Kajian Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di Kecamatan Agrabin, Kabupaten Cianjur

KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR

SKRIPSI
BAMBANG MAULANA HERMANSYAH

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

1

RINGKASAN
BAMBANG MAULANA HERMANSYAH. D34101029. 2006. KAJIAN
PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN
AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR. Skipsi. Departemen Sosial Ekonomi
Industri Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
Pembimbing Anggota : Ir. Sudjana Natasasmita

Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor
yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Ternak sapi potong
merupakan salah satu sumber protein penghasil daging, memiliki potensi untuk
dikembangkan.
Potensi ternak sapi potong tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa
Barat, salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Wilayah Kabupaten Cianjur yang
mungkin dikembangkan adalah Kecamatan Agrabinta. Tujuan penelitian ini adalah 1)
mengetahui karakteristik peternak dan budidaya ternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta, 2) menganalisa potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta, 3) menganalisa tingkat pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta dan 4) merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta.
Penelitian ini didesain dengan metode survei. Populasi yang diamati yaitu
seluruh peternak sapi potong yang ada di Kecamatan Agrabinta yang berjumlah
1.516 rumah tangga peternak (RTP). Pengambilan sampel secara sengaja
berdasarkan desa-desa yang memiliki populasi sapi potong yang terbanyak dilakukan
di desa Sinarlaut sebanyak 10 responden peternak, desa Bojongkaso10 responden
peternak, desa Sukamanah 2 responden peternak, desa Mekarsari 10 responden
peternak, desa Tanjungsari 11 responden peternak dan desa Wanasari 10 responden
peternak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemeliharaan ternak sapi potong oleh
peternak masih bersifat tradisional. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong
sebesar 11,11% dari total pendapatan keluarga atau sebesar Rp. 1.054.020,26 per
tahunnya. Nilai Return Cost ratio (R/C rasio) menunjukan angka 1,51. Hal ini
menegaskan bahwa usaha ternak sapi potong dapat dikembangkan di daerah ini.
Berdasarkan hasil dari analisa kapasitas penambahan populasi ternak
ruminansia (KPPTR) maka diantara desa-desa yang masih bisa dikembangkan adalah
desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Sukamanah secara berturut-turut sebesar
242,44 Satuan ternak (ST); 5096 ST; 1145,90 ST.
Analisa Faktor internal dan eksternal yang menentukan posisi pengembangan
peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta, memperlihatkan hasil total skor
kekuatan dikurangi total skor kelemahan sebesar 1,06 dan faktor eksternal adalah
total skor peluang dikurangi total skor ancaman sebesar 0,2, maka strategi yang
sesuai dalam pengembangan peternakan sapi potong berada pada kuadran I. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif (Growth Oriented Strategy), yaitu menggunakan kekuatan untuk
memperoleh peluang , keuntungan dalam usaha ternak sapi potong.

2


Berdasarkan hasil analisa matrik SWOT dapat dipilih prioritas strategi, yaitu
strategi SO yang meliputi : 1) Kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan
pakan dengan memanfaatkan lahan yang ada, 2) Pemberian pengetahuan dan
teknologi kepada peternak guna mengembangkan usaha ternak sapi potong, 3)
Kerjasama dengan instansi penanam modal. Strategi ini dianggap prioritas karena
diharapkan dangan cara ini dapat mengubah pola beternak yang telah ada serta
menambah keterampilan peternak
Kata Kunci : Sapi Potong, Kajian Pengembangan, Analisa KPPTR, Analisa SWOT

3

ABSTRACT
BAMBANG MAULANA HERMANSYAH. D34101029. 2006. Study of
Development Farm of Cattle Livestock In Agrabinta Sub-District, in Cianjur
Sub-Province, West Java. Script. Department of Social Economic of Livestock
Industry, Bogor Agriculture University.
Adviser
Co Adviser

: Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA

: Ir. Sudjana Natasasmita

The objective of the research were 1) to know characteristic of beef cattle
farmer in related to management of beef cattle farming, 2) to analyzed technical
potency of beef cattle farm in Agrabinta Sub-District, 3) to analyzed farmer earning
in beef cattle farm business , 4) to formulate the strategy of beef cattle development
in Agrabinta Sub-District. Primary data obtained by direct interview with the beef
cattle farmer, used questionnaire as the tool. Secondary data obtained from relevant
institutions sources that related with the topic of the research, data analyzed
descriptive corelation method. Base on data analyzed showed that technical
management of beef cattle farm by farmer characterize still in the traditional system.
The return cost ratio (R/C ratio) of beef cattle farm business analysis, showed that
ratio as 1.51 value. It means that the beef cattle farm business were profitable. Beef
cattle farm income contributed 11.11 persen to total family income or
Rp. 1,054,020.26. The results from Added Capacity of Ruminant Population (ACRP)
analyzed at Sinarlaut village, Bojongkaso village, Tanjungsari village, Wanasari
village, Mekarsari village, Sukamanah village respectively were -903.58 Animal
Unit (AU); 242.44 AU; -340.40 AU; 5096 AU; -337.90 AU, the positive value
explain that in these villages can accept more beef cattle number, such Bojongkaso
village and Wanasari village. The strategy of beef cattle farming development in

Agrabinta Sub-District were showed at Growth Oriented Strategy, it can be
implemented by making Demonstration Plot of beef cattle farm intensification,
recruit more animal health officer to optimalisation of services and cooperation with
other relevant institutions
Key words :Beef Cattle farming, Livestock Development, ACRP analyze, SWOT
analyze.

