Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

(1)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI PROTEIN SEL TUNGGAL

BAKTERI FOTOSINTETIK ANOKSIGENIK DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH CAIR TEPUNG TAPIOKA YANG

DIUJI PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

UMMI MARDHIAH BATUBARA

050805054

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI PROTEIN SEL

TUNGGAL BAKTERI FOTOSINTETIK

ANOKSIGENIK DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH CAIR TEPUNG TAPIOKA YANG DIUJI PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Kategori : SKRIPSI

Nama : UMMI MARDHIAH BATUBARA

Nomor Induk Mahasiswa : 0508054

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Zulfikar Siregar, MP Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc Nip. 131 570 508 Nip. 19640409 199403 1 003 Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc NIP. 19640409 199403 1 300


(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI PROTEIN SEL TUNGGAL

BAKTERI FOTOSINTETIK ANOKSIGENIK DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH CAIR TEPUNG TAPIOKA YANG

DIUJI PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2009

UMMI MARDHIAH BATUBARA 050805054


(4)

PENGHARGAAN

Dengan segala kerendahan hati, saya persembahkan skripsi ini kepada...

Rabbi & Panutanku Allah SWT Muhammad SAW

Ridhai dan Rahmati segala usaha hambamu ini.... Ayahanda dan Ibundaku

Drs. H. Hasyim Mahmud, MM & Rosdah, S.Pd

Terima kasih atas segenap ketulusan cinta & kasih sayang selama ini Doa, pendidikan, perjuangan dan pengorbanan untuk ananda....

Kakanda & Adindaku

Awaluddin Batubara, SE., Zulfa Khairina Batubara, SE., Mhd. Irfan Batubara., Hikmah Ramadhani Batubara., Aulia Rahmi Batubara., Mhd. Ihsan Batubara.,

Rizki Fadillah Batubara

Atas cinta, semangat dan waktu terindah.... Keluarga Besar

Alm. Atuk Buyung Sitorus & Alm. Atuk Muhammad Nuh Batubara Atas nasehat, bimbingan, motivasi dan doa untuk ananda....

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik

Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)”.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc (Dosen Pembimbing 1 sekaligus Pembimbing Akademik dan Ketua Departemen Biologi FMIPA USU) dan Bapak Prof. Dr. Zulfikar Siregar, MP (Dosen Pembimbing 2) yang telah memberikan arahan, waktu dan perhatian dalam penelitian ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala. A. Barus. M.Sc. (Ketua Penguji) dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc. (Sekretaris Penguji sekaligus Sekertaris Departemen Biologi FMIPA USU) yang telah memberikan masukan, dan saran untuk menyempurnakan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen pengajar Univesitas Sumatera Utara terutama Dosen Departemen Biologi FMIPA USU yang telah memberikan ilmunya kepada penulis semoga bermanfaat di kemudian hari kelak, seluruh Staf/pegawai Departemen Biologi FMIPA USU Ibu Ros, Bang Erwin, Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku dekan FMIPA USU. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Samaun Usman yang telah banyak memberikan ilmunya khususnya dalam pembudidayaan ikan, k’ Dani selaku staf pegawai di Laboratorium Air Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Sumatera Utara (BAPEDALDASU).


(5)

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada teman-teman Biologi angkatan 2005, Gustin, Mustika, Maysarah, Kabul, Effendi, Irfan, Widya, Nikmah, Diana, Wulan, Susi, Seneng, Yanti, Dini serta teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan kebersamaannya selama ini dan seluruh junior serta senior Biologi FMIPA USU. Kepada rekan-rekan asisten mikrobiologi K’ Siska, K’ Netty, K’ Ansen, Bg Ginta, K’Tika, K’Lidya sari, K’ Lidya gustika, K’ Onah, Ika, Yayan, Nikmah, Ami, Nana, Ria dan Adi terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Kepada teman-teman seperjuangan di BFS Bg Ayoel, K’ Diah, Bg Andi, Juned, Lia, Reni, N’cay, Rivo, resti, dwi, laura, irma, maika dan Affan atas semangat, dukungan, dan kreativitas yang banyak penulis dapatkan. Rekan-rekan di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan, rekan-rekan di MSC (Microbiology Study Club), rekan-rekan di Inkubator Sains USU (INKUBS), Suwanto, Santi, Adi, Ami, Aisyah terima kasih atas seluruh informasi dan motivasi yang diberikan dan rekan-rekan di UKM Fotografi USU. Kepada seluruh keluarga besar Asrama Putri K’kiki, K’Masna, K’ Ija, K’Lala, K’ Aisyah, Nida, Wina, dan Radel yang telah memberikan rasa persaudaraan selama penulis berada di rantau orang. Kepada semua yang telah membantu dalam penyelesaian hasil ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu. Kiranya Allah SWT jualah yang akan membalas budi baik yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2009 Penulis


(6)

ABSTRAK

Penelitian mengenai “Pembuatan pakan ikan dari protein sel tunggal bakteri fotosintetik anoksigenik dengan memanfaatkan limbah tepung tapioka yang diuji Pada ikan nila (Oreochromis niloticus)” telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Laboratorium Biokimia Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Air Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Sumatera Utara (BAPEDALDASU) dari bulan November 2008 sampai September 2009. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian protein sel tunggal bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris dalam konversi protein konvensional pada pakan ikan. Bakteri fotosintetik anoksigenik diisolasi dari alam kemudian ditumbuhkan pada media mineral modifikasi, diukur kemampuan tumbuhnya pada limbah tepung tapioka, kemudian dihitung berat sel dan kandungan protein BFA. Dilakukan konversi protein sel tunggal dalam bentuk pakan ikan. Parameter yang diamati adalah panjang tubuh, penambahan bobot ikan, laju pertumbuhan per hari, mortalitas dan nilai ubah pakan. Pengujian dilakukan pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi (ANOVA) dan menunjukkan bahwa mutu pakan yang dikonversi oleh protein sel tunggal dengan perlakuan 0%, 25%, 30% sama dengan perlakuan tanpa pemberian PST bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris.


(7)

PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI PROTEIN SEL TUNGGAL BAKTERI FOTOSINTETIK ANOKSIGENIK DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH TEPUNG TAPIOKA YANG DIUJI PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

Research on "Making Animal Feed Fish from the single cell protein of photosynthetic bacteria Utilizing Waste Anoksigenik With Tapioca Flour That Tested In Nila Fish (Oreochromis niloticus)" has been conducted in the laboratory of Microbiology Department of Biology, Laboratory of Biochemistry Department of Chemistry Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Technology Laboratory Results Agriculture (THP) Faculty of Agriculture University of North Sumatra and the Laboratory of Water Environmental Impact Management Agency of North Sumatera Regional (BAPEDALDASU) from November 2008 until September 2009. This study aims to determine the effect anoxygenik photosynthetic bacterium Rhodopseudomonas palustris as sigle cell protein in the conversion of conventional protein in fish feed. BFA isolated from nature and grown in mineral medium modifications, measured ability to grow on waste tapioca flour, then heavy counting of protein content of cells and bacteria fotosintetic anoksigenic. Protein sel conversion performed in the form of a single fish. Tests performed on the fish tilapia (Oreochromis niloticus). Data obtained were analyzed by analysis of variance (ANOVA) and showed that the quality of feed which is converted by a single-cell protein 0% treatment, 25%, 35% 30% showed no real difference to the length of the body, the addition of fish weight, the rate of growth per daily, mortality rate and change the value of the feed.

Keyword: Animal feed, bacteria fotosintetic anocsigenic (BFA), single cell protein (SCP), Rhodopseudomonas palustris, Nila.


(8)

DAFTAR ISI

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix Daftar Lampiran x Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar Belakang 1 1.2Permasalahan 2 1.3Tujuan 3 1.4Hipotesis 3

1.5Manfaat 3 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pakan Ikan 4 2.2 Kebutuhan Protein 5 2.3 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila 6 2.4 Bakteri Fotosintetik Anoksigenik 7 2.5 Protein Sel Tunggal (PST) 8 2.6 Limbah Cair Tepung Tapioka 9 Bab 3 Bahan dan Metoda 3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Sumber Isolat 11

3.3 Bahan 11

3.4 Pengukuran Laju Pertumbuhan bakteri fotosintetik anoksigenik 12 3.5 Kondisi Pertumbuhan 12

3.6 Pembuatan Kurva Standard 12 3.7 Penentuan Kadar Protein 12

3.8 Berat Sel 13

3.9 Pembuatan Pakan Ikan 13

3.10 Desain Percobaan 14

3.11 Wadah Penelitian dan Ikan Uji 16

3.12 Pengukuran faktor fisik kimia ikan 16

3.13 Analisis Data 16

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengukuran Laju Pertumbuhan Bakteri Fotosintetik Anoksigenik 17 4.2 Penentuan Kadar Protein dan Berat Sel 18 4.3 Karakterisasi Pakan Ikan 20 4 4 Pengaruh pemberian pakan ikan dan analisa data 21 4.5 Faktor pendukung budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) 24 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebutuhan protein beberapa spesies ikan budidaya 5 Tabel 4.1 Kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik anoksigenik

Rhodopseudomonas palustris pada waktu inkubasi yang berbeda 19 Tabel 4.2 Pengaruh pemberian pakan ikan konvensional pada ikan nila 21 Tabel 4.3 Penggunaan pakan konvensional bakteri fotosintetik anoksigenik

Rhodopseudomonas palustris selama penelitian 23


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris sebelum diinkubasi dan Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris setelah

diinkubasi selama 72 jam 17

Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan BFA Rhodopseudomonas palustris 18 Gambar 4.3 Kurva kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik

anoksigenik Rhodopseudomonas palustris. 19 Gambar 4.4 Pelet kontrol (0% PST) (a) pelet perlakuan I (25 % PST)

(b) pelet perlakuan II (30 % PST) (c) pelet perlakuan IV

(35 % PST) (d). 20

Gambar 4.5 Kurva pertambahan bobot ikan selama penelitian 22

Gambar I Desain rancangan penelitian 46

Gambar II Alat yang digunakan 47

Gambar III Proses pengkulturan bakteri di laboratorium 48


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Alur kerja pengukuran laju pertumbuhan bakteri

fotosintetik anoksigenik 33

Lampiran B. Alur kerja penentuan panjang gelombang maksimum 34 Lampiran C. Alur kerja pembuatan kurva standard larutan BSA 35 Lampiran D. Alur kerja penentuan kadar protein bakteri

fotosintetik anoksigenik 36

Lampiran E. Alur kerja pembuatan pakan ikan modifikasi 37 Lampiran F. Alur kerja pengukuran oksigen terlarut (DO) 38

