Potensi Pengembangan Sapi Potong Melalui Sistem Integrasi Sawit Ternak di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur

i

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG
MELALUI SISTEM INTERGRASI SAWIT–TERNAK
DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR

YAJIS PAGGASA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ii

ABSTRACT
POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI SISTEM
INTEGRASI SAWIT-TERNAK DI KUTAI TIMUR PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR.
Yajis Paggasa2, Rudy Priyanto3, Eddie Gurnadie4

The potential region for cattle development include Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi and Papua.
The difficulty to get space area for animal rearing, low
management of smallholder practice, and the existence of policy to develop 350,000
hectare of palm oil plantation in East Kutai, lead to the potential concept for
developing an integrated palm oil plantation and beef cattle practices.
The aim of this study were : (1) to evaluate the recent pattern and between
farm analyzed the potential development of beef cattle in East Kutai, especially in
Muara Wahau; (2) to estimate the productivity and the availability of forages grown
between palm oil plantation (3) to analyze the integrated palm and beef cattle
practices technically and economically. This research was carried out from February
to May 2007 in Muara Wahau, East Kutai, East Kalimantan. The following research
prosedure were calculated based on : (a) collecting secondary by literature study from
the related institution, (b) collecting primary data through a direct observation of the
characteristics and technical coefficient of cattle rearing practice, forages composition
in palm plantation area, measure the forage proper use factor, measure the sufficiency
of forages in the ground of plantation area, and holding capacity. Furthermore,
economic analysis were calculated based on: (1) the number of inhabitants, (2) the
number of cultivated paddy-field and palm oil plantation for integrated and non
integrated palm oil and beef cattle practices, finaly SWOT analyzed approach wich

carry to stabilized strategy of beef cattle development in East Kutai.
The results of this study showed that beef cattle practices palm oil plantation
had the potential to develop for forages grown between palm oil plantation were
Brachiaria humidicola dan Brachiaria brizantha each of them 24%, ferns 24%, tall
grass 11%, Andropogon gayanus 9%, Chloris gayana 8% dan Gliricidia sepium 31%,
Pueraria phaseloides 25%, Calopogonium muconoides 24%, and Macrophitilium
20%. There was 68.6% from total forages grown in palm oil plantation area could be
used for cattle feed. The carrying capacity of forages grown between in palm oil
plantation area wich 4.2 unit. Integrated palm oil plantation and beef cattle practices
gave the benefit 10.56-16.49% higher than the palm oil plantation without integrated
system. Towards regional autonomy in Indonesia, the main challenge for regional
government is how to accelerate cattle development through crop livestock system
(CLS) in order to improve cattle productivity and farmer welfare.
Keywoord : Integrated, palm oil beef cattle, East Kutai

iii

RINGKASAN
YAJIS PAGGASA. Potensi pengembangan sapi potong melalui sistem integrasi
sawit-ternak di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh

RUDY PRIYANTO dan H. R. EDDIE GURNADI.
Setiap tahunnya sejak 2001-2005 penduduk mengalami pertambahan sekitar
1.45%. Selain itu semakin sulit mendapatkan dan sempitnya lahan yang
diperuntukkan khusus untuk peternakan sapi potong, lemahnya manajemen
pengelolaan usaha ternak sapi rakyat, dan adanya kebijakan pengembangan
perkebunanan sawit yang luas dan memiliki potensi limbah perkebunan sawit sebagai
sumberdaya peternakan, yang dapat dimanfaatkan secara optimal melalui usaha tani
integrasi sawit-ternak sapi yang saling mendukung, saling memanfaatkan, saling
menguntungkan, dan saling bersinergi dalam berproduksi.
Penelitian bertujuan untuk : (1) mengetahui kondisi riil dan potensi
pengembangan peternakan sapi potong di Kutai Timur, khususnya kecamatan Muara
Wahau, (2) mengetahui komposisi botani dan produktivitas hijauan makanan ternak
diareal kebun sawit, (3) mengkaji usaha peningkatan produktivitas lahan sawit melalui
introduksi ternak sapi. Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai Mei 2007 di
kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, dengan
melakukan pengumupulan data sekunder/data pendukung dari instansi terkait,
melakukan pengamatan/survei karakteristik pemeliharaan dan koefisien tekhnis
pemeliharaan, melakukan pengamatan/survei komposisi botani HMT diareal kebun
sawit, mengukur proper use factor HMT dan mengukur daya dukung HMT lahan
pertanian (DDLP) bahan segar, mengamati pengelolaan usahatani integrasi dan non

integrasi sawit-ternak untuk analisis estimasi ekonomi, analisis kepadatan ekonomi
(berdasarkan jumlah penduduk : jumlah ternak, jumlah lahan garapan : populasi
ternak), dan melihat aspek sosial ekonomi untuk merumuskan pengembangan sapi
potong melalui pendekatan analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Umumnya usaha ternak sapi sebagai cabang usaha dengan pemeliharaan
sederhana dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi, dengan koefisien
kelahiran anak 61.26 %, dan tingkat kematian anak 0-6 bulan 28.4%, anak 6
bulan-24 bulan 12.9%, muda 12% dan dewasa 6%.
2. Komposisi botani HMT diareal kebun sawit adalah rumput (graminae)
berupa Brachiaria humidicola dan Brachiaria brizantha masing-masing 24
%, pakis 24 %, Alang-alang (Imperata cylindrica) 11 %, Andropogon
gayanus 9 %, Chloris gayana 8 % dan legum berupa gamal (Gliricida sepium)
31 %, Pueraria phaseloides 25 %, Calopogonium muconoides 24 %,
Macrophitilium 20 %. Tingkat produktifitas 68.63 % HMT di areal kebun
sawit termanfaatkan oleh ternak, dengan daya dukung produksi HMT bahan
segar adalah rata-rata 2.24 ST/hektar selama perkebunan sawit berproduksi,
dengan pendapatan petani lebih tinggi pada usaha ternak integrasi sawit-ternak
sebanyak 10.56-16.49% dibandingkan tidak integrasi.


iv

3. Di Kutai Timur daya tampung ternak ruminansia lahan perkebunan sawit
sebesar 706.520.64 ST (89% dari daya tampung Kutai Timur), dan nilai
KPPTR Kutai Timur sebesar 782.276.15 ST dengan kepadatan wilayah
berdasarkan lahan garapan termasuk kategori sangat jarang ternak ruminansia
(0.03 ST/hektar). Berdasarkan kepala keluarga (44.115 di Kutai Timur)
kemampuan KPPTR sebesar = 114.623.8 ST dengan kepadatan ekonomi
wilayah (penduduk dengan ternak) termasuk kategori sedang = 95.90 ST/1000
jiwa dan
4. Petani yang memiliki lembaga berupa kelompok tani dan koperasi bahwa :
a. Mampu memanfaatkan peluang berupa bantuan pemerintah/swasta.
b. Cenderung mendapat perhatian dan pembinaan teknis dari instansi yang
cukup intens.
c. Mendapat info pasar dan kemajuan tekonologi pertanian.
d. Dapat dibina, upaya usahatani secara teknis atau mendekati teknis.
e. Mampu menyalurkan aspirasi dan mengkoordinasikan kepentingannya.

