Mencetak Surat Kabar Masih Amat Menarik

Mencetak Surat Kabar Masih Amat Menarik
Kamis, 18 December 2008 | 20:01 WIB

MALANG, KOMPAS.com -Menjadi wartawan, meski tidak sungguhan, lalu rapat redaksi,
menentukan topik tulisan, menulis lalu membuat lay out surat kabar hingga mencetaknya sendiri,
dan kemudian menyaksikan surat kabarnya terbit, masih amat menarik.
Demikian itu pula yang ditunjukkan sekitar 50 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
(UMM) peserta Pendidikan dan Latihan Dasar Jurnalistik yang berlangsung Senin (15/12) Kamis
( 18/12) di Malang.
Kegiatan pendidikan vokasional ini, kata Humas UMM Nasrullah yang memimpin acara, sangat
didambakan oleh mahasiswa. Ini karena mahasiswa berkesempatan berinteraksi langsung dengan
dunia kerja secara nyata, yang menjadi tumpuan harapan mereka selepas menyelesaikan studi.
Panitia memutuskan melakukan seleksi karena peminat meningkat menjadi 70 mahasiswa,
sementara daya tampung kegiatan hanya 50 mahasiswa.
"Bahkan ada pendaftar dari mahasiswa luar UMM, meski kami tidak pernah membuat
pengumuman. Informasinya merembet ke kalangan aktivis mahasiswa pers kampus, hingga
aktivis sekolah lain ikut mendaftar. Dengan menyesal terpaksa kami tolak, karena keterbatasan
sarana belajar," ungkap Nasrullah.
Setelah dibuka hari Senin oleh Rektor UMM Dr Muhadjir Effendy, kelas dimulai dengan
sejumlah pemaparan dari wartawan senior Kompas Max Margono, Noertjahjo dan editor
Kompas Online Marcus Sancuk Suprihadi. Kegiatan praktek dibimbing oleh staf Diklat Kompas

Santoso dan Cahyono untuk teknik peliputan dan fotografi. Evaluasi dilakukan oleh Max
Margono dan Nopertjahjo.
Panitia mengembangkan teknik kompetisi. Mahasiswa dibagi dalam kelompok, masing-masing
beranggotakan delapan orang, yang hanya memiliki waktu hanya sehari untuk merancang
organisasi kerja, menyiapkan liputan, meliput dan mengambil gambar (foto) dan menyetorkan
berita sore harinya. Hari ketiga diisi dengan pembuatan layout halaman.
Delapan kelompok yang terbentuk, hanya enam yang berhasil menyelesaikan tugas sesuai
tenggat. Dua lainnya masih pontang-panting menge-print, menempel dengan lem di kertas
layout, ketika juri evaluasi dengan tanpa ampun membuat penilaiaan. Tentu saja, dua kelompok
terakhir, meski tetap dipajang juga, tak mungkin dinilai.
Satu kelompok dinilai sebagai tim terbaik, dan berhak mendapat hadiah berupa buku-buku, serta
piagam penghargaan. Khusnul Amin ketua tim yang memenangkan kompetisi dengan nama surat
kabar BAROMETER mengaku menemukan manfaat yang besar dengan kesempatan Diklat oleh
Tim Kompas itu.

"Saya merasakan sendiri ketegangan nya, bagaimana rasanya bekerja di lingkungan bisnis surat
kabar, menjadi paham etos kerja dan idealisme profesi jurnalis. Saya menyadari harus belajar
lebih banyak untuk lebih siap setelah lulus," kata Khusnul, mahasiswa semeter tujuh Jurusan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah, yang sudah setahun terakhir aktif sebagai koordinator reporter
pada penerbitan kampus UMM Bestari.

"Diklat di kampus dan sekolah menengah dipilih secara sadar sebagai bagian dari proses
regenerasi pembentukan masyarakat literasi. Bagi Kompas dan bagi bangsa ini misi penting
pencerdasan bangsa," kata Santoso.

Harvested from :
http://nasional.kompas.com/read/2008/12/18/20011145/mencetak.surat.kabar.masih.amat.menari