Analysis of flood extend and inundation of Upper Citarum based on hydrodynamic model and geographic information systems

1

ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN
DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL
HIDRODINAMIK DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ADANG HAMDANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Wilayah
Rawan Banjir Dan Genangan Das Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi

Model Hidrodinamik Dan Sistem Informasi Geografis” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Adang Hamdani
NIM P052100131

iv

v

RINGKASAN
ADANG HAMDANI. Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS

Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi
Geografis. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan BUDI
KARTIWA.
Banjir di wilayah DAS Citarum Hulu terutama di kawasan Cekungan
Bandung terjadi hampir setiap tahun. Selain karena curah hujan yang tinggi, banjir
tersebut juga disebabkan karena rusaknya DAS akibat konversi lahan yang
berlebihan serta deforestasi. Setiap kali kejadian Banjir di wilayah DAS Citarum
tidak saja melanda permukiman penduduk tetapi juga merusak tanaman padi pada
sentra produksi padi nasional di wilayah pantura Jawa Barat serta infrastruktur
lain dengan tingkat kerugian yang tidak sedikit. Dalam intensitas dan frekuensi
yang tinggi tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap produksi padi nasional
yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan.
Penelitian ini betujuan menganalisis karakteristik debit sungai dan debit
banjir Citarum Hulu, menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa
Barat skala 1:100.000 pada beberapa skenario periode ulang banjir 2, 25 dan 100
tahunan dan menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat
banjir dan genangan di wilayah DAS Citarum Hulu, Jawa Barat. Debit banjir
periode ulang dihitung berdasarkan frekuensi Gumbel. Pemodelan banjir dan
genangan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Hidrodinamik HEC RAS yang
dikembangkan oleh US Army Corp of Engineers (2002), sedangkan kerugian

banjir diduga dengan menggunakan model simulasi tanaman padi rawan banjir
RENDAMAN.CSM.
Hasil analisis menujukkan bahwa rasio debit maksimum dan debit minimum
yang cukup tinggi, frekuensi debit banjir yang tinggi serta besaran debit banjir
ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi DAS Citurum Hulu telah mengalami
kerusakan parah. Berdasarkan kondisi tersebut terjadi banjir yang cukup tinggi
dibuktikan dari luasnya wilayah rawan banjir yang dihasilkan dari simulasi banjir
pada periode ulang dua tahun. Potensi kerugian padi akibat banjir di lahan sawah
tersebut pada periode ulang dua tahun mencapai 8,4 milyar Rupiah, besaran ini
menjadi tiga kali lipat pada simulasi banjir periode ulang 25 tahun dan 6,4 kali
lipay pada periode ulang 100 tahun. Rasio lonjakan kerugian padi dari periode 25
tahun ke 100 tahun lebih tinggi dibanding dari periode dua tahun ke 25 tahun. Hal
ini di taksir karena wilayah rawan banjir pada debit periode ulang 100 tahun
selain berada pada wilayah rawan banjir 25 tahun juga meliputi lahan sawah
dengan ketinggian air antara 55 sampai 110 cm. Pada wilayah ini kerugian padi
cukup besar dibandingkan pada wilayah rawan banjir 25 tahun

vi

vii


SUMMARY
ADANG HAMDANI. Analysis of Flood Extend and Inundation of Upper
Citarum based on Hydrodynamic Model and Geographic Information Systems.
Supervised by M. YANUAR JARWADI PURWANTO and BUDI KARTIWA.
Flooding in the Upper Citarum river basin, especially in the Cekungan
Bandung occur almost every year. In addition to its high rainfall, the floods also
caused by excessive land conversion and deforestation. Flooding events in the
Citarum basin not only hit the local settlements, but also damaging rice crops and
other infrastructures located in the national rice production centers in the north
coast of West Java. Therefore, these losses then affect the national rice production
which destabilize food security.
The purposes of this study are to analyzing the characteristics of river flow
and flood discharge of Upper Citarum, preparing inundation maps of Upper
Citarum in the scale of 1:100,000 with return flood period scenario of 2, 25 and
100 years, and analyzing the potential for rice crop losses caused by the flood and
inundation in the upper Citarum river basin, West Java. Flood return period was
calculated based on the Gumbel frequency. Flood and inundation was modeled
using HECRAS which was developed by the U.S. Army Corp of Engineers
(2002). While the rice crops losses by the flood and inundation was estimated

using RENDAMAN.CSM model.
Results of the analysis showed that the ratio of the maximum and minimum
flow discharge was high and so the frequency and magnitude of extreme flood
discharge. These suggest that the upstream watershed condition of Citarum river
basin has suffered severe damage. These conditions result in the high flood
demonstrated by the extent of the flood-prone areas resulted from flood simulation
on a two-year return period. Potential loss of rice due to floods in the paddy fields
on a two-year return period reached 8.4 billion rupiah, this amount will be tripled
in the 25 years flood return period and becomes 6.4 times in the 100-year return
period. Paddy spikes loss ratio of the period of 25 years to 100 years is higher
than 2-year period to 25 years. This is because flood-prone areas in the 100-year
return period not just located in the same area of 25-year flood return period but
also includes the wetland area with water levels in between 55 to 110 cm. Losses
in this area is higher compared to the losses of 25-years flood return periods.