v


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Pengembangan Sapi Potong
Melalui Sistem Integrasi Sawit-Ternak di Kabupaten Kutai Timur Provinsi
Kalimantan Timur, adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2008
Yajis Paggasa
NRP D051050041

vi

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulisan
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

vii

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI
SISTEM INTERGRASI SAWIT–TERNAK
DI KABUPATEN KUTAI TIMUR
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

YAJIS PAGGASA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si)
pada Program Studi Ilmu Produksi Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2008

viii

Judul Penelitian :

Nama
NIM

:
:

Potensi Pengembangan Sapi Potong Melalui Sistem
Integrasi Sawit-Ternak di Kabupaten Kutai Timur
Provinsi Kalimantan Timur
Yajis Paggasa
D051050041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rudy Priyanto
Ketua

Prof. (Emeritus) Dr. H. R. Eddie Gurnadi, M. Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi Ternak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rarah Ratih A. Maheswari, DEA.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.

Tanggal Ujian: 08 - 08 - 2008


Tanggal Lulus:

ix

Penguji Luar Komisi

Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc

x

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Paku, Polewali Mandar Sulawesi Barat 18 Maret 1975 dari
ayah H. Hermansyah K. dan Ibu Hj. Andaria (Alm.). Penulis anak kedua dari tiga
bersaudara (kakak Suriani Herman, SE dan adik St. Sohora, A.Md. Rontgen).
Tahun 1993 penulis lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan Daerah Polewali
Mamasa (Polmas) sekarang Polewali Mandar (Polman). Tahun 1994 penulis terdaftar
menjadi mahasiswa jurusan Peternakan Universitas ”45” Makassar, dan meraih
Sarjana tahun 2001.
September 2002 menjadi karyawan Stiper Kutai Timur dan menjadi dosen tetap

Program Studi Peternakan Stiper Kutai Timur (Dosen Tetap Yayasan Pendidikan
Kutai Timur). Pengalaman bekerja sebagai sekretaris Program Studi Peternakan
Maret 2003 – Februari 2004. Maret 2004 - Agustus 2005 sebagai Pjs. Ketua Program
Studi Peternakan Stiper Kutai Timur.
Tahun 2005 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi ilmu ternak
Sekolah Pascasarjana IPB sponsor biaya BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional.
Mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah daerah Kutai Timur, pemerintah
daerah provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2006 - 2007. Bantuan pendidikan
PT. Kaltim Prima Coal tahun 2006.
Aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Ternak
Hiwacana) 2006, Sekretaris HIWACANA Sulselbar 2006, HIWACANA Kaltim 2006,
Sekretaris Departemen keanggotaan dan Urusan internal lembaga Forum Mahasiswa
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (FORUM WACANA IPB) 2007.

xi

Ucapan Terimakasih
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT., atas Rahmat, Hidayah dan
RidhaNYALAH, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Potensi
pengembangan sapi potong melalui sistem integrasi sawit-ternak di Kutai Timur
Provinsi Kalimantan Timur “ .
Penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Bapak Prof. (Emeritus) Dr. H. R. Eddie
Gurnadie, M.Sc., selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota (komisi
Pembimbing) yang telah meluangkan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan
curahan ilmu untuk kemajuan penulis.
2. Ketua Stiper Kutai Timur Bapak Prof. Dr. Ir. Daddy Ruhiyat, M.Sc, Puket I.
Ir. Yos Tunggara Bachman, M.Agr., Puket II. Abbas Husaini K, S.Ag., M.Pd.,
Puket III. Drs. S. Haryanto, M.Si dan segenap civitas akademika yang telah
memberikan dukungan, restunya untuk melanjutkan pendidikan tersebut.
3. Kasubdin Peternakan Kutim (Drh. H. Oesman, M.BAT), Camat dan Kepala
UPTD Pertanian Wilayah Muara Wahau (Bapak Ardianysah, SP) dan segenap
jajarannya, khususnya saudara Salfari, Darwin, Muhdin Edi, A.Md., Bapak
Ahmadi, Rejo, Bambang Hartono SP., Hilmy SP., Beny Susanto SP., Ibu Anis
Purwanti, Supriyawati, Bapak Wongso, Muhiddin SE. Ak, Heri Suratman Aras
A.Md, Syarifuddin Fatmona, S.Pt. M.Si, Ibnu Khajar, S.Hut, Urif Ashari,
S.Hut., Bapak Syamsul Gusri, SE., MP, Yar Johan, S.Pi dan semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan kerjasamanya.
4. Yang tercinta Ayahbundanda H. Hermansyah Kila - Hj. Anda (alm) KakekNenekda H.P. B. Mahmud (alm) - Hj. P. Sahalang, Pamanda Ir. Muh. Jafar, Ir.
Anwar Mahmud, Kak Suriani Herman, SE - P. Dullah, Dinda St. Sohora,
A.Md., Abduh Nurdin, A.Md. Komp., Edy Setiawan, dan Herniati, SP (ibu
dari anak-anakku) atas kerja keras, bantuan dan doanya selama ini.
5. Khusus anak-anakku Muthia Rizky Dzakillah - Nadia Rizky Dzakillah semoga
diberi ketabahan menerima kenyataan dan tumbuh menjadi anak saleh, cerdas,
berguna bagi umat, agama dan bangsa kelak, amiin
Semoga bimbingan, bantuan, kerjasama, dukungan, dan doa restunya senantiasa
mendapat fahala disisiNYA, Amiin.
Bogor, 08 Agustus 2008
Penulis

Yajis Paggasa

x

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI

xii

.....................................................................................

xiv

..................................................................................

xv
x

...................................................................................................

PENDAHULUAN
Latar belakang .................................................................................
Tujuan penelitian ..............................................................................
Manfaat penelitian ..............................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Asal usul dan karakteristik sapi Bali ................................................
Sistem pemeliharaan ternak sapi beberapa daerah di Indonesia ..........
Lingkungan dan sumberdaya peternakan ...........................................
Peternakan dalam sistem usahatani .................................................
Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia ............................
Hijauan makanan ternak ..................................................................
Limbah sawit dan kandungan nutrisinya ..........................................
Potensi pemodelan integrasi sawit ternak sapi ..................................
Analisis perumusan strategi ..............................................................