Lampiran G. Komposisi media mineral modifikasi dan pembuatan

reagen Lowry 39

Lampiran H. Data penentuan panjang gelombang maksimum,

pembuatan kurva standard bovine serum albumin (BSA),

rumus perhitungan 40

Lampiran I. Formula bahan penyusun ransum ikan nila (Oreochromis

niloticus). 42

Lampiran J. Analisis of varians pengaruh pemberian pakan 43 Lampiran K. Data pengamatan pengaruh pemberian pakan ikan

buatan pada pertumbuhan ikan nila (Oreochromis

niloticus) dari minggu I hingga minggu IV 44

Lampiran L. Desain rancangan penelitian 46


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan komoditas potensial yang bernilai ekonomis dan penting untuk dikembangkan sebagai jenis ikan budidaya. Pasokan ikan di dunia saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan di laut (Azwar, 1997). Namun demikian, pemanfaatan sumber daya di sejumlah negara dan perairan internasional saat ini telah berlebih. Data menunjukkan bahwa pasokan ikan dari kegiatan penangkapan di laut di sebagian negara diperkirakan tidak dapat ditingkatkan lagi. Sehingga, pasokan hasil perikanan yang berasal dari pembudidayaan ikan harus ditingkatkan dengan mengembangkan usaha akuakultur yang ada di Indonesia. Permintaan pasar dunia terhadap pasokan perikanan budidaya diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan laju kenaikan penduduk dan pendapatan, disamping adanya pergeseran selera konsumen dari red meat menjadi white meat (Putro, 2003).

Secara tradisional, ikan merupakan sumber protein hewani dalam makanan rakyat Indonesia. Salah satu ikan air tawar yang berpotensi untuk sumber protein hewani yang dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat adalah ikan nila. Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman (Arie, 2000).

Pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan usaha budi daya. Dengan beralihnya kegiatan usaha budi daya yang berawal memenuhi kebutuhan sendiri menjadi usaha komersial dan dari tradisional menjadi intensif, maka faktor penyediaan pakan menjadi faktor penentu dalam usaha budi daya. Penyediaan pakan yang tidak sesuai dengan jumlah dan kualitas yang dibutuhkan menyebabkan


(13)

laju pertumbuhan ikan menjadi terlambat, akibatnya produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Djajasewaka et al., 1993).

Permintaan masyarakat terhadap ikan cenderung meningkat setiap tahunnya, hal ini menjadi persoalan serius yang perlu mendapat perhatian khusus. Pertambahan penduduk dan perbaikan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi ikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi ikan tersebut (Nikijuluw, 2000). Seberapapun sediaan ikan di alam (air tawar dan air laut) akan terserap habis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ikan. Walaupun bersifat dapat diperbaharui, laju percepatan perkembangan sumber daya ikan selalu kalah cepat dengan laju percepatan permintaan ikan.

1.2 Permasalahan

Salah satu faktor utama terpuruknya usaha budidaya ikan adalah melambungnya harga pakan buatan. Kondisi ini yang melahirkan ide untuk membuat pakan dari bahan baku yang sifatnya lokal dan banyak tesedia di alam. Pentingnya pakan ikan sebagai salah satu komponen produksi yang mencapai 60-70% dari total biaya produksi menjadi salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya ikan (Rasidi, 2002). Maka perlu diupayakan pakan yang dapat dibuat dan diramu sendiri sesuai dengan kebutuhan ikan. Salah satu komposisi pakan yang paling penting adalah protein. Apabila kandungan protein dalam pakan kurang dari 6%, maka ikan budidaya tidak akan tumbuh (Mudjiman, 1998).

Kebutuhan protein memegang peranan penting dalam struktur tubuh, pertumbuhan dan reproduksi ikan. Ikan tidak mampu mensintesis protein, asam amino dari senyawa nitrogen anorganik. Oleh karena itu, kehadiran protein dalam pakan ikan mutlak sangat dibutuhkan. Ikan perlu memperoleh zat-zat tersebut langsung dari pakan yang diperolehnya atau dari bakteri yang mengandung zat-zat tersebut. Kualitas protein pada pakan ikan tidak hanya ditentukan oleh kandungannya dalam pakan, sumbernya, ataupun daya cerna ikan, tetapi justru ditentukan oleh jumlah dan


(14)

keseimbangan berbagai asam amino yang dikandungnya (Murtidjo, 2007). Untuk itu perlu dilakukan pemanfaatan bahan baku alami yang dapat digunakan sebagai konversi protein dalam pakan ikan salah satunya adalah protein sel tunggal bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris yang dapat ditumbuhkan dalam limbah tepung tapioka yang merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan karena jumlahnya yang melimpah di alam.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian protein sel tunggal bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris dalam konversi protein konvensional pada pakan ikan.

1.4 Hipotesis

Protein sel tunggal dari bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris

dapat digunakan sebagai pengganti protein konvensional pakan ikan.

1.5 Manfaat

Sebagai informasi dalam pembuatan pakan ikan dan peningkatan nilai gizi dalam konsumsi ikan air tawar.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ikan

Pakan harus mempunyai rasio energi protein tertentu dan dapat menyediakan energi non protein dalam jumlah yang cukup sehingga protein digunakan sebagian besar untuk pertumbuhan (Suhenda et al., 2005). Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Bagi ikan, protein merupakan sumber tenaga yang paling utama. Mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya (Mudjiman, 1998). Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya lisin, tetapi kurang kandungan triptofan (Junianto, 2003).

Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan, umur ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan, suhu air dan tingkat pemberian pakan (NRC 1983 dalam Suhenda el al., 2005). Setiap spesies ikan berbeda kebutuhannya terhadap protein dan energi (Suhenda et al., 2005). Pakan yang kandungan gizinya tidak baik menimbulkan malnutrisi atau kekurangan gizi pada ikan. Akibatnya, daya tahan tubuh ikan menurun sehingga tidak mampu bertahan menghadapi berbagai serangan penyakit (Sitanggang, 2002).

Peningkatan produksi ikan yang diperoleh dari budidaya ikan secara intensif dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kondisi perairan, benih, dan pakan. Pakan dalam usaha budi daya ini merupakan faktor produksi mahal, karena membutuhkan komponen biaya mencapai 65%. Pemberian pakan pada ikan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup ikan dan pertumbuhan (Watanabe, 1988). Pemberian pakan yang mengandung energi dan protein seimbang akan diperoleh pertumbuhan ikan yang


(16)

optimal. Jumlah protein yang tidak sesuai dalam pakan mengakibatkan pertumbuhan terhenti dan bobot tubuh ikan akan berkurang (Lovell, 1988).

Berbagai hasil penelitian menunjukkka n bahwa kuantitas dan kualitas pakan, yakni protein (Watanabe, 1986), lemak (Mokoginta, 1992), dan vitamin (Azwar, 2001; Setijaningsih et al., 2002; Makatutu, 2002) yang diberikan kepada induk merupakan faktor penting yang mempunyai hubungan erat dengan kematangan gonad, jumlah telur yang diproduksi, dan kualitas telur serta larva.

2.2 Kebutuhan Protein

Watanabe et al., (1986) mencatat bahwa induk red sea bream (ikan laut), Chrysophrys major fekunditas dan daya tetas telur sangat dipengaruhi oleh komponen protein alam. Nilai kebutuhan protein dalam pakan ikan disajikan dalam Tabel 2.1. Di samping kebutuhan protein, sumber protein juga sangat menentukan penampilan reproduksi. Menurut Suryanti (2003), pada saat endogenous energi asam amino yang tersedia dari sumber pakan induk akan mengalami penurunan karena dimanfaatkan sebagai sumber energi. Waktu penurunan asam amino sangat berbeda antar spesies ikan (Ronnestad et al., 1992 dalam Suryanti 2003) tergantung ada tidaknya globular lemak dalam telur. Apabila asam amino bebas habis dimanfaatkan maka asam amino yang termasuk asam amino polimer dalam protein dan makro molekul akan dimanfaatkan untuk metabolisme larva.

Tabel 2.1 Kebutuhan Protein Beberapa Spesies Ikan Budi daya. Jenis (Spesies) Kebutuhan Protein (%) Sumber

Ikan Mas (Cyprinus carpio) 35 Natawirya et al., (1981) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 35 Jauncey&Ross (1982) Kelompok Ikan Lele (Clarias batrachus) 37 Lovell (1992)

Patin Jambal (Pangasius pangasius) 35 Suhendra et al., (2001) Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac) 35-40 Affandi (1997)

Ikan Bandeng (Chanos-chanos forskal) 35 Poernomo et al., (1985) Walaupun nilai protein untuk proses pematangan induk ini cukup tinggi, namun kenyataanya kandungan protein pada pakan ikan masih dapat lebih rendah


(17)

dengan memperhitungkan adanya pakan alami di alam. Induk ikan membutuhkan protein pakan sekitar 30%-40% (Lovell, 1989), Protein rendah diperuntukkan pada induk ikan omnivora seperti ikan Nila. Pada kondisi alami ikan nila dapat tumbuh dengan baik hanya dengan mengandalkan nutrien yang berasal dari plankton, daun-daunan hijau, organisme dasar, invertebrata air, larva ikan, detritus, dan serasah. Meskipun ikan Nila cenderung dapat tumbuh pada protein pakan rendah, riset laboratorium oleh Wee & Tuan (1988) menunjukkan bahwa pertumbuhan optimum ikan membutuhkan protein pakan yang tidak jauh berbeda dengan jenis ikan lainnya yaitu 27,5%-35%. Imbangan energi dapat dicerna dengan protein pakan untuk nila adalah sekitar 8,3-9,3 kkal per gram protein (Winfree & Stickney, 1981).

Setiap spesies ikan berbeda kebutuhannya akan protein dan energi. Hal ini dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan dan jenis ikan. Saridewi (1998) melaporkan bahwa ikan nila dengan bobot 2,43 g membutuhkan protein 31,22% dengan imbangan antara energi dan protein sebesar 8 kkal/g protein.

