Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana Surat Kabar Harian Kompas dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

SerlindaNurmalaShinta 1112013000010

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh Serlinda Nurmala Shinta

NrM

1112013000010 Yang mengesahkan, Dosen Pembimbing

NrP 19820628200912 2 003

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Saya yang bertanda

Nama

tangan di bawah ini,

: Serlinda Nurmala Shinta : Pekalongan,23 lanuari 1994 :1112013000010

. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

:

Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana Surat Kabar Harian Kompas dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

: Dr. Nuryani, M. A Tempat/Tgl.Lahir

NIM

Jurusan i Prodi Judul Skripsi

Dosen Pembimbing

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 19 Desember 2016 Mahasiswa Ybs.

Serlinda Nurmala Shinta


(4)

(5)

i

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing Dr. Nuryani M. A. 2016 Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif karena data yang diteliti berupa kata yang terdapat pada kolom Tajuk Rencana surat kabar Harian Kompas edisi 1-10 Agustus.

Hasil penelitian ini adalah dari 234 data yang dikumpulkan, semua data sudah tepat. Penggunaan penasalan yang tepat adalah nasal /m/ sebanyak 58 data; nasal /n/ sebanyak 69 data; nasal /ny/ sebanyak 29 data; nasal /ng/ sebanyak 78 data, sedangkan penggunaan nasal /nge/ tidak ditemukan. Makna yang didapat sebagai hasil afiks me-kan pada tajuk rencana surat kabar harian Kompas adalah makna „melakukan yang disebut bentuk dasarnya‟, makna „menyebabkan jadi yang disebut kata dasarnya‟, makna „melakukan yang disebut kata dasarnya akan‟,

makna „melakukan untuk orang lain‟ dan makna „menjadikan berada di‟; Makna

yang didapat sebagai hasil afiks me-i adalah makna „merasa pada‟, makna „membuat jadi yang disebut kata dasarnya pada‟, makna „memberi pada‟, dan makna „melakukan pada‟; untuk makna yang didapat sebagai hasil afiks pe-an adalah menyatakan makna proses, hal, peristiwa, dan tempat.

Penelitian ini dapat diterapkan pada RPP kurikulum KTSP dengan standar kompetensi: Memahami penggunaan imbuhan dalam penulisan paragraf argumentasi. Implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa dapat menerapkan pengetahuan mengenai penggunaan penasalan pada kegiatan menulis di sekolah, baik menulis cerita, karangan, pidato, paragraf dan lainnya. Siswa juga dapat mengetahui makna kata yang memperoleh afiksasi atau imbuhan. Pemanfaatan surat kabar sebagai sumber belajar juga dapat meningkatkan minat siswa untuk membaca artikel atau teks berita dari berbagai surat kabar.


(6)

ii

Language Learningin high school". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor Dr. Nuryani M. A. 2016

This study is an analysis of the editorial daily newspaper Kompas. The purpose of the study was to describe the use of nasalization in the editorial column of the daily newspaper Kompas and its implications Indonesia Language Learning in high school. The research method used is descriptive qualitative method because data is examined in the form of „words‟ contained in the editorial column of Kompas newspaper edition is dated early August 1-10.

The result of the research is from 234 data collected, all data is correct. Nasalization proper usage is nasal /m/ as many as 58 of the data; nasal /n/ as many as 69 of the data; nasal /ny/ as many as 29 of the data; nasal /ng/ 78 data, while the use of nasal /nge/ not found. Meaning obtained as a result of me-kan affix the Kompas newspaper editorial is the meaning of doing so-called basic form, meaning causing so-called basic word, meaning perform the so-called basic word will be, and the meaning is in the making; Meaning obtained as a result affix me-i was meaning was on, meaning to make so-called basic word on, meaning to give to, and meaning do on; for meaning obtained as a result of affixes pe-an are stated meaning the process, things, events, and places.

The research can be applied to the RPP curriculum KTSP with the standards of competence: Understand the use of affixation in writing paragraphs argument. Implications Indonesia Language Learningis that students can apply the knowledge about the use of nasalization in writing activities at school, good writing stories, essays, speech, and other paragraphs. Students can also find out the meaning of words that gain or affix affixation. Utilization of the newspaper as a learning resource can also increase the interest of students to read an article or text news from various newspapers.


(7)

iii

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi program studi jenjang S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk

Rencana Surat Kabar Harian Kompas dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.”

Dengan terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lupa penulis haturkan banyak terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyahdan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M. A.

2. Ketua Jurusan dan Dosen PenasehatAkademik Dr. Makyun Subuki M. Hum. telah memberikan nasehat dan motivasi yang berguna untuk penulis. 3. Dosen Pembimbing, Dr. Nuryani, M. A. yang dengan segala

kebijaksanaannya telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan selama penulis menjalani perkuliahan;

5. Seluruh staf perpustakaan utama UIN dan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah mempermudah penulis mencari referensi.

6. Bapak Sunarto dan Ibu Rumayah. Selaku orang tua penulis, yang dengan kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, dan tidak pernah putus berdoa untuk kesuksesan penulis.


(8)

iv

8. Rahmat Kurniadi yang selalu memotivasi dan memberikan semangat agar penulis segera menyelesaikan skripsi.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan, Apriani, Aini, Cahya, Isma terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.

10.Sahabat-sahabat jauh Endah, Kiki Amalia, Riri, Vera, Tiya yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis

11.Sahabat-sahabat kelas A angkatan 2012, yang telah mengajari arti kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, dan persahabatan.

Untuk semua yang telah penulis sebutkan di atas, hanya doa tulus yang dapat penulis panjatkan kepada Allah SWT, semoga Allah SWT memberikan balasan yang melimpah.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca.

Jakarta, 25 Desember 2016


(9)

v

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 4

C. Batasan Masalah 5

D. Rumusan Masalah 5

E. Tujuan Penelitian 5

F. Manfaat Penelitian 6

BAB II KAJIAN TEORI 7

A. Deskripsi Teoretis 7

1. Morfologi 7

2. Proses Pembentukan Kata 8

a. Proses Perulangan (Reduplikasi) 8 b. Proses Pemajemukan (Komposisi) 11

c. Pemendekan 12

d. Afiksasi 13

3. Kaidah Penasalan 25

4. Hakikat Komunikasi Massa 28


(10)

vi

9. Langkah Menulis Tajuk Rencana 38

10.Bentuk Tajuk Rencana 40

B. Penelitian Relevan 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 44

A. Metode Penelitian 44

B. Sumber Data 45

C. Instrumen Penelitian 46

D. Teknik Pengumpulan Data 46

E. Teknik Analisis Data 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 49

A. Sejarah Harian Kompas 49

1. Visi dan Misi Harian Kompas 50

2. Struktur Redaksi Harian Kompas 51 B. Analisis Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana

Surat Kabar Harian Kompas Edisi 1-10 Agustus 2016 51 C. Rekapitulasi Analisis Penggunaan Penasalan pada Kolom

Tajuk Rencana Surat Kabar Harian Kompas Edisi 1-10 Agustus

2016 139

D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesiadi SMA 140

BAB V PENUTUP 142

A. SIMPULAN 142

B. SARAN 143

DAFTAR PUSTAKA 144


(11)

vii

Tabel 4.1. Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana “Mengapa Harus Terjadi” Kompas Edisi Senin, 1 Agustus 2016 52 Tabel 4.2.Penasalan pada Tajuk Rencana “Langkah Indonesia Sudah Tepat”

Kompas Edisi Senin, 1 Agustus 2016 54 Tabel 4.3. Penasalan pada Tajuk Rencana “Mengendalikan Ujaran Kebencian”

Kompas Edisi Selasa, 2 Agustus 2016 58 Tabel 4.4. Penasalan pada Tajuk Rencana “Seruan Paus kepada Generasi

Muda”Kompas Edisi Selasa, 2 Agustus 2016 65

Tabel 4.5. Penasalan pada Tajuk Rencana “Menyikapi Euforia Pasar”

Kompas Edisi Rabu, 3 Agustus 2016 69 Tabel 4.6. Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana “UU yang Rawan

Disalahgunakan” Kompas Edisi Rabu, 3 Agustus 2016 75

Tabel 4.7. Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana“Memberantas Terorisme” Kompas Edisi Kamis, 4 Agustus 2016 82 Tabel 4.8. Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana “Ankara, Washington DC,

dan Brussels” Kompas Edisi Kamis, 4 Agustus 2016 85

Tabel 4.9. Penasalan pada Tajuk Rencana “Indeks Demokrasi Merosot” Kompas Edisi Jumat, 5 Agustus 2016 91 Tabel 4.10. Penasalan pada Tajuk Rencana “Korut Kembali Bermain Api”

Kompas Edisi Jumat, 5 Agustus 2016 95 Tabel 4.11. Penasalan pada Tajuk Rencana “Mengelola Anggaran Belanja”

Kompas Edisi Sabtu, 6 Agustus 2016 99 Tabel 4.12. Penasalan pada Tajuk Rencana“Draf Konstitusi Thailand

Dikritik” Kompas Edisi Sabtu, 6 Agustus 2016 104

Tabel 4.13. Penasalan pada Tajuk Rencana “Setelah Haris Menulis”

Kompas Edisi Senin, 8 Agustus 2016 110 Tabel 4.14. Penasalan pada Tajuk Rencana “Jaringan NIIS di ASEAN”


(12)

viii

Kompas Edisi Selasa, 9 Agustus 2016 126 Tabel 4.17. Penasalan pada Tajuk Rencana “Ketika Negara Absen” Kompas

Edisi Rabu, 10 Agustus 2016 131

Tabel 4.18. Penasalan pada Tajuk Rencana “Akihito dan Kesetaraan”

Kompas Edisi Rabu, 10 Agustus 2016 136 Tabel 4.19. RekapitulasiAnalisis Penggunaan Penasalan pada Kolom

Tajuk Rencana SuratKabar Harian Kompas Edisi 1-10 Agustus


(13)

1

Bahasa merupakan sarana komunikasi yang penting bagi masyarakat. Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia disampaikan melalui bahasa, baik dalam bentuk lisan maupun tulis. Seseorang harus dapat menyampaikan pesan atau informasi dengan menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Terlebih jika penyampaian informasi atau pesan tersebut melalui tulisan, karena penggunaan bahasa tulis harus memperhatikan kaidah yang sudah ditentukan, seperti pemilihan kata, pembentukan kata, ejaan dan tanda baca karena penyampaian pesan atau informasi melalui bahasa tulis tidak dilakukan secara langsung. Pemberi pesan dan penerima pesan tidak terikat pada situasi dan waktu tertentu. Lain halnya dengan penyampaian pesan secara lisan, seseorang dalam menggunakan bahasa lisan harus memperhatikan intonasi, lafal, dan artikulasi serta informasi atau pesan disampaikan kepada lawan bicara secara langsung pada situasi dan waktu tertentu. Selain itu, bahasa lisan bersifat lebih praktis dan tidak begitu terikat dengan kaidah tata bahasa seperti bahasa tulis.