4
4
6
8
10
11
13
16
18

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian. ..........................................................
Bahan penelitian
................................................................
Metode pengambilan data dan reponden ...........................................
Peubah yang diamati ..........................................................................
Prosedur penelitian ..........................................................................
Analisa data ...............................................................................
Populasi ternak ruminansia .....................................................
Komposisi botani dan produktifitas HMT ................................
Kapasitas penigkatan populasi ternak .....................................
Analisis aspek ekonomi produktifitas lahan ............................
Analisis Pengembangan integrasi sawit-ternak sapi ..................

20
20
20
20
20
21
21
22
22
24
25

HASIL DAN PEMBAHASAN
................................................................

28

Sejarah dan posisi geografi .............................................................
Tofografi dan iklim .........................................................................
Sosial budaya dan kependudukan
...................................................
Konsep pembangunan daerah ...........................................................

28
29
30
31

Profil Kabupaten Kutai Timur

xi

Pemotongan ternak di Kutai Timur ..................................................
Populasi ternak ruminansia di Kutai Timur ......................................
Kapasitas daya tampung ternak di Kutai Timur .......................................

32
33
35

Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia ...................................

36

Kondisi Umum Kecamatan Muara Wahau
............................................
Kependudukan
.................................................................................
Geografis dan sistim usahatani
.....................................................
Koefesien tekhnis pemeliharan ternak sapi potong ...........................
Sistim Pemeliharaan ternak sapi ..........................................................
Komposisi botani hijauan makanan ternak .......................................
Produktivitas hijauan makanan ternak di areal kebun sawit ...............

38

Potensi produksi pelepah dan daun sawit sebagai bahan pakan ternak ........

38
38
40
42
45
50
53

Aspek ekonomi sistim integrasi sawit-ternak sapi .............................

55

Strategi pengembangan sapi potong melalui sistem integrasi sawit-ternak .

58

Faktor internal ..................................................................................
Faktor eksternal ...............................................................................
Evaluasi faktor internal dan eksternal ...............................................
Formulasi strategi ...............................................................................

58
59
60
62

KESIMPULAN DAN SARAN

.....................................................................

69

...................................................................................

71

....................................................................................................

78

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Beberapa spesies tanaman introduksi yang telah direkomendasikan untuk
ditanam dilahan perkebunan sawit dan karet. .............................................. 13

2

Kandungan nutrisi hasil samping industri kelapa sawit (% bahan kering).......

14

3

Komposisi kimia beberapa hasil perkebunan sawit.

15

4

Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada beberapa bahan pakan asal
perkebunan sawit. ......................................................................................... 15

5

Kandungan hara limbah kelapa sawit. ...........................................................

15

6

Standar konversi populasi ternak berdasarkan jenis ternak dan umur..............

22

7

Model analisis pendapatan usaha tani integrasi. ...........................................

25

8

Matriks analisis faktor internal pengembangan sapi.

...................................

26

9

Matriks analisis faktor eksternal pengembangan sapi.

.................................

27

....................................

27

11 Keadaan hubungan jenis tanah dan fisiografinya. ........................................

30

12 Jumlah pemotongan Ternak di Kutai Timur 2004.

.....................................

32

13 Jumlah pemotongan ternak di Kutai Timur Tahun 2006. ............................

33

14 Populasi ternak berdasarkan jenis ternak ruminansia di Kutai Timur..............

35

15 Keadaan hujan di daerah penelitian.

............................................................

39

16 Koefisien teknis pemeliharaan ternak sapi potong ..........................................

41

17 Hasil perhitungan produktifitas HMT diareal kebun sawit. ..........................

52

18 Komposisi nutrisi daun dan pelepah sawit. ..................................................

53

10 Matrik analasis SWOT melalui pendekatan TOWS.

.....................................

19 Analisis ekonomi usahatani integrasi sawit-ternak sapi dan non integrasi di
lokasi penelitian. ........................................................................................... 57
20 Matriks evaluasi faktor internal (EFI) pengembangan sapi potong melalui
sistem integrasi sawit-ternak. ........................................................................ 60
21 Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) pengembangan sapi potong melalui
sistem integrasi sawit-ternak. ....................................................................... 61
22 Matriks SWOT formulasi strategi pengembangan sapi potong melalui sistem
integrasi sawit-Tternak di Kutai Timur. ........................................................ 63

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Peta wilayah Kutai Timur sebelum pemekaran kecamatan

.................

28

2

Keadaan penduduk Kutai Timur, 2007.

..............................................

30

3

Populasi ternak ruminansia (ekor) di Kutai Timur, 2007 ...... ................

34

4

Populasi ternak ruminansia (ST) di Kutai Timur

................................

34

5

Persentase pemanfaatan lahan di Kutai Timur .......................................

36

6

Sapi yang dipelihara di padang pengembalaan dan areal kebun sawit ....

43

7

Persentase rumput HMT di areal kebun sawit lokasi penelitian. ...........

45

8

Persentase HMT legum di areal kebun sawit lokasi penelitian .............

46

9

Macrophitilium di areal kebun sawit. …………………………………

48

10 Keadaan kebun sawit yang telah disemprot

........................................

49

11 Hirarki konseptual pengembangan sapi potong melalui sistem integrasi
sawit-ternak di Kutai Timur.

68

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama kurun waktu 2001 – 2005 telah terjadi penurunan populasi sapi
sebesar 4.10%, dari 11.9 juta ekor menjadi 7.021 juta ekor. Menurut Tawaf
(2006) kemampuan produksi daging dalam negeri adalah sebesar 464.100 ton,
sementara kebutuhannya mencapai 597.700 ton.

Oleh karena itu pemerintah

harus mengimpor daging sebesar 133.600 ton.
Daerah yang menjadi penghasil sapi potong di Indonesia meliputi provinsi
Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Bali, Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat, Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Selatan,
Lampung dan Sulawesi Tenggara (Deptan, 2004).
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur (2006) bahwa kebutuhan
daging di Kalimantan Timur hingga saat ini masih cukup tinggi, dengan jumlah
konsumsi daging pada tahun 2006 sebesar 34.868 ton, sementara kemampuan
produksi daging hanya 33.952 ton. Untuk itu pemerintah Kalimantan Timur
memasukkan daging sebanyak 916 ton.

