Setting Charakter STRATEGI BERCERITA CERITA SEJARAH | Musfiroh | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 127 227 1 SM

50 | A g a s t y a - V o l . 1 , J a n u a r i 2 0 1 1

1. Setting

Di mana tempat, kapan waktu, dan dalam budaya mana cerita itu terjadi. Peristiwa sejarah terjadi pada desa atau kota tertentu, di dalam dan di luar rumah. Setting membantu pendengar untuk menemukan setting dalam memori, atau membentuk latar tergayut de- ngan deskripsi pencerita. Setting disimpan dalam memori episodik, sebagaimana halnya peristiwa dan pengalaman lihat Field, 2003. Setting meliputi, setidak- tidaknya, lokasi lapangan, gunung, ditunjukkan dengan nama, waktu kapan cerita terjadi, waktu historis 17 tahun lalu, tanggal 29 September1965, waktu musim musim panas, musim hujan, salju, waktu sehari- hari pagi atau sore hari, dan waktu cuaca saat hujan turun dengan lebat.

2. Charakter

Berkisah tentang siapakah cerita tersebut, bagaimana sifat dan tabiatnya dalam menghadapi masalah. Who’s the story about? , merupakan pertanyaan yang diajukan untuk karakter. Apabila karakter tokoh yang baik untuk cerita anak adalah flat hitam- putih, karakter tokoh untuk cerita sejarah disarankan lebih riil. Artinya karakter cerita sejarah lebih bulat round character, ada sifat baiknya, ada pula sifat buruknya. Apabila cerita fiksi lebih menonjolkan pertentangan sifat tokoh dan tokohnya, maka cerita sejarah, umumnya, lebih fokus pada pencapaian perjuangan atau mengatasi rintangan. Tokoh tergambar sebagai pribadi yang kompleks dan itulah yang menarik. Karakter dapat digambarkan dengan tiga cara, yakni 1 menunjukkan atau mendes- kripsikan penampilan tokoh: beranting sebelah, bertato, berjubah, bercaping, berkuda, berpakaian adat, berpakaian tentara, tinggi-besar-tegap, kurus tapi sehat, dan sebagainya, 2 mengoptimalkan dialog tokoh karena asumsinya, bahasa menunjukkan kepribadian dan ciri seseorang: penggunaan jargon, slang, ciri fonemis pelafalan, nada, irama, 3 menunjukkan atau menggam- barkan perilaku tokoh: selalu tersenyum, suka membentak, tidak pernah tersenyum, ber- bicara sambil melotot, dan berkacak pinggang.

3. Plot

Dokumen yang terkait

INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM KAJIAN SEJARAH | Setiawati | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 137 237 1 SM

0 1 17

PEMUPUKAN SEMANGAT INTEGRASI NASIONAL MELALUI PENDIDIKAN SEJARAH DI SEKOLAH | Sulistiyono | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 117 207 1 SM

0 1 15

LINTASAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME DAN AKTUALISASINYA | Pelu | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 711 1294 1 SM

0 0 15

SEJARAH DAN PENCERAHAN MASYARAKAT: Paradigma Pengajaran Sejarah di Persimpangan Jalan | Tri Sulistiyono | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 763 1402 1 SM

0 0 10

IMPLEMENTASI FILSAFAT PERENIALISME DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH | Triana Habsari | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 908 1681 1 SM

0 0 11

CERITA SEJARAH DAN PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL (STUDI KASUS DI DESA PANDEAN KECAMATAN MEJAYAN KABUPATEN MADIUN) | Ristiana | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 821 1515 1 SM

0 0 29

SEJARAH KESENIAN WAYANG TIMPLONG KABUPATEN NGANJUK | Wibowo | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 891 1647 1 SM

2 8 22

SITUS NGURAWAN: SEJARAH DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL | Triana Habsari | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 881 1627 1 SM

0 1 7

Situs Masjid Agung Sewulan (Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah SMP/MTsN) | Wayu Ariyani | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1042 1927 1 SM

0 3 15

Pendidikan Nasional dan Kualitas Manusia Indonesia Dalam Perspektif Sejarah | Hartono | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1491 3168 1 SM

0 0 19