Bahasa dikatakan sebuah sistem karena tersusun dari unsur-unsur atau komponen yang secara utuh membentuk sebuah pola, jadi pemakai bahasa harus mengikuti tata cara penulisan yang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Salah satu yang perlu diperhatikan oleh penulis dalam membuat tulisan adalah struktur kalimatnya, struktur berkaitan erat dengan proses pembentukan kata. Misalnya proses pengimbuhan, beberapa unsur dalam kalimat mengalami proses imbuhan. Hal ini karena terdapat satuan bahasa yang tidak dapat berdiri sendiri atau tidak bermakna jika tidak dilengkapi dengan morfem lain. Proses pengimbuhan menyebabkan munculnya nasal akibat bertemu dengan bentuk dasar yang diawali fonem tertentu. Afiks me-kan, me-i, pe- an merupakan imbuhan yang cukup banyak menghasilkan


(14)

proses penasalan sehingga lebih mudah ditemukan kesalahan pada kata dasar yang diberi afiks ini.

Ketentuan yang mengharuskan berubahnya bunyi pada kata-kata yang diawali dengan huruf tertentu masih belum dipahami secara jelas oleh pemakai bahasa. Berdasarkan survei sementara terhadap beberapa pemakai bahasa, masih ditemukan kebingungan oleh pemakai bahasa dalam memahami proses penasalan. Hal itu terlihat masih ditemukannya kesalahan-kesalahan yang dilakukan penulis dalam menuliskan kata atau kalimat bahasa Indonesia. Kesalahan tersebut dianggap sepele karena ketidaktahuan pemakai bahasa itu sendiri mengenai bagaimana penulisan kata atau kalimat yang benar sesuai dengan kaidah tata bahasa karena masyarakat lebih sering menggunakan ragam lisan daripada ragam tulis yang sesuai pedoman umum ejaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Kesalahan-kesalahan tersebut telah mengakar kuat dan terus-menerus digunakan oleh pemakai bahasa akibat tidak mengetahui ilmu bahasa yang benar. Kesalahan penulisan

terlihat pada kutipan berikut: “Krisis politik inimempengaruhi situasi

keamanan dengan terjadinya sejumlah kerusuhan.”1

Pada kutipan di atas kata pengaruh memperoleh afiks me-i, seharusnya penulisannya bukan mempengaruhi tetapi memengaruhi. Pada proses pengimbuhan, kata dasar yang diawali fonem /p/ seharusnya luluh atau disenyawakan dengan nasal /m/ sehingga menjadi memengaruhi.2

Penulisan yang benar seperti kutipan berikut: “Namun, pada

perumusannya, anggota DPR yang memiliki jaringan dan koneksi luas bisa memengaruhi keputusan pemerintah saat menentukan detail dana optimalisasi.”3 Pada kutipan kedua, kata dasar pengaruh memperoleh afiks me-i mengalami peluluhan sehingga menjadi memengaruhi, dalam kamus besar bahasa Indonesia penulisan yang benar adalah memengaruhi.

1

Nobel Penghargaan: Penghargaan untuk Pejuang Demokrasi Tunisia, Kompas Edisi10 Oktober 2015. h. 1

2

M. Ramlan, Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif, (Yogyakarta: CV Karyono, 2009), h.

98

3

Dana Optimalisasi Menjadi Bancakan Anggota DPR Bermain Proyek, Kompas Edisi 1 Juli 2016, h. 1


(15)

Ragam tulis sering digunakan untuk menyampaikan informasi dan berita di media massa, kini informasi tidak hanya dapat diketahui melalui media cetak yang berupa surat kabar, majalah, dan tabloid dan media eletronik seperti televisi, radio, dan situs-situs berita online tetapi juga dapat diketahui melalui media sosial. Setiap orang dapat memberikan informasi kepada orang lain dengan mudah melalui media sosial tanpa harus menjadi seorang wartawan atau jurnalis terlebih dahulu, karena segala peristiwa yang terjadi di lingkungan kita dapat dibagikan kepada khalayak umum melalui media sosial.

Kita perlu memilih media dan sumber yang terpercaya untuk memperoleh informasi yang terpercaya dan teraktual. Semakin maraknya ragam media yang tersebar di masyarakat, media cetak yang hingga saat ini masih populer, baik di masyarakat kalangan atas maupun kalangan bawah. Media cetak masih diminati oleh masyarakat karena harganya cukup terjangkau untuk semua kalangan. Selain itu, informasi yang disajikan cukup terpercaya dan teraktual.

Surat kabar terdiri dari beberapa bagian, informasi yang disajikan tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Hal itu menunjukkan bahwa informasi yang disajikan tidak terbatas pada berita-berita yang terjadi di dalam negeri, kecuali surat kabar lokal. Selain luasnya cakupan informasi yang disajikan, surat kabar juga menyajikan informasi dari berbagai bidang seperti kriminal, politik, bisnis, kuliner, internasional, hiburan, properti, dan lainnya. Setiap informasi yang ada dalam surat kabar harus memiliki gaya bahasa sesuai tata bahasa yang benar, bahasa yang digunakan harus singkat, padat, dan jelas sehingga dapat dipahami oleh pembaca, serta menarik sehingga pembaca mau membacanya hingga akhir. Oleh karena itu, penulisan informasinya diharuskan menggunakan kata baku. Namun, seperti yang kita tahu bahwa kaidah penulisan kalimat yang benar memiliki keragaman pendapat. Artinya, setiap ahli bahasa memiliki pendapatnya masing-masing dalam menggunakan sistem bahasa yang berlaku khususnya pada proses penasalan. Akhirnya berakibat pada penerapannya,


(16)

terdapat beberapa bentuk penulisan kata yang mengalami penasalan pada surat kabar dan adanya ketidakkonsistenan penulis dalam menulis kata-kata yang mengalami penasalan. Padahal surat kabar sebagai media cetak memiliki kelebihan salah satunya dapat dilihat atau dibaca berkali-kali, sehingga jika kesalahan tersebut terus terjadi maka secara tidak langsung akan memengaruhi kemampuan menulis pembaca.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, analisis mengenai penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana dapat diaplikasikan pada keterampilan menulis seperti menulis paragraf, karangan, surat, cerpen, dan lain sebagainya, karena menulis merupakan kegiatan mandiri siswa untuk mengungkapkan ide dan gagasannya. Melalui latihan-latihan tersebut siswa menjadi terbiasa dan memahami penulisan kata atau kalimat yang tepat sesuai pedoman umum ejaan bahasa Indonesia khususnya pada proses penasalan. Penulis memilih surat kabar Kompas karena Kompas merupakan salah satu surat kabar yang cukup populer di skala nasional, Kompas sudah terbit cukup lama dibanding surat kabar lainnya. Selain itu menurut penulis, tata cara penulisan pada surat kabar Kompas menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik.

Kompas juga memiliki kolom tajuk rencana sehingga dapat diaplikasikan pada proses pembelajaran di sekolah. Tajuk rencana merupakan opini dari redaksi penerbitan tentang suatu topik. Melalui tajuk rencana dapat dilihat bagaimana penulisan kalimat dari redaksi Kompas sendiri dan bagaimana redaksi tersebut menulis kata yang mengalami proses penasalan.

Hal itu yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana Surat Kabar Harian

Kompas dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia di SMA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:


(17)

1. Masih ditemukan kesalahan dalam penggunaan penasalan akibat proses afiksasi.

2. Sudah ditemukan ketepatan penggunaan penasalan akibat proses afiksasi. 3. Ditemukan penggunaan afiksasi baik yang sudah tepat maupun yang tidak

tepat dalam tulisan siswa.

4. Ditemukan kebingungan terhadap proses penasalan oleh pemakai bahasa.

C. Batasan Masalah

Surat kabar harian Kompas memiliki banyak rubrik pada setiap masa terbitnya, hal itu disebabkan karena Harian Kompas merupakan surat kabar nasional yang menyajikan berita tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga luar negeri. Oleh karena, itu peneliti perlu membatasi masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah yang akan diteliti dibatasi pada penggunaan penasalan afiks me-i, me-kan, dan pe-an pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas edisi bulan Agustus yaitu tanggal 1-10 .

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas?

2. Bagaimana implikasi penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mendeskripsikan penggunaan penasalan yang terdapat pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas.


(18)

2. Untuk mendeskripsikan implikasi penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana surat kabar harian Kompas terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan penulisan kata yang mengalami proses penasalan, khususnya pada tajuk rencana. b. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi siswa dalam

mempelajari proses penasalan pada afiksasi. 2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menambah pengetahuan mengenai penasalan sebagai dasar acuan bagi penelitian berikutnya.

b. Selain itu, juga bermanfaat bagi pendidik sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

c. Dapat memberikan motivasi pada pendidik untuk menggunakan media cetak sebagai bahan pembelajaran di sekolah.


