Peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur

(1)

PERAN PEKERJA SOSIAL

TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL

ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI

SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI”

BAMBU APUS JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun oleh:

IKA NURJAYANTI

1110054100045

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi sala satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, September 2014

Penulis

Ika Nurjayanti


(5)

i ABSTRAK Ika Nurjayanti

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak

Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu

Apus Jakarta Timur.

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang di dalam dirinya mempunyai harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya. Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka dapat tumbuh dengan sehat. Salah satu anak yang mengalami kekurangan atau abnormal adalah anak tunarungu wicara. Ketunarunguan adalah kekurangan seseorang dalam pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama pada indera pendengaran dan pengecapannya. Mereka membutuhkan peranan dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya, yaitu pekerja sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak

tunarungu wicara adalah Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Sebagai pekerja sosial perananannya terhadap klien pada pendekatan biopsikososial spiritual. Dari latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan biopsikososial spiritual terhadap anak tunarungu wicara.

Dalam penulisan skripsi ini, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penggambaran secara akurat sesuai kondisi sebenarnya atas apa adanya. Teori yang digunakan sebagai mengkaji adalah teori biologi, psikososial, spiritual untuk anak tunarungu wicara. Tekhnik analisis datanya adalah deskriptif.

Peran yang terlihat dan sering digunakan adalah peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli (expert). Kondisi biopsikososial spiritual anak tuna rungu wicara yang berada di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur memiliki kondisi biologis yang normal berat badan dan tinggi badan yang normal. Kodisi psikososial anak tunarungu wicara mereka cenderung memiliki emosi yang lebih tinggi dibanding anak normal. Secara spiritual anak tunurungu wicara sudah mengenal Tuhannya seperti diajarkan sholat, larangan dan perintah terhadap Tuhannya. Dalam peranan yang diberikan pekerja sosial menggunakan prinsip-prinsip pekerja sosial, fungsi pekerja sosial, metode pekerja sosial dan teori pekerja sosial sehingga dalam pelaksanaannya dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum Wr.Wb

Bismillahirhmanirohim dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur atas rahmat dan pertolongan Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kepada kita semua hingga salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasullullah SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.

Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI

PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” (PSBRW

“MELATI”) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR.”

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata satu (SI) pada program studi Kesejahteraan Sosial, dalam penulisan penyusunan ini, penulis menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam mengumpulkan data-data yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.


(7)

iii

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril maupun materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan.

Ucapan terimakasih tersebut kepada :

1. Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada penulis, karena berkat rahmat, hidayah serta pertolongannya skripsi ini dapat terselesaikan, karena penulis sadar tanpa rahmat dan hidayahnya, penulis bukanlah apa-apa.

2. Yang terhormat dan yang terkasih Ayahanda Suroso dan Ibunda Nurzaidah, serta adiku tersayang Ari Dwi Prasetyo yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya, memberikan support doa baik materil maupun imateril, bimbingan, dorongan, motivasi serta perhatiannya. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia dan nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan


(8)

iv

dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sampai selesai.

4. Ibu Siti Napsiah Ariefuzzaman, MSW dan Bapak Ahmad Zaki, M.Si sebagai ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan iImu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk meraih cita-cita di masa depan.

6. Kepada Bapak dan Ibu Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi.

7. Ibu Tri Sukreni selaku ketua Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” yang telah memberikan izin serta memberikan informasi penulis dalam melakukan penelitian, Ibu Yuyun Susilawati selaku Koordinator Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara atas bimbingan, arahan, serta motivasinya selama penulis melakukan penelitian.

8. Ibu Sunarni, Ibu Suminah, Bapak Sulis, Ibu Yani, Ibu Isti, Ibu Sri Mulyani, Ibu Fifi, Ibu Jeni, Ibu Dyah, Ibu Syerli dan seluruh keluarga besar Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah berbaik hati menerima dan memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.


(9)

v

9. Untuk Seluruh Para Penerima Manfaat di Panti Sosial Bina Rugu

Wicara “Melati” yang telah membantu dan menemani penulis selama peulis melakukan penelitian sehingga penulis mendapatkan ilmu baru yaitu bisa menggunakan bahasa isyarat.

10.Untuk Keluarga besarku terkhusus tante May, serta sepupuku yang paling kece Mas Riski, adek M.Ikraam, Satrio Hutama Meyza, Thariq Pratama, serta sepupu lainnya yang selalu memberikan motivasi, selalu menjadi mood booster dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

11.Para kesayanganku sahabat-sahabat yang cantik yang senantiasa menemani penulis, memberikan motivasi, mencari buku bersama-sama dari cuaca panas hingga hujan, menghibur penulis di kala sedih maupun senang (Pipit Febrianti, Siti Jumartina, Isnaniyah, Fifi Nurmagfirah, Shabrina Dwi Pitarini, Chaerani Amalia, Delli Wani Utami, Nadia Syafrina dan Intan Mayzura).

12.Sahabat-Sahabat Praktikum 1 PSMP “Handayani” dan Praktikum II Lebak Banten Desa Wantisari (Vinasti, Reizki Riyadi, Ihsan, Gina

Rainyssa, Ma’mur Rizki, Dinda, M. Haviz, Risdiyanto, Bangkit).

13.Sahabat kece sejak di SMKN 28 sampai kuliah yang selalu setia menemani penulis (Prapti Anggoro, Noviyani Muslikhah, dan Luviarna), sahabat SMKN-28 yang sudah seperti keluarga (Maulida, Nurmalasari, Khairunnisa, Silvia Eka, Dewi Pujianti, Adri Yudha, Novi Nurarifin, Dimas Trinanda, Akhmaranda, Dedi Prasetyo) dan


(10)

vi

kawan bersendagurau dan bermain bersama di UIN (Lusi Melani, Farid Al Machzummi, Bani Fauziah Jehan dan Dysa Restiani)

14.Teman-teman, adik-adik serta kakak-kakak SKETSA (Komunitas Edukasi Seni Tari Saman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi), dan VOC (Voice Of Communication Fak Dakwah dan Ilmu Komunikasi) yang telah memberikan semangat, serta doanya hingga terselesaikannya skripsi ini, sukses terus untuk LSO Sketsa dan Voc semoga semakin jaya selalu.

15.Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang telah berbagi ilmu, melalui hari-hari belajar bersama, serta senior dan junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan support dan semangat. 16.Untuk teman yang lebih dari sahabat yakni Putera Mahesa

Kusumawardhana, terimakasih untuk waktu, tenaga, kasih sayang serta supportnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan menyemangati penulisan ini.