4

KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG

DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR

SKRIPSI

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor


Oleh
BAMBANG MAULANA HERMANSYAH
D34101029

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

5

KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG
DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR

Oleh
BAMBANG MAULANA HERMANSYAH
D34101029

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 09 Maret 2006


Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Basita Ginting S., MA
NIP. 130 517 039

Ir. Sudjana Natasasmita
NIP. 130 517 040

Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M Rur. Sc.
NIP : 131 624 188

6

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1982 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Hendra
Suhara dan Ibu Sitriyanah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Perwira II Bogor,
pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 12
Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di
SMUN 6 Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi
Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2001,
selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi HIMASEIP
(Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan) pada tahun 2002 – 2003
sebagai staf Departemen Kewirausahaan, sedangkan pada tahun 2003 – 2004
mengikuti Organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Peternakan
sebagai staf Departemen Hubungan Luar Negeri.

7

KATA PENGANTAR

Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor
yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Peternakan sangat
penting kontribusinya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani yang
berperan dalam peningkatan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Pemenuhan
protein hewani dengan baik maka akan meningkatkan kecerdasan masyarakat,
peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan taraf hidup
peternak.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk serta kesadaran masyarakat akan
produk pangan yang bergizi tinggi dan berprotein menyebabkan meningkatnya
permintaan produk peternakan terutama daging, telur dan susu. Hal ini merupakan
sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak untuk meningkatkan produktifitas
guna memenuhi permintaan produk peternakan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh peternak yaitu dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong.
Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber protein penghasil daging, memiliki
potensi untuk dikembangkan.
Atas dasar itu penulis melakukan penelitian kajian pengembangan peternakan
sapi potong di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik budidaya ternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta, menganalisa potensi teknis yang ada di Kecamatan Agrabinta,
menganalisa tingkat pendapatan peternak dan merumuskan formulasi startegi

pengembangan peternakan sapi potong yang berdasarkan potensi yang ada di
Kecamatan Agrabinta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan pra survei, penelitian, dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan sarannya sangat diharapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Bogor, Maret 2006

Penulis

8

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................

i


ABSTRACT ....................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR....................................................................................

v

DAFTAR ISI .................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

x

PENDAHULUAN …………………………………………………………..
Latar Belakang ....................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Kegunaan Penelitian ...........................................................................

1

KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

6

Usaha Ternak Sapi Potong ..................................................................
Budidaya Ternak Sapi Potong ............................................................
Pendapatan Usaha Ternak ...................................................................

6
7
16

METODE PENELITIAN ..............................................................................
Lokasi dan Waktu ...............................................................................
Populasi dan Sampel ...........................................................................
Desain Penelitian ................................................................................
Data dan Instrumen .............................................................................
Analisa Data ........................................................................................
Definisi Istilah .....................................................................................

16
16
16
17
17
17
24

KEADAAN LOKASI PENELITIAN ...........................................................

26

Keadaan Umum Kabupaten Cianjur....................................................
Keadaan Umum Kecamatan Agrabinta ...............................................

26
26

1
2
3
3

9

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

30

Karakteristik Peternak .........................................................................
Kepemilikan Ternak Sapi Potong ..............................................
Aspek Manajemen Teknis ...................................................................
Kandang .....................................................................................
Pemberian Pakan ........................................................................
Kesehatan ...................................................................................
Perkawinan .................................................................................
Aspek Ekonomi ...................................................................................
Modal .........................................................................................
Pemasaran ..................................................................................
Pendapatan .................................................................................
Penerimaan .......................................................................
Pengeluaran.......................................................................
Pendapatan Keluarga Peternak .........................................
Potensi Teknis Usaha Ternak Sapi Potong..........................................
Tenaga Kerja ..............................................................................
Lahan ..........................................................................................
Strateggi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong ...................
Analisa Korelasi Rank Spearman (rs) .......................................
Analisa Kapasitas Penambahan
Populasi ternak Ruminansia (KPPTR)............... ......................
Analisa Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT)....

30
32
33
33
36
38
39
41
41
42
43
44
44
46
47
47
47
48
48

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

58

Kesimpulan ..........................................................................................
Saran ....................................................................................................

58
58

UCAPAM TERIMA KASIH ........................................................................

59

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

60

LAMPIRAN....................................................................................................

62

51
53

10

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Agrabinta....................................

27

2. Keadaan Masyarakat Berdasarkan Mata Pencaharian....................

27

3. Keadaan Populasi Ternak di Kecamatan Agrabinta........................

28

4. Sarana dan Prasarana Peternakan Di Kecamatan Agrabinta...........

29

5. Karakteristik Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta.........

30

6. Pengelompokan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta....

32

7. Keberadaan Kandang Ternak Sapi Potong
Di Kecamatan Agrabinta.................................................................

34

8. Bahan Membuat Kandang Ternak Sapi Potong
Di Kecamatan Agrabinta.................................................................

35

9. Jenis Pakan, Lokasi dan Cara Memperoleh Yang Diberikan
Peternak di Kecamatan Agrabinta..................................................

37

10. Kesehatan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta................

38

11. Reproduksi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta..............

40

12. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan Bagi Inseminator..........

40

13. Modal, Cara memperoleh Usaha Ternak Sapi Potong
di Kecamatan Agrabinta.................................................................

41

14. Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta...............

42

15. Rataan Penerimaan Usaha Ternak Sapi Potong..............................

44

16. Rataan Pengeluaran Usaha Ternak Sapi Potong..............................

44

17. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong...........................................

45

18. Nilai R/C Rasio Usaha Ternak Sapi Potong....................................

46

19. Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong.........................