Dalam rangka tujuan peningkatan

populasi (potongan dan budidaya), maka pemerintah melakukan pengadaan
beberapa jenis ternak ruminansia diantaranya sapi 39.944 ekor, kambing 10.754
ekor dan domba 22 ekor. Adapun peningkatan populasi sapi mencapai 5% yakni
dari tahun 2005 sebanyak 69.024 ekor, dan tahun 2006 menjadi 72.475 ekor.
Daerah asal pengadaan sapi adalah Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kutai Timur merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan
sapi potong. Berdasarkan skala prioritas pembangunan daerah Kalimantan Timur
adalah : (1) pembangunan sumberdaya manusia, (2) pembangunan infrastruktur,
(3) pembangunan pertanian dalam arti luas (agribisnis). Dalam pengembangan
agribisnis di daerah ini, kelapa sawit adalah komoditas unggulan, sementara
peternakan merupakan salah satu komponen yang mendukung pengembangan
ekonomi rakyat, terutama ternak ruminansia.
Dalam pengembangan satu juta hektar perkebunan sawit di Kalimantan
Timur, terdapat 350,000 hektar di Kutai Timur lokasi perkebunan kelapa sawit,

2

dan tahun 2007 baru terealisasi 314.511 hektar, termasuk yang dimitrakan sekitar
13.605.70 hektar. Melihat potensi lahan perkebunan sawit yang dapat
menyediakan tanaman penutup tanah sebagai sumber pakan ternak, salah satu
alternatif untuk mengoptimalkan pemberdayaan lahan tersebut adalah dengan cara
integrasi ternak sapi potong dengan perkebunan kelapa sawit. Menurut Sitompul
(2004) beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menerapkan pola
integrasi kelapa sawit dengan ternak baik secara teknis maupun ekonomi adalah
sebagai berikut :
1. Peningkatan efisiensi dalam pengendalian tanaman penutup tanah (legum
dan graminae) melalui sistem penggembalaan ternak di areal kebun sawit
atau sistim panen rumput (cut and carrying) untuk ternak.
2. Penggunaan sapi sebagai tenaga kerja di areal kebun sawit, disamping
sebagai penghasil pupuk untuk tanaman sawit.
3. Penanaman rumput dan legum sebagai sumber pakan ternak di sela
tanaman kelapa sawit yang dapat bernilai ekonomi.
4. Pemanfaatan limbah sawit sebagai bahan pakan ternak dan kompos.
Pada dasarnya ketersediaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor yang
penting dan sangat berpengaruh terhadap produktifitas usaha ternak. Produktifitas
hijauan makanan ternak di areal kebun sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah umur tanaman sawit, iklim setempat, jenis hijauan makanan
ternak, input teknologi dan tingkat kesuburan tanah.
Pada umumnya, petani memelihara ternak sebagai sambilan untuk mendukung
ekonomi keluarga. Usahatani sistem integrasi sawit-sapi potong dapat
memberikan keuntungan yang tinggi bagi petani, bila sistem ini dilakukan dengan
baik melalui : (1) penerapan manajemen pemeliharaan secara teknis, (2)
tatalakasana pemberian hijauan pakan, (3) manajemen pengembalaan di areal
perkebunan sawit dan kesesuaian sumberdaya lahan dengan kapasitas tampung
ternak (ST/hektar/tahun), (4) adanya permodalan yang cukup bagi petani, (5)
optimasi pemanfaatan sumberdaya lahan kebun sawit dan peran ternak sapi
sebagai tenaga kerja di areal kebun sawit, (6) perhatian pemerintah/instansi teknis
secara intens dan keberlanjutannya.

3

Hasil penelitian Johari (2005) menunjukkan bahwa Sapi Brakmas
(persilangan Kedah-Kelantang x Brahman) yang dipelihara di areal
perkebunan sawit di Malaysia, menghasilkan performans produksi dan
reproduksi yang tinggi. Usaha integrasi sawit-ternak sapi yang dilakukan di
Lembaga Usahawantani Malaysia (2007) memberikan hasil dan manfaat yang
cukup nyata antara lain berupa peningkatan efektifitas dan efesiensi usaha,
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya, peningkatan produktifitas ternak dan
peningkatan pendapatan peternak.
Informasi mengenai integrasi sawit-ternak masih sangat terbatas dan
memerlukan kajian lebih lanjut secara intensif.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan adalah :
1. Mengevaluasi pola yang diterapkan saat ini dan menganalisis potensi
pengembangan peternakan sapi potong di Kutai Timur, khususnya
kecamatan Muara Wahau.
2. Mengestimasi produktifitas dan daya dukung hijauan makanan ternak
(HMT) berdasarkan jenis yang ada di areal kebun sawit.
3. Menganalisis usaha integrasi sawit-ternak sapi dan benefit yang diperoleh.

3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian berupa :
a. Masukan yang bermanfaat bagi pengambil kebijakan untuk merencanakan
pengembangan sapi potong.
b. Kemitraan yang kondusif antara pemerintah daerah dan perusahaan
perkebunan sawit serta masyarakat petani.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi yang termasuk dalam kelompok banteng (bos
bibos) yang dijinakkan. Ciri-ciri fisik sapi Bali, yaitu badan berukuran sedang
dengan bobot jantan bisa mencapai 450 kg dan betina 350 kg, berdada dalam,
warna bulu merah keemasan, sampai coklat tua dikenal juga walaupun tidak
umum. Bibir, kaki, dan ekor hitam, kaki dari lutut kebawah berwarna putih, serta
terdapat warna putih dibawah paha bentuk oval pada bagian pantatnya. Pada
punggung selalu ada garis hitam jelas dari bahu dan berakhir diatas ekor. Jantan
mempunyai warna bulu lebih gelap mulai coklat tua sampai hitam saat dewasa,
dan betina tetap merah bata. Pada waktu baru lahir semuanya berwarna merah
keemasan sampai coklat kemerah-merahan. Sapi Bali mempunyai sifat
kemampuan tumbuh yang baik, cukup resisten terhadap kondisi pakan yang
terbatas, dinilai lebih baik dari zebu sebagai ternak kerja pada iklim tropik lembab
(Payne, 1993).
Bangsa sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi potong yang memiliki
perkembangan pesat di Indonesia.

