Evaluasi daya hasil galur-galur kacang Tanah (arachis hypogaea l.) Tahan penyakit Bercak daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

1

EVALUASI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH
(Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
DI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR

DEDE ROSYANA BUDIMAN
A24070074

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

2

RINGKASAN
DEDE ROSYANA BUDIMAN. Evaluasi Daya Hasil Galur-Galur Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan
Ciranjang Kabupaten Cianjur. (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU
E.K.)

Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
gangguan penyakit bercak daun yang dapat menghambat produksi dan
produktivitas kacang tanah. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi daya hasil 16
galur GWS kacang tanah tahan penyakit bercak daun hasil persilangan antara
varietas Gajah dan galur introduksi GPNC-WS 4. Penelitian dilaksanakan di
Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur pada bulan Februari sampai bulan Mei
2011.
Digunakan 16 galur GWS kacang tanah dan empat varietas pembanding
yaitu Gajah, Sima, Jerapah, dan Zebra Putih. Gajah sebagai varietas pembanding
yang rentan terhadap penyakit bercak daun, sedangkan tiga lainnya yaitu Sima,
Jerapah, dan Zebra Putih sebagai varietas pembanding yang toleran terhadap
penyakit bercak daun.
Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
satu faktor yaitu genotipe (20 genotipe kacang tanah) dengan tiga ulangan.
Terhadap data yang diperoleh dilakukan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji
nilai tengah tiap galur GWS dengan varietas Gajah dan varietas terbaik tiap
karakter pengamatan yang berbeda nyata menggunakan uji t-Dunnett. Uji kontras
ortogonal digunakan untuk karakter-karakter yang menjadi kriteria seleksi daya
hasil dan ketahanan terhadap bercak daun. Analisis data lainnya digunakan untuk
menduga nilai heritabilitas arti luas, koefisien keragaman genetik, dan korelasi

antar karakter yang diamati.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
pada taraf 1% untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, panjang batang
utama berdaun hijau, persentase panjang batang utama berdaun hijau, kadar
klorofil, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot 100 butir biji, dan
bobot brangkasan. Karakter yang berbeda nyata pada taraf 5% terdapat pada

3

indeks panen kering, sedangkan untuk karakter yang lainnya tidak berbeda nyata,
yaitu jumlah polong cipo, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot polong
cipo, bobot biji per tanaman, dan bobot biji/ubinan.
Karakter-karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu tinggi
tanaman, jumlah cabang, persentase panjang batang utama berdaun hijau, kadar
klorofil, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot 100 butir biji, dan
bobot brangkasan. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas sedang yaitu bobot
polong total, bobot polong bernas, bobot polong cipo, bobot biji per tanaman, dan
indeks panen kering, sedangkan karakter dengan nilai heritabilitas rendah terdapat
pada jumlah polong cipo.
Hasil perhitungan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) menunjukkan

bahwa karakter jumlah polong cipo, bobot polong total, bobot polong bernas,
bobot biji per tanaman, bobot 100 butir biji, bobot polong cipo, dan indeks panen
kering memiliki nilai KKG yang sempit. Nilai KKG yang agak sempit dimiliki
oleh karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong total,
dan bobot brangkasan. Karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau
dan jumlah polong bernas memiliki nilai KKG yang besar.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat enam dari 14 karakter
pengamatan yang berkorelasi nyata dan positif dengan bobot biji per tanaman
sebagai karakter daya hasil. Karakter tersebut yaitu jumlah cabang, jumlah polong
total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, dan bobot
brangkasan.
Karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau digunakan
sebagai kriteria seleksi untuk ketahanan terhadap bercak daun, sedangkan jumlah
polong total digunakan sebagai kriteria seleksi daya hasil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat kelompok galur terbaik yang berdaya hasil nyata
lebih tinggi dari varietas Gajah yaitu GWS 39 D, GWS 110 D, GWS 18 A1, GWS
79 A, dan GWS 110 A2. Terdapat juga kelompok galur yang nyata lebih tahan
penyakit bercak daun dari varietas Gajah yaitu GWS 74 D, GWS 39 B, GWS 79
A, GWS 73 D, GWS 18 A1, GWS 134 A1, dan GWS 110 A1. Dua dari 16 galur
GWS yang diuji memiliki daya hasil tinggi sekaligus tahan terhadap penyakit

bercak daun yaitu GWS 79 A dan GWS 18 A1.

Yield Evaluation Leaf Spot Resistant Lines of Peanut (Arachis hypogaea L.)
in District of Ciranjang, Cianjur Regency

Dede Rosyana Budiman

Abstract
This research was aimed to evaluate the yield of 16 peanut leafspot
resistant lines derived from cross between Gajah variety and GPNC-WS 4 line
with four check varieties of peanut. The four check varieties of peanut consist of
Gajah, Jerapah, Zebra Putih, and Sima. The experiment was carried out at
Ciranjang District, Cianjur Regency, West Java, from February 2011 to May
2011. This research was arranged in randomized complete block design with
three replications.
The result showed that GWS 39 D, GWS 110 D, GWS 18 A1, GWS 79 A,
and GWS 110 A2 were identified as lines with high yield. GWS 74 D, GWS 39 B,
GWS 79 A, GWS 73 D, GWS 18 A1, GWS 134 A1, and GWS 110 A1 were
identified as lines with high resistant level to leafspot of peanut. Two of sixteen
lines had high yield and high resistant level to leafspot, they were GWS 79 A and

GWS 18 A1.
Key words : peanut, yield evaluation, leaf spot resistant

4

EVALUASI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH
(Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
DI KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEDE ROSYANA BUDIMAN
A24070074

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


5

Judul : EVALUASI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG
TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT
BERCAK DAUN DI KECAMATAN CIRANJANG
KABUPATEN CIANJUR
Nama : DEDE ROSYANA BUDIMAN
NIM : A24070074

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS.
NIP. 19631107 198811 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.

NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 29
Januari 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Dedi Suryana dan Ibu
Titin Roswati.
Pendidikan formal yang telah dilalui, pada tahun 2001 penulis lulus dari
SDN Sukaluyu I Bandung, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan
studi di SMPN 14 Bandung dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 10
Bandung. Selanjutnya pada tahun 2007, penulis masuk di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di organisasi
kemahasiswaan IPB. Salah satu organisasi kemahasiswaan yang aktif diikuti oleh
penulis adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda (Lises)

Gentra Kaheman sebagai anggota (periode 2007-2008), sebagai Ketua
Departemen Profesi dan Keahlian Lises Gentra Kaheman (periode 2008-2009),
sebagai Ketua Umum (periode 2009-2010), dan sebagai Dewan Kehormatan
(periode 2010-2011).

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dengan judul
penelitian “Evaluasi Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea
L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K.,
MS. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Ir. Is Hidayat Utomo, MS. yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Faperta IPB.


Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada kedua orang tua yang telah berjasa dalam memberikan bantuan dan
dorongan yang tulus baik moril maupun materiil. Semua pihak, khususnya rekanrekan mahasiswa Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 yang telah membantu
selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

8

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ....................................................................................

Halaman
vi


DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

viii

PENDAHULUAN ...................................................................................
Latar Belakang .............................................................................
Tujuan...........................................................................................
Hipotesis .......................................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

Botani Kacang Tanah ...................................................................
Penyakit Bercak Daun ..................................................................
Pemuliaan Kacang Tanah Tahan Penyakit Bercak Daun .............

3
3
4
6

BAHAN DAN METODE ........................................................................
Waktu dan Tempat .......................................................................
Bahan dan Alat .............................................................................
Metode Penelitian .........................................................................
Pelaksanaan Penelitian .................................................................
Pengamatan ..................................................................................
Analisis Data ................................................................................

8
8
8
9
9
10
11

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
Kondisi Umum .............................................................................
Keragaan Umum Karakter Genotipe yang Diuji ..........................
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap
Penyakit Bercak Daun ................................................................
Karakter Hasil dan Komponen Hasil .........................................
Pendugaan Parameter Genetik .....................................................
Korelasi Antar Karakter yang Diamati .......................................
Seleksi Galur-Galur GWS Terbaik ..............................................

13
13
16

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
Kesimpulan...................................................................................
Saran .............................................................................................

39
39
39

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

40
44

LAMPIRAN .............................................................................................

20
24
30
32
35

9

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Analisis Komponen Ragam .............................................................

11

2. Rekapitulasi Uji F Karakter pada 20 Genotipe Kacang Tanah .........

17

3. Nilai Tengah, Nilai Maksimum, dan Nilai Minimum Karakter
pada 20 Genotipe Kacang Tanah ......................................................

18

4. Nilai Tengah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, dan Persentase
Panjang Batang Utama Berdaun Hijau .............................................

21

5. Nilai Tengah Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil ......................

23

6. Nilai Tengah Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan
Jumlah Polong Cipo ..........................................................................

25

7. Nilai Tengah Bobot Polong Total, Bobot Polong Bernas, dan
Bobot Polong Cipo ............................................................................

27

8. Nilai Tengah Bobot Biji Per Tanaman, Bobot 100 Butir Biji, dan
Indeks Panen Kering .........................................................................

28

9. Nilai Tengah Bobot Biji/Ubinan dan Hasil Konversi
Bobot Biji/Ha ....................................................................................

29

10. Parameter Genetik Beberapa Karakter Pengamatan pada 20
Genotipe Kacang Tanah ....................................................................

31

11. Hasil Analisis Korelasi Antar Karakter Pengamatan .......................

34

12. Nilai Duga Heritabilitas dan Koefisien Korelasi Empat
Karakter yang Menjadi Kriteria Seleksi Daya Hasil .........................

36

13. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Jumlah Polong Total
Beberapa Galur GWS Terpilih ..........................................................

37

14. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Persentase Panjang Batang
Utama Berdaun Hijau Beberapa Galur GWS Terpilih .....................

38

10

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Tanah, Bercak
Daun (A), Karat (B), Layu Bakteri (C), dan Virus Belang (C) ........

Halaman

15

11

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Daftar 20 Genotipe Kacang Tanah yang Diuji .................................

45

2. Deskripsi Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah dan Sima ..........

46

3. Deskripsi Tanaman Kacang Tanah Varietas Jerapah dan Zebra
Putih ..................................................................................................

46

4. Rekapitulasi Analisis Ragam Karakter-Karakter Pengamatan .........

47

5. Hasil Analisis Tanah .........................................................................

49

6. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah ............................................

