Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK
ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul efikasi sipermetrin
terhadap larva caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Novita Elfrida Br Depari
NIM B04090050

ABSTRAK
NOVITA ELFRIDA BR DEPARI. Efikasi sipermetrin terhadap larva caplak
anjing (Rhipicephalus sanguineus). Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI
HADI dan SUPRIYONO.
Pemanfaatan anjing di kalangan masyarakat Indonesia saat ini semakin
meningkat. Biasanya, anjing dimanfaatkan sebagai teman bermain, penjaga dan
membantu pihak kepolisian. Ektoparasit yang sering menyebabkan penyakit pada
anjing adalah caplak Rhipicephalus sanguineus. Insektisida sipermetrin adalah
bahan kimia yang dapat digunakan untuk pengendalian caplak pada anjing
tersebut. Larva caplak dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok
kontrol. Setiap kelompok dibagi menjadi 3 pengulangan dengan jumlah larva
caplak sebanyak 20 tiap pengulangan. Konsentrasi perlakuan untuk masingmasing kelompok adalah 0.5 g/L; 1 g/L; 1.5 g/L; 2 g/L, dan kelompok kontrol
menggunakan air. Kain dibasahi dengan konsentrasi berbeda dari sipermetrin
yang sudah dibuat dan larva caplak diletakkan di atasnya. Pengamatan terhadap
mortalitas dilakukan pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, dan 48 jam setelah paparan.
Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi efektif sipermetrin terhadap larva

caplak adalah 2 g/L, karena konsentrasi tersebut mampu mematikan 93.33 % larva
pada 24 jam setelah perlakuan.
Kata kunci: Sipermetrin, ektoparasit, insektisida, larva, Rhipicephalus sanguineus

ABSTRACT
NOVITA ELFRIDA BR DEPARI. Efficacy of cypermethrin against dogs larval
tick (Rhipicephalus sanguineus). Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI
and SUPRIYONO.
The usage of dogs among the people of Indonesia is currently increasing.
Usually, dogs are used as playmate, guard and police partner. Ectoparasite that
often cause problem in dog was Rhipicephalus sanguineus ticks. Cypermethrin
insecticide is a chemical that can be used to control of ticks on dogs. Ticks larvae
were divided into 4 treatment groups and one control group. Each group was
divided into 3 repititions with the number of ticks larvae were 20 per repeated.
The concentration for each treatment group were 0.5 g/L, 1 g/L; 1.5 g/L, 2 g/L,
and a control group using water. Fabric drabbled with different concentrations of
cypermethrin were prepared and the ticks larvae were put on it. Observation on
larval mortality was done on 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, and 48 hours post treatments.
The result showed that the effective concentration of cypermethrin was 2 g/L,
because this concentration was able to kill 93.33% of tick larvae at 24 hours post

treatment.
Keywords: Cypermethrin, ectoparasites, insecticide, larvae, Rhipicephalus
sanguineus

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK
ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus
sanguineus)
Nama
: Novita Elfrida Br Depari
NIM
: B04090050

Disetujui oleh

Prof, Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD
Pembimbing I

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

Drh Supriyono, MSi

Pembimbing II

\

Judul Skripsi: Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus
sanguineus)
: Novita Elfrida Br Depari
Nama
: B04090050
NIM

Disetujui oleh

>

Prof, Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


24 FEB 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
bulan Maret 2012 ini ialah Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing
(Rhipicephalus sanguineus).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi,
MS PhD dan Drh Supriyono, MSi selaku dosen pembimbing, serta teman-teman
satu tim penelitian Yanida Yusup Setiawan dan Eko Prasetyo Nugroho. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah (Pengarapen Sembiring) dan
Ibu (Peringetten br Surbakti), orang tua angkat di Bogor (Anndy Sinarta
Sembiring dan Ruth Saberina br Tarigan), abang Ville Sembiring, adik-adik
(Hendri Sembiring, Chrisnatanael Sembiring, Pandinata Sembiring, Adinda
Mayang br Sembiring dan Sepri Aginta Sembiring), sahabat Cyntia Sihombing,
Pengurus permata GBKP Bogor 2013-2015, adik kelompok kecil Vitis, Yulinda,
Fikky, Tri, Pinni dan Era, beserta Permata GBKP Bogor dan seluruh pihak yang
telah membantu dan memberi dukungan sehingga terselesaikannya karya ilmiah
ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Novita Elfrida Br Depari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Klasifikasi Caplak Anjing (R. sanguineus)