17.Terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Akhirnya atas kesemuanya ini, penulis mendo’akan semoga Allah

SWT membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah diberikan, Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak


(11)

vii

yang mebaca skripsi ini dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada manfaat baik untuk fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi masyarakat pada umunya. Amin yaa robbal alamin

Ciputat, September, 2014 Penulis

Ika Nurjayanti (1110054100045)


(12)

viii

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...7

D. Metode Penelitian...8

E. Tinjauan Pustaka...20

F. Sistematika Penulisan...22

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran...24

1. Pengertian Peran...24

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran...24

B. Pekerja Sosial...25

1. Pengertian Pekerja Sosial...26

2. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial...28

3. Peranan Pekerja Sosial...29

4. Prinsip-prinsip Pekerja Sosial...34


(13)

ix

C. Teori Biologis...47

D. Psikososial...48

1. Fase-fase Perkembangan Psikososial...49

2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara...53

3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara...54

4. Faktor-faktor Psikososial...56

E. Spiritual...58

F. Anak Tunarungu Wicara...60

1. Karakteristik Tunarungu...61

2. Klasifikasi Tunarungu...63

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kelembagaan Panti...66

1. Latar Belakang...66

2. Visi Misi...66

3. Motto dan Maklumat...67

4. Tugas...67

5. Fungsi...67

6. Struktur Organisasi...68

7. Sasaran Garapan...69

8. Kapasitas Tampung...69

9. Syarat Penerimaan...70


(14)

x

2. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial...85

BAB IV PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS JAKARTA TIMUR A. Identitas Informan...86

1. Informan Penerima Manfaat “N”...86

2. Informan Penerima Manfaat “Y”...89

3. Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM”...91

B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual...92

1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu Wicara...93

2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu Wicara...98

3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Spiritual Anak Tunarungu Wicara...116

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...120

B. Saran-saran...124

DAFTAR PUSTAKA...126


(15)

xi

Tabel 1.1. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ODK Tahun

2012...2

Tabel 1.2. Sumber Data Primer...11

Tabel 1.3. Identitas Informan Utama...12


(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT, untuk itu tidak boleh disia-siakan serta harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Menurut Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, sikap, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama yang nantinya mereka juga menjadi generasi penerus bagi orang tuanya.1

Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat Barat, disabilitas telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk di kursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa dan gangguan jiwa. Orang-orang yang memiliki kekurangan biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan pelayanan sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga.2

Sebagian besar dari penyandang cacat tersebut adalah mereka yang masih dikategorikan anak. Anak-anak butuh perhatian khusus terlebih lagi keadaan sosial mereka masih sangat rentan mendapatkan diskriminasi dari

1Dunia Psikology, “Pengertian Anak” artikel diakses pada

18 Februari 2014 dari http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html

2

Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar. Penerjemah Siti Napsiyah dkk (Jakarta:PIC UIN Jakarta,2007), h. 1-2.


(17)

lingkungan mereka yang tergolong normal, keluargalah yang berperan penting dalam perkembangan sosial anak agar menjadi pribadi yang baik di masa depannya. Setiap anak juga memiliki Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus mereka juga diakui oleh masyarakat Bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir.3

Jumlah disabilitas tahun 2012, menurut usia yakni sebagai berikut :

Tabel 1.1.4

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan Kecacatan Tahun 2012

PMKS ODK USIA <18 THN

USIA 18-24 Thn

Usia 25-55 Thn

Usia 56>Thn Total

Netra 5921 3869 46960 86110 142860

Rungu wicara

7632 4410 17482 7432 36956

Tubuh 32990 18384 129272 83233 263879

Mental Retardasi

30460 31821 120737 30015 213033

Gangguan jiwa

2257 5105 44514 13246 65122

Fisik dan Mental

19438 9935 47944 24991 102308

Dari perkembangan data di atas, terdapat jumlah penyandang tunarungu pada tahun 2012 menurut Bappenas data penyandang masalah

3

Syamsu Yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Januari 2011), h. 36.

4


(18)

kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, usia sekolah yakni <18 Thn, tercatat 7.632 Jiwa Apabila melihat dari data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial tersebut, dapat terlihat bahwa penyandang disabilitas tunarungu wicara menurut usia <18 Thn di Indonesia masih terhitung banyak, dan berada pada peringkat ke empat dari enam kategori Orang Dengan Kecacatan. Dan apabila dilihat dari kategori usia orang dengan kecacatan rungu wicara, pada usia <18 Thn berada pada urutan kedua di bawah usia 25-55 Thn.

Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah seseorang yang menurut ilmu kedokderan dinyatakan mempunyai kelaianan atau gangguan pada fungsi pendengaran dan bicara, sehingga tidak dapat melakukan komunikasi secara wajar.5 Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan

selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka dapat tumbuh dengan sehat, dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungan sekitarnya serta tanggap terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya agar ia dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Anak-anak tunarungu wicara yang secara fisik jasmani memang terlihat seperti anak-anak normal di luar sana, mereka juga diharapkan menjadi anak yang cerdas dalam meraih prestasi belajar di dunia pendidikan

5

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, Panduan Pelaksanaan

Komunikasi Total Bagi Orang Dengan Kecacatan Rungu Wicara (Jakarta: Kementerian Sosial


(19)

dan nantinya di dunia kerja. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain, demikian pula dengan anak tunarungu wicara ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi kesehatannya, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.6

Setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa telah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu juga dengan anak yang memiliki keterbatasan khusus seperti tunarungu wicara, mereka sering dipandang sebelah mata, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Di samping keterbatasan yang mereka miliki mereka juga dianugerahi kelebihan–kelebihan yang luar biasa dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Tergantung bagaimana mereka mendapatkan bimbingan dan arahan dari orang-orang sekitarnya serta stimulus yang positif yang didapat dari orang-orang sekitarnya. Bimbingan dan arahan tersebut dapat menstimulus terhadap kelebihan yang ia miliki. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa anak tunarungu wicara sangatlah membutuhkan pendamping yang bisa membuat mereka merasa aman dalam melakukan aktifitasnya, dalam menghadapi situasi sosial yang ada yang mana mereka memiliki keterbatasan di dalam situasi tersebut. Seseorang pendamping yang profesional yang mendampingi klien di suatu panti sosial dalam program rehabilitasi sosialnya adalah Pekerja sosial.

Anak-anak Disabilitas juga mendapatkan perlindungan khusus. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat

6

T. Sutjihati Somantri, Psikology Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.98- 99.


(20)

menyebutkan bahwa pada BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut : Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : (a.) penyandang cacat fisik, (b.) Penyandang cacat mental, (c.) Penyandang cacat fisik dan mental. 7 Selanjutnya pada BAB III Hak dan Kewajiban Pasal 5 sebagai berikut setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.8

Lalu dalam Al Qur’an dijelaskan pula dalam Surah Al Hujjurat (49:11)                                                                       

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum

mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang (di perolok-olokan) lebih baik dari wanita yang (mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman) dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah adalah orang-orang yang zalim.”

Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” merupakan salah satu Unit Pelayanan Tekhnis di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia panti sosial ini yang menaungi penyandang disabilitas tunarungu wicara. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 40/HUK/2004

7

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1

8


(21)

tentang prosedur kerja panti sosial di lingkungan Departemen Sosial RI. Panti

Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” juga memiliki staf-staf yang berkompeten, profesi pekerja sosial yang merupakan peranan yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas. Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dijelaskan di atas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pekerja sosial merupakan kegiatan profesional yang membantu individu, kelompok ataupun masyarakat, untuk meningkatkan dan memperbaiki kemaampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. Fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (Individu, kelompok, dan masyarakat) dengan lingkungan sosial.9 Besarnya tugas

dan tanggung jawab serta peran pekerja sosial mendorong peneliti untuk melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Pembatasan masalah ini difokuskan pada masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Peneliti batasi pada

9

Chatarina Rusmiati, dkk, Efektivitas Peran Pekerjaan Sosial tudi Kasus Panti Sosial

Petirahan Anak Satria Baturaden (Yogyakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian

Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 2013), h. 30-31.