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang
mempunyai arti ekonomi cukup penting karena berperan dalam memenuhi
kebutuhan pangan nasional sebagai sumber protein nabati, minyak, dan nutrisi
lainnya (Rukmana, 2009). Selain digunakan sebagai bahan pangan, kacang tanah
juga digunakan sebagai bahan pakan yang bernilai gizi tinggi.
Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun meningkat sekitar 4,4%
sedangkan produksi kacang tanah hanya meningkat sebesar 2,5% (Widjanarko et
al., 2009). Perhitungan di tingkat nasional, pada tahun 2008 produksi kacang
tanah tercatat sebesar 773,8 ribu ton dengan produktivitas 1,2 ton/ha, sedangkan
kebutuhannya telah mencapai 856,1 ribu ton, sehingga peningkatan produksi dan
produktivitas kacang tanah perlu dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (Marwoto, 2009). Saat ini terdapat banyak permasalahan yang
menjadi

penghambat

dalam

upaya

untuk

meningkatkan

produksi

dan

produktivitas kacang tanah nasional, salah satu penyebabnya adalah gangguan
penyakit.
Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh dua macam jamur, yaitu
Cercosporidium personatum (Berk. & Curt.) Deighton dan Cercospora
arachidicola ini merupakan penyakit yang dominan pada pertanaman kacang
tanah di Indonesia, baik yang ditanam di lahan kering maupun di lahan sawah
(Jaslit, 2009). Pada skala dunia, penyakit bercak daun merupakan penyakit yang
paling penting pada kacang tanah (Subrahmanyam et al., 1980). Banyak penyakit
pada kacang tanah memiliki jangkauan geografis yang terbatas, tetapi lain halnya
dengan penyakit bercak daun ini yang dapat terjadi di berbagai wilayah yang
menanam kacang tanah (Shokes dan Culbreath, 1997).
Sudir et al. (1993) dalam penelitiannya melaporkan bahwa keparahan
penyakit bercak daun mempunyai hubungan yang negatif dengan hasil kacang
tanah, semakin parah penyakitnya maka hasil kacang tanah akan semakin rendah.
Menurut Semangun (2004) penyakit bercak daun dapat mengurangi jumlah
polong total, jumlah polong yang bernas, berat biji, serta jumlah biji per tanaman.

2
Tergantung dari cepat atau lambatnya penyakit ini timbul, bercak daun dapat
mengurangi produksi tanaman hingga 50%.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan
penyakit bercak daun adalah dengan penggunaan varietas unggul yang dihasilkan
melalui teknik pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman ini ditujukan untuk
merakit varietas baru kacang tanah yang tahan penyakit bercak daun dan berdaya
hasil tinggi.
Sebelum dilepas sebagai varietas, galur-galur kacang tanah hasil
persilangan harus melalui tahap uji daya hasil. Galur-galur kacang tanah yang
diuji dalam penelitian ini merupakan galur generasi lanjut hasil persilangan antara
kultivar Gajah dan galur introduksi GPNC-WS 4. Informasi yang diharapkan
didapat dari penelitian ini yaitu diketahuinya galur-galur generasi lanjut hasil
persilangan tersebut yang mendukung ketahanan terhadap penyakit bercak daun
sekaligus berdaya hasil tinggi.
Galur yang terbukti tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil
tinggi dapat diproses lebih lanjut untuk diajukan dan dilepas sebagai varietas baru
kacang tanah yang unggul. Melalui penggunaan varietas unggul ini dan didukung
oleh sistem budi daya tanaman yang baik, diharapkan dapat menjadi pendorong
dalam upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kacang tanah.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur kacang
tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun

hasil pemuliaan

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Hipotesis
Terdapat paling sedikit satu galur generasi lanjut yang lebih unggul dan
lebih tahan penyakit bercak daun atau sama dengan varietas pembanding.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kacang Tanah
Kedudukan tanaman kacang tanah dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan diklasifikasikan ke dalam ordo Leguminales, famili Papilionaceae,
genus Arachis, dan spesies Arachis hypogaea. Tubuh tanaman kacang tanah
tersusun atas organ akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji (Rukmana, 2009).
Kacang tanah merupakan tanaman tahunan yang terdiri dari dua tipe
pertumbuhan tanamannya, yaitu tipe tegak dan tipe menjalar (Chapman dan
Carter, 1976). Tipe tegak mempunyai percabangan yang tumbuh melurus ke atas
dan umurnya genjah, yaitu antara 100 sampai 120 hari, sedangkan tipe menjalar
mempunyai percabangan lebih panjang dan tumbuh ke samping, hanya bagian
ujung yang mengarah ke atas. Umur tanaman tipe menjalar ini dapat mencapai
enam bulan (Trustinah, 1993).
Umumnya, kacang tanah merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Setelah
mengalami penyerbukan, kacang tanah memiliki struktur khusus yang disebut
ginofor yang kemudian akan berkembang menjadi polong. Ginofor ini merupakan
pertumbuhan bagian meristem pada dasar ovarium di dalam bunga (Chapman dan
Carter, 1976). Ginofor tersebut akan terus masuk menembus tanah sedalam 2-7
cm. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan tanah dan masuk ke
dalam tanah ditentukan oleh jarak dari permukaan tanah. Ginofor-ginofor yang
letaknya lebih dari 15 cm dari permukaan tanah biasanya tidak dapat menembus
tanah dan ujungnya mati (Trustinah, 1993).
Kacang tanah membutuhkan keadaan tanah yang berstruktur ringan,
seperti tanah regosol, andosol, latosol, dan aluvial. Kacang tanah dapat
dibudidayakan di lahan sawah berpengairan, sawah tadah hujan, lahan kering
tadah hujan, dan lahan bukaan baru (Rukmana, 2009).
Menurut Purwono dan Purnamawati (2009) tanah yang berstruktur gembur
memudahkan dan mempercepat pembentukan polong yang terjadi di dalam tanah.
Meskipun kacang tanah toleran terhadap kondisi kering dan tanah masam (pH
tanah 4.5), kondisi tersebut akan berpengaruh pada banyaknya polong yang terisi.
Untuk pembentukan polong, diperlukan kalsium. Oleh karena itu, penting untuk