(19)

7

1. Morfologi

Secara etimologis, istilah morfologi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata morphology dalam bahasa Inggris. Istilah itu terbentuk dari dua buah morfem, yaitu morph ‘bentuk’ dan logy ‘ilmu’. Menurut Chaer morfologi

merujuk kepada ‘Ilmu yang mengenai bentuk’. Dalam linguistik, morfologi

adalah mengkaji bentuk-bentuk kata dan proses pembentukan kata. Artinya setiap bentuk bahasa yang berupa seluk beluk kata, menjadi objek sasaran untuk dikaji.1 Morfologi adalah ilmu yang membahas morfem-morfem bahasa. Menurut Verhaar, morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Menurut Ramlan dalam Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi, dan Semantik) menjelaskan morfologi sebagai bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata; atau morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsinya perubahan-perubahan kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.2 Jadi dapat dikatakan morfologi sebagai ilmu yang mempelajari seluk beluk pembentukan kata tetapi juga mempelajari pengaruh proses pembentukan kata itu terhadap bentuk dan makna yang dihasilkan.

Objek kajian morfologi adalah bentuk kata, semua satuan bahasa sebelum menjadi kata, seperti morfem dengan beragam tipe serta bentuk, dan proses pembentukan kata. Pembentukan kata mencakup beberapa proses seperti morfem bebas maupun terikat, imbuhan; morfofonemik, reduplikasi, komposisi, infleksi, dan derivasi.3

1

Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia, (Ciputat: UIN Press, 2015), h. 8

2

Novi Resmini, dkk, Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi, dan Semantik), (Bandung: UPI Press, 2006), h. 97

3


(20)

Fokus kajian morfologi tentang rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu menganalisis unsur-unsur bahasa dan alat-alat analisis terjadinya pembentukan kata. Tahapan kajiannya, yaitu:

a) Unsur bahasa yang dianalisis mencakup morfem dasar, morfem terikat, kata.

b) Alat analisis pembentukan kata menggunakan peranti, yaitu bentuk dasar, alat pembentuk kata (yaitu imbuhan, reduplikasi, komposisi, morfofonemik, infleksi, derivasi.

c) Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses pembentukan kata, dari satu bentuk ke bentuk lain.4

2. Proses Pembentukan Kata

a. Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan perubahan bunyi ataupun tidak. Satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.5

Proses pengulangan juga diartikan sebagai peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak.6

Proses pengulangan yang terjadi terhadap bentuk dasar baik pengulangan sebagian atau seluruh, berkombinasi afiks atau tidak, akan menghasilkan makna yang berbeda dari bentuk dasar.

Proses pengulangan memiliki beberapa fungsi, fungsinya adalah sebagai berikut:

1) Fungsi sebagai pembentuk kata nominal dari kata kerja, misalnya tulis-menulis, jilid-menjilid, cetak-mencetak, dan lain sebagainya.

4

Ibid., h. 19

5

Resmini, op. cit., h. 203

6


(21)

2) Fungsi sebagai pembentuk kata keterangan dari kata sifat, misalnya sepandai-pandainya, setinggi-tingginya, dan sebagainya.

Makna proses pengulangan kata, yaitu:

1) Menyatakan makna ‘banyak’

Makna banyak tidak selalu dinyatakan dengan proses pengulangan, misalnya beberapa rumah bukan beberapa rumah-rumah. Selain itu, makna ‘banyak’ yang berhubungan dengan

bentuk dasar, ada lagi makna ‘banyak’ yang berhubungan dengan

kata yang diterangkan oleh proses pengulangan pada bentuk dasar, misalnya rumah itu besar-besar.

2) Menyatakan makna ‘tak bersyarat’, yaitu makna yang sama

dengan meskipun. Contohnya:

Kotor-kotor dipakai : ‘meskipun kotor dipakai’ Duri-duri diterjang : ‘meskipun duri diterjang’

3) Menyatakan makna ‘yang menyerupai yang tersebut pada bentuk

dasar’.

Contohnya:

Mobil-mobilan : ‘menyerupai mobil’ Gedung-gedungan : ‘menyerupai gedung’

4) Menyatakan ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar

dilakukan berkali-kali’. Contohnya:

Meninju-ninju : ‘meninju berkali-kali’ Memukul-mukul : ‘memukul berkali-kali’

5) Menyatakan ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar

dilakukan dengan enak, santai, atau dengan senang’. Contohnya:

Berjalan-jalan : ‘berjalan dengan santai’ Berdesak-desakan : ‘saling mendesak’


(22)

6) Menyatakan ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang

tersebut pada bentuk dasar’.7

Contohnya:

Gunting-menggunting : ‘hal-hal yang berhubungan dengan

menggunting’

Dalam bahasa Indonesia ada empat jenis pengulangan, jenis pengulangan akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh ialah pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan, tanpa berkombinasi dengan pembubuhan afiks dan tanpa perubahan fonem.

Contohnya : batu = batu-batu Sampah = sampah-sampah 2) Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagian adalah pengulangan bentuk dasar secara sebagian, tanpa perubahan fonem.

Contohnya : berkata = berkata-kata berlari = berlari-lari perlahan = perlahan-lahan

3) Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks Pengulangan yang berkombinasi afiks adalah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara bersama-sama atau serentak dan berbersama-sama-bersama-sama pula mendukung satu arti. Contohnya :

Rumah + (pengulangan)- an = rumah-rumahan Kuda + (pengulangan)-an = kuda-kudaan Baik + se-(pengulangan)-nya = sebaik-baiknya 4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem

Pengulangan dengan perubahan fonem adalah pengulangan bentuk dasar disertai dengan perubahan fonem. Misalnya, kata

7


(23)

ulang gerak-gerik. Telah diketahui bahwa kata ulang itu berbentuk dasar gerak setelah dibandingkan dengan bentuk-bentuk, misalnya menggerakkan, digerakkan, penggerakkan, bergerak, dan pergerakan. Di samping bentuk dasarnya diulang, yaitu gerak, fonem /a/ pada bentuk dasarnya diubah menjadi fonem /i/ sehingga pengulangannya menjadi gerik.

Dalam bahasa Indonesia ada dua macam model pengulangan dengan perubahan fonem yaitu pengulangan fonem vokal dan pengulangan fonem konsonan. Contoh pengulangan fonem vokal serba-serbi (bentuk dasar: serba). Contoh pengulangan dengan perubahan fonem konsonan lauk-pauk (bentuk dasar: lauk).8

b. Proses Pemajemukan atau Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.

Alisjahbana berpendapat bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang bukan merupakan gabungan makna unsur-unsurnya. Pendapat lain menjelaskan bahwa komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas leksikal unsur-unsurnya. Misalnya, bentuk lalu lintas mempunyai unsur lalu yang berkategori verba dan unsur lintas berkategori verba. Namun komposisi lalu lintas bukan berkategori verba melainkan nomina.9

Verhaar menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk apabila hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaktis. Misalnya komposisi matahari, bumiputera, daya juang adalah kata majemuk,

8

Muslich, op. cit., h. 52-55

9


(24)

sebab matahari tidak dapat dikatakan matanya hari berbeda dengan mata ibu. Menurut Kridalaksana, kata majemuk haruslah tetap berstatus kata, kata majemuk harus dibedakan dari idiom. Bentuk seperti orang tua, dalam arti ‘ayah ibu’, meja hijau dalam arti ‘pengadilan’ bukan kata majemuk karena tidak memenuhi persyaratan sebagai bentuk yang berstatus kata.10 Proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru.11

Apabila dilihat dari hubungan unsur-unsur yang mendukungnya, bentuk majemuk dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu:

1) Bentuk majemuk yang unsur pertama diterangkan (D) oleh unsur kedua (M). Contohnya:

Orang kecil = rakyat jelata Meja hijau = pengadilan

2) Bentuk majemuk yang unsur pertama diterangkan (D) oleh unsur kedua (M). Pada umumnya berasal dari unsur serapan, terutama dari bahasa sansekerta. Misalnya perdana menteri, bumiputra, bala tentara.

3) Bentuk majemuk yang unsur-unsurnya tidak saling menerangkan, tetapi hanya merupakan rangkaian sejajar (kopulatif). Apabila dilihat hubungan antarunsurnya, ada yang setara, berlawanan, dan ada yang bersinonim. Misalnya kaki tangan, jual beli, pucat pasi.12

c. Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.

10

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h. 188

11

Muslich, op. cit., h. 57

12Ibid


(25)

Hasil proses pemendekan dibedakan atas penggalan, singkatan, dan akronim. Penggalan adalah kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipendekkan. Misalnya, lab atau labor dari laboratorium, perpus dari perpustakaan. Yang dimaksud dengan singkatan adalah hasil proses pemendekan, berupa:

1) Pengekalan huruf awal dan sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari gabungan leksem. Misalnya; l (liter), R (radius), H. (haji), kg (kilogram), km (kilometer), UI (Universitas Indonesia).

2) Pengekalan beberapa huruf dan sebuah leksem. Misalnya; hlm (halaman), dgn (dengan), dan bhs (bahasa).

3) Pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk pengganti huruf yang sama. Misalnya; P3 (Partai Persatuan Pembangunan), Lp2P (laporan pajak-pajak pribadi). 4) Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dan sebuah

leksem. Misalnya; As (asisten), Ny. (nyonya), Okt (oktober). 5) Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dan sebuah

leksem. Misalnya; Ir (insinyur), Fa (firma), Pa (perwira). Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, yang berupa pengekalan suku-suku kata dan gabungan leksem, atau bisa juga tidak beraturan. Misalnya: ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), wagub (wakil gubernur).13

d. Afiksasi

Afiksasi merujuk kepada suatu runtunan perubahan yang dilalui oleh bentuk dasar atau sebuah leksem sehingga leksem itu menjadi kata, entah kata tunggal ataupun kata kompleks. Menurut Muslich, afiksasi merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan

13


(26)

afiks pada bentuk dasar.14 Afiksasi juga merupakan penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat. Akibat penggabungan itu fonem yang langsung berurutan ada kalanya mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi di daerah perbatasan kedua morfem yang bergabung. Fonem pembuka dan penutup morfem menentukan wujud perubahan tersebut.15

Ditinjau dari aspek konstruksi afiksasi bahasa Indonesia, terdapat dua jenis afiksasi, yaitu:

a) Konstruksi Afiksasi Monoleksemis

Konstruksi afiksasi monoleksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada sebuah leksem untuk menjadi kata.