2.3 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Ikan nila termasuk kedalam genus Oreochromis, karena golongan ikan ini mempunyai sifat yang unik setelah memijah yakni induk betina mengulum telur yang telah dibuahi di dalam mulutnya. Menurut Suyanto (2009) klasifikasi lengkap ikan nila yang dianut para ilmuan adalah :

Filum : Chordata

Kelas : Osteichthyes

Ordo : Percomorphi

Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Ikan nila dapat memijah sepanjang tahun. Apabila induk ikan


(18)

dipelihara dengan baik dan diberi pakan yang berkualitas maka ikan nila dapat memijah setiap 1,5 bulan sekali. Persediaan pakan dalam habitat ikan nila sebanding dengan jumlah ikan sehingga pertumbuhan akan semakin cepat. Ikan nila mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan yakni nila lebih efisien menggunakan pakan, bersifat omnivora, cepat pertumbuhannya, berdaging tebal, dan rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto, 2009).

2.4 Bakteri Fotosintetik Anoksigenik

Bakteri Fotosintetik Anoksigenik (BFA) adalah bakteri air yang tersebar dalam air tawar maupun air laut, bersel tunggal, berwarna merah, jingga atau hijau. Yang disebabkan karena adanya kandungan klorofil bakteri dari senyawa karotinoid (Schlegel, 1994). Di alam, BFA terdistribusi luas di air dan tanah. Bakteri ini juga tumbuh baik pada lingkungan yang tercemar akibat kegiatan manusia. Bakteri ini juga sering dijumpai dalam sistem pengolahan limbah cair biologi secara aerob (Kobayashi & Kobayashi, 1995). Dalam lumpur aktif BFA ada dalam jumlah yang lebih sedikit daripada bakteri kemoheterotrof aerobik, sekitar 103 sampai dengan 105 sel hidup per mg lumpur kering (Hiraishi et al., 1995). Umumnya BFA mampu mengasimilasi karbondioksida dan molekul nitrogen (fiksasi nitrogen), dengan menggunakan cahaya sebagai sumber energi (Kobayashi & Kobayashi, 1995).

Kobayashi et al., (1967) melaporkan bahwa BFA tersebar luas di lahan-lahan sawah basah Asia Tenggara, yang dikenal sebagai daerah tropis dengan suhu minimum yang tinggi dan intensitas cahaya matahari yang cukup besar (Seumahu

et al., 1997). Bakteri fotosintetik anoksigenik tidak hanya hidup di permukaan tanah yang disinari matahari tapi juga dapat tumbuh dalam kegelapan (di tanah dengan ke dalaman 8 cm) (Kobayashi et al., 1967).

Bakteri fotosintetik anoksigenik dapat hidup secara aerob, anaerob, maupun secara fermentasi, selain itu juga mampu menggunakan cahaya spektrum merah sampai infra merah, tahan terhadap herbisida tertentu dan mampu mendetoksikasi H2S

(Habte & Alexander, 1980). Bakteri fotosintetik anoksigenik memiliki ketahanan yang tinggi terhadap oksianion logam tanah jarang seperti arsenat, kromat, dan selinat


(19)

menjadi logam dasarnya yang kemudian disimpan dalam selnya sehingga lingkungan menjadi kurang beracun (Moore & Kaplan, 1992).

Bakteri fotosintetik anoksigenik ini tumbuh relatif cepat (Suryanto & Suwanto, 2000). Bakteri fotosintetik anoksigenik dengan menggunakan sumber C dapat mengubah senyawa organik komplek menjadi polisakarida kompleks (Hiraishi et al., 1995). Bakteri fotosintetik anoksigenik mampu menghasilkan produk samping dari limbah pertanian karena lebih banyak menguraikan dinding sel bakteri dan kaya protein, karoten, dan vitamin (Kim & Lee, 2000).

Bakteri fotosintetik anoksigenik dapat digunakan sebagai pupuk hayati (Seumahu et al., 1997). Bakteri fotosintetik anoksigenik digunakan sebagai sumber makanan di perairan misalnya pada udang, sumber makanan peternakan, sebagai agen biokontrol penyakit pada ayam karena berisi substansi anti virus, sebagai obat, makanan dan energi, memiliki peranan utama dalam proses pemurnian limbah cair dengan konsentrasi organik yang tinggi secara alami (Kobayashi & Kobayashi, 1995). Bakteri fotosintetik anoksigenik mampu memfiksasi nitrogen (Habte & Alexander, 1980). Bakteri fotosintetik anoksigenik dapat mendegradasi senyawa aromatis (Harwood & Gibson, 1995; Suryanto et al., 2001). Bakteri fotosintetik anoksigenik mampu mendegradasi aseton (Madigan, 1990). Bakteri fotosintetik seperti Rhodospirillum rubrum dapat memproduksi poli-hidroksialkanoat (PHA) yang merupakan salah satu alternatif penanganan masalah buangan plastik (Fadlila & Effendi, 2004). Rhodobacter sphaeroides mampu memproduksi hidrogen, detoksifikasi logam berat, dan produksi enzim-enzim komersial (Suwanto, 2001).

2.5 Protein Sel Tunggal

Potensi produktivitas protein sel tunggal (PST) sangat tinggi dibandingkan dengan protein konvensional. Satu pabrik PST yang dapat memproduksi protein setara dengan 120.000 ha kedele, atau sebanyak sapi yang dibesarkan pada lahan rumput seluas 2 juta Ha (Malick et al., 1976). Menurut Han et.al, (1976) pertimbangan utama untuk


(20)

menentukan mikroorganisme yang cocok dalam menghasilkan pakan dan pangan harus memiliki karakteristik antara lain:

1. tidak bersifat patogen dan tidak toksik

2. memiliki kemampuan untuk mengasimilasi sumber makanan, yang lebih diutamakan adalah bahan-bahan limbah

3. pertumbuhan yang cepat dan kebutuhan nutrisinya sederhana 4. hasil yang tinggi dan kualitas nutrisi protein yang bagus 5. bebas dari metabolik yang tidak diinginkan pada akhir produk

Protein sel tunggal sering dimanfaatkan sebagai pengganti protein dari sumber konvensional pada pakan ternak atau bahan pangan (Khan et al.,1992). Dibandingkan dengan mikroalgae dan yeast, BFA memiliki beberapa keuntungan sebagai diet untuk perairan. Telah dilaporkan bahwa penambahan BFA sebagai sumber makanan merangsang pertumbuhan zooplankton yang lebih banyak daripada alga hijau dan sangat berguna untuk pertumbuhan udang (Kobayashi et al., 1995). Produksi massa dari BFA sebagai protein sel tunggal nampaknya menjadi solusi yang menarik untuk masalah pertumbuhan suplemen protein untuk wilayah perairan (Kim & Lee, 2000)

2.6 Limbah Cair Tepung Tapioka

Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air, sehingga limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami di badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein (Zaitun, 1999; Hanifah et al., 1999).

Di beberapa negara bagian Asia tenggara residu karbohidrat tersedia dalam jumlah yang besar. Beberapa residu ini telah digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan beberapa diantaranya memiliki nilai gizi tinggi yang telah dibukt ikan kebenarannya (Stanton et al., 1969). Di beberapa negara seperti


(21)

Malaysia dan banyak negara tetangga lain, ada penambahan kebutuhan untuk sumber protein. Konsumsi protein telah dilaporkan mencapai 45 g/hari/orang dan untuk memenuhi kebutuhan itu dibutuhkan 17 g protein hewan.

Tapioka dapat digunakan sebagai pakan hewan dalam bentuk kepingan (chips), pelet, dan nutrisi untuk mikroba protein sel tunggal. Tanaman tapioka terdiri dari akar, daun, dan batang yang merupakan sumber karbohidrat dan protein yang baik. Bagian lain tanaman dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ikan yang disimpan dalam jangka waktu yang lama, dikeringkan untuk suplemen makanan dan dibentuk tepung untuk konsentrasi pakan. Batang dapat dicampur dengan daun dan digunakan sebagai makanan pencernaan hewan ruminansia. Akar tanaman dapat dibentuk kepingan dan pelet serta digunakan sebagai makanan yang berupa serpihan akar maupun serat, sedangkan hasil ekstraksi pati dan proses pengeringan dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan hewan atau sebagai substrat untuk produksi protein sel tunggal (Best, 1978).


(22)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai September 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Laboratorium Biokimia Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara (BLHSU).

3.2Sumber Isolat

Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris sebagai penghasil protein sel tunggal diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang diisolasi dari limbah gliserol pabrik kelapa sawit PT. Flora Sawita Sumatera Utara.

3.3Bahan

Bahan yang digunakan adalah kultur BFA Rhodopseudomonas palustris yang ditumbuhkan pada medium mineral modifikasi (Lampiran F, hal: 38), dan komposisi pakan (Lampiran H, hal: 40) yang dijual secara komersil.


(23)

3.4 Pengukuran Laju Pertumbuhan Bakteri Fotosintetik Anoksigenik

Laju pertumbuhan diukur dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 750 nm (Lowry et al., 1951). Laju pertumbuhan yang terlihat dicatat setiap hari selama 7 hari. Laju pertumbuhan setiap 0, 48, 72 dan 96 jam dicatat sebagai nilai absorbansi. Sebanyak 10 ml isolat yang berumur 72 jam diinokulasikan ke dalam media cair mineral modifikasi dengan Na-asetat sebagai sumber C hingga volume menjadi 200 ml. Alur kerja pengukuran laju pertumbuhan BFA dapat dilihat pada (Lampiran A, hal: 33).

3.5 Kondisi Pertumbuhan

Semua kultur yang ditumbuhkan diberi cahaya dengan lampu pijar 40 W pada jarak 30 cm pada suhu ruang (Suryanto & Suwanto. 2000).

3.6 Pembuatan Kurva Standard

Sebelum dilakukan penghitungan kadar protein bakteri yang diperoleh, perlu dilakukan pembuatan kurva standard. Sebanyak 0; 30; 60; 120; 180; 240; 300 µg/ml dimasukkan BSA (Bovine Serum Albumin) ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian ditambah dengan 5,0 ml pereaksi C, dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Larutan Folin Ciocalteu ditambahkan sebanyak 0,5 ml, dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu UV-VIS 1601 A pada panjang gelombang 750 nm (Lowry et al., 1951). Persamaan garis regresi kurva standar larutan protein ditentukan dengan metode Least Square. Alur kerja Pembuatan Kurva Standard Maksimum dapat dilihat pada (Lampiran C, hal: 35).

