LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Jilbab secara umum dipahami sebagai alat untuk menunjukkan ketaatan terhadap perintah Allah SWT sebagai wanita muslimah harus menutup auratnya, juga untuk melindungi diri dari godaan atau fasilitas untuk memperindah penampilan. Tetapi selain untuk memenuhi tiga fungsi tersebut, jilbab pun dapat berfungsi sebagai alat komunikasi yang non-verbal, karena jilbab mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna. Menurut sebagian masyarakat Gadingmangu, karena hampir seluruh masyarakat Gadingmangu beragama Islam, lingkup pendidikannya juga Islam, dikelilingi pondok pesantren yang semuanya mengenakan jilbab, maka menurut pemahaman mereka untuk melancarkan hubungan atau interaksi antar warganya dan untuk melancarkan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik maupun budaya, maka yang semula sebagian mereka tidak berjilbab atau berkerudung, akhirnya mereka berjilbab atau berkerudung, walaupun ada sebagian dari mereka, apabila sudah tidak ada kepentingan yang mengharuskan berjilbab, biasanya dilepas lagi, dan sebagian dari mereka yang mempunyai pedoman bahwa dalam segala situasi dan kondisi, ada kepentingan ataupun tidak ada kepentingan jilbab tetap digunakan karena menurut pemahaman mereka berjilbab berarti mengandung makna sebuah ketaatan pada perintah Allah SWT yang berarti 2 mendapatkan pahala dan apabila menanggalkannya akan mendapatkan ancaman dosa sebab aurat atau anggota badan yang seharusnya tidak boleh ditampakkan pada laki-laki yang bukan mahromnya merupakan sesuatu yang harus disembunyikan atau dibithonahkan, tetapi variasinya atau modelnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi sedang apa dan bagaimana, artinya pada saat ke kantor, ke sekolah atau ke undangan atau dalam keseharian, biasanya ada sedikit perbedaan mengenai, corak, model dan variasinya disesuaikan dengan keperluannya. Jilbab dianggap sebagai simbol tingkat kesucian oleh masyarakat santri Mila, 2005: 42. Selanjutnya wanita muslimah yang berjilbab diidentikkan dengan gambaran wanita yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Namun dewasa ini, jilbab tidak hanya dipakai atau dimiliki oleh kaum santri saja, akan tetapi sudah menjadi milik masyarakat umum. Artinya jilbab dapat digunakan oleh siapapun yang berkeinginan untuk menggunakannya meski pengetahuan jilbaber tentang jilbab masih sangat minim atau masih amat sangat sedikit. Masih banyak diantara mereka memakai jilbab hanya sekedar meniru, lebih mudah dan praktis, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk merias diri, disamping juga karena harganya relatif lebih murah, modelnya bervariasi dan mudah dijangkau oleh siapa saja dari berbagai lapisan masyarakat. Prinsip berjilbab dalam Islam dikenakan oleh seseorang sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, kerena itu berjilbab bagi wanita muslim atau muslimah memiliki nilai ibadah. Oleh karena itu dalam berpakaian seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dan As-Sunnah. 3 Dalam berjilbab seseorang pun tidak dapat menentukan kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari berjilbab yang digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat pakaiannya. Pada awalnya di Indonesia jilbab dipakai oleh kaum santri, terutama yang berasal dari pesantren. Jilbab dijadikan sebagai simbol yang membedakan antara kaum santri, abangan, dan priyayi sebagaimana yang diungkapkan oleh Clifford Geertz, yang membagi masyarakat muslim Jawa dalam tiga kelas masyarakat. Istilah priyayi atau berdarah biru dalam kebudayaan Jawa merupakan simbol kelas sosial yang mengacu kepada golongan bangsawan, yaitu golongan tertinggi dalam masyarakat karena memiliki keturunan dari keluarga kerajaan. Yang selanjutnya oleh Geertz, disebut sebagai golongan priyayi. Golongan santri yaitu kelompok orang yang memiliki pengetahuan dan