4
menyediakan kalsium yang cukup di sekitar tanaman. Adisarwanto (2001)
menambahkan bahwa kebutuhan unsur kalsium dapat disediakan dengan
memberikan kapur pertanian (kaptan) maupun dolomit sebanyak 300-400 kg/ha.
Di Indonesia, tanaman kacang tanah cocok ditanam di dataran rendah yang
berketinggian di bawah 500 meter di atas permukaan laut (dpl.). Iklim yang
dibutuhkan tanaman kacang tanah adalah bersuhu tinggi (panas) antara 28oC32oC, curah hujan 800 mm-1300 mm per tahun, dan mendapat sinar matahri
penuh (Rukmana, 2009). Pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman
terutama berkaitan dengan laju fotosintesis. Pada suhu 30oC laju fotosintesis
mencapai maksimum, sedangkan pada suhu 20oC hanya mencapai 75% dari laju
maksimum. Suhu yang lebih tinggi dari 30oC atau kurang dari 20oC dapat
menurunkan laju fotosintesis (Sumarno dan Slamet, 1993).
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang tanah adalah
cahaya. Kacang tanah termasuk tanaman hari pendek, sedangkan pembungaan
tidak tergantung pada fotoperiode. Intensitas cahaya yang rendah pada saat
pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Di samping itu,
rendahnya intensitas penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan
jumlah dan berat polong serta akan menambah jumlah polong hampa
(Adisarwanto, 2001). Ditambahkan oleh Sumarno dan Slamet (1993) bahwa
rendahnya intensitas cahaya atau radiasi matahari ini akan berakibat pada
rendahnya pembentukan biomassa tanaman dan indeks panen.

Penyakit Bercak Daun
Penyakit bercak daun pada tanaman kacang tanah disebabkan oleh dua
macam jamur, yaitu Cercosporidium personatum (Berk. & Curt.) Deighton dan
Cercospora arachidicola yang untuk pertama kali ditemukan oleh Raciborski di
Jawa pada tahun 1898, dan disebutnya sebagai Septogloeum arachidis Rac.
(Semangun, 2004).
Kondisi kelembapan relatif yang tinggi dengan kisaran suhu 25oC-30oC
akan memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit (Saleh, 2010).
Berdasarkan waktu penyerangannya maka masing-masing sering disebut penyakit
bercak daun awal (early leaf spot) dan bercak daun akhir (late leaf spot). C.

5
arachidicola disebut juga sebagai bercak daun awal sedangkan C. personatum
disebut sebagai bercak daun akhir (Sumartini, 2008). Infeksi jamur bercak daun
dapat terjadi melalui kedua sisi daun dengan cara penetrasi langsung menembus
sel-sel jaringan epidermis atau melalui mulut daun (stomata). Infeksi pada daun
banyak melalui epidermis atas (Saleh, 2010). Gejala bercak ini dimulai dengan
lepasnya spora dari permukaan atas daun yang terinfeksi, kemudian menginfeksi
daun yang sehat, miselium (benang-benang hifa cendawan) masuk ke dalam
jaringan tanaman sehingga jaringan tanaman tersebut menjadi rusak dan terlihat
seperti bercak-bercak (Sumartini, 2008). Pada cuaca kering penyakit baru
berkembang banyak saat tanaman berumur 70 hari, sedangkan dalam cuaca
lembab penyakit berkembang pada umur 40-45 hari (Semangun, 2004).
Gejala bercak yang ditimbulkan oleh penyakit ini terdapat pada daun-daun
bagian bawah, kemudian berkembang ke arah yang lebih atas. Mula-mula terdapat
bercak kecil berwarna coklat, kemudian berkembang membentuk bercak yang
lebih besar. Bercak yang disebabkan oleh C. arachidicola berwarna coklat muda
hingga coklat tua ditandai dengan warna kuning di sekitar bercak (halo kuning).
Bercak yang disebabkan C. personatum berwarna coklat kehitaman. Biasanya C.
arachidicola menginfeksi kacang tanah pada fase pertumbuhan yang lebih awal
daripada C. personatum (Sumartini, 2008). Gejala bercak-bercak tersebut
berbentuk tidak teratur sampai bulat dan ukurannya bervariasi. Bercak-bercak
tersebut dapat bertambah besar dan mengakibatkan daun mengering kemudian
rontok (Nugrahaeni, 1993; Saleh, 2010). Penyakit bercak daun akhir dianggap
lebih dominan dan merugikan dibandingkan penyakit bercak daun awal (Saleh,
2010; Nugrahaeni, 1993; Yudiwanti et al., 1998).
Penyakit bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif tanaman dan
akan bertambah selama pembungaan sampai pengisian polong (Sumartini, 2008;
Nugrahaeni, 1993). Semangun (2004) menambahkan bahwa karena penyakit ini
selalu terdapat pada daun-daun kacang tanah yang menjelang masak, maka
banyak petani yang beranggapan bahwa datangnya penyakit ini menandakan
tanaman sudah hampir masak. Menurut Saleh (2010) sejauh ini belum dibuktikan
adanya tanaman inang untuk penyakit bercak daun selain genus Arachis.
Diperkirakan jamur dapat bertahan hidup dari satu musim ke musim berikutnya

6
pada tanaman kacang tanah volunter atau pada sisa-sisa daun tanaman kacang
tanah yang telah dipanen.

