Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk Daun Dan Dosis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria Malaccensis

(1)

PENGARUH FREKUENSI PENYEMPROTAN PUPUK DAUN

DAN DOSIS PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

Aquilaria malaccensis Lamk.

SKRIPSI

OLEH

JULIUS SIMARMATA 091201067

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk Daun dan Dosis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria

Malaccensis Lamk. Nama : Julius Simarmata NIM : 091201067 Minat : Budidaya Hutan Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M. S Dr. Budi Utomo, S.P., M.P. NIP.196412282000121001 NIP. 19700820 200312 1 002 Ketua Anggota

Mengetahui:

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D NIP. 19710416 200112 2 001 Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRACT

JULIUS SIMARMATA. The Effect of Frequency and Concentration of Foliar Fertilizer on the Growth of Seedling Aquilaria Malaccensis Lamk. Supervised by EDY BATARA MULYA SIREGAR and BUDI UTOMO.

.

Agarwood is classifield as one of the non-timber forest products which posses a high commercial value. Fertilization in A. malacensis seedling are needed to accelerate growth and improve the quality and seed quality. Fertilizer through the leaves have some advantages, quickly and easily absorbed by plant and contain macro and micro nutrient that can support the growth of the vegetative phase of the well. This study aimed to examine the effect of concentration and frecuency of the best foliar fertilizer on the growth of A. malaccensis seedlings.

This research was conducted in the green house Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. This study used a completely randomized desingn with 2 factors that concentration of foliar fertilizer (2 g/liter of water, 4 g/liter of water, and 6 g/liter of water) and the frequency of fertilization (5 days, 10 days, and 15 days). The parameters measured were seed height, seed diameter, number of leaves, and the root crown. The interaction between concentration and frequency of leaf fertilizer significantly effect the average height gain, but did not significantly effect the increase in seed diameter, number of leaf and the seed root crow.

Keywords: Seedling, Agarwood, Aquilaria Malaccensis Lamk, and leaf Manure Gandasil D.


(4)

ABSTRAK

JULIUS SIMARMATA. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk daun dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis. Dibimbing oleh

EDY BATARAMULYA SIREGAR dan BUDI UTOMO

Gaharu tergolong salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai komersial tinggi. Pemupukan pada bibit Aquilaria Malaccensis sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan serta meningkatkan mutu dan bibit yang berkualitas. Pemberian pupuk lewat daun memiliki beberapa keuntungan, cepat dan mudah diserap oleh tanaman serta mengandung unsur hara makro dan mikro yang dapat menunjang pertumbuhan dalam fase vegetatif yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konsetrasi dan frekuensi pemberian pupuk daun yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit aquilaria malaccensis.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kassa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu konsentrasi pupuk daun ( 2gr/liter air, 4gr/liter air, 6gr/liter air) dan frekuensi pemupukan (5 hari, 10 hari dan 15 hari). Parameter yang diamatai adalah tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun, dan panjang akar.

Kata kunci: Bibit, Gaharu, Aquilaria Malaccensis Lamk, dan Pupuk Daun Gandasil D


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putra dari Ayahanda Pardingotan Simarmata S.Pd dan Ibunda Rismaria Silaban S.Pd (+) yang dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1990 di Silaban Kab. Humbang Hasundutan. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N. 173315 Lintongnihuta pada tahun 2002, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama dari SMP N 4 Lintongnihuta tahun 2005 dan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA Bintang Timur Balige (BTB) Balige tahun 2008 dan pada tahun 2009 masuk ke Fakultras Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Budidaya Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota pada organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus dan Hutan Pendidikan USU Kabupaten Karo selama 10 hari. Penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang di Perum Perhutani tepatnya di KPH Banyuwangi Utara, Jawa Timur. Dan pada semester VII penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk Daun dan Dosis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria Malaccensis Lamk” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan syukur dengan selesainya hasil penelitian ini dengan baik dan tepat waktu.

Judul hasil penelitian ini adalah “Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk Daun dan Dosis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Aquilaria Malaccensis Lamk.” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh efektivitas pemberian pupuk melalui daun dan frekuensi aplikasi terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis Lamk.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S. dan Dr. Budi Utomo, SP,. M.P sebagai komisi pembimbing saya atas bimbingan serta masukan bagi penulisan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Agar dapat menjadi pedoman untuk penulisan skripsi nantinya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Penyebaran, Karakteristik ,Tempat Tumbuh dan pupuk daun Aquilaria malaccensis ... 5

Pemeliharaan Aquilaria malaccensis ... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Bahan dan Alat Penelitian ... 9

Rancangan Percobaan ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 14

Pertambahan Tinggi Bibit ... 14

Pertambahan Diameter Bibit ... 15

Jumlah Daun Bibit ... 17

Panjang akar ... 18

Pembahasan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis (cm)

pada 8 MST ... 14 2. Rataan pertambahan diameter bibit Aquilaria malaccensis (mm)

pada 8 MST ... 15 3. Rataan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis (helai)

pada 8 MST ... 17 4. Rataan panjang akar (cm2) bibit Aquilaria malaccensis ... 18


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Rataan laju pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis ... 24 2. Rataan laju pertambahan diameter bibit Aquilaria malaccensis ... 25 3. Rataan laju pertambahan Jumlah Daun Aquilaria malaccensis ... 26


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Rataan pertambahan tinggi bibit dan analisis sidik ragam Aquilaria malaccensis pada 8 MST ... 49 2. Rataan pertambahan diameter bibit dan analisis sidik ragam Aquilaria malaccensis pada 8 MST ... 50 3. Rataan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit Aquilaria malaccensis pada 8 MST ... 52 4. Rataan panjang akar (cm2) bibit Aquilaria malaccensis ... 54 5. Dokumentasi penelitian ... 55


(11)

ABSTRACT

JULIUS SIMARMATA. The Effect of Frequency and Concentration of Foliar Fertilizer on the Growth of Seedling Aquilaria Malaccensis Lamk. Supervised by EDY BATARA MULYA SIREGAR and BUDI UTOMO.

.

Agarwood is classifield as one of the non-timber forest products which posses a high commercial value. Fertilization in A. malacensis seedling are needed to accelerate growth and improve the quality and seed quality. Fertilizer through the leaves have some advantages, quickly and easily absorbed by plant and contain macro and micro nutrient that can support the growth of the vegetative phase of the well. This study aimed to examine the effect of concentration and frecuency of the best foliar fertilizer on the growth of A. malaccensis seedlings.

This research was conducted in the green house Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. This study used a completely randomized desingn with 2 factors that concentration of foliar fertilizer (2 g/liter of water, 4 g/liter of water, and 6 g/liter of water) and the frequency of fertilization (5 days, 10 days, and 15 days). The parameters measured were seed height, seed diameter, number of leaves, and the root crown. The interaction between concentration and frequency of leaf fertilizer significantly effect the average height gain, but did not significantly effect the increase in seed diameter, number of leaf and the seed root crow.

Keywords: Seedling, Agarwood, Aquilaria Malaccensis Lamk, and leaf Manure Gandasil D.


(12)

ABSTRAK

JULIUS SIMARMATA. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Pupuk daun dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis. Dibimbing oleh

EDY BATARAMULYA SIREGAR dan BUDI UTOMO

Gaharu tergolong salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai komersial tinggi. Pemupukan pada bibit Aquilaria Malaccensis sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan serta meningkatkan mutu dan bibit yang berkualitas. Pemberian pupuk lewat daun memiliki beberapa keuntungan, cepat dan mudah diserap oleh tanaman serta mengandung unsur hara makro dan mikro yang dapat menunjang pertumbuhan dalam fase vegetatif yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konsetrasi dan frekuensi pemberian pupuk daun yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit aquilaria malaccensis.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kassa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu konsentrasi pupuk daun ( 2gr/liter air, 4gr/liter air, 6gr/liter air) dan frekuensi pemupukan (5 hari, 10 hari dan 15 hari). Parameter yang diamatai adalah tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun, dan panjang akar.

Kata kunci: Bibit, Gaharu, Aquilaria Malaccensis Lamk, dan Pupuk Daun Gandasil D


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar dammar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami atau di tanam dan telah mati, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan yang memiliki aroma keharumankhas yang bersumber dari kandungan bahan kimia berupa resin. Gaharu terbentuk dalam jaringan kayu, akibat pohon terinfeksi penyakit cendawan (fungi) yang masuk melalui luka batang. (Situmorang, 2005).

Salah satu pohon penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan jenis pohon yang sejak lama dikenal oleh masyarakat dan mempunyai banyak manfaat diantaranya sebagai komoditi perdagangan yang penting dalam berbagai industri. Aquilaria malaccensis adalah tanaman penghasil gaharu berkualitas terbaik dengan nilai jual yang tinggi, jenis ini termasuk dalam family Thymelleaceae. Aquilaria malaccensis termasuk ke dalam pohon yang tidak berbanir dan dikenal sebagai pohon karas, mempunyai banyak sekali nama daerah antara lain di Sumatra disebut : Ahir, Gaharu, Garu, Halim, Karas, Kereh, Mengkaras, Seringgak. Di Kalimantan disebut Baru, Gambil, Sigi-sigi (Salampesi, 2004).

