Sengketa Pertanahan Tinjauan Pustaka

51 Berdasarkan pendapat Abbas tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam mediasi, peran para fungsionaris lembaga adat sebagai mediator sangatlah penting, dan untuk itu mereka harus menguasai dan memahami dengan benar tentang norma hukum adat yang berlaku.

5. Sengketa Pertanahan

Pengertian sengketa pertanahan menurut Perka BPN Nomor 3 Tahun 2011 adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis Pasal 1 angka 2. Pengertian lain mengenai sengketa pertanahan juga dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan selanjutnya disebut PermenagKa BPN Nomor 1 Tahun 1999. Pengertian sengketa pertanahan menurut PermenagKa BPN Nomor 1 Tahun 1999, yakni perbedaan pendapat mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, dan pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan maupun antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi Badan Pertanahan Nasional Pasal 1 angka 1. Sedangkan, pihak- pihak yang berkepentingan adalah pihak-pihak yang merasa mempunyai hubungan hukum dengan bidang tanah tertentu atau pihak lain yang 52 kepentingannya terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut Pasal 1 angka 2 PermenagKa BPN Nomor 1 Tahun 1999. Dengan mengacu pada pengertian sengketa pertanahan menurut PermenagKa BPN Nomor 1 Tahun 1999, Sarjita, dkk 2011:17 melakukan klarifikasi sengketa berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, dan berdasarkan substansi atau pokok permasalahnya. Berdasarkan klarifikasi para pihak, yakni perseorangan dengan perseorangan, perseorangan dengan badan hukum swasta, badan hukum swasta dengan badan hukum swasta, perseorangan dengan badan hukum publik instansi pemerintah, badan usaha daerah, badan usaha negara, badan hukum swasta dengan badan hukum publik, badan hukum publik dengan badan hukum publik, dan perseorangan dengan badan hukum swasta maupun badan hukum publik. Berdasarkan substansi atau pokok permasalahannya, yakni peruntukkan danatau penggunaan serta pemanfaatan, penguasaankepemilikan hak atas tanah, keabsahan tanda bukti suatu hak atas tanah sertifikat, girik, letter C, dan lain sebagainya, dan prosedur pemberian. Menurut Rusmadi Murad dalam Syarief, 2012:24-25, timbulnya sengketa pertanahan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain administrasi pertanahan masa lalu yang kurang tertib, terutama terhadap tanah milik adat; peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih; penerapan hukum pertanahan yang kurang konsisten; dan penegakkan hukum yang belum dapat dilaksanakan secara konsekuen. 53 Mengenai akar permasalahan sengketa pertanahan, Sumardjono 2008:112- 113 mengatakan: “akar permasalahan sengketa pertanahan dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1 Konflik kepentingan, yang disebabkan karena adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantive contoh: hak atas sumber daya agraria termasuk tanah, kepentingan prosedural maupun kepentingan psikologis. 2 Konflik struktural, yang disebabkan antara lain karena: pola perilaku atau interaksi yang destruktif; kontrol pemilikan atau pembagian sumber daya yang tidak seimbang; kekuasaan dan kewenangan yang tidak seimbang; serta faktor geografis, fisik atau lingkungan yang menghambat kerja sama. 3 Konflik nilai, disebabkan karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau perilaku; perbedaan gaya hidup, ideologi atau agamakepercayaan. 4 Konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk atau salah; pengulangan perilaku yang negatif. 5 Konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap; informasi yang keliru; pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan; interpretasi data yang berbeda; dan perbedaan prosedur penilaian.” Menurut Boedi Harsono dalam Syarief, 2012:30-31, masalah-masalah pertanahan yang dapat disengketakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yakni sengketa mengenai bidang tanah yang mana yang dimaksudkan; batas-batas bidang tanah; luas bidang tanah; status tanahnya tanah negara atau tanah hak; pemegang hak atas tanah; hak yang membebani; pemindahan hak atas tanah; penunjukkan lokasi dan penetapan luas tanah untuk keperluan proyek pemerintah atau swasta; pelepasanpembebasan hak atas tanah; mengenai pengosongan tanah; pemberian ganti rugi, pesangon atau imbalan lainnya; pembatalan hak atas tanah; pencabutan hak atas tanah; pemberian hak atas tanah; penerbitan 54 sertifikat hak atas tanah; alat-alat pembuktian atas keberadaan hak atas tanah atau perbuatan hukum yang dilakukan. Pada masyarakat hukum adat, sengketa tanah terjadi antara anggota dengan anggota persekutuan, atau antara anggota dengan persekutuan, atau antara persekutuan dengan orang asing yang bukan anggota persekutuan. Obyek sengketanya dapat berupa tanah yang merupakan hak ulayat, atau dapat berupa tanah hak peroranganindividu. Sengketa dengan obyek sengketanya berupa tanah ulayat, pokok permasalahannya, antara lain mengenai penggunaanpemanfaatan tanah ulayat; penguasaan dan kepemilikan tanah ulayat, atau mengenai batas tanah ulayat. Faktor penyebab terjadinya sengketa dengan obyek sengketanya berupa tanah ulayat, antara lain: penggunaanpemanfaatan tanah ulayat oleh orang asing tanpa seijin masyarakat hukum adat; pihak luar mengambil paksa tanah ulayat; mengenai batas tanah ulayat; atau terjadi pemindahanpengalihanpengasingan tanah ulayat tanpa seijin anggota masyarakat hukum adat. Demikian pula pada sengketa tanah hak peroranganindividu. Sengketa dengan obyek sengketanya berupa tanah hak peroranganindividu, pokok permasalahannya, antara lain mengenai penggunaanpemanfaatan tanah; penguasaan dan kepemilikan tanah, atau mengenai batas tanah. Faktor penyebab terjadinya sengketa, misalnya dalam sengketa batas tanah, yakni batas tanah yang tidak jelas atau dalam memanfaatkan tanah, salah satu pihak melampaui tanah milik orang lain. 55

6. Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dokumen yang terkait

Eksistensi Kepala Desa Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Alternatif (Studi di Kabupaten Nias)

0 39 141

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR WARGA MASYARAKAT ADAT PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR WARGA MASYARAKAT ADAT BERDASARKAN KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN HASIL HUTAN NON KAYU DI HUTAN WONOSADI KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL.

0 3 12

PENGAKUAN TERHADAP FUNGSIONARISLEMBAGA ADAT SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENGAKUAN TERHADAP FUNGSIONARIS LEMBAGA ADAT SEBAGAI MEDIATOR DALAM ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN ANTAR WARGA MASYARAKAT DI KABUPATEN NGADA (Sebuah Konsep Menuju Ius Constitu

0 2 14

PENDAHULUAN PENGAKUAN TERHADAP FUNGSIONARIS LEMBAGA ADAT SEBAGAI MEDIATOR DALAM ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN ANTAR WARGA MASYARAKAT DI KABUPATEN NGADA (Sebuah Konsep Menuju Ius Constituendum).

0 2 29

PENUTUP PENGAKUAN TERHADAP FUNGSIONARIS LEMBAGA ADAT SEBAGAI MEDIATOR DALAM ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN ANTAR WARGA MASYARAKAT DI KABUPATEN NGADA (Sebuah Konsep Menuju Ius Constituendum).

0 4 12

PERAN MOSA SEBAGAI LEMBAGA PEMANGKU ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT KECAMATAN JEREBU’U KABUPATEN NGADA.

0 2 31

TESIS PERAN MOSA SEBAGAI LEMBAGA PEMANGKU ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT KECAMATAN JEREBU’U KABUPATEN NGADA.

0 3 17

TINJAUAN PUSTAKA PERAN MOSA SEBAGAI LEMBAGA PEMANGKU ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT KECAMATAN JEREBU’U KABUPATEN NGADA.

0 19 23

PERAN NOTARIS SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR PARA PIHAK DI DENPASAR.

7 31 47

KEDUDUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL SEBAGAI MEDIATOR PARA PIHAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DI KOTA PALEMBANG -

0 0 57