2


Morfologi Caplak Anjing (R. sanguineus)

3

Siklus Hidup Caplak Anjing

4

Pengendalian Caplak dengan akarisida

5

METODE

6

Waktu dan Tempat Penelitian

6


Koleksi dan Pemeliharaan Caplak

6

Uji Efikasi Larva Caplak terhadap Insektisida

7

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
10

Simpulan


10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak R. sanguineus selama
Paparan Sipermetrin
2 Persentase Kematian Larva Caplak Selama 24 Jam Paparan Sipermetrin
3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi

8
8
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Caplak Anjing (R. sanguineus)
Siklus Hidup Caplak Anjing
Anjing yang Terinfestasi Caplak
Caplak Betina Mati Setelah Bertelur
Telur Caplak yang Menetas
Larva Caplak
Larutan Sipermetrin
Larva di Dalam Kain
Persentase Kematian Larva Caplak Anjing Setiap Konsentrasi Terhadap
Waktu Kontak (jam)

3
5
6
6
6
6
7
7
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Statistik Deskriptif
2 Analisa Ragam Faktor Konsentrasi, Jam ke-, dan Kombinasinya

13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia hewan yang diminati oleh masyarakat sebagai hewan
kesayangan diantaranya adalah anjing. Anjing diminati sebagai hewan peliharaan
karena dapat menjadi teman bermain, menjaga tempat tinggal dan peternakan
serta bermanfaat dalam bidang kepolisian. Anjing memiliki kemampuan yang
sangat unik dan habitus yang bersahabat dengan manusia. Pada awalnya anjing
hanya digunakan sebagai hewan pemburu, namun sekarang sudah terjadi
perkembangan dalam fungsi dan pemanfaatan anjing. Peningkatan pemanfaatan
anjing di masyarakat juga meningkatkan peluang seekor anjing mengalami
gangguan kesehatan.
Caplak merupakan ektoparasit pengisap darah dan berperan penting
terhadap kesehatan hewan. Anjing dapat mengalami anemia, penurunan berat
badan, kerusakan kulit, tidak tenang dan reaksi alergi. Caplak anjing
(Rhipicephalus sanguineus) dapat menjadi vektor beberapa patogen penting pada
anjing. Penyakit penting pada anjing akibat infestasi caplak ini adalah babesiosis
oleh Babesia vogeli, ehrlichiosis oleh Ehrlichia canis (Dantas-Torres et al. 2012),
dan hepatozoonosis oleh Hepatozoon canis (Baneth 2011).
Caplak berukuran besar dan melekat pada kulit anjing, sehingga sangat
mudah ditemukan pada seluruh tubuh yang terinfestasi. Bagian tubuh anjing yang
paling disukai caplak adalah leher, sela-sela jari dan bagian dalam telinga (Hadi
dan Soviana 2000). Secara umum caplak R. sanguineus ditemukan pada anjing,
tetapi caplak sering juga terdapat pada mamalia lain (Audy et al. 2000).
Pencegahan dan pengendalian infestasi caplak dapat dilakukan dengan
cara menghindari anjing peliharaan yang terinfestasi caplak, pengendalian dengan
bahan alami, dan dengan insektisida. Penggunaan insektisida pada umumnya
dengan semprot, bedak, injeksi, shampo, dan memandikan hewan (Klarenbeek
2010). Bahan alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan caplak adalah
ekstrak tangkai bunga cengkeh (Puspitasari 2007), minyak sereh wangi (Hedianto
2007), dan ekstrak biji bengkuang (Kartika 2002). Akarisida yang biasa
digunakan dalam pengendalian caplak anjing adalah pyriproxifen, deltametrin,
ivermectin (Morsy dan Haridy 2000), fipronil, amitraz, dan permetrin 2.5%
(Blagburn dan Dryden 2009).
Penggunaan insektisida sipermetrin untuk pengendalian caplak R.
sanguineus pada anjing di Indonesia masih sangat kurang. Di Indonesia
sipermetrin sangat populer di kalangan masyarakat yang digunakan untuk
pengendalian rayap, serangga perusak kayu, nyamuk, lalat, lipas, dan kecoa
(Wirawan 2006). Penggunaan sipermetrin umum digunakan dengan cara
ditempelkan di bawah kulit telinga (ear tag), disemprotkan, sebagai perendam,
dan dituangkan. Sebelum digunakan untuk pengendalian caplak anjing, maka
insektisida sipermetrin harus dilakukan uji efikasi untuk mengetahui
efektivitasnya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi insektisida sipermetrin
sebagai larvasida caplak anjing (R. sanguineus).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
masyarakat tentang efektivitas insektisida sipermetrin sebagai larvasida caplak
anjing (R. sanguineus).