(22)

masalah peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan Pembatasan masalah dalam penelitian peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di atas maka perumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran atau tugas pekerja sosial dalam

perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti

Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

b. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut:

1. Manfaat Akademik

Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis anak-anak disabilitas (tunarungu wicara) khususnya di bidang Kesejahteraan Sosial.


(23)

a. Memberikan masukan atau saran kepada para pekerja sosial dalam menjalankan kewajibannya/tugas/peran di Panti

Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

b. Memberikan Masukan pada lembaga-lembaga dalam mengimplementasikan kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para pekerja sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien.

E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen. Menurut Borgan dan Taylor dalam buku Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku diamati.10 Dalam hal ini yang diteliti adalah

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga,

10

Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993), Cetakan ke-10, h.3.


(24)

metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dan banyak pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Penelitian kualitatif dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Biasanya dimanfaatkan untuk wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.11 Peneliti memilih pendekatan

kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.

Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara secara lapangan, catatan atau memo, video-tape, dokumentasi lainnya dan dokumen resmi lainnya.12

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Mei 2014 tepatnya tanggal 5 Mei 2014 hingga tanggal 26 Juni 2014. Adapun tempat

penelitiannya di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Intensitas peneliti melakukan penelitian dilakukan tepatnya

11

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Depok: Ar-Ruz Media, 2012), h.26-27.

12


(25)

seminggu empat kali yang dimulai dari hari Senin-Kamis, dan dilakukan dari jam 09.00-16.00 WIB.

4. Tekhnik dan Penelitian Subjek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih informan ini peneliti mengunakan tekhnik Purposive Sampling dipilih secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sample yang diberikan karena berdasarkan pertimbangan tertentu dan benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Pilihan informan tergantung pada jenis informasi yang hendak dikumpulkan. Sebagai data primer utama, peneliti sudah mewawancarai kepala seksi rehabilitasi sosial, kepala koordinator pekerja sosial, pekerja sosial, psikolog, pembimbing agama Islam dan pengasuh. Adapun untuk data primer pendukung, peneliti mengobservasi 2 (dua) anak penerima manfaat tunarungu wicara dan mewawancarai orangtua penerima manfaat. diantaranya:


(26)

(Tabel 1.2.)

No Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina

Rungu Wicara “Melati”

Jakarta Timur.

(INFORMAN)

Pelayanan assesment serta intervensi yang diberikan terhadap program Rehabilitasi Sosial

1

2. Kepala Koordianator Pekerja sosial dan para pekerja sosial Panti Sosial

Bina Rungu Wicara

“Melati” Jakarta Timur.

(SUBJEK)

Pelayanan assesment serta intervensi dan pendampingan seperti apa yang diberikan lalu

peran apa yang

diberikan terhadap biopsikososial spiritual

4

3. Psikolog, pembimbing agama islam dan pengasuh Panti Sosial Bina Rungu

Wicara “Melati” Jakarta Timur.

(INFORMAN)

Bagaimana perkembangan

biopsikososial spiritual untuk anak tunarungu wicara dan metode seperti apa yang

diberikan dalam

biopsikososial spiritual. 2

3. Orangtua penerima manfaat

(INFORMAN)

Bagaimana Harapan orang tua penerima manfaat (PM) anak

tunarungu wicara

terhadap peranan

Pekerja sosial yang sudah dilakukan para Pekerja sosial terhadap perkembangan

biopsikososial spiritual

1

4. Penerima Manfaat Anak Tunarungu Wicara (INFORMAN) Pengamatan Perkembangan biopsikososial spiritual 2


(27)

Identitas Informan Primer Utama (Tabel 1.3.) Nama Lengkap Nama Inisial Dewi Isnaini DI

Profesi Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Jenis Kelamin Perempuan

Asal Jogja Umur 40 tahun.

Pendidikan terakhir Diploma Empat STKS Bandung Pengalaman bertugas Di Pemprof Dinas Sosial dan

Pemakaman Pekan Baru Provinsi Riau.

Pada tahun 2009 bulan Februari awal. Dipindah tugaskan ke Panti Sosial

Bina Rungu Wicara “Melati” dan

menjadi staff, setelah itu pada tahun 2013 diangkat menjadi Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial.

Nama Lengkap Nama Inisial

Yuyun Susilawati YS

Profesi Koordinator Pekerja Sosial

Jenis Kelamin Perempuan

Asal Bandung Umur 48 Tahun

Pendidikan Terakhir S1 Kesejahteraan sosial Langlang Buana

Pengalaman kerja Sudah bekerja selama 22 tahun, pertama bertugas di Panti Narkotika di Lembang.

Dipindah tugaskan pada tahun 1994 ke panti Gelandangan Pengemis. Pada tahun 2010 dipindah tugaskan

ke PSBRW “Melati”

Nama Lengkap Nama Inisial

Sunarni SN

Profesi Pekerja Sosial

Jenis Kelamin Perempuan

Asal Sragen Umur 55 tahun


(28)

Pengalaman bekerja Pengalaman bekerja 33 tahun. Pertama bertugas di Panti Keramat Tungak Panti Wanita Satu.

Setelah itu di pindah tugaskan ke Kanwil Sosial DKI Jakarta, Setelah itu dipindah tugaskan ke Tanmiyat Bekasi.

Pada tahun 2011 di pindah tugaskan ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara

“Melati”

Nama Lengkap Nama Inisial

Bambang Sulistiyono BS

Profesi Pekerja Sosial

Jenis Kelamin Laki-Laki

Pendidikan Terakhir Kesejahteraan Sosial STKS Bandung Pengalaman Bekerja Sebelum dipindah tugaskan di Panti

Sosial Bina Rungu Wicara “Melati

beliau bertugas di Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo dan bertuga di

PSBRW “Melati sekitar ± 2tahun.

Nama Lengkap Nama Inisial

Suminah SM

Profesi Pekerja sosial dan pengasuh Jenis Kelamin Perempuan

Asal Jogjakarta Umur 42 Tahun

Pendidikan Terakhir S1 Kesejahteraan Sosial Widuri Pengalaman Bekerja Pernah bekerja di Sekolah Luar Biasa

Asuh Budi di Patra Kuningan. Setelah itu bertugas di Kanwil provinsi Bengkulu di Panti PSBG. Pada tahun 2001 pindah ke PSBRW Melati dan pada tahun 2001 diangkat menjadi pekerja sosial.

Nama Lengkap Nama Inisial

Tri Wirda Hayani TWH

Profesi Psikolog

Jenis Kelamin Perempuan

Pendidikan Terakhir S1 Psikolog UIN Syarif Hidatullah Jakarta


(29)

Nama Lengkap Nama Inisial

Jeni Iswanti JI

Profesi Pekerja Sosial dan Pengasuh

Jenis Kelamin Perempuan

Asal Jakarta Umur 50 Tahun

Pengalaman kerja Pernah di Kamdepsos Bengkalip provinsi Riau, dari tahun 1987-2000. Setelah itu bertugas di Kanwil DKI Jakarta.

Lalu setelah itu dipindah tugas ke PSBRW “Melati” tahun 2013 dan diangkat menjadi pekerja sosial. Pendidikan terakhir SMPSN (Sekolah Menengah Pekerja

Sosial Negeri Jakarta)

Nama Lengkap Nama Inisial

Syerli Natalia SN

Profesi Pembimbing Agama Islam Jenis Kelamin Perempuan

Asal Bukit Tinggi Sumatera Barat Umur 40 Tahun

Pendidikan Terakhir S1 STKS Bandung

Pengalaman Bekerja Sebelum bertugas di PSBRW

“Melati” beliau bertugas di Medan dari tahun 2009-2011.