Contoh:

{MeN-} + {fasilitasi} ={memfasilitasi}= ‘memberi fasilitas’

{ MeN-} + {bombardir} = {memborbardir}= ‘diserbu’ b) Konstruksi Afiksasi Polileksemis

Konstruksi afiksasi polileksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada dua leksem yang berkomposisi untuk menjadi kata.

{ber-} +{komputer tablet} = {berkomputertablet} =

‘mempunyai computer tablet

{meN-}+{wipe data} = {mewipedata} =

‘menghapus data’

Setiap leksem yang mengalami proses afiksasi dapat dilihat adanya tiga perubahan, yaitu: 1) bentuk; 2) kelas kata; 3) makna.16

1. Jenis-Jenis Afiksasi

Dalam bahasa Indonesia, beberapa ahli memiliki pendapat masing-masing mengenai jenis afiksasi. Berikut akan dijelaskan jenis afiksasi

14

Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia, (Ciputat: UIN Press, 2015), h. 37

15

Sudarno, Morfofonemik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), h. 87

16


(27)

menurut beberapa ahli beserta makna yang dihasilkan akibat proses afiksasi tersebut.

Chaer dalam Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses) menjelaskan jenis afiksasi sebagai berikut:

1. Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefisk per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-.

2. Infiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata, biasanya pada suku awal kata, yaitu infiks –el-, infiks –em-, dan infiks –er-.

3. Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu sufiks –kan, sufiks –i, sufiks –an, dan sufiks –nya.

4. Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks per-an, dan konfiks se-nya.

5. Bentuk kata berklofiks, yaitu kata yang dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya, tetapi pembubuhannya tidak sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa Indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper-kan, memper-i, ber-kan, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i, ter-kan, ter-i, ter-per, teper-kan, teper-i.17

Makna yang didapat dari afiks me-kan, me-i, dan pe-an menurut Chaer akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Makna yang didapat dari afiks me-kan, antara lain menyatakan: a. Menyebabkan jadi yang disebut kata dasarnya.

Untuk mendapatkan makna ‘menyebabkan jadi yang disebut

kata dasarnya imbuhan gabungan me-kan harus diimbuhkan pada:

1) Kata sifat

17

Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 23-24


(28)

Contoh: - pemerintah akan melebarkan jalan di muka sekolah kami.

Melebarkan artinya ‘membuat jadi lebar’ 2) Kata kerja yang menyatakan keadaan.

Contoh: - Serangan udara Israel telah merontokkan puluhan pesawat tempur Suriah.

Merontokkan artinya ‘membuat jadi rontok (jatuh)’ 3) Kata benda yang mempunyai ciri khas.

Contoh: - Pemerintah menghutankan kembali daerah itu. Menghutankan artinya ‘menjadikan hutan’

4) Kata keterangan yang menyatakan derajat. Contoh: - Dia selalu melebihkan muatannya. Melebihkan artinya ‘menjadikan lebih’

5) Kata kerja keadaan yang berbentuk kata jadian.

Contoh: - Pemerintah akan memberlakukan kembali peraturan itu.

Memberlakukan artinya ‘membuat jadi berlaku’

6) Kata kerja keadaan atau kata sifat yang berbentuk gabungan kata.

Contoh: - Pemerintah bertekad untuk melipatgandakan produksi pangan.

Melipatgandakan artinya ‘membuat jadi berlipat ganda’

b. Untuk mendapatkan makna ‘melakukan untuk orang lain’

imbuhan gabungan me-kan harus diimbuhkan pada kata kerja yang sudah transitif.

Contoh: - Kakak membukakan tamu pintu. Membukakan artinya ‘membuka untuk (tamu)’

c. Untuk mendapatkan makna ‘menjadikan berada di…’.

Imbuhan gabung me-kan harus diimbuhkan pada kata dasar yang menyatakan lokasi, wadah, atau ruang.


(29)

Mengasramakan artinya ‘menyebabkan jadi berada di asrama’

d. Untuk mendapatkan makna ‘melakukan yang disebut bentuk

dasarnya’ imbuhan gabung me-kan harus diimbuhkan pada

kata kerja yang menyatakan tindakan.

Contoh: - Mereka melemparkan batu ke arah kamu. Melemparkan artinya ‘melakukan lempar akan (batu)’

e. Untuk mendapatkan makna ‘melakukan yang disebut kata

dasarnya akan…’ imbuhan gabung me-kan harus diimbuhkan pada kata kerja.

Contoh: - Jangan mengharapkan bantuan lagi.

Mengharapkan artinya ‘mengharap akan (bantuannya)’ 2. Makna yang didapatkan dari afiks me-i, antara lain menyatakan:

a. Untuk mendapatkan makna ‘membuat jadi yang disebut kata

dasarnya pada objeknya’ imbuhan gabung me-i harus

digunakan pada kata sifat.

Contoh: - Bulan menerangi bumi.

Menerangi artinya ‘membuat jadi terang pada (bumi)’

b. Untuk mendapatkan makna ‘memberi atau membubuhi yang

disebut kata dasarnya pada objeknya’ afiks me-i harus diimbuhkan pada kata benda yang menyatakan zat, atau bahan.

Contoh: - Kakak menggulai teh untuk ayah. Menggulai artinya ‘membubuhi gula pada (teh)’

c. Untuk mendapatkan makna ‘melakukan atau berbuat sesuatu

pada atau di’ afiks me-i harus diimbuhkan pada kata kerja

tertentu.

Contoh: - Mereka menanami halaman rumahnya dengan berbagai tanaman hias.

Menanami artinya melakukan pekerjaan tanam di (halaman rumahnya)


(30)

d. Untuk mendapatkan makna ‘melakukan berulang-ulang’ afiks me-i harus diimbuhkan pada kata kerja yang menyatakan tindakan.

Contoh: - Israel menembaki kubu-kubu gerilyawan Palestina. Menembaki artinya ‘berulang kali menembak’

e. Untuk mendapatkan makna ‘merasa sesuatu pada’ afiks me-i

harus diimbuhkan pada kata kerja yang menyatakan emosi atau sikap batin.

Contoh: - Kami tidak menyukai sikap anak itu.

Menyukai artinya ‘merasa suka pada (sikap anak itu)’18 3. Makna yang didapatkan dari afiks pe-an, antara lain menyatakan:

a. Menyatakan makna hal atau peristiwa.

Contoh: - Pembinaan bahasa Indonesia perlu ditingkatkan. Pembinaan artinya ‘hal membina’

b. Menyatakan makna proses.

Contoh: - Pengadilan terhadap koruptor itu tersendat-sendat. Pengadilan artinya ‘proses mengadili’

c. Menyatakan makna tempat.

Contoh: - Ayah bekerja di pelelangan ikan. Pelelangan artinya ‘tempat melelang’ d. Menyatakan makna alat.

Contoh: - Ibu membelikan penggorengan baru. Penggorengan artinya alat menggoreng.19

Harimurti Kridalaksana membagi jenis-jenis afiks secara tradisional, jenis afiks tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Prefiks, yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar, contoh: me-, di-, ber-di-, ke-di-, ter-di-, pe-di-, per-di-, se-di-,

2. Infiks, yaitu afiks yang diletakkan di dalam dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, dan –in-,

18

Ibid., h. 233-238

19

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 156


(31)

3. Sufiks, yaitu afiks yang dilakukan di belakang dasar, contoh: an, -kan, -i.

4. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada dasar. Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya adalah membentuk verba, ajektiva, atau kelas kata lain. Contoh: kopi- ngopi, soto – nyoto, sate – nyate. 5. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi.

Contoh: ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an.

6. Superfiks atau suprafiks, yaitu sufiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini tidak ada dalam bahasa Indonesia. 7. Kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar. Afiks ini merupakan gabungan beberapa afiks yang mempunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri, tetapi berasal dari proses yang berlainan.

Contoh: me-kan, me-i, memkan, memi, ber-kan, ter-kan, per-kan, dan se-nya.20

Harimurti Kridalaksana menjelaskan makna yang diperoleh dari afiks me-kan, me-i, dan pe-an sebagai berikut:

1. Makna dari afiks me-kan

a. Menyatakan makna kausatif, V  V

Contoh: Tawanan itu melarikan diri dari penjara.

b. Menyatakan makna ‘mengarahkan ke (kausatif)’, F. Preposisi

 V

Contoh: Setiap peserta berhak mengemukakan pendapatnya dalam rapat itu.

20

Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 28-29


(32)

c. Menyatakan makna ‘kausatif’, N  V

Contoh: Peduduk primitif itu merajakan dokter yang sedang berpraktik di daerah mereka.

d. Menyatakan makna ‘membuat jadi (kausatif)’, A  V

Contoh: Adikku menghitamkan warna gambarnya.

e. Menyatakan makna ‘membuat jadi”, Adv  V

Contoh: Ibu melebihkan masakan hari ini karena ayah mengundang dua orang temannya.

f. Menyatakan makna ‘membuat jadi (kausatif)’, Num  V

Contoh: Kami berusaha menyatukan pendapat kami yang saling berbeda.

g. Menyatakan makna ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’,

V V

Contoh: Adik membawakan koran pagi untuk ayah.

h. Menyatakan makna ‘benefaktif’, N  V

Contoh: Saya curiga ketika ia membisikkan sesuatu kepada teman saya.

i. Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan dengan alat’, V  V

Contoh: Tanpa sadar ia menikamkan keris pusakanya ke tubuh lawannya.

j. Menyatakan makna ‘melakukan dengan sungguh-sungguh’, V

 V

Contoh: Pada setiap upacara bendera kami selalu menyanyikan lagu Indonesia Raya.

k. Menyatakan makna ‘menghasilkan (resultatif)’, N  V

Contoh: Penyanyi itu menelurkan dua album terbarunya.

l. Menyatakan makna ‘memasukkan ke dalam’, N  V

Contoh: Jangan memenjarakan orang yang tidak bersalah.

m. Menyatakan makna ‘menghasilkan (resultatif)’, Ka. Fatis  V

Contoh: Ia tidak mempunyai pendirian, selalu mengiakan pendapat siapa pun.