mengamalkan agama, sedangkan kelompok abangan adalah kelompok orang yang bukan priyayi juga bukan santri. Saat ini jumlah pemakai jilbab telah menunjukkan peningkatan. Jika dulu orang yang memakai jilbab sering didominasi oleh wanita dewasa, saat ini banyak dijumpai remaja putri yang menggunakan jilbab. Selain itu meningkatnya jumlah pemakai jilbab dapat terlihat pada ruang-ruang publik yang sudah menjadi lautan jilbab karena semakin umum dengan pemandangan jilbab, hampir tidak ada satu tempat yang tidak tersentuh oleh jilbab, bahkan telah banyak gerai yang khusus menyediakan aneka jilbab yang menawarkan sesuai dengan keinginan masyakat dari berbagai lapisan. 4 Semakin meningkatnya pemakai jilbab saat ini, seiring dengan bertambahnya outlet-outlet di pusat-pusat pembelanjaan. Outlet-outlet busana muslim tersebut menawarkan busana dengan model yang up to date dan fleksibel. Berbagai jenis model jilbab yang anggun pun banyak diual dengan harga relatif dapat dijangkau. Dengan begitu para pemakai jilbab memiliki banyak pilihan dalam menggunakan model jilbab. Namun tak jarang busana tersebut hanya terkesan up to date tapi jauh dari syariat agama. Jilbab hanya tampil sebagai bagian dari style dalam berbusana saat ini dan bagian dari komoditas pasar serta fashion. Ironisnya lagi busana itulah yang saat ini digandrungi oleh para pemakai jilbab, dan jilbab telah menjadi gaya hidup tersendiri dalam masyarakat. Perbincangan tentang jilbab telah menjadi fenomena yang hangat dan aktual saat ini, terutama di kalangan masyarakat muslim. Berjilbab dalam beberapa studi terjadi karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya, di antaranya karena perintah Allah SWT dan mengikuti syariat agama Islam, agar terjaga dari godaan laki-laki, dorongan lingkungan, penyesuaian terhadap model pakaian, atau pun karena suatu hal yang lain. Studi kali ini ingin mengetahui tentang makna dan perilaku berjilbab bagi masyarakat Gadingmangu Perak Jombang dan perilaku mereka dalam berinteraksi. Desa Gadingmangu berada di Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur atau sekitar 13 kilometer dari kota Jombang. Jarak desa Gadingmangu dari Surabaya sekitar 93 kilometer atau jarak tempuh sekitar 2 jam. Penduduk desa Gadingmangu sangat beragam, baik dari sisi karakter maupun perilakunya. Juga banyak para pendatang yang berasal dari berbagai daerah sebab 5 di desa Gadingmangu terdapat salah satu lembaga pendidikan umum yang mengharuskan semua siswinya mengenakan jilbab karena mayoritas tempat tinggalnya di pondok pesantren. Jika di dan Pondok Pesantren tempatnya sudah habis atau kapasitasnya sudah terpenuhi, maka para santri boleh tinggal di lokasi pemukiman penduduk, Cuma semua aktifitasnya mengikuti aturan pondok pesantren, sehingga segala sepak terjangnya harus sama dengan aturan pondok pesantren. Jika pagi hari mereka ke sekolah atau belajar pendidikan atau pengetahuan umum, sore hari hingga malam hari mereka belajar memahami dan mendalami agama di pondok pesantren, setiap hari, kecuali hari jum’at dan hari minggu dipakai untuk kegiatan asrama di kelompok masing-masing atau yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, mereka diberikan izin untuk mengikuti kegiatan sekolah. Antara pondok pesantren dengan sekolah terjalin kerjasama yang saling mendukung dan saling melengkapi, sehingga kegiatan lembaga keduanya berjalan secara tertib dan teratur karena setiap ada permasalahan selalu diadakan musyawarah untuk mencapai kemufakatan yang dilaksanakan secara rutin dari beberapa unsur, baik dari pihak pondok pesantren, pihak sekolah, pihak masyarakat maupun orang tua. Akan tetapi para santri tidak semuanya, pelajar, ada juga yang non pelajar yang mempunyai keinginan atau niat ingin memperdalam ilmu Al- Qur’an dan Al-Hadish yang juga berasal dari berbagai daerah. Karena itu semua siswinya walaupun lembaga pendidikan umum, semua