Sapi Bali memiliki beberapa keunggulan

antara lain : (a) mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang
buruk, seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, (b) tingkat
kesuburan (fertilitas) sangat tinggi yakni 83% dibandingkan dengan jenis sapi lain
yang ada di Indonesia, (c) dapat digunakan sebagai ternak kerja yang tangguh, (d)
memiliki pertumbuhan badan yang kompak dan persentase karkas yang tinggi
(56%), sehingga cocok dikembangkan sebagai sapi pedaging yang digemari oleh
konsumen dipasar lokal, maupun luar negeri (Gontoro, 2002).
Preston dan Leng (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak berbedabeda tergantung pada bangsa, tatalaksana, keadaan makanan, penyakit serta iklim
setempat.
Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Beberapa Daerah di Indonesia
Di daerah pertanian intensif sebagian peternak memelihara sapi dalam
kandang permanen atau semi-permanen, namun ada juga yang menggunakan

5

kandang sederhana. Kapasitas kandang bervariasi sesuai dengan jumlah sapi yang
dipelihara. Pengandangan dilakukan agar sapi tidak mengganggu tanaman karena
lokasi usaha dengan fattening berada di daerah pertanian intensif yang umumnya
tidak terdapat tempat penggembalaan.

Pada umumnya, kandang perorangan

berlokasi di dekat tempat tinggal, sedangkan kandang kolektif berada di ladang
yang memungkinkan pengangkutan pupuk kandang lebih mudah dan efisien (Hadi
dan Ilham 2002).
Di daerah pertanian ekstensif rumput alam merupakan satu-satunya
sumber pakan ternak yang diperoleh dari renggutan langsung di padang
gembalaan/di lapangan karena sapi dilepas sehingga peternak hampir tidak pernah
melakukan pengawasan terhadap kesehatan ternaknya. Di daerah pertanian
ekstensif, ternak sapi umumnya cukup digembalakan karena lapangan
penggembalaan umum tersedia luas (Hadi dan Ilham, 2002).
Menurut Bambang (2004) bila dikaji berdasarkan pola dan sistem
pemeliharaannya, kalsifikasi usaha ternak sapi potong rakyat dapat dibedakan
sebagai berikut :
a. Berbasis lahan (land-base)
Dalam sistem ini karakteristiknya adalah : (1) ternak dilepas di padang
penggembalaan yang tidak digunakan untuk kegiatan pertanian, sumber
pakan ternak berasal dari rumput yang tersedia di padang penggembalaan
tersebut ; (2) teknik pemeliharaan dilakukan secara tradisional tanpa
sentuhan teknologi ; (3) tidak mengutamakan aspek ekonomi lebih bersifat
simbol/status sosial. Pola ini umumnya terdapat di wilayah yang tidak
subur, sulit air, bertemperatur tinggi, dan jarang penduduk seperti Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian wilayah Kalimantan dan
sebagian Sulawesi.
b. Berbasis bukan lahan (non land-base).
Karakteristik dari pola ini adalah sebagai berikut: (1) ternak lebih banyak
dikandangkan dengan pemberian pakan di dalam kandang, (2) sumber
hijauan pakan ternak berasal dari limbah usaha tani (sawah, ladang) ; (3)
dalam pemeliharaan, ada campur tangan manusia dan bersifat semi

6

intensif.

Tujuan memelihara adalah sebagai tabungan dan dijual bila

diperlukan. Pola ini umumnya ditemukan di wilayah padat penduduk
seperti di Jawa, Sumatera, dan ada pula sebagian di NTB, Kalimantan,
Sulawesi.
Jumlah kepemilikan ternak pada pola berbasis lahan (landbase) pada
umumnya lebih besar dibandingkan dengan pola non landbase. Contohnya 51.6%
peternak di Sumbawa-NTB memiliki ternak 5 ekor/keluarga, hanya 12% peternak
yang memiliki ternak kurang dari 3 ekor/keluarga.

Sebaliknya peternak di

Lombok-NTB dan di Jawa Timur, rata-rata tiap keluarga memiliki ternak kurang
dari 5 ekor, lebih dari 50% peternak memiliki ternak kurang dari 3 ekor/keluarga
(Ilham 2001; Bambang, 2004).
Mubyarto (1977) karakteristik usaha ternak tradisional adalah :
1. Diusahakan oleh sebagian besar petani dalam skala kecil sebagai usaha
keluarga.
2. Rendahnya tingkat keterampilan peternak dan kecilnya modal usaha.
3. Belum memanfaatkan bibit unggul dan kecilnya jumlah ternak yang
produktif.
4. Rendahnya efesien pemanfaatan ransum.
5. Kurang memperhatikan usaha pencegahan penyakit.
6. Usahanya belum bersifat komersil.

Lingkungan dan Sumberdaya Peternakan
Tujuan pengembangan peternakan untuk ; (a) untuk meningkatkan
kesejahteraan peternak, (b) untuk meningkatkan produktifitas ternak, (c) untuk
meningkatkan populasi dan pemanfaatan bahan pakan, (d) membangun sistem
agribisnis peternakan dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara
optimal. Guna mewujudkan tujuan tersebut maka harus diketahui terlebih dahulu
potensi wilayah berdasarkan daya dukungnya yang meliputi karakteristik iklim,
tofografi, sosial budaya masyarakat, dan ketersediaan bahan pakan dan aspek
pasar dan penunjang lainnya (Wiyatna, 2002).

7

Pelaksanaan usaha ternak sapi potong, produktifitas ternak dan tingkat
keuntungan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya :
a. Bangsa sapi
b. Tatalaksana pemeliharaan (pemberian HMT, pola pemeliharaan, vaksin
dan obat-obatan)
c. Tingkat pengetahuan dan penggunaan teknologi dalam pengusahaan
ternak,
d. Iklim
Iklim merupakan gabungan beberapa elemen suhu, kelembaban, curah
hujan, pergerakan angin, radiasi, tekanan udara dan ionisasi. Faktor-faktor
tersebut akan menentukan tujuan usaha dan program-program yang akan
dikembangkan (Handoko, 1993 dalam Hoda, 2004).
e. Lingkungan Fisik
Lokasi peternakan harus memiliki syarat-syarat yang meliputi tersedianya
bahan

makanan

ternak,

adanya

sumber

air,

tidak

merusak

ekosistem/lingkungan, aman dan nyaman, cukup jauh dari pemukiman
penduduk, dapat diakses transportasi dan komunikasi.
f. Lingkungan Sosila Budaya (sumberdaya manusia, pola pemeliharaan
Pengusahaan ternak tidak terlepas dari pengaruh akar budaya suatu bangsa
atau daerah.

Hal ini dapat dilihat pada pengusahaan ternak di India

sebagai ritual keagamaan. Demikian juga beberapa daerah di Indonesia
menggunakan ternak sebagai bahan ritual keagamaannya contohnya
kerbau belang dan babi di Tator Sulsel, Kuda di Jeneponto Sulsel yang
digunakan sebagai hidangan istimewa dalam resepsi perkawinan. Ternak
kambing, domba, sapi sering digunakan sebagai bahan pelengkap ritual
keagamaan yakni sebagai kurban di hari raya dan tenaga kerja pada sapi
serta kerbau.
g. Kebijakan Pemerintah
Pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
diberikan wewenang seluas-luasnya untuk merencanakan, merumuskan
strategi dan program pembangunan pertanian berdasarkan potensi dan
penyesuaian komoditas dengan spesifik lokal.

