Uji Multi Lingkungan Galur galur Harapan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L ) Tahan Penyakit Bercak Daun Rakitan IPB

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

MARIA AFNITA LELANG

UJI MULTI LINGKUNGAN GALUR-GALUR HARAPAN

KACANG TANAH (

Arachis hypogaea

L.)


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul : Uji Multi Lingkungan Galur-galur Harapan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun Rakitan IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014 Maria Afnita Lelang NRP A253114011


(4)

(5)

RINGKASAN

MARIA AFNITA LELANG. Uji Multi Lingkungan Galur-galur Harapan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun Rakitan IPB. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan HENI PURNAMAWATI.

Penyakit bercak daun merupakan salah satu penyakit utama yang sering dijumpai pada pertanaman kacang tanah. Pemuliaan tanaman kacang tanah salah satunya diarahkan untuk merakit tanaman yang berdaya hasil tinggi, tahan terhadap penyakit bercak daun serta dapat ditanam pada kondisi multilingkungan. Penggunaan varietas unggul, dapat menambah preferensi konsumen terhadap varietas unggul baru, kesesuaian lingkungan tumbuh dan menjadi peredam terjadinya endemik penyakit di suatu wilayah

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keragaan karakter agronomi, stabilitas hasil dan analisis lintas galur-galur harapan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun rakitan IPB. Pelaksanaan penelitian pada bulan Februari 2013 - September 2013. Tempat penelitian di Sukabumi, Kuningan, Sumedang dan Bogor. Menggunakan sepuluh galur-galur harapan kacang tanah yaitu GWS-18A1, GWS-39D, GWS-72A, GWS-73D, GWS-74A1, GWS-134D, GWS-110A1, GWS-110A2, GWS-134A, GWS-138A dan empat varietas unggul yaitu Gajah, Jerapah, Zebra dan Sima. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, persentase panjang batang utama berdaun hijau, bobot brangkasan, bobot polong kering, bobot biji kering, jumlah polong total, jumlah polong isi, bobot polong total, bobot polong isi, bobot biji tanaman, bobot 100 butir dan Indeks masak biji kulit. Menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan pada tiap lingkungan.

Analisis data untuk pengujian keragaan karakter agronomi menggunakan analisis ragam masing-masing lingkungan dan analisis ragam gabungan, jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan multiple range test). Analisis data untuk pengujian stabilitas hasil menggunakan metode stabilitas menurut Finlay dan Wilkinsons (1963), Eberhart dan Russel (1966) serta AMMI (Gauch 1988). Analisis data untuk pengujian analisis lintas karakter kuantitatif menggunakan analisis korelasi dilanjutkan analisis lintas.

Analisis ragam menunjukkan genotipe, lingkungan, interaksi genotipe dan lingkungan berbeda sangat nyata. Keragaan genotipe tertinggi yaitu tinggi tanaman oleh Sima, jumlah cabang dan jumlah polong isi oleh GWS-134A, persentase panjang batang utama berdaun hijau dan bobot brangkasan oleh GWS-73D. Bobot polong kering, jumlah polong total, bobot polong total, bobot polong isi, dan bobot biji tanaman oleh GWS-110A1. Jumlah polong isi oleh GWS-134A, bobot seratus biji oleh GWS-73D, indeks masak biji kulit oleh GWS-39D dan bobot biji kering oleh Gajah.

Metode stabilitas memberikan informasi suatu genotipe tergolong stabil atau spesifik lingkungan. Genotipe GWS-73D merupakan genotipe yang stabil menurut tiga metode stabilitas. Berdasarkan metode Finlay-Wilkinson dan Eberhart-Russel, genotipe GWS-110A1, GWS-110A2 dan GWS-134A merupakan genotipe yang stabil dengan daya adaptasi yang tinggi (general adaptability) pada semua lingkungan. Genotipe-genotipe tersebut menunjukkan


(6)

rataan hasil lebih tinggi berturut-turut yaitu 1.74, 1.55 dan 1.62 ton.ha-1 dari rataan total (1.46 ton.ha-1). Oleh AMMI, genotipe GWS-110A1 merupakan genotipe spesifik pada lingkungan Bogor, GWS-110A2 spesifik pada lingkungan Sukabumi dan GWS-134A spesifik pada lingkungan Kuningan. Metode AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) merupakan metode stabilitas yang paling sesuai untuk menganalisis stabilitas kacang tanah.

Berdasarkan analisis lintas, karakter bobot polong isi, bobot biji tanaman dan bobot polong kering merupakan karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi secara tidak langsung pada galur-galur harapan kacang tanah rakitan IPB.


(7)

SUMMARY

MARIA AFNITA LELANG. Multi-location trials of Peanut (Arachis hypogaea L.) Resistant to Leaf Spot Disease Promising Lines Developed by IPB. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan HENI PURNAMAWATI.

Leaf spot disease is one of the major diseases that are often encountered in peanuts cultivation. The breeding program of peanut plant is aimed to achieve high yield, resistant to leaf spot diseases and can be planted on multi environment conditions. The use of superior varieties can be used as preferences for consumers towards new superior varieties, the environment stability and to limit the occurrence of a disease in an endemic region.

The purpose of this research is to study the performance of agronomic character, yield stability and cross analysis of promising peanut cultivars (Arachis hypogaea L.) which resistant to leaf spot disease resistance assembeld by IPB. The research had been done from February until September 2013 located in Sukabumi, Kuningan, Sumedang and Bogor. Ten promising cultivars of peanut which are 18A1, 39D, 72A, 73D, 74A1, GWS-134D, GWS-110A1, 110A2-GWS, GWS-134A, GWS-138A and four super varieties namely Elephants, Giraffe, Zebra and Sima were tested. Variables measured were plant height, number of branches, length of main stem percentage leafy green, stover weight, dry weight of pods, dry seed weight, total number of pods, number of pods, pod weight total weight of pods, seed weight plant, weight of 100 grains and beans cook Index skin. A Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications was used for each environment.

The data analysis for the performance of agronomic characters for each environment was using analysis of variance and combined analysis of variance, if significantly different then would be proceed to DMRT (Duncan's multiple range tests). Data analysis to testing the stability of the results was using the stability method according Finlay and Wilkinsons (1963), Eberhart and Russell (1966), and AMMI (Gauch 1988). The data analysis for quantitative character was using correlation analysis then path analysis.

Analysis of variance showed that genotype, environment, interaction of genotype and environment were significantly different. The performances of genotype character result recorded were plant height showed by Sima, the number of branches and number of pods by GWS-134A, the percentage of green leafy main stem length and weight of stover by GWS-73D, the weight of dry pods, total number of pods, pod weight total weight of pods and seed weight of plants by GWS-110A1, number of pods by GWS-134A, the weight of hundred seeds by GWS-73D, ripe seed skin index by GWS-39d and dry seed weight by Gajah.

The stability methods gives information whether a genotype is categorized as relatively stable or requesting specific environment. Genotype GWS-73D is a stable genotype based on three methods of stability. Based on the method of Finlay-Wilkinson and Eberhart-Russell, genotype GWS-110A1, GWS-110A2 and GWS-134A are stable genotypes with high adaptability (general adaptability) in all environments. The genotypes showed higher mean results respectively are 1.74, 1.62 and 1.55 ton.ha-1 from the total average (1.46 ton.ha-1). Based on


(8)

AMMI method, the genotype GWS-110A1 is a specific genotype for Bogor environment, 110A2 is specific for Sukabumi environments and GWS-134A is specific for Kuningan environment. AMMI method (Additive Main Effects Multiplicative Interaction) is the most appropriate method to analyze the stability of peanuts.

Based on the path analysis, pod weight character, seed weight and pod dry weight are the characters that can be used as an indirect selection criterion on promising lines of peanut (Arachis hypogaea L.) Developed by IPB.

Keywords : Analysis of variance, correlation analysis, path analysis, stable, specific.


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

UJI MULTI LINGKUNGAN GALUR-GALUR HARAPAN

KACANG TANAH (

Arachis hypogaea

L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN RAKITAN IPB

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(12)

(13)

Judul Tesis : Uji Multi Lingkungan Galur-galur Harapan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun Rakitan IPB

Nama : Maria Afnita Lelang

NRP : A253114011

Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS Ketua

Dr. Ir. Heni Purnamawati M.Sc.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih adalah Uji multi lingkungan galur-galur harapan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun rakitan IPB. Tujuannya yaitu untuk mempelajari keragaan agronomi, stabilitas hasil dan analisis lintas galur-galur harapan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun rakitan IPB.

Penelitian dan penulisan tesis ini dibawah bimbingan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Heni Purnamawati MSc.Agr sebagai anggota Komisi pembimbing. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Komisi pembimbing yang telah memberikan bantuan, bimbingan, arahan dan motivasi dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta proses penulisan dan penyelesaian tesisi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Muhamad Syukur, SP. M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS sebagai koordinator Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas dukungan dan motivasi kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. yang mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah pendidikan Pascasarjana Instittut Pertanian Bogor (IPB).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Yayasan Cendana Wangi (SANDINAWA) yang telah memberikan beasiswa selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Timor (UNIMOR) dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Timor (UNIMOR) atas izin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut pertanian Bogor (IPB).