Pemuliaan Kacang Tanah Tahan Penyakit Bercak Daun
Penyakit

bercak

daun

dapat

dikendalikan

dengan

penyemprotan

bermacam-macam fungisida yang umum. Namun, peningkatan produksi yang
diperoleh sering tidak dapat mengimbangi biaya pengendalian (Semangun, 2004).
Oleh karena itu, menanam varietas unggul yang tahan penyakit bercak daun
merupakan cara yang paling murah, mudah dilaksanakan, tidak mencemari
lingkungan, serta merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang stabilitas
hasil (Sumartini 2008; Saleh, 2010; Nugrahaeni, 1993).
Kegiatan pemuliaan tanaman yang meliputi persilangan, penggaluran, dan
evaluasi daya hasil merupakan suatu upaya untuk mendapatkan varietas unggul
yang tahan penyakit utama (bercak daun dan karat) serta berdaya hasil tinggi
(Rukmana, 2009). Sumber genetik untuk mendukung proses pembuatan varietas
unggul yang tahan terhadap penyakit bercak daun ini dapat berasal dari koleksi
varietas liar, varietas lokal, varietas unggul lama, galur-galur homozigot hasil
persilangan, dan varietas atau galur introduksi dari luar negeri (Adisarwanto,
2001; Nugrahaeni, 1993). Apabila tidak didapatkan sumber ketahanan pada
populasi-populasi varietas atau galur tersebut, sumber gen ketahanan dapat dicari
dari spesies atau genera lain. Akan tetapi, semakin jauh kerabat antara sumber
ketahanan dengan varietas yang diperbaiki, semakin sulit untuk memindahkan gen
tahan tanpa terikutnya gen-gen atau kompleks gen lain yang tidak dikehendaki
(Nugrahaeni, 1993). Introduksi varietas atau galur kacang tanah sebagai bahan
untuk pemuliaan kacang tanah dapat memberikan keuntungan tertentu, terutama
adalah menambah keragaman genetik beberapa sifat yang diinginkan misalnya
tahan jamur aflatoksin, toleran kekurangan Fe, tahan kekeringan, dan tahan
penyakit bercak daun (Adisarwanto, 2001).
Metode pemuliaan untuk resistensi terhadap penyakit tidak berbeda secara
mendasar dari pemuliaan untuk karakteristik lainnya, dengan syarat gen pemberi
resistensi terhadap penyakit tertentu telah ditemukan. Jika tidak ditemukan

7

resistensi pada varietas komersil, tetapi hanya terdapat pada tipe yang tidak
unggul secara komersil karena sifat agronominya yang tidak cocok maka metode
backcross atau metode pedigree biasanya digunakan. Metode backcross
digunakan jika tetua yang resisten hanya menyumbangkan gen resisten dan tidak
unggul dalam sifat agronomi lainnya (Allard, 1989).
Galur hasil persilangan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode
pemuliaan tertentu pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai
calon varietas baru. Dari galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau
dievaluasi mengenai potensi daya hasil. Pengujian atau evaluasi daya hasil
merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas unggul
(Adisarwanto, 2001).
Adisarwanto (2001) menambahkan bahwa salah satu tahap yang dilakukan
pada proses evaluasi daya hasil adalah uji daya hasil lanjutan (UDHL) yang
merupakan lanjutan dari uji daya hasil pendahuluan (UDHP). Pada UDHL ini
jumlah galur untuk evaluasi sekitar 15-30 galur dan dari jumlah tersebut sudah
termasuk varietas pembanding (varietas unggul nasional atau lokal yang telah
dilepas). Dalam pelaksanaannya, penanaman dilakukan pada petak dengan luas
10-12 m2 dan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok dengan 3-4 ulangan, tergantung jumlah benih yang tersedia.

8

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang,
Kabupaten Cianjur yang dimulai dari bulan Februari 2011 sampai bulan Mei
2011. Selain itu, penelitian juga dilaksanakan di laboratorium Analisis Tanaman
dan Kromatografi, Fakultas Pertanian IPB, untuk melakukan pengujian dan
pengukuran kadar klorofil daun.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah 20 genotipe kacang tanah yang terdiri
atas 16 galur generasi lanjut GWS sebagai galur yang diuji, dan empat varietas
unggul nasional sebagai varietas pembandingnya (Lampiran 1). Satu dari empat
varietas pembanding yaitu varietas Gajah digunakan sebagai pembanding untuk
varietas tanaman yang rentan terhadap penyakit bercak daun, sedangkan tiga
varietas unggul nasional lainnya yaitu varietas Sima, Jerapah, dan Zebra Putih
digunakan sebagai pembanding untuk varietas tanaman yang toleran terhadap
penyakit bercak daun (Lampiran 2 dan 3).
Enam belas galur GWS yang diuji merupakan hasil persilangan antara
varietas Gajah dan galur introduksi GPNC-WS 4. Galur-galur GWS ini diperoleh
dari koleksi laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan lain yang digunakan yaitu pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCL),
pupuk kandang dari kotoran sapi, kapur dolomit, dan karbofuran 3G. Peralatan
yang digunakan adalah peralatan yang lazim digunakan dalam budidaya kacang
tanah. Spektrofometer UV-1800 digunakan untuk menentukan kadar klorofil pada
daun.

