Karakterisasi Fisikokimia Produk Gatot Dan Indeks Glikemiknya

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA PRODUK GATOT DAN
INDEKS GLIKEMIKNYA

MARGARETA RETRI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi
Fisikokimia Produk Gatot dan Indeks Glikemiknya adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016
Margareta Retri
NIM F24110120

ABSTRAK
MARGARETA RETRI. Karakterisasi Fisikokimia Produk Gatot dan Indeks
Glikemiknya. Dibimbing oleh SEDARNAWATI YASNI dan DIDAH NUR
FARIDAH.
Produk gatot merupakan salah satu jenis makanan tradisional khas
Yogyakarta dan Jawa Timur yang terbuat dari singkong yang difermentasi secara
spontan pada kondisi ruang. Pengolahan produk gatot di industri kecil belum
terstandarisasi sehingga produk gatot yang dihasilkan memiliki mutu yang tidak
seragam. Manfaat produk gatot dalam bidang kesehatan belum banyak dikaji
secara ilmiah, atau masih terbatas pada anggapan masyarakat bahwa produk gatot
baik dikonsumsi penderita diabetes karena mempertahankan rasa kenyang lebih
lama. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bentuk pengolahan produk gatot
yang baik secara sensori dengan atribut rasa, aroma, warna, kekerasan dan
keseluruhan, melalui penentuan kondisi fermentasi dan jenis singkong sebagai
bahan baku serta penentuan karakter fisikokimia dan nilai indeks glikemik dari
produk gatot terpilih. Penelitian dilakukan dalam tahapan berikut: penentuan

kondisi fermentasi yang dilakukan dengan kombinasi suhu dengan taraf 27 ± 1,
31 ± 1, 36 ± 1 oC; penambahan silika gel untuk menurunkan kelembaban udara
relatif dengan taraf 150 g, 250 g dan 350 g; dan luas permukaan bahan baku untuk
1500 g singkong dengan taraf 715 ± 37, 760 ± 40, 936 ± 24 cm2; serta penentuan
jenis singkong dari singkong mentega, roti dan manggu. Dari tahap penentuan
kondisi fermentasi dan jenis singkong dilakukan pemilihan formula terbaik
dengan pengukuran kekerasan dengan penetrometer dan uji sensori rating hedonik
terhadap atribut rasa, aroma, warna, kekerasan dan keseluruhan. Selanjutnya pada
produk gatot terpilih dilakukan analisis proksimat, analisis serat pangan, analisis
kadar gula pereduksi, analisis daya cerna pati dan pengukuran indeks glikemik.
Produk gatot terpilih memiliki kekerasan 14.30 mm/ 10 s/ 150 g dengan
penerimaan keseluruhan agak disukai, serta memiliki kandungan karbohidrat yang
tinggi (42.89 %bb), serat pangan total yang tinggi (4.05 %bb), lemak yang rendah
(0.92 %bb) dan protein yang rendah (0.35 %bb). Produk gatot terpilih memiliki
nilai indeks glikemik tinggi yaitu 89, yang dipengaruhi oleh daya cerna pati yang
tinggi (147.59%) dan kadar gula pereduksi yang tinggi (2.00 %bb). Berdasarkan
hasil penelitian, pembuatan produk gatot yang baik adalah menggunakan
singkong mentega yang difermentasi pada suhu 27 ± 1 oC, kelembaban relatif
40.6% (berdasarkan penggunaan 250 g silika gel) dan ukuran singkong panjang x
lebar x tinggi 2 x 2 x 2 cm (berdasarkan luas permukaan bahan baku untuk 1500 g

singkong 936 ± 24 cm2), dan pembatasan konsumsi produk gatot sebagai kudapan
saja.
Kata kunci: fermentasi, indeks glikemik, produk gatot, singkong

ABSTRACT
MARGARETA RETRI. The Physicochemical and Glycemic Index
Characterization of Gatot Product. Supervised by SEDARNAWATI YASNI and
DIDAH NUR FARIDAH.
Gatot product is a traditional food from Yogyakarta and East Java which is
produced from spontaneous fermented cassava. The processing of gatot product
in a small industry is not standardized, so gatot product has varied quality. The
beneficial effect of gatot product in the field of health has not been scientifically
studied. The limited perception mention that gatot product has beneficial effect for
diabetic person because it keeps longer feel of stomach fullness.
The objectives of this study were to determine an organized processing
that produces gatot product with good sensory quality with atribute of taste,
aroma, color, hardness and overall, through determination of fermentation
condition and type of cassava and also to determine physicochemical and
glycemic index properties of selected gatot product.
This research was conducted in these steps: determination of fermentation

condition which was conducted in combinations of temperature with factor level
27 ± 1, 31 ± 1, 36 ± 1 oC; the use of silica gel to reduce relative humidity with
factor level 150 g, 250 g, 350 g; and raw material surface area for 1500 g cassava
with factor level 715 ± 37, 760 ± 40, 936 ± 24 cm2; and also determination of
cassava type from mentega cassava, roti cassava and manggu cassava. From
determination of fermentation condition and type of cassava, a formula selection
was conducted with parameters the hardness of gatot product with penetrometer
measument and the acceptance in hedonic rating sensory test with taste, aroma,
color, hardness and overall attribute. Then proximate analysis, total dietary fiber
analysis, reducing sugar analysis, in vitro starch digestibility analysis dan
glycemic index measurement were conducted to the selected gatot product.
The selected product had hardness 14.30 mm/ 10 s/ 150 g, with the highest
overall sensory acceptance which was slightly like, and also had high content of
carbohydrate (42.89 %wb), high content of total dietary fiber (4.05 %wb), low
content of fat (0.92 %wb) and low content of protein (0.35 %wb). The glycemic
index value was high (89) due to gatot product high reducing sugar content
(2.00 %wb) and high in vitro starch digestibility (147.59%).
From the research, it could be implied that a good gatot product processing
is used mentega cassava, under fermentation condition of temperature 27 ± 1 oC,
relative humidity 40.6% (based on the use of 250 silica gel) and size of cassava

cut length x width x height 2 x 2 x 2 cm (based on raw material surface area for
1500 g cassava 936 ± 24 cm2), and also limitation of gatot product consumption,
only as snack.
Key words: cassava, fermentation, gatot product, glycemic index

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA PRODUK GATOT DAN
INDEKS GLIKEMIKNYA

