Uji daya hasil galur-galur generasi lanjut kacang tanah (Arachis Hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun

RINGKASAN
WAHYU JUNAEDI. Uji Daya Hasil Galur-galur Generasi Lanjut Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun (Dibimbing oleh
YUDIWANTI WAHYU E.K.)
Kacang tanah merupakan palawija penting kedua setelah kedelai di
Indonesia. Permintaan terhadap kacang tanah selalu meningkat tiap tahun, akan
tetapi produksi dalam negeri tidak dapat menyuplai semua kebutuhan tersebut
sehingga sebagian harus mengimpor. Rendahnya produksi kacang tanah di
Indonesia salah satunya disebabkan oleh penyakit bercak daun yang apabila tidak
dikendalikan dapat menurunkan produktivitas.
Salah satu upaya untuk menekan serangan penyakit bercak daun yaitu
dengan merakit varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun
melalui metode pemuliaan tanaman. Penelitian ini sudah sampai pada tahap
pengujian untuk mempelajari daya hasil dari galur-galur generasi lanjut kacang
tanah tahan penyakit bercak daun.
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang IPB dari bulan
Maret sampai Juli 2010. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16
galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan yang digunakan adalah 16 galur GWS hasil persilangan varietas
Gajah dengan galur introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun serta

empat varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima.
Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan
tiga ulangan. Analisis data menggunakan sidik ragam atau uji F pada 5 % dan
apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji t-Dunnett. Selain itu dilakukan
analisis ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman genetik
(KKG), nilai heritabilitas arti luas (h²), koefisien korelasi, dan analisis lintas.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan keragaan pada galurgalur generasi lanjut yang diuji untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang,
kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 biji,
sedangkan karakter lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan

ii

hasil analisis lintasan, karakter jumlah polong total dan bobot polong bernas
memiliki pengaruh langsung terhadap bobot biji per tanaman. Karakter jumlah
polong bernas berpengaruh tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman
melalui jumlah polong total, sedangkan bobot polong total berpengaruh tidak
langsung terhadap bobot biji per tanaman melalui bobot polong bernas.
Seleksi dilakukan dengan menggunakan karakter jumlah polong total,
jumlah polong bernas, dan persentase panjang batang berdaun hijau. Terseleksi
sembilan galur yang berdaya hasil tinggi dan cenderung lebih tahan penyakit

bercak daun dibandingkan varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D,
GWS79A, GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D, dan
GWS18A1.

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI LANJUT
KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

WAHYU JUNAEDI
A24061238

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


Judul

: UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI
LANJUT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN

Nama

: WAHYU JUNAEDI

NIM

: A24061238

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS.
NIP. 19631107 198811 2 001


Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir Agus Purwito, MSc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Wahyu Junaedi, dilahirkan di Sumedang, Jawa
Barat pada tanggal 18 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Udin Tahyudin dan Ibu Juju.
Penulis memulai jenjang pendidikan di TK PGRI Kabupaten Sumedang,
selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Darongdong
Buahdua Kabupaten Sumedang dan lulus pada tahun 2000, setelah itu penulis
melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Buahdua Kabupaten Sumedang dan
lulus pada tahun 2003. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 21
Kota Bandung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 penulis

diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Forum
Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) periode (2007-2009). Selain itu, penulis
juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman
pada tahun 2010.

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul Uji Daya Hasil Galur-Galur
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK. MS, selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, masukan, dan nasehat dari awal penelitian hingga skripsi
selesai.
2. Dr. M. Syukur SP. MSi, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama menjalani studi.
3. Ayah dan Ibu beserta keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala
aktivitas penulis.
4. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 43 yang telah memberikan

motivasi dan saran.
5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukanya.

Bogor, Desember 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................


viii

PENDAHULUAN....................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan .............................................................................................
Hipotesis .........................................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Botani..............................................................................................
Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit .......
Penyakit Bercak Daun .....................................................................
Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas...........................................

3

3
4
6
7

BAHAN DAN METODE.........................................................................
Tempat dan Waktu...........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode ............................................................................................
Pelaksanaan .....................................................................................
Pengamatan .....................................................................................
Analisis Data ...................................................................................

