhatikan skala temperatur dan faktor koreksi. Jika skala
temperatur di atas 20 °C, maka pembacaan skala aw ditambahkan sebanyak
kelebihan temperatur dikalikan faktor koreksi 0.002°, begitu pula dengan
temperatur di bawah 20 °C.
Analisis antioksidan (Aranda et al. 2011)
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan radikal
bebas DPPH (2,2-DiPhenyl-1-Picryl-Hydrazyl) secara spektrofotometri. Pertama,
ekstrak dilarutkan kembali dalam etanol (1 mg/mL) dengan konsentrasi yang
berbeda dari masing-masing ekstrak yang digunakan (400, 200, 100, 50, 25 dan
12,5 μg/mL). Dalam total volume 1 mL, campuran uji mengandung 500 μl larutan
ekstrak dan 500 μL DPPH (125 μM dalam etanol). Campuran uji kemudian
dikocok dan diamkan pada suhu kamar selama 30 menit dalam keadaan gelap.
Absorbansi kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas
antioksidan dengan menggunakan DPPH dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
(Absorbansi kontrol - Absorbansi sampel)
Aktivitas penangkapan radikal (%) =
x100 %
Absorban kontrol

12
Absorbansi kontrol (DPPH dan etanol), sedangkan absorbansi sampel
(DPPH, etanol dan sampel). Korelasi antara masing-masing konsentrasi dan
persentase dari aktivitas penangkapan radikal diplot dan nilai IC50 dihitung
dengan interpolasi. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai IC50 (konsentrasi
efektif dari masing-masing ekstrak yang mereduksi 50% radikal DPPH).
Uji indeks kinerja (metode Bayes) (Marimin 2004)
Penentuan konsentrasi KPI dan Spirulina platensis terpilih dari hasil
analisis sensori secara scoring test menggunakan uji indeks kinerja (metode
Bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif
dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan
yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria. Pemberian
perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangan dalam pemilihan mi
sagu kering dengan penambahan KPI dan Spirulina platensis yang menghasilkan
produk paling disukai. Pemilihan mi sagu kering yang paling disukai dengan uji
indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan.
Parameter yang diberi bobot yaitu karakteristik sensori (kenampakan, aroma,
warna, kekerasan dan kekenyalan).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Data hasil uji sensori diolah menggunakan uji statistik non parametrik
yaitu uji Kruskal Wallis dengan software Statistical Process for Social Science
(SPSS) versi 22.0. Jika hasil uji Kruskal Wallis berpengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunn. Perhitungan uji Kruskal
Wallis secara manual menurut Steel dan Torie (1993) meliputi langkah-langkah
berikut:
a. Merumuskan H0 dan H1
b. Perankingan dengan mengurutkan nilai mulai dari yang terkecil hingga
terbesar berdasarkan nilai hasil sensori untuk semua perlakuan
c. Membuat tabel ranking
d. Menghitung ΣΤ= t-1 t( t+1)
e. Menghitung faktor koreksi (FK)
ΣΤ
FK = 1 -
( n-1) n( n+1)
f. Menghitung H yang merupakan kriteria uji
Ri
12
Σ
- 3( n-1)
H =
n( n+1) ni
g. Menghitung H’ yang merupakan nilai X2 hitung
H
H' =
FK
h. Melihat X2 tabel = 0,05 dan db(v) = k-1. Jika X2 hitung > X2 tabel maka
tolak H0 dan dilanjutkan uji Dunn, jika X2 hitung < X2 tabel maka gagal
tolak H0.
Keterangan:
n = banyaknya data
t = jumlah data yang sama
H = kriteria yang akan diuji

13
H’
ni
Ri
K
Z
k

= X2 hitung
= jumlah pengamatan pada setiap perlakuan
= jumlah ranking pada setiap perlakuan
= perlakuan
= peubah acak
= perlakuan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan dua kali ulangan. Faktor perlakuannya
adalah jenis mi sagu kering, yang terdiri dari empat perlakuan, yaitu mi sagu
kering kontrol (tanpa penambahan KPI nila dan Spirulina platensis), mi sagu
kering KPI nila 3% dan Spirulina platensis 2%, mi sagu kering KPI nila 3% dan
Spirulina platensis 3%, serta mi sagu kering KPI nila 12% dan Spirulina platensis
4%. Rancangan Acak Lengkap (RAL) ini digunakan untuk analisis sifat
fisikokimia mi sagu kering. Model matematika rancangan acak lengkap menurut
Steel dan Torrie (1993) adalah:
Yij = μ+ σi + ϵij
Keterangan :
Yij = Respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan
= Pengaruh perbedaaan jenis mi sagu kering pada perlakuan ke-i
i
ϵij = Galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0 = Perbedaan jenis mi sagu kering tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
karakteristik mi sagu kering yang dihasilkan.
H1 = Perbedaan jenis mi sagu kering memberikan pengaruh nyata terhadap
karakteristik mi sagu kering yang dihasilkan.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada selang
kepercayaan 95% untuk menyatakan perbedaan nyata. Jika dari hasil analisis
ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan ke dalam perhitungan.
Uji normalitas menggunakan uji Ryan-Joiner, apabila hasil uji menunjukkan nilai
signifikan > 0,05 maka data dikatakan menyebar normal, sehingga dapat
digunakan dalam statistika parametrik. Uji beda t-test yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu membandingkan nilai rata-rata karakteristik fisiko kimia mi
sagu kering formula terbaik (mi sagu kering KPI 3%, Spirulina 2%) terhadap mi
kering komersial. Model matematika uji t-test menurut Walpole (1975) adalah:
t hitung= ( x- μ0) / s⁄√n
Keterangan:
x = mean atau rerata
μ0 = nilai tengah
s = simpangan baku
n = jumlah data