46

20. Sumber Tenaga Kerja Usaha Ternak Sapi Potong...........................

47

21. Rataan Penggunaan Lahan Yang Dimiliki Peternak........................

47

22. Keofisien Peubah bebas Terhadap peubah terikat............................

48

23. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia..............

51

24. Urutan Prioritas Wilayah Pengembangan
Berdasarkan Nilai KPPTR Efektif....................................................

52

25. Faktor Strategi Internal Usaha Ternak Sapi Potong.........................

54

26. Faktor Strategi Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong......................

55

11

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Kerangka pemikiran untuk strategi pengembangan
peternakan sapi potong....................................................................

5

2. Skema Pelaksanaan Inseminasi Buatan............................................

14

3. Diagram Analisa SWOT...................................................................

22

4. Matrik SWOT....................................................................................

23

5. Jalur Pemasaran Ternak Sapi Potong................................................

43

6. Analisa SWOT Peternakan Sapi Potong..........................................

55

7. Matrik SWOT Peternakan Sapi Potong............................................

57

12

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Rata-rata Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong............................

63

2. Rata-rata Pendapatan Usaha Tani....................................................

64

3. Perhitungan Analisa KPPTR...........................................................

65

4. Perhitungan Pengembangan Ternak Sapi Potong.............................

68

5. Hasil Perhitungan SPSS....................................................................

70

6. Susunan Kepengurusan SPT – IB.....................................................

71

7. Struktur Organisasi Kecamatan Agrabinta........................................

72

8. Peta Kecamatan Agrabinta.................................................................

73

9. Kuesioner Penelitian..........................................................................

74

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor
yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Peternakan sangat
penting kontribusinya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani yang
berperan dalam Penambahan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Pemenuhan
protein hewani dengan baik maka akan meningkatkan kecerdasan masyarakat,
peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan taraf hidup
peternak.
Sektor peternakan saat ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
tetapi sudah berkembang menjadi salah satu alternatif usaha yang menguntungkan.
Bahkan, sebagian telah menjadi usaha skala industri yang memberikan kesempatan
kerja bagi sebagian besar masyarakat
Penambahan laju pertumbuhan penduduk serta kesadaran masyarakat akan
produk pangan yang bergizi tinggi dan berprotein menyebabkan meningkatnya
permintaan produk peternakan terutama daging, telur dan susu. Hal ini merupakan
sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak untuk meningkatkan produktifitas
guna memenuhi permintaan produk peternakan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh peternak yaitu dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong.
Ternak sapi potong merupakan salah satu penghasil daging sebagai sumber
protein, memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu pendorong pengembangan
peternakan sapi potong karena permintaan produksi sapi potong relatif bervariasi
naik-turun dari tahun ke tahun termasuk daerah Jawa Barat. Seperti terlihat di Jawa
Barat pada tahun 2000 produksi daging sapi potong sebesar 74.256 ton, tahun 2001
produksi daging sapi potong sebesar 70.993 ton, tahun 2002 produksi daging sapi
potong sebesar 65.199 ton, tahun 2003 sebesar 74.898 ton dan tahun 2004 produksi
daging sapi potong sebesar 76.053 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Ternak,
2004).
Potensi ternak sapi potong tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa
Barat, salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki luas
350.148 Ha dengan luas tanah sawah 58.585 Ha (16,7% dari luas Kabupaten Cianjur)

14

dan luas lahan darat 291.563 Ha (83,3% dari luas Kabupaten Cianjur) memiliki
potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong.
Produksi daging di Kabupaten Cianjur terus meningkat antara tahun 2001–2003,
dengan perincian tahun 2001 produksi daging dengan total sebesar 22.650.705 kg,
tahun 2002 produksi daging dengan total sebesar 26.316.457 kg, tahun 2003
produksi daging dengan total sebesar 34.291.472 kg. Hal ini menunjukan sebuah
peluang dan sebuah tantangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Cianjur
Dengan demikian sapi potong memiliki potensi untuk dikembangkan di
Kabupaten Cianjur, salah satu wilayah yang mungkin dikembangkan adalah
Kecamatan Agrabinta. Kecamatan Agrabinta yang memiliki ketinggian 7 m hingga
600 m dari permukaan laut, dengan luas wilayah 294.77 km2. Kecamatan Agrabinta
memiliki populasi ternak sapi potong terbanyak diantara kecamatan yang ada di
Kabupaten Cianjur yaitu 2.931 ekor jantan dan 8.463 ekor betina dengan jumlah
rumah tangga ternak (RTP) sebanyak 1516 RTP (Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Cianjur, 2004).
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian terhadap pengembangan sapi potong
di

Kecamatan

Agrabinta.

Sehingga

dapat

disarankan

formulasi

strategi

pengembangan ternak sapi potong yang dapat menjadi contoh untuk kecamatan
lainnya.
Perumusan Masalah
Usaha ternak sapi potong di Indonesia pada umumnya masih berbentuk
peternakan rakyat yang bersifat tradisional dan hanya sebagai usaha sampingan,
sehingga budidaya dilaksanakan dalam kondisi yang tidak optimal. Hal ini
memberikan kontribusi usaha peternakan sapi potong terhadap pendapatan rumah
tangga peternak akan relatif kecil. Faktor lain belum optimalnya budidaya sapi
potong disebabkan alokasi tenaga kerja, hijauan makanan ternak, permodalan dan
pemasaran.
Keadaan di atas membuat peternak sapi potong berada pada posisi tawarmenawar yang lemah, sehingga dalam proses pemasaran tidak memberikan
keuntungan yang optimal.