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi caplak anjing (R. sanguineus)
Caplak merupakan ektoparasit pengisap darah yang mempunyai peranan
penting dalam masalah kesehatan hewan khususnya anjing. Penyebaran caplak di
seluruh dunia sangat luas dan sangat umum ditemukan di daerah teritorial meliputi
gunung, hutan, rawa, dan padang rumput (Levine 1994). Bahkan, R. sanguineus
merupakan caplak yang distribusi geografisnya terluas dibandingkan dengan
spesies caplak lain (Walker et al. 2000). Penyebaran R. sanguineus pada
umumnya di sekitar perkotaan dan pinggiran kota (Shimada et al. 2003), dimana
caplak hidup berhubungan erat dengan anjing dan manusia. Di daerah sekitar
perkotaan dan pinggiran kota, infestasi caplak pada anjing biasanya berat,
khususnya anjing yang mendiami daerah terbatas dan tidak sistematis diobati
dengan antiektoparasit (Lorusso et al. 2010).
Menurut Williams et al. (1985), klasifikasi caplak anjing (R. sanguineus)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Sub filum
: Chelicerrata
Kelas
: Arachnida
Sub kelas
: Acari
Ordo
: Parasitiformes
Sub ordo
: Metastigmata
Super famili
: Ixodoidae
Famili
: Ixodidae
Genus
: Rhipicephalus
Spesies
: R. sanguineus
Caplak sering juga disebut sengkenit (tick) terdiri atas dua famili yaitu Ixodidae
dan Argasidae. Ixodidae terdiri atas genus Nosomma, Ixodes, Haemaphysalis,
Dermacentor, Hyalomma, Rhipicephalus, Boophilus, dan Margropus, sedangkan
Argasidae terdiri atas genus Otobius, Argas, dan Ornithodoros (James dan
Harwood 1969).