Sistem perbanyakan gaharu masih dikerjakan dengan 2 cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif masih dilakukan dengan cara penyemaian biji dan pengambilan anakan atau cabutan langsung dari alam atau hutan. Namun cara ini kurang dapat menjadi solusi bagi


(14)

terbatas. Sedangkan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan teknik stek batang, stek pucuk, cangkok batang dan kultur jaringan. Pengembangan bibit tanaman gaharu secara vegetatif dengan kultur jaringan cukup menguntungkan dan dapat dipastikan sifat biologis pohon akan sama dengan induknya (Sumarna, 2009).

Produksi gaharu semula dipungut masyarakat dengan memanfaatkan pohon yang telah mati secara alami. Akibat meningkatnya permintaan pasar dengan harga jual yang tinggi, masyarakat banyak memburu gaharu dengan cara menebang pohon hidup dan mencacah batang untuk mencari bagian kayu yang telah bergaharu. Hingga tahun 1998 produksi gaharu masih dapat mencapai sekitar 600 ton per tahun, tahun 2002 dengan kuota ekspor sekitar 300 ton hanya terpenuhi antara 10-15%, dan hingga akhir tahun 2004 dengan kuota antara 50-150 ton tidak tercatat data perdagangan ekspor gaharu dari Indonesia

(Rahayu, 2012).

Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman gaharu yang baik maka diperlukan hara yang cukup. Kebutuhan hara bagi tanaman tidak selamanya tersedia cukup dalam tanah. Dengan demikian perlu ada tambahan hara dari luar tanah itu sendiri. Hara tersebut dapat diberikan melalui pemupukan. Soeparto (1977) menyatakan bahwa pemupukan adalah penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman guna meningkatkan produksi dan mutu hasil. Pengalaman menunjukkan bahwa pada tanah yang kekurangan unsur hara tanaman akan mengalami pertumbuhan yang lemah, atau lambat dan bahkan akan menimbulkan kematian pada tanaman (Asgarin, 2004).


(15)

Menurut Suriatna (1992) respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat produksinya bila digunakan jenis pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian pupuk yang tepat. Dalam pemakaian pupuk daun dikenal istilah konsentrasi pupuk atau kepekatan larutan pupuk. Besarnya konsentrasi pupuk daun dinyatakan dalam bobot pupuk daun yang harus dilarutkan ke dalam satuan volume air. Penentuan volume air dapat diketahui dengan membaca skala pada alat semprot. Angka konsentrasi ini sering dicantumkan pada kemasan pupuk. Jika konsentrasi pupuk yang digunakan melebihi konsentrasi yang disarankan, daun akan terbakar. Oleh karena itu, sangat perlu untuk dilaksanakan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi dan frekuensi penyemprotan pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit A. malaccensis dengan dosis atau konsentrasi yang berbeda (Rahayu, 2012).

Teknik pembesaran gaharu melalui kombinasi beberapa media diharapkan dapat memberikan pilihan terhadap usaha konservasi dalam pembudidayaan. Pengembangan gaharu yang dilakukan merupakan salah satu upaya untuk mengkonservasi dan sekaligus membudidayakan pohon penghasil gaharu agar dapat meningkatkan nilai ekonomi baik untuk kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal disekitar hutan, maupun untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (Sumarna, 2009).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi dosis pupuk yang tepat dan frekuensi pemupukan serta interaksi perlakuan yang tepat terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis Lamk.


(16)

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan data dan informasi tekhnis dalam pemeliharaan bibit Aquilaria malaccensis Lamk untuk menghasilkan bahan tanaman berkualitas dalam jumlah yang diharapkan.

2. Sebagai bahan informasi bagi praktisi kehutanan serta masyarakat pelaku budidaya tanaman Aquilaria malaccensis Lamk.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis Lamk akibat perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian pupuk daun serta interaksi kedua faktor tersebut.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu merupakan hasil dari pohon atau kayu dengan famili Thymeleaceae dan bermarga Aquilaria. Aquilaria malaccensis adalah sumber utamagarwood). Guna menghindari tumbuhan penghasil gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi (inokulasi). Sebaran Pohon Gaharu di Asia diantaranya adalah di India, Laos, Burma, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri Pohon Gaharu tersebar di Pulau Irian, Sumarta, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, maluku dan sedikit di Jawa bagian Barat. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria malaccensis, A. filaria, A. hirta, A. agalloccha, A. macrophylum dan beberapa jenis lainnya. Saat ini A. Malaccensis merupakan jenis yang paling baik dalam menghasilkan minyak gaharu (Purwanto, 1999).

Secara taksonomi gaharu mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Klass : Magnoliopsida Ordo : Thymelaeles Famili : Thymelaeaceae Genus : Aquilaria


(18)

Dalam perdagangan, gaharu dikenal dengan nama agarwood, aloewood dan eaglewood. Gaharu memiliki 4 kelas mutu yaitu Super, A, B, dan C. Kelas Super digolongkan Gubal Gaharu sedangkan kelas A hingga C disebut Kemedangan. Gubal gaharu memiliki bentuk beragam, berwarna hitamdan sangat wangi. Sedangkan Kemedangan berukuran besar, berwarna coklat hingga coklat kehitaman. Aromanya lebih rendah dari pada Gubal Gaharu (Situmorang, 2005).

Aquilaria malaccensis merupakan salah satu tanaman kehutanan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Tanaman ini merupakan salah satu hasil hutan non kayu Indonesia yang memiliki nilai jual yang sangat mahal. Potensi gaharu yang sangat tinggi biasanya berasal dari jenis A. malaccensis, A. hirta, A. macrophylum dll. Dan yang paling tinggi hasil gaharunya adalah jenis A. malaccensis (Sumarna, 2009).

Aquilaria malaccensis memiliki morfologi atau ciri-ciri fisiologi yang sangat unik, dimana tinggi pohon ini mencapai 40 meter dengan diameter 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Tanaman ini memiliki bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering berwarna abu-abu kehijaun, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan mengkilap, tulang daun sekunder 12-16 pasang. Tanaman ini memiliki bunga yang terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Dan buahnya berbentuk bulat telor, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm (Biro Pusat Statistik, 2004).


(19)

Aquilaria malaccensis sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pergunungan pada ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/Thn. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 dan biji yang berkualitas baik amat penting untuk tujuan pembenihan. Buah A. malaccensis berbentuk kapsul, dengan panjang 3.5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Sumarna, 2009).

Pupuk daun Gandasil D merupakan pupuk anorganik yang dirancang sebagai makanan seimbang yang lengkap dengan unsur hara makro (N, P, K Ca, Mg ,dan S) dan mikro (B, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, Co, dan Cl) untuk berbagai jenis tanaman (Lingga dan Marsono, 2001). Selain itu dikatakan pula oleh Hasan ( 1997) bahwa pupuk ini juga mengandung antibiotik (pemusnah kuman) serta vitamin yang berfungsi mengaktifkan sel-sel yang rusak atau mati, mendorong pertumbuhan sel-sel baru, merangsang pertumbuhan batang, daun lebih menghijau serta bunga lebih meningkat. aplikasi naungan (misalnya paranet) sangat diperlukan. Pengaturan tingkat kerapatan naungan diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan bibit. Kebutuhan cahaya setiap jenis akan berbeda. Pada jenis yang membutuhkan cahaya, naungan yang terlalu rapat akan menyebabkan terjadinya etiolasi, sedangkan naungan yang kurang akan menyebabkan kurangnya perlindungan tanaman (bibit) dari sinar matahari langsung, curah hujan yang tinggi, angin serta fluktuasi suhu yang ekstrim (Schmidt, 2002).


(20)

Manfaat Gaharu

Gaharu mengandung essens yang disebut sebagai minyak essens (essential oil) yang dapat dibuat dengan eksraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative) dari berbagai jenis parfum, kosmetika dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk atau abu dari gaharu digunakan sebagai bahan pembuatan dupa/hio dan bubuk aroma therapy. Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh gaharu juga ampuh sebagai obat anti mabuk. Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan seluruh isi lemari. Oleh masyarakat tradisional Indonesia, gaharu digunakan sebagai obat nyamuk, kulit atau kayu gaharu dibakar sampai berasap. Aroma harum tersebutlah yang tidak disukai nyamuk (Asgarin, 2004).