(33)

n. Menyatakan makna ‘melakukan’, Int  V Contoh: Mereka mengapakan dia?

o. Menyatakan makna ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’,

N  A

Contoh: Pertunjukan balet di Balai Sidang Senayan itu sungguh mengesankan.

p. Menyatakan makna ‘membuat jadi (kausatif)’, N  V

Contoh: Kelakuannya yang tidak terpuji itu memalukan orang tuanya.21

2. Makna dari Afiks me-i, antara lain:

a. Menyatakan makna ‘repetitif’, V  V

Contoh: Pak Amat sedang memotongi rumput di pekarangan rumahku.

b. Menyatakan makna ‘bersikap, berlaku sebagai’, N  V

Contoh: Ia merajai pertandingan itu.

c. Menyatakan makna ‘menyebabkan mendapat’, N  V Contoh: Setiap pagi Aminah menguliti bawang.

d. Menyatakan makna ‘bersikap terhadap’, A  V

Contoh: Murid-murid nakal itu terus membohongi gurunya.

e. Menyatakan makna ‘membuat keadaan’, Ad  V

Contoh: Gedung itu tingginya melebihi tugu Monas.

f. Menyatakan makna ‘terhadap, Pron  V

Contoh: Akhirnya anak itu mengakui kesalahannya.

g. Memyatakan makna ‘membuat keadaan’, A  V

Contoh: Ia selalu berusaha mengungguliku tetapi selalu gagal.

h. Menyatakan makna ‘melakukan secara sungguh-sungguh

(intensif)’, N  V

Contoh: Ia mengobati lukanya supaya tidak kena infeksi.

i. Menyatakan makna ‘menyebabkan mendapat’, A  V

21Ibid


(34)

Contoh: Jangan menyakiti hati orang tuamu.

j. Menyatakan makna ‘melakukan perbuatan di (lokatif)’, V  V

Contoh: Kita harus hati-hati menuruni tebing terjal ini.

k. Menyatakan makna ‘melakukan secara sungguh-sungguh’, A 

V

Contoh: Ia membakari rumput sampai habis.

l. Menyatakan makna ‘kontinuatif’, N  V

Contoh: Maukah kau menemaniku pergi berbelanja? m. Menyatakan makna ‘dengan sungguh-sungguh (intensif)’,

N  V22

Contoh: Manusia harus saling mengasihi satu sama lain.

3. Makna afiks pe-an, antara lain23:

a. Menyatakan makna V  N (me + V) ‘proses’

Contoh: Penunjukan dia sebagai wakil kita sudah dipertimbangkan dengan seksama.

b. Menyatakan makna V  V (me + A) ‘proses’

Contoh: Pengotoran air laut oleh bahan kimia buangan pabrik sangat membahayakan kehidupan binatang laut.

Dalam buku Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, Ramlan menjelaskan makna yang didapat dari afiks me-kan, me-i, dan pe-an sebagai berikut:

1. Afiks me-kan

a. Menyatakan makna ‘benefaktif’, maksudnya perbuatan

tersebut pada bentuk dasar dilakukan untuk orang lain. Contoh: Ibu membacakan adik dongeng Kancil.

b. Menyatakan makna ‘kausatif’. Makna ini dapat digolongkan

menjadi empat golongan, antara lain:

22

Ibid., h. 51-52

23Ibid


(35)

1) Menyebabkan (…) melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya.

Contoh: memberhentikan : ‘menyebabkan (…)

berhenti’

2) Menyebabkan ( …) menjadi seperti yang tersebut pada

bentuk dasar. Makna ini timbul sebagai akibat pertemuan afiks –kan dengan bentuk dasar yang berupa kata sifat. Contoh: meluaskan : ‘menyebabkan (…) jadi luas’

3) Menyebabkan (…) jadi atau menganggap (…) sebagai apa

yang tersebut pada bentuk dasar. Contoh:

menganaktirikan : ‘menganggap (…) sebagai anak tiri’ Mengurbankan : ‘menyebabkan (…) jadi kurban’

4) Membawa/memasukkan (…) ke tempat yang tersebut pada

bentuk dasar.24 Contoh:

menyeberangkan : ‘membawa (…) ke seberang’ 2. Makna Afiks me-i

a. Menyatakan bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk

dasar itu dilakukan berulang-ulang’.

Contoh: Warga memukuli pencuri sepeda motor.

b. Menyatakan makna ‘memberi apa yang tersebut pada bentuk

dasar pada…’

Contoh: Bapak Kepala Kantor sedang menandatangani surat.

c. Objeknya menyatakan ‘tempat’.

Contoh: Orang itu sering mendatangi rumahku.

d. Menyatakan makna ‘kausatif’. Dalam hal ini, makna afiks me-i

sejajar dengan makna afiks me-kan.25

24

M. Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, (Yogyakarta: CV Karyono, 2009), cet. 13, h. 143-146


(36)

Contoh: Orang itu mengotori kamar saya.

3. Makna Afiks pe-an, antara lain26:

a. Menyatakan makna ‘hal melakuka perbuatan yang tersebut

pada kata yang sejalan’

Contoh: pembacaan : ‘hal membaca’ Penulisan : ‘hal menulis’

b. Menyatakan makna ‘hal melakukan perbuatan yang tersebut

pada kata yang sejalan’ itu bergeser menjadi makna ‘cara melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan’.

Contoh: Materi yang dibicarakan sangat menarik, tetapi penampilannya kurang baik.

Penampilannya artinya ‘cara menampilkan’

c. Menyatakan makna ‘hasil perbuatan yang tersebut pada kata

yang sejalan’, atau dengan kata lain, menyatakan apa-apa yang

di…’

Contoh: Menurut pendengaran saya, ia termasuk mahasiswa yang rajin dan cerdas.

Pendengaran artinya hasil usaha mendengarkan atau apa-apa yang didengar.

d. Menyatakan makna ‘alat yang digunakan untuk melakukan

perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan’.

Contoh: Penglihatannya sudah agak kabur. Penglihatan artinya alat untuk melihat.

e. Menyatakan makna ‘tempat melakukan perbuatan yang

tersebut pada kata yang sejalan’

Contoh: Pembuangan sampah itu sudah penuh.

Berdasarkan beberapa teori makna afiksasi yang sudah dijelaskan, penulis mengacu pada teori Abdul Chaer yang ditulis dalam buku

25

Ibid., h. 149-152

26Ibid


(37)

Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan proses). Alasan penulis menggunakan acuan tersebut karena dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan proses) logis dan tidak rumit.

3. Kaidah Penasalan

Hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat berkaitan erat dengan tiga hal, yaitu (1) tipe verba yang “menurunkan” bentuk kata itu, (2) upaya pembentukan kata sebagai istilah, (3) upaya pemberian makna tertentu.

a. Kaitan dengan tipe verba

Dalam bahasa Indonesia ada empat macam tipe verba dalam kaitannya dengan proses nasalisasi. Keempat verba itu adalah a) verba berprefiks me- (termasuk verba me-kan, dan me-i; b) verba berprefiks me- dengan pangkal per-, per-kan, dan per-i; c) verba berprefiks ber-; dan d) verba dasar (tanpa afiks apapun).

Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- (dengan nomina pe- dan nomina pe-an) yang diturunkannya adalah sebagai berikut.

1) Nasal tidak akan muncul bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /l, r, w, y, m, n, ny, atau ng/. Contoh:

(1) Meloncat, peloncat, peloncatan (2) Merawat, perawat, perawatan (3) Mewarisi, pewaris, pewarisan (4) Meyakinkan, peyakin, peyakinan (5) Meminang, peminang, peminangan (6) Menanti, penanti, penantian

(7) Menyanyi, penyanyi, penyanyian (8) Menganga, penganga, pengangaan

2) Akan muncul nasal /m/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /b, p, f/. Contoh:

(1) Membina, pembina, pembinaan (2) Memilih, pemilih, pemilihan


(38)

(3) Memfitnah, pemfitnah, pemfitnahan

Bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /p/, apabila mengikuti morfem afiks {meN-} dan {peN-}, fonem tersebut luluh. Sebaliknya bentuk dasar yang berawal dengan fonem /b/ dan /f/, apabila mengikuti morfem afiks {meN-} dan {peN-}, fonem tersebut tidak luluh.27

Pemakaian bahasa bentuk tulisan dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat ketidakseragaman di antara pemakai bahasa. Seperti pada bentuk kata mempercayai (p tidak luluh) dan memercayai (p luluh). Luluh tidaknya bunyi disebabkan oleh dua hal. Pertama, sangkaan orang bahwa suku pertama pada kata itu sama dengan imbuhan atau tidak. Jika p-e-r itu disangka sama dengan imbuhan, fonem /p/ tidak diluluhkan sehingga dipakai bentuk seperti mempercayai, memperkarakan, memperkosa. Sebaliknya, jika p-e-r itu dipandang tidak sama dengan imbuhan, fonem /p/ diluluhkan sehingga digunakan bentuk memercayai, memergoki, memerlukan. Kedua, anggapan orang bahwa bentuk dasarnya masih asing atau tidak. Jika bentuk dasar itu dianggap asing, fonem /p/ cenderung tidak diluluhkan sehingga muncul bentuk seperti mempermutasi, mempersentasekan, mempermanenkan.28

3) Akan muncul nasal /n/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /d/, /t/, atau /s/. fonem /s/ yang dimaksud di sini hanya yang berasal dari bahasa asing dan masih terasa keasingannya. Contoh:

(1) Mendengar, pendengar, pendengaran (2) Mendapat, pendapat, pendapatan (3) Menemukan, penemu, penemuan (4) Menentukan, menentu, penentuan (5) Mensuplai, pensuplai, pensuplaian

27

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet. 4, h. 42

28

Dendy Sugono, . Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2009), h. 9-10


(39)

Bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t/, apabila mengikuti morfem afiks {meN-} dan {peN-} fonem tersebut luluh, tetapi apabila berawal dengan fonem /d/ dan fonem /s/ (yang berasal dari bentuk asing dan masih terasa keasingannya, fonem tersebut tidak luluh.29 4) Akan muncul nasal /ny/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem

/s, c, dan j/. Contoh:

a) Menyambut, penyambut, penyambutan b) Menyakiti, penyakit, penyakitan c) Menyoblos, penyoblos, penyoblosan d) Menycuri, penycuri, penycurian e) Menyjahit, penyjahit, penyjahitan f) Menyjual, penyjual, penyjualan

Proses penasalan yang terjadi pada kata tertentu harus diketahui dari bentukan katanya. Bentukan kata yang benar dapat dilihat dalam kamus bahasa Indonesia. Kata dasar yang diawali dengan huruf c, contohnya kata colok dan cium. Apabila kata dasar tersebut diberi imbuhan me-, muncul bentukan kata menyolok dan mencolok, menyium dan mencium. Perbedaan bentukan kata itu timbul karena adanya perbedaan pemahaman mengenai proses terjadinya bentukan kata itu.