10
10
10
10
11
12
13


HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
Kondisi Umum ................................................................................
Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji ...........................
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun
Hasil dan Komponen Hasil ..............................................................
Pendugaan Parameter Genetik .........................................................
Korelasi dan Sidik Lintas.................................................................
Seleksi Galur-Galur Terbaik Kacang Tanah .....................................

15
15
17
18
21
25
27
32

KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................

Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

35

LAMPIRAN.............................................................................................

38

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman


1. Analisis Komponen Ragam................................................................

13

2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor ..................................................

15

3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai
Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji .....

18

4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang
Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun.............

19

5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong
Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas......................

22

6. Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil
Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering.....

24

7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah ................

25

8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang
Tanah tahan penyakit Bercak Daun....................................................

28

9. Koefisien Lintas pada Karakter yang Diamati terhadap Bobot Biji
per Tanaman......................................................................................

29

10. Urutan Genotipe Berdasarkan Jumlah Polong Total, Jumlah Polong
Bernas, dan Persentase Batang Berdaun Hijau ...................................

32

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit
Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. Varietas Zebra Putih
(toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan) ........

16

2. Diagram Lintasan Beberapa Karakter Kacang Tanah dengan Bobot
Biji per Tanaman Kacang Tanah ..........................................................

30

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman ................................................

39

2. Sidik Ragam Karakter Jumlah Cabang.................................................

39

3. Sidik Ragam Karakter Persentase Panjang Batang Berdaun Hijau........

39

4. Sidik Ragam Karakter Kadar Klorofil ..................................................

39

5. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Total.........................................

40

6. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Cipo ........................................

40

7. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Bernas .......................................

40

8. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Total ..........................................

40

9. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Cipo ...........................................

41

10. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Bernas......................................

41

11. Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Tanaman .................................

41

12. Sidik Ragam Karakter Bobot 100 Biji................................................

41

13. Sidik Ragam Karakter Bobot Brangkasan .........................................

42

14. Sidik Ragam Karakter Indeks Panen kering .......................................

42

15. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah .............................................

43

16. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah...........................................

44

17. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Sima ..............................................

45

18. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Zebra Putih ....................................

46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan palawija penting kedua
setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, namun
saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis.
Kacang tanah merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang benilai gizi tinggi.
Permintaaan terhadap produk kacang tanah tetap tinggi tiap tahunnya.
Peningkatan

kebutuhan

kacang

tanah

nasional

berkaitan

erat

dengan

meningkatnya industri pangan dan pakan (Kasno, 2006). Balitan (2010)
melaporkan hingga saat ini kebutuhan nasional kacang tanah masih harus
dipenuhi dari impor sekitar 200 000 ton per tahun karena konsumsi yang terus
meningkat. Di samping itu terjadi kesenjangan hasil kacang tanah antara di tingkat
petani dengan tingkat penelitian masih cukup tinggi yaitu 1.2 ton/ha berbanding
dengan 2 ton/ha.
Produksi kacang tanah di Indonesia dalam lima tahun terakhir (tahun 2005
sampai 2010) terus menurun dari 0.84 juta ton menjadi 0.77 juta ton, begitu juga
luas area panennya yaitu 0.72 juta ha menjadi 0.63 juta ha, sedangkan
produktivitas kacang tanah naik dari 1.16 ton/ha menjadi 1.21 ton/ha (BPS, 2011).
Produktivitas ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi
hasilnya. Produksi kacang tanah yang menurun dan rendahnya produktivitas
disebabkan oleh teknik budidaya yang belum memadai, minimnya penggunaan
benih unggul serta serangan hama dan penyakit.
Salah satu penyakit utama pada kacang tanah di Indonesia adalah bercak
daun. Penyakit ini disebabkan oleh fungi yaitu Cercospora arachidicola dan
Cercosporidium personatum (Berk. and Curt). Serangan yang parah menyebabkan
daun mengering dan rontok sehingga dapat menurunkan hasil lebih dari 50 % jika
tidak dikendalikan dengan baik dan benar (Adisarwanto, 2001).
Peningkatan produksi kacang tanah tidak terlepas dari penggunaan varietas
unggul. Pemuliaan tanaman ditujukan untuk memperbaiki potensi genetik
tanaman sehingga dapat beradaptasi pada agroekosistem tertentu dengan hasil