Pemanfaatan gaharu yang paling banyak adalah dalam bentuk bahan baku (bongkah kayu, cacahan, habuk). Setiap produk yang dihasilkan memiliki sifat dan warna yang berbeda. Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yaman, Oman) menggunakan gaharu untuk mengharumkan tubuh dan ruangan. Sedangkan penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea seperti bahan baku industri minyak wangi, obat-obatan, kosmetik, dupa, dan pengawet berbagai jenis aksesori serta untuk keperluan kegiatan relijius. Dalam khasana etnobotani di Cina, digunakan sebagai


(21)

obat sakit perut, penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, ginjal tumor paru-paru dan lain-lain. Di Eropa, gaharu ini kabarnya diperuntukkan sebagai obat kanker. Di India, gaharu juga dipakai sebagai obat tumor usus. Di samping itu di beberapa Negara seperti Singapura, Cina, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat sudah mengembangkan gaharu ini sebagai obat-obatan seperti penghilang stress, gangguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan limfa. Bahkan Asoasiasi Eksportir Gaharu Indonesia (ASGARIN) melaporkan bahwa Negara-negara di Eropa dan India sudah memanfaatkan gaharu tersebut untuk pengobatan tumor dan kanker. Di Papua, gaharu sudah digunakan secara tradisional oleh masyarakat setempat untuk pengobatan. Mereka mengggunakan bagian-bagian dari pohon penghasil gaharu (daun, kulit batang, dan akar) digunakan sebagai bahan pengobatan malaria. Sementara air sulingang (limbah dari proses destilasi gaharu untuk menghasilkan minyak atsiri) yang sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Salampesi, 2004).

Dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu pun bukan hanya berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat. Gaharu bisa dipakai sebagai obat anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan, gaharu selain dibutuhkan sebagai bahan parfum dan kosmetika, juga dapat diproduksi sebagai bahan obat herbal untuk pengobatan stress, rheumatik, liver, radang ginjal dan lambung, bahan antibiotik TBC serta kanker dan tumor. Selain itu gaharu juga sudah dimanfaatkan bukan hanya gubalnya akan tetapi bagian daun, batang, kulit batang dan akarnya juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit. Daun pohon gaharu bisa


(22)

dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh gaharu juga ampuh sebagai obat anti mabuk (Asgarin, 2004).

Kandungan yang terdapat pada Gaharu

Kandungan kimia yang terdapat dalam gaharu memiliki enam komponen utama berupa furanoid sesquiterpen diantaranya a-agarofuran,b-agarofuran dan agarospirol. Selain itu gaharu juga mengandung minyak berupa chromone. Chromone biasanya dapat menyebabkan bau harum dari gaharu ketika dibakar. Sementara kandungan minyak atsiri yang banyak dikandung gaharu adalah sequiterpenoida, cudesmana dan paleman (Sumarna, 2009).

Perdagangan Gaharu

Permintaan pasar terhadap gaharu terus meningkat. Gaharu selama ini diperdagangkan sebagai obat (terutama di Cina dan India), parfum dan dupa (terutama di Jepang, negara-negara arab dan Timur tengah) serta anti serangga di berbagai negara. Ekspor kayu gaharu Indonesia berhasil masuk langsung pasar China setelah pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan pemerintah China sepakat bekerja sama dalam perdagangan langsung kayu gaharu. Untuk mengoptimalkan potensi bisnis ini, pemerintah juga berniat merealisasikan pengembangan hutan budi daya gaharu untuk mendorong produksi gaharu nasional. Mashur, Ketua Umum Asosiasi Gaharu Indonesia, mengatakan volume ekspor kayu gaharu Indonesia ke China mencapai 200-300 ton. Total permintaan


(23)

impor kayu gaharu China diperkirakan mencapai 500 ton per tahun dari total kebutuhan dunia sebesar 4.000 ton per tahun. Permintaan tersebut dipenuhi oleh eksportir Indonesia melalui negara ketiga seperti Taiwan, Hongkong dan Singapura. Sebelumnya Indonesia tidak bisa mengekspor langsung karena hambatan birokrasi perdagangan. Tingginya hambatan untuk ekspor langsung karena pihak ketiga memperoleh margin yang tinggi dari produk ini. Apalagi beberapa varietas gaharu Indonesia memiliki kualitas terbaik yang harganya mencapai Rp 150 juta per kilogram. Di pasar China harganya bisa naik menjadi Rp 400 juta per kilogram akibat panjangnya mata rantai perdagangan. Kondisi iklim yang panas dan kegemaran mengkonsumsi daging membuat tubuh mereka bau menyengat sehingga wangi gaharu digunakan sebagai pangharum (Suhartono dan Mardiastuti, 2003).

Nilai Ekonomi Gaharu

Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilariamalaccensis. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam


(24)

kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara berkelanjutan.

Nilai ekonomi kayu gaharu banyak diperdagangkan dengan harga jual yang sangat tinggi. terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria Malaccensis. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Semakin tinggi kandungan resin didalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.(Sumarna dan Santoso, 2004).

Pemeliharaan Gaharu

Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemberian pupuk dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan tergantung pada kebutuhan bibit, penyiangan dilakukan terhadap rumput yang masih kecil-kecil supaya tidak merusak tanaman pokok, pengendalian hama dilakukan dengan cara penyemprotan terhadap bibit apabila tampak ada gejala-gejala penyakit (seperti


(25)

kutu putih di bagian belakang daun atau daun yang dapat mengakibatkan kematian bibit. Pemeliharaan dalam bentuk pendangiran bertujuan untuk mencegah persaingan ruang tumbuh antara tanaman pokok dengan tanaman lainnya dan juga untuk menggemburkan tanah sehingga tanah menjadi lebih dingin dan akar tanaman mendapatkan hawa yang cukup di seputar piringan tanaman (Iriansyah et al, 2006 ).

Peningkatan kualitas Gaharu

Untuk mendapatkan pohon penghasil gubal gaharu yang baik, harus menggunakan bibit dari pohon gaharu potensial yaitu bibit unggul dari pohon inang yang telah terbukti menghasilkan gubal gaharu di alam, artinya sangat dipengaruhi oleh sifat genetik, kemudian diperbanyak sebagai bibit unggul (clone) untuk kepentingan budidaya. Namun demikian produktifitas benih yang rendah menyebabkan kesulitan memperoleh anakan pohon gaharu dalam jumlah banyak di alam, padahal untuk tujuan budidaya yang luas sangat diperlukan bibit berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tersedia tepat waktu. Di sisi lain, selama ini bibit yang digunakan berasal dari biji atau semai hutan alam dimana jumlah bibit terbatas, kualitas bibit rendah dan peluang memperoleh gubal gaharu setelah penanaman relatif kecil karena bibit yang dipakai belum tentu berasal dari induk yang berpotensi menghasilkan gubal gaharu (Siran dan Julianty, 2007).

Kendala lain yang umumnya dihadapi adalah tidak semua pohon gaharu menghasilkan buah setiap tahun, belum adanya kebun bibit unggul dan kebun benih serta biji gaharu bersifat rekalsitran, selain itu adanya penebangan pohon induk dewasa di alam oleh pencari gaharu menyebabkan hilangnya sumber benih.


(26)

Rendahnya daya berbunga dan produktifitas berbuah menyebabkan masalah regenerasi secara generatif, sementara itu pembiakan secara vegetatif menggunakan stek dan cangkok membutuhkan bahan induk yang banyak, maka kultur in vitro gaharu menjadi alternatif teknologi perbanyakan gaharu unggul secara missal dan cepat (Sumarna, 2009).

Penetapan harga gaharu di perdagangan internasional didasarkan pada kualitas gaharu tersebut. Makin baik kualitas gaharu maka harga gaharu akan makin mahal begitu juga sebaliknya semakin rendah kualitas gaharu maka harga gaharu akan makin rendah. Parameter yang digunakan dalam penentuan kualitas gaharu adalah warna, kadar resin, kadar minyak, dan ukuran bentuk serpihan (Barder dkk., 2009).

Menurut (Bambang dkk., 1996) semakin hitam warna gaharu semakin tinggi kualitasnya dan biasanya gaharu kualitas ini tenggelam kedalam air. Gaharu kualitas pertama harus memiliki warna paling hitam dan mengkilat. Gaharu yang warnanya hitam dan mengkilat memiliki tingkat kepadatan dan pendamaran lebih tinggi yang menunjukkan kadar resin yang terkandung di dalamnya. Sehubungan dengan kadar resin, makin banyak kadar resin yang terkandung maka kadar harum dan kadar aromanya akan makin tinggi. Begitu juga dengan bentuk dan ukuran, ukuran yang lebih besar akan menunjukkan kualitas gaharu yang lebih baik.

Penentuan kualitas gaharu pada umumnya dilakukan tidak seragam dan dilakukan secara visual saja, sehingga sifatnya lebih subyektif dan kualitas gaharu yang dihasilkan tergantung pada orang yang menentukannya. Untuk menghindari keragaman dari kualitas gaharu Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu gaharu. Dalam standar diuraikan


(27)

mengenai definisi gaharu, lambing dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, cara pemungutan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji dan syarat penandaan. Klasifikasi mutu gaharu terdiri dari gubal gaharu, kemedangan dan abu gaharu. Setiap kelas mutu dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas, berdasarkan ukuran, warna, kandungan dammar wangi, serat, bobot, dan aroma ketika dibakar (Yuliansyah dkk., 2003).