Penyusunan anggaran

8

pembangunan pertanian secara umum tahun 2007 sebanyak 14.627.83
triliun rupiah, yakni pusat 17.09% (2.5 triliun), provinsi 20.51% (3 triliun)
dan kabupaten/kota 62.40% (9.127.83 triliun).

Upaya revitalisasi

pembangunan pertanian, dalam Kebijakan pengembangan peternakan
diarahkan pada : 1) upaya pemenuhan kecukupan daging sapi, (2)
kecukupan susu nasional, (3) inisiasi ekspor kambing/domba ke Timur
Tengah,

(4) peningkatan kapasitas produksi perunggasan.

Dukungan

kebijakan tersebut sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan
peternakan khususnya ternak potong adalah peningkatan komsumsi daging
dari 6.3 kg menjadi 8.3 kg/kapita/tahun. (Deptan 2007).
Visi pembangunan daerah Kutai Timur adalah ” pemanfaatan potensi yang
bertumpu pada sumber daya alam yang dapat diperbaharuhi mewujudkan
Kutai Timur sebagai pusat Agribisnis dan Agroindustri di Kaltim pada
tahun 2010”.

Guna mewujudkan visi tersebut melalui skala prioritas

pembangunan yaitu ; pembangunan infrastuktur, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, dan pembangunan pertanian dalam arti luas
(agribisnis).

Pembangunan pertanian dalam arti luas maka dilakukan

pengwilayahan komoditas yakni Kec. Sandaran, Sangkulirang, Kaliorang,
Kombeng, Telen, Muara Wahau, Muara Bengkal, Muara Ancalong
merupakan sebagai pusat pengembangan Perkebunan, tanaman pangan,
peternakan, serta hutan tanaman industri (Ishak 2004).

Peternakan dalam Sistem Usahatani
Istilah integrasi menurut Dirjen Peternakan Malaysia adalah melakukan
usaha ternak di dalam kawasan tanaman pokok (tanaman perkebunan karet, kelapa
sawit, dan lain-lain), sebagai contoh, usaha ternak sapi atau kambing terintegrasi
di dalam perkebunan kelapa sawit yang berumur 4 hingga 20 tahun yang
disesuaikan dengan program integrasi sawit-ternak sapi. Ternak dipelihara secara
bergilir di areal kebun sawit yang telah dipagar dengan kawat elektrik. Konsep
untuk mengoptimumkan penggunaan sumberdaya lahan melalui peternakan
ruminansia di areal perkebunan tanaman keras bertujuan untuk meningkatkan

9

produktivitas lahan dan pendapatan petani/pengusaha (Lembaga Usahawantani
Malaysia, 2007).
Ruang lingkup integrasi ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit
meliputi perancangan seluruh komponen kegiatan yang berkaitan dengan
perkebunan dan peternakan dalam satu rancangan perencanaan, pembiayaan dan
pengelolaan. Pengelolaan usaha dapat dilakukan dengan pola patungan, yakni
kepemilikan sahamnya sebagian dimiliki oleh koperasi petani dan sebagian lagi
oleh investor/pengusaha besar dan atau pemerintah. Perencanaan dimulai dengan
identifikasi dan menetapkan lokasi, pembangunan kebun dan sarana prasarana
pengolahan hasil kelapa sawit, serta pengembangan bidang peternakan. Integrasi
ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit dalam sistem dan usaha agribisnis
dikembangkan dengan pendekatan "Low External Input System Agriculture"
(LEISA) yakni terjadi ketergantungan antara kegiatan tanaman dan ternak dan
pada dasarnya sistem ini adalah "resource driven" dengan terjadinya daur ulang
optimal dari sumberdaya lokal yang tersedia (Deptan, 2004).
Dasuki, Atmadja dan Martanegara (1981) menyatakan bahwa personil
yang terlibat dalam aktivitas usaha ternak akan mendapat insentif. Kesanggupan
peternak untuk mendatangkan keuntungan dari usahatani ternaknya dapat
dilakukan dengan beberapa cara :
1. Memanfaatkan lahan yang tidak tergarap.
2. Memanfaatkan hasil limbah pertanian yang tidak bernilai menjadi lebih
bernilai (daging/kerja)
3. Membantu kebutuhan potein hewani keluarga.
4. Memanfaatkan ternak sebagai sumber tenaga kerja
5. Meningkatkan dan memperbaiki kesuburan tanah.
Integrasi ternak dalam sistem usahatani perlu mendapat pengkajian yang
lebih dalam terutama menyangkut analisa kuantitatif potensi dan kontribusi
ternak dalam usahatani yang bervariasi antar daerah atau wilayah (Puslitbang,
1980).
Siregar et al. (1981) kemampuan ternak beradaptasi terhadap lahan
mencakup tiga aspek utama

yakni ; (1) biologis, (2) kemampuan lahan

10

menghasilkan pakan ternak, pola pemeliharaan dan daya tampung areal yang
tersedia, (3) sosial budaya yang meliputi :
1. Keserasian ternak dengan komoditas utama tujuan petani dalam usahatani.
2. Kesenangan petani dan keterampilannya memelihara ternak.
3. Kemampuan petani dari segi waktu dan tenaga kerja pemelihara.
4. Keadaan sosial budaya, dan lingkungan setempat.
Natasasmita dan Mudikjo (1979) menyatakan bahwa ternak sapi dalam
jangka panjang tetap mempunyai peranan penting bagi sektor pertanian di
Indonesia antara lain sebagai sumber tenaga kerja, pengubah hasil limbah
pertanian dan rumput alam menjadi bernilai, tabungan dan sebagai sumber pupuk
organik.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak, perlu memperhatikan
beberapa hal yaitu : jumlah yang tersedia (kuantitas), akses distribusi,
infrastruktur yang berhubungan dengan transportasi dan fasilitas penanganan serta
penyimpanan, kesinambungan produksi, teknologi yang tersedia dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi dan efisiensinya (Preston dan Leng, 1986).

Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia
Proper use factor merupakan nilai kewajaran penggunaan potensi HMT
atau padang pengembalaan, besarannya tergantung keadaan lapangan, jenis ternak
yang digembalakan, jenis tanaman/HMT, tipe iklim dan keadaan musim.
Kategori Proper use factor penggunaannya didasarkan pada nilai yang diperoleh
yakni : 25-30% ringan, 40-45% sedang, 60-70% berat (Ilroy dan Susetyo, 1976.
dalam Reksohadiprodjo, 1994).
Hardjowigeno dan Widatmaka (2001) menyarankan agar ternak dapat
berproduksi optimum, beberapa persyaratan kualitas yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Tersedianya air, unsur hara, oksigen diperakaran, daya memegang unsur
hara/jenis tanah, mudah tidaknya diolah, kadar garam, unsur-unsur

11

beracun, kepekaan erosi, hama dan penyakit tanaman, ancaman longsor,
banjir, suhu, sinar matahari, iklim, dan kelembaban udara.
2. Iklim ( suhu, kelembaban udara, curah hujan, tekanan udara)
3. Ketersediaan air minum yang cukup berkualitas dan kuantitas.
4. Kandungan nilai nutrisi dari rumput/legum.
5. Sifat-sifat racun dari rumput
6. Penyakit hewan
7. Ketahanan erosi akibat penggembalaan.
Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak menurut Riady
(2004) antara lain : lahan sawah, padang pengembalaan, lahan perkebunan, dan
hutan rakyat. Tingkatan kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas
tanaman, ketersediaan air, dan jenis ternak ruminansia atau sapi potong yang
dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan rakyat memungkinkan untuk
pengembangan pola integrasi ternak-tanaman, melalui pemanfaatan sapi sebagai
tenaga kerja dan penghasil pupuk kompos. Lahan tanaman pangan, sawah,
menghasilkan jerami dan limbah tanaman yang dimanfaatkan sebagai pakan
ternak. Kebun dan hutan rakyat dapat menghasilkan rumput alam atau hijauan
makanan ternak sebagai sumber pakan ternak. Pola ini dapat meningkatkan
ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan
produktifitas ternak.
Evaluasi makanan ternak bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa jenis
hijauan, dengan manajemen tertentu dapat meningkatkan produktifitas ternak
melalui sistim usahatani. Berdasarkan tipe penggunaan lahan yang ada, terdapat
enam kelompok sistem usahatani di Indonesia, yaitu : (1) lahan sawah, (2) lahan
kering/tegalan, (3) lahan perkebunan, (4) padangan, (5) lahan pekarangan, (6)
lahan pertanian berpindah. Tipe penggunaan lahan menentukan jenis hijauan
ternak yang tersedia dan tingkat kesesuaiannya untuk dikembangkan (Ibrahim,
2003).
Hijauan Makanan Ternak
Hijauan makanan ternak ialah semua bahan makanan yang berasal dari
tanaman dari kelompok bangsa rumput (graminae), leguminose dan hijaunan

12

tumbuh-tumbuhan/tanaman lain baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
kering,

dimana perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh faktor : (1) faktor

genetis atau pembawaan, (2) faktor lingkungan yang meliputi keadaan tanah,
pengaruh iklim, perlakuan manusia (Kanisius, 1983).
Dalam pemilihan species rumput atau legominosa untuk padang
penggembalaan, sifat utama yang dikehendaki adalah produktifitas, palatabilitas,
nilai gizi, daya adaptasi terhadap keadaan tanah dan iklim setempat (Ilroy 1964,
dan Susetyo, 1976).
Laporan Departemen Pertanian (2004) menjelaskan pada pertanaman
kelapa sawit di Indonesia, yakni 120 pohon tiap hektar dengan ukuran 7 x 7 x 7 m,
diselingi tanaman rumput. Produksi hijauan yang dapat dihasilkan setelah umur
kelapa sawit dua tahun mengalami penurunan 10-15% yang disebabkan
berkurangnya penyinaran untuk pertumbuhan hijauan antar tanaman. Pada umur
3-5 tahun, hijauan antar tanaman (HAT) yang dihasilkan terendah antara 20003000 kg/Ha, dan tertinggi 7000-8000 kg/Ha bahan kering. Setelah berumur lebih
dari 5 tahun hijauan antar tanaman (HAT) yang dihasilkan berkisar antara 5001000 kg/Ha. Umumnya tanaman penutup tanah terdiri atas jenis kacang-kacangan
antara lain Centrocema pubescens, Peuraria phasseiloides dan Desmodium sp.,
sedangkan tanaman rumput-rumputan yang tumbuh antara lain dari jenis
Paspalum plikatulum, Panicum maximum dll. Meningkatkan produksi hijauan
antar tanaman (HAT) dapat juga ditempuh melalui pemupukan, dan penjarangan
tanaman kelapa sawit tanpa berdampak pada penurunan produksi TBS dan
rendemen minyak yang dihasilkan.

Perbaikan ketersediaan hijauan di areal

perkebunan merupakan target yang sejalan dengan upaya pencapaian tingkat
produktifitas ternak. Integrasi ternak dengan perkebunan bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah dari produktifitas sumberdaya lahan yang saling
mendukung dan saling memanfaatkan. Beberapa spesies tanaman introduksi yang
direkomendasikan untuk ditanam dilahan perkebunan kelapa sawit disajikan pada
Tabel 1 :

13

Tabel 1 Beberapa spesies tanaman introduksi yang telah direkomendasikan untuk
ditanam dilahan perkebunan sawit dan karet.
Spesies
Rumput

Tahan Tahan
Kering Naungan
(1)
(1)

Sifat Karakteristik
Per
Respon
Tahan Tahan
Rendam Asam tumbuh Terhadap
an (1) Pupuk (1)
(1)
an (1)

Braciharia
humidicol

4

4

4

5

5

4

Panicum
maximum

3

4

2

2

3

4

3

5

4

4

4

3

4

4

3

4

4

3

Paspalum
notatum
Legume
Arachis pinto

Keterangan (2)

Nilai Nutrisi
sedang
Nilai nutrisi tinggi
tapi kurang
palatabel
Kurang palatabel

Kurang palatable
padamusim hujan
Stylosanthes
3
4
3
5
2
3
tetapi palatabel
guianensis
pada musim
kemarau
Ket : (1) Pada parameter tahan kering. tahan naungan. tahan rendaman. tahan asam nilai 1
menunjukkan kurang tahan dan angka 5 menunjukkan paling tahan. (2) Pada parameter
respon terhadap pupuk angka 1 menunjukkan jelek angka 5 menunjukkan bagus. Sumber : 1.
Horne et al. 1994; 2. Gohl. 1981.