MARGARETA RETRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya, penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ialah produk gatot, dengan judul Karakterisasi Fisikokimia
Produk Gatot dan Indeks Glikemiknya. Terima kasih penulis ucapkan kepada
pihak yang telah berperan serta dalam kelancaran penelitian, terutama kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr. sebagai dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan sehingga penelitian ini berjalan ke arah yang tepat.
2. Ibu Dr. Ir. Didah Nur Faridah, S. TP., M. Si. selaku pembimbing kedua yang
telah membantu memberi petunjuk untuk melaksanakan penelitian.
3. Bapak dr. Naufal Muharam Nurdin S. Ked sebagai penanggung jawab medis
selama pengujian nilai indeks glikemik.
4. Ibu Dr. Ir. Elvira Syamsir, S. TP., M. Si. selaku dosen penguji yang juga
memberikan arahan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Bapak Gatot, Bapak Yahya, Ibu Antin, Ibu Ririn, Ibu Yulia, Bapak Rojak, Ibu
Irin dan Bapak Edi yang telah membantu jalannya penelitian selama di
laboratorium.
6. Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

yang telah mengkaji protokol penelitian agar memenuhi etika penelitian.
7. Keluarga yaitu Bapa yang membantu dalam segala aspek di sepanjang
pengerjaan penelitian, serta Ibu dan Kakak yang setia memberi dukungan.
8. Seluruh teman ITP 48 terutama Michael Liong yang telah banyak memberi
bantuan melewati susah senang tugas akhir.
9. Seluruh responden yang bersedia menjadi subyek dalam uji indeks glikemik.
10. Seluruh staf Ilmu dan Teknologi Pangan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Bogor, Februari 2016
Margareta Retri

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

METODE PENELITIAN

4

Bahan Penelitian

4

Alat Penelitian

4

Prosedur Percobaan

4

Tahapan Penelitian


4

Analisis

7

Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kondisi Fermentasi

11
13
13

Kekerasan Produk Gatot pada Kondisi Fermentasi Berbeda

25

Warna Produk Gatot pada Kondisi Fermentasi Berbeda


29

Penerimaan Sensori Produk Gatot pada Kondisi Fermentasi Berbeda

37

Penentuan Jenis Bahan Baku

38

Penerimaan Sensori Produk Gatot dari Jenis Singkong Berbeda

40

Kekerasan Produk Gatot dari Jenis Singkong Berbeda

41

Warna Produk Gatot dari Jenis Singkong Berbeda

41

Karakter Kimia dan Indeks Glikemik Produk Gatot Terpilih
SIMPULAN DAN SARAN

43
47

Simpulan

47

Saran

48

DAFTAR PUSTAKA

49

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Produk Gatot
Inkubator buatan untuk fermentasi produk gatot
Penentuan kondisi fermentasi
Penentuan jenis bahan baku
Kapang produk gatot yang diperkirakan adalah Periconia byssoides
melalui pengamatan dengan mikroskop perbesaran 400 kali
Periconia byssoides
Kapang produk gatot yang diperkirakan adalah Aspergillus niger
melalui pengamatan dengan mikroskop perbesaran 400 kali
Aspergillus niger
Bakteri asam laktat produk gatot yang diperkirakan adalah
Lactobacillus melalui pengamatan dengan mikroskop perbesaran 1000
kali diperbesar
Lactobacillus
Kekerasan produk gatot pada kelompok suhu berbeda
Kekerasan produk gatot pada kelompok bobot silika gel berbeda
Kekerasan produk gatot pada kelompok luas permukaan total singkong
berbeda
Kecerahan produk gatot pada kelompok suhu berbeda
Kecerahan produk gatot pada kelompok bobot silika gel berbeda
Kecerahan produk gatot pada kelompok luas permukaan total singkong
berbeda
Intensitas warna merah produk gatot pada kelompok suhu berbeda
Intensitas warna merah produk gatot pada kelompok bobot silika gel
berbeda
Intensitas warna merah produk gatot pada kelompok luas permukaan
total singkong berbeda
Intensitas warna kuning produk gatot pada kelompok suhu berbeda
Intensitas warna kuning produk gatot pada kelompok bobot silika gel
berbeda
Intensitas warna kuning produk gatot pada kelompok luas permukaan
total singkong berbeda
Penerimaan sensori produk gatot pada kondisi fermentasi berbeda
Penerimaan sensori produk gatot dari jenis singkong berbeda
Kekerasan produk gatot dari jenis singkong yang berbeda
Singkong mentega (a), singkong manggu (b), singkong roti (c)
Warna produk gatot dari jenis singkong berbeda
Produk gatot terpilih sebelum dikukus
Produk gatot terpilih setelah dikukus
Grafik respon gilkemik

1
5
6
6
23
23
23
24

24
24
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
36
37
40
41
42
42
43
43
45

DAFTAR TABEL
1 Kelembaban udara relatif inkubator yang dipengaruhi suhu dan silika
gel
2 Perbandingan penampakan produk gatot dari singkong mentega pada
kondisi fermentasi berbeda setelah fermentasi dan setelah pengukusan
3 Suhu pertumbuhan beberapa mikroorganisme
4 Perbandingan penampakan produk gatot dari jenis singkong berbeda
setelah fermentasi dan setelah pengukusan
5 Nilai gizi produk gatot kukus terpilih
6 Indeks dan beban glikemik beberapa jenis pangan

13
14
25
39
43
46

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Pengaruh kondisi fermentasi terhadap kekerasan produk gatot
Perbedaan kekerasan produk gatot dan produk gatot komersial
Pengaruh kondisi fermentasi terhadap kecerahan produk gatot
Pengaruh kondisi fermentasi terhadap intensitas merah produk gatot
Pengaruh kondisi fermentasi terhadap intensitas kuning produk gatot
Hasil uji ANOVA kecerahan, intensitas warna merah dan kuning
produk gatot berbeda kondisi fermentasi
Perbedaan penerimaan rasa produk gatot berbeda kondisi fermentasi
Perbedaan penerimaan warna produk gatot berbeda kondisi fermentasi
Perbedaan penerimaan aroma produk gatot berbeda kondisi fermentasi
Perbedaan penerimaan kekerasan produk gatot berbeda kondisi
fermentasi
Perbedaan penerimaan keseluruhan produk gatot berbeda kondisi
fermentasi
Perbedaan penerimaan rasa produk gatot berbeda jenis singkong
Perbedaan penerimaan warna produk gatot berbeda jenis singkong
Perbedaan penerimaan aroma produk gatot berbeda jenis singkong
Perbedaan penerimaan kekerasan produk gatot berbeda jenis singkong
Perbedaan penerimaan keseluruhan produk gatot berbeda jenis
singkong
Perbedaan kekerasan produk gatot dari jenis singkong yang berbeda
Perbedaan kecerahan produk gatot dari jenis singkong berbeda
Perbedaan intensitas merah produk gatot berbeda jenis singkong
Perbedaan intensitas kuning produk gatot berbeda jenis singkong
Surat keterangan lolos kaji etik
Bobot pangan uji indeks glikemik

56
57
58
59
60
61
61
61
62
62
63
63
63
64
64
64
65
65
66
66
67
67

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk gatot merupakan salah satu jenis makanan tradisional khas
Yogyakarta dan Jawa Timur, terbuat dari singkong yang difermentasi secara
spontan pada kondisi ruang. Produk ini memiliki tekstur yang empuk, warna
coklat tua dengan corak hitam dan aroma yang khas (Gambar 1). Produk gatot
umumnya dikonsumsi sebagai kudapan yang ditambah dengan gula merah dan
kelapa parut.