3.7 Penentuan Kadar Protein

Bakteri-bakteri yang mampu tumbuh pada limbah cair tapioka yang berumur masing-masing 0, 48, 72 dan 96 jam diambil sebanyak 1 ml. Biakan tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm selama


(24)

25 menit. Hasil dari sentrifugasi berupa pellet dan supernatan. Supernatan dibuang, sedangkan pellet ditambah aseton sebanyak 0,5 ml lalu dihomogenkan. Kemudian aseton dibiarkan menguap. Aquadest ditambahkan ke dalam tabung reaksi hingga volume 1 ml. Kemudian ditambah dengan 5,0 ml pereaksi C dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Lalu larutan ditambahkan 0,5 ml Folin Ciocalteu, kemudian dihomogenkan. Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu UV-VIS 1601 A pada panjang gelombang 750 nm (Lowry et al., 1951). Kadar protein ditentukan berdasarkan persamaan regresi standar larutan protein dengan metode Least Square (Glover & Mitchell, 2002). Alur kerja penentuan kadar protein BFA dapat dilihat pada (Lampiran D, hal: 36).

3.8 Berat Sel

Biakan BFA yang berumur 0, 72 dan 120 jam masing-masing diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung mikro yang sudah diketahui beratnya. Biakan BFA disentrifugasi selama 25 menit dengan kecepatan 6.000 rpm. Hasil sentrifugasi berupa pellet dan supernatan. Bagian supernatan dibuang sedangkan pellet ditimbang beratnya. Untuk mengetahui berat sel awal dilakukan penghitungan dengan menggunakan rumus:

Berat sel = (berat tabung mikro + berat pellet) – berat tabung mikro

Pelet yang sudah diketahui berat selnya kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100oC selama 12 jam (Kim & Lee, 1999). Untuk mengetahui berat kering sel dilakukan penghitungan dengan menggunakan rumus:

Berat kering = berat sel awal – berat sel akhir

3.9 Pembuatan Pakan Ikan

Pakan ikan terbagi dalam dua golongan yaitu golongan yang berjumlah banyak (dedak) dan golongan yang berjumlah sedikit (vitamin dan mineral). Bahan-bahan yang berupa tepung kering dicampur mulai dari bahan yang jumlahnya paling sedikit, kemudian secara berangsur-angsur ditambahkan sedikit demi sedikit bahan lain yang


(25)

jumlahnya lebih banyak. Biakan bakteri BFA dengan media pertumbuhan cair ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam bahan pelet yang sudah tercampur sesuai dengan takaran yang ditentukan. Semua bahan yang digunakan dipastikan tercampur rata, setelah semua bahan masuk, proses pengadukan tetap dilakukan sampai terjadi perubahan warna, setelah itu adonan diangkat dan didinginkan di atas tampir (tampah besar) (Murtidjo, 2007).

Pencetakan dilakukan dengan menggunakan alat penggiling daging. Hasil cetakan akan keluar berupa batangan-batangan yang melingkar karena masih basah, besar kecil ukuran tergantung pada besar kecilnya mata lubang alat penggiling (dies) yang digunakan yang biasanya berukuran 2-5 mm. Batangan basah kemudian dipotong pendek-pendek sepanjang ± 3 cm. Kemudian hasil pemotongan pelet dijemur di atas tampah (wadah lain) sampai kering. Selama penjemuran perlu kita bolak-balik agar hasil yang didapat merata. Penjemuran dianggap cukup apabila pelet sudah terasa kering kemrisik, keras, dan getah (mudah patah). Pada waktu pelet kita bolak-balik dan pada waktu diangkat dari penjemuran, pelet dapat patah menjadi ukuran yang lebih pendek, yang berkisar antara 1-2 cm. Pelet kering yang bagus kandungan airnya sebaiknya antara 10-12% (Mudjiman, 1998). Alur kerja Pembuatan Pakan Ikan dapat dilihat pada (Lampiran E, hal: 37).

3.10 Desain Percobaan

Desain percobaan sangat diperlukan dalam melakukan penelitian eksperimental, dengan tujuan untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara membuat percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan percobaan akan dilakukan. Menurut Nazir (2005), Rancangan Acak Lengkap (Complete Randomized Design) sering digunakan dalam percobaan yang sifatnya homogen seperti percobaan yang umumnya dilakukan di laboratorium. Perlakuan pengujian variasi pakan yang dibuat didasarkan pada metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Maka ditentukan kadar protein yang akan digunakan yaitu 25, 30, dan 35% dengan dengan jarak level 2% yakni 10% PST untuk kadar protein 25%, 12% PST untuk kadar protein 30% dan 14% PST untuk kadar protein 35%, serta pakan komersil


(26)

sebagai kontrol. Kemudian banyaknya ulangan pada setiap kadar protein yang berbeda dihitung dengan menggunakan rumus:

(n-1) (t-1) ≥ 15 Dimana, t = jumlah perlakuan n = jumlah pengulangan

Untuk perlakuan perbedaan konsentrasi pakan ikan yang diberikan,

Pakan Komersil Pi A 25% Pi B 30% Pi C 35% Pi D

Berdasarkan desain percobaan di atas maka diperoleh pengulangan sebanyak 6 kali ulangan dan total perlakuan adalah (n x t) yaitu 24, sehingga serangkaian metode RAL yang diperoleh sebagai berikut :

PiA1 PiA2 PiA3 PiA4 PiA5 PiA6 PiB1 PiB2 PiB3 PiB4 PiB5 PiB6 PiC1 PiC2 PiC3 PiC4 PiC5 PiC6 PiD1 PiD2 PiD3 PiD4 PiD5 PiD6

Kemudian, penempatan tiap-tiap perlakuan dilakukan secara acak (random) dengan menggunakan label angka sebagai banyaknya ulangan. Selanjutnya diberi tanda pada masing-masing perlakuan untuk mempermudah proses pengamatan.

3.11 Wadah Penelitian dan Ikan Uji

Wadah penelitian yang digunakan adalah bak air dengan ukuran panjang 3 m dan tinggi 50 cm (4x perlakuan) kemudian diberi pembatas kain kasa sehingga masing-masing bak berukuran 50x50x50 cm (6x ulangan). Volume masing-masing-masing-masing bak air 78 liter. Air yang digunakan berasal dari air sumur. Suhu air berkisar antara 22o-27oC dan


(27)

pH berkisar antara 7–7,2 (Arie, 2000). Ikan yang digunakan dalam wadah uji adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan bobot awal rata-rata 80 g per ekor dengan ukuran panjang rata-rata adalah 15 cm. Padat tebar ikan yang digunakan adalah 4 ekor per ulangan dengan jumlah total 96 ekor.

3.12 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Ikan

Kualitas air adalah variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Variabel yang perlu diperhatikan meliputi sifat fisika dan kimia air. Adapun sifat fisika air yang perlu diperhatikan adalah warna, kekeruhan dan suhu sedangkan faktor kimia air adalah kandungan oksigen terlarut, pH, dan amoniak (Arie, 2000). 3.12 Parameter Pengujian Pakan Ikan

Formulasi pakan yang diberikan adalah pakan komersil dan pakan buatan yang berupa pelet dengan protein berasal dari protein sel tunggal BFA. Kandungan protein sel tunggal BFA disesuaikan dengan kebutuhan protein ikan nila. Kadar protein untuk ikan nila yaitu ± 30% (Mudjiman, 1998). Pengujian dilakukan selama 28 hari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari (jam 10.00, 13.00, 16.00 WIB). Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu pengamatan dengan parameter sebagai berikut:

a. Laju pertumbuhan ikan per hari, b. Pertambahan berat (bobot) ikan, c. Nilai ubah pakan (FCR),

d. Mortalitas (SR)

3.13 Analisis Data

Data yang diperoleh berdasarkan desain eksperimen dianalisis dengan menggunakan Analisis of varians (ANOVA) yang ditinjau dari tiap unit eksperimen (Sudjana, 1994). Sedangkan pengujian beda tiap-tiap perlakuan dianalisis dengan Uji Jarak Duncan (Duncan New Multiple Range Test) (Sastrosupadi, 1995).


(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Laju Pertumbuhan Bakteri Fotosintetik Anoksigenik

Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris yang digunakan dalam pengukuran laju pertumbuhan adalah kultur baru yang telah diremajakan setiap 3-4 hari ke dalam medium garam modifikasi yang masih segar dan ditumbuhkan dalam kondisi anaerob dengan bantuan cahaya lampu 40 W pada suhu 300 ± 20 C (Gambar 4.1).

(a) (b)

Gambar 4.1 Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris sebelum diinkubasi (a) Kultur BFA Rhodopseudomonas palustris setelah diinkubasi selama 72 jam (b).

Menurut Sathappan (1997), bakteri fotosintetik anoksigenik R. palustris strain B1 mampu menggunakan dengan baik beberapa jenis pati seperti tepung kentang, tepung sagu, dan tepung tapioka untuk pertumbuhan karena mengandung amilopektin hingga mencapai 80%. Sumber penggunaan tepung sebagai media pertumbuhan mikroba menjadi hal yang sangat menarik karena tepung sangat berlimpah di alam. Warna kultur untuk kelompok genus Rhodobacter dan Rhodovulum sering kali berwarna merah jika ditumbuhkan pada kondisi anaerob fototropik (Gambar 4.1, hal: 17) Hiraishi et al., (1995), menyatakan bahwa sel utuh dari genus ini menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 376, 449, 476, 510, 589, 800 dan 850


(29)

nm, dan mengindikasikan adanya bakterioklorofil dan karotinoid. Kemampuan tumbuh BFA Rhodopseudomonas palustris dapat dilihat dari Gambar 4.2 di bawah ini: 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

0 24 48 72 96

Masa Inkubasi (jam)

O p ti c al D e n si ty ( O D

) 750 n

m

Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris

Data pertumbuhan BFA Rhodopseudomonas palustris menunjukkan bahwa nilai optimum pada jam ke-72 (Gambar 4.2, hal: 18) dengan OD 0,1488 dan mengalami penurunan setelah jam ke-72. Hal ini mungkin sebabkan karena semakin berkurangnya nutrisi dan terjadinya persaingan selama proses pertumbuhan berlangsung sehingga mikroba yang tidak mampu bertahan akan menjadi toksik pada mikroba lain. Sathappan (1997), menyatakan bahwa pertumbuhan BFA

Rhodopseudomonas palustris strain B1 terjadi setelah masa inkubasi 72 jam. Pertumbuhan yang mulai menurun menuju fase kematian dikarenakan nutrisi yang terkandung di dalam media mulai berkurang dan terjadinya penumpukan senyawa-senyawa toksik (Jawetz et al., 1996), menyatakan bahwa penumpukan hasil-hasil metabolisme yang beracun akan menyebabkan pertumbuhan sel terhenti.