3
Morfologi caplak anjing
Caplak anjing memiliki tubuh keras, bentuknya bulat telur, dan mempunyai
kulit luar (integumen) yang liat. Bagian dorsal (atas) caplak ini mempunyai
skutum atau perisai yang menutupi seluruh bidang dorsal tubuh pada caplak jantan,
sedangkan pada caplak betina hanya menutupi sepertiga bagian tubuh depan.
Skutum terdiri dari lapisan kitin yang tebal dan keras. Oleh karena itu caplak
betina mampu berkembang lebih besar daripada caplak jantan setelah mengisap
darah. Mata caplak jantan dan betina terletak pada lateral skutum.
Caplak anjing (R. sanguineus) terbagi atas dua bagian, yaitu gnatosoma
(kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen). Pada bagian gnatosoma terdapat
kapitulum (kepala) dan bagian-bagian mulut yang berada dalam suatu rongga
yang disebut kamerostom. Bidang dorsal basis kapituli caplak betina terdapat
daerah yang berpori. Pada bagian dasar dari kapitulum adalah basis kapituli yang
akan berhubungan dengan idiosoma. Bagian mulut caplak terdiri dari sepasang
hipostom, pedipalpus, dan kelisera. Hipostom memiliki barisan gerigi yang
arahnya ke belakang mirip jangkar. Hipostom berfungsi untuk memperkokoh
pertautan caplak pada inangnya. Kelisera terdiri dari dua ruas, dan ujungnya juga
dilengkapi dengan dua atau lebih kait yang dapat digerakkan. Kait pada kelisera
ini berfungsi untuk menyayat secara horizontal kulit inangnya supaya hipostom
dapat ditusukkan ke dalam kulit inang. Pedipalpus merupakan alat sensoris
sederhana berfungsi untuk membantu proses makan pada caplak. Pedipalpus ini
terdiri dari tiga atau empat ruas yang terletak di sisi hipostom.
Bagian posterior caplak (idiosoma) yaitu daerah abdomen terdapat kaki atau
tungkai. Ruas tungkai caplak terdiri dari koksa yang tidak dapat digerakkan,
trokanter, femur, genu, tibia dan tarsus. Pada pasangan tungkai pertama terdapat
sebuah organ sensori yang disebut haller. Haller berfungsi untuk reseptor
kelembaban, kimia, olfaktori, dan mekanis. Organ haller ini dapat mendeteksi
adanya inang yang cocok dan dapat menterjemahkan bau feromon yang
dikeluarkan caplak yang lain. Pada bagian batas posterior bawah tubuh caplak
dapat ditemukan celah-celah pinggir yang dinamakan marginal festoon. Marginal
festoon mempunyai nilai penting dalam taksonomi caplak. Lubang kelamin caplak
jantan dan betina terletak pada bidang ventral di tengah antara koksa I dan II
(Hadi dan Soviana 2000).

Gambar 1 Caplak anjing (R. sanguineus)

4
Siklus hidup
Caplak anjing merupakan caplak sejati dan metamorfosis caplak ini tidak
lengkap (Levine 1994). Caplak anjing memiliki siklus hidup yang terdiri dari
empat tahap yaitu telur, larva, nimfa, dan dewasa. Masing-masing stadium caplak
harus menemukan inang. Caplak dewasa yang telah kawin kenyang darah akan
jatuh ke tanah dan bertelur. Caplak betina kenyang darah dapat bertelur sampai
4000 butir. Telur akan menetas setelah 17 sampai 30 hari menjadi larva. Larva
akan segara mencari inang pertamanya dengan pertolongan benda-benda
sekitarnya dan juga dengan bantuan alat olfaktoriusnya. Larva caplak memiliki
tiga pasang tungkai. Larva akan mengisap darah sampai kenyang sekitar 2 sampai
4 hari dan akan menjatuhkan diri untuk berganti kulit menjadi nimfa dalam waktu
5 sampai 23 hari. Nimfa dan caplak dewasa memiliki empat pasang tungkai.
Nimfa akan segera mencari inang kedua untuk mengisap darah sampai kenyang
selama 4 sampai 9 hari. Nimfa kenyang darah akan menjatuhkan diri ke tanah
untuk ganti kulit untuk menjadi caplak dewasa setelah 11 sampai 73 hari. Caplak
dewasa juga akan segera mencari inang ketiga untuk mengisap darah. Pada tubuh
inang ini caplak betina akan melakukan perkawinan dengan caplak jantan untuk
meneruskan keturunan. Caplak jantan akan mati setelah terjadi kopulasi. Caplak
betina bertelur di tanah dan kemudian mati (Gunandini 2006). Caplak jantan
mengisap darah dalam waktu yang lebih singkat. Caplak jantan tidak mengisap
darah sebanyak caplak betina, tetapi caplak jantan mengisap darah hanya untuk
melanjutkan spermatogenesis dan menyelesaikan proses perkawinan (Sanches et
al. 2012).
Periode makan caplak secara langsung dipengaruhi oleh faktor biotik
(misalnya inang) dan faktor abiotik (misalnya cahaya dan kelembaban) (DantasTorres et al. 2011 ). Pada lingkungan domestik, caplak bisa hidup pada anjing
yang sama, tetapi bisa juga memiliki kesempatan untuk bisa hidup pada beberapa
hewan yang berbeda. R. sanguineus dapat hidup pada kelinci pada stadium larva
dan stadium nimfa dapat hidup pada hewan lain yaitu domba dan sapi (Astyawati
2002).
Menurut Lord (2008), banyaknya telur yang diproduksi dipengaruhi oleh
ukuran caplak dan jumlah darah yang diisap. Waktu yang diperlukan pada tiaptiap tahap mengisap darah, untuk tumbuh dan berganti stadium dipengaruhi oleh
temperatur. Waktu makan dan berkembang akan lebih cepat pada suhu yang lebih
hangat. Caplak terkenal sebagai longlived, dan dapat hidup selama tiga sampai
lima bulan di masing-masing stadium tanpa makanan. Tempat yang potensial
adalah pada garasi, sela-sela dan retakan di dinding kandang. Caplak meletakkan
telur di atas porose area (tempat khusus di belakang dari basis capituli), untuk
melindungi telur dari kondisi yang kering. Telur akan menetas mejadi larva.
Caplak betina akan mati setelah bertelur.