viii

ix

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

x

xi

ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN
DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL
HIDRODINAMIK DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ADANG HAMDANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

xii

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Widiatmaka, DEA

i
Judul Tesis

:

Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS

Citarum
Hulu
Berdasarkan
Aplikasi
Model
Hidrodinamik dan Sistem Informasi Geografis

Nama

:

Adang Hamdani

NIM

:

P052100131

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS
Ketua

Dr Ir Budi Kartiwa, CESA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

31 Mei 2013

Tanggal Lulus:
Juni 2013

ii

iii

PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah, dan rizki-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS
Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi
Geografis dengan sebaik-baiknya. Penelitian yang dilaksanakan ini mempunyai
tujuan utama untuk menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa
Barat skala 1:100.000 periode ulang banjir 2, 25 dan 100 tahun serta menganalisis
kerugian banjir pada tanaman di wilayah DAS Citarum Hulu, Jawa Barat.
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi instansi-instansi, seperti IPB yang
dapat menelaah kejadian banjir di DAS Citarum Hulu dari sisi keilmuan dan Balai

Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, sebagai balai penelitian dibawah otoritas
Kementerian Pertanian dengan salah satu tugasnya meneliti dan mengkaji
kejadian banjir dan kekeringan kaitannya dengan pertanian serta berbagai
Kementerian dalam rangka antisipasi, mitigasi serta perencanaan wilayah yang
lebih komprehensif.
Penghargaan dan ucapan terima kasih sebesarnya disampaikan kepada
Bapak Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS dan Bapak Dr Ir Budi Kartiwa
DEA atas segala bimbingan, pengarahan, dan nasehat-nasehatnya, hingga
terselesaikannya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan Bapak
Dr Ir. Widiatmaka DEA sebagai dosen penguji pada ujian tesis, isteri saya tercinta
Virgi Purwardani SIP atas doa, dorongan dan bantuannya dalam mengkoreksi
tulisan, rekan saya Setyono Hari Adi SKom MSc yang telah membantu dalam
pengumpulan data di lapangan serta segenap rekan-rekan dan sahabat karib di
lingkup Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Semoga
semua amal kebajikan tersebut mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Adang Hamdani

iv

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Berpikir Teoritis
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Banjir
Sistem Informasi Geografis
Subsistem dan Komponen Sistem Informasi Geografis
Aplikasi HEC-RAS Dalam Penanganan Banjir
Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Metode
Tahapan Penelitian
Analisis Karakteristik Debit dan hujan
Pemodelan Banjir dan Genangan
Perhitungan Dampak Banjir
Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya Pencegahan
Banjir di DAS Citarum Hulu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Wilayah Studi
Karakteristik DAS Citarum
Karakteristik Penggunaan Lahan
Data Banjir Existing Sungai Citarum
Analisis Karakteristik Debit dan Hujan
Hidrograf harian Aliran Sungai Citarum Hulu
Analisis Debit Maksimum-Minimum
Debit Banjir Periode Ulang Sungai Citarum
Model Simulasi Debit Harian Sungai Citarum
Pemodelan Banjir dan Genangan
Data Penampang Sungai Citarum di Wilayah Pengamatan
Pemodelan banjir dengan metode HEC-RAS
Perbandingan Peta Rawan Banjir
Perhitungan Dampak Banjir Untuk Tanaman Padi
Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir
Kerugian Tanaman Padi
Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya
Pencegahan Banjir di DAS Citarum Hulu
Upaya Menurunkan debit puncak dan aliran permukaan

ii
iii
iv
1
1
2
3
4
4
5
5
5
6
7
10
12
12
12
14
14
16
19
23
25
25
25
26
28
33
34
35
36
37
39
39
42
52
54
54
56
63
63
63

ii
Pembatasan dan Pengendalian Ruang Sempadan Sungai dan Dataran
Banjir Dengan Pengembangan Kawasan Secara Vertikal.
66
Perbaikan Infrastruktur pengendali Banjir
68
Introduksi Varietas Padi Toleran Banjir Untuk Mereduksi Kerugian
Banjir
69
SIMPULAN DAN SARAN
71
Simpulan
71
Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
72
LAMPIRAN
Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP
88

DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan bahan dan peralatan dalam penelitian
2. Kriteria penentu model kesesuaian posisi pengembangan dam parit
individual.
3. Luas penggunaan lahan di wilayah DAS Citarum Hulu
4. Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun 2000 – 2008
5. Debit maksimum dan debit minimum Sungai Citarum selama periode
1998 – 2008
6. Debit banjir periode ulang sungai dan anak sungai Citarum pada setiap
pos pengamatan banjir dengan metode Gumbel
7. Perbandingan volume aliran sungai pengukuran dan simulasi bulanan
tahun 2008, Sungai Citarum Hulu
8. Nilai kekasapan permukaan dan luas areal tutapan lahan di lokasi
penelitian.
9. Kelompok kemiripan penampang melintang sungai Citarum Hulu
10. Luas banjir pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu
pada debit banjir periode ulang 2, 25 dan 100 tahun.
11. Luas banjir per kecamatan pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS
Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun.
12. Wilayah rawan banjir Sungai Citarum Hulu berdasarkan hasil pencatatan
wilayah rawan banjir oleh Perum Jasa Tirta II.
13. Komponen hasil varietas padi tahan rendaman setelah mengalami
perendaman lebih lebih 14 hari pada fase primodia.
14. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian
tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 2 tahun.
15. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian
tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 25 tahun.
16. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian
tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 100 tahun.
17. Pengaruh tinggi genangan terhadap lamanya genangan dan kerugian
tanaman padi perhektar pada kejadian banjir sungai Citarum Hulu.

13
24
26
29
36
37
39
42
44
46
51
53
56
60
61
61
63

iii

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

23.
24.
25.
26.

Diagram alir kerangka berpikir teoritis penelitian pemetaan daerah
rawan banjir di DAS Citarum Hulu.
Dugaan penurunan hasil padi varietas unggul baru (VUB) dan varietas
tahan rendaman (VTR) untuk lama rendaman berbeda di Subang,
Jawa Barat menggunakan model simulasi.
Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu.
Tahapan penelitian.
Diagram pemodelan GR4J
Penjabaran persamaan energi dalam pemodelan HEC-RAS
Pembagian aliran pada sebuah penampang melintang sungai dalam
pemodelan HEC-RAS
Proses terjadinya banjir pada pemodelan HEC-RAS
Bentuk tampilan pemodelan RENDAMAN.CSM
Peta penggunaan lahan di wilayah penelitian (Sumber: Analisis Citra
Avnir Tahun 2010)
Grafik debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot
pada periode kejadian hujan Januari – April 2006.
Grafik debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot
pada periode kejadian hujan Maret – April 2007.
Grafik debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot
pada periode kejadian hujan November – Desember 2009.
Model perangkat lunak pengelolaan data iklim dan hidrologi Citarum
Hulu berbasis manajemen database.
Hidrograf harian Sungai Citarum di tiga titik pengamatan.
Grafik debit maksimum dan debit minimum Sungai Citarum pada pos
pengamat Nanjung.
Contoh sebaran banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 tahunan
debit Sungai Citarum pada pos pengamatan Nanjung
Kalibrasi model debit harian Sungai Citarum Hulu tahun 2008
Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan
Majalaya
Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan
Baleendah
Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan
Soreang
Proses penentuan batas aliran sungai (badan basah), riverbank, jalur
aliran banjir dan penarikan bentuk penampang melintang sungai
Citarum bagian Hulu.
Analisis geometri sungai dan anak-anak Sungai Citarum Hulu dalam
pemodelan HEC-RAS
Data entri simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis) pada
Model HEC-RAS 4.1.0
Tinggi muka air hasil simulasi aliran permanen pada setiap debit
peride banjir di sekitar wilayah pos pengamatan Nanjung.
Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit
banjir periode ulang 2 tahun.

3

11
12
14
15
17
18
19
20
27
28
32
32
33
34
35
37
38
40
41
41

43
44
45
45
48

iv
27.
28.
29.
30.

31.
32.
33.
34.
35.

36.
37.

Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit
banjir periode ulang 25 tahun.
Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit
banjir periode ulang 100 tahun.
Perbandingan wilayah banjir hasil pemodelan HEC-RAS dengan peta
rawan banjir hasil survey tingkat desa oleh Perum Jasa Tirta II.
Dugaan penurunan hasil padi varietas eksisting dan varietas tahan
rendaman berdasarkan lamanya hari terendam banjir di Wilayah
penelitian menggunakan model simulasi RENDAMAN.CSM.
Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu
pada debit banjir periode ulang 2 tahunan.
Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu
pada debit banjir periode ulang 2 tahunan.
Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu
pada debit banjir periode ulang 100 tahunan.
Jumlah debit Citarum Hulu yang harus diturunkan untuk mencegah
terjadi banjir berdasarkan simulasi model GR4J
Skenario letak dam parit dalam rangka menurunkan volume aliran
permukaan di DAS Citarum Hulu berdasarkan aplikasi pemodelan
IFAS.
Grafik perbandingan simulasi debit Citarum Hulu dengan skenario
penerapan 10 dam parit inisial.
Peta wilayah banjir pada penggunaan lahan di wilyah penelitian

