Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung

ANALISIS PENDAPATAN PENANGKAR BENIH KENTANG
BERSERTIFIKAT DI KECAMATAN PANGALENGAN,
KABUPATEN BANDUNG

DIAN JULIATRI PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dian Juliatri Puspitasari
NIM H34114072

ABSTRAK
DIAN JULIATRI PUSPITASARI. Analisis Pendapatan Penangkar Benih
Kentang Bersertifikat di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Dibimbing oleh SUHARNO.
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung merupakan pusat dari sumber
pengadaan benih kentang bersertifikat. Hal ini menyatakan bahwa sebagian
penduduk menjadikan usahatani benih kentang sebagai mata pencaharian keluarga.
Tujuan penelitian ialah menganalisis pendapatan usahatani, rumahtangga, dan
kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga. Hasil analisis pendapatan usahatani
benih kentang G-3 dan G-4 bersertifikat, memperoleh nilai R/C rasio yang lebih
dari 1.
Kata kunci: Solanum tuberosum, benih kentang, pendapatan usahatani,
pendapatan rumahtangga.


ABSTRACT
DIAN JULIATRI PUSPITASARI. Farmers Income Analysis for Potato Seeds
Certified in District Pangalengan, Bandung Regency. Supervised by SUHARNO.
Pangalengan district, Bandung regency is the center supplying of the source
potato seeds certified. It is stated that some people make potato seeds farming as
a family livelihood. The purpose of this study was to analyze farming income,
household income, and farming income contribution to household income. The
results of analysis farming income for potato seeds G-3 and G-4 certified, gain
the value of R/C ratio is more than 1.
Key words: Solanum tuberosum, potatoes seed, farming income, household
income.

ANALISIS PENDAPATAN PENANGKAR BENIH KENTANNG
BERSERTIFIKAT DI KECAMATAN PANGALENGAN,
KABUPATEN BANDUNG

DIAN JULIATRI PUSPITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung
Nama
: Dian Juliatri Puspitasari
NIM
: H34114072

Disetujui oleh

Dr Ir Suharno, MADev

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat Di
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung
: Dian Juliatri Puspitasari
Nama
: H341 14072
NIM

Disetujui oleh

セ@


Dr Ir Suharno. MADev
Pembimbing

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

2 7 FEB 2014

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Penangkar Benih Kentang Bersertifikat
Di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku
pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala
BPSBTPH Jawa Barat serta staf BPSBTPH Jawa Barat, yang telah membantu

selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
keluarga, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telibat
dalam memberi dukungan secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian karya ilmiah ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani benih
kentang G-3 dan G-4, menganalisis pendapatan rumahtangga, serta menganalisis
kontribusi pendapatan usahatani benih kentang terhadap pendapatan rumahtangga.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh
karena itu, masukan dan saran dari pembaca diharapkan agar karya ini menjadi
lebih baik. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Dian Juliatri Puspitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian


4

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Spesifikasi Benih Kentang

5

Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani Benih Kentang

6

Kajian Penelitian Kontribusi Pendapatan Usaha Terhadap Pendapatan Petani 8

Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

9
10
10

Konsep Produksi

10

Konsep Usahatani

10

Konsep Pendapatan Usahatani

10


Konsep Pendapatan Rumahtangga

11

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

12
13

Lokasi dan Waktu Penelitian

13

Jenis dan Sumber Data

13

Jumlah Sampel dan Metode Pengumpulan Data


14

Metode Pengolahan dan Analisis Data

14

Analisis Pendapatan Usahatani

14

Analisis Penghasilan Rumahtangga

16

Analisis Kontribusi Penghasilan Bersih Usahatani Benih Kentang Terhadap
Penghasilan Rumahtangga Penangkar
16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN

18

Lokasi dan Keadaan Alam

18

Keadaan Penduduk

19

Tingkat Pendidikan Penduduk

19

Karakteristik Petani Responden

21

Luas dan Status Pengelolaan Lahan

21

Umur Petani Responden

22

Sumber Pendapatan Responden

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Analisis Pendapatan Usahatani Benih Kentang

23

Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Benih Kentang Bersertifikat
G-3 dan G-4
24
Penerimaan Usahatani Benih Kentang

26

Biaya Tunai

27

Biaya Tidak Tunai

29

Pendapatan Usahatani Benih Kentang

30

Analisis Pendapatan Rumahtangga Penangkar Benih Kentang

31

Penghasilan diluar Usahatani Benih Kentang

32

Penghasilan Keluarga Penangkar dan Kontribusi Usahatani Benih Kentang
Terhadap Penghasilan Keluarga