2
tinggi dan sesuai selera konsumen. Perakitan varietas baru dengan daya hasil
tinggi dan tahan penyakit merupakan salah satu contohnya.
Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu uji daya hasil. Galur
yang terbukti mempunyai daya hasil tinggi dapat diajukan untuk dilepas sebagai
varietas baru. Hasil evaluasi ini berguna untuk mengetahui manfaat suatu genotipe
sehingga diketahui genotipe yang dapat dijadikan varietas budidaya, genotipegenotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut, dan genotipe yang dapat dijadikan tetua
dalam hibridisasi selanjutnya (Allard, 1960). Pembentukan varietas unggul
dilengkapi dengan teknik budidaya yang baik, akan menghasilkan peningkatan
produksi dan produktivitas kacang tanah.
Genotipe yang diuji merupakan hasil pemuliaan Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Genotipe ini berasal dari persilangan
antara varietas Gajah dengan galur introduksi tahan penyakit bercak daun GPNCWS4. Seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil
tinggi telah dilakukan sebelumnya dan dalam penelitian ini 16 galur terseleksi
dilakukan pengujian untuk daya hasil.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi
lanjut kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun hasil
pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Hipotesis
Terdapat paling sedikit satu galur generasi lanjut yang lebih unggul dan
lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan dengan varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Kacang tanah termasuk ke dalam Famili Fabaceae, Genus Arachis, dan
spesies Arachis hypogaea. Kacang tanah lebih cocok ditanam pada musim
kemarau, dengan kecukupan air irigasi. Jenis tanah yang ideal yaitu lempung
berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Kemasaman (pH) tanah yang
optimal adalah sekitar 6.5 - 7.0 (Pitojo, 2005).
Bunga kacang tanah mulai muncul dari ketiak daun pada bagian bawah
tanaman yang berumur antara 4 - 5 minggu dan berlangsung hingga umur sekitar
80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu, berukuran kecil, dan terdiri
atas empat daun tajuk. Bunga kacang tanah pada umumnya melakukan
penyerbukan sendiri. Penyerbukan terjadi menjelang pagi, sewaktu bunga masih
kuncup (kleistogami). Penyerbukan silang dapat terjadi, namun persentasinya
sangat kecil, sekitar 0.5 %. Bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya
bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama sejak bunga pertama muncul.
Bunga yang muncul selanjutnya sebagian besar akan gugur sebelum menjadi
ginofor (Pitojo, 2005).
Iklim berpengaruh besar terhadap pertanaman kacang tanah. Cahaya,
curah hujan, dan suhu mempunyai efek langsung terhadap tanaman. Kacang tanah
berdasarkan

tipe

fotosintesisnya

merupakan

tanaman

C3

dan

cahaya

mempengaruhi fotosintesis serta respirasi. Kanopi kacang tanah responsif
terhadap peningkatan intensitas cahaya matahari terutama saat pembungaan.
Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembungaan akan menghambat
pertumbuhan vegetatif (Adisarwanto et al., 1993). Intensitas cahaya yang rendah
pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Disamping itu
rendahnya intensitas penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan
jumlah dan berat polong serta meningkatkan jumlah polong hampa (Adisarwanto
et al., 1993).
Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh
atau dapat menjadi kendala hasil kacang tanah. Hujan yang cukup pada saat tanam
sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik dan distribusi