Sesuai dengan kaidah, kata dasar yang berawalan dengan fonem /c/, misalnya kata cuci dan cium, jika mendapat imbuhan me-, bentukannya menjadi mencuci dan mencium, bukan menyuci dan menyium, karena fonem /c/ pada awal kata dasar tidak luluh. Kata dasar colok juga berawalan dengan fonem /c/, jika mendapat imbuhan me-, bentukannya menjadi mencolok bukan menyolok.30

5) Akan muncul nasal /ng/ bila bentuk dasarnya diawali dengan fonem /k, g, h, kh, a, i, u, e, atau o/. Contoh:

a) Mengirim, pengirim, pengiriman

29

Muslich, op. cit., h. 43

30

Dendy Sugono, Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2009), cet. 6, h. 5


(40)

b) Menggali, penggali, penggalian c) Menghina, penghina, penghinaan

d) Mengkhianati, pengkhianat, pengkhianatan e) Mengadu, pengadu, pengaduan

f) Mengiris, pengiris, pengirisan g) Mengukur, pengukur, pengukuran

h) ‘mengelak, pengelak, pengelakan

i) Mengobati, pengobat, pengobatan

Perlu diperhatikan bahwa fonem awal /k/, seperti pada kata dasar

khianat tidak mengalami peluluhan ke dalam fonem /ŋ/. Akan tetapi,

peluluhan /k/ kadang-kadang terjadi jika dirasakan perlu untuk membedakan makna tertentu. Prefiks meng- yang dihubungkan dengan kaji, misalnya menghasilkan mengaji (memperdalam pengetahuan tentang agama Islam dengan belajar kepada guru agama) dan mengkaji (memikirkan secara mendalam).31

6) Akan muncul nasal /nge-/ apabila bentuk dasarnya berupa kata ekasuku. Contoh:

a) Mengetik, pengetik, pengetikan b) Mengelas, pengelas, pengelasan c) Mengecat, pengecat, pengecatan d) Mengebom, pengebom, pengeboman

B. Hakikat Komunikasi Massa 1. Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa dikatakan sebagai kegiatan komunikasi yang menggunakan media sebagai sarananya. Komunikasi massa menurut Bittner:

“Messages communicated through a mass medium to a large number of people”

31

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 110.


(41)

Komunikasi oleh sejumlah orang dengan menggunakan media yang tersebar di berbagai tempat. Media massa yang digunakan merupakan alat transmisi informasi, seperti koran, majalah, buku, film, radio, televisi atau komunikasi dari media itu.32

Komunikasi massa memiliki beberapa ciri yaitu:

1) Komunikasi berlangsung satu arah. Artinya ketika kita membaca sebuah artikel pada surat kabar, kita tidak dapat secara langsung memberikan respon apakah kita setuju dengan pendapat dalam artikel tersebut atau tidak.

2) Komunikatornya bersifat melembaga. Kelembagaan komunikator dikarenakan media yang digunakan menjadi melembaga dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi. Komunikator media massa bertindak atas nama lembaga, banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan berita hingga penyampaian pesan.

3) Pesan yang disampaikan bersifat umum. Bersifat umum karena persoalan yang disampaikan bersifat umum dan ditujukan secara umum. Jadi semua orang dapat mengonsumsi berita atau informasi yang disajikan media massa.

4) Media yang digunakan menimbulkan keserempakan. Komunikan dapat mengakses atau mengetahui informasi secara serempak dalam waktu bersama tanpa menunggu giliran. Semua orang dapat menyaksikan berita baik dalam televisi maupun surat kabar dimana dan kapan saja informasi itu dipublikasikan.

5) Komunikannya bersifat heterogen. Dimaksud heterogen karena komunikan terdiri dari berbagai kalangan yang tersebar dimana saja, tidak ada kesepakatan yang dijadikan ukuran oleh media sehingga dengan ciri-ciri itu dapat dirumuskan pesan-pesan yang lebih relevan.33

32

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan dan Teori, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 73

33 Ibid.,


(42)

Komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Komunikasi melalui media massa bersifat satu arah34

Secara teoretis, berbagai media massa memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberikan efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak hanya memengaruhi sikap seseorang namun pula dapat memengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat memengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat. Hal tersebut dapat memengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat dapat memengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama.

Media massa yang juga dapat memberikan efek kepada khalayaknya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali.35

Kusumaningrat dan Kusumaningrat menunjukkan 8 fungsi dari pers yaitu:

a. Fungsi Informatif, sebagai sarana untuk memberi informasi melalui berita secara teratur kepada khalayak. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian menulisnya.

b. Fungsi kontrol, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan berjalan tidak baik. Fungsi kontrol ini harus dilakukan pers dengan lebih aktif daripada kelompok masyarakat lainnya.

34

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. 7, h. 50

35


(43)

c. Fungsi Interpretatif, pers memberikan interpretasi dan bimbingan bagi khalayak. Pers harus menjelaskan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Ini dapat dilakukan pers melalui tulisan pada tajuk rencana (editorial) atau tulisan-tulisan latar belakang.

d. Fungsi menghibur, pers menyajikan humor, drama dan musik, atau berbagai hal yang berkaitan dengan seni lainnya. Termasuk tentang pariwisata dan makanan.

e. Fungsi regeneratif, pers menceritakan bagaimana sesuatu dilakukan di masa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah. Jadi pers menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru supaya terjadi regenerasi dari angkatan yang lebih tua kepada angkatan yang kebih muda.

f. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara, pers mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi seseorang. Pers bertanggung jawab untuk dapat menjamin hak setiap pribadi supaya didengar dan diberi penerangan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal rakyat hendaknya diberikan kesempatan untuk menulis atau mengungkapkan dalam media guna melakukan kritik-kritiknya terhadap sesuatu yang terjadi di kehidupan masyarakat.

g. Fungsi ekonomi, pers melayani sistem ekonomi melalui iklan yang tersedia di media massa itu.

h. Fungsi swadaya, pers mempunyai kewajiban memupuk kemampuannya sendiri, supaya dapat membebaskan dirinya dari berbagai pengaruh, seperti tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.36 Media massa adalah alat atau sarana yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber (komunikator) kepada khalayak (komunikan/penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis, seperti surat kabar, radio, televisi, film, dan internet.

36

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 80-83


(44)

McQuaill dalam bukunya Mass Communication Theories (1989), menyatakan ada enam perspektif tentang peran media massa dalam konteks masyarakat modern, yaitu sebagai berikut.

a. Media massa sebagai sarana belajar untuk mengetahui berbagai informasi dan peristiwa.

b. Media massa adalah refleksi fakta, terlepas dari rasa suka atau tidak suka.

c. Media massa sebagai filter yang menyeleksi berbagai informasi dan issue yang layak mendapat perhatian atau tidak.

d. Media massa sebagai penujuk arah berbagai ketidakpastian atau alternatif yang beragam.

e. Media massa sebagai sarana untuk menyosialisasikan berbagai informasi atau ide kepada publik untuk memperoleh tanggapan/umpan balik.

f. Media massa sebagai interkulator, tidak sekadar tempat “lalu lalang”

informasi, tetapi memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif.37

Menurut F. Bond (1961), ada empat fungsi jurnalistik, yaitu: a. To inform (untuk menginformasikan)

Jurnalistik merupakan sarana untuk menginformasikan fakta dan peristiwa yang terjadi di sekitar kehidupan manusia yang patut diketahui oleh publik.

b. To interpret (untuk menginterpretasikan)

Jurnalistik merupakan sarana untuk memberikan tafsiran atau interpretasi terhadap fakta dan peristiwa yang terjadi, sehingga publik dapat memahami dampak dan konsekuensi dari berita yang disajikan. c. To guide (untuk mengarahkan)

Jurnalistik merupakan acuan untuk mengarahkan atau memberi petunjuk dalam menyikapi suatu fakta dan peristiwa yang disajikan

37

Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu pengantar Teori dan praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 37


(45)

dalam berita sehingga dapat menjadi pedoman bagi publik dalam memberi komentar, pendapat, opini atau dalam mengambil keputusan. d. To entertain (untuk menghibur)

Jurnalistik merupakan sarana untuk menghibur, menyegarkan, dan menyenangkan pembacanya dengan menyajikan berita atau informasi yang ringan dan rileks sesuai dengan kebutuhan gaya hidup manusia.38

2. Media Cetak

Media cetak tergolong dari jenis media massa yang paling populer. Media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat tertulis atau tercetak. Jenis media cetak yang beredar di masyarakat sangat beragam.