33

KESIMPULAN DAN SARAN

35

Kesimpulan

35

Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

37

DAFTAR TABEL
Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang tahun 2011-2012
di Indonesia
Luas panen, produksi dan produktivitas benih kentang di wilayah Jawa
Barat, tahun 2011-2012
Ringkasan perhitungan, penerimaan, biaya,pendapatan usahatani, dan
pendapatan rumahtangga
Luas Kecamatan Pangalengan menurut penggunaan tanah (ha) tahun
2013
Data jumlah penduduk menurut penggolongan umur berdasarkan
kelompok usia tahun 2012.
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan
Pangalengan, kabupaten Bandung, 2012.
Data keadaan penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata
pencaharian tahun 2012
Jumlah penangkar yang mengusahakan benih kentang pada musim hujan
2012
Status lahan garapan petani responden Kecamatan Pangalengan tahun
2012
Komposisi umur petani responden Kecamatan Pangalengan tahun 2012
Keadaan penangkar di Kabupaten Pangalengan berdasarkan mata
pencaharian
Hasil analisis struktur biaya dan pendapatan usahatani benih kentang G-3
dan G-4 di Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan
tahun 2012.
Rata-rata penerimaan usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di
Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012.
Rata-rata biaya tunai usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan
Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012
Rata-rata biaya tidak tunai usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di
Kecamatan Pangalengan per 1 ha per periode musim hujan tahun 2012
Analisi pendapatan rumahtangga dan kontribusi usahatani benih kentang
G-3 dan G-4 di Kecamatan pangalengan per periode musim hujan tahun
2012

2
2
17
18
19
20
20
21
21
22
23

25
26
27
29

32

DAFTAR GAMBAR
Kerangka pemikiran konseptual
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan

12
13

DAFTAR LAMPIRAN
Kuisioner untuk petani penangkar benih kentang G-3 dan G-4 var.
Granola L. Bersertifikat

37

Budidaya benih kentang G-3 dan G-4
Rata-rata nilai penyusutan peralatan dan biaya perbaikan usahatani benih
kentang G-3
Rata-rata nilai penyusutan peralatan dan biaya perbaikan usahatani benih
kentang G-4
Rata-rata HOK TKDK usahatani benih kentang G-3 dan G-4
Rata-rata HOK TKLK usahatani benih kentang G-3
Rata-rata HOK TKLK usahatani benih kentang G-4
Rata-rata pendapatan off farm dan non farm

45
46
46
47
47
48
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor, diantaranya tanaman bahan
makanan dan tanaman perkebunan, hortikultura merupakan bagian dari sub sektor
pertanian yang ikut berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
Peningkatan prioritas terhadap pengembangan komoditas hortikultura di Indonesia
didasarkan pada komoditas yang memberikan pemasukan tinggi kepada negara
dengan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, mempunyai keunggulan kompetitif,
komparatif, tersebar luas, dan bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak. Kentang
merupakan komoditas hortikultura yang memiliki prospek cerah dan dijadikan
sebagai komoditas sayuran unggulan. Hal ini dijelaskan pada data statistik
sementara produksi sayuran di Indonesia tahun 2012, yang menjelaskan bahwa
komoditi kentang menduduki peringkat ketiga setelah komoditi cabai dan
komoditi kubis dilihat dari produksi yang dihasilkan.1 Komoditi kentang dipilih
berdasarkan nilai ekonomis, strategis dan harga jualnya tidak terlalu berfluktuasi,
serta tingkat keuntungan yang diperolehnya tinggi, dibandingkan dengan
komoditas-komoditas hortikultura lainnya.
Penggunaan benih yang bersertifikat merupakan salah satu faktor yang
mampu meningkatkan produksi kentang. Peningkatan produksi kentang
disebabkan oleh penggunaan benih yang mutu dan kualitas benihnya sudah
terjamin. Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2005) pengadaan benih
kentang atau sering disebut sebagai industri perbenihan dituntut memenuhi 7 tepat,
yaitu tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu dan harga. Hal ini
bertujuan agar dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian.
Menurut Direktorat Perbenihan Hortikultura, produksi kentang konsumsi
terkendala dengan ketersediaan benih kentang berkualitas tinggi. Hal ini
mengakibatkan impor terhadap benih kentang meningkat. Jumlah benih kentang
yang diimpor pada tahun 2011 sebesar 2 382 000 kg dan pada tahun 2012 sebesar
2 574 000 kg. 2 Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang
dipengaruhi oleh ketersediaan terhadap benih kentang dan penetapan harga benih
di tingkat petani kentang konsumsi. 3 Berikut disajikan perkembangan volume
impor dan ekspor benih kentang tahun 2011 dan 2012 di Indonesia.