Terimakasih penulis haturkan kepada Bapak Lukas Lelang dan Ibu Tarhodji Ndolu kedua orang tua atas dukungan, doa dan cinta. Suami tercinta Florentinus Yuniadi Bere dan anak terkasih Gratcia Margaret Yunita Bere atas cinta dan kasih yang menjadi motivasi dan kekuatan bagi penulis. Bapak Agustinus Bere dan Ibu Agnes Teti Baria kedua mertua atas dukungan, doa dan cinta, Bapak Didimus Kumanireng sekeluarga, Bapak Stefanus Lelang sekeluarga, Bapak Jimmy Fonseca sekeluarga, Bapak Defrianus Lelang sekeluarga, Bapak Pedro Tito Monis sekeluarga, Keponaan-keponakan terkasih atas segala dukungan materil, moril dan doa selama penulis menempuh studi. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Rahmat, Bapak Sudrajad, Bapak Argani, Pak Edi, Pak Iwan, Saroh, Yusuf (Alm) dan rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu yang telah ikut mmembantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Bogor, September 2014 Maria Afnita Lelang


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan penelitian 2

1.3 Kerangka Pemikiran 2

1.4 Hipotesis 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kacang Tanah 5

2.2 Taksonomi dan Botani 5

2.3 Syarat Tumbuh 6

2.4 Pemuliaan Ketahanan Kacang Tanah terhadap Penyakit bercak daun

7

2.5 Penyakit Bercak Daun 8

2.6 Uji Multi Lingkungan 9

2.7 Interaksi Genotipe dan Lingkungan 10

2.8 Stabilitas Hasil 11

2.9 Korelasi dan Analisi Lintas 15

BAB 3 KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN RAKITAN IPB

18

3.1 Pendahuluan 19

3.2 Metode Penelitian 19

3.2.1 Tempat dan Waku Penelitian 19

3.2.2 Alat dan Bahan 20

3.2.3 Pelaksanaan Penelitian 20

3.2.4 Rancangan Penelitian 21

3.2.5 Analisis Data 22

3.3 Hasil dan Pembahasan 23

3.3.1 Keragaan Karakter Kuantatif Kacang Tanah 23 3.3.2 Produktivitas Biji Kering Kacang Tanah 38 3.4 Simpulan 41 BAB 4 ANALISIS STABILITAS GALUR-GALUR HARAPAN

KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN RAKITAN IPB

42

4.1 Pendahuluan 43

4.2 Metode Penelitian 44

4.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian 44

4.2.2 Bahan dan Alat 44


(16)

4.2.4 Rancangan Penelitian 45

4.3 Hasil dan Pembahasan 48

4.3.1 Analisis Finlay dan Wilkinsons (1963) 51 4.3.2 Analisis Elberhart dan Russell (1966) 54

4.3.3 Produktivitas Lingkungan 56

4.3.4 Analisis AMMI (1988) 57

4.3.5 Kriteria Stabilitas Genotipe 60

4.4 Simpulan 61

BAB 5 ANALIS LINTAS KARAKTER KUANTITATIF

PADA GALUR-GALUR HARAPAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

62

5.1 Pendahuluan 63

5.2 Metode Penelitian 64

5.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian 64

5.2.2 Bahan dan Alat 64

5.2.3 Prosedur Penelitian 64

5.3 Hasil dan Pembahasan 66

5.3.1 Korelasi Karakter Agronomi dengan Karakter Bobot Biji Kering

66 5.3.2 Analisis Lintas Karakter Bobot Biji kering 69

5.3.3 Penentuan Karakter-karakter untuk Menyusun Kriteria Seleksi

72

5.4 Simpulan 73

6 PEMBAHASAN UMUM 73

7 SIMPULAN DAN SARAN 76

7.1 Simpulan 76

7.2 Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

LAMPIRAN 86


(17)

DAFTAR TABEL

2.1 Tingkat korelasi dan kekuatan hubungan 15

3.1 Analisis ragam masing-masing lingkungan dengan model tetap 22 3.2 Analisis ragam gabungan menggunakan model campuran

(lingkungan acak, genotipe tetap)

23 3.3 Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan

dan interaksi genotipe dan lingkungan terhadap karakter kuantitatif kacang tanah

24

3.4 Tinggi tanaman empat belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

25 3.5 Jumlah cabang empat belas genotipe kacang tanah pada empat

lingkungan

26 3.6 Persentase panjang batang utama berdaun hijau empat belas

genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

27 3.7 Bobot brangkasan empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

28 3.8 Jumlah polong total empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

29 3.9 Jumlah polong isi empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

31 3.10 Bobot polong total empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

32 3.11 Bobot polong isi empat belas genotipe kacang tanah pada

empat belas lingkungan

33 3.12 Bobot biji tanaman empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

34 3.13 Bobot seratus biji empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

35 3.14 Indeks masak biji kulit empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

36 3.15 Bobot polong kering empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

37 3.16 Bobot biji kering empat belas genotipe kacang tanah pada

empat lingkungan

38 4.1 Analisis ragam gabungan menggunakan model campuran

(lingkungan acak, genotipe tetap)

45 4.2 Sidik ragam analisis stabilitas Elberhart dan Russell (1966) 47 4.3 Analisis ragam gabungan bobot biji kering (ton.ha-1) dari empat

belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

49 4.4 Rata-rata hasil bobot biji kering (ton.ha-1) dari empat belas

genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

49 4.5 Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas dari empat

belas genotipe kacang tanah pada pada lingkungan 1 ton.ha-1, 2 ton.ha-1 dan 3 ton.ha-1

52

4.6 Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode Elberhart dan Russell (1966)


(18)

4.7 Rataan hasil bobot biji kering (ton.ha-1) dari empat belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan, koefisien regresi, simpangan regresi dan kriteria stabilitas

54

4.8 Nilai indeks lingkungan pada empat lingkungan 56 4.9 Analisis ragam AMMI bobot biji kering (ton.ha-1) dari empat

belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

57 4.10 Kriteria stabilitas empat belas genotipe kacang tanah

berdasarkan tiga metode analisis stabilitas hasil

60 5.1 Nilai Koefisien Korelasi antar karakter kuantitatif pada

galur-galur harapan kacang tanah rakitan IPB

67 5.2 Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung karakter kuantitatif

pada galur-galur harapan kacang tanah rakitan IPB

71

DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram alur kegiatan penelitian 4

2.1 Penyatuan sifat tahan penyakit bercak daun hitam dan bercak daun coklat dari spesies Arachis diploid ke Arachis hypogaea tetraploid secara berahap (Syukur & Wahyu 2013).

7

2.2 Penyakit bercak daun pada kacang tanah: Cercosporidium personatum (Berk. et Curt.) dan Cercospora arachidicola Hori.

9 2.3 Interaksi pola populasi varietas yang diperoleh bila koefisien

regresi varietas diplot terhadap produksi rata-rata varietas (Finlay dan Wilkinson 1963)

13

2.4 Model diagram pada analisis lintas 17

3.1 Produktivitas biji kering (ton.ha-1) kacang tanah pada tiap genotipe

39 3.2 Produktivitas biji kering (ton.ha-1) kacang tanah pada tiap

lingkungan

39 4.1 Interaksi genotipe dan lingkungan bobot biji kering (ton.ha-1)

dari empat belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan uji

50

4.2 Diagram pencar koefisien regresi dengan bobot biji dari empat belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

53 4.3 Kurva kemiringan (slope) bobot biji kering (ton.ha-1)dari empat

belas genotipe kacang tanah pada empat lingkungan

53 4.4 Biplot AMMI 14 genotipe kacang tanah pada 4 lingkungan 58 5.1 Diagram lintas karakter kuantitatif pada galur-galur harapan

kacang tanah rakitan IPB

72

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Unggul Nasional 86


(19)

(20)

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kacang tanah merupakan salah satu komoditas palawija yang sangat penting untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, dimana selain sebagai bahan pangan yang gizinya tinggi juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan industri (Adisarwanto et al. 2000). Produktivitas kacang tanah di Indonesia selama 5 tahun terakhir (2009 - 2013) hanya mengalami sedikit peningkatan dari 1.25 ton.ha-1 menjadi 1.35 ton.ha-1 biji kering (BPS, 2013). Sementara itu, di tingkat penelitian dapat mencapai 2.0 ton.ha-1 biji kering (Koesrini et al. 2006). Rendahnya hasil kacang tanah ditingkat petani disebabkan penggunaan varietas yang tidak unggul, tidak tersedianya benih bermutu, cara bercocok tanam yang masih sederhana, kondisi lingkungan yang tidak sesuai dan serangan hama penyakit (Adisarwanto 2000).

Tanaman kacang tanah memiliki daya adaptasi luas, dapat tumbuh di lahan kering, lahan sawah maupun lahan bukaan baru atau marjinal (Adisarwanto et al. 1996). Salah satu penyakit utama pada kacang tanah yaitu penyakit bercak daun yang tersebar luas di pertanaman kacang tanah. Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua jenis fungi yaitu Cercospora arachidicola dan Cercosporidium personatum (Berk. et Curt) (Semangun 1991). Penyakit tersebut dapat mengakibatkan kehilangan hasil hingga 50-70% (Sudjadi 1989). Adisarwanto (2000), menyatakan bahwa pada tingkat serangan berat, bercak daun menjadikan tanaman melemah secara menyeluruh sehingga terjadi pengguguran daun (defoliasi), daun akan mengering dan rontok. Melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan perbaikan potensi hasil dan perbaikan daya adaptasi atau ketahanan tanaman agar lebih sesuai dengan lingkungan target.

Stabilitas hasil pada tanaman kacang-kacangan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki toleransi tanaman terhadap cekaman lingkungan fisik (kekeringan, genangan, penaungan dan rawan hara) dan toleransi terhadap serangan hama atau penyakit utama (Kasno et al. 2006). Program pemuliaan tidak hanya terfokus pada pengembangan varietas yang berdaya hasil tinggi, namun juga kemampuan varietas untuk beradaptasi dan stabil pada berbagai lingkungan tumbuh (Mulusew et al. 2009). Gauch (1992); De Lacy et al. (1996) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan terhadap genotipe dan interaksinya lebih banyak berperan pada uji multi lingkungan. Kedua faktor tersebut tidak selalu berinteraksi positif bahkan seringkali negatif dan untuk mendapatkan hasil interaksi genotipe dan lingkungan yang signifikan diperlukan pengujian multi lingkungan yang beragam (Falconer 1952; Fernandez 1991). Dalam percobaan multi lingkungan, setiap galur tanaman akan menunjukkan respon terhadap perubahan lingkungan dalam bentuk kemampuan tumbuh dan daya hasil galur. Perbedaan respon suatu tanaman antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya disebut pengaruh interaksi antara genotipe dengan lingkungan.