49
50
54

55
57
58
59
64

65
66
67

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Bahasa pemrograman RENDAMAN CSM

75

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dibandingkan 39
DAS lainnya. Keberadaan DAS Citarum memiliki nilai strategis baik bagi Jawa
Barat maupun secara nasional karena berfungsi sebagai sumber air baku untuk air
minum, kegiatan industri, pembangkit listrik, irigasi untuk pertanian, perikanan
serta untuk berbagai kebutuhan lainnya (BPLHD Jawa Barat, 2012). Dalam
bidang pertanian porsi irigasi terbesar untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di
sentra produksi padi wilayah pantura Jawa Barat dipenuhi dari aliran Citarum.
Sehingga dapat dipastikan kemandirian pangan terutama padi di Jawa Barat
sangat menggantungkan pada kuantitas dan kualitas air sungai Citarum.
Kondisi Sungai Citarum Hulu pada saat ini sangat memprihatinkan. Dari sisi
kualitas Sungai Citarum Hulu pernah mendapat predikat sungai terkotor di dunia
(The Sun, 2009 dalam BPLHD Jawa Barat, 2011). Sedangkan dari sisi kuantitas
permasalahan banjir merupakan kejadian rutin tahunan di wilayah hulu. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya fungsi kawasan lindung (hutan dan non
hutan), berkembangnya permukiman tanpa perencanaan yang baik, dan budi
daya pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang
menyebabkan banyaknya lahan kritis, kadar erosi yang semakin tinggi yang
mengakibatkan sedimentasi di palung sungai, waduk, bahkan masuk ke jaringan
prasarana air (BPLHD Jawa Barat, 2011).
Rajab (2010) menyatakan hampir setiap tahun selalu terjadi banjir pada
wilayah DAS Citarum Hulu terutama di kawasan Cekungan Bandung. Selain
karena curah hujan yang tinggi, banjir tersebut juga disebabkan karena rusaknya
DAS akibat konversi lahan yang berlebihan serta deforestasi. Dapat dibayangkan
ketika terjadi hujan ekstrim di wilayah DAS Citarum Hulu saja sudah terjadi
banjir, lalu bagaimana dengan DAS Citarum Hilir yang mempunyai ketinggian di
bawah DAS Citarum Hulu. Setiap kali kejadian Banjir di wilayah DAS Citarum
tidak saja melanda permukiman penduduk tetapi juga merusak tanaman padi pada
sentra produksi padi nasional di wilayah pantura Jawa Barat serta infrastruktur
lain dengan tingkat kerugian yang tidak sedikit. Dalam intensitas dan frekuensi
yang tinggi tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap produksi padi nasional
yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan.
Kejadian banjir di daerah DAS Citarum Hulu terjadi Hampir setiap tahun
pada puncak musim penghujan dengan intensitas hujan yang menghasilkan
limpasan permukaan yang tinggi. Wilayah-wilayah yang sering tergenangi banjir
adalah Bandung Selatan dan Timur terutama di Kec. Baleendah, Dayeukolot,
Bojongsoang dan Majalaya. Hasil analisis wilayah potensi banjir awal tahun 2010
didapatkan luas wilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi adalah 3.343,3 ha,
berpotensi tinggi 4.871,3 ha dan berpotensi sedang 6.905,6 ha Untuk wilayahwilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi terletak di sekitar titik pertemuan
sungai seperti Sungai Citarik, Cikeruh dan Cirasea di Kec Bojongsoang dan S.
Cikapundung-Cisangkuy di Kec. Bojongsoang dan Baleendah serta di sepanjang
bantaran sungai (Era Baru News, 2010).