Setelah itu Pada Tahun 2012 dipindah tugaskan ke Panti Sosial

Bina Rungu Wicara “Melati”

Identitas Informan Primer Pendukung Penerima Manfaat13

(Tabel 1.4.) Nama Inisial N Asal Depok

13

Data Diambil dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014.


(30)

Jenis Kelamin Perempuan Umur 16 Tahun Agama Islam

Tanggal Masuk PSBRW “Melati” 26 Juni 2013

Profil Orang Tua Penerima Manfaat

Nama Inisial NM

Profesi Penjual Warung dan Juga

Ibu

Rumah Tangga (Orang Tua Penerima Manfaat)

Jenis Kelamin Perempuan Asal Budaya Betawi Umur 45 Tahun

Data sekunder, diperoleh melalui catatan/dokumentasi di

Panti Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta

Timur.

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui:

a) Observasi, observasi merupakan tekhnik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode ini sangat baik untuk mengamati perilaku subjek dalam lingkungan Nama Inisial Y

Asal Bangka Belitung Jenis kelamin Perempuan Umur 16 Tahun Agama Islam


(31)

atau ruang dalam waktu tertentu.14 Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan bentuk observasi terus terang atau samar. Dengan demikian peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada subjek penelitian sebagai sumber data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan penelitian.

b) Interview atau wawancara, dalam tekhnik ini lebih menekankan pada tekhnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (depth interview). Tekhnik ini merupakan tekhnik pengumpulan data yang khas penelitian kualitatif. Untuk memahami persepsi, perasaan dan pengetahuan orang-orang adalah dengan wawancara yang mendalam dan intensif.15 Pada tekhnik

wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dari berbagai narasumber seperti Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Kepala Koordinator Pekerja Sosial, Pekerja Sosial, Psikolog, Guru Bimbingan Agama Islam, Pengasuh dan Orang tua Penerima manfaat.

c) Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti : buku-buku, brosur, foto-foto, dan lain sebagainya

seperti Buku Profile Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”,

foto-foto kegiatan, ruangan dan tampak depan Panti Sosial Bina

Rungu Wicara “Melati, foto bersama dengan para pekerja sosial yang terkait dan para pegawai PSBRW “Melati.”

14

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 165.

15


(32)

5. Tekhnik Pencatatan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan (data lapangan). Catatan lapangan (data) merupakan catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan yang dibuat di lapangan sangat berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa corat coretan seperlunya yang betul-betul dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau percakapan, hasil pengamatan berupa gambar, sketsa, sosiogram, diagram dan sebagainya. Catatan itu baru berubah ke dalam bentuk catatan yang lengkap dan disebut catatan lapangan setelah peneliti tiba rumah tempat tinggal. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan pengamatan atau wawancara.

Catatan lapangan, adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, apa yang dilihat, apa yang dialami, dan apa yang dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Peneliti kualitatif mulai memasuki lokasi penelitian, berkenaan dengan subjek penelitian, dan melakukan wawancara dengan orang-orang, mengamati suatu peristiwa atau keadaan melihat dan membaca dokumen dalam waktu yang bersamaan, peneliti mulai melakukan pencatatan walau


(33)

relatif sederhana dan secara garis besar sehingga data atau informasi saat itu tidak hilang dari ingatan peneliti.16

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian menggunakan tekhnik pencatatan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian di lapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (penerima manfaat) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah di tempat tinggal.

6. Tekhnik Analisis data

Data yang ada dianalisis dengan cara Analisis data dalam penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Analisa data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui pengamatan data secara logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian (pengumpulan data). Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh.

16


(34)

Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis pendalaman kajian. Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyajikan data deskriptif mengenai Peran Pekerja Sosial terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial

Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. 7. Tekhnik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada

buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disetasi”,

yang diterbitkan oleh Centre For Quality Development And Assurance (CeQDA), UIN Jakarta Press Tahun 2007.

8. Keabsahan Data

Tekhnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memilih kriteria sebagai berikut :

a) Ketekunan pengamatan, ketekunan pengamatan bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau iu yang sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.


(35)

maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah aja.17

b) Kriterium kepastian, menurut Scriven yaitu masih ada unsur

“kualitas” yang melekat pada objektifitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan.18 Dalam hal ini peneliti dapat

membuktikan data-data ini terpercaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat perannya Pekerja sosial dalam terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti

Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. Dalam hal ini

peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian peran Pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara melalui hasil wawancara terhadap subjek penelitian.19

F. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, terdapat buku dan beberapa artikel dari internet yang berhubungan dengan peran pekerja sosial dan anak tunarungu wicara, melalui pendekatan komprehensif.

Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan terutama yang melakukan penelitian mengenai peran pekerja sosial, biopsikososial spiritual dan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”:

17

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 321.

18

Lexy J. Moloeng, Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-20, h.326.


(36)

1. Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan Rehabilitasi Psikososial Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Dua Korban Trafficking di Rumah Perlindungan dan Trauma Center Bambu Apus Jakarta Timur) skripsi ini mengkaji mengenai peran pekerja sosial dalam pelayanan rehabilitasi psikososial korban trafficking. Oleh Hanifah Sya’adillah. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2014. Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi penelitiannya, yang menyamakan dengan skripsi penulis terletak pada subjek penelitiannya.

2. Analisis Biopsikososial Spiritual Seorang Anak Hipospadia dan Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD di Yayasan Sayap Ibu (YSI) Bintaro. Oleh: Tri Nugrahaning Martiwi. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2013. Skripsi ini mengkaji mengenai Analisis Biopsikososial Spiritual, perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dan persamaannya terletak pada objek penelitian.

3. Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Tunarungu Di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur. Oleh: Indri Lesmani. Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Lulusan 2009. Skripsi Ini mengkaji mengenai pertama bagaimana pelaksanaan bimbingan dan


(37)

konseling dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, kedua apa saja metode atau tekhnik bimbingan yang digunakan dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, ketiga apa saja hasil kreatifitas anak tunarungu di panti sosial bina rungu wicara melati setelah diberi bimbingan, keempat apa faktor penghambat dan penunjang bagi anak tunarungu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kreatifitasnya. Perbedaan terletak pada subjek dan objek penelitian. Dan persamaannya terletak pada lokasi penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelitian skripsi ini, maka peneliti membuat sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis berisi tentang Peran (pengertian dan Tinjauan Sosiologi tentang peran), pengertian pekerja sosial, fungsi dan tugasnya pekerja sosial, peranan pekerja sosial, prinsip pekerja sosial, metode-metode pekerjaan sosial, kode etik pekerja sosial, teori biologi, pengertian psikososial, fase-fase psikososial, perkembangan emosi anak tunarungu wicara, perkembangan sosial anak tunarungu wicara, faktor-faktor psikososial, pengertian spiritual, definisi anak


(38)

tunarungu wicara, karakteristik tunarungu wicara, klasifikasi tunarungu.

BAB III Gambaran Umum yang terdiri dari kelembagaan panti (latar belakang berdirinya panti, visi dan misi, moto dan maklumat, tugas, fungsi, struktur organisasi, sasaran garapan, kapasitas tampung, syarat penerimaan, dan fasilitas panti), kegiatan panti (pelaksanaan tahapan proses pelayanan dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial)

BAB IV Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara

“Melati” Bambu Apus Jakarta Timur peran pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara (pemaparan hasil pengamatan dan wawancara dengan sumber Primer pendukung, peran pekerja sosial terhadap biologis, peran pekerja sosial terhadap psikososial, peran pekerja sosial terhadap spiritualitas.)