9

Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan perlakuan faktor tunggal
yaitu genotipe (20 genotipe kacang tanah). Setiap genotipe diulang sebanyak tiga
kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Satuan percobaanya berupa petakan
lahan berukuran 4 m x 3 m. Adapun model linier RKLT yang digunakan adalah :
Yij = μ +

i

βj +

ij

; (i=1,....t, j=1,....r)

Keterangan :
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Rataan umum
i

= Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh ulangan ke-j
ij

=

Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji
dengan uji lanjut t-Dunnett pada taraf nyata 5% dan uji Kontras Ortogonal untuk
karakter-karakter yang menjadi kriteria daya hasil dan ketahanan terhadap bercak
daun.

Pelaksanaan Penelitian
Dua minggu sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan pengolahan
lahan dengan menggemburkan tanah sampai kedalaman 15-20 cm, kemudian
dibuat petak percobaan sebanyak 60 petak yang berukuran 4 m x 3 m setiap petak.
Pupuk kandang yang telah masak dan kapur dolomit diberikan satu minggu
sebelum penanaman dengan dosis berturut-turut sebanyak 2 ton/ha dan 500 kg/ha.
Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm
dan ditanam satu benih per lubang tanam. Pupuk anorganik diaplikasikan satu kali
pada saat penanaman. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 75 kg Urea/ha, 150 kg
SP-36/ha, dan 50 kg KCL/ha yang diberikan dengan cara dialur di samping
lubang tanam. Selain itu, furadan juga diberikan saat penanaman dengan dosis 12
kg/ha.

10
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan
pembumbunan, dan pengairan. Sistem pengairan dilakukan melalui pengairan
tadah hujan. Penyulaman dilakukan pada 1 MST (Minggu Setelah Tanam).
Penyiangan dilakukan setiap minggu sampai tanaman berumur 5 MST dan
pembumbunan dilakukan saat 5 MST.
Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 100. Pengeringan polong dan
brangkasan tanaman dilakukan dengan cara dijemur ± 8 jam setiap hari saat cuaca
cerah selama 3 hari.

Pengamatan
Pengamatan untuk hasil dilakukan dengan menggunakan ubinan 1 m x 1 m
pada masing-masing petak percobaan. Pengamatan untuk karakter lainnya
dilakukan pada 10 tanaman contoh yang diambil secara acak dari tanaman di
setiap ubinan. Peubah yang diamati antara lain:
1. Tinggi tanaman saat panen yang diukur dari batas antara batang dengan akar
sampai dengan titik tumbuh pada batang utama.
2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen.
3. Panjang batang utama berdaun hijau.
4. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat panen. Dihitung
dengan rumus : (panjang batang utama berdaun hijau / tinggi tanaman saat
panen) x 100%.
5. Kadar klorofil daun yang diamati pada saat 8 MST. Pengukuran kadar klorofil
ini dilakukan dengan mengambil sampel daun secara acak pada tanaman dalam
ubinan 1 m2 sebanyak satu daun tetrafoliate untuk setiap petak percobaan.
Sampel daun yang diambil adalah daun ke-8 pada batang utama dengan daun
pertama dihitung dari daun bagian atas yang telah membuka sempurna.
6. Indeks panen kering, yang dihitung dengan rumus : bobot polong bernas /
bobot brangkasan.
7. Jumlah polong total, polong bernas, dan polong cipo per tanaman yang
dihitung setelah tanaman contoh dikeringkan.
8. Bobot polong total, polong bernas, dan polong cipo per tanaman yang dihitung
setelah tanaman contoh dikeringkan.

11
9. Bobot biji per tanaman, merupakan bobot biji dari tanaman contoh yang sudah
dikeringkan.
10. Bobot 100 biji kering.

Analisis Data
Terhadap data yang diperoleh dilakukan analisis ragam (Tabel 1) dan
dilanjutkan dengan uji nilai tengah tiap galur generasi lanjut GWS dengan varietas
Gajah dan varietas pembanding terbaik tiap karakter yang berbeda nyata
menggunakan uji t-Dunnett. Karakter-karakter yang menjadi kriteria seleksi daya
hasil dan ketahanan terhadap penyakit bercak daun digunakan uji Kontras
Ortogonal sebagai penunjang untuk menilai galur yang terbaik pada karakterkarakter tersebut.
Tabel 1. Analisis Komponen Ragam
Sumber Keragaman
(SK)

Derajat Bebas
(DB)

Kuadrat Tengah
(KT)

Harapan Kuadrat
Tengah
E (KT)

Ulangan
Perlakuan (Genotipe)
Galat

r-1
g-1
(r-1)(g-1)