siswinya diwajibkan mengenakan jilbab. Disamping sekolah umum juga wilayah Gadingmangu terdapat sekolah Madrasah seperti, Madrasah Aliyah A. Wahid Hasyim, Roudhotul Alfal, Madrasah Ibtida ’iyah, dan lain-lain, yang tentunya 6 semua siswi-siswinya diharuskan mengenakan jilbab pada saat berada di lingkungan sekolah, tidak terkecuali para pedagang yang menjajakan dagangannya di lingkungan pondok maupun sekolah-sekolah tersebut.. Sebagian besar masyarakat Gadingmangu memahami bahwa jilbab merupakan pakaian yang berfungsi untuk menutup aurat yang meliputi, bagian kepala, leher, dan dada sekaligus menjadi busana wajib bagi wanita muslim sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al- Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31. Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa, pertama Allah SWT telah memerintahkan agar wanita muslim wajib menutup aurat atau menggunakan jilbab, sebab bagi muslimah yang faham agama atau keyakinan agamanya kuat, berjilbab atau berbusana muslim yang sesuai syariat, memahaminya bukan hanya sekedar mengikuti mode atau trend, akan tetapi lebih dari itu sebagai sebuah keharusan atau kewajiban yang harus ditaati sebagai muslimah sebab berkeyakinan bahwa perilakunya tersebut akan mendatangkan pahala. Kedua, dengan berjilbab wanita muslim tersebut akan lebih mudah dikenal, karena busana berperan juga untuk menunjukkan simbol atau identitas individualitas seseorang dan membedakan individu atau kelompok yang satu dengan individu atau kelompok yang lain. Begitu juga dengan jilbab wanita muslim, dengan jilbab tersebut akan memberikan identitas ke-Islaman seseorang. Dengan begitu seorang muslimah dapat membedakan diri dengan kelompok wanita lain. Ketiga, jilbab dapat melindungi wanita muslim dari gangguan hal-hal yang tidak diinginkan. Umumnya para pendatang yang membawa perubahan berbagai variasi jilbab yang juga memahami bahwa jilbab merpakan pakaian wajib yang harus dikenakan 7 wanita muslim supaya auratnya tidak terlihat oleh laki-laki yang bukan mahromnya. Namun ada juga sebagian kecil masyarakat, yang mengenakan jilbab sekedarnya atau seperlunya. Terbukti sebagian dari mereka, kadang mengenakan jilbab pada saat bepergian atau keperluan khusus, misalnya ke sekolah, pasar, undangan atau ada keperluan yang lain yang mengharuskan keluar rumah, namun apabila tidak ada keperluan, sebagian dari mereka melepaskan sekalipun ada laki-laki atau tidak, tidak menadi masalah bagi mereka. Karena mereka mempunyai pemahaman yang tidak sama dengan yang tetap mengenakan jilbab kecuali di tetap tertutup yang tidak terlihat oleh laki-laki yang bukan mahromnya. Sebagaimana dikatakan oleh David Chaney dalam bukunya life style, bahwa berdirinya pusat-pusat perbelanjaan yang memanfaatkan sensibilitas keagamaan adalah tanda bahwa kebangkitan agama telah termodifikasi menjadi obyek konsumsi, semakin menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan, industri mode, industri kecantikan, dan sebuah gaya hidup lewat industri iklan dan televisi telah menawarkan gaya hidup yang menanamkan nilai, cita rasa, dan gaya yang berselera. Wanita muslim berjilbab memiliki kesempatan yang lebih untuk dapat menerapkan syariah agama namun tetap tampil cantik dan gaya dengan tetap mengikuti perkembangan mode yang ada Mila, 2005: 12. Pemilihan model jilbab yang tidak lagi mengikuti syari’at agama ini terkesan bahwa wanita tersebut berjilbab hanya karena kebiasaan atau taqlid meniru tanpa tahu landasannya, atau karena tradisi di daerah tempat tinggal tanpa memahami makna dan tujuan berjilbab yang sesuai ajaran Islam. Hal ini 8 bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi atau pembelajaran tentang makna jilbab, sebab-sebab penggunaan jilbab, serta manfaat dari penggunaan jilbab Adnan, 1999: 22-23. Kurangnya sosialisasi atau pembelajaran tentang jilbab menjadikan wanita muslim yang