(39)

24

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Pengertian Peran

Peranan memiliki kata dasar dari kata peran, berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status kedudukan, kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, akibat hubungan saling ketergantungan atau dengan yang lainnya. Artinya tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap individu didalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan, mereka mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Sedangkan definisi peran dan peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan definisi peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.1

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Dilihat dari pengertian peran yang telah dijabarkan diatas, ada hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

1

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Balai Pustaka,1998), Cet 1, h. 667.


(40)

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.2Seseorang mempunyai

peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempuyai status sosial atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya di masyarakat. Peranan muncul akibat dari proses interaksi sosial itu sendiri, sebab tanpa interaksi sosial maka tidak akan ada peranan.3

B. Profesi Pekerja Sosial

Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi Pekerja Sosial.4

2

Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), h. 268-267.

3

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana 2011),

h.111-112.

4

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial ( Depok: Fisip UI Press, 2005), h. 11-12.


(41)

1) Pengertian Pekerja Sosial

Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang pekerjaan sosial seperti :

a) Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan suatu pelayanan proffesional yang prakteknya didasarkan pada pengetahuan dan keterampilam ilmiah dalam hubungan kemanusiaan yang membantu individu-individu baik secara perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan kebebasan sosial dan pribadi.

b) Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial dalam konteks ini melihat masalah yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial tempat orang tersebut berada atau terlibat. c) Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi

yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan sosial yang terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas dan memperkuat relationship, khususnya dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antara individu dengan lingkungan sosialnya


(42)

dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu maupun masyarakat dapat menjadi lebih baik.5

Diatas telah dikemukakan para ahli termuka, beberapa mengenai pekerjaan sosial pun mendapatkan perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut:

Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.6

Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di Negara-Negara berkembang, masih banyak orang yang menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara berkembang pekerja sosial telah dianggap sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja professional harus membekali diri mereka dengan keterampilan-keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Indonesia antara lain melalui Penerbitan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang pendelegasian wewenang

5

Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 1-4.

6


(43)

pengangkatan, pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan jabatan pekerja sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut Buku Panduan Pekerjaan Sosial adalah sebagai berikut: Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial dilingkungan instansi pemerintah maupun badan atau organisasi sosial lainnya.7

Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama mengenai kehidupan individu, kelompok dan masyarakat akan membawa kita kepada diskusi yang panjang. Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat memainkan perannya yang lebih besar dari peranan yang selama ini dilakukan.

2) Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial

Fungsi dan tugas Pekerjaan Sosial, pekerja sosial bertujuan untuk membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas kehidupan, memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan orang lain maupun sistem sumber, dan mempengaruhi kebijakan yang ada. Dengan demikian, orang tersebut dapat mencapai kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif.

7

HM.Cholis Hasan dan Abdul Malik, Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 10/HUK/2007/Tentang Pembinaan Tekhnis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Nomor

43/HUK/2007 TentangPedoman Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial,


(44)

Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan fungsi sebagai berikut :

a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan

kemampuannya secara lebih efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka.

b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber

c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan hubungan baru antara orang dan sistem sumber kemasyarakatan.

d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar orang dilingkungan sistem sumber.

e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.

f. Meratakan sumber-sumber material

g. Bertindak sebagai pelaksanan kontrol sosial.8

3) Peranan Pekerja Sosial

Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia jalankan, berikut adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons, Jorgensen, dan Hernandez :

a. Fasilitator, dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”

sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu

8


(45)

menangani tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya

memperoleh “keuntungan” maksimal. Peranan sebagai broker

mencangkup menghubungkan klien dengan barang-barang dan pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut.

c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada conflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan

contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi

kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara keanggotaan kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.

d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela.


(46)

e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnya.9

Selanjutnya peranan pekerja sosial antara lain :

a. Peranan sebagai pemungkin (enabler role), peranan sebagai pemungkin adalah yang paling sering digunakan dalam profesi pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh konsep pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri pekerja sosial berperan membantu untuk menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam diri korban sendiri termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diingikan atau mencapai tujuan yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja sosial adalah berusahamemberikan peluang agar kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima manfaat tidak terhambat.

b. Peranan sebagai perunding (conferee role), peranan sebagai perunding adalah peranan yang diasumsikan ketika pekerja sosial dan klien mulai bekerja sama. Keterampilan yang

9


(47)

diperlukan pada peranan perunding adalah keterampilan umum yang digunakan dalam pekerja sosial, seperti keterampilam mendengarkan, probling, penguatan/refleksi dan lain-lain. c. Peranan sebagai inisiator (Inisiator role), peranan sebagai

inisiator, Zastrow menyebut sebagai “peranan yang memberikan perhatian pada masalah atau hal-hal yang berpotensi untuk jadi

masalah.” Oleh karena itu, sebagai seorang inisiator pekerja

sosial berupaya memberikan perhatian pada isu-isu ini tidak akan muncul atau menarik perhatian petugas lain sebelum ada yang memunculkan. Disinilah peranan pekerja sosial sebagai inisitor untuk menyadarkan badan/lembaga/panti sosial bahwa ada masalah yang terjadi di lingkungan mereka.

d. Peranan sebagai negosiator (negosiator role), pekerja sosial dimaksudkan sebagai suatu aktifitas professional untuk membantu individu, kelompok dan komunitas untuk meningkatkan keseluruhan fungsi sosial dan lingkungannya kerja terhadap mempengaruhi kondisi lingkungan sosial yang membantu mencapai tujuan itu. Lalu menurut Asosasi Nasional Pekerja Sosial, Para pekerja sosial membantu orang mendapatkan akses ke sumber daya, memberikan konseling kepada individu, kelompok dan keluarga, bekerja untuk meningkatkan fungsi sosial dan pelayanan kesehatan, dan advokasi bagi melayani individu. Para pekerja sosial memiliki komitmen untuk membantu individu memperoleh keberfungsian


(48)

sosial dalam lingkungan dan keahlian yang mereka mimiliki dalam perilaku manusia dan pengembangan sosial masyarakat dan budaya organisasi, dan interaksi yang terjadi antara faktor-faktor.

e. Peranan sebagai konselor/atau therapist, terdapat kecendrungan untuk lebih memandang pekerja sosial sebagai seorang therapist dari pada seorang konselor. Konselor melaksanakan konseling, sedangkan therapist melaksanakan psikoterapi. Konseling merujuk pada proses dimana kelayan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi diri yang bisa mengarah pada peningkatan kesadaran dan kemungkinan kita memilih. Proses konseling berjangka pendek, berfokus pada masalah-masalah, dan membantu individu dalam menyingkirkan hal-hal yang menghambat pertumbuhannnya. Dengan konseling individu juga dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa hidup lebih efektif.