15

Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan usaha ternak sapi
potong berhubungan dengan teknis beternak yang sesuai seperti pengalokasian
tenaga kerja, hijauan makanan ternak, modal kepemilikan lahan beternak dan bibit
ternak sapi potong. Alokasi tersebut belum diketahui secara mendalam di Kecamatan
Agrabinta, maka permasalahan tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1. bagaimana karakteristik peternak dan budidaya ternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta ?
2. bagaimana potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta?
3. berapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh peternak usaha ternak sapi
potong saat ini ?
4. bagaimana merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. mengetahui karakteristik budidaya ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta;
2. menganalisa bagaimana potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan
Agrabinta;
3. menganalisa tingkat pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta;
4. merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta.
Kegunaan Penelitian
Penelitaian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. pengembangan ilmu ternak sapi potong, terutama dalam bidang penyusunan
startegi pengembangan ternak sapi potong; dan
2. pihak yang membutuhkan informasi tentang pengembangan ternak sapi potong di
Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur.

16

KERANGKA PEMIKIRAN
Pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, salah
satunya dapat dilihat dari budidaya yang dilakukan oleh peternak. Budidaya ternak
sapi potong dapat didukung oleh aspek manajemen teknis dan aspek ekonomi.
Budidaya yang terjadi yang dilakukan oleh peternak pada umumnya masih bersifat
tradisional, dimana usaha ternak sapi potong masih dianggap sebagai usaha
sambilan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian pengembangan peternakan,
khususnya ternak sapi potong sebagai salah satu sumber protein yang dibutuhkan
oleh masyarakat.
Pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta dapat dilihat
dari aspek teknis dan aspek ekonomi. Aspek teknis ini dianalisa secara deskriptif dan
aspek ekonomi dianalisa mengenai tingkat pendapatan peternak. Setelah itu dianalisa
hubungan antara tingkat pendapatan dan aspek teknis, dimaksudkan untuk bisa
menentukan hubungan yang dapat diidentifikasi.
Strategi peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta dianalisa secara
Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT) untuk mendapatkan formulasi
alternatif pengembangan peternakan sapi potong. Formulasi strategi yang baru ini
diharapkan dapat digunakan untuk memajukan peternakan di Kecamatan Agrabinta
khususnya pada komoditi ternak sapi potong, seperti terlihat pada Gambar 1.

17

Usaha Ternak Sapi Potong

Budidaya Ternak

Aspek Teknis

Aspek Ekonomi

Analisa Korelasi Rank Spearman (rs)

Analisa Faktor Internal

Analisa Faktor Eksternal

Analisa
SWOT

Kajian Fomulasi Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong

Gambar 1. Kerangka pemikiran untuk strategi pengembangan peternakan sapi potong

18

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Ternak Sapi Potong
Bangsa sapi yang tersebar di seluruh dunia berasal dari bangsa sapi primitif di
Asia Tengah, yang kemudian mengalami domestikasi. Sapi ini pada dasarnya
digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Bos indicus (zebu: sapi berpunuk), Bos
taurus dan Bos sondaicu /Bos bibos (Sugeng, 2000).
Menurut Talib dan Siregar (1991) bangsa sapi potong yang paling tinggi
populasinya diantara bangsa-bangsa sapi lain di Indonesia yaitu bangsa sapi Ongole
khususnya Peranakan Ongole.
Menurut Rahardi (2003) secara umum tipologi usaha peternakan yang dapat
dipilih jika ingin terjun dalam usaha tersebut antara lain: 1) sebagai usaha sambilan
dimana dikelola secara sambilan, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha
sambilan ini dibawah 30% dari total pendapatan keluarga; 2) Usaha peternakan
sebagai cabang usaha, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak
sebagai cabang usaha sekitar 30–70%; 3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok,
tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok
berkisar 70–100%; dan 4) Usaha peternakan sebagai usaha industri, usaha peternakan
dikelola secara industri, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai
100%. Pemeliharaan ternak sapi oleh peternak dapat dikategorikan dalam tiga cara,
yaitu:
1. pemeliharaan intensif, dalam cara ini ternak dipelihara dalam kandang dan
biasanya disebut kereman;
2. pemeliharaan semi intensif, dalam cara ini ternak dilepas pada siang hari dan
dikandangkan pada malam hari; dan
3. pemeliharaan ekstensif, dalam cara ini sapi dipelihara dengan dilepas pada lahan
atau padang rumput yang luas.

19

Budidaya Ternak Sapi Potong
Perkandangan
Kandang berfungsi sebagai tempat berteduh atau berlindung dari hujan serta
sebagai tempat istirahat yang nyaman. Kandang untuk sapi potong biasa dibuat dari
bahan–bahan sederhana dan murah, tetapi harus dibuat dengan konstruksi yang
cukup kuat (Murtidjo, 1990).
Kandang yang dibangun tidak hanya kuat dan nyaman tetapi harus
mendukung budidaya ternak sapi potong. Abidin (2002) berpendapat bahwa
pembuatan kandang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:
1. dibuat dari bahan berkualitas;
2. luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi;
3. konstruksi kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam
melakukan pembersihan, memandikan dan tidak licin;
4. ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat;
5. kandang dibangun dengan memperhatikan arah angin yang dominan, diupayakan
agar bagian muka tidak mendapat kontak langsung dengan angin yang bertiup;
6. sedapat mungkin dilalui anak sungai atau dekat sumber air; dan
7. atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan–bahan yang ringan tetapi daya
tahannya kuat dan mampu menjaga kehangatan didalam kandang.
Kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas
kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Ukuran kandang
individual dapat lebih kecil dari kandang barak, yaitu sekitar 1,7 m2/ekor, masing–
masing untuk bobot badan sapi sekitar 150 kg. Saluran udara sebaiknya
diperhitungkan 5,0–10,0% dari luas lantai atau 0,4–0,6 m3/ekor (Santosa, 2003).
Menurut Sarwono (2001), pemilihan lokasi kandang yang sesuai diantaranya
dengan mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah dan kesesuaian iklim
untuk ternak sapi.
Peternakan sapi akan ideal jika dibangun tidak jauh dari areal persawahan,
perladangan, perkebunan dan di lokasi tersebut kegiatan pertanian dan peternakan
dapat saling menunjang. Ternak memanfaatkan sisa hasil pertanian, sedangkan
pertanian akan memanfaatkan limbah kandang seperti kotoran dan air urin ternak