Teknik Budidaya Gaharu

Cara menanam gaharu atau yang lebih sering disebut cara budidaya gaharu sangat menentukan keberhasilan budidaya gaharu di masa mendatang. Cara budidaya ini merupakan fondasi awal keberhasilan hidup gaharu yang ditandai tumbuhnya bibit gaharu menjadi pohon gaharu. Menjadi pertanyaan besar bagi petani yang ingin memulai budidaya gaharu yaitu bagaimana cara menanam yang meliputi tekstur tanah, jenis bibit dan perawatan. Cara menanam gaharu untuk dibudidayakan tidak memerlukan kriteria tanah khusus, yang terpenting tanah tersebut tidak terendam air seperti tanah rawa ataupun tanah sawah. Gaharu dapat ditanam pada ketinggian 0 - 1200 m dpl dan beberapa pengalaman teman, gaharu juga dapat ditanam pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl. Ada hal yang paling penting yang harus diperhatikan ketika akan berkecimpung dalam budidaya gaharu ini adalah bahwa pohon gaharu berumur 0-12 bulan setelah ditanam harus mendapat naungan/teduhan sehingga memerlukan perawatan yang ekstra.

System dan pola tanam budidaya Aquilaria Malaccensis

a. Sistem pola tanam gaharu dapat dlakukan secara monokultur pada kondisi seleksi media maupun dengan sistem tumpang sari.


(28)

b. Jarak tanam ideal pola tanam monokultur adalah 2m x 2m x 2m x 3m x 3m x 3m (1000-1600 phn/ha), apabila terpola agroforestry jarak ideal tanam 4m x 5m, 5m x 5m (400 phn/ha).

c. Pengajiran dilakukan untuk menentukan titik letak tanam yang disesuaikan dengan kondisi lahan.

d. Lubang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm dengan masa strerilisasi lubang 1 minggu sebelum waktu tanam.

e. Pemupukan dasar dipandang penting untuk mempercepat laju pertumbuhan bibit. Setiap lubang tanam diberikan penambahan pupuk organik matang dengan perbandingan 3:1

f. Penanaman sebaiknya dilakukan pada saat intensitas sinar matahari tidak terlalu maksimal (jam 6-10 pagi/jam 3-5 sore).

g. Perbanyakan bibit

Secara umum, ada 2 (dua) cara perbanyakan bibit tanaman gaharu, yaitu dengan cara generatif dan vegetatif.

Cara Generatif

Secara generatif (biji), bibit Gaharu dapat diperoleh dari biji maupun secara puteran.

Pembuatan bibit gaharu dari biji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan biji ini, yaitu :

a) Buah yang sudah tua di batang dikumpulkan pada musim buah.

b) Buah yang diperoleh dikeringkan selama beberapa hari dengan cara diangin-anginkan atau dijemur selama 2 (dua) jam pada pagi hari, yaitu antara jam 08.00-10.00.


(29)

c) Biji yang sudah kering ditaruh di dalam karung dan disimpan dengan baik, jangan sampai terkena air, lembab, berjamur atau dimakan serangga dan tikus, sampai waktunya untuk disemaikan.

d) Pembuatan bibit secara puteran

e) Tanaman Gaharu dapat dikembangbiakkan secara alami melalui pemencaran biji. Pohon yang sehat biasanya dapat menghasilkan banyak biji dengan daya kecambah yang cukup tinggi. Umumnya, pohon yang berasal dari biji baru bisa menghasilkan buah setelah berumur ± 8 (delapan) tahun.

f) Anakan gaharu dapat diambil pada awal musim penghujan. Pengambilan anakan ini harus disertai dengan tanah disekitarnya dan dilakukan dengan hati-hati agar akar jangan sampai rusak. Kemudian anakan tersebut ditempatkan di polybag dan dipelihara di bedengan sampai siap untuk ditanam.

Cara Vegetatif

Perbanyakan bibit tanaman gaharu secara vegetatif dapat dengan cangkok, okulasi, stek pucuk dan lain sebagainya. Namun cara vegetatif ini memiliki kelemahan, antara lain :

a) Perakaran tanaman kurang lengkap, sehingga mudah roboh bila tertiup angin kencang.

b) Tanaman kurang tahan menghadapi keadaan kurang air, khususnya di musim kemarau panjang, karena sifat perakarannya yang dangkal dan kurang mampu mengambil air tanah.

Teknik budidaya lainnya dengan cara inokulasi/suntik. Inokulasi adalah proses memasukkan cendawan/atau jamur ke dalam batang tanaman A. malaccensis


(30)

dengan tujuan membentuk resin gaharu. Resin berwarna coklat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba supaya luka/kerusakan akibat serangan mikroba tidak meluas ke jaringan lain. Namun adanya resin pada jaringan hidup yang terus menumpuk itu justru menutupi dan menghambat fungsi jaringan tanaman untuk pengangkutan unsur hara kebagian tanaman lainnya sehingga berujung pada terbentuknya gaharu dan pada akhirnya tanaman akan mati karena mengalami kekurangan hara. Proses inokulasi dilakukan dengan cara pengeboran batang tanaman pada saat diameter batang 10 cm atau usia pohon sekitar 3 tahun (Yuliansyah dkk., 2003).


(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai Mei 2014 di lokasi Gedung Kehutanan, Program studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, timbangan analitik, kamera, oven, spidol permanen, lux meter, caliper, tally sheet, mistar ukur, paranet dengan intensitas pencahayaan 65 %, label plastik, label kertas. Bahan penelitian yang digunakan adalah bibit Aquilaria malaccensis yang telah berumur 1 bulan, dan pupuk daun (Gandasil D).

Prosedur Penelitian 1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) yang disusun dengan dua faktor perlakuan, yaitu :

A. Faktor pertama yaitu konsentrasi pupuk daun yang terdiri atas : G1 = Perlakuan dengan penambahan pupuk daun 2 gram/liter air

G2 = Perlakuan dengan penambahan pupuk daun 4 gram/liter air

G3 = Perlakuan dengan penambahan pupuk daun 6 gram/liter air

B. Faktor kedua yaitu frekuensi penyemprotan pupuk daun yang terdiri atas A = 5 hari sekali


(32)

C = 15 hari sekali

C. Dengan demikian diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak 10 kali. Model linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada percobaan ke-k yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B

µ = Nilai tengah umum

αi = Perlakuan faktor A pada taraf ke-i

βj = Perlakuan faktor B pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j

ε ijk = Galat percobaan dari satuan percobaan ke-k pada kombinasi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B

2. Pelaksanaan Penelitian

1) Persiapan areal pembibitan

Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air, memiliki drainase yang baik dan mudah diawasi berguna untuk menjaga kondisi areal pembibitan dari genangan air akibat hujan deras.

2) Pembuatan naungan

Naungan dibuat untuk menghindarkan tanaman dari terpaan air hujan dan juga intensitas matahari langsung. Naungan terbuat dari paranet 65% dengan ketinggian 2 meter.


(33)

3) Penyediaan bahan tanaman (bibit)

Bahan tanaman (bibit) yang digunakan berasal dari pembibitan gaharu milik CV. Bumi Mitra II, Kelurahan Tanah Seribu, Kota Binjai, Sumatera Utara.

4) Penyiraman

Penyiraman yang cukup dan efisien sangat penting untuk mendapatkan bibit yang sehat dan homogen. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dan penyiraman disesuaikan dengan kondisi cuaca. Penyiraman dilakukan dengan cara menyiramnya sampai tanah dalam kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan sprayer.

5) Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk daun cair sesuai frekuensi dan konsentrasi yang digunakan. Pemupukan mulai dilakukan setelah pengukuran tinggi dan diameter sebagai data awal.

6) Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila terlihat ada gulma yang tumbuh pada media tanam dengan cara mencabut gulma yang ada dalam polybag.


(34)

3. Parameter yang Diukur

a) Pertambahan Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi diukur mulai dari pangkal batang yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh. Pengambilan data tiap 2 minggu sekali. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

b) Pertambahan Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper. Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas yang telah diberi tanda. Pengambilan data dilakukan 2 minggu sekali bersamaan dengan pengambilan data tinggi bibit.

c) Jumlah Daun (Helai)

Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dilakukan 2 minggu sekali bersamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi bibit.

d) Panjang akar (cm)

Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan. Akar tersebut dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan. Panjang akar diamati dengan cara mengukur panjang akar primer yang tumbuh pada tanaman sampel dari pangkal akar sampai ujung akar yang terpanjang dengan menggunakan penggaris.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Tinggi Bibit

Suatu tanaman dapat dikatakan baik apabila pertumbuhan tinggi tanaman baik dan tidak kerdil. Tinggi tanaman memperlihatkan pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan tanaman yang paling sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai variabel yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 1) pada 8 minggu setelah tanam (MST) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) dengan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata sedangkan faktor tunggal dosis dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit (Tabel 1).

Tabel 1. Rataan pertambahan tinggi bibit A. malaccensis (cm) dengan perlakuan konsentrasi pupuk dan frekuensi serta interaksinya.