4.2 Penentuan Kadar Protein dan Berat Sel

Kadar protein sel tunggal bakteri Rhodopseudomonas palustris diukur pada jam ke- 0, 72 dan 120. Data hasil pengukuran ditunjukkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut:


(30)

Tabel 4.1 Kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris pada waktu inkubasi yang berbeda. Jam Ke- Absorbansi Kadar Protein

( g/ml) Berat Kering (mg/ml) 0 72 120 0.132 0.235 0.173 7.1296 59.8081 28.0081 0.0536 3.6865 1.0198

Dari Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa konsentrasi protein BFA

Rhodopseudomonas palustris lebih tinggi pada jam ke-72 yaitu sebesar 59,8081 g/ml. Dari data sebelumnya diketahui bahwa OD pada panjang gelombang 750 nm pada jam ke-72 paling tinggi jumlah selnya. Jumlah sel berbanding lurus dengan konsentrasi dari protein. Apabila jumlah sel meningkat maka konsentrasi protein juga meningkat. Akan tetapi bertambahnya berat sel tidak selalu diikuti dengan pertambahan jumlah protein. Lay & Sugyo (1992), menyatakan bahwa perkembangbiakan mikroorganisme yang ditandai adanya pertambahan jumlah sel menyebabkan peningkatan dari seluruh kandungan sel termasuk asam nukleat dan protein. Peningkatan berat sel tanpa diikuti peningkatan protein atau asam nukleat dapat terjadi. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya massa sel bukan jumlah sel. Menurut Kobayashi & Kurata (1978), nilai gizi dari BFA Rhodopseudomonas palustris sebagai bahan makanan mengandung protein kasar sebesar 72-74%, kandungan protein tersebut lebih besar daripada bakteri fotosintetik (61,0%), Chlorella (55,5%) dan sel yeast (50,5%).

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

0 72 120

Masa Inkubasi (jam)

K a da r pr o te in ( g/ m l) 0 1 2 3 4 B era t k eri n g s el (mg /ml )

Kadar protein Berat kering sel

Gambar 4.3 Kurva Kadar protein dan berat kering sel bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris


(31)

Umesh & Seshagiri (1984), menyatakan bahwa spirulina sebagai salah satu ganggang penghasil Protein sel tunggal sangat baik digunakan sebagai pakan dan pangan. Spirullina dapat digunakan sebagai pakan ikan hias karena memiliki zeaksantin yang dilaporkan mampu meningkatkan pigmentasi ikan dan udang. Menurut Kobayashi & Kobayashi (1995), protein sel tunggal bakteri Rhodobacter capsulatus mengandung banyak protein (ditunjukkan dengan keseimbangan asam amino) vitamin dan substansi lain yang efektif. Protein ini dapat digunakan dalam konversi protein. Untuk pembuatan pakan, biomasa sel dapat dibuat pellet dengan ukuran yang dikehendaki. Kultur sel bakteri fotosintetik dimanfaatkan sebagai makanan untuk organisme kecil di dalam air dan tanah dan hasil ekskresi bakteri fotosintetik digunakan oleh organisme heterotrop seperti bakteri dan algae.

4.3 Karakteristik Pakan Ikan

Bahan-bahan pakan dalam bentuk komposisi beberapa bahan pakan diberikan pada ikan agar dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pertumbuhan ikan. Pakan yang baik mengandung protein antara 20-40%. Dibandingkan dengan hewan ternak di darat, ikan membutuhkan protein lebih banyak (2-4 kali lipat). Menurut Mudjiman (2002), pakan ikan dapat dibuat kering dengan berbagai bentuk diantaranya bentuk pelet, remeh (crumble), butiran (granular), tepung (meal atau mash) dan roti kukus (cake). Bentuk pelet ikan beragam seperti batang, bulat atau gilik (bulat memanjang). Pelet dapat diberikan pada ikan dalam fase pertumbuhan dan dewasa. Gambar pelet ikan untuk tiap perlakuan ditunjukkan dari Gambar 4.4 di bawah ini:

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4.4 Pakan komersil (a) Pelet Perlakuan I (25 % PST) (b) Pelet Perlakuan II (30 % PST) (c) Pelet Perlakuan IV (35 % PST) (d). Menurut Lovell (1989), Ukuran pelet ikan disesuaikan berdasarkan kebutuhan (ukuran ikan) yaitu berkisar antara 2-4 mm. Menurut Murtidjo (2007), pakan ikan


(32)

yang dibuat dalam bentuk pelet memiliki beberapa keunggulan yaitu perubahan fisika dan kimia pakan mudah dicerna oleh ikan yang mengkonsumsinya karena pakan ikan bentuk pelet telah dimasak dalam temperatur tinggi, menghindari ikan memilih bagian-bagian yang disenangi saja jika pakan berupa tepung (mash) serta dapat meningkatkan efisiensi pakan sekitar 2-6%, menghemat tempat dan pengangkutan karena volume pakan ikan berbentuk pelet lebih kecil akibat proses pengepresan dan proses pembuatan pelet memusnahkan kuman-kuman salmonella.

4.4 Pengaruh Pemberian Pakan Ikan dan Analisis Data

Pemberian pakan ikan yang dilakukan selama 28 hari menunjukkan bahwa terjadi perubahan terhadap pertambahan bobot dan laju pertumbuhan harian ikan (Tabel 4.3). Tabel 4.2 Pengaruh Pemberian Pakan Ikan Konvensional Pada Ikan Nila.

Variabel Pakan Komersil

Kadar Protein Sel Tunggal (PST) 25 % 30 % 35 % Bobot awal (g)

Bobot akhir (g)

Pertambahan bobot (g) Laju pertumbuhan harian (%) Nilai ubah pakan (FCR) Mortalitas 78,3 120 41,7 0,40 1,79 7 75,0 115 40 0,42 1,64 8 71,6 113 41,4 0,43 1,61 3 75,0 115 40 0,41 1,62 5

Berdasarkan analisis data pada Tabel 4.3 yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian dan nilai mortalitas ikan nila setelah diberi protein sel tunggal yang dikonversi pada pakan ikan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan pakan komersil (lampiran J, hlm 43). Hal ini berarti semua jenis pakan yang diuji memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan ikan nila. Kurva pertambahan bobot selama penelitian dapat dilihat dari Gambar 4.5 berikut ini :


(33)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas nilai ubah pakan (FCR) dari setiap perlakuan masih efisien digunakan dalam pertumbuhan ikan nila. Mudjiman (2002), menyatakan bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor ikan berkisar antara 5-6% dari bobot tubuhnya per hari. Namun jumlah tersebut dapat berubah karena faktor luar. Faktor konversi pakan pada ikan berkisar antara 1,5-8. Suatu jenis pakan dikatakan cukup efisien jika faktor konversinya 1,7.

0 20 40 60 80 100 120

Pertamb

ahan

b

obot

(g)

Minggu 0 Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Waktu pengamatan

Pakan Komersil PST 25 % PST 30 % PST 35 %

Gambar 4.5 Kurva pertambahan bobot ikan selama penelitian

Lovell (1989), menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung energi dan protein seimbang akan diperoleh pertumbuhan ikan yang optimal. Kandungan protein yang optimal di dalam pakan akan menghasilkan pertumbuhan yang maksimal bagi hewan yang mengkonsumsinya. Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi utama, protein digunakan untuk pertumbuhan, pertambahan bobot maupun pemeliharaan tubuh (Mudjiman, 2002). Jumlah protein yang tidak sesuai dalam pakan mengakibatkan pertumbuhan terhenti dan bobot tubuh ikan akan berkurang (Murtidjo, 2001).


(34)

Subamia et al., (2003) menyatakan bahwa dari segi kualitas pakan ikan membutuhkan zat-zat pakan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Sedangkan dari segi kuantitas perlu disediakan pakan yang cukup karena apabila benih mengalami kekurangan pakan akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan kematian. Zonneveld et al., (1991), menyatakan bahwa untuk dapat mencernakan zat-zat pakan tersebut diperlukan suatu proses yaitu proses hidrolisis, sedangkan proses ini akan berlangsung apabila terdapat enzim pencernaan seperti protease, amilase dan lipase.

Tabel 4.3 Penggunaan Pakan Konvensional Bakteri Fotosintetik Anoksigenik R. palustris selama penelitian.

Perlakuan Pakan Habis Terpakai (g) Pakan Terbuang (g)

Bobot Ikan Yang Dihasilkan (g) Konsumsi Ikan Per Hari (g) Pakan komersil PST 25% PST 30% PST 35% 5.180 5.040 5.100 5.060 - 504 510 506 2.880 2.780 2.850 2.800 7,7 7,5 7,5 7,5

Dari Tabel 4.4 di atas, tampak bahwa pakan dengan kadar protein sel tunggal 25%, 30% dan 35% tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pakan komersil yang diberikan sebagai pembanding. Hal ini mungkin dikarenakan komposisi protein yang diberikan untuk ikan nila masih berada pada batas normal. Menurut Affandi (1997), kebutuhan protein untuk ikan nila berada pada kisaran 25-35%, kebutuhan makanan tambahan diperoleh ikan nila dari organisme seperti plankton dan hewan kecil lain.

Menurut Mudjiman (2002), jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan berkisar antara 5-6% dari bobot tubuhnya per hari. Namun, nilai tersebut dapat berubah karena pengaruh faktor lingkungan. Aktifitas metabolisme akan mempengaruhi tingkat frekuensi pengambilan pakan. Subamia et al., (2003), menyatakan bahwa frekuensi pengambilan pakan ikan juga dipengaruhi oleh ukuran ikan. Ikan yang berbobot kurang dari 1,5 g frekuensi makannya mencapai 8 kali dalam sehari. Akan tetapi, apabila ukuran ikan sedah lebih dari 1,5 g maka frekuensi makan dapat berkurang menjadi 3-4 dalam sehari.