Gambar 1 Produk Gatot
(Sumber: Bisnis UKM 2013)

Produk gatot dapat dibuat dari berbagai jenis singkong dan dengan
beberapa jenis metode pengolahan. Setiap metode diawali dengan pengupasan,
pencucian dan pemotongan singkong dengan ukuran yang tidak diatur. Metode
pertama, singkong bersih direndam di dalam bak semen di bawah sinar matahari
sampai muncul pertumbuhan mikroorganisme yang ditandai dengan bintik hitam.
Singkong tersebut ditiriskan dan disebar merata di atas alas yang ditempatkan
dalam suatu ruangan untuk mengalami proses fermentasi sampai singkong
menjadi hitam seluruhnya, lalu dibersihkan dan dikukus. Lama proses
perendaman dan fermentasi tidak diatur. Metode kedua, singkong dijemur selama
satu hari lalu direndam dalam tong plastik selama satu malam hingga muncul
bintik-bintik hitam mikroorganisme lalu ditiriskan dan difermentasi di sebuah
bangunan terbuka dengan alas bertingkat tempat singkong dan atap selama
5-7 hari. Singkong yang sudah berubah menjadi hitam dibersihkan dan dikukus
selama 30 menit. Metode ketiga, singkong bersih diletakkan dalam karung dan
digantung di luar ruangan dengan terekspos hujan dan sinar matahari selama
kurang lebih satu minggu hingga singkong berubah menjadi hitam dan lebih lunak
lalu dibersihkan dan dikeringkan dengan penjemuran. Ketika akan dikonsumsi,
produk gatot kering tersebut direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi
perkiraan kasar dan dikukus selama 30 menit. Selain itu, terdapat juga produk
gatot instan yaitu produk gatot kukus yang dikeringkan sehingga memerlukan
rehidrasi dan pengukusan sebelum dikonsumsi.

2
Secara keilmuan, kondisi proses fermentasi yang tidak diatur akan
menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak selalu menunjang pertumbuhan
mikroorganisme sehingga tekstur, warna, aroma dan rasa produk gatot yang
dihasilkan tidak selalu optimal dan seragam sehingga perlu ada metode yang
melibatkan kondisi fermentasi yang diatur menjadi selalu mendukung
pertumbuhan mikroorganisme.
Jenis singkong yang digunakan sebagai bahan baku turut berperan dalam
menentukan mutu dan karakter sensori produk gatot. Beberapa industri kecil
menggunakan limbah umbi singkong segar dari pengolahan singkong lain seperti
keripik dan tepung singkong (bagian umbi yang tidak rata atau tidak memenuhi
standar kualitas) dan beberapa industri kecil lainnya menggunakan singkong segar
utuh. Jenis singkong yang berbeda memiliki tekstur dan rasa yang berbeda.
Tekstur singkong dipengaruhi oleh kadar pati dan komponen serat pada dinding
sel yang berperan dalam membentuk kekerasan dan kekokohan (Aro et al. 2005;
Nuwamanya et al. 2011; Imanningsih 2012; Saratale dan Sang 2012). Rasa
singkong dipengaruhi oleh kadar asam sianida yang memberikan sensasi pahit.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2011) dalam publikasi
Agroinovasi: Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan
Diversifikasi Pangan menyatakan bahwa dalam singkong segar terdapat glukosida
sianogenik yang dapat dihidrolisis oleh enzim linamarase menjadi glukosa dan
asam sianida, yang membuat singkong terbagi menjadi singkong dengan kadar
asam sianida tinggi, sedang dan rendah. Singkong mentega, manggu dan roti
merupakan jenis singkong dengan kadar asam sianida rendah yang banyak
dibudidayakan di Bogor.
Aspek penting yang menentukan kualitas produk gatot adalah
pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi spontan. Pertumbuhan
mikroorganisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti nutrisi, pH, potensial
reduksi oksidasi, komponen antimikroba, aktivitas air dan struktur biologis
pangan, serta faktor ekstrinsik seperti gas di lingkungan, suhu dan kelembaban
udara relatif (Rahayu dan Nurwitri 2012). Beberapa faktor yang tidak diatur
selama proses fermentasi spontan produk gatot di antaranya suhu dan kelembaban
udara relatif. Suhu menentukan pertumbuhan mikroorganisme dengan
mempengaruhi lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, kegiatan enzimatis dan
penyerapan nutrisi oleh mikroba. Suhu mempengaruhi kelembaban udara relatif.
Suhu yang menurun akan menurunkan tekanan uap jenuh sehingga kelembaban
udara relatif akan meningkat pada tekanan parsial uap air yang sama (Tichy 2007;
Tichy dan Kallina 2010; Quansah et al. 2012; Cancro et al. 2015). Kelembaban
udara relatif berkaitan dengan nilai aw (aktivitas air) karena terjadinya pindah
massa antara bahan dan lingkungan hingga terjadi kesetimbangan air. Aktivitas air
mencerminkan air bebas dalam bahan yang dapat digunakan mikroorganisme
untuk proses biokimia seperti transpor nutrisi, reaksi enzimatik dan proses
metabolisme lainnya (Rahayu dan Nurwitri 2012). Selain itu, luas permukaan
bahan yang dapat ditumbuhi dapat pula mempengaruhi intensitas pertumbuhan
mikroorganisme. Semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan total bahan
yang dapat ditumbuhi mikroorganisme akan semakin besar pada bobot bahan
yang sama.
Produk fermentasi seperti produk gatot termasuk dalam pangan fungsional
karena memiliki manfaat kesehatan seperti mengandung zat gizi dalam bentuk