1

http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=70
data statistik produksi sayuran di Indonesia, oleh Direktorat Jendral Hortikultura, diakses tanggal
18 September 2013
2
http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=374&Ite
mid=715 data Volume Impor dan Ekspor Benih Sayuran Tahun 2011-2012 oleh Direktorat
Perbenihan Hortikultura, diakses tanggal 15 September 2013
3
http://industri.kontan.co.id/news/petani-kesulitan-bibit-impor-kentang-naik-1
artikel
Petani Kesulitan Bibit, Impor Kentang Naik, oleh Bernadette Christina Munthe, diakses tanggal 30
Maret 2013

2

Tabel 1 Perkembangan volume impor dan ekspor benih kentang tahun 20112012 di Indonesia

Volume Impor (kg)
Volume Ekspor (kg)

2011

2012

2 382 000
50 000

2 574 000
-

Data diolah
Sumber : Data Volume Impor Ekspor Benih Sayuran Tahun 2011-2012 oleh Direktorat
Perbenihan Hortikultura

Penggunaan benih kentang dalam menghasilkan produksi kentang yang
tinggi dipengaruhi oleh benih sumber yang digunakan. Penggunaan benih sumber
bersertifikat dapat menghasilkan produksi kentang yang lebih tinggi daripada
penggunaan benih sumber lokal. Benih kentang bersertifikat terbagi menjadi
beberapa kelas, diantaranya adalah G-0 (Benih Penjenis/Breeder Seed), G-1 dan
G-2 (Benih Dasar), G-3 (Benih Pokok), dan G-4 (Benih Sebar). Penentuan proses
produksi benih kentang menurut Ditjenhorti salah satunya yaitu dari teknologi
yang digunakan pada setiap kelas benih. Teknologi yang digunakan pada proses
produksi benih kentang G-1 yaitu dilakukan pada rumah kasa, dan teknologi yang
digunakan pada proses produksi benih kentang G-2, G-3 dan G-4 adalah
dilakukan pada lahan terbuka.
Menurut Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH) luas areal, produksi, dan produksi per hektar usahatani
benih kentang bersertifikat di Jawa Barat mengalami fluktuasi seperti yang
tercantum pada tabel 2. Tabel 2 menyatakan bahwa produksi benih kentang pada
tahun 2011-2012 mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan tersebut
dikarenakan faktor penyusutan pada saat pasca panen.
Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas benih kentang di wilayah Jawa
Barat, tahun 2011-2012
Kelas
benih
G-1
G-2
G-3
G-4

luas Panen (Ha)
2011
2012
1.82
2.99
26.86
27.34
79.35 106.75
96.37 132.22

Produksi (ton)
2011
2012
40 670
39 529
357 322 208 275
841 946 647 278
863 205 508 962

Produktivitas (ton/ha)
2011
2012
22 370.74
13 238.11
13 303.13
7 616.84
10 610.54
6 063.49
8 957.20
3 849.36

Data diolah*
Catatan : *) angka sementara
Sumber: Data Luas Panen, Poduksi dan Produktivitas Benih Kentang Tahun 2009-2012
oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH) Jawa Barat