berjilbab saat ini lebih memilih menggunakan jilbab yang up to date, agar dapt mengikuti trend, agar tidak terkesan kuno, agar dapat tampil percaya diri, agar terihat anggun, atau pun dapat diterima dalam kelompoknya. Kondisi ini menjadi persoalan tersendiri, sebab jilbab tidak lagi sebagai simbol ketaatan dalam beragama, jilbab tidak lagi wajib-mubah, haram-halal, etis atau tidak etis, tapi jilbab sebagai simbol baru dalam mencitrakan diri individu dan simbol yang sarat makna serta kepentingan tergantung siapa yang memakainya. Jilbab telah berubah menjadi ajang persaingan atau mungkin kontes mode dan model. Dan tidak sedikit yang ditonjolkan selain dari segi seni juga menampilkan keindahan tubuh Adnan, 1999: ix. Namun di antara yang ingin tidak terkesan kuno masih ada pemakai jilbab yang tetap mengikuti syariat agama, berjilbab lebar, berpakaian tidak ketat sehingga tidak memperlihatkan lekuk tubuh. Laju perkembangan jilbab yang telah berkembang pesat saat ini menimbulkan munculnya beraneka ragam model serta jenis –jenis jilbab yang bervariasi sehingga menjadi salah satu pemicu munculnya wanita muslim yang membeli dan memakai jilbab yang kadang-kadang melebihi target dana keuangan mereka dalam arti kadang kurang memperhitungan dana atau penghasilan mereka yang dibarengi atau identik dengan kemampuan kreatif mereka dalam 9 mengenakan jilbab sehingga seakan-akan menimbulkan persaingan antar mereka untuk berlomba-lomba mempercantik atau memerindah penampilan. Bervariasinya model jilbab yang dipakai juga akan dapat menampilkan citra pemakai jilbab tersebut. Wanita muslim berjilbab cenderung memiliki citra yang positif dibandingkan dengan wanita muslim yang tidak berjilbab, karena dalam persepsi masyarakat, wanita berjilbab memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih tentang ajaran agama Islam. Artinya sebelum wanita tersebut memutuskan untuk berjilbab, wanita tersebut tentunya akan mencari pengetahuan tentang jilbab dan termasuk di dalamnya pengetahuan tentang perilaku wanita muslim yang sholeha. Namun persepsi masyarakat tersebut tidak sepenuhnya benar dan sesuai. Kenyataannya masih ada saja muslimah yang belum memahami makna dan hakikat jilbab. Padahal ketika seseorang sudah menggunakan jibab tentunya harus sesuai dengan makna jilbab itu sendiri yaitu sebagai busana takwa sehingga pengguna jilbab tentu harus mampu menjaga tingkah laku dan tutur kata. Beragamnya perilaku sosial yang dimunculkan oleh para pemakai jilbab menjadi menarik untuk diteliti. Fenomena tersebut juga terjadi di desa Gadingmangu Perak Jombang. Pemilihan desa Gadingmangu sebagai lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan di antaranya: pertama, bahwa desa gadingmangu termasuk desa yang demokratis, fleksibel, toleran dan permisif sehingga memberi kebebasan kepada siapa saja untuk berekspresi , termasuk dalam berperilaku dan berbusana. Kedua, semakin meningkatnya pemahaman kebanyakan masyarakat gadingmangu tentang makna menggunakan jilbab bagi seorang muslimah. Dan Ketiga, dengan 10 meningkatnya jumlah pemakai jilbab di Gadingmangu sehingga menjadi inspirasi bagi toko-toko konveksi dan sebagian masyarakat Gadingmangu untuk memproduksi jilbab dengan model yang bervariasi, apalagi dengan dipermudahnya masyarakat mengakses internet, menjadikan motivasi tersendiri untuk memodofikasi produksi jilbabnya sehingga diminati oleh banyak kalangan, tidak hanya dari masyarakat gadingmangu sendiri tapi konsumennya meluas keluar desa gadingmangu, bahkan sampai ke Mancanegara menurut informasi produsen. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui makna jilbab dan perilaku sosial masyarakat Gadingmangu Perak Jombang yang berjilbab dalam berinteraksi dengan lingkungan mereka serta dampak yang ditimbulkan seiring dengan pemahaman wanita muslimah gadingmangu tentang penggunaan atau pemakaian jilbab.

B. RUMUSAN MASALAH