3
yang lebih mudah diserap tubuh, kadar senyawa toksin atau antinutrisi yang telah
menurun, probiotik yang dapat melindungi saluran pencernaan dan manfaat lain
yang spesifik pada produk fermentasi tertentu (Borresen et al. 2012). Di
lingkungan masyarakat terdapat anggapan bahwa produk gatot merupakan
kudapan sehat bagi penderita diabetes karena mampu mempertahankan rasa
kenyang dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menjadi salah satu cara
untuk mengurangi jumlah konsumsi pangan. Akan tetapi, karakter lain seperti
kemungkinan terjadi peningkatan gula darah akibat konsumsi produk gatot juga
harus dikaji agar kemungkinan mampu mencegah terjadi hiperglikemia pada
penderita diabetes dapat dipastikan. Dengan demikian, nilai indeks dan beban
glikemik produk gatot harus dikaji, dan selanjutnya potensi produk gatot menjadi
makanan pokok pengganti nasi dapat ditentukan dari indeks dan beban glikemik.
Indeks glikemik digunakan dalam klasifikasi produk pangan berdasarkan
potensi dalam menaikkan gula darah (Ihediohanma 2011). Nilai indeks glikemik
dinyatakan sebagai pengukuran kemampuan 50 g karbohidrat tersedia dalam
pangan untuk menaikkan glukosa darah, yang dinyatakan sebagai area di bawah
kurva respon glikemik dibandingkan dengan area di bawah kurva respon glikemik
50 g glukosa pada subyek yang sama (Wolever et al. 2008; Onwulata et al. 2010;
Arif et al. 2013). Pangan yang mengandung karbohidrat yang dipecah dengan
cepat selama proses pencernaan dan melepaskan glukosa dengan cepat ke aliran
darah cenderung memiliki indeks glikemik yang tinggi sementara pangan yang
memiliki karbohidrat lambat cerna dan melepaskan glukosa secara perlahan
cenderung memiliki indeks glikemik yang rendah (Itam et al. 2012). Pangan
dengan indeks glikemik tinggi menyebabkan kenaikan gula darah yang lebih cepat
sehingga cocok sebagai pengganti energi setelah aktivitas tinggi atau penderita
hipoglikemia (Itam et al. 2012). Sementara pangan dengan indeks glikemik
rendah memberikan efek menguntungkan pada kontrol gula darah jangka pendek
maupun panjang pada penderita diabetes (Riccardi et al. 2008). Beban glikemik
dinyatakan sebagai pengaruh respon glikemik terhadap konsumsi pangan per
takaran saji.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi fermentasi dan jenis singkong
yang menghasilkan produk gatot yang diterima dengan baik secara sensori (warna,
aroma, rasa, kekerasan dan keseluruhan) serta karakteristik fisikokimia dan nilai
indeks glikemik dari produk gatot terpilih.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai proses pengolahan yang
menghasilkan produk gatot yang diterima dengan baik secara sensori (warna,
aroma, rasa, kekerasan dan keseluruhan) sehingga dapat diterapkan dalam
pengolahan produk gatot di masyarakat agar menghasilkan produk gatot dengan
kualitas yang seragam serta pengetahuan akan manfaat kesehatan produk gatot.

4

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk gatot adalah singkong
mentega, singkong roti dan singkong manggu berumur 9 bulan yang diambil dari
Kampung Serempet Kelurahan Nangewer Kecamatan Cibinong Bogor. Bahan
yang digunakan untuk analisis adalah air destilata, natrium hidroksida, kalium
sulfat, raksa oksida, larutan asam sulfat pekat, larutan asam borat jenuh, indikator
merah metil-biru metil, natrium hidroksida-natrium tiosulfat, larutan asam klorida,
heksana, larutan bufer natrium fosfat, enzim α-amilase Sigma-Aldrich A3403
(aktivitas enzim ≥ 500 unit/mg protein), enzim pepsin Sigma-Aldrich P7000
(aktivitas enzim ≥ 250 unit/mg protein), enzim pankreatin Sigma-Aldrich P1750
(aktivitas enzim 4 x USP), enzim alfa amilase Sigma-Aldrich 10065 (aktivitas
enzim 30 U/mg), kertas saring Whatman, etanol, aseton, kalsium karbonat,
natrium oksalat kering, larutan timbal asetat, tembaga sulfat pentahidrat, natrium
kalium tartarat, glukosa, indikator biru metil, maltosa dan asam dinitrosalisilat
dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pembuatan produk gatot antara lain inkubator,
lampu pijar dan silika gel. Alat yang digunakan untuk analisis adalah
penetrometer, kromameter, soxhlet, alat destilasi kjeldhal, oven, tanur, pH meter,
inkubator, spektrofotometer, mikroskop cahaya, glukometer, lancet, strip glukosa
dan alat gelas lainnya.

Prosedur Percobaan
1.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap, yaitu (1) penentuan kondisi fermentasi;
(2) penentuan jenis singkong; (3) karakterisasi kimia dan indeks glikemik produk
gatot terpilih. Secara garis besar, skema penelitian disajikan pada Gambar 3.
Pembuatan produk gatot dilakukan sebagai berikut, singkong dikupas dan
dicuci lalu dipotong menjadi beberapa bagian dengan panjang kurang lebih 4 cm.
Singkong dijemur selama kurang lebih 8 jam untuk mengurangi kadar air agar
singkong tidak busuk selama proses fermentasi akibat pertumbuhan bakteri
pembusuk, lalu dipotong dengan ukuran panjang x diameter 4 x 4 cm, panjang x
lebar x tinggi 4 x 2 x 2 cm dan panjang x lebar x tinggi 2 x 2 x 2 cm. Singkong
tersebut ditempatkan dalam inkubator yang ditambahkan silika gel sebanyak
150 g, 250 g dan 350 g untuk fermentasi pada suhu 27 ± 1, 31 ± 1 dan 36 ± 1 oC
selama 7 hari. Setelah fermentasi, produk gatot mentah dipotong menjadi ukuran
panjang x lebar x tinggi 2 x 2 x 2 cm, direndam selama 12 jam, dibersihkan dari
miselium kapang dan dikukus saat air mendidih selama 30 menit.

5
1.1 Penentuan Kondisi Fermentasi
Tahap ini bertujuan untuk menentukan kombinasi suhu, bobot silika gel dan
luas permukaan total bahan baku untuk 1500 g singkong yang menghasilkan
produk gatot yang memiliki penerimaan sensori yang baik. Jenis singkong yang
digunakan adalah singkong mentega karena hasil produksi yang paling banyak
dibandingkan dengan singkong roti dan manggu di Bogor, yang ditempatkan
dalam inkubator bervolume 40 L untuk fermentasi. Inkubator yang digunakan
berupa kotak plastik bertutup yang dilengkapi keranjang tempat singkong, dengan
lampu pijar untuk menaikkan suhu dan silika gel untuk menurunkan kelembaban
udara relatif (Gambar 2).