Frekwensi pemupukan

Dosis pupuk

Rata-rata Dosis 2gr

(G1)

Dosis 4gr (G2)

Dosis 6gr (G3)

5 hari sekali (A) 4,63 7,67 7,45 6,58 b

10 hari sekali (B) 4,37 5,89 5,18 5,14 ab

15 hari sekali (C) 3,19 5,61 5,91 4,63 a

Rata-rata 4,06 a 6,39 b 5,91 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan dosis pupuk G2 menunjukkan rataan pertambahan tinggi


(36)

pertumbuhan tinggi terendah yaitu 4,06 cm. Perlakuan dosis G3 dan G2 tidak

berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan taraf dosis G1. Perlakuan frekwensi A

menunjukkan rataan pertambahan tinggi tertinggi yaitu 6,58 cm, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan pertumbuhan tinggi terendah yaitu 4,63 cm. Perlakuan frekwensi A dan B tidak berbeda nyata, frekwensi B dan C tidak berbeda nyata, sedangkan frekuensi A berbeda nyata dengan frekuensi C. hal ini sejalan dengan pendapat Lingga (1998) bahwa pemberian pupuk melalui daun harus diberikan dalam konsentrasi yang tidak terlalu banyak, tetapi pemberiannya harus sering dilakukan dengan interval waktu yang sesuai. Selain itu bertambahnya panjang tanaman diduga akibat aktifitas jaringan meristem . jaringan meristem yang terdapat pada ujung tanaman disebut dengan jaringan meristem apikal merupakan jaringan yang sel-selnya aktif dalam proses pembelahan sel. Dalam proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi.

Gambar 1 menunjukkan grafik rataan laju pertambahan tinggi pada pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST .

Gambar 1. Rataan laju pertambahan tinggi bibit A. malaccensis 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2 4 6 8

R at aan T in g g i T an am an ( cm )

Waktu Pengamatan (MST)

G1A G1B G1C G2A G2B G2C G3A G3B G3C


(37)

Gambar 1 menunjukkan rataan pertambahan tinggi pada berbagai kombinasi perlakuan mengalami kenaikan setiap minggunya. Kombinasi perlakuan G2A menunjukkan laju pertambahan tinggi bibit tertinggi yaitu 7,67

cm. Laju pertambahan tinggi bibit terendah adalah bibit dengan kombinasi perlakuan G1C yaitu sebesar 1,03 cm.

Faktor yang mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman adalah ketersediaan air, cahaya, suhu, dan kelembapan udara yang optimal, apabila hal tersebut dipenuhi maka dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui pembelahan dan pemanjangan sel (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pertambahan Diameter Bibit

Pertambahan diameter bibit merupakan perbedaan diameter bibit setiap minggunya, berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan diameter bibit A. malaccensis (Lampiran 2) pada 8 MST menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun dengan dosis pupuk daun (Gandasil D) tidak berpengaruh nyata, sedangkan faktor tunggal dosis pupuk menunjukkan pengaruh nyata dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit (Tabel 2).

Tabel 2. Rataan pertambahan diameter bibit A. malaccensis (mm) dengan perlakuan konsentrasi pupuk dan frekuensi serta interaksinya.

Frekwensi pemupukan

Dosis Pupuk

Rata-rata Dosis 2 gram

(G1)

Dosis 4 gram (G2)

Dosis 6 gram (G3)

5 hari sekali (A) 0,55 0,78 0,93 0,75 b

10 hari sekali (B) 0,49 0,50 0,65 0,55 a

15 hari sekali (C) 0,54 0,56 0,64 0,58 a

Rata-rata 0,53 a 0,61 ab 0,74 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.


(38)

Perlakuan dosis pupuk G3 menunjukkan rataan pertambahan diameter

tertinggi yaitu 0,74 mm, sedangkan perlakuan dosis pupuk G1 menunjukkan

rataan pertumbuhan diameter terendah yaitu 0,53 mm. Perlakuan dosis pupuk G1

dan G2 dan tidak berbeda nyata, dan perlakuan perlakuan taraf G2 dan G3 tidak

berbeda nyata. Sedangkan perlakuan dosis G1 berbeda nyata dengan perlakuan

dosis pupuk G3. Perlakuan frekwensi A menunjukkan rataan pertambahan

diameter tertinggi yaitu 0,75 mm, sedangkan perlakuan frekwensi B menunjukkan rataan pertambahan diameter terendah yaitu 0,55 mm. Perlakuan frekwensi B dan C berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi A, perlakuan frekwensi B dan C tidak berbeda nyata, Gambar 1 menunjukkan grafik rataan laju pertambahan tinggi pada pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST .

Gambar 2. Rataan laju pertambahan diameter bibit Aquilaria malaccensis

Gambar 2 menunjukkan rataan pertambahan diameter pada berbagai kombinasi perlakuan mengalami kenaikan setiap minggunya. Kombinasi

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

2 4 6 8

Pe rt a m b a h a n D ia m e te r (m m )

Waktu Pengamatan (MST)

G1A G1B G1C G2A G2B G2C G3A G3B G3C


(39)

perlakuan G3A menunjukkan laju pertambahan diameter bibit tertinggi yaitu 0,93

mm. Laju pertambahan diameter bibit terendah adalah bibit dengan kombinasi perlakuan G1B sebesar 0,49 mm.

Jumlah Daun Bibit

Jumlah daun merupakan salah satu penanda pertumbuhan vegetatif yang dapat diamati secara langsung . secara sederhana dapat dijelaskan apabila pertumbuhan vegetatif suatu tanaman baik, diharapkan mampu memberikan produksi yang tinggi karena hasil fotosintesis yang memadai untuk memasok energi bagi tanaman. Begitu juga dengan tanaman Aquilaria malaccensis, dengan adanya pertumbuhan daun yang baik diharapkan nantinya akan memberikan hasil produksi yang tinggi pula.

Jumlah daun bibit merupakan banyaknya daun bibit pada minggu terakhir pengukuran yakni 8 MST. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 3) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (gandasil D) dengan naungan tidak berpengaruh nyata sedangkan faktor tunggal dosis pupuk dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit. Hasil sidik ragam terhadap pertambahan jumlah daun bibit dapat dilihat pada table 3.


(40)

Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) bibit Aquilaria malaccensis dengan perlakuan konsentrasi pupuk dan frekuensi serta interaksinya.

Frekwensi pemupukan

Dosis Pupuk

Rata-rata Dosis 2 gram

(G1)

Dosis 4 gram (G2)

Dosis 6 gram (G3)

5 hari sekali (A) 5,80 6,60 8,40 6,93 b

10 hari sekali (B) 3,30 5,10 8,20 5,53 ab

15 hari sekali (C) 3,50 4,80 5,30 4,53 a

Rata-rata 4,20 a 5,50 a 7,30 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan taraf naungan G3 menunjukkan rataan rataan jumlah daun

tertinggi yaitu 7.30 helai, sedangkan perlakuan dosis pupuk G1 menunjukkan

rataan jumlah daun terendah yaitu 4.20 helai. Perlakuan dosis pupuk G1 dan G2

tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan dosis pupuk G3. Perlakuan

frekwensi A menunjukkan rataan jumlah daun tertinggi yaitu 6.93 helai, sedangkan perlakuan frekwensi C menunjukkan rataan pertambahan jumlah daun terendah yaitu 4.53 helai. Perlakuan frekwensi A dan B tidak berbeda nyata, frekwensi B dan C tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan frekuensi A berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi C.

Respon pertambahan jumlah daun tidak jauh berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Kurangnya jumlah daun pada perlakuan ini bisa disebabkan karena rentan terhadap iklim yang ada dan adanya hama dan penyakit. Hama yang sering muncul pada daun khususnya untuk tanaman penghasil gaharu yaitu kutu putih. Kutu putih yang hidup dipermukaan daun bawah, kutu ini punya semacam tepung ditubuhnya yang dilapisi lilin sehingga tampak seperti kapas. Gejala serangannya adalah permukaan bawah dan atas daun menjadi hitam. Selain hama pada daun, hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya cahaya memperlambat


(41)

pembentukan klorofil, kemudian menyebabkan daun berwarna hijau hijau pucat, dan gugurnya daun secara premature. Keadaan tersebut disebut dengan etiolasi. Gambar 3 menunjukkan rataan laju pertambahan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis Lamk pada pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST.

Gambar 3. Rataan laju pertambahan jumlah daun Aquilaria malaccensis

Gambar 3 menunjukkan rataan pertambahan jumlah daun pada berbagai kombinasi perlakuan mengalami kenaikan setiap minggunya. Kombinasi perlakuan G3A cenderung meningkatkan laju pertambahan jumlah daun tertinggi yaitu 8,4 helai. Laju pertambahan jumlah daun terendah adalah bibit dengan kombinasi perlakuan G1B sebesar 3,3 helai.

Daun tanaman dapat berfungsi sebagai source (penghasil asimilat) ataupun sink (pengguna asimilat), namun perubahan fungsi daun dari source ke sink ini tidak dapat diketahui secara pasti. Daun-daun muda lebih banyak berfungsi sebagai sink untuk pertumbuhannya, setelah itu perlahan-lahan berfungsi sebagai

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2 4 6 8

P er tam b ah an J u m lah D au n ( H el ai )

Waktu Pengamatan (MST)

G1A G1B G1C G2A G2B G2C G3A G3B G3C


(42)

source sampai keseluruhannya dapat berfungsi sebagai source. Daun-daun bibit A. malaccensis masih muda, sehingga dapat dikatakan masih berfungsi sebagai sink. Keadaan ini mengakibatkan efisiensi penyaluran asimilat dari source terhambat.