5

Betina
kenyang darah

Dewasa
Ganti kulit

Inang 3

Bertelur

Nimfa kenyang
darah

Telur
Menetas
Inang 2

Nimfa

Ganti kulit

Larva
Inang 1
Larva
kenyang
darah

Gambar 2 Siklus hidup caplak anjing (R. sanguineus)
Sumber : Lord 2008
Pengendalian caplak dengan akarisida
Pengendalian caplak secara kimia yaitu dengan penggunaan akarisida.
Cara penggunaan akarisida yang dilaporkan efektif antara lain spraying
(penyemprotan) dengan fipronil, collar dengan amitraz, dan shampoo dengan
permetrin, dan deltametrin (Lord 2008). Akarisida yang juga biasa digunakan
dalam pengendalian caplak adalah pyriproxifen, deltametrin, ivermectin (Morsy
dan Haridy 2000).
Sipermetrin merupakan golongan insektisida sintetis piretroid. Daya kerja
insektisida ini sangat cepat untuk membunuh serangga dengan cara
mempengaruhi sistem syaraf pusat. Sipermetrin bekerja sebagai racun kontak dan
perut (Jin dan Webster 1998). Sipermetrin digunakan untuk pengendalian rayap,
serangga perusak kayu, nyamuk, lalat, lipas, semut dan kecoa (Wirawan 2006).
Menurut Nagarjuna dan Doss (2009) bahwa sipermetrin biasa digunakan untuk
mengendalikan hama perumahan, sektor industri, dan pertanian.
Penggunaan sipermetrin untuk pengendalian caplak juga sudah banyak
dilaporkan. Di Iraq provinsi Al-Najaf, Al-Ramahi (2011) melaporkan bahwa pada
konsentrasi 0.015% efektif untuk mengatasi kasus infestasi caplak pada sapi. Pada
konsentrasi 2 g/L mengakibatkan kematian larva caplak sapi B. microplus sebesar
91.67% pada 24 jam setelah pemaparan sipermetrin (Nugroho 2013). Insektisida
sipermetrin juga mampu mengurangi daya tetas telur caplak sapi B. microplus
pada telur berusia 10 hari mencapai 100% dengan konsentrasi 0.1% AI (active
ingredient) (Davey 1995). Pengendalian caplak dengan konsentrasi yang berbeda
pada beberapa negara dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

6
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret
2012 di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
Koleksi dan pemeliharaan Caplak
Caplak betina yang sudah kenyang darah dikoleksi dari anjing peliharaan
terinfestasi caplak (Gambar 3) di perumahan Bogor Raya Permai, kota Bogor.
Caplak tersebut disimpan dalam tabung plastik dan dipelihara sampai bertelur di
laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB. Tabung penyimpanan di letakkan
di atas nampan yang diisi air untuk menghindari serangga lain. Caplak betina akan
mati setelah bertelur (Gambar 4). Setelah bertelur maka ditunggu sampai telur
menetas (Gambar 5) dan menjadi larva (Gambar 6). Larva caplak yang digunakan
dalam penelitian ini berumur 7 hari dan selama pemeliharaan caplak dewasa dan
larva tidak diberikan darah.