Gambar 2 Inkubator buatan untuk fermentasi produk gatot

Secara rinci, penentuan kondisi fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Suhu 27 oC tidak menggunakan lampu, suhu 31 oC menggunakan lampu pijar 5
watt dan suhu 37 oC menggunakan lampu pijar 15 watt dan 5 watt. Bobot silika
gel yang ditambahkan adalah 150 g, 250 g, dan 350 g, yang diganti secara berkala
selama proses fermentasi. Interaksi suhu akibat lampu pijar dan penyerapan air
oleh silika gel akan menurunkan kelembaban relatif inkubator. Singkong dengan
bobot 1500 g yang dipotong dengan ukuran panjang x diameter 4 x 4 cm akan
memiliki luas permukaan total 715 ± 37 cm2, yang dipotong dengan ukuran
panjang x lebar x tinggi 4 x 2 x 2 cm akan memiliki luas permukaan total
760 ± 40 cm2 dan yang dipotong dengan ukuran panjang x lebar x tinggi
2 x 2 x 2 cm akan memiliki luas permukaan total 936 ± 24 cm2.
Kondisi fermentasi terpilih adalah kondisi fermentasi yang menghasilkan
produk gatot yang memiliki kekerasan yang tidak berbeda signifikan dengan
kontrol (produk gatot komersial) pada analisis tekstur dengan penetrometer dan
penerimaan yang paling tinggi pada uji sensori rating hedonik dengan atribut
warna, rasa, aroma, kekerasan dan keseluruhan.

6
Singkong mentega

Fermentasi, yang dilakukan dengan faktor:
1. Suhu, taraf: 27 ± 1, 31 ± 1, 36 ± 1 oC
2. Bobot silika gel: 150, 250, 350 g
3. Luas permukaan total singkong: 715 ± 37, 760 ± 40, 936 ± 24 cm2

Produk gatot, yang dipilih dengan parameter:
1. Pengukuran kekerasan produk gatot dengan penetrometer (tidak
berbeda signifikan dengan produk gatot komersial)
2. Penerimaan sensori rating hedonik berdasarkan atribut warna,
aroma, rasa, kekerasan dan keseluruhan (paling tinggi)
Gambar 3 Penentuan Kondisi Fermentasi

1.2 Penentuan Jenis Bahan Baku
Tahap ini bertujuan untuk menentukan jenis singkong dari singkong
mentega, roti dan manggu, yang menghasilkan produk gatot terbaik secara sensori
dengan atribut rasa, aroma, warna, kekerasan dan keseluruhan, yang difermentasi
pada kondisi fermentasi terpilih dari tahap sebelumnya. Jenis singkong terpilih
adalah jenis yang menghasilkan produk gatot yang memiliki penerimaan paling
tinggi pada uji sensori rating hedonik dengan atribut warna, rasa, aroma,
kekerasan dan keseluruhan. Secara rinci, penentuan jenis bahan baku dapat dilihat
pada Gambar 4.
Singkong mentega, manggu dan roti
Fermentasi, yang dilakukan dengan kondisi dari tahap Penentuan
Kondisi Fermentasi

Produk gatot, yang dipilih dengan parameter:
1. Penerimaan sensori rating hedonik berdasarkan atribut warna,
aroma, rasa, kekerasan dan keseluruhan (paling tinggi)
Gambar 4 Penentuan Jenis Bahan Baku

1.3 Karakterisasi Kimia dan Indeks Glikemik Produk Gatot Terpilih
Tahap ini bertujuan untuk menentukan kandungan gizi produk gatot terpilih
dengan paramater proksimat, kadar serat pangan, kadar gula pereduksi, daya
cerna pati in vitro dan indeks glikemik.

7
2. Analisis
2.1 Tekstur (Kilincceker dan Hepsag 2012)
Penetrometer diatur dengan pemasangan probe jarum, beban dan waktu
penetrasi. Sampel diletakkan di tempat sampel dan jarum diatur sampai menempel
pada permukaan sampel. Alat dijalankan dan tuas diangkat untuk mengetahui
kedalaman penetrasi. Data diolah menggunakan program SPSS dengan uji
ANOVA dan uji lanjut Dunnet.
2.2 Sensori Rating Hedonik (BSN 2006)
Produk gatot mentah direndam selama 15 menit dalam larutan garam 1% dan
diberi kelapa parut kukus setelah produk gatot matang agar penyajian sampel
sama dengan bentuk produk saat konsumsi secara komersial. Panelis yang
dilibatkan sebanyak 30 orang. Skala yang digunakan skala 7 titik; skala 1
mencerminkan sangat tidak suka dan skala 7 mencerminkan sangat suka. Data
diolah menggunakan program SPSS dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan.
2.3 Warna (Purwani et al. 2006)
Analisis warna dilakukan dengan Chromameter Minolta CR 300. Alat
dikalibrasi dengan lempeng keramik dengan nilai L = 100 a = 0 dan b = 0. Sampel
diletakkan di atas wadah dan diukur nilai L, a dan b. Nilai L menyatakan
kecerahan dengan angka 0 untuk hitam dan 100 untuk putih, nilai a dan b
menyatakan intensitas warna dengan –a menyatakan hijau, +a menyatakan merah,
-b menyatakan biru, +b menyatakan kuning. Data diolah menggunakan program
SPSS dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan.
2.4 Proksimat
2.4.1 Kadar Air (AOAC 2005)
Metode yang digunakan adalah gravimetri oven udara. Cawan alumunium
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam
desikator selama 10 menit. Cawan tersebut ditimbang dan ditempatkan 5 gram
sampel di dalamnya. Sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC sampai
bobot sampel konstan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air
dihitung dengan rumus sebagai berikut (persamaan 1):
β

γ

(1)

dengan: W1 = bobot sampel awal (g); W2 = bobot sampel dan cawan setelah
dikeringkan (g); W3 = bobot cawan kosong (g)
2.4.2 Kadar Abu (AOAC 2005)
Metode yang digunakan adalah pengabuan kering. Cawan porselen
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam
desikator selama 10 menit. Cawan tersebut ditimbang dan 2 gram sampel
ditempatkan ke dalamnya. Sampel diabukan dalam tanur bersuhu 500 oC selama
6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Kadar abu
dihitung dengan rumus sebagai berikut (persamaan 2):

8
(2)
γ
dengan: W1 = bobot cawan dan abu (g); W2 = bobot cawan kering (g); W3 =
bobot sampel awal (g)
2.4.3 Kadar Protein (AOAC 2005; Yeoh dan Truong 1996)
Metode yang digunakan adalah semi mikro Kjedhal untuk menghitung kadar
protein kasar. Sebanyak 0.1 g sampel ditempatkan ke dalam labu Kjeldhal dan
ditambahkan 2 g K2SO4, 50 mg HgO dan 2 mL H2SO4 pekat. Sampel mengalami
destruksi selama 1-1.5 jam sampai cairan berubah jernih lalu didinginkan. Cairan
tersebut ditambahkan dengan 2 mL air melalui dinding tabung dan dipindahkan ke
alat destilasi, dilanjutkan dengan air destilata pembilas labu. Sebanyak 5 mL
H3BO3 dan 2 tetes indikator merah metil-biru metil dalam labu erlenmeyer
ditempatkan di ujung selang alat destilasi dan sebanyak 10 mL NaOH-Na2S2O3
ditambahkan ke dalam alat destilasi. Destilasi dihentikan sampai diperoleh sekitar
50 mL destilat. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai cairan berubah
warna menjadi ungu. Hasil titrasi dikoreksi dengan 3.24 untuk mendapatkan nilai
protein kasarnya. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut
(persamaan 3 dan 4):
β