20

sebagai pupuk. Lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari tempat pemukiman agar
bau dan limbah peternakan tidak mengganggu penghuni pemukiman. Jarak kandang
dari tempat pemukiman minimum 50 m atau dengan membangun tembok atau pagar
tanaman setinggi 3 m untuk meredam angin. Lokasi peternakan juga harus memiliki
sumber air bersih yang akan digunakan sebagai sumber air minum, pembuatan
pakan, membantu proses pengampasan dan membersihkan areal kandang (Sarwono,
2001).
Membangun kandang ternak sapi sebaiknya dipilih lokasi yang berupa lahan
terbuka dan tidak tertutup bangunan atau pepohonan (Sarwono, 2001). Lokasi
kandang dipilih dengan kemiringan relatif landai dan tidak berlubang. Hal ini akan
menguntungkan karena memiliki akses yang memadai terhadap jalan raya sehingga
arus transportasi kebutuhan peternakan terpenuhi, serta memudahkan akses menuju
sungai atau saluran pembuangan untuk pembangunan kelebihan air dari kolam
pengolahan limbah.
Menurut Sarwono (2001) bahwa masing–masing bangsa sapi hanya cocok
digemukan pada kondisi lingkungan tertentu. Bangsa sapi Peranakan Ongole, sapi
Brahman, sapi Bali dan sapi Madura dapat berdaptasi dengan sangat baik apabila
pada lokasi dengan ketinggian < 25 m diatas permukaan laut serta suhu antara 27o C
hingga 34o C, tetapi kurang beradaptasi pada lokasi dengan ketinggiaan > 100 m
diatas permukaan laut dengan suhu dibawah 24oC
Menurut Esmay (1986), banyak faktor selain suhu lingkungan yang harus
dipertimbangkan dalam membangun kandang. Faktor tersebut seperti masalah teknis,
manajemen budidaya sapi dalam menangani material dan operasional. Hal yang
termasuk dalam manajeman tersebut adalah:
1. ternak (interaksi/tingkah laku);
2. pakan dan air;
3. limbah;
4. produk;
5. manusia (operator dan pengunjung); dan
6. udara untuk kontrol lingkungan.

21

Pemberian Pakan
Secara tradisional, sapi potong hanya membutuhkan hijauan makanan ternak
sebagai pakan. Berbeda dengan tradisional, usaha penggemukan yang orientasi
terhadap keuntungan harus memperhatikan penggunaan pakan konsentrat. Hal ini
agar dapat dicapai keuntungan yang diperoleh dalam waktu yang relatif singkat
(Abidin, 2000).
Sugeng (2000) menyatakan pakan pokok untuk ternak sapi adalah berupa
hijauan makanan ternak dan pakan penguat (konsentrat) sebagai tambahan. Pakan
hijauan makanan ternak diberikan dengan jumlah 10% dari berat badan dan pakan
konsentrat diberikan minimal 1% dari berat badan.
Menurut Santosa (2003) pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat
keberhasilan pemeliharaan sapi. Karena itu, cara–cara pengelolaannya harus
dipahami. Ketersedian hijauan makanan ternak dapat diperoleh dari padang
penggembalaan. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan pemotongan rumput
tersebut, kemudian diberikan kepada ternak sapi di dalam kandang atau disebut
dengan istilah cut and carry. Rumput dapat juga langsung dikonsumsi oleh sapi di
areal padang penggembalaan berdasarkan pada daya tampung (stocking rate) padang
penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT (unit
ternak) pertahun.
Acuan terbaik adalah definisi dari Society for Range Management (1974)
dalam Santosa (2003) bahwa satu unit ternak adalah setara dengan seekor sapi induk
dewasa seberat 455 kg yang kebutuhan konsumsinya adalah 9,1 kg hijauan dalam
bentuk bahan kering per hari. Dengan demikian, seekor sapi jantan yang bobot
badannya 700 kg atau seekor sapi muda yang bobot badannya 225 kg, perhitungan
kebutuhan konsumsinya per hari adalah sebagai berikut:
1. kebutuhan konsumsi seekor sapi jantan adalah 14 kg hijauan dalam bentuk bahan
kering per hari (700/455 x 9,1 kg = 14 kg); dan
2. kebutuhan konsumsi seekor sapi muda adalah 4,5 Kg hijauan dalam bentuk
bahan kering per hari (225/455 x 9,1 kg = 4,5 kg).
Menurut Smith (1988) bahwa idealnya, makanan harus tersedia untuk sapi
secara tidak terbatas. Sebagai ancar–ancar kasar, seekor hewan dengan berat kira–