Pertambahan jumlah daun sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara N, terutama untuk akumulasi dan penyusunan enzim serta molekul klorofil. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan. Pemupukan nitrogen (N) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perluasan daun, terutama pada lebar dan luas daun. Halini sesuai dengan Lakitan (1996) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan daun antara lain intensitas cahaya, suhu udara, ketersediaan air, dan unsur hara. Unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah nitrogen.

Panjang Akar Bibit

Panjang akar bibit merupakan pengukuran panjang akar primer pada minggu terakhir pengukuran yakni 8 MST, berdasarkan hasil analisis sidik ragam rataan panjang akar bibit Aquilaria malaccensis (Lampiran 4) menunjukkan interaksi antara frekwensi penyemprotan pupuk daun (gandasil D) dengan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata , sedangkan faktor tunggal dosis dan frekwensi penyemprotan pupuk daun (Gandasil D) berpengaruh nyata terhadap panjang akar bibit. (Tabel 4) menunjukkan hasil sidik ragam terhadap pertambahan panjang akar bibit.


(43)

Tabel 4. Rataan panjang akar (cm2) bibit Aquilaria malaccensis dengan perlakuan konsentrasi dan frekuensi pemupukan serta interaksinya.

Frekwensi Pemupukan

Dosis Pupuk

Rata-rata Dosis 2 gram

(G1)

Dosis 4 gram (G2)

Dosis 6 gram (G3)

A 8,54 8,78 9,88 9,06 b

B 7,56 8,00 8,50 8,02 b

C 8,16 8,44 8,52 8,37 a

Rata-rata 8,08 a 8,40 a 8,96 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Perlakuan dosis G3 menunjukkan rataan panjang akar tertinggi yaitu 8,96

cm, sedangkan perlakuan dosis pupuk G1 menunjukkan rataan panjang akar

terendah yaitu 8,08 cm. Perlakuan dosis pupuk G1 dan G2 tidak berbeda nyata

tetapi berbeda nyata dengan perlakuan G3. Perlakuan frekwensi A menunjukkan

rataan panjang akar tertinggi yaitu 9,06 cm, sedangkan perlakuan frekwensi B menunjukkan rataan panjang akar terendah yaitu 8,02 cm. Perlakuan frekwensi A dan B tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan frekuensi C.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun hasil interaksi perlakuan frekuensi dan dosis pupuk daun (Gandasil D) yang berpengaruh yang nyata pada pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis pada pengamatan 8 minggu setelah tanam (MST). Akan tetapi perlakuan tunggal baik pada frekuensi pemupukan maupun dosis pupuk yang digunakan berpengaruh nyata pada pertumbuhan bibit Aquilaria Malaccensis Lamk pada pengamatan 8 minggu setelah tanam (MST).


(44)

Hal ini disebabkan pupuk daun (gandasil D) memberikan unsur hara tersedia yang dibutuhkan oleh bibit Aquilaria malaccensis. Kandungan unsur hara pupuk daun (gandasil D) yang diberikan dengan dosis yang sesuai kebutuhan tanaman akan memungkinkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih baik. Tanaman yang diberikan dosis pupuk dalam jumlah yang berlebihan, tidak lagi mendorong pertumbuhan untuk lebih aktif, tetapi sebaliknya mulai menekan laju pertumbuhan tanaman. Pada dosis yang lebih rendah belum cukup untuk mendorong pertumbuhan secara optimal sehingga pertambahan tinggi juga tidak diperoleh secara optimal. Suseno (1981) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan tanaman yang optimal diperlukan adanya keseimbangan unsur-unsur hara. Selanjutnya Setyamidjaja (1986), menambahkan bahwa efesiensi pemupukan yang optimal dapat dicapai apabila pupuk diberikan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan tanaman, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Bila pupuk diberikan banyak, maka larutan tanah akan terlalu pekat sehingga dapat mengakibatkan tanaman keracunan.

Pengaruh nyata juga ditunjukkan oleh perlakuan dosis pupuk daun (gandasil D) dan interaksi perlakuan media tanaman dengan dosis pupuk daun (gandasil D) terhadap pertambahan diameter. Upaya untuk mengefektifkan unsur-unsur hara yang diberikan lewat pemupukan pada tanaman yang ditanam adalah menggunakan dosis yang tepat. Pemberian pupuk dengan dosis yang tepat akan mampu mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus berada dalam kondisi yang berimbang sehingga penyerapan hara oleh tanaman lebih efektif. Menurut Harjadi (1991), penempatan pupuk yang tepat dengan dosis yang tepat merupakan faktor penting dalam pemupukan.


(45)

Kemampuan tanaman dalam menyerap hara akan menambah kekuatan tumbuh bagi tanaman dan apabila unsur-unsur tersebut bekerja secara optimal maka pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik. Kandungan unsur hara gandasil D (N 14 %, P 12 %, K 14 %, Mg 1 % dan unsur-unsur hara mikro lainya yang melengkapi yaitu : Mn, Bo, Cu, Co, Zn), yang ada dalam media ini merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman terutama nitrogen. Menurut Kononova (1966)), nitrogen dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan warna hijau pada daun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang ditandai dengan meningkatnya tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan pertumbuhan akar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis pupuk daun (gandasil D) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Salah satu tanda produktivitas tanaman adalah kemampuan memproduksi daun, sebab daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis. Jumlah daun suatu tanaman berhubungan dengan intensitas fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi hasil fotosintesinya. Pertambahan tinggi tanaman akan diikuti dengan pertumbuhan daun yang menginduksi pertambahan jumlah daun. Sarief (1992) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bahan penyusun protein, protoplasma, dan pembentuk bagian tanaman seperti batang dan daun yang merupakan tempat aktivitas fotosintesis yang menghasilkan asimilat. Menurut Munawar (2011), nitrogen berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, fosfor menentukan pertumbuhan akar serta mempercepat kematangan, dan kalium berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Lebih jauh Lakitan (1996) dan Salisbury dan Ross (1995) menguraikan bahwa nitrogen berperan sebagai penyusun protein sedangkan fosfor


(46)

dan kalsium berperan dalam memacu pembelahan jaringan meristem dan merangsang pertumbuhan akar dan perkembangan daun. Kalium mengatur kegiatan membuka dan menutupnya stomata. Pengaturan stomata yang optimal akan mengendalikan transpirasi tanaman dan meningkatkan reduksi karbondioksida yang akan diubah menjadi karbohidrat.

Perlakuan dosis pupuk daun (gandasil D) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar. Unsur fosfor dibutuhkan untuk pertumbuhan awal terutama dalam merangsang perakaran tanaman yang nantinya berguna untuk menopang tegaknya tanaman dan penyerapan unsur hara dari media tanam. Hal ini sesuai pernyataan Suseno (1981), bahwa unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan sejumlah tanaman muda, fosfor juga merupakan bahan mentah untuk pembentuk sejumlah protein, membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan. Fosfor diperlukan tanaman sebagai penyusun asam nukleat dan perkembangan jaringan meristem serta merangsang pertumbuhan akar. Fosfor berperan dalam proses fotosintesis, produksi karbohidrat dan pertumbuhan awal tanaman. Unsur hara yang cukup dan berimbang yang tersedia bagi tanaman menyebabkan aktivitas fisiologi tanaman semakin meningkat.

Menurut Gardner dkk. (1991), semakin tinggi hasil fotosintesis, semakin besar pula penimbunan cadangan makanan yang ditranslokasikan ke jaringan penyimpan cadangan makanan dengan asumsi bahwa faktor lain dalam keadaan optimal. Struktur tanah yang padat akan menghambat laju penetrasi akar lebih dalam. Karena tanah padat susah ditembus akar, maka daerah pemanjangan akar semakin pendek. Tanah yang memiliki tingkat kepadatan tinggi total panjang


(47)

akarnya rendah. Russel (1977) berpendapat bahwa jika kepadatan tanah meningkat maka ruang pori makro menurun dan penetrasi akar dihambat. Pertumbuhan akar yang terhambat pada tingkat kepadatan tanah yang tinggi dapat dilihat pada berat kering akarnya. Dari hasil pengukuran, semakin tinggi tingkat kepadatan tanah berat kering akar semakin rendah. Wiersum (1975) dalam Russel (1977) berpendapat bahwa akar tidak dapat menembus pori tanah yang ukurannya lebih kecil dari diameternya, jika perpanjangan itu dibatasi oleh hambatan luar, biasanya diameter akar naik.

Peningkatan berat kering tanaman merupakan indikator berlangsungnya pertumbuhan yang merupakan hasil proses fotosintesis tanaman. Proses fotosintesis yang terjadi pada bagian daun menghasilkan fotosintat yang selanjutnya ditranslokasikan kebagian tanaman yakni akar, batang dan daun.


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor tunggal perlakuan pada frekuensi pemupukan setelah pengamatan 8 minggu setelah tanam memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi batang, diameter batang, jumlah daun, dan pertumbahan akar bibit Aquilaria malaccensis.

2. Faktor tunggal perlakuan pada dosis pupuk daun (gandasil D) setelah pengamatan 8 minggu setelah tanam memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi batang, diameter batang, jumlah daun, dan pertumbuhan akar bibit Aquilaria malaccensis.