Psikoterapi sering difokuskan pada proses-proses tak sadar (serta dibandingkan dengan konseling) lebih banyak berurusan dengan pengubahan strujtur kepribadian. Psikoterapi lebih digerakan ke arah pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya


(49)

krisis-krisis kehidupan ketimbang hanya berurusan dengan usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu.10

f. Peran Sebagai Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area (individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat).

g. Peranan sebagai pendidik (Educational), Pekerja sosial memainkan peranan dalam penentuan agenda, sehingga tidak hanya membantu pelaksanaan proses peningkatan peningkatan produktivitas akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan masukan dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman bagi individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran, memberikan informasi, mengkonfrontasikan, melakukan pelatihan bagi individu-individu, kelompok-kelompokdanmasyarakat.11

4) Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial

Dalam teori Midgey untuk ke semua praktik pekerja sosial tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan keyakinan filsafat dari sosial profesi yang menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk bekerja dengan klien-klien mereka, beberapa

10Chatarina Rusmiyati, dkk, Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti Sosial

Petirahan Anak Satria Baturaden, (Yogyakarta: Balai Pendidikan dan Penlitian Kesejahteraan

Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PelayananKesejahteraan Sosial, 2013), h. 33-45.

11

WawaChayoo, “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakes pada Tanggal 12 Februari 2014, dari:http://wawachayoo.blogspot.com/2012/07/pengertian-fungsi-dan-peran-pekerja.html


(50)

prinsip ini lebih menekankan nilai-nilai dan ide-ide dari pada prosedur praktik.

1. Prinsip Dasar Pekerja Sosial

Di bawah ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar sebagai seorang pekerja sosial sebagai berikut :

a. Pengakuan akan harkat dan martabat manusia (Human Warth and Dignity). Martabat adalah harga diri yang paling tinggi bagi setiap manusia dan merupakan hal yang paling penting dipertaruhkan keberadaannya. Pekerja sosial adalah suatu kegiatan yang berupaya agar manusia dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan martabatnya. Pekerja sosial tidak boleh membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai hakikat dan martabat harga diri dan juga pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dikembangkan sepanjang hidup manusia harus dihormati.

b. Hak untuk menentukan diri sendiri (Self Determination). Dimana suatu prinsip yang berdasarkan bahwa manusia atau individu itu mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri pekerja sosial juga percaya bahwa bahwa individu, kelompok dan masyarakat mempunyai hak untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan mereka dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Setiap orang bebas menentukan nasibnya sendiri keyakinan bahwa setiap orang dan manusia yang mengalami penderitaan pribadi


(51)

ekonomi atau sosial mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Pekerja sosial juga tidak bersifat memerintah, memohon atau bahkan mempengaruhi klien-klien mereka untuk membuat keputusan. Sebaliknya, pekerja sosial membantu klien untuk mendapatkan kembali keyakinan akan kemampuan kepada diri sendiri untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.

c. Kesempatan yang sama bagi semua orang (Equal Apportunity). Keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang dibatasi kemampuan.

d. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility). Pada hakikatnya manusia itu disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk yang sosial ia memiliki tanggung jawab sosial, segala keutuhan seseorang individu akan terpenuhi oleh pihak lain atau orang lain sehingga secara langsung dan tidak langsung setiap orang bertujuan secara sosial terhadap orang lain dilingkungan sosial akan terpanggil dan dituntut untuk ikut mengatasinya.12

2. Prinsip Khusus Pekerja Sosial

Sebagai seorang yang berprofesi sebagai pekerja sosial, dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat, terdapat

12

Chazali H. Situmorang, Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, (Jawa Barat: Cinta Indonesia, 2013), h. 78-85.


(52)

prinsip-prinsip yang dijalankan oleh pekerja sosial. Selain terdapat prinsip dasar pekerja sosial, seperti yang telah diungkapkan di atas, terdapat pula prinsip khusus pekerja sosial, seperti yang akan di uraikan sebagai berikut :

1) Prinsip penerimaan (The Principle of Acceptance)

Prinsip ini melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha menerima (client) mereka apa adanya, tanpa

„menghakimi’ klien tersebut. kemampuan praktisi kesejahteraan

sosial untuk menerima klien (pihak yang membutuhkan

„bantuan’)-nya dengan sewarjarnya akan dapat banyak membantu perkembangan relasi antara mereka. Maka anda sebagai praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha untuk tidak menghakimi klien tersebut berdasarkan panampilan fisiknya. Seorang praktisi harus berusaha meredam perasaan suka atau tidak suka yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena dengan adanya sikap (acceptence)maka klien akan dapat merasa lebih percaya diri dan tidak kaku dalam berbicara dengan praktisi kesejahteraan sosial, sehingga ia dapat menggungkapkan perasaan yang menganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara praktisi dengan klien dapat dikembangkan.

2) Prinsip komunikasi (The Principle of Communication)

Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menangkap informasi


(53)

ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal, yang diucapkan klien melalui ucapannya. Atau pesan tersebut dapat berbentuk non verbal, misalnya dari cara duduk klien cara menggunakan tangannya, cara klien meletakan tangannya dan sebagainya. Dari pesan non verbal tersebut kita bisa menangkap apakah klien sedang merasa gelisah, cemas, takut, gembira, dan berbagai ungkapan lainnya. Bila suatu saat klien tidak dapat mengungapkan peraaan apa yang dirasakan, praktisi kesejahteraan sosial diharapkan dapat membantu klien tersebut untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dengan berkembangnya komunikasi antara praktisi dan klien, maka praktisi dapat menelaah permasalahan. Kita harus bisa menangkap informasi yang dilontarkan klien baik verbal maupun non verbal dari si klien.

3) Prinsip Kerahasian (The Principle Of Confidentiality)

Dalam prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial harus menjaga kerahasiaan dari kasus yang sedang ditanganinya. Sehingga kasus itu tidak dibicarakan dengan sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut. Dengan dijamin kerahasiaan ini, maka klien akan dapat lebih bebas mengungkapkan permasalahan yang ia hadapi ataupun perasaan yang ia rasakan. Ia akan merasa lebih aman mengungkapkan perasaannya karena ia yakin apa yang ia utarakan dalam relasi


(54)

dengan praktisi kesejahteraan sosial akan terjaga kerahasiaannya.

4) Prinsip Partisipasi(The Principle Of Participation)

Praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini, tergambar bahwa „perbaikan’ kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari praktisi kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang sungguh dari klien untuk memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci keberhasilan dari prosespemberian bantuan ini.

5) Prinsip Individualisasi(The Principle Of Individualization)

Menganggap setiap individu itu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial haruslah berusaha memahami keunikan (Uniqueness) dari setiap klien. Karena itu, dalam proses pemberian bantuan harus berusaha mengembangkan intervensi yang sesuai dengan kondisi kliennya agar mendapatkan hasil yang optimal. Dengan adanya prinsip individualisasi ini maka praktisi kesejahteraan sosial diharapkan tidak menyamaratakan setiap klien. Sehingga pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan penanganan kasus perkasus.