4
curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan
vegetatif. Jika curah hujan terlau tinggi pada fase vegetatif maka akan
menurunkan hasil. Demikian pula apabila hujan turun agak banyak pada saat
panen akan menyebabkan biji berkecambah. Kelembaban tanah yang cukup pada
awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pembentukan polong sangat penting
untuk mendapatkan produksi tinggi (Adisarwanto et al., 1993).
Suhu tanah merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu tanah kurang dari 18 °C,
kecepatan perkecambahan akan lambat. Suhu tanah > 40 °C akan mematikan
benih yang baru ditanam. Respon varietas terhadap suhu berbeda-beda. Kecepatan
tumbuh tanaman kacang tanah akan meningkat dengan meningkatnya suhu dari
20 °C menjadi 30 °C. Suhu untuk pertumbuhan optimum berkisar antara 27 °C
dan 30 °C tergantung pada masing-masing varietas. Suhu udara berpengaruh pula
terhadap masalah pembungaan. Pada fase generatif suhu maksimum terletak
antara 24 °C dan 27 °C. Suhu udara diatas 33 °C akan mempengaruhi benang sari.
Inisiasi ginofor akan naik apabila suhu udara naik dari 19 °C menjadi 23 °C. Suhu
tanah maksimum untuk perkembangan ginofor adalah 30 - 34 °C. Bentuk polong
menjadi kecil dan keras apabila suhuudara dan suhu tanah tinggi (Adisarwanto et
al., 1993).
Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit
Pemuliaan kacang tanah di Indonesia dimulai sejak tahun 1930-an oleh
para pemulia Belanda, setelah Indonesia merdeka diteruskan oleh pemulia
Indonesia. Pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru harus
memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai dengan pola
tanam setempat, dan sesuai dengan keinginan pengguna (Kasno, 1993).
Program pemuliaan tanaman yang ditujukan untuk merakit varietas yang
tahan penyakit harus dimulai dengan gen yang memberikan resistensi. Resistensi
yang paling berguna yaitu jika gen donor berasal dari spesies yang sama. Selain
itu bisa juga dari spesies lain yang memiliki kekerabatan cukup dekat atau melalui
agen mutagen (Allard, 1989).

5
Metode pemuliaan untuk resistensi terhadap penyakit tidak berbeda secara
mendasar dari pemuliaan untuk karakteristik lain. Sehingga beberapa macam
metode pemuliaan yang cocok untuk tanaman yang bersangkutan dapat digunakan
dalam mengembangkan varietas tahan penyakit dan hama, dengan syarat gen
pemberi resistensi telah ditemukan. Apabila gen untuk resistensi terdapat pada
varietas komersil, seleksi di dalam varietas ini hampir selalu memberi metode
yang paling mudah dan paling memuaskan dalam mengembangkan strain resisten
(Allard, 1989).
Allard (1989) menambahkan jika tidak ditemukan resistensi pada varietas
komersil, tetapi hanya terdapat pada tipe yang tidak unggul secara komersil
karena sifat agronominya yang tidak cocok maka metode backcross atau metode
pedigree biasanya digunakan. Metode backcross digunakan jika tetua yang
resisten hanya menyumbangkan gen resisten dan tidak unggul dalam sifat
agronomi lainnya. Sedangkan jika tetua resisten tidak hanya memiliki gen resisten
tetapi dapat memperbaiki sifat agronomi lainnya maka metode pedigree dapat
dipilih.
Adisarwanto (2004) menambahkan bahwa prinsip dasar kegiatan
persilangan pada kacang tanah dapat dilakukan jika sudah diketahui dengan pasti
periode berbunga yang bersamaan antara tetua jantan dan betina dari induk yang
akan disilangkan. Periode persilangan yang efektif untuk mencapai persentase
keberhasilan yang tinggi adalah selama dua minggu sejak bunga pertama.
Beberapa kegiatan secara simultan dalam mengevaluasi varietas atau galur
introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi), maupun galur hasil mutasi buatan
pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai calon varietas baru.
Dari galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau dievaluasi mengenai
potensi daya hasil. Pengujian atau evaluasi potensi daya hasil dan persyaratan
kriteria yang lain merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas
unggul. Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah uji daya hasil pendahuluan,
uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (Adisarwanto, 2004).