Kajian mengenai interaksi genotipe dengan lingkungan digunakan untuk menduga dan menyeleksi genotipe-genotipe yang berpenampilan stabil (stability of genotypes) pada berbagai lingkungan berbeda atau beradaptasi pada suatu lingkungan spesifik (adaptation of genotypes to specific environment) (Mattjik et


(22)

al. 2011). Pemulia dapat menggunakan interaksi genotipe dengan lingkungan untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lingkungan atau varietas yang beradaptasi luas (Kusumah 2010). Interaksi genotipe dan lingkungan dinyatakan sebagai perubahan keragaan dari dua atau beberapa genotipe pada dua atau beberapa lingkungan (Kang et al. 2002), sebagai respon genotipe yang berbeda terhadap lingkungan (Roy 2000). Selain faktor lingkungan dan interaksi genotipe dan lingkungan, perbedaan keragaan penampilan (fenotipe) dipengaruhi oleh genotipe tersebut. Loveless (1989) menyatakan bahwa jika dua atau lebih individu tanaman yang dipelihara dalam lingkungan yang sama maka perbedaan fenotipe apapun yang akan muncul, disebabkan oleh genotipenya masing-masing.

Perbedaan keragaan penampilan suatu genotipe juga disebabkan adanya hubungan yang erat antara peubah-peubah yang diamati. Analisis lintas tidak hanya memberikan informasi tentang keeratan hubungan antar karakter, tetapi juga menjelaskan mekanisme hubungan kausal antar karakter. Mekanisme hubungan kausal diperoleh dari penguraian koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung masing-masing karakter dan pengaruh tidak langsung masing-masing karakter melalui karakter lain (Singh dan Chaudhary 1985).

Pemuliaan tanaman diarahkan untuk mengembangkan varietas berdaya hasil tinggi, tahan terhadap beberapa penyakit, berumur genjah dan stabil bila ditanam pada lingkungan yang beragam dibeberapa agroekosistem (Sumarno 1982). Upaya untuk mendapatkan varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun dapat dilakukan pada kondisi multi lingkungan untuk menilai tingkat kestabilan dan mengetahui keragaan karakter agronomi galur-galur harapan kacang tanah hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB sebelum dilepas sebagai varietas baru.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang keragaan agronomi, stabilitas hasil dan analisis lintas galur-galur harapan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun rakitan IPB.

1.3 Kerangka Pemikiran

Total produksi kacang tanah dalam lima tahun terakhir (2009 sampai 2013) berfluktuasi dan cenderung menurun. Total produksi pada tahun 2009 sebesar 777 888 ton namun pada tahun 2013 total produksi kacang tanah mengalami penurunan hingga 701 680 ton (BPS 2013). Pada tahun 2013, ditingkat petani luas panen kacang tanah mencapai 519 056 ha menghasilkan produksi sebesar 701 680 ton dengan tingkat produktivitas yaitu 1.35 ton.ha-1 biji kering (BPS 2013). Kondisi ini relatif masih rendah dari tingkat kebutuhan nasional. Kebutuhan kacang tanah nasional sampai saat ini sebagian masih dipenuhi dari impor. Hal ini disebabkan karena produksi didalam negeri belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan, maka dilakukan impor kacang tanah. Volume impor rata-rata setiap tahun kurang lebih 180 573 ton (BPS 2012).


(23)

Rendahnya produkstivitas kacang tanah dapat disebabkan oleh penggunaan benih bermutu rendah, teknik budidaya yang belum optimal, serangan hama dan penyakit selama periode pertanaman dan kondisi lingkungan tumbuh (Sudarsono et al. 1996). Penyakit utama yang sering menyerang pertanaman kacang tanah dan dapat menyebabkan penurunan hasil adalah penyakit bercak daun. Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua patogen, yaitu Cercosporidium personatum dan Cercospora arachidicola. Pada pertanaman kacang tanah kedua patogen ini ditemukan namun waktu terjangkitnya yang berbeda. Cercosporidium personatum terjangkit sekitar satu bulan setelah Cercospora arachidicola terjangkiti. Oleh karena itu diperlukan penyatuan sifat ketahanan terhadap kedua patogen kedalam satu genotipe tanaman agar diperoleh ketahan lengkap dilapangan. Chalal dan Gosal (2002), menyatakan bahwa daya hasil yang stabil dapat diperoleh jika varietas yang dikembangkan juga memiliki ketahanan terhadap penyakit. Salah satu arah pemuliaan kacang tanah adalah mengembangkan varietas yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi.

Fenomena interaksi genotipe dengan lingkungan terhadap produkstivitas dan ketahanan terhadap penyakit sering tidak konsisten dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Hadi dan Sa’diyah (2004), menyatakan bahwa kajian ini penting dalam pemuliaan tanaman karena hasilnya dapat digunakan untuk menduga dan menyeleksi genotipe-genotipe yang berpenampilan stabil (stability of genotypes) pada berbagai lingkungan berbeda atau beradaptasi pada suatu lingkungan spesifik (adaptation of genotypes to specific environment). Namun upaya tersebut terkendala oleh terdapatnya korelasi negatif antara tingkat ketahanan dengan daya hasil berdasarkan kriteria seleksi gejala penyakit visual sehingga perlu dicari karakter yang mewaris kuat, berkorelasi positif dengan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak dan daya hasil, serta mudah diamati untuk dijadikan kriteria seleksi (Yudiwanti et al. 2007).

Pemulia Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB telah menghasilkan galur-galur kacang tanah tahan terhadap penyakit bercak daun hasil persilangan antara varietas Gajah dengan varietas introduksi yaitu GP-NCWS4. Variates Gajah memiliki sifat yang rentan terhadap penyakit bercak daun dan GP-NCWS4 tahan terhadap penyakit bercak daun. GP-NCWS4 merupakan hasil persilangan dari Arachis hypogaea dengan Arachis cardenasii yang merupakan spesies kerabat liar seksi Arachis diploid yang tahan terhadap penyakit bercak. Galur-galur kacang tanah tersebut perlu dievaluasi pada kondisi multi lingkungan untuk mendapatkan informasi keragaan karakter agronomi pada tiap-tiap lingkungan, galur-galur kacang tanah yang stabil atau beradaptasi luas dan mendapatkan karakter-karakter agronomi sebagai kriteria seleksi pada kacang tanah.


(24)

Gambar 1.1 Diagram alur kegiatan penelitian

1.4 Hipotesis

1. Terdapat beberapa galur terseleksi yang memiliki keragaan agronomi yang lebih baik.

2. Terdapat satu atau lebih galur harapan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) yang stabil dan berdaya hasil tinggi pada kondisi multi lingkungan yang diujikan.

3. Terdapat beberapa karakter agronomi yang memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap karakter hasil.

4. Terdapat metode analisis stabilitas yang lebih efektif.

Uji multi lingkungan di Kuningan

Persilangan varietas Gajah x GP-NCWS4

Uji multi lingkungan 10 Galur harapan kacang tanah

tahan penyakit bercak daun

4 varietas unggul nasional sebagai pembanding

Galur-galur harapan kacang tanah tahan penyakit bercak daun

Uji multi lingkungan di Bogor

Uji multi lingkungan di Sumedang

Uji multi lingkungan di Sukabumi

Analisis Stabilitas

Keragaan karakter agronomi galur –galur pada tiap

lingkungan

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh team peneliti

Data Multi lingkungan

Keragaan Karakter

Pengaruh langsung karakter-karakter

terhadap hasil

Pemilihan Galur-galur harapan kacang tanah stabil

atau beradaptasi luas Pemilihan metode

analisis stabilitas yang efektif

Pemilihan karakter untuk seleksi tak langsung terhadap


(25)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

Kacang tanah merupakan tanaman berupa semak yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali dilakukan oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika penanaman berkembang yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Kacang Tanah pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Cina dan Portugis. Sentra penanaman/produksi kacang tanah di Indonesia meliputi Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera utara dan Sumatera Barat. (Deptan 2013).

2.2 Taksonomi dan Botani

Secara taksonomi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam Kingdom Plantae, Divisio Spermathopyta, Sub Divisio Angiospermae, Kelas Dikotiledon, Ordo Polipetales, Famili Leguminose, Genus Arachis dan Spesies Arachis hypogaea. Vegetasi tanaman kacang tanah terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah (Rukmana 2009).

Sistem perakaran kacang tanah mempunyai akar tunggang, namun akar primernya tidak tumbuh secara dominan, yang berkembang adalah akar serabut, yang merupakan akar sekunder. Akar kacang tanah dapat tumbuh sedalam 40 cm. Pada akar tumbuh bintil akar atau nodul (Rukmana 2009).

Tipe pertumbuhan batang kacang tanah ada yang tegak dan ada yang menjalar (Chapman et al. 1976). Tipe tegak mempunyai percabangan yang tumbuh melurus ke atas dan umurnya genjah, yaitu antara 100 sampai 120 hari, sedangkan tipe menjalar mempunyai percabangan lebih panjang dan tumbuh ke samping, hanya bagian ujung yang mengarah ke atas. Umur tanaman tipe menjalar ini dapat mencapai enam bulan (Trustinah 1993). Dari batang utama timbul cabang primer yang masing-masing dapat membentuk cabang-cabang sekunder. Tipe tegak umumnya bercabang 3 sampai 6 cabang primer, yang diikuti oleh cabang sekunder, tersier, dan ranting.

Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun ini bertugas mendapatkan cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Daun mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan dan dimulai dari bagian bawah. Selain berhubungan dengan umur, gugur daun ada hubungannya dengan faktor penyakit (Rukmana 2009).

Bunga kacang tanah muncul dari ketiak daun bagian bawah pada umur antara 4 sampai 5 minggu dan hingga berumur sekitar 80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu, berukuran kecil, dan terdiri atas empat daun tajuk. Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiri dan biasanya terjadi menjelang pagi, sewaktu bunga masih kuncup (kleistogami). Penyerbukan silang dapat terjadi, namun persentasinya sangat kecil sekitar 0.5%. Polong yang terbentuk biasanya hanya pada bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama


(26)

sejak bunga pertama muncul. Bunga yang muncul selanjutnya sebagian besar akan gugur sebelum menjadi ginofor. Ginofor terbentuk setelah bunga mengalami penyerbukan yang akan berkembang menjadi polong. Ginofor ini merupakan pertumbuhan bagian meristem pada dasar ovarium di dalam bunga (Chapman et al.1976). Ginofor tersebut akan terus masuk menembus tanah sedalam 2 sampai 7 cm. Ginofor-ginofor yang letaknya lebih dari 15 cm dari permukaan tanah biasanya tidak dapat menembus tanah dan ujungnya mati (Trustinah 1993). Buah berbentuk polong terdapat dalam tanah, umumnya berisi 2 sampai 3 biji per polong. Bentuk polong ada yang berujung tumpul ada yang runcing. Polong tua ditandai oleh lapisan warna hitam pada kulit polong bagian dalam (Rukmana 2009).

2.3 Syarat Tumbuh

Kacang tanah memerlukan iklim yang lebih panas dibandingkan tanaman kedelai atau jagung pada suhu harian antara 25 sampai 35 0C tanaman kacang tanah tumbuh lambat, umurnya lebih lama, dan hasilnya kurang. Kelembaban yang dibutuhkan 65% sampai 75% (Deptan 2013). Kelembaban udara yang tinggi (lebih dari 80%) kurang menguntungkan bagi pertumbuhan kacang tanah karena akan memberikan lingkungan yang sangat baik bagi pertumbuhan penyakit bercak daun dan karat. Tanah yang terlalu lembap di samping menghambat pertumbuhan tanaman, juga mendorong pertumbuhan cendawan pembusuk akar.

Budidaya kacang tanah cocok di daerah dengan curah hujan sedang 800-1300 mm per tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi menyebabkan bunga sulit diserbuki dan zona perakaran terlalu lembab sehingga menyuburkan pertumbuhan jamur dan penyakit yang menyerang buah. Tanaman kacang tanah termasuk tanaman strata A, yakni tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh (100%). Adanya naungan yang menghalangi sinar matahari lebih dari 30% akan menurunkan hasil. Tanaman yang ternaungi tumbuh memanjang batangnya lemah, bunga dan polong yang terbentuk sangat sedikit. Budidaya kacang tanah idealnya berada di ketinggian 50 sampai 500 meter dari permukaan laut. Namun, tanaman ini bisa beradaptasi hingga ketinggian 1500 meter. Disamping itu rendahnya intensitas penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta meningkatkan jumlah polong hampa (Adisarwanto et al. 2000).

Tanaman kacang tanah memerlukan tanah yang strukturnya ringan, berdrainase baik, dan cukup unsur hara NPK, Ca dan unsur mikro. Tanah yang bertekstur lempung-berpasir, pasir-berlempung sangat cocok untuk kacang tanah. Jenis tanah yans sesuai seperti tanah regosol, andosol, latosol dan alluvial. Kacang tanah dapat dibudidayakan di lahan sawah berpengairan, sawah tadah hujan, lahan kering tadah hujan (Deptan 2013). Tingkat kemasaman tanah yang optimal untuk pertumbuhan kacang tanah adalah pH 6 sampai 6.5. Kacang tanah termasuk tanaman yang paling toleran terhadap tanah masam dibandingkan tanaman yang lainnya yang termasuk polong-polongan. Tanaman kacang tanah mampu hidup pada tanah yang kurang subur, sedikit masam, dan juga agak kering. Oleh karena itu kacang tanah mempunyai daerah adaptasi yang cukup luas (Rukmana 2009).


(27)

2.4 Pemuliaan Ketahanan Kacang Tanah terhadap Penyakit Bercak Daun Persilangan interspesifik dalam seleksi Arachis dalam pemuliaan kacang tanah dilakukan untuk memperoleh genotipe tahan penyakit bercak daun (Smart dan Salker 1982). Kacang tanah memiliki jumlah kromosom somatik 2n = 40 (2n=4x=40) dengan jumlah kromosom gamet n = 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kerabat liar Arachis diploid yang tahan teradap penyakit bercak daun, yaitu Arachis cardenasii yang tahan terhadap patogen Cercosporidium personatum dan Arachis chacoence yang tahan terhadap patogen Cercospora arachidicola. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan genotipe yang tahan terhadap penyakit bercak daun yaitu dengan penyatuan kedua sifat tahan pada tingkat diploid, selanjutnya dilakukan penyatuan pada genotipe budidaya yang yang memiliki tingkat ploidi tetraploid (Syukur & Wahyu. 2013). Arachis hypogaea x genotipe 2x tahan bercak

(4x) daun coklat atau hitam

Zuriat 3 x (steril)

Penggandaan jml kromosom Arachis hypogeal x Zuriat 6 x

Zuriat 5 x (kefertilan beragam)

Kehilangan perangkat kromosom secara alami dalam miosis

Zuriat 4 x

Seleksi GPNC-WS4

Gambar 2.1 Penyatuan sifat tahan penyakit bercak daun hitam dan bercak daun coklat dari spesies Arachis diploid ke Arachis hypogaea tetraploid secara berahap (Syukur & Wahyu 2013).

Genotipe diploid yang tahan terhadap penyakit bercak daun disilangkan dengan Arachis hypogaea tetraploid, sehingga dihasilkan zuriat tetraploid yang bersifat steril, untuk meningkakan ferilitas zuriat, dilakukan penggandaan jumlah kromosom menggunakan kolkisin, sehingga di peroleh zuriat heksaploid. Zuria heksaploit tersebut disilangkan dengan Arachis hypogaea sehingga diperoleh zuriat pentaploid. Zuriat pentaploid memiliki kefertilan yang beragam meskipun demikian dapat terjadi penghilangan perangkat kromosom secara alami dalam


(28)

meiosis, misalnya melalui proses lagging, sehingga kembali menjadi tentraploid yang stabil. Bunga-bunga yang mampu menghasilkan biji kemungkinan besar telah mengalami proses penghilangan perangkat kromosom tersebut. Lagging adalah terhambatnya pergerakan kromosom ke kutup pada anafase, bahkan tidak ada pergerakan sama sekali (Rieger et al.1976), akibatnya kromosom yang tertinggal akan terdegenerasi.

2.5 Penyakit Bercak Daun

Penyakit bercak daun menjangkiti pertanaman kacang tanah yang telah berumur satu atau dua bulan. Pada tingkat serangan yang berat, banyaknya bercak daun menjadikan tanaman melemah secara menyeluruh sehingga terjadi pengguguran daun (defoliasi) yang sangat mengurangi kapasitas fotosintesis tanaman. Hal ini dapat menurunkan produksi biji, mengurangi jumlah polong total, jumlah polong bernas, berat biji, jumlah biji dan berat biji per tanaman (Jusfah 1985).

Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua macam fungi, yaitu Cercosporidium personatum (Berk. et Curt.) Deighton dan Cercospora

arachidicola Hori. C. personatum menyebabkan penyakit bercak daun hitam sedangkan C. arachidicola menyebabkan penyakit bercak daun cokelat (Semangun 1991). Kedua patogen tersebut merupakan anggota famili Dematiaceae, ordo Moniliales, kelas Deuteromycetes. Serangan C. arachidicola datang lebih awal daripada C.personatum, sehingga disebut bercak daun awal (early leaf spot) sedangkan pada C. personatum disebut bercak daun akhir atau late leaf spot (Semangun 1991).

Gejala kedua penyakit bercak daun ini mudah dibedakan. Patogen C. personatum menimbulkan bercak berbentuk hampir bulat dengan diameter 1

sampai 5 mm, berwarna coklat muda hingga coklat gelap pada permukaan atas daun dan hitam pada permukaan bawah daun. Bercak sering dilingkari halo berwarna kuning, akan tetapi adanya halo ini dipengaruhi oleh genotipe tanaman dan kondisi lingkungan. Konidia terutama terbentuk pada bercak dipermukaan bawah daun dan bantalan konidiofor terlihat berupa bintik-bintik hitam tersusun melingkar (Singh). Jamur dapat juga menyerang tangkai daun, daun penumpu, batang, dan ginofor (Semangun 1991). C. personatum Hori membentuk konidium pada kedua permukaan daun, meskipun lebih banyak pada permukaan atas. Stroma kecil, dengan garis tengah 25 - 100 m, coklat tua. (Semangun 1λλ1). Patogen C. personatum berbentuk lonjong hingga tidak beraturan, dengan diameter 1-10 mm, berwarna cokelat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan cokelat kemerahan sampai hitam pada permukaan atas. Terdapat halo berwarna kuning yang jelas. Tanaman yang terserang berat, daunnya mengering dan rontok (Adisarwanto 2000).

Patogen dari kelompok fungi ini menyebabkan terjadinya infeksi pada kedua sisi dengan cara penetrasi langsung menembus sel-sel jaringan epidermis atau melalui mulut daun (stomata). Infeksi tersebut banyak terjadi melalui epidermis atas (Saleh 2010). Gejala awal dapat diamati dengan memucatnya area permukaan daun bagian atas, sedang pada area yang sama dipermukaan daun bagian bawah tampak sel-sel epidermis mulai mengering karena kehilangan


(29)

hubungan dengan mesofil di atasnya (Singh et al.1979). Sepuluh hari setelah terinfeksi, tampak gejala bintik klorotik pada permukaan daun dan lima hari kemudian bintik telah berkembang menjadi lesio tempat terjadinya sporulasi patogen.

Gambar 2.2 Penyakit bercak daun pada kacang tanah: Bercak daun hitam (Cercosporidium personatum) dan Bercak daun coklat (Cercospora arachidicola)

Sumber : laboratoriumphpbanyumas.com

Penyakit bercak daun coklat umumnya terjadi pada awal pertumbuhan, yaitu sejak tanaman berumur 3 sampai 4 minggu setelah tanam (MST). Penyakit bercak daun hitam mulai terlihat pada tanaman yang telah berumur 6 sampai 8 MST. Semua bagian tanaman diatas permukaan tanah dapat terserang oleh kedua jenis patogen. Gejala pada stadia awal, umumnya hanya berupa bercak pada daun, namun tahap selanjutnya dapat terjadi lesio pada batang (Semangun 1991). Bercak daun hitam sifatnya lebih merusak dibandingkan bercak daun coklat karena patogennya menghasilkan konidia yang lebih banyak dan menyebar lebih cepat. Defoliasi daun terjadi lebih cepat sehingga sangat mempengaruhi jumlah maupun mutu hasil polong (Wheeler, 1969; singh 1978; Semangun 1991).

Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit bercak daun. Pada kondisi cuaca kering, penyakit dapat berkembang lebih banyak pada saat tanaman berumur 70 hari, sedang dalam cuaca lembab hal ini terjadi pada umur 40 - 45 hari (Semangun 1991). Kelembaban relatif yang tinggi akan mempercepat proses infeksi dan perkembangan penyakit bercak daun pada kacang tanah.