(55)

6) Prinsip Sadar Diri(The Principle Of Self A Warness)

Prinsip kesadaran diri (self a warness)ini menuntut praktisi kesejahteraan sosial untuk bersikap profesional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam arti bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap rasional, tetapi harus mampu menyelami perasaan kliennya secara objektif. Apabila seorang pekerja sosial tidak dapat mengendalikan emosinya maka sebaiknya klien tersebut dialihkan ke praktisi pekerja sosial yang lain.13

7) Sikap-sikap tidak menghakimi(The Principle Of Non Judgment)

Pekerjaan sosial yang menerapkan sikap tidak menghakimi tidak menimbulkan rasa bersalah, atau derajat tanggung jawab klien atas sebab-sebab masalah atau kebutuhan-kebutuhan, tetapi meliputi pemberian penilaian-penilaian evaluatif tentang sikap-sikap, standardstandard, atau tindakan-tindakan klien. Sikap tidak menghakimi diterapkan ke dalam semua proses pekerjaan sosial. Akan tetapi, keadaan-keadaan tertentu seperti saat-saat ketika klien merasa terdemoralisasi, terstigmatisasikan, atau disalahkan, menuntut sikap tidak menghakimi yang sangat sensitif. Pandangan yang tidak menghakimi mengandung arti sikap-sikap dan perilaku-perilaku pekerja sosial yang tidak

13

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar


(56)

menghakimi. Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain sebagai baik atau buruk, berharga atau tidak berharga. Akan tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-penilaian atau keputusan-keputusan profesional setiap hari tentang pendekatan-pendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Pandangan yang tidak menghakimi ialah suatu prinsip yang harus diterapkan secara universal, Pekerja sosial harus menyadari di dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap menghakimi dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan pribadi yang dapat mengakibatkan efek merusak terhadap interaksi dengan klien.14

5. Metode Pekerja Sosial

Secara tradisional pekerjaan sosial dikatakan mempunyai tiga metode pokok. Metode pokok tersebut adalah bimbingan sosial individu (social case work), bimbingan sosial kelompok (social group work), dan bimbingan sosial organisasi/masyarakat (community organization/community development). Pekerja sosial mempunyai dua pendekatan yaitu praktik langsung (direct practice) dan praktik tidak langung (indirect practice).

Karena dalam praktek langsung, untuk suatu kasus tertentu, pekerja sosial dituntut untuk tidak hanya berhadapan dengan

14

Fredi Akbar, “Prinsip-prinsipetikpekerjaan social”, ArtikelDiaksesPadaTanggal 02 Maret 2014, dari: http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsip-prinsip-etik-pekerjaan-sosial/


(57)

kelompok atau bahkan juga dengan masyarakat, maka pekerja sosial harus memiliki pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya tentang dinamika individu, kelompok, atau masyarakat saja, tetapi sampai batas-batas tertentu harus memiliki semua pengetahuan dan keterampilan itu.15

Menurut W.A. Friedlander bimbingan sosial perorangan atau social case work adalah cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya sehingga memungkinkan tercapainya kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.16

Menurut Friedlander bimbingan sosial kelompok (social group work) pekerja sosial kelompok bekerja dengan beberapa cara agar pergaulan didalam kelompok dan kegiatan kerja kelompok dalam membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki. Bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu yang terikat di dalam kelompok, bimbingan tersebut diberikan oleh pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok, tujuan bimbingan kelompok adalah individu yang terikat dengan kelompok dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik, individu dapat mengambil manfaat dari pengalaman

15

Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),h.71.

16

Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial, (Jogjakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2001),h.33.


(58)

pergaulan sesuai kebutuhan dan kemampuan, individu dapat mencapai kemajuan pribadi, kelompok dan masyarakat.17

Bimbingan sosial masyarakat (social community organization) menurut Friedlander bahwa metode bimbingan sosial masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak memberikan bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi dibentuk dengan tujuan untuk membantu merencanakan serta membiayai lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.18

6. Teori-teori Pekerja Sosial

a. Teori psikodinamik berasal dari teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya. Disebut psikodinamik karena teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari gerakan dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia. Teori ini menekankan bahwa pikiran mempengaruhi perilaku seseorang. Sementara pikiran dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosialnya. Beberapa konsep teori ini adalah ketakutan dan ambivalensi (anxiety and ambivalence) yang dibentuk dari resolusi terhadap permasalahan yang kurang tepat pada awal masa kehidupan seseorang, yang kemudian secara kuat mempengaruhi perasaan agresi, marah, dan cinta.

b. Terapi psikodinamik sangat berpengaruh dalam praktik pekerjaan sosial seperti dalam hubungan interpesonal permisif

17

Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial h.46.

18


(1)

mengeluarkan kata-kata dan mendengar dari indera pendengaran dan pengecapannya. Tingkat ketunarunguan “N” berbeda dengan telinga kanan dan kirinya, ia pun masih bisa membaca gerak bibir seseorang. “N” termasuk kedalam disabilitas tunarungu wicara berat. Ada pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter THT setiap bulannya, dokter dan perawat yang akan mengecek keadaan tingkat disabilitas PM. Kelebihan yang dimilki “N” ia masih bisa membaca gerak bibir dan pada telinga sebelah kiri penerima manfaat masih terdapat sisa pendengaran sehingga ia bisa mempergunakanannya untuk mendengar dan berkomunikasi dengan orang normal lainnya. Selama “N” berada di PSBRW “Melati” ia tidak pernah mengalami penyakit serius Yang ia alami hanya penyakit ringan yang pada umumnya orang lain rasakan seperti batuk, pilek, demam. PM termasuk anak yang disiplin dalam hal makan dan istirahat.

Mengamati Psiko Anak

Mengamati Gambaran Tentang Emosi Anak

“N” mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sama seperti anak-anak panti yang lainnya. “N” adalah anak yang ceria dan aktif ketika sedang berada di dalam kelas bimbingan sosial yang diadakan pada siang hari. Tetapi sebaliknya apabila ia baru menemukan orang yang baru ia kenal ia cenderung akan bersikap malu-malu dan pendiam sampai ia merasakan bahwa orang yang baru ia kenal dapat menerima keadaannya dan merasakan nyaman. “N” akan bersikap marah dan menangis apabila ia merasakan hal yang tidak mengenakan pada dirinya. Ia cenderung akan mengadukan hal tersebut kepada pengasuh yang juga kebetulan pekerja sosial yang menanganinya. Jika ia merasa kesal ia akan marah, apalagi diketahui keadaan emosional anak-anak disabilitas tunarungu wicara lebih sensitif dibanding anak normal pada umumnya. “N” sering berteriak–teriak kepada lawan jenisnya dan cenderung dikatakan berani apabila ia merasakan kesal dan hal yang tidak mengenakan hatinya. “N” juga mempunyai sikap keras kepala akan hal yang ia ingikan apapun yang ia ingin selalu minta untuk dituruti. Apabila “N” menangis maka pengasuh dan pekerja sosial akan mendiamkannya terlebih dahulu dan selalu memberikan nasehat seperti kata-kata sabar dan terus berdoa sama Allah SWT.

Mengamati Sosial Anak

Mengamati Hubungan Dengan Teman Sebaya

Hubungan “N” dengan teman sebayanya sangat baik karena “N” terbilang anak yang ceria dan begitu akrab. Tetapi hanya ada satu teman “N” yang membuat “N” merasa tidak nyaman apabila teman “N” tersebut bermaksud mendekatinya karena perilaku yang ditunjukan teman “N” tersebut terlalu berlebihan ia ingin dekat dengan “N” tetapi malah membuat “N” merasa risih


(2)

apabila ia didekatinya. Kerap kali terdengar pengaduan yang diadukan “N” akibat perilaku teman “N” tersebut pengaduan yang diadukan kepada ibu pengasuh yang juga pekerja sosial “N” ia sering terlihat menangis saat mengadukan perilaku yang ia alami. Bukan hanya pada saat di asrama yang memang kebetulan ia didapati satu asrama, tetapi pada saat bimbingan sosial yang diadakan dikelas ataupun bimbingan keterampilan yang diadakan di kelas keterampilan, kerap kali terlihat teman “N” selalu mendekati “N” sehingga membuat “N” merasa risih dan terganggu yang dibuat olehnya. “N” termasuk anak yang baik ia tidak ingin mengalami perdebatan maupun permusuhan oleh teman lainnya, hanya saja satu teman yang membuatnya merasa terganggu. Tetapi ia tidak merasa teman yang mengganggunya adalah musuhnya. Sikap “N” dengan teman-teman lainnya berjalan harmonis dan terlihat akrab sehingga itu membuat teman-teman lainnya merasa gembira dan senang berada dan bermain bersama dengan “N”.