22

kira 500 kg makan 20–24 kg rumput gajah segar tiap hari, atau jika hijauan kering
diperlukan 4–5 kg tiap hari. Banyaknya makanan tiap ekor harus diperhatikan
sehingga keperluannya tiap hari dapat ditambah atau dikurangi.
Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan
konsentrat. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi protein, karbohidrat,
lemak, vitamin dan mineral (Sarwono, 2001).
Menurut Santosa (2003) bahwa ada beberapa cara yang dapat dilaksanakan
untuk menata padang penggembalaan berdasarkan lamanya lahan dipergunakan
sebagai sumber pakan ternak. Secara garis besar, penataan tersebut dapat
dikelompokan menjadi dua: terus–menerus dipergunakan sebagai penghasil pakan
ternak dan dipergunakan secara bergiliran dengan tanaman lain. Beberapa cara tata
laksana padang rumput tersebut adalah sebagai berikut:
1. Padang rumput permanen
Padang rumput permanen adalah padang rumput yang terus-menerus
dipergunakan sebagai sumber pakan ternak dalam jangka waktu yang cukup lama.
Cara ini paling tepat apabila digunakan pada daerah yang bertopografi miring karena
dapat mencegah terjadinya erosi tanah.
2. Padang rumput jangka pendek
Padang rumput jangka pendek hanya dipergunakan dalam jangka waktu dua
atau lima tahun saja. Setelah masa pemakaian sebagai padang penggembalaan, lahan
ini akan diolah dan digunakan untuk tanaman lain.
3. Padang rumput rotasi jangka panjang
Sistem padang rumput ini penggunaannya mencapai 6–10 tahun. Tata laksana
penggunaannya perlu kombinasi dari kedua sistem diatas.
4. Padang rumput sementara
Padang rumput ini hanya dipergunakan sebagai sumber tanaman pakan untuk
beberapa bulan saja atau paling lama satu tahun. Tujuan dari penggunaan sistem ini
adalah sebagai sumber pakan ternak pada saat kritis, menjaga kesuburan tanah dalam
sistem pergiliran tanaman, dan memperbaiki struktur tanah.
Pemberian pakan di kandang atau di palungan, yang paling penting
diperhatikan adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan
ransum yang diberikan kepada ternak (Santosa, 2003). Dalam menyusun ransum

23

diusahakan agar kandungan zat–zat makanan di dalam ransum sesuai dengan zat–zat
makanan yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, untuk
pertumbuhan dan untuk berproduksi.
Menurut Santosa (2003) bahwa dalam memilih bahan pakan, beberapa
pengetahuan penting berikut ini harus diketahui sebelumnya:
1. bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah
sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah biaya transportasi dan kesulitan
mencarinya;
2. bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dan jumlah yang
mencukupi keperluan;
3. bahan pakan harus mempunyai harga layak dan sedapat mungkin mempunyai
fluktuasi harga yang tidak besar;
4. bahan pakan harus diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang
sangat utama. Seandainya harus menggunakan bahan pakan yang demikian,
usahakan agar bahan pakan tersebut hanya satu macam saja;
5. bahan pakan harus dapat diganti oleh bahan pakan lain yang kandungan zat–zat
makanannya hampir setara; dan
6. bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan atau tidak
menampakan perbedaan warna, bau, atau rasa dari keadaan normalnya.
Penanganan Kesehatan
Menurut Abidin (2000), pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan
berbagai upaya salah satunya adalah dengan penggunaan kandang karantina yang
bertujuan agar sapi dapat menyesusaikan dengan lingkungan yang baru, kebersihan
kandang dan lingkungannya, serta lakukan vaksinasi berkala.
Pada umumnya, prinsip pengendalian penyakit dan pencegahan penyakit
yang berlaku untuk domba dan kambing berlaku juga untuk sapi dan kerbau. Parasit
dalam, terutama pada hewan muda dan hewan sedang tumbuh, mungkin penyebab
kerugian utama di daerah tropis dan hewan menjadi kurus dan lemah. Oleh karena
itu, harus dilakukan pemeriksaan feses secara teratur dan mengobatinya bilamana
perlu. Adapun penyakit yang perlu diwaspadai dan bersifat menular seperti penyakit
mulut dan kuku (PMK), keguguran Menular (Brucellosis) dan lain–lain. pencegahan
penyakit harus dilakukan sejak pedet lahir.

24

Menurut Smith (1988) menganjurkan tiga prinsip untuk pengendalian yang
efektif yaitu:
1. mengurangi tingkat tekanan kepada pedet yang baru lahir terhadap penyebab
infeksi. Tekanan dikurangi dengan menyediakan fasilitas yang baik dan bersih di
tempat pedet dilahirkan. Setiap pedet terinfeksi harus segera dipisahkan dari
pedet lain. Tempat pakan harus dibersihkan benar–benar dan dikeringkan setiap
hari, harus dicegah hewan terlalu berdesak–desakan;
2. memberi ketahanan maksimum non spesifik dengan kolostrum cukup dan cara
beternak sebaik–baiknya. Pedet harus diberi kolostrum secepat mungkin sesudah
lahir dan harus dalam 24 jam pertama. Idealnya pedet harus memperoleh susu
paling sedikit 50 ml/kg berat badan 2 jam pertama sesudah lahir, jika pedet
lambat menyusui harus diberi kolostrum dengan pipa lambung; dan
3. meningkatkan ketahanan spesifik pada anak yang baru lahir dengan vaksinasi
induk atau anak. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan bakterin yang
dibunuh dengan formalin (formalin–killed bacterin) dari Escherichia coli galur
enterotoksigenik. Induk bunting divaksinasi 2–4 minggu sebelum melahirkan
untuk merangsang produksi antibodi. Antibodi diteruskan kepada anak melalui
kolostrum.
Perkawinan
Pengembangbiakan sapi dapat dilakukan beberapa metode diantaranya, yaitu:
1. metode kawin alamiah, dimana sapi jantan pemacak dikawinkan dengan sapi
betina yang birahi; dan
2. metode inseminasi buatan (IB), metode ini dikenal dengan sebutan kawin suntik.
Metode ini menggunakan alat khusus (Artificial Insemination Gun) yang
digunakan oleh seorang inseminator (Murtidjo, 1990).
Keberhasilan perkawinan ternak sapi dapat ditentukan dengan penilaian
dalam melihat tanda–tanda birahi. Tanda yang lazim tampak adalah:
1. sapi betina tidak tenang (gelisah);
2. nafsu makan kurang;
3. sering melenguh dan mendekati jantan; dan
4. sering menaiki sapi lain dan akan diam apabila dinaiki.

25

Selain tanda–tanda tersebut, tanda khusus dari vulva adalah keadaannya yang
tampak memerah, membengkak dan keluar lendir bening (Santoso, 2003).
Birahi pada sapi mudah diketahui jika orang mengenal tingkah–laku normal
hewan ini. Sapi sedang birahi sedikit tidak tenang, lebih sering urin dibanding
biasanya dan akan menaiki sapi lain. Ovulasi terjadi kira 10–11 jam sesudah mulai
birahi sehinga jika sapi diketahui sedang birahi pada pagi hari, inseminasi dilakukan
pada sore hari. Jika birahi terlihat pada sore hari, diinseminasi pagi hari berikutnya.
Berbagai faktor mempengaruhi kemampuan reproduksi dalam suatu
kalompok ternak sapi antara lain digolongkan sebagai berikut:
1. lingkungan dan kondisi manajemen. (contoh: iklim, musim, sistem perkandangan
dan jumlah dalam kelompok);
2. kondisi genetik;
3. penyakit menular dan tidak menular; dan
4. manajemen seperti pakan, pencegahan penyakit, sanitasi lingkungan, pengamatan
birahi, penyapihan anak dan program pencatatan (Dinas Perikanan dan
Peternakan, Kabupaten Cianjur, 2004).
Pengetahuan dalam pengamatan birahi sangat penting, karena pendugaan
pelaksanaan akan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan).
Ilustrasi dibawah dapat menjelaskan tingkat keberhasilan konsepsi berkaitan dengan
Inseminasi buatan:
a. inseminasi pada permulaan birahi memberikan 44% kemungkinan kebuntingan;
b. inseminasi pada pertengahan birahi memberikan 82% kemungkinan kebuntingan;
c. inseminasi pada akhir birahi memberikan 75% kemungkinan kebuntingan;
d. inseminasi pada 6 jam sesudah birahi memberikan 62,5% kemungkinan
kebuntingan;
e. inseminasi pada 12 jam sesudah birahi memberikan 32,5% kemungkinan
kebuntingan;
f. inseminasi pada 18 jam sesudah birahi memberikan 28% kemungkinan
kebuntingan;
g. inseminasi pada 24 jam sesudah birahi memberikan 12% kemungkinan
kebuntingan;

26

h. inseminasi pada 36 jam sesudah birahi memberikan 8% kemungkinan
kebuntingan; dan
i. inseminasi pada 48 jam sesudah birahi memberikan 0% kemungkinan
kebuntingan.
Skema dibawah menjelaskan waktu birahi dalam hitungan jam dan kaitannya
dengan konsepsi (Kebuntingan)

A
0

6

B
9

C
13

D

E

24 28

39

Gambar 2. Skema pelaksanaan inseminasi buatan
Keterangan:
Waktu A. merupakan waktu yang terlalu cepat untuk melakukan Inseminasi;
Waktu B. merupakan waktu yang baik untuk melakukan Inseminasi;
Waktu C. merupakan waktu yang sangat baik untuk melakukan Inseminasi;
Waktu D. merupakan waktu yang baik untuk melakukan Inseminasi; dan
Waktu E. merupakan waktu yang terlambat untuk melakukan Inseminasi (Dinas
Perikanan dan Peternakan, Kabupaten Cianjur, 2004)
Modal
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan
tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini hasil pertanian. Modal
petani yang berupa barang diluar tanah adalah ternak beserta kandang, cangkul, bajak
dan alat-alat pertanian lainnya, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman
yang masih disawah dan lain-lain (Mubyarto, 1989).
Menurut Rahardi (2003) bahwa modal merupakan sejumlah barang, jasa, dan
uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan.
Modal memegang peran penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan.
Oleh karena itu, diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola
modal agar pengalokasiannya tepat dan penggunaannya efisien. Beberapa hal yang
harus diperhatikan sehubungan dengan perencanaan modal dalam usaha peternakan
adalah sebagai berikut:

27

1. peternak atau pengusaha harus mengetahui seluk–beluk usaha peternakan yang
akan dijalankan baik secara teknis maupun manajemen (pengelolaan). Hal ini
agar peternak mengetahui pengalokasian biaya yang akan digunakan;
2. besarnya biaya yang akan digunakan tergantung skala usaha. Semakin besar skala
usaha semakin besar modal atau biaya yang dibutuhkan;
3. biaya yang terjadi dipengaruhi oleh jenis usaha. Biaya yang dikeluarkan pada
usaha subsistem produksi (budidaya ternak) berbeda dengan biaya yang
dikeluarkan pada usaha di subsistem pasca produksi;
4. besarnya biaya atau modal tergantung lokasi usaha. Lokasi usaha di daerah sentra
produksi ternak membutuhkan biaya relatif lebih sedikit dibandingkan di daerah
bukan sentra produksi ternak; dan
5. perencanaan modal sangat erat kaitannya dengan sumber modal usaha. Dengan
perencanaan, akan diketahui sumber modal yang dapat digunakan untuk
mendukung kegiatan usaha peternakan.
Pemasaran
Menurut Mubyarto (1994) Pemasaran atau distribusi diartikan sama dengan
tataniaga