3. Interaksi perlakuan frekwensi penyemprotan pupuk daun dengan dosis pupuk tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan bibit Aquilaria malaccensis menggunakan dosis pupuk dan frekwensi penyemprotan pupuk daun yang berbeda. Dengan kombinasi frekuensi dan dosis pupuk yang digunakan, perlu juga dilakukan penelitian dengan menggunakan kontrol (tanpa perlakuan) untuk mengetahui perbedaan respon pertumbuhan pada bibit Aquilaria Malaccensis Lamk.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, L.Y., Buhaira, and Nancy. 2006.Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Penyemprotan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium(Dendrobium Jade Gold) pada Tahap Aklimatisasi. J.Agronomi 10 (1) : 51-54

Asgarin. 2004. Tata Niaga Perdagangan Gaharu Indonesia. Asosiasi Gaharu Indonesia, Temu Pakar, Rencana Strategis (Renstra) Pengembangan Komoditi Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

BPS. 2004. Data Perdagangan Komoditi Hasil Hutan Tahun 2004. Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Jakarta.

Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Iriansyah. 2006. Gaharu Komoditi Masa Depan Yang Menjanjikan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan. Samarinda.

Kononova, M.M. 1966. Soil Organic Matter. 2nded. Pergamon Press Ltd. Oxford. 230p.

Lakitan, B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Munawar, A. 2011. KesuburanTanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. Novizan. 1999. Pemupukan Yang Efektif. Makalah Pada Kursus Singkat

Pertanian. PT Mitratani Mandiri Perdana. Jakarta.

Parman dan T. Mulyaningsih, 2001. Teknologi Pembudidayaan Tanaman Gaharu, Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu, RLPS Dephut, Jakarta.

Permana, E. 2005. Identifikasi beberapa soecies gaharu (Aquilaria spp) asli Indonesia, Pelatihan Nasional Budidaya dan Pengolahan Gaharu, Fahutan IPB, Seameo Biotrop, Bogor.

Purwanto. 1999. Budidaya Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis). Prosiding. Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Medan.


(50)

Rahayu, N. 2012. Petunjuk Praktikum Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Laboratorium Kehutanan UMM. Malang.

Salampesi, F. 2004. Tata Niaga Perdagangan Gaharu di Indonesia. Asosiasi Gaharu Indonesia. Prosiding Lokakarya Budidaya dan Pengembangan Komoditi Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Terjemahan. ITB. Bandung. 173 hal.

Sarief, E. S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.

Situmorang, J. 2005. Perbanyakan pohon gaharu (Aquilaria spp) ungul secara vegetatif : Kultur jaringan dan stek., Pelatiah Nasional Budidaya dan Pengolahan Gaharu, Seameo Biotrop. Bogor.

Soeparto, P. 1977. Vedemekum Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Suhartono, T dan A. Mardiastuti . 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA. Jakarta.

Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu, Seri Agribusines, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarna, Y. 2009. Gaharu, Budidaya dan Rekayasa Produksi, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarna, Y. dan E. Santoso. 2004. Budidaya dan Rekayasa Pengembangan Produksi Gaharu. Makalah Sosialisasi Gaharu di Provinsi Sumatera Utara. Biro Kerjasama Luar Negeri dan Investasi. Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Jakarta.

Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Suseno, H. 1981. Fisiologi Tumbuhan. Metabolisme Dasar dan beberapa Aspeknya.

Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.


(51)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit Aquilaria malaccensis

Rataan laju pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis (cm) pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

2 4 6 8

G1A 0.96 2.18 3.59 4.63

G1B 1.49 2.33 3.32 4.37

G1C 1.03 1.6 2.29 3.19

G2A 1.34 3.36 5.69 7.67

G2B 1.62 3.19 4.59 5.89

G2C 0.95 2.48 4.19 5.61

G3A 1.5 3.77 6.24 7.45

G3B 1.39 2.33 3.69 5.18

G3C 1.18 2.35 3.52 5.1

Rataan pertambahan tinggi bibit Aquilaria malaccensis Lamk (cm) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata I II III IV V VI VII VIII IX X

G1A 4.3 3.8 8.9 5.3 5.9 6 0.6 6.7 0.8 4 46.3 4.63 G1B 4.9 3.2 3.8 7.1 4 4.9 0.9 1.5 4.9 8.5 43.7 4.37 G1C 2.1 3.6 0.9 1.6 9.2 1.7 0.9 3.7 4 4.2 31.9 3.19 G2A 10.3 5.8 8.1 1.5 9 9.1 7.4 15.3 8.8 1.4 76.7 7.67 G2B 4.1 8.3 5.7 1.4 5 11.8 5.6 7.5 5.9 3.6 58.9 5.89 G2C 4.5 3.7 4 5 4.2 5.2 4.9 11.2 9.4 4 56.1 5.61 G3A 11.7 1.9 2.2 7.2 12.5 11.1 7.9 10.4 8.6 1 74.5 7.45 G3B 7.8 2.9 6 4.8 8.5 6.4 6.3 3.7 4.5 0.9 51.8 5.18


(52)

Uji Sidik Ragam Pertambahan Tinggi bibit Aquilaria malaccensis Lamk

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Hit Sig.

Perlakuan 162.892a 8 20.362 2.322 .027

Dosis Pupuk 90.540 2 45.270 5.162 .008

Frekuensi Pemupukan 61.300 2 30.650 3.495 .035

dosispupuk *

frekuensipemupukan 11.052 4 2.763 .315 .867

Error 710.291 81 8.769

Total 3550.770 90

Corrected Total 873.183 89

\

Hasil Duncan Tinggi Tanaman Dosis

Pupuk N

Subset

1 2

2gr 30 4.0633

4gr 30 5.9100

6gr 30 6.3900

Sig. 1.000 .532

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam Aquilaria malaccensis

Rataan laju pertambahan diameter bibit Aquilaria malaccensis (mm) pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

2 4 6 8

G1A 0.1 0.35 0.44 0.55

G1B 0.14 0.25 0.36 0.49

G1C 0.15 0.35 0.42 0.54

G2A 0.12 0.22 0.45 0.78

G2B 0.14 0.31 0.38 0.5

G2C 0.16 0.36 0.44 0.56

G3A 0.33 0.48 0.65 0.93

G3B 0.15 0.36 0.46 0.65

G3C 0.14 0.31 0.42 0.64

Frekuensi pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 4.6333

10hari 30 5.1467 5.1467

5hari 30 6.5833


(53)

Rataan pertambahan diameter Aquilaria malaccensis (mm) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rata

-rata I II III IV V VI VII VIII IX X

G1A 0.8 0.5 0.9 0.5 0.2 0.3 0.4 0.5 0.7 0.7 5.5 0.55 G1B 0.9 0.5 0.7 0.7 0.4 0.4 0.2 0.5 0.1 0.5 4.9 0.49 G1C 1 0.3 0.3 0.1 0.4 1.1 0.7 0.4 0.7 0.4 5.4 0.54 G2A 1.1 0.5 0.6 0.5 0.4 1 0.8 1.5 1 0.4 7.8 0.78 G2B 0.6 0.5 1.2 0.3 0.6 0.7 0.2 0.3 0.3 0.3 5.0 0.5 G2C 0.6 0.4 0.2 0.5 1 0.6 0.5 0.1 0.8 0.9 5.6 0.56 G3A 1 1.5 0.6 1.1 0.7 0.9 1.5 0.7 0.8 0.5 9.3 0.93 G3B 1 0.6 0.6 0.5 1 0.8 0.7 0.3 0.6 0.4 6.5 0.65 G3C 0.3 1 0.1 0.7 0.5 1.2 1 0.6 0.4 0.6 6.4 0.64 Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah FHit Sig.

Perlakuan 1.630a 8 .204 2.220 .034

Dosis Pupuk .697 2 .348 3.796 .027

Frekuensi Pemupukan .689 2 .344 3.752 .028

dosispupuk *

frekuensipemupukan .244 4 .061 .666 .618

Error 7.436 81 .092

Total 44.160 90

Corrected Total 9.066 89

Hasil Duncan Diameter Tanaman Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 .5267

4gr 30 .6067 .6067

6gr 30 .7400

Sig. .310 .092

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 .5467

10hari 30 .5800

5hari 30 .7467


(54)

Lampiran 3. Rataan pertambahan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit Aquilaria malaccensis

Rataan laju pertambahan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis (helai) pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

2 4 6 8

G1A 2 3.2 4.1 5.8

G1B 1.3 1.9 2.8 3.3

G1C 1.6 2.1 2.7 3.5

G2A 1.7 2.9 4.8 6.6

G2B 1.7 3 3.6 5.1

G2C 1.3 2.4 3.4 4.8

G3A 2.4 3.8 5.7 8.4

G3B 3.5 5.3 6.6 8.2

G3C 1.8 3.3 4.4 5.3

Rataan pertambahan jumlah daun bibit Aquilaria malaccensis (helai) setiap perlakuan

Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan Jumlah Kuadrat db Kuadrat tengah FHit Sig. Perlakuan 262.800a 8 32.850 3.033 .005 Dosis Pupuk 145.400 2 72.700 6.713 .002 Frekuensi

Pemupukan 87.200 2 43.600 4.026 .022

dosispupuk *

frekuensipemupukan 30.200 4 7.550 .697 .596

Error 877.200 81 10.830

Total 4030.000 90

Corrected Total 1140.000 89

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata I II III IV V VI VII VIII IX X

G1A 7 5 6 1 7 6 5 8 2 11 58 5.8

G1B 4 2 10 1 2 2 1 4 3 4 33 3.3

G1C 2 2 5 2 6 3 6 3 4 2 35 3.5

G2A 4 13 3 9 7 9 3 9 4 5 66 6.6

G2B 7 2 2 7 7 11 3 2 7 3 51 5.1

G2C 4 9 7 1 2 1 12 3 6 3 48 4.8

G3A 9 8 9 4 10 10 7 11 9 7 84 8.4

G3B 3 7 4 15 4 19 7 3 8 12 82 8.2


(55)

Hasil Duncan Jumlah Daun Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 4.2000

4gr 30 5.5000

6gr 30 7.3000

Sig. .130 1.000

Lampiran 4. Rataan panjang akar dan analisis sidik ragam bibit Aquilaria malaccensis

Rataan panjang akar Aquilaria malaccensis (cm)

Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah FHit Sig.