Mengamati Hubungan Anak Dengan Pekerja Sosial Dan Pengasuh

Hubungan “N” dengan pekerja sosial dan pengasuh sangat baik dan terjalin begitu erat, bukan hanya kepada pekerja sosial dan pengasuh yang khusus megasuh “N” tetapi kepada pengasuh lainnya juga begitu. “N” sering berinteraksi dengan para pengasuh terlebih lagi dengan pengasuh yang khusus menanganinya, ia merupakan pekerja sosial yang juga sekaligus menjadi ibu asuh PM di panti sebut saja ia dengan nama inisial ibu “SM”. “N” menyapa dan memanggil sebutan “mama” kepadanya. Ia tidak segan-segan melakukan curhat atau konseling kepada pengasuhnya karena memang ia dekat dan begitu juga dengan orang tua “N” mereka juga sudah dekat dengan pengasuh yang sekaligus pekerja sosial “N’ dipanti.

Mengamati Hubungan Dengan Pihak Lain

Hubungan “N” dengan pihak lain kurang terjalin erat karena sifat pemalu yang dimilki oleh “N”. Terlihat bila ada tamu yang datang ke PSBRW “Melati” untuk melihat kondisi anak-anak di panti, “N” menjadi pemalu dan pendiam dengan orang baru yang ia temui. Terlihat apabila ia sering diajak interaksi “N” sering berjalan dan menyibukan dirinya agar tamu tersebut tidak terlalu berinteraksi dengannya. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan anak-anak panti lainnya yang jika ada tamu datang maka mereka merasa senang karena banyak temannya. namun jika sudah akrab dengan “N” maka “N” akan merasa nyaman, percaya dan dapat beradaptasi dengan teman barunya.

Mengamati Spiritual Anak

Agama yang dianut “N” adalah islam sejak ia dilahirkan. Pengetahuan agama yang sudah diajarkan keluarga “N” tetang


(3)

pendidikan agama dasarpun sudah didapatkannya selama ia masih berada di rumah bersama keluarga “N”. Ia termasuk anak yang rajin beribadah terlihat pada saat jadwal sholat berjamaah yang dilakukan di mushola yang berada di panti “N” selalu terlihat ada, dan mengikuti sholat berjamaah. Dalam pemahaman agamanya selain tata cara sholat, ia juga bisa menjalankan tata cara berwudhu sesuai dengan yang diajarkan dengan tertib, lalu pemahamannya mengenai apa itu puasa, larangan yang membatalkannya ia sudah pahami, ia juga mengerti hujuf hijaiyah ia juga pandai dalam membaca Iqra. Pada saat membaca masih terdengar sisa-sisa kata-kata yang yang diucapkan sama dengan bacaannya. Dalam pemberian materi surat-surat pendek “N” sedikit lambat dalam menerima pemahamannya dan butuh usaha yang keras serta kesabaran dalam mengajarkan karena butuh waktu lama. “N” akan lupa jikalau ia ditanyakan dikemudian harinya, pekerja sosial, pengasuh, guru agama, dan pihak terkait lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin agar “N” dapat menghafalkannya dan terus mengingatnya. Apapun caranya sudah dilakukan seperti halnya sering menanyakan kepada “N” dan menyuruhnya menulis mengenai materi tersebut serta tak segan-segan menempelkannya di tempat yang biasa “N” sering lihat agar ia terus mengingatnya.


(4)

Kegiatan Yang Terkait Dengan Fisik :

Anak-anak penyandang disabilitas rungu wicara mengikuti perlombaan bola voli tunarungu Provinsi DKI Jakarta bertempat di gelanggang Jakarta Timur yang dilaksanakan oleh Dinas Olah Raga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Dalam perlombaan tersebut Anak-anak mendapatkan juara 1 putra.

Pada Hakekatnya manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi hambatan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penerima manfaat PSBRW “Melati”Bambu Apus telah memperoleh tinta emas dengan menjuarai renang dan bola voli pelajar berkebutuhan khusus Se-DKI Jakarta diselenggarakan oleh Dinas Olahraga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Outbond sebuah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dengan melakukan beberapa simulasi baik secara individu maupun kelompok. Peranan fisik juga diperlukan dalam kegiatan outbond. Adapun tujuan utamanya sebagai kegiatan meningkatkan kebersamaan, kekompakan, mengembangkan karakter yang diharapkan muncul dalam proses outbond, kreatif yaitu berani, jeli, dalam mengambil keputusan tidak mudah menyerah dan gembira.


(5)

Kegiatan yang berkaitan dengan Psikososial :

Kegiatan kepramukaan merupakan kegiatan penyandang disabilitas rungu wicara PSBRW “Melati”, tujuan kegiatan ini untuk memupuk rasa tanggung jawab, kemandirian, kedisiplinan, kepemimpinan dan keterampilan. Persami juga mnjadi wahana sosialisasi dan bimbingan, fisik, mental dan sosial serta penerapan terapi kelompok bagi anak-anak penyandang disabilitas.

Kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan di ruangan kelas yang terbagi atas empat kelas (kelas observasi, persiapan, potensi, dan aktualisasi). Bimbingan sosial dilakukan dari jam 13.00-16.00 WIB. Anak-anak memiliki kemauan dan respon yang baik dalam mengikuti materi yang diberikan oleh pekerja sosial dan guru yang terkait.

Kegiatan Yang Berkaitan Dengan Spiritual :

Bimbingan mental dan rohani merupakan salah satu program di PSBRW “Melati”. Dalam memperingati hari besar umat muslim, PSBRW “Melati” memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Inti dari tausiyah yang disampaikan Ustad Drs. H.M Solehudin, agar kita sebagai hambanya harus selalu bersyukur, kasih sayang, rajin mencari rahmat, dalam pelaksanaan ibadah bukan hanya ritual sematatetapi juga diaplikasikan sehari-hari.


(6)

Tampak depan dan ruangan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati : Tampak depan PSBR “Melati”, dan di sebelah kanan merupakan ruangan yang berada di PSBRW “Melati” seperti (ruangan yang di dalamnya terdapat ruangan aula, instalasi produksi, terapi wicara, komputer, dan perpustakaan PSBRW “Melati”) dan pada gambar baris kedua adalah tampak depan asrama.

Bersama Dengan Para Pekerja Sosial dan Pegawai :

Ketika peneliti melakukan terminasi, terkait penelitian yang dilakukan sudah selesai dengan para pekerja sosial yang ada di PSBRW “Melati” dan beberapa profesi lainnya seperti, Kasi Rehsos, Psikolog, Pengasuh dan Guru pembimbing agama Islam.


Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur

3 9 86

Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Tuna Rungu Di Panti Sosoal Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur

0 11 59

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur

2 8 168

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2