6
Penyakit Bercak Daun
Penyakit bercak daun selalu terdapat pada daun kacang tanah yang
menjelang masak. Hal ini sedemikian lazimnya sehingga dianggap sebagai
keadaan yang biasa, bahkan banyak petani yang berpendapat bahwa datangnya
penyakit ini menandakan tanaman sudah hampir masak. Penyakit bercak daun
disebabkan oleh dua macam jamur, yaitu Cercosporidium personatum (Berk. Et
Curt.) Deighton dan Cercospora arachidicola Hori. C. personatum menyebabkan
penyakit bercak daun hitam sedangkan C. arachidicola menyebabkan penyakit
bercak daun cokelat (Semangun, 1991)..
C. arachidicola Hori membentuk konidium pada kedua permukaan daun,
meskipun lebih banyak pada permukaan atas. Stroma kecil, dengan garis tengah
25 – 100 µm, coklat tua. Rumpun konidiofor jamur ini kecil-kecil, sehingga tidak
terllihat dengan mata biasa. Rumpun konidiofor terdapat pada kedua sisi daun,
bahkan banyak yang terdapat pada sisi atas (Semangun, 1991).
Semangun (1991) juga mengemukakan bahwa serangan C. arachidicola
datang lebih awal daripada C. personatum, sehingga penyakit yang disebabkannya
disebut bercak daun awal (early leaf spot). Hardiningsih (1993) menambahkan
bahwa gejala bercak daun awal berupa bercak-bercak berbentuk bulat kadang
tidak teratur dengan diameter 1 – 10 mm, berwarna cokelat tua sampai hitam pada
permukaan bawah daun dan cokelat kemerahan sampai hitam pada permukaan
atas. Selalu terdapat halo berwarna kuning yang jelas.
C. personatum lebih banyak ditemui dan lebih merugikan daripada C.
arachidicola. Selain itu, timbulnya gejala juga lebih lambat sehingga sering
disebut sebagai bercak daun lambat (late leaf spot). Pada daun kacang tanah
jamur membentuk bercak-bercak yang umumnya bulat, dengan garis tengah 1 - 5
mm, meskipun kadang-kadang sampai 15 mm. Bercak mempunyai halo kuning
yang tipis. Dari sisi atas bercak berwarna coklat dan dari sisi bawah tampak hitam
dengan titik-titik hitam yang terdiri dari rumpun-rumpun konidiofor. Jamur dapat
juga menyerang tangkai daun, daun penumpu, batang, dan ginofor (Semangun,
1991).
Hardiningsih (1993) menyatakan siklus hidup dan epidemologi patogen
penyakit bercak daun dimulai dari keberadaan konidia. Konidia yang terdapat

7
pada sisa tanaman dalam tanah merupakan sumber inokulum pertama. Selain itu
askuspora, klamidospora, dan potongan miselium juga merupakan inokulum yang
potensial. Konidia C. arachidicola berkecambah membentuk satu atau beberapa
tabung kecambah kemudian masuk ke dalam stomata yang terbuka atau
menembus sel epidermis secara langsung. C. personatum menghasilkan haustoria
interseluler, sedangkan C. arachidicola tidak demikian.
Daun kacang tanah yang dalam keadaan basah dengan suhu berkisar antara
25 – 31 °C, bercak dapat berkembang dalam waktu 10 – 14 hari. Konidia
disebarkan oleh angin, percikan air, dan serangga. Puncak penyebaran konidia
terjadi bersama waktu turunnya embun (pagi hari) dan waktu turun hujan.
Penyebaran konidia C. arachidicola mencapai 2.7 m di atas permukaan tanah
(Hardiningsih, 1993).
Penyakit bercak daun kacang tanah terdapat pada setiap pertanaman
kacang tanah. Daerah penyebarannya sangat luas meliputi Asia, Afrika, Amerika,
dan Australia. Tanaman kacang tanah yang terserang bercak daun dan tidak
disemprot dengan fungisida, akan menderita kehilangan hasil polong hingga lebih
dari 50 %. Dari percobaan-percobaan diketahui bahwa produksi tanaman kacang
tanah meningkat 50 – 100 % jika kedua penyakit ini dikendalikan. Tanaman yang
terserang penyakit bercak daun akan bertambah parah kondisinya jika diikuti oleh
infeksi karat daun (Hardiningsih, 1993).
Konidium kedua macam jamur penyebab penyakit bercak daun sebagian
besar dipencarkan oleh angin dan serangga. C. personatum memencar sangat
cepat, sehingga dalam waktu 7 hari intensitas penyakit dapat meningkat 10 kali,
sedangkan untuk C. arachidicola diperlukan waktu 23 hari. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kelembaban. Dalam cuaca kering penyakit baru berkembang
banyak jika tanaman berumur 70 hari, sedang dalam cuaca lembab hal ini terjadi
pada umur 40 – 45 hari (Semangun, 1991).
Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas
Kemajuan seleksi yang dilakukan dapat dilihat dari nilai heritabilitasnya.
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap
varian total (varian fenotipe) yang biasa dinyatakan dalam persen (%) (Allard,