2.6 Uji Multi Lingkungan

Pengujian multi lingkungan dilakukan untuk mengkaji pengaruh interaksi antara genotipe dengan lingkungan. Uji multi lingkungan sering dianalisis untuk menilai stabilitas hasil genotipe (Piepho 1996). Pada program pemuliaan, interaksi genotipe dan lingkungan dikaitkan dengan perakitan varietas yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan yang berubah atau berbeda. Setelah diperoleh genotipe yang potensial dari hasil seleksi maka genotipe ini dievaluasi pada berbagai lingkungan sebelum dilepas sebagai varietas baru. Data kuantitatif dianalisis menggunakan analisis ragam gabungan antar lingkungan dan antar musim untuk mengetahui adanya interaksi antara varietas, musim dan lingkungan (Syukur et al. 2012).


(30)

Analisis ragam gabungan (combined analysis of varince) merupakan analisis yang digunakan untuk menggabungkan beberapa percobaan tunggal yang memiliki perlakuan dan rancangan percobaan yang sama (Gomez & Gomez 1983). Tujuannya adalah untuk mengetahui interaksi antara lingkungan dan perlakuan serta musim dan perlakuan atau memeriksa interakasi antara perlakuan dengan jenis penggabungannya (Syukur et al. 2010). Analisis ragam gabungan dapat dilakukan apabila ragam galat dari analisis ragam masing-masing percobaan tunggal homogen. Untuk analisis ragam gabungan, kehomogenan ragam galat percobaan tunggal diuji dengan uji Bartlett.

Hasil analisis percobaan lingkungan ganda akan memberikan informasi mengenai interaksi antara genotipe × lingkungan (genotype-by-environment interaction, GEI), yaitu suatu bentuk respons diferensial genotipe-genotipe terhadap peubah lingkungan (Kang et al. 2002). Perilaku interaksi ini tidak dapat dievaluasi apabila analisis data dilakukan hanya terhadap masing-masing lingkungan, karena pengaruhnya tersembunyi dalam pengaruh genotipe.

2.7 Interaksi Genotipe dan Lingkungan

Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya. Menurut Comstock dan Moll (1963) ada dua kategori lingkungan, yaitu : (1) Lingkungan mikro, suatu lingkungan dimana satu tanaman bersaing dengan tanaman lain yang tumbuh bersamaan waktu dan tempat (Jenis tanah, perbedaan cuaca, radiasi matahari, hama dan penyakit), (2) Lingkungan makro, lingkungan yang berhubungan skala lingkungan pada satuan periode. Lingkungan makro merupakan kumpulan dari lingkungan mikro, dimana setiap lingkungan mikro memberikan dampak yang berbeda pada lingkungan makronya (kondisi iklim, tanah serta manajemen penanamannya).

Roy (2000) membagi empat klasifikasi genotipe berkaitan dengan kemampuan genotipe beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu : (1) Genotipe tidak responsif, genotipe yang tidak menunjukkan dalam perbedaan penampilan dibandingkan dengan genotipe lain walaupun lingkungan sudah diperbaiki (seperti penambahan pemupukan), (2) Genotipe toleran, genotipe yang menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan dibandingkan dengan genotipe lain apabila lingkungan dibuat menjadi lebih jelek, seperti kekurangan nutrisi, air dan lain-lain. (3) Genotipe stabil, genotipe yang menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan dibandingkan dengan genotipe lain walaupun lingkungan berubah drastis dan tidak bisa dikontrol seperti perbedaan antar musim pada wilayah agroklimat yang sama. (4) Genotipe adaptasi luas, genotipe yang tidak atau sedikit menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan genotipe lain ketika ditanam pada wilayah agroklimat yang berbeda.

Program pemuliaan tanaman, interaksi genotipe dan lingkungan dikaitkan dengan penciptaan varietas yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan berubah atau berbeda. Setelah diperoleh genotipe potensial hasil seleksi maka genotipe tersebut dievaluasi pada berbagai lingkungan sebelum dilepas sebagai varietas baru (Syukur et al. 2012). Para pemulia menggunakan keragaman genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan dalam merakit varietas unggul. perakitan varietas unggul dapat berdasarkan karakter-karakter pendukung


(31)

keunggulan varietas seperti daya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit. Karakter-karakter tersebut dapat tercermin dari nilai ragam genetik, ragam lingkungan dan ragam interaksinya (Poespodarsono 1988). Syukur et al (2012) menambahkan, ragam interaksi tersebut dapat memberikan informasi varietas unggul yang stabil atau spesifik lingkungan.

Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi bila keragaan nisbi (relative performence) atau peringkat beberapa genotipe berubah dengan perubahan lingkungan, perubahan lingkungan yang spesifik memberikan efek lebih besar untuk suatu genotipe dari genotipe yang lain (Falcorner Mackay 1996). Sehingga perlu penyesuain varietas dengan lingkungan tumbuh. Menurut Soemartono 1988), lingkungan akan diperlihatkan oleh keragaan fenotipenya sebagai interaksi genotipe terhadap lingkungan tumbuh.

Mattjik dan Sumertajaya (2000) menyatakan, jika respon suatu faktor berubah dari pola kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain maka kedua faktor tersebut tidak berinteraksi.

2.8 Stabilitas Hasil

Stabilitas genotipe adalah kemampuan genotipe untuk hidup pada berbagai lingkungan yang beragam sehingga genotipenya tidak banyak mengalami perubahan pada tiap-tiap lingkungan tersebut. Stabilitas hasil dapat disebabkan oleh mekanisme penyangga individu (individual buffering) dan penyangga populasi (population buffering). Genotipe yang stabil dapat berpenampilan baik di semua lingkungan (Syukur et al. 2012).

Lin e al. (1986) memberikan empat tipe konsep stabilitas. Konsep stabilitas tipe 1 yaitu genotipe cenderung stabil bila ragam antar lingkungannya kecil. Genotipe ini sangat stabil walau berada pada berbagai lingkungan. Konsep ini disebut stabilitas statik atau stabilitas biologis (Becker et al. 1998), berguna untuk data kualitatif, ketahanan hama dan penyakit atau stres lingkungan. Parameter yang dapat menggambarkan stabilitas adalah koefisien ragam (Cvi) pada setiap genotipe dan ragam genotipe pada keseluruhan lingkungan (S2i).

Konsep stabilitas tipe 2 yaitu genotipe cenderung stabil jika respon terhadap lingkungan adalah sejajar dengan respon daya hasil untuk semua genotipe. Genotipe stabil bila jika tidak memiliki perbedaan secara umum respon terhadap lingkungannya dan bisa diprediksikan stabil responya terhadap lingkungan. Konsep ini disebut juga stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis (Becker et al.1988). Koefisien regresi (bi) (Finlay dan Wilkinson 1963), komponen ragam

nilai tengah terhadap interaksi genotipe dan lingkungan (Өi) (Plasteid et al. 1959)

komponen ragam dari interaksi genotipe x lingkungan (Ө (i)) (Plaisteid (1960),

ecovalen (W2i) (Wricke 1962) dan ragam stabilitas ( 2i) (Shukla 1972) dapat

digunakan untuk mengukur stabilitas tipe ini.

Konsep stabilitas tipe 3 yaitu denotipe cenderung stabil apabila residu kuadrat tengah (MS) dari model regresi terhadap indeks lingkungan kecil. Konsep ini sama dengan konsep stabilitas tipe 2 (Becker et al.1988). Metode Eberhart dan Russel (1966), Perkins dan Jinks (1968) dan Tai (1971) dapat menjelaskan metode


(32)

ini. Berguna untuk data kuantitatif pengaruh genotipe x lingkungan (Becker et al.1988).

Konsep stabilitas tipe 4 yaitu didasarkan pada variasi bukan genetik yang bisa diprediksi dan tidak diprediksi. Komponen yang dapat diprediksi berkaitan dengan lingkungan dan komponen yang tidak bisa diprediksi berkaitan dengan tahun. Konsep ini diajukan oleh Lin dan Binnas (1988a). Pendekatan regresi digunakan pada bagian yang bisa diprediksi dan kuadrat tengah (MS) dari tahun x lingkungan untuk setiap genotipe sebagai perhitungan yang tidak bisa diprediksi. Analisis kestabilan adalah metode untuk melihat tingkat adaptasi genotipe terhadap berbagai lingkungan dilihat dari keadaan atau kestabilan fenotipe. Analisis stabilitas mensyaratkan keragaman interaksi antara lingkungan dan genotipe nyata (Singh dan Chaundary 1979).

Genotipe dengan hasil tinggi dan stabil akan berpenampilan baik disemua lingkungan (Syukur et al. 2012), di samping potensi hasil tinggi. Oleh karena itu, sejumlah besar prosedur statistik telah dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman hubungan interaksi genotipe dan lingkungan. Pengukuran stabilitas biasanya digunakan berbagai pendekatan analisis. Pendekatan parametrik merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari stabilitas suatu genotipe. Pendekatan parametrik berdasarkan asumsi sebaran genotipe, lingkungan dan pengaruh G x E (Syukur et al. 2012). Pendekatan parametrik diantaranya adalah pendekatan model Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966), dan metode AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction).

Metode Finlay dan Wilkinson

Finlay dan Wilkinson memberikan panduan penilaian adaptabilitas dan stabilitas suatu genotipe yang didasarkan atas nilai koefisien regresi (bi) dan rata-rata hasilnya. Suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi (bi)=1 merupakan

genotipe yang paling stabil. Penambahan nilai koefisien terhadap 1.0 atau (bi > 1)

berarti meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, sementara itu penurunan koefisien (bi < 1) berarti peningkatan ketahanan terhadap perubahan lingkungan

(Syukur et al. 2012).

Finlay dan Wilkinson membagi tiga kelompok stabilan yaitu :

a. Jika koefisien regresi mendekati atau sama dengan (bi = 1) maka stabilitasnya

adalah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya rata-rata dan hasilnya rata-rata lebih tinggi dari semua genotipe pada semua lingkungan maka genotipe tersebut memiliki adaptasi umum yang baik (general adaptability). Sebaliknya jika rata-rata hasil lebih rendah dari rata-rata umum maka adaptasinya buruk (poorly adapted) pada semua lingkungan.

b. Jika koefisien regresi lebih besar dari satu (bi > 1) maka stabilitasnya berada

dibawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian peka terhadap perubahan lingkungan yang menguntungkan (favorable).

c. Jika koefisien regresi lebih kecil dari satu (bi <1 ) maka stabilitasnya berada

diatas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi pada lingkungan yang marjinal.