(3)

dengan: V1 = volume larutan HCl untuk titrasi sampel (mL); V2 = volume
larutan HCl untuk titrasi blanko (mL); N HCl = konsentrasi larutan HCl (N);
W = bobot sampel (mg)
γβ

(4)

2.4.4 Kadar Lemak (AOAC 2005)
Metode analisis yang digunakan adalah soxhlet untuk menghitung kadar
lemak kasar. Labu dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu
didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Sebanyak 5 gram
sampel dihidrolisis lalu dikeringkan dan dibungkus dengan kertas saring. Sampel
tersebut dimasukkan ke dalam tempat ekstraksi sementara labu ditempatkan di
bawahnya lalu ditambahkan pelarut heksana. Sampel direfluks selama 6 jam lalu
pelarut diuapkan dan sampel dikeringkan dalam oven, didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut
(persamaan 5):
β
(5)
γ
dengan: W1 = bobot labu dan lemak (g); W2 = bobot labu kosong (g);
W3 = bobot sampel (g)

9
2.4.5 Kadar Karbohidrat (AOAC 2005)
Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference dengan rumus
sebagai berikut (persamaan 6):
(6)
2.5 Kadar Serat Pangan (Asp et al. 1983)
Sebanyak 1 g sampel disoxhlet dan dikeringkan, lalu ditempatkan dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL buffer natrium fosfat 0.1 N pH 6 dan 0.1 ml
termamyl. Erlenmeyer tersebut ditutup alumunium foil dan diinkubasi dalam
penangas bergoyang bersuhu 100 oC selama 15 menit. Setelah dingin, suspensi
ditambahkan 20 mL air destilata dan pH suspensi diatur menjadi 1.5 dengan
penambahan HCl 4 M dan diberi 100 mg enzim pepsin. Suspensi kembali ditutup
dan diinkubasi pada penangas bergoyang bersuhu 40 oC selama 60 menit. Setelah
diinkubasi, suspensi ditambah dengan 20 mL air destilata dan diatur menjadi pH
6.8 dengan penambahan NaOH, lalu suspensi ditambahkan dengan 100 mg enzim
pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit. Usai
inkubasi, pH suspensi diturunkan menjadi 4.5 dengan penambahan HCl dan
disaring melalui kertas saring Whatman no. 43 dengan pembilasan 2x10 mL air
destilata, 2x10 mL etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Residu dikeringkan dalam
oven bersuhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang lalu diabukan
dalam tanur bersuhu 550 oC selama 5 jam lalu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Residu merupakan serat pangan tidak larut.
Analisis serat larut air dilakukan menggunakan filtrat dari penyaringan
sebelumnya. Filtrat ditambah dengan 400 mL etanol 95% 60 oC dan didiamkan.
Setelah 1 jam, larutan disaring melalui kertas saring Whatman no. 43 dengan
pembilasan 2x10 mL etanol 78%, 2x10 mL etanol 95% dan aseton 2x10 mL.
Residu dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC, didinginkan dalam desikator,
ditimbang lalu diabukan pada 550 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Blanko dibuat dengan metode yang sama tanpa sampel. Kadar serat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (persamaan 7):
β

γ

(7)

dengan: W1 = bobot residu dan cawan alumunium setelah dikeringkan (g);
W2 = bobot cawan alumunium kosong (g); W3 = bobot abu dan cawan
porselen (g); W4 = bobot cawan porselen kosong (g); W5 = bobot kertas saring
kering (g); W6 = bobot residu blanko yang sudah dikeringkan dan diabukan (g);
W = bobot sampel awal (g), KP = kadar protein yang tidak terhidrolisis (%bb)
2.6 Kadar Gula Pereduksi (Honig 2013)
Metode yang digunakan adalah Lane Eynon volume konstan. Sebelum
memasuki tahap analisis, sampel harus diberi perlakuan untuk menghilangkan
senyawa pengganggu. Sebanyak 20 g contoh halus dimasukkan dalam gelas piala
dan ditambahkan 20 mL alkohol 80% lalu disaring. Residu dicuci dengan alkohol
80%. Filtrat diukur keasamannya dan ditambahkan CaCO3 bila bersifat asam lalu
dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 oC selama 30 menit. Setelah larutan

10
didinginkan, larutan disaring melalui kertas saring Whatman No. 42. Sisa alkohol
diuapkan dengan memanaskan filtrat dalam penangas air bersuhu 85 oC. Larutan
ditambah dengan 1.5-2.5 mL Pb asetat sampai larutan jernih lalu dipindahkan ke
labu takar 250 mL dan ditera dengan air destilata. Larutan kembali disaring dan
diambil sebanyak 50 mL, ditambah dengan 2.5 g natrium oksalat kering dan
disaring lagi.
Sebanyak 10 mL sampel dimasukkan dalam labu erlenmeyer bersama dengan
sebuah spin bar lalu ditambahkan 5 mL Fehling A dan 5 mL Fehling B. Sampel
dipanaskan hingga mendidih dan ditambahkan indikator biru metil lalu dititrasi
dengan larutan glukosa sampai terbentuk endapan merah bata. Blanko dibuat
dengan mengganti 10 mL sampel dengan air destilata. Sebanyak 10 mL air
destilata dimasukkan dalam labu erlenmeyer bersama dengan sebuah spin bar lalu
ditambahkan 5 mL Fehling A dan 5 mL Fehling B. Sampel ditambahkan dengan
10 mL larutan glukosa dari buret, lalu dipanaskan hingga mendidih. Larutan
ditambah indikator biru metil lalu dititrasi dengan larutan glukosa sampai
terbentuk endapan merah bata. Kadar gula pereduksi dihitung dengan rumus
sebagai berikut (persamaan 8):
β