Gambar 3 Anjing yang terinfestasi
caplak

Gambar 4 Caplak betina mati
setelah bertelur

Gambar 5 Telur caplak yang
menetas

Gambar 6 Larva caplak

7
Uji efikasi larva caplak terhadap insektisida
Total larva caplak yang digunakan dalam uji efektivitas insektisida ini
sebanyak 300 larva. Larva caplak dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 7 dan 1 kelompok kontrol. Setiap kelompok pengujian
menggunakan sebanyak 20 larva dan di ulang 3 kali. Kelompok pertama dengan
konsentrasi 0.5 g/L; kelompok kedua dengan konsentrasi 1 g/L; kelompok ketiga
dengan konsentrasi 1.5 g/L; kelompok keempat dengan konsentrasi 2 g/L, dan
kelompok kontrol dengan menggunakan air.
Pengujian dilakukan dengan modifikasi metoda Maurin (2006). Kain
disemprot dengan larutan insektisida Maxkiller® 40 WP (sipermetrin) sebanyak 1
mL sesuai dengan konsentrasi yang sudah dibuat. Larva caplak diletakkan di atas
kain, kemudian semua ujung kain disatukan dan diikat supaya larva caplak tidak
keluar (Gambar 8). Pengamatan terhadap mortalitas dilakukan pada: 1, 2, 3, 4, 5, 6,
12, 24, dan 48 jam selama kontak dengan sipermetrin. Pengamatan kematian larva
caplak dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo.

Gambar 7 Larutan Sipermetrin

Gambar 8 Larva di dalam kain

Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan pola faktorial. Faktor-faktor penentu kematian larva caplak dianalisis
dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA). Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase kematian larva caplak anjing selama dipapar dengan insektisida
sipermetrin dipengaruhi oleh waktu dan konsentrasi yang digunakan. Persentase
kematian larva caplak berdasarkan faktor waktu dan konsentrasi dapat dilihat
pada Tabel 1.

8
Tabel 1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak anjing R. sanguineus
Selama Paparan Sipermetrin
Waktu
kontak (Jam)
1
2
3
4
5
6
12
24
48

Kontrol
a

0 ±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000

0.5
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
8.33b±0.028
10.00b±0.050
16.67b±0.058
41.67c±0.104
76.67d±0.076
100e±0.000

Konsentrasi (g/L)
1
1.5
a
0 ±0.000
0a±0.000
a
0 ±0.000
0a±0.000
0a±0.000
0a±0.000
16.67b±0.076 16.67b±0.028
20.00b±0.500 28.33b±0.057
21.67b±0.028 33.33b±0.028
35.00c±0.132 48.33c±0.057
81.67d±0.057 88.33d±0.028
100e±0.000
100e±0.000

2
0 ±0.000
0a±0.000
0a±0.000
20.00b±0.047
26.67b±0.025
31.67b±0.028
60.00c±0.110
93.33d±0.028
100e±0.000
a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil yang
berbeda nyata taraf 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu dan konsentrasi paparan
suatu insektisida mempengaruhi kematian larva caplak selama perlakuan dengan
sipermetrin (Tabel 1). Pada 1-3 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin
ternyata tidak ada perbedaan nyata pada semua konsentrasi (p 0.05), namun
berbeda nyata dengan 4-48 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin.
Pada 4-6 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin tidak terjadi
perbedaan nyata antara semua konsentrasi, namun berbeda nyata dengan 1-3 jam
dan 12-48 jam selama kontak (p 0.05). Pada 12 jam selama kontak dengan
insektisida sipermetrin tidak ada perbedaan nyata antara semua konsentrasi,
namun terjadi perbedaan nyata dengan sebelum dan setelah 12 jam selama kontak.
Pada 24 jam kontak dengan insektisida sipermetrin berbeda nyata dengan sebelum
24 jam dan 48 jam selama kontak. Pada 48 jam kontak berbeda nyata dengan 1-24
jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin (p