Frekwensi Penyemprotan Pupuk Daun (Gandasil D) Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria Malaccensis Lamk

(1)

FREKWENSI PENYEMPROTAN PUPUK DAUN (GADASIL D) DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT AQUILARIA

MALACCENSIS LAMK

SKRIPSI

ROBET PANJAITAN 091201126

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ii

ABSTRAK

ROBET PANJAITAN. Frekwensi Penyemprotan Pupuk Daun (Gandasil D) Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria malaccensis LAMK. Dibimbing oleh EDY BATARA MULYA SIREGAR dan BUDI UTOMO.

Aquilaria malaccensis merupakan salah satu jenis pohon yang lambat tumbuh yang memiliki prospek untuk hutan tanaman industri dan tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia. Untuk mendapatkan bibit Aquilaria malaccensis yang berkualitas maka perlu dilakukan pengujian terhadap frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D ) dan naungan. Penelitian ini dilaksanakan di lahan terbuka di depan kampus program studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Maret-Mei 2014 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dan naungan (tanpa; 35%; 75% ) Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, panjang akar, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, dan berat kering akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekwensi penyemprotan pupuk daun memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter. Naungan tidak memberikan pengaruh nyata hanya terhadap pertambahan diameter bibit. Interaksi perlakuan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dan naungan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter.

Kata Kunci : Aquilaria malaccensis, frekwensi penyemprotan pupuk daun, naungan, pertumbuhan


(3)

ABSTRAK

ROBET PANJAITAN. Frequency of Leaf Spraying Fertilizer (Gandasil D) on growth of seedlings of Aquilaria malaccensis LAMK. Guided by EDY BATARA MULYA SIREGAR and BUDI UTOMO.

Aquilaria malaccensis is a slow-growing tree species that have prospects for industrial tree plantations and reforestation crop (greening) in Indonesia. To obtain quality seeds Aquilaria malaccensis then necessary to test the frequency of spraying foliar fertilizer (Gandasil D) and shade. This research was carried out in an open field in front of college courses Forestry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in March-May 2014 using a completely randomized factorial design with two factors, namely the frequency of spraying foliar fertilizer (Gandasil D) and shade (0%; 35%, 75% ). The parameters measured were seedling height, stem diameter, number of leaves, leaf area, canopy wet weight, root fresh weight, dry weight crown, and root dry weight.

The results showed that the frequency of spraying foliar fertilizer significant effect on all parameters. Shade not only a significant effect on the increase in the diameter of the seedlings. Interaction frequency of spraying foliar fertilizer treatments (GandasilD) and shade no significant effect on all parameters.

Keywords: Aquilaria malaccensis, the frequency of spraying foliar fertilizer, shade, growth


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Judul penelitian ini adalah “Frekwensi Penyemprotan Pupuk (Gandasil D) dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria malaccensis LAMK”.

Penelitian ini bertujuan mengukur dan menganalisis pengaruh frekwensi penyemprotan pupuk dan naungan yang berbeda terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, luas daun, berat basah tajuk dan akar serta berat kering tajuk dan akar bibit Jabon Putih yang sesuai untuk pertumbuhan bibit Jabon Putih, sehingga A. malaccensis dapat dibudidayakan secara baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS dan bapak Dr. Budi Utomo, SP.,MP, selaku komisi dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan motivasi kepada penulis dimulai dari penelitian ini berlangsung sampai pada penyelesaian skripsi

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Otmar Panjaitan, ibu Maroulina Siboro, dan saudara saudari terkasih Manna krisna Panjaitan dan Dian Petrus Panjaitan dan kepada yang terkasih Erna Agustina Sabdawati Silaban yang telah mendukung penulis dalam doa, cinta kasih, pengorbanan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh pegawai dan dosen pengajar di Program Studi Kehutanan yang telah memberikan ilmu, saran, dan arahan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada teman-teman 2009 kehutanan, teman-teman 2009 Budidaya Hutan,teman-teman Sekret 2009 terutama kepada Donny I. E. Siregar, Boy Goklas Gurning , Rio Hotlan Manullang , Rionaldo Melvin Silalahi, Rudy Hartono Sipautar, David Pasaribu, Sudyanto D. P. Samosir, Sondang R. Parhusip, yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan


(6)

vi

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Penyebaran, Karakteristik ,Tempat Tumbuh dan pupuk daun Aquilaria malaccensis ... 5

Pemeliharaan Aquilaria malaccensis ... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Bahan dan Alat Penelitian ... 9

Rancangan Percobaan ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 14

Pertambahan Tinggi Bibit ... 14

Pertambahan Diameter Bibit ... 15

Jumlah Daun Bibit ... 17

Panjang akar ... 18

Berat Basah Tajuk ... 19

Berat Basah Akar ... 20

Berat Kering Tajuk ... 21

Berat Kering Akar ... 22

Pembahasan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN ... 3


(8)

viii

DAFTAR TABEL

No. Hal. 1. Rataan pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis (cm)

pada 12 MST ... 14

2. Rataan pertambahan diameter bibit Aquilaria malaccensis (mm) pada 12 MST ... 16

3. Rataan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis (helai) pada 12 MST ... 17

4. Rataan panjang akar (cm2) bibit Aquilaria malaccensis ... 18

5. Rataan berat basah tajuk (g) bibit Aquilaria malaccensis ... 19

6. Rataan berat basah akar (g) bibit Aquilaria malaccensis... 20

7. Rataan berat kering tajuk (g) bibit Aquilaria malaccensis... 21

8. Rataan berat kering akar (g) bibit Aquilaria malaccensis... 22


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Rataan laju pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis ...15


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 31

2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih .... 33

3. Rataan pertambahan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih ... 35

4. Rataan panjang akar dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih ... 36

5. Rataan berat basah tajuk dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 37

6. Rataan berat basah akar dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 38

7. Rataan berat kering tajuk dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 39

8. Rataan berat kering akar dan analisis sidik ragam bibit Jabon Putih... 40


(11)

ABSTRAK

ROBET PANJAITAN. Frekwensi Penyemprotan Pupuk Daun (Gandasil D) Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria malaccensis LAMK. Dibimbing oleh EDY BATARA MULYA SIREGAR dan BUDI UTOMO.

Aquilaria malaccensis merupakan salah satu jenis pohon yang lambat tumbuh yang memiliki prospek untuk hutan tanaman industri dan tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia. Untuk mendapatkan bibit Aquilaria malaccensis yang berkualitas maka perlu dilakukan pengujian terhadap frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D ) dan naungan. Penelitian ini dilaksanakan di lahan terbuka di depan kampus program studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Maret-Mei 2014 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dan naungan (tanpa; 35%; 75% ) Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, panjang akar, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, dan berat kering akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekwensi penyemprotan pupuk daun memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter. Naungan tidak memberikan pengaruh nyata hanya terhadap pertambahan diameter bibit. Interaksi perlakuan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dan naungan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter.

Kata Kunci : Aquilaria malaccensis, frekwensi penyemprotan pupuk daun, naungan, pertumbuhan


(12)

iii

ABSTRAK

ROBET PANJAITAN. Frequency of Leaf Spraying Fertilizer (Gandasil D) on growth of seedlings of Aquilaria malaccensis LAMK. Guided by EDY BATARA MULYA SIREGAR and BUDI UTOMO.

Aquilaria malaccensis is a slow-growing tree species that have prospects for industrial tree plantations and reforestation crop (greening) in Indonesia. To obtain quality seeds Aquilaria malaccensis then necessary to test the frequency of spraying foliar fertilizer (Gandasil D) and shade. This research was carried out in an open field in front of college courses Forestry Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in March-May 2014 using a completely randomized factorial design with two factors, namely the frequency of spraying foliar fertilizer (Gandasil D) and shade (0%; 35%, 75% ). The parameters measured were seedling height, stem diameter, number of leaves, leaf area, canopy wet weight, root fresh weight, dry weight crown, and root dry weight.

The results showed that the frequency of spraying foliar fertilizer significant effect on all parameters. Shade not only a significant effect on the increase in the diameter of the seedlings. Interaction frequency of spraying foliar fertilizer treatments (GandasilD) and shade no significant effect on all parameters.

Keywords: Aquilaria malaccensis, the frequency of spraying foliar fertilizer, shade, growth


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaharu merupakan hasil dari pohon atau kayu dengan famili Thymeleaceae dan bermarga Aquilaria. Berbeda dengan yang sebenarnya, kebanyakan orang menganggap bahwa gaharu merupakan sejenis pohon . Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi oleh karenanya banyak dicari masyarakat luas. Terdapat kandungan damar wangi berupa oleoresin yang bila dibakar akan mengeluarkan bau yang khas. Gaharu sebenarnya merupakan substansi aromatik yang berbentuk gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam kayu tertentu.

Nilai jual yang tinggi serta banyaknya manfaat yang dimiliki kayu gaharu ini membuatnya menjadi primadona bagi para petani, bukan cuma gubalnya saja yang dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi , daunnya juga dapat dibuat menjadi teh yang memiliki banyak khasiat. Gubal gaharu memiliki kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang khas.

Aroma gaharu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang.

Meningkatnya perdagangan gaharu sejak tiga dasawarsa terakhir ini telah menimbulkan kelangkaan produksi gubal gaharu dari alam. Selama ini gaharu diambil langsung dari hutan alam sehingga populasi tanaman ini hampir punah. Sejak tahun 1994 CITES (Convention on International Trade in Endengered Species of


(14)

xii

Wild Fauna and Flora) menetapkan tanaman penghasil gaharu A. malaccencis termasuk APENDIX II, yaitu jenis tanaman yang terancam punah. Kepunahan tanaman gaharu selain disebabkan oleh eksploitasi yang terus menerus juga belum tersedianya budidaya yang efisien (Isnaini dan Situmorang, 2005).

Guna menghindari tumbuhan penghasil gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi (inokulasi). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai budidaya dan tekhnik inokulasi yang berguna untuk pengembangan gaharu dan meningkatkan produktifitas gubal gaharu.

Pemberian naungan yang tepat dan baik pada pembibitan diharapkan dapat memperbesar keberhasilan pembibitan gaharu yang sejauh ini masih merupakan salah satu kendala pengembangan tanaman gaharu. Itulah sebabnya diperlukan penelitian tentang penaungan yang sesuai dan tepat pada pembibitan gaharu untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan bibit yang lebih baik. Dari bibit yang sehat dengan vigoritas tinggi diharapkan akan dapat menurunkan tingkat kematian tanaman gaharu muda setelah dipindahkan ke lapangan dan dapat tumbuh menjadi tanaman gaharu yang sehat. Perbaikan pembibitan gaharu dengan pemberian naungan yang tepat dan baik akan melengkapi upaya lainnya dalam pembibitan gaharu, seperti perbaikan media (Asgarin,2004.) atau pemberian pupuk utama (Lingga, 1998), dan upaya-upaya lainnya yang sedang berlangsung.


(15)

Hipotesis

1. Terjadi perbedaan pertumbuhan bibit gaharu pada frequensi pemberian pupuk daun dan tingkat naungan yang berbeda

2. Perbedaan frequensi pemupukan memberikan pengaruh yang berbeda tehadap pertumbuhan bibit gaharu.

3. Perbedaan tingkat naungan memberikan pengaruh yang berbeda tehadap pertumbuhan bibit gaharu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk menguji efektifitas pemberian kombinasi perlakuan yakni frequensi penyemprotan pupuk serta naungan yang berbeda terhadap pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, panjang akar, Berat basah tajuk dan akar dan Berat kering tajuk dan akar

2. Untuk menguji pengaruh frequensi penyemprotan pupuk serta naungan terhadap bibit gaharu

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terbaru tentang percepatan pertumbuhan bibit gaharu. Dan menjadi acuan untuk pengelolaan gaharu yang lestari.


(16)

xiv

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu merupakan hasil dari pohon atau kayu dengan famili Thymeleaceae dan bermarga Aquilaria. Aquilaria malaccensis adalah sumber utama (agarwood). Guna menghindari tumbuhan penghasil gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi (inokulasi). Sebaran Pohon Gaharu di Asia diantaranya adalah di India, Laos, Burma, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri Pohon Gaharu tersebar di Pulau Irian, Sumarta, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, maluku dan sedikit di Jawa bagian Barat. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria malaccensis, A. filaria, A. hirta, A. agalloccha, A. macrophylum dan beberapa jenis lainnya. Saat ini A. Malaccensis merupakan jenis yang paling baik dalam menghasilkan minyak gaharu (Purwanto, 1999).

Dalam perdagangan, gaharu dikenal dengan nama agarwood, aloewood dan eaglewood. Gaharu memiliki 4 kelas mutu yaitu Super, A, B, dan C. Kelas Super digolongkan Gubal Gaharu sedangkan kelas A hingga C disebut Kemedangan. Gubal gaharu memiliki bentuk beragam, berwarna hitam dan sangat wangi. Sedangkan Kemedangan berukuran besar, berwarna coklat hingga coklat kehitaman. Aromanya lebih rendah dari pada Gubal Gaharu (Situmorang, 2005).

A. malaccensis merupakan salah satu tanaman kehutanan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Tanaman ini merupakan salah satu hasil


(17)

hutan non kayu Indonesia yang memiliki nilai jual yang sangat mahal. Potensi gaharu yang sangat tinggi biasanya berasal dari jenis A. malaccensis, A. hirta, A. macrophylum dll. Dan yang paling tinggi hasil gaharunya adalah jenis A. malaccensis (Sumarna, 2009).

A. malaccensis memiliki morfologi atau ciri-ciri fisiologi yang sangat unik, dimana tinggi pohon ini mencapai 40 meter dengan diameter 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Tanaman ini memiliki bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering berwarna abu-abu kehijaun, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan mengkilap, tulang daun sekunder 12-16 pasang. Tanaman ini memiliki bunga yang terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Dan buahnya berbentuk bulat telor, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm (Biro Pusat Statistik, 2004).

A. malaccensis sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pergunungan pada ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/Thn. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 dan biji yang berkualitas baik amat penting untuk tujuan pembenihan. Buah A. malaccensis berbentuk kapsul, dengan panjang 3.5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Sumarna, 2009).


(18)

xvi

Pupuk daun Gandasil D merupakan pupuk anorganik yang dirancang sebagai makanan seimbang yang lengkap dengan unsur hara makro (N, P, K Ca, Mg ,dan S) dan mikro (B, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, Co, dan Cl) untuk berbagai jenis tanaman (Lingga dan Marsono, 2001). Selain itu dikatakan pula oleh Hasan ( 1997) bahwa pupuk ini juga mengandung antibiotik (pemusnah kuman) serta vitamin yang berfungsi mengaktifkan sel-sel yang rusak atau mati, mendorong pertumbuhan sel-sel baru, merangsang pertumbuhan batang, daun lebih menghijau serta bunga lebih meningkat. aplikasi naungan (misalnya paranet) sangat diperlukan. Pengaturan tingkat kerapatan naungan diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan bibit. Kebutuhan cahaya setiap jenis akan berbeda. Pada jenis yang membutuhkan cahaya, naungan yang terlalu rapat akan menyebabkan terjadinya etiolasi, sedangkan naungan yang kurang akan menyebabkan kurangnya perlindungan tanaman (bibit) dari sinar matahari langsung, curah hujan yang tinggi, angin serta fluktuasi suhu yang ekstrim (Schmidt, 2002).

Manfaat Gaharu

Pemanfaatan gaharu yang paling banyak adalah dalam bentuk bahan baku (bongkah kayu, cacahan, habuk). Setiap produk yang dihasilkan memiliki sifat dan warna yang berbeda. Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yaman, Oman) menggunakan gaharu untuk mengharumkan tubuh dan ruangan. Sedangkan penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea seperti bahan baku industri minyak wangi, obat-obatan, kosmetik, dupa, dan


(19)

pengawet berbagai jenis aksesori serta untuk keperluan kegiatan relijius (Salampesi, 2004).

Gaharu selain dibutuhkan sebagai bahan parfum dan kosmetika, juga dapat diproduksi sebagai bahan obat herbal untuk pengobatan stress, rheumatik, liver, radang ginjal dan lambung, bahan antibiotik TBC serta kanker dan tumor. Selain itu gaharu juga sudah dimanfaatkan bukan hanya gubalnya akan tetapi bagian daun, batang, kulit batang dan akarnya juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit. Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh gaharu juga ampuh sebagai obat anti mabuk (Asgarin, 2004).

Kandungan yang terdapat pada Gaharu

Kandungan kimia yang terdapat dalam gaharu memiliki enam komponen utama berupa furanoid sesquiterpen diantaranya a-agarofuran,b-agarofuran dan agarospirol.

Selain itu gaharu juga mengandung minyak berupa chromone. Chromone biasanya dapat menyebabkan bau harum dari gaharu ketika dibakar. Sementara kandungan minyak atsiri yang banyak dikandung gaharu adalah sequiterpenoida, cudesmana dan paleman (Sumarna, 2009).

Perdagangan Gaharu

Permintaan pasar terhadap gaharu terus meningkat. Gaharu selama ini diperdagangkan sebagai obat (terutama di Cina dan India), parfum dan dupa (terutama di Jepang, negara-negara arab dan Timur tengah) serta anti serangga di


(20)

xviii

berbagai negara. Kondisi iklim yang panas dan kegemaran mengkonsumsi daging membuat tubuh mereka bau menyengat sehingga wangi gaharu digunakan sebagai pangharum (Suhartono dan Mardiastuti, 2003).

Nilai Ekonomi kayu gaharu banyak diperdagangkan dengan harga jual yang sangat tinggi. terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin didalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.(Sumarna dan Santoso, 2004).

Pemeliharaan Gaharu

Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemberian pupuk dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan tergantung pada kebutuhan bibit, penyiangan dilakukan terhadap rumput yang masih kecil-kecil supaya tidak merusak tanaman pokok, pengendalian hama dilakukan dengan cara penyemprotan terhadap bibit apabila tampak ada gejala-gejala penyakit (seperti kutu putih di bagian belakang daun atau daun yang dapat mengakibatkan kematian bibit. Pemeliharaan dalam bentuk pendangiran bertujuan untuk mencegah persaingan ruang tumbuh antara tanaman pokok dengan tanaman lainnya dan juga untuk menggemburkan tanah sehingga tanah menjadi lebih dingin dan akar tanaman mendapatkan hawa yang cukup di seputar piringan tanaman (Iriansyah et al, 2006 ).


(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013 di Lantai 4 Gedung Kehutanan, Program studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, timbangan analitik, kamera, oven, spidol permanen, caliper, mistar ukur, paranet dengan intensitas pencahayaan 35 % dan 75%, label plastik, label kertas.

Bahan penelitian yang digunakan adalah bibit tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis) yang telah berumur 3 bulan dan pupuk daun 2 gram/ liter.

Prosedur Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) yang disusun dengan dua faktor perlakuan, yaitu :

A. Faktor kedua yaitu frekuensi penyemprotan pupuk daun yang terdiri atas A = 5 hari sekali

B = 10 hari sekali C = 15 hari sekali

B. Faktor ketiga yaitu jenis naungan yang terdiri atas R1 = Tanpa naungan


(22)

xx R3 = Paranet 75%

Dengan demikian diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak 10. Model linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada percobaan ke-k yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B

µ = Nilai tengah umum

αi = Perlakuan faktor A pada taraf ke-i βj = Perlakuan faktor B pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j

ε ijk = Galat percobaan dari satuan percobaan ke-k pada kombinasi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B

Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SPSS 17.0. Perlakuan yang berpengaruh nyata pada uji F diuji lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

2. Pelaksanaan Penelitian 1) Persiapan areal pembibitan

Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air, memiliki drainase yang baik dan mudah diawasi berguna untuk menjaga kondisi areal pembibitan dari genangan air akibat hujan deras.


(23)

2) Pembuatan naungan

Naungan dibuat untuk menghindarkan tanaman dari terpaan air hujan dan juga intensitas matahari langsung. Naungan terbuat dari paranet 35% dan 75 % dengan ketinggian 2 meter.

3) Penyediaan bahan tanaman (bibit)

Bahan tanaman (bibit) yang digunakan berasal dari pembibitan gaharu milik CV. Bumi Mitra II, Kelurahan Tanah Seribu, Kota Binjai, Sumatera Utara. 4) Penyiraman

Penyiraman yang cukup dan efisien sangat penting untuk mendapatkan bibit yang sehat dan homogen. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dan penyiraman disesuaikan dengan kondisi cuaca. Penyiraman dilakukan dengan cara menyiramnya sampai tanah dalam kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan sprayer.

5) Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk daun cair sesuai frekuensi dan konsentrasi yang digunakan. Pemupukan mulai dilakukan setelah pengukuran tinggi dan diameter sebagai data awal.

6) Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila terlihat ada gulma yang tumbuh pada media tanam dengan cara mencabut gulma yang ada dalam polybag.

3. Parameter yang Diukur

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat


(24)

xxii

pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai dilakukan dua minggu setelah tanam (2 MST). Pengamatan dilakukan selama 3 bulan (Mansur dan Surahman, 2011). Parameter yang diamati antara lain adalah: a) Pertambahan Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi diukur mulai dari pangkal batang yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh. Pengambilan data tiap 1 minggu sekali. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). faktorial

b) Pertambahan Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper. Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas yang telah diberi tanda. Pengambilan data dilakukan 1 minggu sekali bersamaan dengan pengambilan data tinggi bibit. c) Jumlah Daun (Helai)

Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dilakukan 1 minggu sekali bersamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi bibit.

d) Panjang akar (cm)

Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan. Akar tersebut dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan. Panjang akar diamati dengan cara mengukur panjang akar primer yang tumbuh pada tanaman sampel dari pangkal akar sampai ujung akar yang terpanjang dengan menggunakan penggaris


(25)

e) Berat basah tajuk dan akar (g)

Perhitungan berat basah tajuk dan akar dilakukan setelah selesai kegiatan pemanenan bibit A. malaccensis. Tajuk dan akar yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai perlakuan, dan selanjutnya dilakukan penimbangan berat basah.

f) Berat kering tajuk dan akar (g)

Perhitungan berat kering tajuk dan akar dilakukan setelah perhitungan berat basah tajuk dan akar. Sampel tanaman dimasukkan ke dalam amplop sesuai perlakuan dan di oven pada suhu 75oC selama 24 jam. Tanaman kemudian ditimbang untuk memperoleh berat kering tajuk dan akar


(26)

xxiv

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil.

Pertambahan Tinggi Bibit

Pertambahan tinggi bibit merupakan perbedaan tinggi tanaman setiap minggunya, berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 1) pada 12 MST menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit. Tabel 1 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap rataan pertumbuhan tinggi bibit. Tabel 1. Rataan pertambahan tinggi bibit A. malaccensis (cm) pada 12 minggu setelah tanam (MST)

Frekwensi pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 4.40 7.06 8.90 6.63b

10 hari sekali (B) 3.70 6.90 6.38 5.73b

15 hari sekali (C) 2.80 6.12 5.28 4.73a

Rata-rata 3.63a 6.70b 6.72b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan pertambahan tinggi tertinggi yaitu 6,72 cm, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan pertumbuhan tinggi terendah yaitu 3,63 cm. Perlakuan taraf naungan R3 dan R2 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan taraf naungan R1. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan pertambahan tinggi tertinggi yaitu 6,63 cm, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan pertumbuhan tinggi terendah yaitu 4,73 cm.


(27)

Perlakuan frekwensi A dan B tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan C. Gambar 1 menunjukkan grafik rataan laju pertambahan tinggi pada pengamatan ke-1 sampai ke-12 MST .

Gambar 1. Rataan laju pertambahan tinggi bibit A. malaccensis

Gambar 1 menunjukkan rataan pertambahan tinggi pada berbagai kombinasi perlakuan mengalami kenaikan setiap minggunya. Kombinasi perlakuan R3A menunjukkan laju pertambahan tinggi bibit tertinggi yaitu 9,04 cm. Laju pertambahan tinggi bibit terendah adalah bibit dengan kombinasi perlakuan R1C sebesar 2,80 cm. Pertambahan Diameter Bibit

Pertambahan diameter bibit merupakan perbedaan diameter bibit setiap minggunya, berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan diameter bibit A. malaccensis (Lampiran 2) pada 12 MST menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , begitu juga faktor tunggal naungan tidak menunjukkan pengaruh nyata. Frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap pertambahan


(28)

xxvi

diameter bibit. Tabel 2 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap pertambahan diameter bibit.

Tabel 2. Rataan pertambahan diameter bibit A. malaccensis (mm) pada 12 minggu setelah tanam (MST)

Frekwensi pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 1.94 2.01 2.07 2.00b

10 hari sekali (B) 1.56 1.65 1.95 1.64a

15 hari sekali (C) 1.01 1.65 1.63 1.43a

Rata-rata 1.50 1.76 1.87

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Frekwensi A menunjukkan rataan pertambahan diameter tertinggi yaitu 2,00mm, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan pertambahan diameter terendah yaitu 1,43 mm. Perlakuan frekwensi A berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi B dan C, perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata, Gambar 1 menunjukkan grafik rataan laju pertambahan tinggi pada pengamatan ke-1 sampai ke-12 MST .

Jumlah Daun Bibit

Jumlah daun bibit merupakan banyaknya daun bibit pada minggu terakhir pengukuran yakni 12 MST. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun bibit A. malaccensis (Lampiran 3) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit. Tabel 3 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap pertambahan jumlah daun bibit.


(29)

Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) bibit A. malaccensis pada 12 minggu setelah tanam (MST)

Frekwensi pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 12.80 15.60 18.60 15.66b

10 hari sekali (B) 11.20 14.00 15.20 13.46ab

15 hari sekali (C) 10.00 12.00 14.20 12.06a

Rata-rata 11.33a 13.86b 16.00b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan rataan jumlah daun tertinggi yaitu 16.00 helai, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan jumlah daun terendah yaitu 11.33 helai. Perlakuan taraf naungan R3 dan R2 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan taraf naungan R1. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan jumlah daun tertinggi yaitu 15.66 helai, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan pertambahan jumlah daun terendah yaitu 12.06 helai. Perlakuan frekwensi A dan B tidak berbeda nyata, frekwensi B dan C tidak berbeda nyata, sedangkan A berbeda nyata dengan C.

Panjang Akar Bibit

Panjang akar bibit merupakan pengukuran panjang akar primer pada minggu terakhir pengukuran yakni 12 MST, berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan panjang akar bibit A. malaccensis (Lampiran 4) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap panjang akar bibit. Tabel 4 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap pertambahan panjang akar bibit.


(30)

xxviii Frekwensi

pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 8.10 9.58 10.44 9.37b

10 hari sekali (B) 7.98 8.18 9.22 8.46a

15 hari sekali (C) 7.56 7.96 9.34 8.28a

Rata-rata 7.88a 8.57b 9.66c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan panjang akar tertinggi yaitu 9,66 cm, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan panjang akar terendah yaitu 7,88 cm. Perlakuan taraf naungan R1, R2 dan R3 berbeda nyata. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan panjang akar tertinggi yaitu 9,37 cm, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan panjang akar terendah yaitu 8,28 cm. Perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan A

Berat Basah Tajuk

Berat basah tajuk merupakan pengukuran berat tajuk sebelum dikering ovenkan pada minggu terakhir pengukuran yakni 12 MST. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan berat basah tajuk bibit A. malaccensis (Lampiran 5) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap berat basah tajuk. Tabel 5 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap rataan berat basah tajuk.


(31)

Frekwensi pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 1.44 2.31 3.49 2.41b

10 hari sekali (B) 1.17 2.18 2.50 1.95a

15 hari sekali (C) 1.10 2.02 2.46 1.86a

Rata-rata 1.24a 2.17b 2.82c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan berat basah tajuk tertinggi yaitu 2.82g, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan berat basah tajuk terendah yaitu 1.24g. Perlakuan taraf naungan R1, R2 dan R3 berbeda nyata. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan berat basah tajuk tertinggi yaitu 2.41g, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan berat basah tajuk terendah yaitu 1.86g. Perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan A

Berat Basah Akar

Berat basah akar merupakan pengukuran berat akar sebelum dikering ovenkan pada minggu terakhir pengukuran yakni 12 MST. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan berat basah akar bibit A. malaccensis (Lampiran 6) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap berat basah akar bibit. Tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap rataan berat basah akar


(32)

xxx Frekwensi

pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 0.77 1.20 1.74 1.24b

10 hari sekali (B) 0.58 1.10 1.25 0.98a

15 hari sekali (C) 0.55 1.01 1.23 0.93a

Rata-rata 0.63a 1.10b 1.41c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan berat basah akar tertinggi yaitu 1.41g, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan berat basah akar terendah yaitu 0.63g. Perlakuan taraf naungan R1, R2 dan R3 berbeda nyata. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan berat basah akar tertinggi yaitu 1.24g, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan berat basah akar terendah yaitu 0.93g. Perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan A

Berat Kering Tajuk

Berat kering tajuk merupakan pengukuran berat tajuk sesudah dikering ovenkan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan berat kering tajuk bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 7) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk bibit. Tabel 7 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap rataan berat kering tajuk.


(33)

Frekwensi pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 0.68 1.00 1.37 1.02b

10 hari sekali (B) 0.52 0.94 1.16 0.87ab

15 hari sekali (C) 0.53 0.76 1.08 0.79a

Rata-rata 0.58a 0.90b 1.20c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan berat kering tajuk tertinggi yaitu 1.20g, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan berat kering tajuk terendah yaitu 0.58g. Perlakuan taraf naungan R1, R2 dan R3 berbeda nyata. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan berat kering tajuk tertinggi yaitu 1.02g, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan berat kering tajuk terendah yaitu 0.79g. Perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata , perlakuan A dan B tidak berbeda nyata tetapi perlakuan A berbeda nyata dengan C Berat Kering Akar

Berat kering akar merupakan pengukuran berat akar sesudah dikering ovenkan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan berat kering akar bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 8) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap berat kering akar bibit. Tabel 8 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan terhadap rataan berat kering akar.


(34)

xxxii Frekwensi

pemupukan

Naungan Rata-rata

tanpa naungan (R1)

Naungan 35% (R2)

Naungan 75% (R3)

5 hari sekali (A) 0.34 0.43 0.68 0.48b

10 hari sekali (B) 0.26 0.39 0.58 0.41ab

15 hari sekali (C) 0.21 0.38 0.54 0.37a

Rata-rata 0.27a 0.40b 0.60c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan R3 menunjukkan rataan berat kering akar tertinggi yaitu 0.6g, sedangkan perlakuan taraf naungan R1 menunjukkan rataan berat kering akar terendah yaitu 0.27g. Perlakuan taraf naungan R1, R2 dan R3 berbeda nyata. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan berat kering akar tertinggi yaitu 0.48g, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan berat kering akar terendah yaitu 0.37g. Perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata , perlakuan A dan B tidak berbeda nyata tetapi perlakuan A berbeda nyata dengan C Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dan naungan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis. Hal ini disebabkan pupuk daun (Gandasil D) memberikan unsur hara tersedia yang dibutuhkan oleh bibit A. malaccensis. Kandungan unsur hara (N, P, K) dalam pupuk daun yang diberikan dengan frekwensi penyemprotan yang sesuai kebutuhan tanaman akan memungkinkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih baik .Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat aklimatisasi adalah pemupukan (Andriyani et al., 2006) menambahkan. Soeparto (1977) Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman gaharu yang baik maka


(35)

diperlukan hara yang cukup. Kebutuhan hara bagi tanaman tidak selamanya tersedia cukup dalam tanah. Dengan demikian perlu ada tambahan hara dari luar tanah itu sendiri. Hara tersebut dapat diberikan melalui pemupukan. Frekwensi penyemprotan yang semakin tinggi maka pertumbuhan tanaman akan lebih baik karena asupan unsur hara terpenuhi dengan terpenuhinya hal tersebut maka akan meningkatkan pertumbuhan. sesuai dengan pernyataan Sumekto (2006) bahwa pupuk daun dapat memenuhi kebutuhan khusus tanaman untuk satu atau lebih hara mikro dan makro dan pupuk daun dapat menyembuhkan defisiensi/kekurangan unsur hara, menguatkan jaringan tanaman yang lemah atau rusak, mempercepat pertumbuhan, dan membuat pertumbuhan tanaman lebih baik. Penggunaan pupuk daun dapat ditujukan pada suatu tahap khusus perkembangan tanaman untuk memperoleh sasaran khusus. Pada dosis yang lebih rendah belum cukup untuk mendorong pertumbuhan secara optimal sehingga pertambahan tinggi juga tidak diperoleh secara optimal. Suseno (1981) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan tanaman yang optimal diperlukan adanya keseimbangan unsur-unsur hara.

Naungan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya. Pada waktu masih muda memerlukan cahaya dengan intensitas rendah dan menjelang sapihan mulai memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi (Soekotjo,1976 dalam Faridah, 1995). Pertumbuhan bibit gaharu yang baik dapat terjadi jika dapat ternaungi


(36)

xxxiv

setidaknya 35% intensitas sinar matahari sehingga temperatur sekitar tanaman juga lebih rendah. CITES (2003) menegaskan bahwa tanaman gaharu merupakan tanaman naungan (understorey plant). Pertumbuhan Aquilaria malaccensis tinggi di naungan yang intensitas cahaya tertahan lebih tinggi disebabkan fotosintesis yang baik pada kondisi ini sesuai dengan (Salisburry dan Ross, 1996) yang menyatakan bahwa Spesies yang biasa tumbuh pada kondisi naungan pada umumnya menunjukkan tingkat fotosinthesis yang rendah pada kondisi cahaya penuh, serta tingkat fotosinthesis penuh berada pada level radiasi yang lebih rendah dibandingkan spesies tumbuhan cahaya (sun plants).

Pengaruh nyata juga ditunjukkan oleh frekwensi penyemprotan pupuk daun pertambahan diameter.Upaya untuk mengefektifkan unsur-unsur hara yang diberikan lewat pemupukan pada tanaman yang ditanam adalah menggunakan frekwensi yang tepat. Pemberian pupuk dengan frekwensi yang tepat akan mampu mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus berada dalam kondisi yang berimbang sehingga penyerapan hara oleh tanaman lebih efektif. Menurut Harjadi (1991), penempatan pupuk yang tepat dengan dosis, frekwensi yang tepat merupakan faktor penting dalam pemupukan. Kemampuan tanaman dalam menyerap hara akan menambah kekuatan tumbuh bagi tanaman dan apabila unsur-unsur tersebut bekerja secara optimal maka pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik. Penggunaan media tanam dengan penambahan bahan organik akan semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Kandungan unsur hara N, P, dan K yang ada dalam pupuk ini merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman terutama nitrogen. Menurut Kononova (1966) dan Janick dkk. (1969), nitrogen dapat memacu


(37)

pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan warna hijau pada daun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang ditandai dengan meningkatnya tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, jumlah cabang, luas daun, dan pertumbuhan akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tunggal frekwensi penyemprotan pupuk daun dan naungan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Salah satu tanda produktivitas tanaman adalah kemampuan memproduksi daun, sebab daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis. Jumlah daun suatu tanaman berhubungan dengan intensitas fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi hasil fotosintesinya. Pertambahan tinggi tanaman akan diikuti dengan pertumbuhan daun yang menginduksi pertambahan jumlah daun. dalam Simorangkir (2000) menyatakan bahwa jumlah daun tanaman berhubungan erat dengan laju fotosintesis yang akan sebanding dengan jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima dan respirasi menambahkan Sarief (1992) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bahan penyusun protein, protoplasma, dan pembentuk bagian tanaman seperti batang dan daun yang merupakan tempat aktivitas fotosintesis yang menghasilkan asimilat. Menurut Munawar (2011), nitrogen berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, fosfor menentukan pertumbuhan akar serta mempercepat kematangan, dan kalium berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Lebih jauh Lakitan (1996) dan Salisbury dan Ross (1995) menguraikan bahwa nitrogen berperan sebagai penyusun protein sedangkan fosfor dan kalsium berperan dalam memacu pembelahan jaringan meristem dan merangsang pertumbuhan akar dan perkembangan daun. Kalium mengatur kegiatan membuka dan menutupnya stomata. Pengaturan stomata yang optimal akan


(38)

xxxvi

mengendalikan transpirasi tanaman dan meningkatkan reduksi karbondioksida yang akan diubah menjadi karbohidrat.

Faktor tunggal penyemprotan pupuk dan naungan berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Terkandungnya unsur hara fosor dalam pupuk daun dan frekwensi penyemprotan yang tepat menyebabkan pertumbuhan akar bertumbuh lebih baik . Unsur fosfor dibutuhkan untuk pertumbuhan awal terutama dalam merangsang perakaran tanaman yang nantinya berguna untuk menopang tegaknya tanaman dan penyerapan unsur hara dari media tanam. Hal ini sesuai pernyataan Suseno (1981), bahwa unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan sejumlah tanaman muda, fosfor juga merupakan bahan mentah untuk pembentuk sejumlah protein, membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan. Pertumbuhan akar berbanding lurus dengan pertumbuhan panjang batang/pucuk atau tinggi maka semakin bertambah panjang akar semakin bertambah tinggi tanaman. Fosfor diperlukan tanaman sebagai penyusun asam nukleat dan perkembangan jaringan meristem serta merangsang pertumbuhan akar. Fosfor berperan dalam proses fotosintesis, produksi karbohidrat dan pertumbuhan awal tanaman. Unsur hara yang cukup dan berimbang yang tersedia bagi tanaman menyebabkan aktivitas fisiologi tanaman semakin meningkat.

Perlakuan penyemprotan pupuk daun berpengaruh nyata terhadap berat basah (BB) dan berat kering (BK) tajuk. Begitu juga dengan perlakuan taraf naungan semakin tinggi taraf naungan, maka semakin tinggi juga BB dan BK tajuk yang dihasilkan. Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari laju fotosintesis yang erat kaitan nya dengan intensitas cahaya. Terutama untuk tanaman Aqularia malaccensis yang


(39)

proses fotosintesisnya berjalan baik ditempat yang intensitas cahayanya rendah sesuai dengan pernyataan Tourney & Korstia (1974) Menurut Schuzle dan Cadwell (1995), ketersediaan hara terutama unsur N akan meningkatkan alokasi biomassa tanaman terutama pada daun dan batang. Semakin meningkat bobot kering menunjukkan bahwa proses fotosintesa berjalan dengan baik dan berarti pertumbuhan berjalan baik pula.

Perlakuan penyemprotan pupuk daun berpengaruh nyata terhadap berat basah (BB) dan berat kering (BK) akar. Begitu juga dengan perlakuan taraf naungan semakin tinggi taraf naungan, maka semakin tinggi juga BB dan BK akar yang dihasilkan. Peningkatan berat kering tanaman merupakan indikator berlangsungnya pertumbuhan yang merupakan hasil proses fotosintesis tanaman. Proses fotosintesis yang terjadi pada bagian daun menghasilkan fotosintat yang selanjutnya ditranslokasikan kebagian tanaman yakni akar, batang dan daun. Tabel 9 menunjukkan deskriptif pengaruh interaksi dan faktor tunggal terhadap setiap parameter penelitian . Pertumbuhan akar yang terhambat pada tingkat kepadatan tanah yang tinggi dapat dilihat pada berat kering akarnya. Dari hasil pengukuran, semakin tinggi tingkat kepadatan tanah berat kering akar semakin rendah. Wiersum (1975) dalam Russel (1977) berpendapat bahwa akar tidak dapat menembus pori tanah yang ukurannya lebih kecil dari diameternya, jika perpanjangan itu dibatasi oleh hambatan luar, biasanya diameter akar naik.


(40)

xxxviii

Tabel 8. Deskriptif pengaruh interaksi dan faktor tunggal terhadap parameter penelitian bibit A. malaccensis

Parameter Interaksi Faktor tunggal

tn N Frekwensi penyemprotan

pupuk

Naungan

Nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata

A B C A B C R1 R2 R3 R1 R2 R3

Tinggi  - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Diameter  - - - - 1 2 3 3 2 1 - - -

Panjang akar

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Jumlah daun

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Berat basah tajuk

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Berat basah akar

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Berat kering tajuk

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -

Berat kering akar

 - 1 2 3 - - - 3 2 1 - - -


(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Interaksi perlakuan frekwensi penyemprotan pupuk daun dengan naungan belum menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, dan berat kering akar bibit A. malaccensis.

2. Perbedaan taraf naungan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, dan berat kering akar bibit A. malaccensis.

3. Frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, dan berat kering akar bibit A. malaccensis.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis

menggunakan naungan dan frekwensi penyemprotan pupuk daun yang berbeda. 2. Pupuk daun dan naungan baik digunakan dalam budidaya Aquilaria malaccensis

agar memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bibit.


(42)

xl

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, L.Y., Buhaira, and Nancy. 2006.Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi

Penyemprotan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium(Dendrobium Jade Gold) pada Tahap Aklimatisasi. J.Agronomi 10 (1) : 51-54

Asgarin. 2004. Tata Niaga Perdagangan Gaharu Indonesia. Asosiasi Gaharu Indonesia, Temu Pakar, Rencana Strategis (Renstra) Pengembangan Komoditi Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

BPS. 2004. Data Perdagangan Komoditi Hasil Hutan Tahun 2004. Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Jakarta.

Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Iriansyah, M et al. 2006. Gaharu Komoditi Masa Depan Yang Menjanjikan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan. Samarinda.

Kononova, M.M. 1966. Soil Organic Matter. 2nded. Pergamon Press Ltd. Oxford. 230p.

Lakitan, B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Munawar, A. 2011. KesuburanTanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.

Novizan. 1999. Pemupukan Yang Efektif. Makalah Pada Kursus Singkat Pertanian. PT Mitratani Mandiri Perdana. Jakarta.

Parman dan T. Mulyaningsih, 2001. Teknologi Pembudidayaan Tanaman Gaharu, Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu, RLPS Dephut, Jakarta.

Permana, E. 2005. Identifikasi beberapa soecies gaharu (Aquilaria spp) asli Indonesia, Pelatihan Nasional Budidaya dan Pengolahan Gaharu, Fahutan IPB, Seameo Biotrop, Bogor.


(43)

Purwanto. 1999. Budidaya Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis). Prosiding. Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.

Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Medan.

Rahayu, N. 2012. Petunjuk Praktikum Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Laboratorium Kehutanan UMM. Malang.

Salampesi, F. 2004. Tata Niaga Perdagangan Gaharu di Indonesia. Asosiasi Gaharu Indonesia. Prosiding Lokakarya Budidaya dan Pengembangan Komoditi Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Terjemahan. ITB. Bandung. 173 hal.

Sarief, E. S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.

Situmorang, J. 2005. Perbanyakan pohon gaharu (Aquilaria spp) ungul secara vegetatif : Kultur jaringan dan stek., Pelatiah Nasional Budidaya dan Pengolahan Gaharu, Seameo Biotrop. Bogor.

Soeparto, P. 1977. Vedemekum Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Suhartono, T dan A. Mardiastuti . 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA. Jakarta.

Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu, Seri Agribusines, Penebar Swadaya, Jakarta. Sumarna, Y. 2009. Gaharu, Budidaya dan Rekayasa Produksi, PT. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Sumarna, Y. dan E. Santoso. 2004. Budidaya dan Rekayasa Pengembangan Produksi Gaharu. Makalah Sosialisasi Gaharu di Provinsi Sumatera Utara. Biro Kerjasama Luar Negeri dan Investasi. Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Jakarta.

Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Suseno, H. 1981. Fisiologi Tumbuhan. Metabolisme Dasar dan beberapa Aspeknya.

Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 h. Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian


(44)

xlii Paranet 75 %


(45)

Pembibitan A. Malaccensis


(46)

xliv

Pertumbuhan perlakuan R1A


(47)

Pertumbuhan perlakuan R1C


(48)

xlvi

Pertumbuhan perlakuan R2B


(49)

Pertumbuhan perlakuan R3A


(50)

xlviii


(1)

Pembibitan A. Malaccensis


(2)

Pertumbuhan perlakuan R1A


(3)

Pertumbuhan perlakuan R1C


(4)

(5)

Pertumbuhan perlakuan R3A


(6)