Kelebihan media cetak secara umum dibanding media elektronik terletak

dari “daya tahan” informasi. Dari berbagai jenis media massa, media cetak

(surat kabar, majalah, tabloid) memiliki kelebihan yang tidak dimiliki media massa lain. Hasil cetakan tersebut permanen dan bisa disimpan sehingga pembaca bisa mengulanginya, sampai mengerti isi pesan yang disampaikan, tanpa biaya tambahan.

Surat kabar memiliki kelebihan khusus dibandingkan dengan media cetak lain. Sesuai periodesasi terbitnya, informasi surat kabar harian diterima pembaca setiap hari sehingga informasi diperoleh terus secara berkesinambungan. Informasi yang disampaikan surat kabar lebih lengkap dibanding radio dan televisi.39

3. Surat Kabar

Surat kabar adalah media komunikasi yang berisikan informasi aktual dari berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, kriminal, budaya, seni, olahraga, luar negeri, dalam negeri, dan sebagainya.

Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi, khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku “Ensiklopedi Pers

38

Ibid, h. 38

39


(46)

Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi

penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala: bisa harian, mingguan dan bulanan, serta diedarkan secara umum.

Surat kabar dapat dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukannya film, radio, dan televisi. Surat kabar lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi (fakta ataupun peristiwa) agar diketahui publik. Kelebihan surat kabar antara lain mampu menyajikan informasi/berita secara komprehensif, bisa dibawa ke mana-mana, bisa didokumentasikan, bisa dibaca berulang-ulang, dan mudah diperoleh jika diperlukan.

Dari segi periode terbit, ada surat kabar harian dan surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit setiap hari, baik dalam bentuk edisi pagi maupun edisi sore. Surat kabar mingguan adalah surat kabar yang terbit paling sedikit satu kali dalam seminggu.

Surat kabar sebagai salah satu medium jurnalistik, menurut Agee, mengemban fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer surat kabar terdiri dari tiga, yaitu:

1) Menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara, dan dunia.

2) Mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke dalam fokus berita.

3) Menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di media.

Fungsi sekunder surat kabar terdiri atas:

1) Mengampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan yang diperlukan sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu. 2) Memberikan hiburan kepada pembaca dengan sajian cerita komik,

kartun, dan cerita-cerita khusus.


(47)

4) Menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.40 Adapun karakteristik dari surat kabar adalah:

a) Publisitas: surat kabar diperuntukkan bagi masyarakat umum. Tidak ada batasan siapa yang boleh membaca dan tidak boleh membaca. Oleh karena itu, berita, artikel, tajuk rencana, dan rubrik-rubrik harus menyangkut kepentingan umum.

b) Universalitas: Menyampaikan pesan yang beragam dan dari seluruh dunia tentang segala aspek hidup dan kehidupan manusia. Untuk memenuhi syarat ini, surat kabar besar biasanya memiliki wartawan-wartawan yang meliput peristiwa dari berbagai bidang. c) Aktualitas: surat kabar harus mampu menyampaikan berita secara

cepat kepada khalayak.41

4. Pengertian Tajuk Rencana

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, tajuk rencana diartikan sebagai induk karangan. Tajuk, berarti mahkota, sehingga tajuk rencana merupakan mahkota dari media cetak seperti surat kabar, tabloid, atau majalah.42

Rivers dan kawan-kawan mendefinisikan tajuk rencana atau editorial sebagai pikiran sebuah institusi opini publik, yang menyajikan fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan memengaruhi pendapat umum.

Menurut Pulitzer

The editorial as the expression of the papers conscience courage and conviction,”

40

Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu pengantar Teori dan praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 40-41

41

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan dan Teori, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 80-81

42


(48)

Editorial merupakan ekspresi dari keteguhan dan keyakinan surat kabar. Tajuk rencana merupakan opini pemilik atau manajemen media ihwal soal yang jadi perhatian publik.43

Menurut Mondry, tajuk rencana merupakan artikel yang dibuat jajaran redaksi atau orang yang diminta redaksi guna menulisnya. Tulisannya tidak terlalu panjang, diletakkan pada posisi yang tetap, biasanya dalam boks khusus. Tidak disebutkan siapa penulisnya, karena isi tulisan itu merupakan tanggung jawab redaksi dan merupakan pendapat dari media massa itu tentang suatu masalah.

Assegaff mengutip pendapat Lyle Spencer, yang menyebutkan tajuk rencana merupakan pernyataan mengenai fakta dan opini secara singkat, logis, dan menarik, ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk memengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol sebegitu rupa, sehingga kebanyakan pembaca surat kabar, akan menyimak pentingnya arti berita yang ditajukkan tersebut.44

Jadi dapat disimpulkan bahwa tajuk rencana adalah sebuah tulisan atau karangan dari pihak redaktur yang membahas mengenai suatu persoalan yang tengah menjadi topik hangat di masyarakat, penulisan tajuk rencana sebagai bentuk opini dari pihak surat kabar mengenai suatu topik. Tajuk rencana mewakili redaksi suatu surat kabar, dimuat secara rutin di tempat yang tetap pada bagian surat kabar.

Tajuk rencana, menurut Suherman, dulu dikenal dengan nama induk

karangan, dari bahasa Belanda “Hoofd artikel”. Dalam bahasa Inggris

dikenal dengan nama “Leader”. Kini biasa disebut editorial, atau disingkat

dengan tajuk.

Menurut Suherman ada unsur penting dalam tajuk rencana, yaitu:

1) Fakta. Berdasar fakta, berbagai opini tajuik rencana dibuat. Gambaran permasalahan dideskripsikan, dan dicarikan atau

43

Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 64

44


(49)

diusulkan jalan keluarnya. Tanpa landasan fakta, pendapat (opini) sebuah media akan dinilai sebagai fitnah.

2) Interpretasi. Interpretasi menjadi proses penting lain. Menurut kamus komunikasi, susunan Onong U. Effendy, interpretasi adalah proses memadukan kegiatan memahami suatu fenomena dengan kegiatan mengungkapkan, menerangkan, dan menerjemahkannya menjadi suatu pesan yang siap untuk dikomunikasikan kepada orang lain. 3) Opini. Opini di sini merupakan pernyataan media terhadap persoalan

yang tengah dibahasnya. Melalui pernyataan-pernyataannya, sikap sebuah media terlihat.45

Tajuk rencana merupakan bagian yang tradisional dari surat kabar. Dalam suratkabar-suratkabar di tanah air, tajuk rencana biasanya ditempatkan di halaman opini dan biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi surat kabar bersangkutan. Tajuk rencana ditempatkan di sebelah pojok kiri atas halaman. Tajuk rencana boleh jadi mencerminkan kepribadian-kepribadian mereka yang menulisnya (apakah ia pemimipin redaksi atau seorang redaktur yang ditugasi menulis tajuk rencana), meskipun ia dimaksudkan sebagai cerminan pendirian suatu koran. Isi tajuk rencana senantiasa licin, didasari alasan kuat, dan meredam sekuat mungkin sikap menyerang terhadap sesuatu kebijakan isu publik.

Sebuah tajuk rencana yang baik memuat hal-hal berikut: pernyataan masalah pokok atau topik, alasan mengapa hal itu penting, penyajian fakta-fakta yang yang bersangkutan dengan topik, pernyataan sikap yang diambil terhadap topik tersebut, evaluasi terhadap mereka yang mengambil sikap lain, pernyataan alternatif lain, pembuatan perbandingan atau analogi dengan isu-isu atau topik-topik lain, dan akhirnya kesimpulan.46

45

Santana, op. cit.,, h. 66-67

46

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet. 2, h. 248-249


(50)

5. Fungsi Tajuk Rencana

Tajuk rencana berfungsi menjelaskan pandangan atau opini pihak media terhadap suatu fenomena atau permasalahan, tajuk rencana juga mengulas latar belakang dan penyebab terjadinya fenomena tersebut. Tajuk rencana juga memberikan prediksi bagaimana peristiwa tersebut di masa yang akan datang. Prediksi didasarkan pada gejala-gejala unik yang ditunjukkan oleh fenomena tersebut. Fungsi lain tajuk rencana adalah memberikan panduan moral bagi publik sekaligus pelaksanaan fungsi pengawasan media.47 Tajuk rencana sebagai mahkota karangan atau tulisan yang berisi ulasan, pemikiran, pandangan, surat kabar, mengenai suatu fakta, kejadian, atau opini yang berkembang di masyarakat. Pemberian ulasan mengenai sebuah berita dilakukan dengan cara memberikan klarifikasi, menjelaskan latar belakang, menerangkan masa depan berita, merenungkan, dan menitipkan pesan-pesan moral di dalamnya. Cara penyampaian pendapat dengan nada yang bermacam-macam, seperti menggurui, mendakwah, memberi perenungan, teoretis, menyerang, menyalahkan, menghardik, mencela, menegur, pesimis/sinis, terkadang sarkatis. Terkadang juga bersifat mendukung, membujuk, informatif, dan menghibur dengan kata-kata bijak.48

6. Langkah Menulis Tajuk Rencana

Waldrop A. Gayle merinci langkah menulis tajuk rencana, antara lain: a) Reporting

Tahap ini adalah tahap mencari permasalahan, dan mengumpulkan bahan. Penulis melakukan dua kegiatan: by reading dan by talking. Dengan by reading, penulis membaca buku, media, kliping, internet, dan teks-teks lainnya, sebagai sumber informasi. Melalui by talking, penulis melakukan wawancara dengan para narasumber: dengan

47

Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 53

48

Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 142-143


(51)

pejabat, tokoh masyarakat, atau pihak-pihak yang layak dan kompeten dengan masalah yang akan ditulis.

b) Reflection

Reflection adalah tahap memilah-milah dan mengklasifikasi bahan-bahan dari berbagai sumber. Proses ini sering membuat penulis menemukan bahan untuk judul, pegantar, isi, dan kesimpulan. Tahap ini berarti pula melakukan cek dan ricek terhadap data yang diragukan kebenarannya.

c) Writing

Tahap menulis: menyusun dan menyajikan data, fakta, atau bahan yang ada ke dalam sebuah tulisan tajuk yang menarik, kuat, dan penting.49

Dalam buku yang ditulis Suhaimi dan Rulli Nasrullah, tahapan menulis tajuk rencana dijelaskan sebagai berikut:

1) Perencanaan ide atau topik

Topik yang dipilih haruslah isu yang mmenarik, unik, dan memiliki dampak luas bagi publik, baik secara nasional maupun internasional. Adapun kriteria penetapan topik sangat ditentukan oleh:

a) Topik harus menyangkut berita atau peristiwa yang sedang aktual atau kontroversial, sehingga memiliki daya tarik bagi pembaca.

b) Topik harus sesuai dengan filosofi, visi, misi, dan kebijakan umum media penerbitan tersebut.

c) Topik sejalan dengan wilayah penyebaran sirkulasi media penerbitan.

d) Topik harus sesuai dengan kaidah dan nilai standar jurnalistik seperti aktualitas, objektivitas, human interest dari segi dampaknya pula, akurat, dan prinsip liputan berimbang.