2
Upaya penanganan dan manajemen banjir di kawasan DAS sebenarnya
sudah lama dilaksanakan, namun peta wilayah banjir sebagai peta kerja yang
berbasis citra beresolusi tinggi berbasis model hidrodinamik (berdasarkan ratarata air dengan debit yang dinamis) belum tersedia. Oleh karena itu peta potensi
wilayah banjir di DAS Citarum Hulu dengan pendekatan tersebut merupakan
sebuah keharusan yang sangat mendesak. Peta ini sangat dibutuhkan oleh berbagai
instansi yang berhubungan langsung dengan pengelolaan DAS Citarum Hulu,
diantaranya Perum Jasa Tirta II sebagai pengelola Waduk Jati Luhur yang
bersumber langsung dari sungai Citarum. Setiap kejadian banjir Perum Jasa Tirta
II selalu kesulitan untuk mengambil tindakan preventif maupun tindakan
antisipasi karena peta potensi wilayah banjir yang dapat digunakan sebagai peta
kerja belum tersedia. Penanganan saat ini yang dilakukannya hanya memetakan
wilayah banjir dengan cara pemantauan langsung. Padahal wilayah banjir dan
genangan akan berubah-ubah sesuai dengan kuantitas hujan yang terjadi.
Kejadian ini juga dialami oleh berbagai instansi lain seperti Kementerian
Pertanian yang sangat perduli dengan produksi padi di kawasan pantura Jawa
Barat sebagai salah satu sentra produksi padi nasional yang mendapat pengairan
dari saluran irigasi Tarum Barat dan Tarum Timur yang dikelola oleh Perum Jasa
Tirta II. Demikian juga dengan Kementrian Kimpraswil dan Kementerian lainnya
yang sangat membutuhkan peta wilayah banjir ini untuk antisipasi, mitigasi dan
strategi penanganan bencana banjir Pantura Jawa Barat. Prediksi kerugian secara
ekonomi juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Dengan adanya
prediksi ini diharapkan strategi penanganan banjir menjadi lebih komprehensif,
juga dimasa mendatang, perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan peta kerja tersebut ke dalam strategi
yang disusun.

Kerangka Berpikir Teoritis
Upaya mengantisipasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan terpadu
(integrated approach), yaitu: (1) aspek prakiraan (forecasting) curah hujan (2)
aspek deliniasi (deliniation) wilayah rawan banjir dan kekeringan. Pada aspek
pertama, secara teoritis masalah banjir dan kekeringan akan dapat diminimalkan
resikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan
akurat. Sedangkan pada aspek kedua, zonasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan
untuk menyusun strategi antisipasi yang lebih terfokus. Pada aspek ini deliniasi
wilayah banjir secara temporal/antar waktu (dinamis) dapat digunakan untuk
mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir yang
memungkinkan untuk melakukan prediksi wilayah banjir di masa mendatang.
Dalam penelitian, kedua pendekatan ini akan dilakukan sehingga keluaran akhir
dari hasil proses analisis dapat diciptakan beberapa peta zonasi wilayah banjir
yang dinamis, bersolusi tinggi, menyerupai kejadian yang sesungguhnya serta
telah mengintegrasikan aspek prediksi perubahan tutupan lahan.
Peta spasial banjir di wilayah DAS Citarum Hulu secara temporal dibuat
dengan tiga model skenario waktu banjir, yaitu 10, 25 dan 100 tahunan. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa perubahan tutupan lahan akan terus
berlanjut hingga 100 tahun ke depan, dengan demikian penyusunan peta banjir

3
disesuaikan dengan prediksi perubahan tutupan lahan. Secara lengkap model
kerangka berpikir teoritis dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Pembangunan yang tidak
ramah lingkungan
menyebabkan rusaknya DAS

Anomali Iklim
dan kejadian
hujan ekstrim

Ketersedian Peta
Banjir hanya
berskala tidak detail

Tindakan antisipasi dan
mitigasi bahaya banjir
yang kurang tepat

Diperlukan Peta Banjir
berskala detail sebagai
peta kerja

Prediksi kejadian banjir
dan taksiran kerugian

Solusi dan Langkah
Tindakan (Upaya
Mitigasi)

Gambar 1.

Perencanaan
pembangunan wilayah
yang lebih tepat dan
terarah

Diagram alir kerangka berpikir teoritis penelitian pemetaan daerah
rawan banjir di DAS Citarum Hulu.

Perumusan Masalah
Kejadian banjir di DAS Citarum Hulu yang selalu terjadi setiap tahun
memerlukan penangan yang sangat strategis. Sebelum melakukan perencanaan
penanganan yang lebih jauh maka karakteristik debit sungai Citarum Hulu perlu
dipahami untuk dapat memprediksi sebaran dan luasan banjir serta dampak
kerugian yang ditimbulkan. Pendekatan yang dilakukan dapat dimulai melalui
deskwork study dengan memahami pola debit dari data pencatatan pada stasiunstasiun debit sungai baik pada sungai utama maupun pada anak-anak sungai
terpenting yang mengalir dan masuk ke sungai utama.
Analisis tutupan lahan dan pemahaman tentang topografi DAS Citarum
Hulu diperlukan guna mengintegrasikan hasil analisis deskwork sudy menjadi
sebuah peta rawan banjir sebagai peta kerja yang dapat digunakan dalam rangka
antisipasi dan mistigasi bencana banjir di kawasan DAS Citarum Hulu. Lebih jauh
peta kerja ini dapat digunakan untuk menghitung dampak kerugian tanaman padi
yang diakibatkan oleh kejadian banjir. Seperti diketahui bahwa padi merupakan