8
1960). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) heritabilitas adalah parameter
genetik yang digunakan untuk menduga variabilitas penampilan suatu genotip
dalam populasi yang disebabkan oleh peranan faktor genetik.
Nilai heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan beberapa metode,
antara lain dengan menggunakan metode analisis komponen ragam. Analisis
komponen ragam digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas. Metode
lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas adalah metode
parent-offspring. Metode parent-offspring digunakan untuk menduga nilai
heritabilitas arti sempit pada karakter kualitatif. Nilai heritabilitas diduga dengan
meregresikan nilai rata-rata turunan terhadap tetuanya.
Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase yang
berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas nol artinya keragaman fenotipe
hanya disebabkan oleh keragaman lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas satu
artinya keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh keragaman genotipe itu
sendiri. Semakin mendekati nilai satu, nilai heritabilitasnya semakin tinggi,
sebaliknya semakin mendekati nol nilai heritabilitasnya semakin rendah
(Poespodarsono, 1988). Heritabilitas suatu karakter yang tinggi menandakan
bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan,
sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman genotipe
dipengaruhi lingkungan (Rachmadi et al., 1996).
Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter yang digambarkan dari nilai
koefisien korelasinya. Nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan
rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1
atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin
mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah (Mattjik dan
Sumertajaya, 2002). Budiarti et al. (2004) mengemukakan nilai korelasi
merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan yang
lainnya, namun nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari
tingkat keeratan antar karakter tersebut. Maka untuk menguraikan koefisien
korelasi agar lebih bermakna dilakukan analisis lintas.
Penggunaan analisis lintas dapat menguraikan koefisien korelasi menjadi
pengaruh langsung dan tidak langsung (Marsito, 2003). Budiarti et al. (2004)

9
menyatakan bahwa penentuan karakter-karakter yang akan dijadikan kriteria
seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil,
korelasi antara karakter dengan hasil, dan selisih antara korelasi antar karakter dan
hasil dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil ( Gajah
e : nyata < Gajah
b : nyata > Jerapah
f : nyata < Jerapah
c : nyata > Zebra Putih
g : nyata < Zebra Putih
d : nyata > Sima
h : nyata < Sima

Semua genotipe yang diuji merupakan tanaman kacang tanah tipe tegak.
Trustinah (1993) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah tipe tegak memiliki

20
buku produktif pada batang utama, cabang primer, dan cabang sekunder,
tumbuhnya tegak, cabang sedikit (3-8 cabang). Jumlah cabang yang banyak akan
menghasilkan bunga yang banyak juga, tetapi hal ini akan ditentukan oleh jumlah
cabang yang produktif dan keberhasilan bunga yang membentuk polong.
Jumlah cabang memiliki rataan sebesar 5.4 cabang dengan kisaran 4.7
(GWS39D) – 7.1 (GWS79A) cabang. Varietas Gajah memiliki jumlah cabang
terbanyak diantara pembanding lainnya sebesar 5.1 cabang sehingga digunakan
sebagai pembanding. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan galur GWS79A dan
GWS134D yang nyata lebih banyak jumlah cabangnya dari varietas Gajah yaitu
sebesar 7.1 dan 6.8 cabang.
Daun tanaman yang terkena penyakit bercak daun akan timbul bercak
kuning kecokelatan dan jika semakin parah, daun akan kehilangan fungsinya
sebagai penghasil fotosintat. Serangan dimulai dari daun terbawah lalu menyebar
ke atas, sehingga yang tersisa biasanya daun-daun sebelah atas. Kusumo (1996)
menyatakan bahwa persentase panjang batang berdaun hijau berkorelasi dengan
ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Semakin tinggi persentasenya maka
tingkat ketahanannya semakin tinggi.
Karakter panjang batang berdaun hijau memiliki rataan 5.9 % dengan
kisaran 2.3 % (Gajah) – 8.4 % (GWS74A1). Hasil uji t-Dunnett untuk karakter
panjang batang berdaun hijau tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari
semua galur yang diuji. Hanya galur GWS74A1 yang cenderung memiliki
panjang batang berdaun hijau lebih tinggi dibandingkan pembandingnya. Hasil ini
sama dengan penelitian Oktafiani (2009) bahwa persentase panjang batang
berdaun hijau tidak memiliki perbedaan yang nyata. Meskipun tidak berbeda
nyata, varietas Gajah sebagai pembanding yang peka terbukti memiliki persentase
panjang batang berdaun hijau teredah. Hal ini menunjukkan galur-galur yang diuji
memang lebih tahan terhadap serangan penyakit bercak daun.
Bobot brangkasan menandakan efisiensi hasil fotosintat yang disimpan di
dalam jaringan tanaman. Hasil uji lanjut tidak memperlihatkan perbedaan yang
nyata antara galur yang diuji dengan varietas pembandingnya. Bobot brangkasan
memiliki kisaran 10.8 (Gajah) - 19.6 (GWS74A1) gram dengan rataan 14.9 gram.
Varietas Gajah sebagai pembanding yang peka memiliki bobot yang brangkasan