γ

(8)

dengan: V1 = volume larutan glukosa untuk titrasi blanko (mL); V2 = volume
larutan glukosa untuk titrasi sampel (mL); V3 = volume sampel awal (mL);
G = konsentrasi larutan glukosa (0.0025 g/mL); V4 = volume sampel yang
dititrasi (mL); W = bobot sampel (g)
2.7 Daya Cerna Pati Secara In Vitro (Yagoub dan Abdalla 2007)
Larutan standar dibuat dari larutan maltosa murni 0.5 mg/mL dengan volume
0.0; 0.2; 0.4; 0.8; 1.0 mL yang ditepatkan dengan air destilata hingga volume
1 mL dan diberikan 2 mL DNS. Sebanyak 1 g sampel atau pati murni dimasukkan
dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan air destilata sebanyak 100 mL.
Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam inkubator
bersuhu 90 oC sampai sampel mengalami gelatinisasi sempurna. Sampel
didinginkan dan dipindahkan sebanyak masing-masing 2 mL ke 2 buah tabung
reaksi bertutup. Ke dalam kedua tabung tersebut ditambahkan 3 mL aquades dan
5 mL buffer natrium fosfat 0.1 N. Sebanyak 5 mL z α-amilase ditambahkan
ke salah satu tabung dan 5 mL buffer fosfat ditambahkan ke tabung yang lain.
Kedua tabung diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Sebanyak 1 mL dari
kedua tabung diambil dan dimasukkan ke tabung reaksi berbeda yang berisi 2 mL
pereaksi DNS dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 12 menit. Sampel, blanko
dan standar diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 520 nm. Bobot
maltosa dihitung menggunakan kurva standar. Daya cerna pati dihitung dengan
rumus sebagai berikut (persamaan 9):
β
γ

(9)

11
dengan: W1 = bobot maltosa sampel (mg); W2 = bobot maltosa blanko
sampel (mg); W3 = bobot maltosa pati murni (mg); W4 = bobot maltosa blanko
pati murni (mg)
2.8 Indeks Glikemik (Brouns et al. 2005; Rodríguez-Rejón et al. 2014; Wolever
et al. 2008)
Subyek yang terlibat sebanyak 10 orang dan merupakan civitas Institut
Pertanian Bogor dengan persyaratan berusia 18-40 tahun, memiliki BMI
18-25 kg/m2, tidak hamil, tidak menyusui, tidak merokok, tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan atau alkohol dan tidak memiliki riwayat atau menderita
diabetes. Setiap subyek harus berpuasa selain air putih selama 10 jam (22.0008.00). Pengujian dilakukan setelah responden menyetujui informed consent
dengan metode uji yang telah mendapatkan ijin etik. Makanan yang diberikan
adalah 25 g glukosa sebagai referen pada hari pertama dan produk gatot dengan
karbohidrat tersedia setara dengan 25 g glukosa pada hari kedua dengan interval
uji 1 minggu. Sebelum dilukai dengan lanset steril, jari responden dibersihkan
dahulu dengan alkohol lalu darahnya dikeluarkan sedikit dan dibersihkan. Darah
kedua dikeluarkan dan diambil dengan strip. Pengukuran gula darah dilakukan
pada menit 0, 15, 30, 45, 60, 90 dan 120. Pada setiap waktu tersebut, sebanyak
20 µL darah diambil dan diukur nilai gula darahnya dengan glukometer. Luas area
di bawah kurva (incremental) hubungan waktu dan konsentrasi gula darah
dihitung pada masing-masing subyek dan jenis pangan. Indeks dan beban
glikemik dihitung dengan rumus sebagai berikut (persamaan 10 dan 11):
(10)
dengan: A = luas area di bawah kurva (incremental) pangan sampel; B = luas area
di bawah kurva (incremental) pangan referen
(11)

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penentuan kondisi
fermentasi adalah rancangan acak faktorial dengan tiga faktor. Faktor pertama
adalah suhu inkubator dengan 3 taraf yaitu 27 ± 1 oC, 31 ± 1 oC, 36 ± 1 oC. Faktor
kedua adalah bobot silika gel dengan 3 taraf yaitu 150 g, 250 g dan 350 g. Faktor
ketiga adalah luas permukaan total singkong dengan 3 taraf yaitu 715 ± 37 cm2,
760 ± 40 cm2, 936 ± 24 cm2. Model matematik rancangan percobaan ini adalah
sebagai berikut.

12
Yijkl = µ + αi +

j

+

k

+ (α )ij +(α )ik + ( )jk + (α )ijk + εijk

Keterangan
Yijkl
= Kekerasan dan warna sampel pada faktor suhu taraf ke-i, faktor
bobot silika gel ke-j dan luas permukaan singkong total taraf ke-k
dan ulangan ke-l
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh utama faktor suhu taraf ke-i
= Pengaruh utama faktor bobot silika gel ke-j
j
= Pengaruh utama faktor luas permukaan singkong total ke-k
k
(α )ij
= Pengaruh interaksi faktor suhu taraf ke-i dan faktor bobot silika gel
ke-j
(α )ik
= Pengaruh interaksi faktor suhu taraf ke-i dan faktor luas permukaan
singkong total taraf ke-k
( )jk
= Pengaruh interaksi faktor bobot silika gel taraf ke-j dan faktor luas
permukaan singkong total taraf ke-k
(α )ijk = Pengaruh interaksi faktor suhu taraf ke-i, faktor bobot silika gel taraf
ke-j dan faktor luas permukaan singkong total taraf ke-k
εijk
= Pengaruh acak pada faktor suhu taraf ke-i, faktor bobot silika gel ke-j
dan faktor luas permukaan singkong total taraf ke-k
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penentuan jenis singkong
adalah rancangan acak lengkap, dengan faktor perlakuan jenis singkong dengan
tiga taraf yaitu singkong mentega, singkong manggu dan singkong roti. Model
matematik rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut.
Yij = µ + τi + εij
Keterangan
Yij = Kekerasan dan warna pada faktor jenis singkong taraf ke-i dan ulangan
ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh jenis singkong taraf ke-i
εij = Pengaruh acak pada faktor jenis singkong taraf ke-i dan ulangan ke-j
Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji sensori rating hedonik
pada penentuan kondisi fermentasi dan penentuan jenis singkong adalah
rancangan blok acak lengkap, dengan faktor yang diblok adalah panelis. Model
matematik rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut.
Yij = µ + τi +

j

+ εij

Keterangan
Yij = Penerimaan sensori pada perlakuan taraf ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan taraf ke-i
= Pengaruh panelis ke-j
j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kondisi Fermentasi
Fermentasi produk gatot berlangsung secara spontan selama 7 hari, dengan
mengandalkan mikroorganisme alami yang terdapat di singkong, yang berasal dari
tanah tempat singkong tumbuh dan spora yang terbawa di udara dan menempel
pada permukaan singkong. Proses fermentasi berlangsung pada kondisi suhu,
kelembaban udara relatif dan ukuran singkong yang diatur pada kondisi yang
berbeda-beda. Suhu fermentasi yang dilakukan adalah 27 ± 1 oC yang tidak
menggunakan lampu pijar, suhu 31 ± 1 oC yang diatur menggunakan lampu pijar
5 watt dan suhu 36 ± 1 oC yang diatur menggunakan lampu pijar 5 watt dan
15 watt. Silika gel ditambahkan ke dalam inkubator sebanyak 150 g, 250 g dan
350 g untuk mengatur kelembaban udara relatif. Interaksi suhu dan kemampuan
menjerap air silika gel menghasilkan kondisi kelembaban udara relatif yang
berbeda-beda, yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Kelembaban udara relatif inkubator yang dipengaruhi suhu dan silika gel
Suhu (oC)
27
31
37