4
sumber pangan pokok utama di Indonesia. Kurangnya pasokan padi dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi nasional dapat berakibat fatal terhadap
kemandirian pangan dan stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu dampak banjir terhadap tanaman padi perlu dikuantifikasi dengan tepat.
Hingga saat ini kerugian padi akibat banjir hanya dilihat dari seberapa luas
tanaman padi yang rusak akibat banjir. Sebenarnya masih ada satu jenis kerugian
yang harus diperhitungkan, yaitu kehilangan hasil padi sebagai respon adaptif
terhadap tinggi genangan dan lama genangan. Faktor ini sangat penting mengingat
kejadian banjir di Citarum Hulu sering melanda bertepatan pada saat tanaman padi
pada masa vegetatip. Tidak sedikit petani membiarkan tanaman yang terkena
banjir untuk tumbuh dan menghasilkan daripada mengelurkan modal kembali
untuk menanam. Hal ini tentunya berdampak pada produksi yang menjadi jauh
dibawah produksi normalnya sehingga menimbulkan kerugian yang cukup nyata.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka tiga buah permasalahan yang harus
dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana memahami karakteristik debit sungai dan banjir DAS Citarum
Hulu?
2. Berapa luasan dan bagaimana sebaran wilayah rawan banjir di DAS Citarum
Hulu?
3. Berapa potensi kerugian banjir terhadap tanaman padi di wilayah DAS
Citarum Hulu?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian bertujuan untuk:
1. Menganalisis karakteristik debit sungai dan debit banjir Citarum Hulu, Jawa
Barat.
2. Menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat skala
1:100.000 pada beberapa skenario periode ulang banjir 2, 25 dan 100 tahunan
3. Menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat banjir
dan genangan di wilayah DAS Citarum Hulu, Jawa Barat

Manfaat
Keluaran penelitian yang berupa peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu,
Jawa Barat skala 1:100.000 pada beberapa skenario periode ulang banjir 2, 25 dan
100 tahunan dapat bermanfaat bagi instansi-instansi, seperti IPB yang dapat
menelaah kejadian banjir di DAS Citarum Hulu dari sisi keilmuan dan Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, sebagai balai penelitian dibawah otoritas
Kementerian Pertanian yang salah satunya mempunyai tugas meneliti dan
mengkaji kejadian banjir dan kekeringan kaitanya terhadap pertanian dalam kasus
ini di wilayah pantura Jawa Barat, Perum Jasa Tirta II, sebagai otoritas pelaksana
teknis pengelolaan Waduk Jatiluhur dan irigasi wilayah pantura Jawa Barat yang
sebagian besar sumberdaya airnya berasal dari DAS Citarum, Pemerintah Daerah
Kabupaten dan Kotamadya Bandung serta berbagai Kementerian dalam rangka
antisipasi, mitigasi serta perencanaan wilayah yang lebih komprehensif.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang sangat biasa kita ketahui. Hampir
setiap kejadian hujan ekstrim, fenomena banjir sering terjadi di kota-kota besar
seperti Jakarta, Semarang dan Bandung. Banjir banyak terjadi pada kawasan yang
biasanya banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat
didefinisikan sebagai hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi
permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita
bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian
air di permukaan bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat
melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan
oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Menurut Windarta (2009), dilihat dari bentuk kejadian banjir dapat
dikategorikan banjir bandang dan banjir menggenang. Banjir bandang adalah
luapan air yang datangnya secara tiba tiba dan menimbulkan kerusakan akibat
kecepatan arus air. Sedangkan banjir genangan yang biasanya terjadi di hilir dan
dataran rendah, adalah banjir yang menimbulkan kerusakan/gangguan akibat
genangan air. Peristiwa terjadinya bencana banjir melibatkan dua fenomena yaitu:
kejadian banjir dan keberadaan manusia dan harta benda di daerah kejadian.
Dengan demikian, jika terjadi luapan/genangan air yang mengganggu kehidupan
manusia (melanda manusia dan harta benda) maka terjadilah bencana.
Kadri (2007) menyebutkan bahwa penyebab terjadinya banjir ditinjau dari
aspek hidrologi dan hidrolika antara lain adalah:
1. Penurunan kualitas DAS bagian hulu karena adanya perubahan penataan lahan
yang mengakibatkan erosi dan koefisien aliran air menjadi tinggi.
2. Urbanisasi yang mengurangi daerah penyerapan air dan meningkatkan
koefisien aliran air.
3. Intensitas curah hujan yang besar.
4. Pengurangan daerah tampungan, seperti kerusakan situ, danau dll.
5. Bangunan pengendali banjir tidak memadai akibat pemeliharaan yang buruk.
6. Kapasitas alir dan tampung sungai menurun akibat sedimentasi dan sampah.
7. Infrastruktur pada badan air akan menurunkan kapasitas alir sungai
8. Sistem operasi yang kurang optimal pada bangunan pengendali banjir, seperti
pintu air.