M1
M2
M3

σ²e + rσ²g
rσ²e

Keterangan : r = ulangan, g = perlakuan (genotipe)

Selanjutnya dilakukan pendugaan ragam lingkungan (σ²e), ragam genetik
(σ²g), dan ragam fenotipik (σ²p) berdasarkan komponen ragam. Rumus yang
digunakan untuk menentukan komponen ragam tersebut yaitu :
Ragam lingkungan (σ²e) = M3/r
Ragam genetik (σ²g) = (M2 – M3)/r
Ragam fenotipik (σ²p) = σ²g + σ²e
Selain itu, dilakukan juga analisis untuk menduga nilai heritabilitas arti
luas (h²bs), menghitung nilai Koefisien Keragaman Genetik (KKG), dan analisis
korelasi antar karakter yang diamati. Rumus yang digunakan untuk masingmasing analisis tersebut yaitu :
1. Nilai heritabilitas dalam arti luas (h²bs) merupakan rasio ragam genetik
terhadap ragam fenotipik dan nilai duganya ditentukan menggunakan rumus :
h²bs = σ²g / σ²p.

12
2. Nilai Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dihitung dengan rumus :
KKG =
σ²g = nilai duga ragam genetik ,

x 100%
= rataan umum peubah.

3. Analisis korelasi antar karakter yang diamati menggunakan rumus :

= koefisien korelasi

r

dan

= nilai pengamatan pada karakter-karakter yang diamati

dan

= rataan nilai pengamatan pada karakter yang diamati

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lahan percobaan untuk melaksanakan penelitian ini adalah lahan seluas ±
2

800 m yang terletak pada ketinggian 233 meter diatas permukaan laut (dpl.)
dengan kondisi tanah yang bertekstur liat (Lampiran 5). Derajat kemasaman atau
pH tanah di lokasi penelitian tergolong masam dengan nilai pH 4.9. Kondisi
kemasaman tanah ini sangat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah.
Tanah yang masam dapat melepas kation yang sangat berbahaya bagi
perakaran karena terjadi proses keracunan kation tertentu seperti alumunium.
Selain itu proses pengikatan nitrogen oleh jasad renik dapat terganggu. Oleh
karena itu tanah yang masam dapat direklamasi dengan pengapuran (Nasoetion,
2002).
Menurut Silahooy (2008) perbaikan pH tanah mendekati pH netral dengan
pemberian kapur ini memungkinkan semua unsur hara berada dalam keadaan
tersedia bagi tanaman, sehingga aktivitas metabolisme dalam tanaman dapat
berjalan dengan baik dan secara langsung dapat berpengaruh terhadap
peningkatan daya hasil kacang tanah. Di lain pihak, berdasarkan penelitian
Sumaryo dan Suryono (2000) pemberian kapur dolomit dapat meningkatkan
jumlah bintil akar tanaman dan hasil kacang tanah. Pemberian kapur dolomit
sebanyak 500 kg/ha dalam penelitian ini lebih ditujukan untuk membantu tanaman
kacang tanah dalam membentuk polong.
Hasil analisis tanah pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa kadar N
(nitrogen) dan P (fosfor) tergolong sangat rendah dengan nilai berturut-turut
sebesar 0.07% dan 1.3 ppm, sedangkan kadar K (kalium) tergolong tinggi dengan
nilai sebesar 57 ppm. Selain itu kadar Ca (kalsium) pada lahan percobaan
tergolong sedang yaitu sebesar 217.8 ppm.
Menurut Ispandi dan Munip (2004) hara K merupakan hara yang paling
banyak diserap kacang tanah setelah hara N dan bersama dengan hara P sangat
penting dalam pembentukan polong dan pengisian biji kacang tanah. Selain itu,
ditambahkan Silahooy (2008) dalam penelitiannya bahwa pemberian K
berpengaruh terhadap hasil kacang tanah yaitu bobot biji per tanaman. Di lain

14
pihak, menurut Adisarwanto (2001) hara fosfor mempunyai peranan sangat
penting dalam pembentukan polong, mengurangi jumlah polong hampa, dan
mempercepat matangnya polong kacang tanah.
Kandungan C-organik di lahan percobaan tergolong sangat rendah yaitu
sebesar 0.79% (Lampiran 5). Berdasarkan hasil penelitian Lana (2009) pemberian
pupuk kandang sapi sebagai salah satu pupuk organik ke dalam tanah dapat
meningkatkan kandungan C-organik tanah. Menurut Notohadiprawiro (2006) Corganik merupakan bahan organik yang siap dirombak oleh mikroorganisme tanah
menjadi humus yang sangat bermanfaat sebagai penyedia unsur hara bagi
tanaman. Selama masa tumbuh tanaman semusim seperti kacang tanah, sekitar
50% C-organik yang dialih tempatkan dari bagian atas tanaman ke akar
dilepaskan dalam bentuk C-organik, dan 20% dilepaskan ke dalam tanah dalam
bentuk CO2 melalui pernapasan akar. Selebihnya, sebesar 30% sampai masa
pertumbuhan tanaman tetap berupa akar utuh.
Lampiran 5 juga menunjukkan bahwa C/N rasio memiliki nilai yang
tergolong sedang. Nilai C/N rasio merupakan perbandingan karbon dan nitrogen
yang terkandung dalam suatu bahan organik. Nilai C/N rasio yang semakin besar
menunjukkan bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna, sedangkan
nilai C/N yang semakin kecil menunjukkan bahan organik sudah terdekomposisi
dan hampir menjadi humus.
Pada penelitian ini tidak dilakukan pengendalian terhadap hama dan
penyakit. Hama yang umumnya banyak ditemukan di lahan percobaan yaitu
belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura), dan Anoplocnemis phasiana
dari ordo Hemiptera famili Coreidae.
Saat tanaman berumur 3 MST, hama ulat grayak sudah mulai menyerang
tanaman, sehingga banyak tanaman muda yang kehilangan sebagian besar
daunnya. Namun, serangan ulat grayak pada 3 MST ini tidak terlalu
membahayakan, karena dari populasi sebanyak 200 tanaman di setiap petak
percobaan tidak lebih dari 2 % tanaman yang terserang hama ini. Hama lainnya
mulai menyerang tanaman dalam jumlah yang cukup banyak pada 8 MST dengan
tingkat serangan yang tidak membahayakan tanaman kacang tanah.