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Konsentrat Protein Ikan
Konsentrat protein ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi
sagu kering diperoleh dari modifikasi Santoso et al. (2008). Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan konsentrat protein ikan adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan metode tiga kali pengulangan tahap ekstraksi
menggunakan etanol food grade dan menghasilkan KPI tipe A. Karakteristik
fisiko-kimia KPI nila yang digunakan untuk pembuatan mi sagu kering dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik fisiko-kimia KPI nila
KPI nila
Karakteristik fisik
Daya serap air (g/mL)
Daya serap minyak (g/g)
Derajat putih (%)
Densitas kamba (g/mL)
Karakteritik kimia
Kadar air (%)
Kadar lemak (%)
Kadar protein (%)
Daya cerna protein in vitro (%)
Sumber :
* : Santoso et al. (2008)
** : Widiyawati (2011)

Pembanding

0,68±0,36
0,49±0,06
58,36±0,00
0,45±0,01

270,22% ±5,77*
185,79%±5,08*
0,51±0,01*

3,56±0,03**
2,49±0,00**
0,11±0,62**

7,07±0,06
0,31±0,14
79,10±1,60
98,00±0,08

3,35±0,25*
1,89±0,3*
81,62±0,43*
91,71±0,26*

8,65±0,06**
1,24±0,15**
81,60±0,44**
99,35±0,01**

Daya serap air merupakan salah satu sifat fungsional protein yang penting.
Daya serap air KPI nila adalah 0,68 g/mL yang artinya setiap 0,68 g KPI nila
mampu menyerap 1 mL air. KPI nila memiliki daya serap air yang lebih baik bila
dibandingkan dengan KPI lele dumbo afkir hasil penelitian Widiyawati (2011)
yaitu 3,56 g/mL. Tirtajaya et al. (2008) melaporkan bahwa penyerapan air terjadi
akibat interaksi protein dan air karena adanya gugus asam amino yang bersifat
polar, yaitu karbonil, hidroksil, amino, karboksil dan sulfidril. Daya serap minyak
menurut Santoso et al. (2009) adalah suatu sifat yang dapat menunjukkan adanya
interaksi suatu bahan pangan terhadap minyak. KPI nila memiliki daya serap
minyak 0,49 g/g, artinya setiap 0,49 g KPI nila mampu menyerap 1 g minyak.
Sumaryanto et al. (1996) menyatakan bahwa sifat daya serap minyak pada protein
dipengaruhi oleh banyaknya gugus asam amino yang bersifat non polar.
Derajat putih merupakan tingkat keputihan suatu bahan yang
mempengaruhi daya terima konsumen. Konsentrat protein ikan nila yang
digunakan pada penelitian ini berwarna putih kekuningan dengan persentase nilai
derajat putih 58,36%. Nilai derajat putih KPI nila cenderung kecil bila
dibandingkan dengan derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 8090%. Perbedaan derajat putih pada KPI menurut Santoso et al. (2008) dipengaruhi
oleh perbedaan kandungan lemak. KPI yang berkadar lemak kecil akan memiliki
warna yang lebih putih. Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat
bahan dengan volume bahan itu sendiri dengan satuan g/mL. Suatu bahan
dikatakan kamba bila memiliki nilai densitas kamba yang kecil. Dari segi

15
fungsional, sifat densitas kamba akan berpengaruh pada proses pengemasan
produk. KPI nila yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai densitas
kamba 0,45 g/mL, lebih tinggi dibandingkan densitas kamba KPI nila hitam hasil
penelitian Santoso et al. (2008) yaitu 0,51 g/mL. KPI berbahan baku ikan nila
memiliki nilai densitas kamba yang sedikit lebih rendah dibandingkan KPI
berbahan baku ikan lele dumbo afkir (Widiyawati 2011) yaitu 0,62 g/mL.
Daya cerna protein menentukan mutu protein karena menunjukkan
kemudahan protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Daya
cerna protein dapat dinilai secara in vitro yaitu penilaian yang didasarkan pada
ukuran mutu zat gizi pangan yang ditentukan dalam sistem luar habitat subjek
(Tejasari 2005). KPI nila modifikasi Santoso et al. (2008) yang digunakan pada
pembuatan mi sagu kering memiliki daya cerna protein in vitro 98%. Menurut
Buckle et al. (2007), daya cerna KPI tipe A adalah 92%, hal ini menunjukkan
bahwa konsentrat protein nila yang digunakan