3
Menurut Sunarjono (2004), penggunaan benih kentang berkualitas seperti
benih unggul yang bebas virus berimplikasi dengan produktivitas yang dihasilkan,
sehingga semakin turun kelas benih yang djadikan sebagai sumber benih maka
kualitas kentang yang dihasilkan akan menurun. Namun, penggunaan benih
unggul pada produksi kentang memerlukan biaya lebih besar, karena harganya
hampir 2 kali lipat. Harga benih kentang jenis Granola kualitas G-3 di tingkat
petani kentang mencapai Rp 12.500 per kilogram (kg). Sedang kualitas G-2
seharga Rp 15.000 per kg. Jika pasokan mulai minim, harga meningkat sebesar
Rp 4.000 per kg menjadi Rp 5.000 per kg. Untuk kualitas G-3, 15000 kg benih
kentang mampu menghasilkan 20-25 ton kentang per hektar (ha). Untuk kualitas
benih G-2, jumlah yang sama menghasilkan 25-30 ton per ha. Namun pada
kenyataannya para petani kentang cenderung memilih benih berkualitas lebih
rendah, dengan penentuan harga benih sumber yaitu Rp 8.000/kg, dengan rata-rata
memproduksi 18-20 ton per ha tiap panen.4
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung merupakan daerah sentra
kentang di Jawa Barat serta pusat dari sumber pengadaan benih kentang
bersertifikat berdasarkan persetujuan Japan International Corporation Agency
(JICA). Hal ini menyatakan bahwa sebagian penduduk menjadikan usahatani
benih kentang sebagai mata pencaharian keluarga. Penangkaran benih kentang
bersertifikat yang terdaftar di BPSBTPH terdiri dari penangkar perorang,
kelompok, dan perusahaan. Penangkaran benih G-3 dan G-4 merupakan kelas
benih yang umum diproduksi oleh penangkar, sedangkan penangkaran G-1 dan G2 harus berdasarkan pada UU no 13 tahun 2010 tentang hortikultura pasal 57 ayat
3 yang menyatakan bahwa usaha perbenihan hanya dapat dilakukan oleh pelaku
usaha yang memiliki sertifikat kompetensi. Selama proses produksi benih kentang,
penangkar melakukan usahatani sayuran dan usaha lain untuk memenuhi
kebutuhan rumahtangga. Besarnya pendapatan dari masing-masing usaha
mempengaruhi tingkat kepentingan usaha dalam pendapatan rumahtangga,
sehingga perlu dianalisis pendapatan usahatani, pendapatan rumahtangga, dan
proporsi pendapatan dari masing-masing usaha penangkar benih kentang
perorangan yaitu penangkar benih kentang G-3 dan G-4.

Perumusan Masalah
Kecamatan Pangalengan merupakan pusat penerapan standarisasi benih
terkait dengan sistem perbenihan di Indonesia khususnya untuk komoditas
kentang. Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2005) perbanyakan benih
kentang bebas penyakit di Jawa Barat sendiri telah dimulai sejak tahun anggaran
1991/1992 dalam program kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA).
Produksi benih kentang dipengaruhi oleh input produksi. Penggunaan input
pada produksi salah satunya adalah penggunaan benih yang berkualitas. Kualitas
benih yang digunakan petani kentang dipengaruhi oleh keinginan serta
ketersediaan dalam mengelola usahatani. Ketersediaan benih berkualitas
4

http://industri.kontan.co.id/news/petani-kesulitan-bibit-impor-kentang-naik-setempat
artikel Petani Kesulitan Bibit, Impor Kentang Naik, oleh Bernadette Christina Munthe diakses
pada 30 Maret 2013

4
khususnya benih kentang masih terbatas, sehingga mengakibatkan impor benih
meningkat.
Proses produksi benih kentang G-3 dan G-4 berbeda dalam hal biaya
sumber benih dan hasil produksi yang diperoleh. Perbedaan dalam hal biaya dan
hasil produksi mempengaruhi pendapatan dan keuntungan yang diperoleh
penangkar. Proses produksi benih kentang memerlukan waktu sekitar 8 bulan,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, maka penangkar melakukan
usaha-usaha lain diluar usahatani benih kentang. Usaha-usaha lain yang dilakukan
penangkar diantaranya on farm, off farm, dan non farm.
Hasil produksi benih kentang G-3 tidak hanya ditujukan kepada penangkar
yang akan melakukan usahatani benih kentang G-4, akan tetapi benih kentang G-3
juga bisa dijadikan sebagai sumber benih untuk kentang konsumsi. Sedangkan
hasil produksi benih kentang G-4 hanya ditujukan kepada petani kentang
konsumsi. Selain itu, usahatani benih kentang G-3 dan G-4 tidak hanya
menghasilkan benih, akan tetapi kentang yang tidak lulus seleksi calon benih juga
bisa dijual sebagai kentang sayur yang langsung di jual kepasar. Dengan mengacu
pada uraian tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan pokok pada penelitian ini,
yaitu:
1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani benih kentang bersertifikat G-3
dan G-4 di Kecamatan Pangalengan ?
2. Bagaimana tingkat pendapatan rumahtangga penangkar benih kentang
bersertifikat G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan dan kontribusi
pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengukur tingkat pendapatan usahatani benih kentang bersertifikat kelas
benih G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan.
2. Mengukur tingkat pendapatan rumahtangga penangkar serta kontribusi
usahatani benih kentang G-3 dan G-4 di Kecamatan Pangalengan terhadap
pendapatan rumahtangga petani.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait,
antara lain :
1. Petani, sebagai bahan informasi bagi pembudidaya benih kentang.
2. Pemerintah daerah setempat, sebagai bahan masukan dalam menetapkan
kebijakan. Memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya, terutama
penelitian mengenai usahatani benih kentang.
3. Pembaca, diharapkan sebagai bahan rujukan dalam menambah ilmu
pengetahuan mengenai pertanian (terkait perbenihan komoditi kentang).