Sistem Informasi Geografis
Definisi SIG selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Pada bagian ini
akan diterangkan beberapa definisi SIG yang diambil dari beberapa literatur.
Reynolds (1997) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis adalah kumpulan
data spasial referensi (yaitu data yang memiliki titik lokasi geografis) dan
peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan data, antara lain komputer,
lemari file, kalkulator (jika ada), pena, pensil, penyusunan meja, dan lain-lain.
Sedangkan Aini (2007) menjelaskan bahwa Sistem Informasi Georafis atau

6
Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang
berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang
memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan) dengan beberapa aksi yang
dapat dilakukan seperti meng-capture, mengecek, mengintegrasikan,
memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial
mereferensikan kepada kondisi bumi.
Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti
query dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik
yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan
Sistem Informasi lainya yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan
untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang
terjadi.
Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan
nama Data Banks for Develompment (Rais, 2005 dalam Aini, 2007 ). Munculnya
istilah Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh
General Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada
tahun 1967. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS
(Canadian GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLICanadian Land Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di
wilayah pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah,
pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala
1:250.000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis berkembang di beberapa
benua terutama Benua Amerika, BenuaEropa, Benua Australia, dan Benua Asia
Subsistem dan Komponen Sistem Informasi Geografis
Ada empat subsistem dalam Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2001) :
1. Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan
data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang
bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan formatformat data-data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2. Data Output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh
atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy
seperti : Tabel, grafik, peta dan lain-lain.
3. Data Management Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun
atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil,
diupdate dan diedit.
4. Data Manipulation & Analysis Susbsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga
melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi
yang diharapkan.
SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan
lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan.
Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Gistut, 1994 dalam Prahasta,
2001) :

7
1. Perangkat Keras Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat
keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang
luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang
besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar.
2. Perangkat Lunak Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem
perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang
peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan
perangkat lunak yang terdiri beberapa modul, hingga jangan heran jika ada
perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang masingmasing dapat dieksekusi sendiri.
3. Data dan Informasi Geografi SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data
dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara
mengimpornya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lainnya maupun
secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan
memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan laporan.
4. Manajemen sebuah proyek SIG akan berhasil jika dikelola dengan baik dan
dikerjakan oleh orang yang memiliki keahlian tepat pada semua tingkatan.

Aplikasi HEC-RAS Dalam Penanganan Banjir
Penelitian tentang banjir dengan mengintegrasikan sistem informasi
geografis di Indonesia sudah banyak dilakukan. Tetapi batasan penelitian yang
digunakan terlalu luas yang ditandai dengan kecilnya ukuran skala peta. Hal ini
dimaksudkan agar informasi wilayah rawan banjir di seluruh Indonesia dapat
ditampilkan dalam satu lembar peta. Informasi tersebut memang sangat
bermanfaat namun tidak mungkin untuk digunakan sebagai peta kerja. Sebaran
wilayah rentan banjir banyak dibuat per pulau, padahal dalam kenyataannya petapeta tersebut tidak menjadi valid ketika digunakan di lapangan. Oleh karena itu
pendekatan baru yang lebih mendekati kenyataan merupakan kebutuhan yang
sangat mendesak.
Pendekatan yang telah diperkenalkan pada awal tahun 2000 adalah
pendekatan model hidrolika yang diintegrasikan ke dalam sistem informasi
geografis. Beberapa literatur berikut menjelaskan penelitian tentang penggunaan
model hidrolika dalam mereduksi banjir yang dilakukan di luar Indonesia. Untuk
mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan sistem informasi
geografis. US. Army Corps. Of Engineer mengembangkan HEC-GeoHMS dan
HEC-GeoRAS. Hasil program ini merupakan hasil analisis model yang kemudian
dianalisis secara spasial dengan menggunakan perangkat lunak SIG seperti
ArcView. ArcView akan bekerja dengan optimal apabila digunakan data peta
DEM (Digital Elevation Mode ) yang umumnya dibangkitkan berdasarkan data
radar atau foto udara yang akurat. Sedangkan data tutupan lahan dapat secara baik
digunakan peta berdasarkan citra satelit.
Pitocchi dan Mazzoli (2001) juga menggunakan sistem model ini untuk
proses perencanaan dan manajemen banjir di DAS Romagna disesuaikan dengan
standar kebutuhan database. Mereka menerangkan bahwa Interface HECGeoRAS membentuk Shape file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-