yaitu

suatu

kegiatan

ekonomi

yang

berfungsi

membawa

atau

menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Ditegaskan oleh Soekartawi
(1993) bahwa pemasaran atau marketing pada prinsipnya adalah aliran barang dari
produsen ke konsumen.
Menurut Rahardi (2003) bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan atau
aktivitas menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Peternak atau pengusaha
yang telah menghasilkan produk peternakan menginginkan produknya sampai dan
diterima oleh konsumen, agar produk tersebut sampai dan diterima oleh konsumen,
peternak harus melalui beberapa kegiatan pemasaran. Peternak atau pengusaha yang
telah berproduksi, selanjutnya akan melakukan kegiatan pemasaran produk. Kegiatan
pemasaran peternakan terdiri dari pengumpulan informasi pasar, penyimpanan,
pengangkutan dan penjualan. Peternak harus memahami pola pemasaran yang akan
dijalankan, pola pemasaran merupakan jalur distribusi suatu produk dari produsen
melalui beberapa pelaku pemasaran hingga sampai ke konsumen. Secara umum
produk peternakan memiliki tiga pola pamasaran, yaitu pemasaran melalui koperasi,
kemitraan dan umum.

28

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Potensi wilayah dapat diketahui dengan menggunakan metode pengembangan
pemetaan

potensi

wilayah.

Pendekatan

perhitungan

potensi

wilayah

dan

pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas
Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (Ayuni, 2005).
Pendapatan Usaha Ternak
Pendapatan usahatani merupakan selisih dari biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh (Hernanto,1989). Pendapatan usahatani mengukur
imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi
kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan ke
dalam usahatani, sama halnya dengan usaha ternak. Karena merupakan mengukur
ukuran keuntungan usaha ternak yang dapat dipakai untuk membandingkan
penampilan beberapa usaha ternak (Soekartawi, 1986).
Maharani (2005) mengungkapkan bahwa Kondisi sosial ekonomi petanipeternak salah satunya dicirikan oleh tingkat pendapatan yang diperoleh dalam
periode tertentu. Rata-rata petani-ternak memiliki pendapatan yang rendah dari hasil
usaha taninya, hal ini disebabkan harga yag berlaku tidak menguntungkan para
peternak.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dimulai pada bulan April hingga Juli
2005.
Populasi dan Sampel
Populasi diambil yaitu seluruh peternak sapi potong yang ada di desa-desa
Kecamatan Agrabinta yang berjumlah 1.516 rumah tangga peternak. Pengambilan
sampel secara sengaja berdasarkan desa-desa yang memiliki populasi sapi potong
yang terbanyak dilakukan di desa Sinarlaut sebanyak 10 responden peternak
peternak, desa Bojongkaso 10 responden peternak peternak, desa Sukamanah 2
responden peternak peternak, desa Mekarsari 10 responden peternak peternak, desa

29

Tanjungsari 11 responden peternak peternak, dan desa Wanasari 10 responden
peternak.
Desain Penelitian
Penelitian

ini

merupakan

penelitian

deskriptif

koreasional

dengan

menggunakan metode survei pada peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan
Agrabinta.
Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan tentang gambaran umum
dari suatu kegiatan usaha peternakan sapi potong. Hal ini termasuk budidaya ternak,
pemasaran, pemeliharaan, permodalan, dan lain–lain.
Data dan Instrumentasi
Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengamatan langsung dilokasi penelitian dan informasi dari responden
peternak dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder merupakan data pelengkap
yang diperoleh

dari instansi-instansi yang berupa data pelaporan dan literatur-

literatur.
Data primer yang dikumpulkan meliputi usaha budidaya dari peternakan sapi
potong. Data sekunder diperoleh dari literatur yang menunjang penulisan serta
informasi dari instansi yang terkait.
Analisa Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat analisa, yaitu:
1. Analisa Statistik Deskriptif
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai:
a. karakteristik

peternak

yang

meliputi

umur,

pendidikan,

pekerjaan,

pengalaman beternak, tanggungan keluarga serta persepsi peternak tentang
pengembangan usaha ternak sapi potong; dan
b. karakteristik budidaya usahaternak diataranya sistem pemeliharaan ternak
sapi potong, pemasaran.

30

2. Analisa Pendapatan
Untuk menghitung pendapatan peternak sapi potong, dihitung denga rumus:



= TR − TC

Keterangan:
П = Total Pendapatan
TR = Total Revenue
TC = Total Cost, baik berupa tunai dan non tunai
Selanjutnya adalah tingkat pendapatan usaha ternak sapi potong, dengan
rumus :

R/C=

Total Re venue
Total Cost

Dengan kriteria : R / C > 1, berarti usaha tersebut menguntungkan
R / C < 1, berarti usaha tersebut rugi
R / C = 1, berarti usaha tersebut impas
3. Analisa korelasi Rank Spearman melalui tahapan prosedur sebagai berikut:
a. Data mengenai faktor peubah bebas meliputi kandang, kesehatan,
perkawinan, tenaga kerja, pakan, jumlah sapi modal yang telah diolah
menjadi data yang dikatagorikan ke dalam data ordinal menggunakan bantuan
program komputer Windows XL.
b. Data mengenai faktor peubah terikat yaitu tingkat pendapatan yang telah
diolah menjadi data ordinal menggunakan bantuan program komputer
Windows XL.
c. Data mengenai hubungan peub