(35)

4.5 Faktor pendukung budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus)

Air merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya ikan. Air merupakan medium yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan ikan. Keberhasilan budidaya ikan sangat bergantung pada keadaan air. Data sifat fisika kimia air yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Sifat Fisika Kimia Air

Variabel yang diamati Kisaran Salinitas (permil)

Temperatur (0C) pH

Oksigen terlarut (DO) mg/l

3 27-28 6,8-7,1

5-6

Menurut Jangkaru et al., (1991), ikan nila tumbuh dan bereproduksi pada salinitas 0-29 permil dan pada salinitas 29-35 permil ikan nila dapat tumbuh tetapi tidak berproduksi. Wardoyo (1989), menyatakan bahwa pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan Tilapia nilotica sangat tergantung pada ukuran ikan. Sedangkan Payne

et al., (1988) dalam Anggawati et al., (1990), menyatakan bahwa Tilapia bersifat

eurykaline, dan pertumbuhan serta berkembangbiaknya akan terhambat pada salinitas yang lebih tinggi karena sebagian energinya dimanfaatkan untuk proses osmoregulasi.

Keasaman alami, alkalinitas karbonat dan pH penting dalam menentukan kualitas suatu perairan bagi budidaya perikanan. Alabaster dan Lloyd (1980), menyatakan bahwa pada dasarnya tidak ada kisaran pH yang tetap untuk budidaya perikanan walaupun secara umum disebutkan bahwa kisaran pH dengan populasi ikan yang baik adalah pH 6,3-9 dan sebagian besar badan air berada pada kisaran pH 6,7-8,6. Irianto (2005), menyatakan bahwa nilai pH 5-6,5 sangat merugikan bagi ikan salmonid karena akan terjadi penurunan laju pertumbuhan. Pada pH kurang dari 5, ikan salmonid akan mengalami gangguan pengaturan tekanan osmosis dan berakibat penurunan NaCl pada plasma sehingga kehilangan koordinasi gerakan tubuh.

Ikan memerlukan oksigen (O2) untuk proses pernafasan dan metabolisme

tubuh. Kebutuhan oksigen dalam budidaya ikan tergantung pada spesies yang dibudidayakan. Suryanti et al., (1996), menyatakan bahwa ikan kolam akan mati karena kekurangan oksigen apabila berada lama di air dengan kandungan oksigen


(36)

kurang dari 0,3 mg/l. Irianto (2005), menyatakan bahwa kekurangan oksigen dapat berakibat pada mortalitas ikan. Pada dasarnya konsentrasi oksigen terlarut 5 mg/l merupakan kandungan oksigen yang dianjurkan untuk kesehatan ikan yang optimum. Apabila kandungan oksigen terlarut turun menjadi 3-4 mg/l, ikan akan mengalami stres.

Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis dapat meningkatkan kandungan O2

dalam media pertumbuhannya. Matales & Tanennbaum (1968), menyatakan bahwa peningkatan oksigen terlarut (DO) berguna untuk penurunan kadar cemaran limbah dan penyediaan O2 bagi biota air. Unsur nitrogen harus diberikan karena mikroba

tidak dapat mengambilnya dari udara.

Toleransi ikan terhadap suhu sangat bervariasi tergantung jenis ikan. Nila gift merupakan jenis ikan yang tinggi toleransinya terhadap perubahan suhu. Arie (2000), menyatakan bahwa kisaran suhu yang dapat ditolerir berada pada kisaran 14-38oC. Secara alami nila gift dapat memijah pada suhu 22-37oC. Namun, suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan berada pada kisaran 25-30oC. Sedangkan suhu yang menyebabkan kematian ikan nila adalah di bawah 6oC atau di atas 42oC.


(37)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan protein sel tunggal bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris pada pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) memberikan pengaruh terhadap panjang tubuh, penambahan bobot ikan, laju pertumbuhan ikan per hari, nilai ubah pakan dan mortilitas. Dari analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa mutu pakan yang dikonversi oleh protein sel tunggal (PST) dengan perlakuan 25%, 30% dan 35% sama dengan perlakuan tanpa pemberian PST bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodopseudomonas palustris.

Saran

Diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan lain protein sel tunggal yang terkandung didalam BFA Rhodopseudomonas palustris.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R.D., S. Syafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, 215 p.

Anggawati, A. M, Imanto, & Tazwin. Y. S. 1990. Penelitian Budidaya Ikan Nila Merah (Oreochromis. Niloticus) Dalam Keramba Jaring Apung Du Serdang Baru. Buletin penelitian perikanan. Puslitbang perikanan. Bandung. Hlm. 51-68.

Arie, U. 2000. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 7-9, 18-20.

Azwar, Z. I. 1997. Pengaruh Askorbil Fosfat Magnesium Sebagai Sumber Vitamin C Terhadap Penampilan Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis sp.) Disertasi. Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Best, R. 1978. Cassava Processing For Animal Feed. CIAT/IDRC: 114 e. 12-20. Djajasewaka, H.,A. Widiyati, dan T.H. Prihadi. 1993. Optimasi Padat Tebar ikan

Jambal siam (Pangasius sutci) dalam Keramba Jaring Apung. Prosiding Seminar Hasil penelitian Perikanan Air Tawar. 227-231.

Fadlila, E. & Effendi, M. T. 2004. Pembuatan Poli Hidroksialkanoat (PHA) oleh Bakteri Fotosintetik Rhodospirillum rubrum (IFO 3986) menggunakan Asam Lemak Volatil. Jurnal Natur Indonesia. 7(3): 45-72

Glover, T & Kevin, M. 2002. An Introduction to Biostatistics. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Hlm. 332-334.

Habte, M. & M. Alexander. 1980. Nitrogen fixation by photosynthetic bacteria in low land culture. Applied and Environmental Microbiology. 39(1): 342-347. Han, Y.W., Peter, R. C., A.W. Anderson. & C. Lekprayoon. 1976. Growth of

Aureobasidium pullulans on straw hydrolysate. Applied and Environmental Microbiology. 32(6): 799-802.

Hanifah, T.A., Christine,. J. & Titania, T. N. 2001. Pengolahan limbah cair tapioka dengan metode EM (Effective Microorganism). Jurnal Natur Indonesia.3(2): 95-103.


(39)

Harwood, C.S. & Jane, G. 1995. Anaerobic and aerobic metabolism of diverse aromatic compounds by the photosynthetic bacterium Rhodopseudomonas palustris. Applied and Environmental Microbiology. 54(3): 712-717.

Hiraishi, A., Keigo, M. & Katsuro, U. 1995. Characterization of new denitrifying

Rhodobacter strains isolated from photosynthetic sludge for wastewater treatment. Journal Fermentation and Bioengineering. 79(1): 39-44.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Hlm. 16-18.

Jangkaru, Z, Wardoyo. S.M, & Darwis. K. 1991. Petunjuk Teknis. Budidaya. Ikan Nila. Pusat penelitian dan pengembangan perikanan. Jakarta. Hlm. 32.

Jawetz, E., J.L. Melnick, E.A. Adelberg, G.F. Brooks, J.S.Butel, L.N. Ornston, 1996.

Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 51.

Jouncey, K & B. Ross.1982. A guide to Tilapia feeds and Feeding. Institute of Aquaculture. Scotland: University of Stirling. 111 p.

Junianto, B.O. 2003. Rice starch: Production, properties and uses. In: Starch, chemistry and technology, second edition. Whistler, R.L., Bremiller, J.n. and Paschalll, E.F. (eds), Academic Press Inc., Hlm. 249-274.

Khan, M.Y., M. U. Dahot & M.Y. Khan. 1992. Single cell protein production by Pennicillium javanicum from pretreated rice husk. Journal Islamic Academy of Science. 5(1): 39-43.

Kim, J.K. & Lee B.K. 2000. Mass production of Rhodopseudomonas Palustris as diet for aquaculture. Aquaculture Engineering. 23: 281-293.

Kobayashi, M. & Kobayashi, M. 1995. “Waste remediation treatment using anoxygenic photosynthetic bacteria”. In Madigan M.T. dan C. E. Bauer. (eds).

Anoxygenic Photosynthetic Bacteria: R. E. Blankenship: hlm. 1269-1282. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Kobayashi, M., Ehchi, T & Keizaburo K. 1967. Distribution of nitrogen-fixing microorganism in paddy soils of southeast asia, Soil Science. 104(2): 113-118. Lay, B.W. & Sugyo, H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 101-105. Lovell, R.T. 1988. Nutrient and Feeding of Fish. Van Nostrand Reindhold. New


(40)

Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of fish. Van Nostrand Reinhold, New York. Hlm. 106-108.

Lowry, O.H., Rosebrough, N.J., Farr, A.L., & Randall, R.J. 1951. Protein Measurement with the Folin phenol Reagen. Journal Biology Chemystry. 193: 265-275.

Lubis, R. 2003. Penentuan Aktivitas enzim protease dari ekstrak jeroan ikan mas (Cyprinus carpio L.) terhadap hidrolisa bovin serum albumin. Skripsi. Indonesia: Universitas Sumatera Utara, 30 p.

Madigan, M.T., Sharon, S. C. & Roderick, A. S. 1984. Nitrogen fixation and nitrogenase activities in members of family Rhodospirillaceae. Journal of Bacteriology. 157(1): 73-78.

Makatutu, D. 2002. Suplementasi Vitamin C Dalam Pakan Untuk Mempercepat Perkembangan Gonad dan Meningkatkan Mutu Telur Ikan Kerapu Batik (Epinephelus microdon). Thesis Pasca Sarjana IPB, 80 p.

Malick E.A., Donald, O.H., Eugene, H.W., Ned, L. C., Harold, M. H. 1976. Single cell protein. Its status and future implication in world food supply.Technology Assesment Activities in the Industrial, Academic and Governmental Communities. Second Arab Conference on Petrochemical Abu Dhabi (United Emirates). 15 to 22 March 1976.

Matales, R.I & Tanennbaum, S. R. 1968. Single Cell Protein. MIT Press. Massachussetts. Hlm. 166-167.

Mokogonta, I., D, Jusadi, M. Setiawati, T. Takeuchi, and M.A. Suprayudi.1992. The Effect of Different Levels of Dietary N-3 Fatty Acid on The Egg Quality of Catfish (Pangasius hypophthalmus). The Proc. JSPS-DGHE International Symposium on Fisheries Science in Tropical Asia, 10: 252-256.

Moore, H. & Kaplan. R. 1992. Cage Culture, A Method of Fish Production in Indonesia. FRDP. Central Research Institute For Fisheries. Jakarta, 144 p. Mudjiman, Ahmad. 1998. Makanan Ikan. Cetakan XI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hlm. 5-8, 33-38.

Murtidjo, Agus. 2007. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Cetakan VI. Jakarta : Penerbit Kanisius. Hlm. 27-29.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Cetakan Keenam. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor selatan. Hlm. 221, 235-236.


(41)

Natawiria, S. Z.I Azwar, & N. Suhendra. 1981. Pemeliharaan Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Dalam Aquarium Dengan Sistem Resirkulasi. Bull. Panel. Perikanan. Hlm. 62-64.

Nikijuluw, V. P. H. 2005. Konsumsi ikan Penduduk Indonesia, Mungkinkah ditingkatkan? Dalam Widodo et al. 1997. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II, Ujung Pandang 2-3 Desember 1997, 273-281 pp.

Oboh, G & Akindahunsi, A.A. 2003. Biochemical changes in cassava products (flour and garri subjected to Saccharomyces cerevisae solid media fermentation. Food chemistry. 82 (4): 599-602.

Poernomo, A.C. Lim, W.E Vanstone & Anindiastuti. 1985. Muturation of Captive Milkfish. Workshop on milkfish reproduction, 22-24 april. Tungkan-Taiwan. 79-86 pp.

Putro, S. 2003. Strategi Pemasaran Produksi Perikanan Budi daya. Pusat Riset Perikanan Budidaya Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm. 67-69.

Umesh, B.V & Seshagiri. 1984. Phycotecnology spirulina as feed and food. Monograph Series on Engineering Photosyntetic System, 17 :38 p.

Rasidi. 2002. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif . Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 1-3.

Ronald, Ms. 1995. Handbook of Media for Environmental Microbiology. NewYork: CRC Press. Hlm. 396-397.

Saridewi, T.R, 1998. Pengaruh Kadar Protein Yang Berbeda Dengan Rasio Energi Protein 8kkal/g Protein Secara Kecernaan. Koef. Respirasi dan Ekskresi

Amonika Benih Ikan Merah So, sebelum benih ikan nila Merah (Oreochromis Sp.). Jogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sastrosupadi, A. 1995. Rancangan Percobaan Praktis untuk Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 162.

Sathappan, M. 1997. Optimization of growth and immobilization of Rhodopseudomaonas palustris strain B1 for the utilization of sago starch processing waste water. Thesis. Malaysia: University of Malaya.

Schlegel, H. G & Schmidt, K. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi Keenam. Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hlm.140.


(42)

Setijaningsih, L., Z.I. Azwar, dan M. Sulhi. 2002. Pengaruh Suplementasi Askorbil Fosfat Magnesium Sebagai Sumber Vitamin C dalam Pakan terhadap Reproduksi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac). Laporan Proyek Penelitian Perikanan Air tawar, Sukamandi, 12 p.

Seumahu, C. A., Antonious, S., Aris, T. 1997. Karakterisasi sejumlah isolat bakteri fotosintetik anoksigenik untuk pupuk hayati Padi. Hayati. 4(3): 67-71.

Sitanggang M. 2002. Mengatasi Penyakit dan Hama pada Ikan Hias. Jakarta: Agromedia Pustaka Stanton, W.R & Wallbridge. 1969. Fermented Food Processes. Process Biotechnol. 4: 45-51.

Subamia, I. W, Mokoginta, I & Affandi, R. 2003. Pengaruh Kadar Asam Lemak N-3 Berbeda pada Kadar Asam Lemak N-6 Tetap dalam Pakan Terhadap Komposisi Asam Lemak Tubuh, Metamorfosis, dan Pertumbuhan Kecebong Katak Lembu (Rana catesbeiana Shaw). Laporan Proyek Penelitian Pertanian Indonesia. Bogor. 4-7 pp.

Sudjana, M. 1984. Desain dan Analisis Eksperimen. Penerbit Tarsito Bandung. Hlm. 61-69

Suhenda, R.,Setijaningsih, L., dan Suryanti, Y. 2005. Pertumbuhan Benih Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) Yang Diberi Pakan Dengan Kadar Protein Berbeda. Laporan Proyek Penelitian Perikanan Budidaya Air tawar, Bogor, 7-4 pp.

Suryanti, Y. 2003. Peranan Asam Amino Dalam Fisiologi Nutrisi Pada Awal kehidupan Ikan.Warta Penelitian Perikanan Indonesia, 8(4): 19-29.

Suryanto, D. & Suwanto, A. 2000. Selection and isolation of aromatic hydrogen degrading bacteria. Jurnal Microbiology Indonesia. 5(2): 39-42.

Suryanto, D. Suwanto, A. & Meryandini, A. 2001. Characterization of three benzoate degrading anoxygenic photosynthetic bacteria isolated from the environmental.

Biotropica Bacterial. 17: 9-17.

Suyanto, S.R. 2009. Nila. Cetakan ke-XV. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm.1-6.

Wardoyo. S. 1990. Effect Of Different Salinity Levels And Reproduction Of Three Strains Of Tilapia nilotica And Red Tilapia nilotica Hybrid. Disertation Submitted To The Graduate Faculty Aururn University. Auburn, Alabama. Hlm 66.

Watanabe, T. 1986. Fish Nutrition and Mariculture. JICA Textbook. The General Aquaculture Course, 233 p.


(43)

Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture, JICA Tex Book the General Aquaculture. Course Department of Aquatic Broscience. Tokyo University of Fisheries, 233 p.

Wee, K.L & N.A, Tuan.1988. Effects of Dietary Protein Level on The Growth and Reproduction of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila-Phillipines. 42 p.

Winfree, R.A. and R.R. Stickney. 1981. Effects of Dietary Protein and Energy on Growth, Feed Conversion Efficiency and Body Composition of Tilapia aurea. J. Nut.,111: 1,001 p.

Zaitun, G. & Hanifah, L. 1999. Autotrophic and Heterotrophic Prodution of Microorganism in Intensively Manured Fish Ponds and Related Fish Yield..

Aquaculture journey. 14: 303 p.

Zonneveld, N.F, A. Huisman, dan J.H. Born.1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hlm. 70.


(44)

LAMPIRAN A: ALUR KERJA PENGUKURAN LAJU PERTUMBUHAN BAKTERI FOTOSINTETIK ANOKSIGENIK

Isolat yang berumur 72 jam

Diinokulasikan sebanyak 10 ml

Dimasukkan kedalam media cair dengan sumber C Na-asetat hingga volumenya menjadi 200 ml

Diambil sebanyak ± 5 ml Dimasukkan kedalam kuvet Absorbansi

Diukur pada panjang gelombang 750 nm dengan spektrofotometer Shimadzu UV-VIS 1601A

Dicatat setiap hari selama 6 hari (jam ke-0 s.d jam ke-120)


(45)

LAMPIRAN B : ALUR KERJA PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM

Dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 1 ml

Dimasukkan ke dalam kuvet spektrofotometer Shimadzu UV – VIS 1601 A

Diukur dari panjang gelombang 705 – 800 nm Absorbans maksimum

BSA 300 µg/ml

Ditambahkan 5 ml reagen C Dihomogenkan

Diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang Ditambahkan 0.5 ml Folin Ciocalteu

Larutan

Dihomogenkan


(46)

LAMPIRAN C: ALUR KERJA PEMBUATAN KURVA STANDARD LARUTAN BSA

BSA (Bovine Serum Albumin)

Dimasukan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 0; 30 ; 60 ; 120 ; 180 ;240; 300 µg/ml.

Ditambahkan 5 ml pereaksi C

Diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruang Ditambahkan 0.5 ml Folin Ciocalteu

Larutan

Dihomogenkan

Dihomogenkan

Diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Shimadzu UV-VIS 1601A pada panjang

gelombang 750 nm Absorbansi

Ditentukan persamaan garis regresi kurva standar larutan protein dengan metode Least Square


(47)

LAMPIRAN D : ALUR KERJA PENENTUAN KADAR PROTEIN BAKTERI FOTOSINTETIK ANOKSIGENIK

Isolat yang mampu tumbuh pada limbah cair tapioka

Diinokulasikan 1 ml isolat yang berumur 0, 72, dan 120 jam

Disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 25 menit

Supernatan Pelet

Hasil

Dibuang Ditambahkan aceton sebanyak 0.5 ml Dihomogenkan

Dibiarkan aceton menguap

Ditambah aquadest hingga mencapai volume 1 ml

Ditambahkan 5 ml reagen C

Diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang

Diukur kadar protein berdasarkan persamaan regresi standard BSA

Ditambahkan 0.5 ml Folin Ciocalteu Dihomogenkan

Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Shimadzu UV – VIS 1601 A pada absorbansi 750 nm

Absorbansi

Diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruang


(48)

LAMPIRAN E: ALUR KERJA PEMBUATAN PAKAN IKAN MODIFIKASI

Bahan baku

1. Pakan bentuk tepung

Dikukus sampai pakan bentuk tepung matang

Dikeringkan atau dijemur

Diaduk lagi sampai bahan baku cair tersebut dapat tercampur merata ke seluruh bagian

Penambahan Bahan Baku Cair (kalau dibutuhkan) Diaduk rata di tempat pengadukan

Ditimbang menurut Formulasi

Bahan baku Butiran digiling menjadi tepung

Dimasukkan ke dalam ayunan dan diayak atau diaduk sambil ditekan dengan telapak tangan

2. Pakan bentuk butiran pecah atau crumble

Dimasukkan ke dalam alat pencetak atau penggilingan getuk

lindri/penggilingan daging 3. Pakan bentuk pelet dipotong- potong 3-5 mm


(49)

LAMPIRAN F: ALUR KERJA PENGUKURAN OKSIGEN TERLARUT (DO)

Ditambahkan 1 ml MnSO4

Ditambahkan 1 ml KOH-KI Didiamkan

Ditambahkan 1 ml H2SO4

Sample dengan endapan putih/coklat

Dikocok

Diambil sebanyak 100 ml

Sample berwarna kuning pucat

Hasil Sampel bening Sample berwarna biru

Dikocok Didiamkan

Ditetesi Na2S2O3 0,00125 N

Ditambahkan 5 tetes Amilum

Dihitung volume Na2S2O3 0,00125 Nyang

terpakai (= nilai DO akhir).

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N

Larutan sample berwarna coklat


(50)

LAMPIRAN G: KOMPOSISI MEDIA MINERAL MODIFIKASI DAN PEMBUATAN REAGEN LOWRY

a. Komposisi media mineral modifikasi dalam 1 Liter menurut Ronald (1995)

Na-asetat 2,5 g

(NH4)2SO4 1,25 g

K2HPO4.3H2O 0,9 g

KH2PO4 0,6 g

Yeast Extract 0,5 g

MgSO4.7 H2O 0,2 g

CaCl2.2H2O 0,07 g

FeSO4.7H2O 3,0 mg

EDTA 2,0 mg

pH 7,0 ± 0,2 pada suhu 25o C

b. Penyediaan Pereaksi Lowry menurut Lubis (2003) - Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N

Sebanyak 0,4 gram NaOH ditimbang dengan teliti dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml hingga batas tanda.

- Larutan Natrium-Kalium Tartrat 1%

Sebanyak 1 gram Natrium-Kalium Tartrat ditimbang dengan teliti kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml hingga batas tanda.

- Pereaksi A

Sebanyak 2 gram Na2CO3 ditimbang kemudian dilarutkan dengan NaOH 0,1 N

dalam labu takar hingga batas tanda. - Pereaksi B

Sebanyak 0,5 gram CuSO4.5H2O ditimbang kemudian dilarutkan dengan

Kalium Tartrat 1% dalam labu takar 100 ml hingga batas tanda. - Pereaksi C

50 ml pereaksi A dan 1 ml pereaksi B dicampurkan kemudian diaduk hingga homogen


(51)

LAMPIRAN H: DATA PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM, PEMBUATAN KURVA STANDARD BOVINE SERUM ALBUMIN (BSA), RUMUS PERHITUNGAN

Data resapan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 300 µg/ml. Menurut metode Lowry dengan Spektrofotometer UV-VIS 1601 A.

Panjang gelombang (nm) Absorbansi

705 0,707

710 0,711

715 0,715

720 0,719

725 0,723

730 0,725

735 0,727

740 0,730

745 0,731

750 0,731

755 0,729

760 0,728

765 0,725

770 0,723

775 0,719

780 0,715

785 0,711

790 0,705

795 0,700

800 0,694

2. Pembuatan Kurva Standard Bovine Serum Albumin (BSA)

Data resapan Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) untuk berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 750 nm menurut Metode Lowry

Konsentrasi BSA (µg/ml) Absorbansi

0 0,023

30 0,173

60 0,242

120 0,351

180 0,472

240 0,601

300 0,713

Dimana : X = Konsentrasi Y = Absorbansi


(52)

Dari persamaan regresi : Y = a + bX, Dimana,

Abs = K3C2 + K2C2 + K1C + KO = K3 = 0,0000

= K2 = 0,0000 = K1 = 0,0019 = KO = 0,1185 = r2 = 0,9994

3. Rumus Perhitungan

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi makanan ikan, pertambahan bobot ikan dan nilai ubah makanan adalah :

a. Laju pertumbuhan ikan per hari menurut Murtidjo (2001): Lp = (W B - 1) x 100%

Bo

b. Pertambahan berat (bobot) ikan menurut Sunyoto (2000):

Pertambahan bobot = berat bobot akhir – berat bobot awal

c. Nilai ubah makanan (FCR) menurut Mudjiman (2002): FCR = jumlah pakan yang diberikan


(53)

LAMPIRAN I : FORMULA BAHAN PENYUSUN RANSUM IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Tabel 1: Komposisi Protein Sel Tungga l (PST) Rhodopseudomonas palustris 25 % Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 10 7,20

Dedak halus 40 4,54

Bungkil Kelapa 31 5,75

Bungkil Kedelai 12 4,81

Tepung Ikan 5 2,75

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -

Total 100 25,05

Tabel 2: Komposisi PST Rhodopseudomonas palustris 30 %

Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 12 8,64

Dedak halus 38 4,31

Bungkil Kelapa 19 3,52

Bungkil Kedelai 16 6,41

Tepung Ikan 13 7,15

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -

Total 100 30,03

Tabel 3: Komposisi PST Rhodopseudomonas palustris 35 %

Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 14 10,08

Dedak halus 24 2,72

Bungkil Kelapa 20 3,71

Bungkil Kedelai 23 9,22

Tepung Ikan 17 9,35

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -


(1)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

LAMPIRAN H: DATA PENENTUAN PANJANG GELOMBANG

MAKSIMUM, PEMBUATAN KURVA STANDARD BOVINE SERUM ALBUMIN (BSA), RUMUS PERHITUNGAN

Data resapan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 300 µg/ml. Menurut metode Lowry dengan Spektrofotometer UV-VIS 1601 A.

Panjang gelombang (nm) Absorbansi

705 0,707

710 0,711

715 0,715

720 0,719

725 0,723

730 0,725

735 0,727

740 0,730

745 0,731

750 0,731

755 0,729

760 0,728

765 0,725

770 0,723

775 0,719

780 0,715

785 0,711

790 0,705

795 0,700

800 0,694

2. Pembuatan Kurva Standard Bovine Serum Albumin (BSA)

Data resapan Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) untuk berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 750 nm menurut Metode Lowry

Konsentrasi BSA (µg/ml) Absorbansi

0 0,023

30 0,173

60 0,242

120 0,351

180 0,472

240 0,601

300 0,713

Dimana : X = Konsentrasi Y = Absorbansi


(2)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

Dari persamaan regresi : Y = a + bX, Dimana,

Abs = K3C2 + K2C2 + K1C + KO = K3 = 0,0000

= K2 = 0,0000 = K1 = 0,0019 = KO = 0,1185 = r2 = 0,9994

3. Rumus Perhitungan

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi makanan ikan, pertambahan bobot ikan dan nilai ubah makanan adalah :

a. Laju pertumbuhan ikan per hari menurut Murtidjo (2001): Lp = (W B - 1) x 100%

Bo

b. Pertambahan berat (bobot) ikan menurut Sunyoto (2000):

Pertambahan bobot = berat bobot akhir – berat bobot awal

c. Nilai ubah makanan (FCR) menurut Mudjiman (2002):

FCR = jumlah pakan yang diberikan


(3)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

LAMPIRAN I : FORMULA BAHAN PENYUSUN RANSUM IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

Tabel 1: Komposisi Protein Sel Tungga l (PST) Rhodopseudomonas palustris 25 % Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 10 7,20

Dedak halus 40 4,54

Bungkil Kelapa 31 5,75

Bungkil Kedelai 12 4,81

Tepung Ikan 5 2,75

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -

Total 100 25,05

Tabel 2: Komposisi PST Rhodopseudomonas palustris 30 %

Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 12 8,64

Dedak halus 38 4,31

Bungkil Kelapa 19 3,52

Bungkil Kedelai 16 6,41

Tepung Ikan 13 7,15

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -

Total 100 30,03

Tabel 3: Komposisi PST Rhodopseudomonas palustris 35 %

Bahan Ransum Jumlah (Kg/%) Kandungan Protein (%)

PST Rhodopseudomonas palustris 14 10,08

Dedak halus 24 2,72

Bungkil Kelapa 20 3,71

Bungkil Kedelai 23 9,22

Tepung Ikan 17 9,35

Garam dapur (mineral) 1 -

Top Mix (vitamin) 1 -


(4)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

LAMPIRAN J: ANALISIS VARIANSI PENGARUH PEMBERIAN PAKAN a. Laju Pertumbuhan Ikan Per hari

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: observasi

Source Type IV Sum of Squares DF Mean Square F Sig.

Corrected Model .005(a) 8 .001 .425 .888

Intercept 4.250 1 4.250 2643.659 .000

B .002 3 .001 .453 .719

A .003 5 .001 .408 .836

Error .024 15 .002

Total 4.280 24

Corrected Total .030 23

a R Squared = .185 (Adjusted R Squared = -.250)

b. Pertambahan Berat Bobot Ikan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Observasi

Source Type IV Sum of Squares DF Mean Square F Sig.

Corrected Model .069(a) 2 .035 .024 .976

Intercept 128.896 1 128.896 90.436 .000

Observasi .069 2 .035 .024 .976

Error 29.931 21 1.425

Total 180.000 24

Corrected Total 30.000 23

a

c. Nilai FCR

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: observasi

Source Type IV Sum of Squares DF Mean Square F Sig.

Corrected Model .182(a) 3 .061 .034 .990

Intercept 113.997 1 113.997 63.470 .001

A1 .000 0 . . .

B1 .098 2 .049 .027 .973

Error 7.184 4 1.796

Total 121.363 8

Corrected Total 7.366 7

a R Squared = .025 (Adjusted R Squared = -.707)

D. Angka kematian

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: data pengamatan

Source Type IV Sum of Squares DF Mean Square F Sig.

Corrected Model 11.167(a) 8 1.396 1.326 .303

Intercept 22.042 1 22.042 20.937 .000

A 8.708 5 1.742 1.654 .206

B 2.458 3 .819 .778 .524

Error 15.792 15 1.053

Total 49.000 24

Corrected Total 26.958 23

a R Squared = .414 (Adjusted R Squared = .102) R Squared = .002 (Adjusted R Squared = -.093)


(5)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

LAMPIRAN M : DOKUMENTASI PENELITIAN A. Alat yang digunakan

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 1: Neraca digital (a) alat penggiling pelet (b) sentrifugasi (c) spektrofotometer (d) shaker (e) hot plate (f)


(6)

Ummi Mardhiah Batubara : Pembuatan Pakan Ikan Dari Protein Sel Tunggal Bakteri Fotosintetik Anoksigenik Dengan Memanfaatkan Limbah Cair Tepung Tapioka Yang Diuji Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), 2010.

(a) (b)

Gambar 2: Pengkulturan bakteri fotosintetik anoksigenik (BFA) (a) pengukuran kadar protein bakteri dengan alat spektrofotometer (b).

C. Proses Pembuatan pelet ikan

(a) (b

(c) (d)

Gambar 3: proses pencampuran bahan pakan ikan (a) pencampuran kultur BFA dalam formula pakan ikan (b). Proses pengadukan seluruh bahan baku pakan ikan (c) Proses penjemuran pakan setelah dicetak dalam mesin penggiling pakan (d).