21
yang paling rendah, hal ini juga sejalan dengan rendahnya persentase panjang
batang berdaun hijau. Rendahnya bobot brangkasan varietas Gajah disebabkan
sebagian besar daun rontok karena terserang penyakit bercak daun.
Kloroplas merupakan organel dalam sel tanaman yang berperan dalam
proses fotosintesis. Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang berfungsi sebagai
penangkap energi matahari untuk dijadikan sumber energi dalam proses
fotosintesis selanjutnya. Semakin tinggi kadar klorofil dalam daun maka secara
fenotipe, warna daun akan semakin hijau. Sumarno dan Slamet (1993)
menyatakan kadar klorofil daun pada 10 MST berada pada akhir tahap pemacuan
pertumbuhan yang ditandai oleh tidak terjadinya penambahan bobot tajuk
tanaman. Oleh karena itu, analisis klorofil daun dilakukan antara 8 – 10 MST.
Kadar klorofil dapat digunakan untuk menduga ketahanan kacang tanah terhadap
penyakit bercak daun. Yudiwanti et.al (2006) menyatakan bahwa galur-galur yang
memilki tingkat ketahanan lebih baik ditandai dengan kandungan klorofilnya yang
lebih tinggi.
Karakter kadar klorofil daun memiliki rataan sebesar 0.057 µ mol/cm²
dengan kisaran 0.051 (GWS110A2) – 0.068 (GWS27C) µ mol/cm². Varietas
Zebra Putih digunakan sebagai pembanding karena memiliki kadar klorofil
tertinggi diantara pembanding lainnya. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata dari pembanding varietas Zebra Putih, sedangkan galur
GWS27C nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Hasil yang hampir sama
ditunjukkan dalam penelitian Prasetiyo (2008) yang mengevaluasi galur-galur
kacang tanah generasi sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan kadar klorofil
daun antara galur yang diuji dengan varietas pembanding Gajah.
Hasil dan Komponen Hasil
Karakter jumlah polong total memiliki rataan sebesar 9.7 polong dengan
kisaran 7.3 (GWS134A) - 12.3 (GWS134D) polong. Galur-galur yang diuji
sebagian besar memiliki jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas
pembanding meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Trustinah (1993)
mengemukakan bahwa jumlah polong dipengaruhi oleh keberhasilan pembungaan
dan pertumbuhan ginofor. Dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya sekitar 55 %

22
yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan
maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil.
Pembentukan biji dimulai setelah polong mencapai ukuran maksimum,
yaitu antara hari ke-52 hingga hari ke-57 setelah tanam, atau tiga minggu setelah
ginofor menembus tanah (Trustinah, 1993). Biji yang terisi penuh akan
menghasilkan polong bernas, sedangkan yang tidak terisi akan menjadi polong
cipo.
Hasil uji t-Dunnett pada jumlah polong bernas memperlihatkan bahwa
tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata dari semua varitas pembandingnya.
Jumlah polong bernas memiliki rataan sebesar 9.4 polong dengan kisaran 6.6
(GWS134A) - 11.8 (GWS134D ) polong bernas (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong
Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas
Galur
GWS18A1
GWS27C
GWS39B
GWS39D