Perlakuan 16.180a 8 2.023 3.770 .003

Dosis Pupuk 3241.058 1 3241.058 6041.740 .000

Frekuensi Pemupukan 5.952 2 2.976 5.548 .008

dosispupuk *

frekuensipemupukan 8.505 2 4.253 7.928 .001

Error 1.723 4 .431 .803 .531

Total 19.312 36 .536

Corrected Total 3276.550 45

Hasil Duncan Panjang Akar Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 8.0867

4gr 30 8.4067

6gr 30 8.9667

Sig. .239 1.000

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 4.5333

10hari 30 5.5333 5.5333

5hari 30 6.9333

Sig. .243 .103

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

I II III IV V

G1A 10 9.0 8.2 7.5 8.0 42.7 8.54

G1B 7.2 8.2 7.6 7.0 7.8 37.8 7.56

G1C 10 7.2 7.6 8.0 8.0 40.8 8.16

G2A 9.3 8.2 10 8.4 8.0 43.9 8.78

G2B 8.5 7.8 8.2 8.0 7.5 40.0 8.00

G2C 8.2 8.5 9.2 7.8 8.5 42.2 8.44

G3A 11 9.2 10.2 9.5 9.5 49.4 9.88

G3B 7.5 8.0 8.4 9.4 9.2 42.5 8.50

G3C 9.0 8.5 8.2 8.9 8.0 42.6 8.52

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 8.0200

10hari 30 8.3733

5hari 30 9.0667


(56)

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Pupuk daun (Gandasil D)


(57)

Pertumbuhan perlakuan G1A Pertumbuhan perlakuan G1B

Pertumbuhan perlakuan G1C Pertumbuhan perlakuan G2A


(58)

Pertumbuhan perlakuan G3A Pertumbuhan perlakuan G3B


(1)

Rataan pertambahan diameter

Aquilaria malaccensis

(mm) setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rata

-rata I II III IV V VI VII VIII IX X

G1A 0.8 0.5 0.9 0.5 0.2 0.3 0.4 0.5 0.7 0.7 5.5 0.55 G1B 0.9 0.5 0.7 0.7 0.4 0.4 0.2 0.5 0.1 0.5 4.9 0.49 G1C 1 0.3 0.3 0.1 0.4 1.1 0.7 0.4 0.7 0.4 5.4 0.54 G2A 1.1 0.5 0.6 0.5 0.4 1 0.8 1.5 1 0.4 7.8 0.78 G2B 0.6 0.5 1.2 0.3 0.6 0.7 0.2 0.3 0.3 0.3 5.0 0.5 G2C 0.6 0.4 0.2 0.5 1 0.6 0.5 0.1 0.8 0.9 5.6 0.56 G3A 1 1.5 0.6 1.1 0.7 0.9 1.5 0.7 0.8 0.5 9.3 0.93 G3B 1 0.6 0.6 0.5 1 0.8 0.7 0.3 0.6 0.4 6.5 0.65 G3C 0.3 1 0.1 0.7 0.5 1.2 1 0.6 0.4 0.6 6.4 0.64

Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah FHit Sig.

Perlakuan 1.630a 8 .204 2.220 .034

Dosis Pupuk .697 2 .348 3.796 .027

Frekuensi Pemupukan .689 2 .344 3.752 .028

dosispupuk *

frekuensipemupukan .244 4 .061 .666 .618

Error 7.436 81 .092

Total 44.160 90

Corrected Total 9.066 89

Hasil Duncan Diameter Tanaman

Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 .5267

4gr 30 .6067 .6067

6gr 30 .7400

Sig. .310 .092

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 .5467 10hari 30 .5800

5hari 30 .7467


(2)

Lampiran 3. Rataan pertambahan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit

Aquilaria malaccensis

Rataan laju pertambahan jumlah daun bibit

Aquilaria malaccensis

(helai)

pengamatan ke-2 sampai ke-8 MST

Perlakuan Waktu pengamatan (MST)

2 4 6 8

G1A 2 3.2 4.1 5.8

G1B 1.3 1.9 2.8 3.3

G1C 1.6 2.1 2.7 3.5

G2A 1.7 2.9 4.8 6.6

G2B 1.7 3 3.6 5.1

G2C 1.3 2.4 3.4 4.8

G3A 2.4 3.8 5.7 8.4

G3B 3.5 5.3 6.6 8.2

G3C 1.8 3.3 4.4 5.3

Rataan pertambahan jumlah daun bibit

Aquilaria malaccensis

(helai) setiap

perlakuan

Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan

Jumlah Kuadrat

db

Kuadrat tengah

FHit

Sig.

Perlakuan

262.800

a

8

32.850

3.033

.005

Dosis Pupuk

145.400

2

72.700

6.713

.002

Frekuensi

Pemupukan

87.200

2

43.600

4.026

.022

dosispupuk *

frekuensipemupukan

30.200

4

7.550

.697

.596

Error

877.200

81

10.830

Total

4030.000

90

Corrected Total

1140.000

89

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata I II III IV V VI VII VIII IX X

G1A 7 5 6 1 7 6 5 8 2 11 58 5.8

G1B 4 2 10 1 2 2 1 4 3 4 33 3.3

G1C 2 2 5 2 6 3 6 3 4 2 35 3.5

G2A 4 13 3 9 7 9 3 9 4 5 66 6.6

G2B 7 2 2 7 7 11 3 2 7 3 51 5.1

G2C 4 9 7 1 2 1 12 3 6 3 48 4.8

G3A 9 8 9 4 10 10 7 11 9 7 84 8.4 G3B 3 7 4 15 4 19 7 3 8 12 82 8.2


(3)

Hasil Duncan Jumlah Daun

Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 4.2000

4gr 30 5.5000

6gr 30 7.3000

Sig. .130 1.000

Lampiran 4. Rataan panjang akar dan analisis sidik ragam bibit

Aquilaria

malaccensis

Rataan panjang akar

Aquilaria malaccensis

(cm)

Analisis sidik ragam

Sumber Perlakuan Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah FHit Sig.

Perlakuan 16.180a 8 2.023 3.770 .003

Dosis Pupuk 3241.058 1 3241.058 6041.740 .000

Frekuensi Pemupukan 5.952 2 2.976 5.548 .008

dosispupuk *

frekuensipemupukan 8.505 2 4.253 7.928 .001

Error 1.723 4 .431 .803 .531

Total 19.312 36 .536

Corrected Total 3276.550 45

Hasil Duncan Panjang Akar

Dosis Pupuk N Subset

1 2

2gr 30 8.0867

4gr 30 8.4067

6gr 30 8.9667

Sig. .239 1.000

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 4.5333

10hari 30 5.5333 5.5333

5hari 30 6.9333

Sig. .243 .103

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

I II III IV V

G1A 10 9.0 8.2 7.5 8.0 42.7 8.54

G1B 7.2 8.2 7.6 7.0 7.8 37.8 7.56

G1C 10 7.2 7.6 8.0 8.0 40.8 8.16

G2A 9.3 8.2 10 8.4 8.0 43.9 8.78

G2B 8.5 7.8 8.2 8.0 7.5 40.0 8.00

G2C 8.2 8.5 9.2 7.8 8.5 42.2 8.44

G3A 11 9.2 10.2 9.5 9.5 49.4 9.88

G3B 7.5 8.0 8.4 9.4 9.2 42.5 8.50

G3C 9.0 8.5 8.2 8.9 8.0 42.6 8.52

Frekuensi

pemupukan N

subset

1 2

15hari 30 8.0200 10hari 30 8.3733

5hari 30 9.0667


(4)

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Pupuk daun (Gandasil D)


(5)

Pertumbuhan perlakuan G1A

Pertumbuhan perlakuan G1B

Pertumbuhan perlakuan G1C Pertumbuhan perlakuan G2A


(6)

Pertumbuhan perlakuan G3A Pertumbuhan perlakuan G3B