Kelembaban udara relatif (%)
Silika gel 350 g
Silika gel 250 g
Silika gel 150 g
36.9
40.6
44.7
32.0
34.2
43.0
31.7
33.2
41.8

Semakin banyak silika gel yang ditambahkan, semakin rendah kelembaban
udara relatif dalam inkubator karena semakin banyak uap air yang terjerap dalam
silika gel. Semakin tinggi suhu, kelembaban udara relatif semakin menurun akibat
tekanan uap jenuh meningkat pada tekanan parsial uap air yang sama (Tichy
2007; Tichy dan Kallina 2010; Quansah et al. 2012; Cancro et al. 2015).
Potongan 1500 g singkong selama proses fermentasi diatur ukurannya
menjadi panjang x diameter 4 x 4 cm yang memiliki luas permukaan total
715 ± 37 cm2, ukuran panjang x lebar x tinggi 4 x 2 x 2 cm yang memiliki luas
permukaan total 760 ± 40 cm2 dan ukuran panjang x lebar x tinggi 2 x 2 x 2 cm
yang memiliki luas permukaan total 936 ± 24 cm2. Semakin kecil ukuran
potongan singkong pada bobot singkong yang sama, semakin besar luas
permukaan singkong yang dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme.
Tabel 2 memuat penampakan produk gatot setelah fermentasi dan hasil
fermentasi yang dikukus. Produk gatot setelah fermentasi dibandingkan dengan
singkong mentega mentah. Singkong mentega mentah memiliki warna kuning
muda, aroma singkong kuat, aroma apek dan busuk tidak ada dan tekstur yang
keras. Produk gatot setelah dikukus dibandingkan dengan singkong mentega
kukus. Singkong mentega kukus memiliki warna kuning muda, aroma singkong
agak kuat, aroma busuk dan apek tidak ada dan tekstur yang agak lunak.

Kondisi fermentasi

Penampakan
setelah
fermentasi

Deskripsi

Penampakan setelah
pengukusan

Deskripsi

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Warna coklat dengan sebagian
kecil hitam, aroma singkong kuat,
aroma apek tidak ada, aroma busuk
tidak ada, tekstur keras

Warna coklat dengan
beberapa garis hitam,
aroma karamel, tekstur
agak keras

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Warna putih dengan sebagian kecil
hitam, aroma singkong kuat, aroma
apek tidak ada, aroma busuk tidak
ada, tekstur keras

Warna coklat, aroma
karamel, tekstur agak
keras

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2

Warna putih dengan sebagian
hitam, aroma singkong kuat, aroma
apek tidak ada, aroma busuk tidak
ada, tekstur keras

Warna coklat, aroma
karamel, tekstur agak
keras

14

Tabel 2 Perbandingan penampakan produk gatot dari singkong mentega pada kondisi fermentasi berbeda setelah fermentasi dan setelah
pengukusan

Kondisi fermentasi

Penampakan
setelah fermentasi

Deskripsi

Penampakan setelah
pengukusan

Deskripsi

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Warna hitam seluruhnya, aroma
singkong semilir, aroma apek
agak kuat, aroma busuk tidak
ada, tekstur agak lunak

Warna coklat dengan
setengah bagian hitam,
aroma karamel, tekstur
agak lunak

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Warna hitam seluruhnya, aroma
singkong semilir, aroma agak
apek kuat, aroma busuk tidak
ada, tekstur agak lunak

Warna coklat tua dengan
pola hitam, aroma
karamel, tekstur agak
lunak

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2

Warna hitam seluruhnya, aroma
singkong semilir, aroma apek
agak kuat, aroma busuk tidak
ada, tekstur agak lunak

Warna coklat dengan
sebagian hitam, aroma
karamel, tekstur agak
lunak

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Warna dominan hitam, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir,
tekstur agak lunak

Warna coklat dengan
sebagian hitam, aroma
karamel dan agak apek,
tekstur agak lunak
15

Penampakan
setelah
fermentasi

Deskripsi

Penampakan setelah
pengukusan

16

Kondisi fermentasi

Deskripsi

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Warna dominan hitam dengan
beberapa bagian hijau tua, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak

Warna coklat dengan
sebagian kecil hitam,
aroma karamel dan agak
apek, tekstur agak lunak

Suhu 27 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2

Warna setengah bagian hitam
setengah bagian hijau tua, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak

Warna coklat dengan
sebagian kecil hitam,
aroma karamel dan agak
apek, tekstur agak lunak

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Warna coklat muda dengan
sebagian kecil hitam, aroma
singkong kuat, aroma apek semilir,
aroma busuk tidak ada, tekstur
keras

Warna coklat dengan
sebagian kecil hitam,
aroma karamel, tekstur
agak keras

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Warna putih dengan sebagian kecil
hitam, aroma singkong kuat, aroma
apek semilir, aroma busuk tidak
ada, tekstur keras

Warna coklat dengan
garis hitam, aroma
karamel, tekstur agak
keras

Kondisi fermentasi

Penampakan
setelah fermentasi

Deskripsi

Penampakan setelah
pengukusan

Deskripsi

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 350 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2

Warna putih dengan sebagian hitam,
aroma singkong kuat, aroma apek
semilir, aroma busuk tidak ada,
tekstur keras

Warna coklat dengan
sedikit bagian hitam,
aroma karamel, tekstur
agak keras

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Warna hitam, aroma singkong tidak
ada, aroma apek kuat, tekstur agak
lunak

Warna coklat dengan
sebagian hitam, aroma
karamel dan agak apek,
tekstur agak lunak

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Warna dominan hijau tua dengan
sedikit bagian hitam, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak

Warna coklat dengan
sebagian hitam, aroma
karamel dan agak apek,
tekstur agak lunak

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 250 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2

Warna hijau tua dengan sedikit
bagian hitam, aroma singkong tidak
ada, aroma apek kuat, aroma busuk
semilir, tekstur agak lunak

Warna coklat dengan
sedikit bagian hitam,
aroma karamel dan agak
apek, tekstur agak lunak

17

Penampakan
setelah fermentasi

Deskripsi

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 715 ± 37 cm2

Sebagian berwarna hijau tua
sebagian berwarna hitam, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 760 ± 40 cm2

Sebagian berwarna hijau tua
sebagian berwarna hitam, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak
Warna dominan hijau tua dengan
sedikit bagian hitam, aroma
singkong tidak ada, aroma apek
kuat, aroma busuk semilir, tekstur
agak lunak

Suhu 31 ± 1oC, bobot
silika gel 150 g, luas
permukaan total
singkong 936 ± 24 cm2
Suhu 3