Rumput liar dan tanaman penganggu yang dominan pada perkebunan kelapa
sawit adalah Axonopus compresus, Ottochloa nodosa dan Paspalum conjugatum.
Produksi rumput liar tersebut dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan
produksi sekitar 3-5 ton/ha/tahun dan pengendalian tanaman penganggu dapat
dilakukan dengan penggembalaan ternak sapi atau kerbau dengan kapasitas daya
tampung yang memberikan pertumbuhan (Umiyasih dan Anggraeny, 2003)
Limbah Sawit dan Kandungan Nutrisinya
Menurut Wiyono, Affhandy dan Rasyid (2003) hasil ikutan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit diantaranya adalah :


Oil Palm Fronds (OPF) adalah pelepah daun sawit berupa bagian dalam
pangkal batang daun kelapa sawit



Empty Fruits Buncsh (EFB) adalah tandan buah kosong atau tandan yang
dikastrasi atau tidak berbiji.
Peranan perkebunan sawit dalam pengembangan ternak sapi adalah

menghasilkan pakan ternak dari tanaman yang tersedia dalam areal perkebunan

14

sawit. Hasil pemangkasan (prunning) pelepah sebanyak kurang lebih 22
batang/tahun, dapat diolah menjadi bahan pakan ternak (Sitompul, 2003).
Setiap ekor ternak mengeluarkan feces sekitar 20 kg/hari dan sekresi urine,
yang kaya akan kandungan bahan organik unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah
dalam aktivitas daur ulang (Sitompul, 2004).
Menurut Idris et al. (1998) dalam Ginting dan Elisabeth (2003) bahwa
kandungan nutrisi dari beberapa jenis hasil samping industri kelapa sawit
disajikan pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2 Kandungan nutrisi hasil samping industri kelapa sawit (% bahan kering).
Komponen

Pelepah Sawit

Lumpur Sawit

Bungkil Sawit

86.2
5.8
48.6
5.8
36.5
3.3
0.32
0.27
29.8
4.02

91.1
11.1
17.0
12.0
50.4
9.0
0.70
0.50
45.0
6.52

91.8
15.3
15.0
8.9
55.8
5.0
0.20
0.52
65.4
9.10

Bahan Kering
Protein Kasar
Serat Kasar
Ekstrat Eter
Ektrat Bebas N
Abu
Kalsium
Fospor
TDN
Energi Kasar (MJ/kg)

Sumber : Idris et al (1998).
Kandungan selulose dan hemiselulose merupakan unsur yang terbesar
yaitu (60-80 %) atau setara dengan 44-69 % dari bahan kering. Lignin selain
tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak, juga merupakan indeks negatif bagi mutu
bahan pakan karena ikatannya dengan selulose dan hemiselulosa mempersulit
pemanfaatan selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber energi bagi ternak.
Berikut ini dilaporkan lebih lanjut komposisi kimia beberapa hasil sampingan
perkebunan sawit (Tabel 3 dan 4 ).

15

Tabel 3 Komposisi kimia beberapa hasil perkebunan sawit
Bahan
Komposisi Kimia

Bungkil
inti sawit

Solid
decenter

Pelepah

Bahan Kering (%)
88 - 93
84 - 92
85 - 90
Protein Kasar (%)
16 - 18
12 - 15
4.0 - 5.0
Serat Kasar (%)
13 - 17
12 - 17
38 - 40
Lemak Kasar (%)
2.0 – 3.5 12 - 14
2.0 - 3.0
BETN (%)
52 - 58
40 - 46
Abu (%)
3.0 - 4.4 19 - 23
3.2 - 3.6
GE (Mkal/kg)
4.1 - 4.3
3.8 - 4.1 ME (Mkal/kg)
2.8 - 3.0
2.9 - 3.1
2.5 - 2.7
Sumber : Handayani 1987; Sutardi et al. 1997; Hanafi. 1999.

Daun
85 - 87
13 - 15
3.0 - 3.4
3.8 -4.2
5.0 – 5.5
-

Serat
Perasan
buah
86 - 92
4.0 – 5.8
42 - 48
3.0 - 5.8
29 - 40
6.0 - 9.0
4.0 - 4.6
1.8 - 2.2

Bacang

85 - 92
1.6 - 3.2
36 - 39
0.6 - 1.0
51 - 54
2.8 - 3.2
4.3 - 4.6
2.0 - 2.5

Tabel 4 Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada beberapa bahan pakan
asal perkebunan sawit.
Unsur Kimia
Daun
Selulosa (%)
16.6
Hemiselulosa (%)
27.6
Lignin (%)
27.6
Silika (%)
3.8
Total
75.6
Sumber : Shibata. 1988; Aliman. 1995.

Fraksi Kelapa Sawit
Pelepah
Serat Perasan Buah
31.7
18.3
33.9
44.9
17.4
21.3
0.6
83.6
84.5

Batang
34
35.8
12.6
1.4
83.8

Limbah pengolahan sawit dan sisa panen di areal kebun sawit dapat pula
digunakan sebagai bahan pembuatan kompos, dimana berfungsi sebagai salah satu
sumber bahan organik, hal ini sesuai dengan pendapat (Suryahadi, 2006) bahwa
memanfaatkan ternak sebagai mesin pengolah limbah pertanian atau pabrik
penghasil organik baik digunakan sebagai bahan makanan ataupun sebagai bahan
kompos.
Tabel 5 Kandungan hara limbah kelapa sawit.
Limbah
1. Batang pohon
2. Pelepah Daun
- Daun
- Pelepah
3. Tandan kosong
4. Sabut Buah
5. Cangkang

N
0.488

Kandungan atas dasar % bobot kering
P
K
Mg
Ca
0.047
0.699
0.117
0.194

0.373
2.38
0.350
0.320
0.330

0.066
0.157
0.028
0.080
0.010

Sumber : Suryahadi, 2006

0.873
1.116
2.285
0.470
0.090

0.161
0.287
0.175
0.020
0.020

0.295
0.568
0.149
0.110
0.020

16

Potensi Integrasi Sawit Ternak Sapi
Gurnadi (1998) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengembangan
ternak tersebut dapat dilakukan dengan tiga pendekatan. yaitu (1) pendekatan
teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol
pemtongan ternak dan perbaikan genetik ternak, (2) Pendekatan terpadu yang
menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial
budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan” serta pembentukan
kelompok peternak yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait, (3)
Pendekatan Agribisnis dengan tujuan mempercepat pengembangan peternakan
melalui integrasi dari keempat aspek yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma
nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi,

pengolahan hasil dan

pemasaran.
Sistem

integrasi

sawit-ternak

sapi

merupakan

perpaduan

antara

manajemen perkebunan kelapa sawit dengan ternak sapi. Perkebunan kelapa
sawit dikelola agar hasil samping tanaman terutama pelepah dapat tersedia
sepanjang hari untuk pakan sapi yang dimanfaatkan sebagai pengendali
rumput/gulma di areal kebun, pengangkut buah sawit dan penghasil kotoran
sebagai sumber pupuk organik dan biogas