(33)

Adaptasi khusus pada lingkungan

optimal dibawah rata-rata stabilitas

Adaptasi rendah Adaptasi tinggi Rata-rata stabilitas

diatas rata-rata Adaptabilitas khusus stabilitas pada lingkungan

marginal

Gambar 2.3 Interaksi pola populasi varietas yang diperoleh bila koefisien regresi varietas diplot terhadap produksi rata-rata varietas (Finlay dan Wilkinson 1963)

Gambar 2.3 menunjukkan gambaran interpretasi pola populasi yang berasal dari nilai koefisien genotipe yang diplotkan terhadap nilai rata-rata hasil dari suatu genotipe.

Metode Eberhart dan Russel

Metode Ebelhart dan Russel, menggunakan dua pengukuran stabilitas yang didasarkan nilai koefisien regresi (bi) dan deviasi (simpangan) kuadrat tengah ( 2). Rata-rata hasil dari semua genotipe pada tiap lingkungan digunakan sebagai indeks lingkungan dan koefisien regresi serta simpangan regresi merupakan parameter penduga stabilitas atau daya adaptasi. Eberhart dan Russel (1966) menjelaskan bahwa keuntungan dari penggunaan koefisien regresi sebagai penduga adaptasi ialah diketahuinya arah adaptasi ke lingkungan subur atau lingkungan yang kurang subur. Penggunaan koefisien regresi yang menyertakan indeks lingkungan dapat mmembantu dalam menilai tingkat kesuburan lingkungan. Indeks lingkungan dapat dianggap sebagai penduga tingkat kesuburan relatif bagi komoditi tertentu (Eberhart dan Russel, 1966). Hal tersebut menunjukkan semua lingkungan dengan indeks lingkungan besar sangat cocok untuk pertumbuhan komoditi yang diuji dibanding dengan lingkungan yang lain. Sebaliknya, semua lingkungan yang memiliki indeks lingkungan kecil, dapat dikatakan memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1 dan nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (Sd2) = 0 (Eberhart & Russel 1966; Singh & Chaundhary 1979).

Metode AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction)

AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinier. Analisis AMMI menggabungkan pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama (Mattjik 2005). Model AMMI merepresentasikan observasi ke dalam komponen sistematik yang terdiri dari pengaruh utama (main effect) dan pengaruh interaksi melalui suku-suku


(34)

multiplikatif (multiplicative interactions) di samping komponen acak sisaan atau galat. Komponen acak pada model ini diasumsikan menyebar normal dengan ragam konstan. Kelayakan model AMMI dengan galat yang Normal dan ragam konstan ada kalanya tidak terpenuhi. Transformasi data pengamatan mungkin menjadi salah satu teknik untuk mengatasi masalah ketidaknormalan ini. Metode AMMI menguraikan pengaruh interaksi menjadi komponen utama interakasi (KUI). Gauch (1992) menyatakan AMMI mampu memahami gugus dan data kompleks terutama interaksi dan menduga lebih akurat walau data yang digunakan sedikit, bila dibandingkan dengan analisis kestabilan lainnya.

Analisis AMMI dapat menjelaskan interaksi galur dengan lingkungan. Pola tebaran titik-titik dengan kedudukan relatifnya pada lingkungan mana hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen genotipe dengan komponen lingkungan secara simultan disajikan dalam bentuk Biplot (Syukur et al. 2012). Biplot AMMI dapat meringkas pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan (Mattjik 2005). Biplot tersebut menyajikan nilai komponen utama pertama dan rataan. Nilai antar komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama bisa ditambahkan jika komponen utama kedua tersebut nyata (Sumertajaya 1998). Interpretasi biplot nilai komponen utama dan nilai tengah respon dibuat jarak titik amatan yang berdasarkan sumbu datar. Titik amatan menunjukkan perbedaan pengaruh utama amatan-amatan tersebut (Mattjik 2005). Jarak titik-titik amatan berdasarkan sumbu tegak menunjukkan perbedaan pengaruh interaksi atau perbedaan tingkat sensitivitas terhadap lingkungan. Interpretasi untuk titik-titik sejenis dari komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama merupakan jarak titik-titik amatan yang menunjukkan perbedaan interaksi. Interaksi bersifat positif (saling menguatkan) bila titik amatan mempunyai arah yang sama dan titik-titik yang berbeda arah menunjukkan interaksi yang negatif ( Sumertajaya 1998)

Crossa (1990) menguraikan tujuan analisis AMMI, yaitu : (1) Analisis AMMI dapat digunakan sebagai anailsis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan pengaruh aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah analisis komponen utama saja. Sedangkan jika komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak mungkin dilakukan pereduksian tanpa kehilangan nformasi penting. (2) Analisis AMMI adalah analisis untuk menjelaskan interaksi genotipe × lingkungan. AMMI dengan biplotnya meringkas pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan dan antar genotipe dan lingkungan. (3) Meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe × lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Dengan sedikitnya komponen AMMI yang nyata sama artinya dengan menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisa hanya galat (noise) saja. Dengan menghilangkan galat ini berarti memperkuat dugan respon per genotipe × lingkungan.


(35)

2.9 Korelasi dan Analisis Lintas

Nilai korelasi adalah nilai derajat keeratan hubungan antara dua sifat yang langsung diukur. Dalam peritungn korelasi akan didapat koefisien korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabe tersebut. Niai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Jika nilai semakin mendekati 1 atau -1, hubungan semakin erat, sebaliknya jika mendekati 0, hubungan semakin lemah (Priyatno 2009). Siregar (2013) menambahkan bahwa untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada diantara -1 sampai 1, sedangkan untuk arah dinyatakan dalam bentuk positif (+) dan negatif (-).

Tabel 2.1 Tingkat korelasi dan kekuatan hubungan (Siregar 2013) No Koefisien korelasi (r) Tingkat hubungan

1 0.00 – 0.199 Sangat lemah

2 0.20 – 0.399 Lemah

3 0.40 – 0.599 Cukup

4 0.60 – 0.799 Kuat

5 0.80 – 1.000 Sangat kuat

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui derajat atau kekuatan dan arah hubungan antara dua variabel. Ada beberapa teknik statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan, salah satunya adalah koefisien korelasi Pearson (r). Manfaat korelasi Pearson Product Moment adalah untuk mencari hubungan variabel bebas (X) dengan variabel tak bebas (Y) dan data berbentuk interval atau rasio (Sugiyono 2003; Siregar 2013). Untuk data yang berskala interval dan atau rasio (bersifat kuantitatif/parametrik) tipe analisis korelasi yang digunakan adalah Pearson Correlation atau istilah lainnya adalah Product Moment Correlation. Sedangkan untuk yang berskala ordinal kita gunakan Spearman Correlation (Statistik Non-Parametrik). Korelasi Pearson (Product Moment Pearson) berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang mempunyai distribusi data normal.

Korelasi antara dua sifat perlu diketahui karena perubahan yang terjadi akibat seleksi terhadap suatu sifat dapat secara simultan berpengaruh terhadap sifat-sifat lain yang berkorelasi. Diketahuinya korelasi suatu sifat dengan sifat lain maka dapat diantisipasi perubahan sifat lain, apabila dilakukan seleksi terhadap sifat tertentu. Korelasi yang tinggi di antara hasil dan komponen-komponen hasil umumnya mendukung studi heritabilitas dengan asumsi bahwa porsi terbesar dari ragam genetik adalah aditif, sehingga seleksi untuk setipa komponen yang berkorelasi dengan hasil akan memberikan sumbangan untuk perbaikan sifat hasil (Poehlman 1975). Korelasi genetik antara dua sifat mungkin disebabkan adanya keterpautan antara gen-gen yang mengandalikan sifat-sifat itu, atau dengan gen yang sama benar-benar mengendalikan sifat-sifat (pleiotropy). Pengaruh pleiotropy dapat dijelaskan melalui hubungan fisiologi diantara sifat-sifat. Sebagai contoh, tinggi tanaman dan biomassa dihasilkan dari ekspresi produk gen yang sama. Jika sifat ini dapat diukur pada level produk gen, korelasi genetik harus ditunjukkan sebagai akibat keterpautan genetik (Li 1998). Analisis korelasi memiliki kelemahan karena hanya mengukur keeratan hubungan linier antar


(36)

peubah dan tidak menjelaskan hubungan sebab akibat. Kendala ini dapat diatasi dengan menggunakan metode analisis lintas (path analysis).

Analisis lintas dikembangkan oleh Sewall-Wright pada tahun 1934 sebagai metode untuk menelaah pengaruh langsung dan tidak langsung dari suatu peubah, dimana beberapa peubah dianggap sebagai penyebab terhadap peubah lain yang dianggap sebagai peubah akibat (Dillon & Goldstein 1984). Melalui analisis ini dapat diketahui kontribusi berupa pengaruh langsung (direct effects) dan pengaruh tidak langsung (indirect effects) antar karakter bebas terhadap karakter respon (Singh 2004). Pengaruh langsung adalah besarnya pengaruh dari suatu peubah terhadap peubah lain tanpa melalui perantara peubah lain di dalam model. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang ditimbulkan dari suatu peubah terhadap peubah lain melalui perantara suatu peubah. Pengaruh total merupakan total dari seluruh pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung. Analisis lintas bukan merupakan metode untuk menemukan penyebab suatu hubungan, melainkan suatu metode yang digunakan untuk mendefinisikan model kausal yang telah dirumuskan secara teoritis atas dasar pengetahuan sebelumnya (Kerlinger dan Pedhazur 1973).