15
Di lain pihak, penyakit bercak daun mulai terlihat menyerang tanaman
dalam intensitas yang rendah pada saat 8 MST, kemudian intensitas serangannya
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman hingga saat
panen. Menurut Semangun (2004) pada cuaca lembab penyakit berkembang cepat
pada saat tanaman berumur 40-45 hari, sedangkan pada cuaca kering penyakit
berkembang pada umur 70 hari.

A

B

C

D

Gambar 1. Penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah. Bercak daun
(A), karat (B), layu bakteri (C), dan virus belang (D).

Selain penyakit bercak daun, terdapat beberapa penyakit lain yang
menyerang tanaman, diantaranya karat (Puccinia arachidis), layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum), dan virus belang (Peanut Stripe Virus/PStV).
Gejala-gejala penyakit tersebut secara visual dapat dilihat pada Gambar 1.
Penyakit karat ditandai dengan gejala berupa bercak-bercak kecil berwarna
kuning atau jingga pada permukaan daun bagian bawah dan dalam beberapa hari
bercak-bercak akan berubah menjadi bintil-bintil berwarna coklat menyerupai
karat (Nugrahaeni, 1993; Saleh, 2010). Bercak-bercak tersebut sebenarnya
merupakan uredinia jamur yang berisi spora (urediniospora). Jamur karat dapat

16
menginfeksi tangkai dan batang tanaman. Berbeda dengan penyakit bercak daun,
penyakit karat mengakibatkan daun menjadi kering tetapi masih tetap melekat
pada batang atau cabang (Saleh, 2010).
Tanaman yang terserang penyakit layu bakteri terlihat layu, daun
mengering, dan bahkan tanaman bisa mati. Hal ini disebabkan sumbatan massa
bakteri pada pangkal batang sehingga tanaman tidak mendapat suplai air dan hara
(Purwono dan Purnamawati, 2009). Semua stadia tumbuh kacang tanah peka
terhadap penyakit layu bakteri. Tingkat kematian tanaman dapat mencapai 100%
pada tanaman yang peka dari stadia kecambah hingga sebelum berbunga
(Nugrahaeni, 1993).
Gejala khas dari serangan virus PStV berupa belang-belang agak bulat
pada daun yang warnanya kontras dengan warna daun. Penularan virus ini dapat
melalui biji (0.5-2.0%) dan melalui serangga vektor, yaitu Aphis craccivora dan
Aphis glycines. Penggunaan varietas tahan merupakan cara terbaik untuk
mengendalikan penyakit ini (Nugrahaeni, 1993).

Keragaan Umum Karakter Genotipe yang Diuji
Terdapat perbedaan pada keragaan beberapa karakter untuk 20 genotipe
kacang tanah yang telah diuji. Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 1% untuk karakter tinggi
tanaman, jumlah cabang, panjang batang utama berdaun hijau, persentase panjang
batang utama berdaun hijau, kadar klorofil, jumlah polong total, jumlah polong
bernas, bobot 100 butir biji, dan bobot brangkasan. Karakter yang berbeda nyata
pada taraf 5% terdapat pada indeks panen kering, sedangkan untuk karakter yang
lainnya tidak berbeda nyata, yaitu jumlah polong cipo, bobot polong total, bobot
polong bernas, bobot polong cipo, bobot biji per tanaman, dan bobot biji/ubinan.
Menurut Gomez dan Gomez (1995) nilai koefisien keragaman (KK)
menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang diperbandingkan dan
merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan. Nilai koefisien keragaman
sampai 20% menandakan ketepatan suatu percobaan cukup akurat, sedangkan
nilai koefisien keragaman yang lebih dari 20% menandakan ketepatannya tidak
cukup akurat.

17
Tabel 2. Rekapitulasi Uji F Karakter pada 20 Genotipe Kacang Tanah.
Karakter
Tinggi tanaman
Jumlah cabang
Panjang batang utama berdaun hijau
Persentase panjang batang utama berdaun
hijau
Kadar klorofil
Jumlah polong total
Jumlah polong bernas
Jumlah polong cipo a
Bobot polong total
Bobot polong bernas
Bobot polong cipo a
Bobot biji per tanaman
Bobot 100 butir biji
Bobot brangkasan
Indeks panen kering
Bobot biji/ubinan

3.11**
5.72**
21.18**
12.22**

0.0014