49


(52)

e) Topik tidak bertentangan dengan aspek ideologis, yuridis, sosiologis, dan aspek etis yang terdapat di dalam masyarakat atau bangsa.

f) Topik selalu berorientasi pada nilai-nilai luhur yang universal pada peradaban manusia sekarang ini.

2) Menyusun poin utama editorial

Penulis editorial perlu menyusun poin-poin utama editorial agar mendapatkan panduan dalam menulis dan tetap fokus pada sasaran editorial. Selain itu, penyusunan topik utama juga untuk menegaskan bahwa penulis editorial harus memahami masalah yang akan diungkap.

3) Riset fakta

Penulis editorial harus melakukan riset. Data harus dikumpulkan dan opini harus dipertimbangkan pula, tidak mencampuradukkan antara data dengan opini.

4) Struktur editorial

Editorial dalam kerangka (1) pendahuluan, (2) isi berita atau bukti, dan (3) kesimpulan. Yang harus diperhatikan oleh penulis editorial adalah dalam menyajikan fakta harus akurat, memberikan opini haruslah yang terbaik dan mendukung fakta atau bukti.50

7. Bentuk Tajuk Rencana

Tajuk rencana memiliki bentuk-bentuk yang berbeda. Bentuk tajuk rencana yang sering ditulis redaksi media massa, menurut Supriyanto, meliputi tajuk interpretatif, tajuk kritik, tajuk persuasif, serta tajuk pujian.

a) Tajuk Interpretatif

Tajuk interpretatif merupakan tajuk rencana yang memaparkan pendapat tentang suatu masalah yang muncul di masyarakat. Tujuan penulisannya untuk menyajikan pendapat redaksi guna memperoleh

50


(53)

opini publik atau membentuk opini tertentu di tengah masyarakat pembacanya.

b) Tajuk Kritik

Tajuk rencana yang menyajikan kritik konstruktif disampaikan redaksi media terhadap keganjilan di masyarakat. Tujuannya supaya terjadi perubahan di masyarakat yang dilakukan lembaga berwenang demi kepentingan umum.

c) Tajuk Persuasif

Tajuk persuasif atau membujuk bertujuan mengajak masyarakat melakukan perbuatan tertentu demi kepentingan umum.

d) Tajuk pujian

Tajuk yang berisi pujian yang ditampilkan guna memupuk rasa kebersamaan demi suatu tujuan tertentu. Tajuk pujian juga sering digunakan kepada seseorang atau sekelompok orang yang berprestasi di bidang atau profesinya demi kepentingan bangsa dan negara.51

8. Penelitian Relevan

Penelitian yang menjadikan surat kabar sebagai objek bukanlah yang pertama kali dilakukan. Penelitian seperti ini sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini adalah pertama, penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Khasanah, mahasiswi dari Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014 dengan judul “Penggunaan Diksi

dalam Surat Pembaca Surat Kabar Harian Kompas dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas IX SMP”. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Khasanah dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama menggunakan surat kabar harian Kompas sebagai objek penelitian. Akan tetapi, Uswatun meneliti pada rubrik surat pembaca dan penulis pada rubrik tajuk rencana. Perbedaannya, penelitian Uswatun Khasanah meneliti penggunaan diksinya sedangkan

51


(54)

penulis meneliti penggunaan penasalan. Hasil penelitian Uswatun Khasanah menujukkan bahwa diksi yang digunakan dalam surat pembaca antara lain istilah asing, kata serapan, konotasi, kata baku, kata umum, akronim, dan kata ilmiah.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Diana Listya Wati, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014 dengan judul “Penggunaan Preposisi pada Kolom Tajuk Rencana Surat Kabar Harian Republika Edisi Oktober 2013 dan Implikasinya dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Kelas X”, skripsi yang ditulis

Diana dengan penelitian yang dilakukan penulis sama-sama meneliti Tajuk Rencana pada surat kabar harian, perbedaannya Diana meneliti surat kabar Republika sedangkan penulis menggunakan surat kabar harian Kompas. Selain itu, Diana juga meneliti penggunaan preposisinya sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah meneliti penggunaan penasalannya. Hasil penelitian Diana menemukan beberapa jenis preposisi, antara lain: 1) preposisi dasar; preposisi dasar terbuka, 2) preposisi turunan: a) turunan gabungan: gabungan preposisi dengan preposisi dan b) turunan pindahan kelas: i) transposisi: denominal, deverbal, dekonjungsional, dan ii) berafiks: denominal, deverbal.

Penelitian relevan ketiga, Skripsi oleh Siti Kartini mahasiswa Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2013 dengan judul “Analisis

Penggunaan Diksi pada Berita Utama Tangsel Pos Sebagai Sumber Belajar

untuk Tingkat SMP”. Skripsi yang ditulis Siti memiliki persamaan dengan

penelitian yang dilakukan penulis yaitu sama-sama menggunakan surat kabar sebagai objek penelitian. Perbedaannya, Siti meneliti penggunaan diksi pada berita utama sedangkan penulis meneliti penggunaan penasalan pada kolom tajuk rencana. Selain itu, Siti juga menggunakan surat kabar Tangsel Pos sedangkan penulis memilih surat kabar harian Kompas.

Hasil penelitian yang dilakukan Siti diperoleh 145 data dari enam kolom berita utama yang digunakan. Dari sepuluh jenis persyaratan ketepatan diksi yang dianalisis maka diperoleh hasil ketidaktepatan penggunaan diksi


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UIN JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 tndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

;

FITK-FR-AKD-081 Tgl.

Terbit :

1 Maret 2010

No.

Revisi: :

01

Hal 1t1

SURAT BIMBINGAN

SKRIPSI

Nomor : Un.O 1/F1,/KM.0 1.3/t 26412016

Lamp. :...

Hal

: Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.

Dr. Nuryani, M.A

r)- .',1-:..-L:.. ,, c1-,:.- i r urrrUlrliulllB JNi ipSl

Nama

NIM

Jurusan

Semester

Judul Skripsi

I akarla, 26 septembe r 20 1 6

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

As s alamu' alaikum wr.wb.

Dengan

ini

diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing

llll

(materi/teknis) penulisan skipsi mahasiswa:

Serlinda Nurmala Shinta

I I 12013000010

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

VIII (Delapan)

Penggunaan Penasalan pada Kolom Tajuk Rencana Kompas dan

impiikasinya I'erhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

di SMA

Judul tersebut tefah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 23 Januari 2016.

Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan

substansial dianggap perlu, mohon pembimbing Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi

ini

diharapkan selesai dalam waktu

6

(enam) bulan, dan dapat

diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Was s alamu' alaikum wr.wb.

Tembusan:

l.

Dekan FITK

2.

Mahasiswa ybs,

didikan Bahasa dan Sastra Indonesia

foki, M.

Hu-Bps 200901 1 015


(6)

Biografi Penulis

lanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kajen dan tamat pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Kajen dan lulus pada tahun 2012. Setelah tamat SMA, penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri, tepatnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan tamat tanggal 29 Desember tahun 2016.

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pekalongan tepatnya di Desa Kalijoyo Kecamatan Kajen pada tanggal 23 Januari 1994 dari ayah yang bernama Sunarto dan ibu bernama Rumayah. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Kalijoyo pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006. Kemudian Penulis me-


Dokumen yang terkait

Penggunaan Diksi dalam Surat Pembaca Surat Kabar Harian Kompas dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas IX SMP

0 3 141

PENGGUNAAN EUFEMISME DAN DISFEMISME PADA TAJUK RENCANA SURAT KABAR HARIAN RADAR LAMPUNG DAN LAMPUNG POST SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 25 56

DEIKSIS PERSONA DALAM TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS EDISI NOVEMBER 2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP Deiksis Persona dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas Edisi November 2015 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.

0 5 15

DEIKSIS PERSONA DALAM TAJUK RENCANA SURAT KABAR Deiksis Persona dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas Edisi November 2015 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.

0 2 14

PENDAHULUAN Deiksis Persona dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas Edisi November 2015 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.

0 2 4

PENGGUNAAN SUFIKS-AN PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK Penggunaan Sufiks-An Pada Tajuk Rencana Harian Surat Kabar Kompas Sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMK Muhammadiyah 6 Gem

0 3 15

PENGGUNAAN SUFIKS-AN PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK Penggunaan Sufiks-An Pada Tajuk Rencana Harian Surat Kabar Kompas Sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMK Muhammadiyah 6 Gem

0 3 11

PENDAHULUAN Penggunaan Sufiks-An Pada Tajuk Rencana Harian Surat Kabar Kompas Sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMK Muhammadiyah 6 Gemolong.

0 2 7

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Penanda Kohesi Pada Tajuk Rencana Harian Surat Kabar Kompas Edisi Januari 2015.

0 2 12

Morfofonemik Bahasa lndonesia dalam Kolom Tajuk Rencana pada Surat Kabar Kompas.

0 1 7