1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari apakah di sekolah, di kantor, di pasar, di terminal, di stasiun atau di manapun mereka berada, asalkan terdapat dua orang
atau lebih maka akan terjadi interaksi antara mereka dalam bentuk komunikasi lisan. Mereka melakukan komunikasi lisan dengan sangat mudah, keluar begitu
saja dari bibir-bibir dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Ternyata mereka mempunyai kesamaan yaitu memiliki bahasa dengan
aturan yang sama, mulai dari pengambilan makna kata yang sesuai dengan pikirannya, cara merangkainya, sampai bagaimana cara mempergunakannya.
Apabila diamati lebih cermat ternyata mereka mampu merefleksikan dengan baik ide-idenya dalam satu kata, padahal satu kata jelas-jelas terdiri dari beberapa
kumpulan bunyi bahasa. Satu bunyi bahasa memerlukan seperangkat alat ujar yang bekerja sama sedemikian rupa.
Sedang anak tuna rungu wicara dapat menangkap kejadian-kejadian disekitar dengan penglihatan, kemampuan menangkap kejadian-kejadian atau
pengalaman itu sangat ditentukan oleh sisa pendengaran yang dimilikinya. Dengan keterbatasan pendengaran yang dimilikinya, anak tuna rungu wicara sulit
mengembangkan kemampuan bicaranya sehingga menjadi kendala dalam
berkomunikasi.
Masalah terbesar yang dihadapi anak tuna rungu wicara di masyarakat adalah terhambatnya komunikasi dengan lingkungan. Hal ini disebabkan karena
masyarakat kurang mengerti komunikasi anak tuna rungu wicara, maupun arti komunikasi itu sendiri untuk kepentingan anak tuna rungu wicara. Akibatnya
masyarakat belum sepenuhnya menaruh perhatian kepada anak tuna rungu wicara yang berdampak pada kemajuan anak tuna rungu wicara khususnya di bidang
pendidikan maupun pelayanan di masyarakat belum sesuai dengan harapan. Apabila disadari sepenuhnya, komunikasi mengandung makna yang luas. Melalui
komunikasi manusia mampu menciptakan interaksi dua arah dengan sesamanya.
2
Anak tuna rungu wicara merupakan bagian yang sangat erat hubungannya dengan layanan pendidikan. Usaha peningkatan pelayanan pendidikan bagi anak
tuna rungu wicara telah menjadi tekat dunia pendidikan khusus. Karena mengalami gangguan pada pendengarannya anak tuna rungu wicara mengalami
hambatan dalam perkembangan bicara dan bahasanya. Namun demikian mereka dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Kegiatan belajar mengajar yang terjadi di Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen khususnya untuk anak tuna rungu wicara pada pelajaran Bina Persepsi
Bunyi dan Irama kurang terlatih dalam pemanfaatan sisa pendengaran yang dimiliki anak. Hal ini dikarenakan anak jauh dari sumber bunyi, media yang
digunakan kurang memadai dan srategi belajar kurang menarik perhatian anak. Anak sering diberi media visual saja sehingga anak semakin miskin tentang
sumber bunyi. Untuk mengatasi masalah di atas, maka anak tuna rungu wicara perlu
dilatih sisa pendengarannya agar berfungsi semaksimal mungkin melalui latihan Bina Persepsi Bunyi Dan Irama. Bina Persepsi Bunyi dan Irama ialah pembinaan
dalam penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehinggga sisa-sisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak-anak
tuna tungu wicara dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi. Maka dari itu penulis dalam penelitian ini
menggunakan berbagai alat musik sebagai sumber bunyi yang berbeda – beda,
dengan berbagai variasi bunyi. Pemanfaatan sisa pendengaran anak tuna rungu wicara akan besar sekali
artinya bagi kehidupan sehari-hari. Untuk anak yang tergolong kurang mendengar indera pendengarannya akan tetap memegang peranan penting untuk membantu
menangkap pembicaraan yang ada di lingkungannya. Untuk anak tuna rungu wicara yang tergolong tuli bukan pendengarannya yang mempunyai peranan
penting, tetapi perasan vibrasinya yang menangkap getaran-getaran didalam rongga
– rongga tubuhnya dan kemudian menghantarkannya ke otak. Dari berbagai macam kegiatan manusia, wicara ternyata paling berirama
dan paling diwarnai oleh nada-nada atau mengandung lagu. Musik dan bahasa
3
memiliki banyak sekali kesamaan irama. Oleh karena irama dapat dilatih tanpa menggunakan pendengarannya. Bina Persepsi Bunyi Dan Irama tidak mustahil
diberikan juga pada anak yang tergolong tuli. Dengan mengikuti program Bina Persepsi Bunyi Dan Irama yang disajikan dengan intensif yang berkesinambungan
anak tuna rungu wicara yang tergolong tulipun anak mampu berbicara secara berirama.
Bina Persepsi Bunyi Dan Irama dapat membantu agar anak dapat membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih
jelas. Bina Persepsi Bunyi Dan Irama juga akan mengembangkan kontak dan komunikasi, mengembangkan intelek, mengembangkan kepercayaan diri dan
disiplin, melatih proses emosional, melatih motorik dan melatih indera serta memberi perasaan senang.
Latihan berbicara sedapat mungkin menggunakan bunyi spontanitas si anak, sebagai landasan untuk melangkah pada bunyi bahasa yang masih asing
baginya. Sedini mungkin anak-anak diajari untuk mulai bicara, tetapi di usahakan semampunya. Tujuan pelajaran berbicara ialah memberi sarana untuk
mengungkapkan diri agar bisa berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Dorongan anak untuk mengungkapkan diri harus dituruti dan diusahakan.
Sebanyak mungkin guru menanggapi bicara anak-anak, tetapi tidak boleh meniru mereka dan tidak boleh mencela apabila ada anak yang kurang baik bicaranya.
Peneliti mengutamakan anak tuna rungu wicara yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sehingga berpengaruh terhadap kemampuan berbicara.
Karena aspek yang terpenting dalam kegiatan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk menyampaikan pikiran.
Dengan memiliki kemampuan berbicara anak tuna rungu wicara dapat mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan
sehingga dapat meningkatkan kamampuan berbahasa. Mengenai permasalahan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa latihan
Bina Persepsi Bunyi Dan Irama membantu agar anak tuna rungu wicara dapat membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih
jelas.
4
Latihan Bina Persepsi Bunyi Dan Irama diduga dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak tuna rungu wicara, sehingga mereka dengan latihan
Bina Persepsi Bunyi Dan Irama dapat merangsang sisa pendengarannya dan mengungkapkan isi hatinya dengan mengoptimalkan kemampuan berbicara.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti mengajukan judul sebagai berikut:
“Latihan Bina Persepsi Bunyi Dan Irama meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas III
SLB Negeri Sragen Tahun Ajaran 2008 2009”.
B. Perumusan Masalah