5
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani benih kentang,
pendapatan rumahtangga penangkar, dan kontribusi pendapatan usahatani benih
kentang terhadap pendapatan rumahtangga dibatasi pada karakteristik dan kondisi
sosial ekonomi pada wilayah Kecamatan Pangalengan. Responden yang dipilih
dalam penelitian ini adalah penangkar benih kentang perorangan varietas Granola
yang melakukan kegiatan usahatani benih kentang bersertifikat kelas benih G-3
dan G-4 dengan luasan lahan 1 ha dan terdaftar pada BPSBTPH. Penelitian ini
menganalisis pendapatan usahatani benih kentang G-3 dan G-4, pendapatan
rumahtangga penangkar benih kentang G-3 dan G-4, dan kontribusi usahatani
benih kentang G-3 dan G-4 terhadap pendapatan rumahtangga yang terdiri atas
kegiatan usahatani, kegiatan non usahatani, dan kegiatan non pertanian.
Keterbatasan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani benih
kentang, pendapatan rumahtangga, dan kontribusi pendapatan usahatani benih
kentang terhadap pendapatan rumahtangga hanya pada 1 musim tanam yaitu
musim hujan bulan Oktober 2012-Maret 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Spesifikasi Benih Kentang
Menurut Rachmat (2006) dan Ranu (2006), fungsi kentang bagi bangsa
Indonesia masih terbatas sebagai sayuran, walau demikian kentang merupakan
salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang cukup penting, sehingga
berpotensi mendukung penyediaan pangan pokok dalam rangka diversifikasi
pangan. Oleh karena itu, produksi kentang berkualitas perlu diupayakan dengan
menggunakan benih kentang yang bermutu dan bersertifikat.
Menurut Sadjad (1997) subsektor perbenihan merupakan sarana bagi
kepentingan pertanian. Pertanian yang maju, efisien, dan tangguh dapat terwujud
jika perbenihan mampu menyediakan benih yang bermutu tinggi. Sistem
pengadaan benih yang terjamin, tidak hanya terdiri atas mutu yang tinggi
melainkan juga mampu menjamin pelayanan, kontinuitas, ketepatan waktu, dan
kejelasan harga. Dengan adanya perbenihan diharapkan dua misi dapat tercapai,
yaitu dengan adanya benih mampu mengamankan keseimbangan lingkungan dan
benih mampu mewujudkan keseragaman untuk mencapai efisiensi proses
produksi demi kesejahteraan rakyat.
Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2005) perbanyakan benih kentang
bebas penyakit di Jawa Barat telah dimulai sejak tahun 1991 dalam program
kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dan Jepang melalui Japan
International Cooperation Agency (JICA). Dalam proses produksinya, baik itu
dilapangan maupun pada saat penanganan pasca panen digudang dilakukan
pemeriksaan dan pengawasan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Benih kentang yang lulus
sertifikasi nantinya akan dinyatakan lulus dan diberi sertifikat, serta diberi label
sebelum didistribusikan.

6
Direktorat Jendral Hortikultura (2005) menjelaskan bahwa terdapat
pengertian mengenai kelas benih kentang (Solanum Tuberosum L.), diantaranya:
1. Benih G-0 dinyatakan sebagai Benih Penjenis/Breeder Seed yang
bentuknya berupa stek dan atau umbi mini (tuber let). Benih G-0 berasal
dari hasil kultur jaringan yang didasarkan pada pengujian serta murni
secara genetis. Produksi G-0 dilakukan pada rumah kasa kedap serangga
di dalam media tanah yang telah disterilkan dan tidak kontak langsung
dengan dasar tanah.
2. Benih G-1 dinyatakan sebagai Benih Dasar keturunan dari G-0. Benih
G-1 diperbanyak di dalam rumah kasa kedap serangga sebanyak 2 kali
perbanyakan yaitu dengan sumber benih G-0 maka diproduksi di screen
house A, sedangkan sumber benih G-1 dari screen house A harus
diproduksi di screen house B terlebih dahulu sebelum dijadikan sumber
benih bagi perbanyakan G-2, dalam perbanyakannya menggunakan
media tanah langsung yang steril dan memenuhi standar mutu untuk
benih G-1. Benih G-1 merupakan benih sumber untuk perbanyakan
selanjutnya.
3. Benih G-2 dinyatakan sebagai Benih Dasar keturunan dari G-1. Benih
G-2 diperbanyak di lapangan yang telah memenuhi standar mutu untuk
benih G-2. Benih G-2 merupakan benih sumber untuk perbanyakan
generasi selanjutnya.
4. Benih G-3 dinyatakan sebagai Benih Pokok keturunan dari G-2. Benih
G-3 diperbanyak di lapangan yang telah memenuhi standar mutu untuk
benih G-3. Disamping itu benih pokok G-3 merupakan benih sumber
untuk perbanyakan G-4.
5. Benih G-4 dinyatakan sebagai Benih Sebar keturunan dari G-3 dengan
perbanyakan dilakukan pada lapangan atau lahan terbuka yang
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan untuk benih G-4.
Selanjutnya benih kentang G-4 merupakan kelas benih bersertifikat
terakhir yang diperuntukkan dan disebarkan kepada petani.
Benih kentang yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis,
genetis dan kesehatan. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil panen tanaman. Benih kentang yang diproduksi dan diedarkan harus melalui
sistem sertifikasi oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH), serta memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Standar mutu benih kentang yang ditetapkan berdasarkan angka toleransi yang
harus dipenuhi, seperti dari komponen campuran varietas lain, kandungan
penyakit dan virus, bakteri, cendawan, nematoda, dan kerusakan oleh hama dan
kerusakan oleh mekanis.

Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani Benih Kentang
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui bagaimana
keberhasilan suatu usahatani. Gunarto (2004) melakukan penelitian tentang usaha
kentang G-4 bersertifikat yang berlokasi di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja,
Kabupaten Sukabumi. Penelitian tersebut menunjukan bahwa melalui analisis
usahatani terhadap petani kentang bibit G-4 dan petani kentang konsumsi

7
diperoleh nilai pendapatan dan R/C yang berbeda. Perhitungan perkiraan analisis
ekonomi usahatani memperlihatkan bahwa untuk produk umbi konsumsi pada dua
musim tanam di Kabupaten Sukabumi bila dibandingkan dengan usaha
pembibitan kentang G-4 ternyata keuntungan yang diperoleh pada usahatani umbi
G-4 masih jauh lebih besar daripada usahatani umbi konsumsi. Pada musim tanam
tahun 2001/2002 nilai R/C untuk petani penangkar pada musim hujan 1.52 dan
pada musim kemarau 1.21, sedangkan untuk petani kentang konsumsi pada
musim hujan 1.07 dan pada musim kemarau 1.03. Hal ini menyatakan bahwa
pelaksanaan agribisnis kentang bibit G-4 sangat layak diusahakan karena sangat
menguntungkan sedangkan pada pelaksanaan agribisnis kentang konsumsi masih
layak diusahakan karena cukup menguntungkan. Namun meski keuntungan yang
diperoleh petani kentang konsumsi relatif lebih kecil, tetapi dalam hal
memperoleh uang tunai jauh lebih cepat daripada usahatani umbi G-4 karena
usahatani umbi konsumsi penanganannya hanya selama 3-4 bulan saja, sementara
pada usahatani G-4 penanganannya bisa berlangsung lebih lama yaitu 8-9 bulan.
Handayaningrum (1999) dalam penelitiannya melakukan analisis produksi,
pemasaran hingga pendapatan usahatani bibit kentang di Kecamatan Pangalengan,
Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pendapatan usahatani dibedakan atas petani pengguna bibit unggul, petani
pengguna bibit impor, dan petani pengguna bibit lokal yang dalam penelitiannya
dilaksanakan pada musim tanam tahun 1998. Nilai R/C atas total biaya untuk
petani pengguna bibit unggul adalah 2.322, artinya untuk setiap Rp.1 biaya yang
dikeluarkan akan menghhasilkan penerimaan sebesar Rp.2.322. Nilai R/C untuk
petani pengguna bibit impor adalah 1.974 yang berarti untuk setiap Rp.1 biaya
yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.1.974. Sedangkan
nilai R/C untuk petani pengguna bibit lokal adalah 1.028 yang menunjukan bahwa
untuk setiap Rp.1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar
Rp.1.028. Sehingga pengusahaan kentang baik dengan menggunakan bibit
unggul/bersertifikat, impor maupun lokal adalah menguntungkan meskipun nilai
R/C mengindikasikan bahwa penggunaan bibit unggul/bersertifikat masih lebih
menguntungkan. Perbedaan besarnya nilai R/C untuk masing-masing kelompok
petani contoh disebabkan perbedaan tingkat teknologi yang digunakan dan biaya
tunai serta tidak tunai yang dikeluarkan .
Haris (2007) dalam penelitiannya melakukan analisis pendapatan usahatani
dan pengembangan Usaha Benih Kentang Bersertifikat di Harry Farm,
Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Analisis pendapatan usahatani benih kentang
dibedakan antara usahatani benih kentang G-3 dan benih kentang G-4. Hasil
analisis menunjukan bahwa pendapatan usahatani G-3 lebih besar bila
dibandingkan dari G-4 karena jumlah fisik yang dihasilkan dan harga per satuan
benih kentang G-3 lebih Tinggi.
Nilai R/C pada usahatani benih kentang G-3 atas biaya tunai adalah sebesar
2.31 artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp.1 akan mendapatkan
imbalan penerimaan sebesar Rp.2.31 sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah
sebesar 1.33 artinya setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp.1 akan
mendapatkan imbalan penerimaan sebesar Rp.1.33. Berdasarkan kedua nilai R/C
tersebut maka usahatani benih kentang G-3 di Harry Farm efisien, karena nilai
R/C yang lebih besar dari satu. Perbandingan antara nilai penerimaan dan jumlah
biaya (R/C) usahatani benih kentang G-4 atas biaya tunai adalah 2.05 artinya

8
setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp.1 akan mendapatkan imbalan sebesar
Rp.2.05. Sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.26 artinya setiap
pengeluaran biaya total sebesar Rp.1 akan mendapatkan imbalan Rp.1.26.
Berdasarkan kedua nilai R/C tersebut maka usahatani benih kentang G-4 di Harry
Farm efisien, karena kedua nilai R/C lebih dari satu.
Rahmi (2011) pada penelitiannya melakukan analisis perbandingan
pendapatan dan keuntungan usahatani antara kentang konsumsi dengan kentang
bibit di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pendapatan rata-rata per hektar petani kentang bibit lebih
besar dibandingkan petani kentang konsumsi dimana pendapatan kentang
konsumsi Rp.56 893 775.02/ha/MT, sedangkan pendapatan petani kentang bibit
Rp.107 864 261.08/ha/MT. Usahatani kentang konsumsi dan kentang bibit samasama menguntungkan, namun jika dilihat dari segi jumlah penerimaan,
pendapatan, dan keuntungan maka usahatani kentang bibit lebih besar atau lebih
menguntungkan bila dibandingan dengan usahatani kentang konsumsi.

Kajian Penelitian Kontribusi Pendapatan Usaha Terhadap Pendapatan
Petani
Analisis kontribusi usaha merupakan persentase pendapatan usahatani dari
keseluruhan pendapatan petani, baik dari usahatani lain atau non usahatani.
Apriyanto (2005) melakukan analisis pengaruh status dan luas lahan usahatani
kentang terhadap produksi dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukan
bahwa diantara ketiga penguasaan lahan yaitu milik, sewa, dan gadai, maka lahan
dengan status sewa mempunyai nilai pendapatan atas biaya total maupun
pendapatan atas biaya tunai yang positif, yaitu masing-masing 1.07 dan 1.30,
artinya setiap Rp.1 yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor produksi akan
mendapat penerimaan sebesar Rp.1.07 atas biaya total dan Rp.1.3 atas biaya tunai.
Hal ini disebabkan bahwa komponen biaya total maupun biaya tunainya lebih
besar dari penerimaannya. Komponen biaya status sewa merupakan yang paling
kecil diantara penguasaaan lahan-lahan lainnya. Sedangkan pada lahan garapan
lainnya bernilai negatif, hal ini menunjukan bahwa rata-rata petani menderita
kerugian dalam usahatani di lokasi penelitian, dikarenakan harga jual kentang di
tingkat petani sangat rendah. Petani kentang di lokasi penelitian tetap
mengusahakan kentang walaupun mengalami kerugian karena mereka masih
mempunyai pendapatan dari melakukan rotasi penanaman.
H.K, Nurmalinda, Sabari, & Hilman (2010) dalam penelitiannya melakukan
analisis finansial penggunaan benih kentang G-4 bersertifikat dalam
meningkatkan pendapatan usahatani petani kentang. Hasil analisis biaya dan
penerimaan usahatani dengan menggunakan benih bersertifikat diperoleh R/C
sebesar 1.9 dan 1.82 untuk usahatani yang tidak menggunakan benih bersertifikat,
hal ini menunjukan bahwa usahatani kentang dengan menggunakan benih
bersertifikat lebih menguntungkan dan meningkatkan pendapatan usahatani petani
kentang daripada usahatani kentang yang tidak menggunakan benih bersertifikat.
Purba (2008) melakukan analisis pendapatan usahatani dan kontribusi
usahatani wortel di Desa Sukadane, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.
Hasil analisis menunjukan bahwa total rataan R/C per hektarnya adalah 1.88, nilai

9
tersebut menunjukan bahwa dengan biaya Rp.1 yang diperoleh maka akan
mendapat penerimaan sebesar Rp.1.88. Berdasarkan analisis kontribusi
pendapatan usahatani, dapat diketahui bahwa usahatani wortel dapat memberikan
kontribusi terhadap pendapatan karena R/C lebih dari 1.
Analisis pendapatan dan curahan kerja rumahtangga juga dilakukan oleh
Putri (2008). Hasil analisis menunjukan bahwa sumber pendapatan yang
memberikan kontribusi terbesar baik pada golongan petani dengan luas lahan
kurang dari 0.25 ha atau luas lahan lebih dari 0.25 ha berasal dari sektor pertanian,
baik dari usahatani wortel, usahatani non wortel, buruh tani, dan dari hasil
menyewakan tanah, besarnya pendapatan yang berasal dari sektor pertanian ini
menunjukan bahwa pertanian masih merupakan sumber pendapatan terpenting di
Desa Sukatani. Pada golongan petani dengan luasan lahan kurang dari 0.25 ha,
usahatani wortel merupakan usaha rumahtangga yang memberikan pendapatan
terbesar yaitu 39.4%. Sedangkan pada golongan petani dengan luasan lahan lebih
dari 0.25 ha, sumber pendapatan rumahtangga terbesar adalah yang berasal dari
usahatani nonwortel sebesar 43%.
Kontribusi usahatani wortel terhadap pendapatan rumahtangga pada
golongan petani dengan luasan lahan kurang dari 0.25 ha lebih kecil yaitu 38.2%,
jika dibandingkan dengan petani petani dengan luasan lahan lebih dari 0.25 ha
yaitu sebesar 39.4%. Besarnya kontribusi ditentukan oleh luas lahan yang digarap
untuk usahatani wortel, usahatani tanaman lain yang diusahakan (pola tanam yang
diterapkan), dan sumber pendapatan lain. Petani dengan luasan lahan kurang dari
0.25 ha tidak dapat sepenuhya mengandalkan lahan yang sempit untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka mencari usaha yang lain.
Rahmat (2008) melakukan analisis kontribusi usaha ternak domba terhadap
pendapatan keluarga petani. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata
pendapatan peternak dari usaha ternak domba disesuaikan dengan jumlah domba
yang dimiliki, bahwa pada skala I diperoleh Rp.3 155 469/tahun, pada skala II
diperoleh Rp.3 618 378/tahun, dan pada skala III diperoleh Rp.8 078 140/tahun.
Hal ini menunjukan bahwa semakin besar skala kepemilikan domba dan penjualan
ternak yang dimiliki maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.
Kontribusi pendapatan usahatani ternak domba terhadap pendapatan keluarga
petani peternak terbesar adalah pada skala III sebesar 27.54%, sedangkan
kontribusi pendapatan usaha ternak domba terhadap pendapatan keluarga petani
peternak pada skala I dan II sebesar 6.33% dan 11.35%. Hal ini menjelaskan
bahwa usaha ternak domba pada ketiga skala termasuk ke dalam tipologi usaha
sambilan ( TC, maka usaha untung
TR = TC, maka usaha impas
TR < TC, maka usaha rugi
Analisis R/C merupakan singkatan dari Return Cost Ratio. Analisis R/C
rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang berfungsi untuk mengukur
efisiensi dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan membandingkan nilai
output terhadap nilai inputnya atau dengan kata lain membandingkan penerimaan
usahatani dengan pengeluaran usahataninya. Adapun rumus R/C rasio atas biaya
total menurut Soekartawi (2006) adalah sebagai berikut:

16
atas Biaya Total =

...................(6)

Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang
dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika
rasio R/C bernilai lebih dari 1 (R/C >1), maka usahatani layak dan
menguntungkan untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika rasio R/C bernilai kurang
dari 1 (R/C