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis koefisien lintas merupakan suatu bentuk regresi linier yang dilaksanakan pada sistem tertutup. Oleh karena itu analisis koefisien lintas mempunyai keterbatasan seperti pada semua metode linier. Pada dasarnya metode analisis lintas (path analysis) merupakan bentuk analisis regresi linier terstruktur berkenaan dengan variabel-variabel baku (standardized variables) dalam suatu sistem tertutup (closed system) yang secara formal bersifat lengkap. Dengan demikian, analisis lintas dapat dipandang sebagai suatu analisis struktural yang membahas hubungan kausal di antara variabel-variabel dalam sistem tertutup. Singh dan Chaudary (1979) menyatakan bahwa koefisien lintas merupakan perbandingan antara simpangan baku pengaruh yang disebabkan oleh suatu sebab terhadap total simpangan baku faktor akibat, jika hubungan antara sebab dan akibat didefenisikan dengan baik, hal tersebut memungkinkan untuk menyajikan seluruh sistem peubah dalam bentuk diagram. Hubungan antar variabel secara diagramatik (diagram jalur) yang bentuknya ditentukan oleh proposisi teoritik yang berasal dari kerangka pemikiran tertentu dan perumusan hipotesis penelitian.

Singh dan Chaudhary (1979) memberikan acuan keterkaitan pengaruh langsung dan tidak langsung pada analisis lintas sebagai berikut : 1) Efektifitas seleksi secara langsung akan dicapai apabila koefisien korelasi antara faktor penyebab (kausal) dan faktor yang dipengaruhi (efek) nilainya hampir sama dengan pengaruh langsungnya sehingga seleksi tersebut dapat menjelaskan hubungan yang sebenarnya; 2) Jika koefisien korelasi bernilai negatif tetapi pengaruh langsungnya bernilai negatif atau tak bernilai, maka pengaruh langsung merupakan penyebab adanya korelasi. Pada situasi tertentu penyebab faktor tidak langsung perlu diperhatikan pada saat bersamaan; 3) Koefisien korelasi dapat pula bersifat negatif namun pengaruh langsungnya tinggi dan bernilai positif.


(37)

Gambar 2.4 Model diagram pada analisis lintas

Pada Gambar 2.4 disajikan model diagram pada analisis lintas. Simbol X merupakan lambang variabel bebas (independent) yang terdiri dari tiga sub variabel: X 1, X2, X3 dan simbol Y merupakan lambang variabel terikat

(dependent). X 1, X2, X3 berpengaruh positif secara parsial dan kumupalif terhadap

Y. Disamping variabel-variabel tersebut, masih ada satu variabel residu yang diberi simbol . Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa hubungan antara X1 dengan

Y, X2 dengan Y, X3 dengan Y adalah hubungan kausal. Sedangkan hubungan

antara X1 dengan X2, X1 dengan X3, dan X2 dengan X3 masing-masing merupakan

hubungan korelasional.

X1

X2

X3

Y


(38)

BAB 3 KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI

GALUR-GALUR HARAPAN KACANG TANAH (

Arachis hypogaea

L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN RAKITAN IPB

Abstrak

Penelitian ini memberikan informasi keragaan galur-galur harapan kacang tanah tahan penyakit bercak daun. Penelitian dilakukan di Sukabumi, Kuningan, Sumedang dan Bogor. Digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Bahan tanam digunakan sepuluh galur harapan dan 4 varietas. Analisis ragam menunjukkan genotipe, lingkungan, interaksi genotipe dan lingkungan berpengaruh sangat nyata. Keragaan genotipe tertinggi yaitu tinggi tanaman oleh Sima, jumlah cabang dan jumlah polong isi oleh GWS-134A,

persentase panjang batang utama berdaun hijau oleh GWS-18A. Bobot brangkasan dan bobot seratus biji oleh GWS-73D. Bobot polong kering,

jumlah polong total, bobot polong total, bobot polong isi dan bobot biji tanaman oleh GWS-110A1. Indeks masak biji kulit oleh GWS-39D dan berat biji kering per ubin oleh Gajah. Produktivitas biji kering tertinggi ditunjukkan oleh varietas Gajah sebesar 1.88 ton.ha-1 dan terendah oleh Jerapah sebesar 1.20 ton.ha-1. Galur-galur harapan kacang tanah rakitan IPB menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dari Jerapah. Hal ini berarti galur-galur tersebut memiliki potensi hasil yang cukup baik. Bobot biji kering tertinggi dicapai pada lingkungan Sukabumi, Kuningan, Bogor dan Sumedang yaitu sebesar 232.22, 173.22, 94.41 dan 84.96 gram.

Kata kunci : Analisis ragam, bercak daun, galur, multi lingkungan Abstract

This study provides information about the variability of peanut cultivars which resistant to leaf spot disease. The study was conducted in Sukabumi, Kuningan, Sumedang and Bogor and used Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications. Planting materials were ten cultivars and four varieties. Analysis of variance showed that that genotype, environment, genotype and environment interaction was highly significant. Performance of genotype characters were the highest plant height by Sima, number of branches and number of pods by GWS-134A, the percentage length of the main stem of leafy greens by GWS-18A. Weight of stover and hundred seed weight by GWS-73D. The weight of dry pods, total number of pods, pod weight total weight of pods and seed weight of plants by GWS-110A1, index ripe seed skin by GWS-39D and dry seed weight per tile by Elephant. The highest productivity of dry beans is shown by elephant varieties of 1.88 ton.ha-1 and the lowest by Giraffe is 1.20 ton.ha-1. Promising lines of peanut IPB developed showed higher productivity of the Giraffe. This means that these strains have the potential for good results. Weight of dry beans highest achieved in the environment Sukabumi, Kuningan, Bogor and Sumedang in the amount of 232.22, 173.22, 94.41 and 84.96 grams. Key words: Analysis of variance, leaf spots, lines, multi-location.


(39)

3.1 Pendahuluan

Kacang tanah merupakan komoditas pangan sebagai sumber sumber protein dan lemak nabati dalam pola pangan penduduk Indonesia (Adisarwanto 2000). Kebutuhan kacang tanah terus meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, kapasitas industri dan sebagai pakan (Fachruddin 2000).

Kacang tanah dapat beradaptasi luas pada berbagai kondisi lahan (lahan sawah, lahan bukaan baru atau lahan marginal). Total produksi kacang tanah Nasional selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Tercatat total produksi kacang tanah tahun 2009 sebesar 777 888 ton namun mengalami penurunan hingga 701 680 ton pada tahun 2013. Produktivitas kacang tanah pada tahun 2013 sebesar 1.35 ton.ha-1 biji kering (BPS, 2013), sementara hasil penelitian Koesrini et al (2006) melaporkan bahwa, produktivitas kacang tanah bisa mencapai 2.0 ton.ha-1 biji kering. Rendahnya produktivitas kacang tanah dipengaruhi oleh sifat atau karakter agroklimat, intensitas dan jenis hama penyakit, varietas yang ditanam, umur panen, serta cara usaha taninya (Adisarwanto 2000).

Sistem usaha tani di Indonesia cukup beragam dari segi budidaya maupun lingkungan. Penampilan fenotipe kacang tanah dipengaruhi oleh genotipe dan

lingkungan. Fenotipe merupakan hasil interaksi dari genotipe dan lingkungan (Roy 2000). Genotipe akan memberikan respon yang berbeda terhadap

lingkungan tumbuh.

Kegiatan pemuliaan tanaman dapat menjadi alternatif dalam merakit varietas sesuai kebutuhan. Program pemuliaan kacang tanah diarahkan untuk peningkatan hasil secara genetik dan ketahanan terhadap penyakit penting (Kasno et al. 2006). Salah satu penyakit penting yang menjangkiti kacang tanah yaitu penyakit bercak daun.

Kegiatan pemuliaan tanaman kacang tanah memerlukan keragaman genetik untuk dapat memilih genotipe-genotipe potensial yang memililiki daya hasil yang tinggi dan tahan terhadap penyakit. Evaluasi materi genetik merupakan salah satu tahap penting pada program pemuliaan. Evaluasi dilakukan sebagai dasar pemilihan materi genetik sehingga lebih memudahkan pemilihan berdasarkan tujuan penggunaannya (Ntare 1999).

3.2

Metode Penelitian

3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2013. Lingkungan penelitian berada diwilayah Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor (waktu penanaman bulan Februari - Mei 2013, ketinggian tempat 330 mdpl, curah hujan berkisar 62.3 sampai 509.8 mm/tahun, suhu harian rata-rata 21.8 sampai 26.4 oC dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%). Kabupaten Sumedang (waktu penanaman bulan Maret - Juni, ketinggian tempat 584 mdpl, suhu harian rata-rata 18 °C sampai 24 °C dengan curah hujan berkisar 2 000 sampai 2 400 mm/tahun), Kabupaten Sukabumi (waktu penanaman bulan Mei -


(40)

Agustus, ketinggian tempat 500 mdpl, suhu rata-rata bulanan 18 °C sampai 32 °C dengan curah hujan berkisar 1 200 hingga 2 200 mm/tahun) dan Kabupaten Kuningan (waktu penanaman bulan Juni - September, ketinggian tempat 700 mdpl, suhu rata-rata bulanan berkisar antara 18 °C sampai 32 °C dengan curah hujan berkisar 2 000 mm hingga 2 500 mm per tahun).

3.2.2 Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan adalah 10 galur kacang tanah hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB yaitu 18A1, 39D, 72A, 73D, 74A1, 134D, GWS-110A1, GWS-110A2, GWS-134A, GWS-138A dan 4 varietas unggul nasional sebagai pembanding yaitu varietas Gajah yang rentan terhadap penyakit bercak daun dan varietas Sima, Jerapah dan Zebra yang toleran terhadap penyakit bercak daun. Galur yang diuji merupakan 10 galur GWS hasil persilangan varietas Gajah dengan varietas introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun.

Pupuk yang digunakan adalah pupuk phonska 15:15:15 sebanyak 200 kg/ha, diberikan secara larikan pada saat tanam. Insektisida furadan diberikan ke dalam lubang tanam pada waktu penanaman dengan dosis sesuai anjuran. Pengapuran dengan menggunakan kapur dolomit diberikan secara larikan pada saat tanaman berumur 1 MST dengan dosis 500 kg/ha.

3.2.3 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan dilakukan sebelum penanaman dengan membuat lahan menjadi petakan berukuran 4 m x 3 m. Lahan terbagi atas 3 ulangan, tiap ulangan terdapat 14 petakan sesuai dengan jumlah perlakuan. Benih kacang tanah ditanam dengan jarak 40 cm x 15 cm dengan satu benih per lubang tanam.

Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan pada 2 MST dan penyiangan dilakukan pada 3 dan 7 MST. Panen dilakukan pada 15 MST atau disesuaikan dengan kondisi pertanaman di lapangan, dilakukan secara serentak atau per ulangan pada hari berbeda dalam minggu yang sama.

Pengamatan

Pengamatan peubah dilakukan terhadap petak (4 m x 3 m), ubinan (1 m x 1 m), dan 5 tanaman contoh yaitu :

1. Tinggi tanaman (cm).

2. Jumlah cabang, diamati pada saat panen pada 5 tanaman contoh.

3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau, diamati saat panen pada 5tanaman contoh.

4. Bobot brangkasan basah (gram) pada 5 tanaman contoh. 5. Jumlah polong total per tanaman pada 5 tanaman contoh. 6. Jumlah polong isi per tanaman pada 5 tanaman contoh. 7. Bobot polong total per tanaman pada 5 tanaman.


(41)

8. Bobot polong isi per tanaman pada 5 tanaman contoh. 9. Bobot biji per tanaman pada 5 tanaman contoh. 10. Bobot 100 butir pada tiap petak ubinan.

11. Indeks masak biji kulit :

12. Bobot polong kering per m2. 13. Bobot biji kering per m2.

3.2.4 Rancangan Penelitian

Penelitian dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu genotipe dengan 3 ulangan yang tersarang pada masing-masing lingkungan pengujian. Setiap ulangan terdiri dari kelompok yang mewakili 10 galur-galur harapan kacang tanah rakitan IPB dan 4 varietas unggul sebagai pembanding yang ditempatkan secara acak sehingga akan terdapat 42 satuan percobaan.

Model linear aditif dari rancangan pada masing-masing lingkungan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dapat ditulis sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002) :

� = + � + +ɛ

Dimana :

Yij = Respon pengamatan pada galur ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan total

� = Respon pengamatan pada galur ke-i dan ulangan ke-j βj = Pengaruh ulangan ke-j (j=1,2,3)

ɛ = Galat percobaan pada galur ke-i, ulangan ke-j

Model linear aditif dari RKLT untuk analisis gabungan dari semua lingkungan pengujian adalah sebagai berikut :

� = + + / +� + ( �) +

Dimana : i = 1, 2,….14; j = 1, 2, 3; k = 1, 2, 3

� = Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lingkungan ke-k µ = Nilai rata-rata umum

= Pengaruh perlakuan ke-i

/ = Pengaruh ulangan ke-j dalam lingkungan ke-k � = Pengaruh lingkungan ke-k

( �) = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan lingkungan ke-k

= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-k dan lingkungan ke-k


(1)

Trustinah E. 1993. Biologi Kacang Tanah. Di dalam : Monograf Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan No 12. Pusat Penelitian dan Pengembangan pangan. Malang (ID): Balitan.

Trustinah E, Guhardja, Gunarso W. (1987). Identifikasi fase pertumbuhan empat varietas kacang tanah (Arachis hypogaea (L) Merr.). Pen Palawija 2(2) : 68-74.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Widyastuti Y, Satoto. 2012. Stabilitas hasil dan daya adaptasi lima padi hibrida di Jawa Tengah. Jurnal Prnrlitian Pertanian Tanaman Pangan 31(2)87-92. Wirnas D, Sobir, Surahman M. 2005. Pengembangan kriteria seleksi pada Pisang

(mus sp.) berdasarkan analisis lintas. Bul Agron. 33(3)48-54.

Wirnas D, Widodo I, Sobir, Trikoesoemaningtyas, Sopandie S. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul Agron. 34(1)19-24.

Wricke G. 1962. On a method of understanding the biological diversity in field research. Planzenzuchtg 47:92-146.

Yau SK. 1995. Regression and AMMI analysis of genotype x environmet interctions: An Empirical Comparison. J Agron. 87:121-126.

Young AJ. 1991. Photoprotective role of carotenoid in higher plants. Physiologia Plantarum 82: 702-708.

Yudiwanti, Sastrosumarjo S, Hadi S, Karama S, Surkati A, Mattjik AA. 1998. Korelasi genotipik antara hasil dengan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun hitam pada kacang tanah. Bull. Agron. 26(1):16-21.

Yudiwanti, Ghani MA. 2002. Keragaan Daya Hasil Galur-galur Kacang Tanah Hasil Persilangan Varietas Gajah dengan Galur GPNC-WS4. Bogor (ID): Makalah Seminar Nasional Agronomi dan Pameran Pertanian. Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI).

Yudiwanti, Wirawan B, Wirnas D. 2007. Korelasi antara Kandungan Klorofil, Ketahanan terhadap Penyakit Bercak Daun dan Daya Hasil pada Kacang Tanah. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yudiwanti. 2007. Galur Kacang Tanah Berdaun Hijau Tua: Keunggulan dan Pengendalian Genetiknya. Seminar Nasional Hasil Penelitian; 2007 Agustus 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 143-146.

Yudiwanti, Sudarsono, Purnamawati H, Yusnita, Hapsoro D, Hemon AF, Soenarsih S. 2008. Perkembangan Pemuliaan Kacang Tanah di Institut Pertanian Bogor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang (ID): Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian, DEPTAN.

Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2010. Kriteria seleksi untuk Varietas Cabai Tahan Phytophthora capsici Leonian. J Agron. Indonesia 38(2)122-129.


(2)

Lampiran 1. Deskripsi varietas pembanding a. Varietas Gajah

Dilepas tahun 1950

No induk 61

Asal Seleksi Keturunan persilangan Schwartz

-21 Spanish 18-38 Hasil rata-rata 1.8 ton/ha

Warna batang Hijau

Warna daun Hijau

Warna bunga Kuning

Warna ginofor Ungu

Warna biji Merah muda

Bentuk tanaman Tegak

Umur berbunga 30 hari

Umur polong tua 100 hari

Bobot 100 biji 53 g

Kadar protein 29%

Kadar lemak 48%

Ketahanan terhadap penyakit Tahan penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun

Sifat-sifat lain Rendemen biji dari polong 60-70% Benih penjenis (BS) Dipertahankan di Balittan Bogor

Pemulia Balai Penyelidikan Teknik Pertanian Bogor

(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)


(3)

b. Varietas Jerapah

Dilepas tahun 4 November 1998

SK Mentan 875/Kpts/TP.240/11/92

No galur LM/ICGV 86021-88-B-16

Asal Hasil silang tunggal varietas local Majalengka dengan ICGV 86021 Daya hasil 1.0-4.0 ton/ha polong kering Hasil rata-rata 1.92 ton/ha polong kering

Warna batang Ungu

Warna daun Hijau

Warna bunga - Bagian pusat bendera : kuning - Matahari : ungu kemerahan

Warna ginofor Hijau

Warna biji Merah muda

Bentuk tanaman Tegak

Bentuk biji Bulat

Jumlah polong /tanaman 15-20 buah Jumlah biji/polong 2 biji

Umur berbunga 28-31 hari

Umur polong tua 90-95 hari

Bobot 100 biji 45-50 g

Kadar protein 21.5%

Kadar lemak 43.0%

Ketahanan terhadap penyakit Tahan penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun

Keterangan - Toleran kekeringan, hasil stabil, beradaptasi luas

- Toleran lahan masam

Pemulia Sri Hardaningsi

(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)


(4)

c. Varietas Sima

Dilepas tahun 12 Januari 2001

SK Mentan 63/Kpts/TP.240/1/2001

No induk LM/ICGV 87165-88-B-22

Asal Silang tunggal varietas local Majalengka dengan ICGV 87165

Daya hasil 1.3-2.4 ton/ha polong kering Hasil rata-rata 2.0 ton/ha polong kering

Warna batang Hijau

Warna daun Hijau

Warna bunga Kuning

Warna ginofor Hijau

Warna biji Merah muda

Bentuk polong Tidak berpinggang, berparuh kecil, dan kulit polong agak kasar

Tipe pertumbuhan Tegak

Bentuk biji Lonjong, ujung datar lancip

Tinggi tanaman 67.1 cm

Jumlah polong /tanaman 15-20 buah Jumlah biji/polong 3;4;2 atau 1 biji

Umur berbunga 28-31 hari

Umur polong tua 100-105 hari

Bobot 100 biji 34-45 g

Kadar protein 29.9%

Kadar lemak 50.0%

Ketahanan terhadap penyakit - Tahan penyakit layu, agak atahan A. Flavus

- Toleran penyakit karat dan bercak daun Keterangan Toleran kekeringan dan kemasaman

Pemulia Astanto Kasno, Novita N, Trustinah, A. Munip, Joko Purwanto dan Harry Prasetyo Peneliti patologis Sri Hardaningsi

(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian


(5)

d. Varietas Zebra

Dilepas tahun 3 November 1992

SK Mentan 622/Kpts/TP.240/11/92

No seleksi MGS 9-2-5/NC 3033-4B-9

Asal Hasil seleksi galur dari F2 asal ICRISAT

Hasil rata-rata 1.40-3.80 ton/ha polong kering

Warna batang Hijau

Warna daun Hijau

Warna bunga Kuning

Warna ginofor Hijau

Warna biji Putih

Bentuk polong Tidak berpinggang

Lukisan jarring Jelas

Tipe pertumbuhan Tegak

Umur berbunga 28-31 hari

Umur polong tua 95-100 hari

Bobot 100 biji 30-35 g

Kadar protein 21.6%

Kadar lemak 43.0%

Ketahanan terhadap penyakit Toleran penyakit karat dan bercak daun Sifat-sifat lain Rendemen biji dari polong 70%

Keterangan Cocok untuk lahan tegal dan sawah, hasil stabil dan responsif terhadap perbaikan lingkungan

Pemulia Astanto Kasno, Novita N, Trustinah, Srir Astuti Rais, Lasimin Sumarsono dan B. Sukarno

(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kupang pada tanggal 10 Mei 1979. Sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara dari pasangan Lukas Lelang dan Tarhodji Ndolu Ndolu. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana (UNDANA) pada tahun 2004 di Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman (PBT), Departemen Agronomi dan Hortikultura pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Yayasan Pendidikan Cendana Wangi (SANDINAWA).

Penulis bekerja sebagai Dosen di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Timor (UNIMOR) di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2007 - sekarang. Sebagian Tesis ini di publikasikan pada jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan dengan judul Analisis Lintas Karakter Kuantitatif pada Galur-galur Harapan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).