8
RAS, shape file ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui
daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, kemudian dapat
diekplorasi lebih lanjut mengenai kerugian yang akan terjadi seperti beberapa
banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau
peruntukan lain, berapa jumlah jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain serta
keberadaan database spasial yang terkait dalam ArcView.
Model extension ini memungkinan menanggulangi aspek dua dimensi pada
aliran melalui hubungan antara geometri sungai dengan model dijital terrain
dalam bentuk format Triangulated Irregular Network (TIN). Dengan ekstensi ini,
keluaran didapatkan dari HEC-RAS untuk setiap potongan penampang
diinterpolasikan antara potongan penampang, termasuk didalamnya kedalaman air
dan kecepatan air permukaan. Model ini memungkinkan untuk memetakan daerah
genangan banjir untuk hidrograf banjir pada perioda ulang tertentu. Sistem ini
secara khusus dikembangkan untuk keperluan rekonstruksi kurva debit dan neraca
air pada DAS tersebut dan memberikan hasil mengambarkan hubungan debit dan
kedalaman dalam kondisi muka air tinggi dan rendah dengan memperhatikan
parameter aliran.
Secara terpisah Fongers (2002) melakukan studi hidrologi di DAS Ryerson
dan menghasilkan hasil yang baik untuk memprediksi volume limpasan dan aliran
puncak banjir melalui kondisi langsung permukaan tanah pada hujan dengan
perioda ulang 2, 10 dan 100 tahunan. DAS Ryerson dibagi menjadi sub-sub DAS
kecil yang kemudian direpresentasikan ke dalam elemen hidrologi pada HECHMS. Secara rinci dilakukan uji terhadap berbagai Curve Number agar diperoleh
nilai yang paling sesuai untuk setiap sub-sub DAS tersebut dan sekaligus diuji
untuk setiap perioda ulang tertentu. Lebih jauh Fongers (2002) menyatakan bahwa
sistem ini dapat dikembangkan untuk pengelola hujan badai (stormwater) secara
efektif dan menjabarkan kemungkinan untuk mengembangkan manajemen
stormwater untuk daerah hulu DAS.
Perlunya metoda hitungan kerugian banjir diperkuat oleh Sanders dan
Tabuchis (2000) yang membahas secara rinci mengenai analisis resiko banjir pada
sungai Thames, Inggris. Sistem informasi geografis berbasis ArcView 3.2
dikembangkan untuk mengetahui nilai kerugian (value of damage) akibat
terjadinya banjir. Dengan menggunakan data kedalaman air, portofolio asuransi
dan fungsi kehilangan, maka dapat ditentukan perkiraan kerugian berdasarkan
jumlah dan banyaknya properti yang terendam. Sistem ini memanfatkan kode pos
bangunan yang memuat data tipe bangunan dan koordinat lokasinya.
Lebih lanjut Sanders dan Tabuchis (2000) mengisyaratkan perlunya dibuat
loss curve atau kurva kerugian sebagai fungsi dari kedalaman banjir. Untuk
mengetahui daerah genangan banjir berdasarkan perioda ulang tertentu seperti
yang dibutuhkan pada analisis kerugian di atas. Interface HEC-GeoRAS
membentuk Shape file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HECRAS, shape
file ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan
banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat
diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti beberapa
banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau
peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain sesuai dengan
tujuan analisis dan keberadaan data base spasial yang terkait dalam ArcView.
Program HEC-RAS juga digunakan oleh Cook dan Merwade (2009) sebagai

9
metode prediksi banjir di Amerika Serikat. Pembaharuan peta bahaya banjir di AS
telah dilakukan melalui modernisasi peta dan program reduksi banjir. Penggunaan
informasi topografi yang berasal dari pendeteksian wilayah oleh cahaya (LIDAR)
memungkinkan terciptanya peta banjir genangan yang relatif lebih akurat.
Kelemahan LIDAR adalah tidak tersedia untuk seluruh Amerika Serikat. Bahkan
untuk daerah-daerah, dimana data LIDAR tersedia, efek faktor lain seperti
konfigurasi penampang melintang sungai dalam model satu dimensi (1D) yang
direpresentasikan kedalam model dua dimensi model (2D), representasi batimetri
sungai, dan pendekatan pemodelan yang tidak diteliti dengan baik atau
didokumentasikan.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengatasi beberapa masalah
banjir dengan cara membandingkan peta banjir yang baru dikembangkan dari data
LIDAR ke peta yang dikembangkan menggunakan topografi yang berbeda,
deskripsi geometri dan pendekatan pemodelan. Metodologi yang digunakan
melibatkan enam dataset topografi dengan resolusi horisontal, akurasi vertikal dan
rincian batimetri yang berbeda. Dataset topografi yang digunakan untuk membuat
peta genangan banjir selama dua belas konfigurasi penampang berbeda dihasilkan
dari model 1D HEC-RAS, sedangkan model 2D menggunakan FESWMS.
Perbandingan peta yang dihasilkan untuk dua wilayah studi (Strouds Creek
di North Carolina dan Brazos Sungai di Texas) menunjukkan bahwa genangan
banjir daerah berkurang dengan resolusi horisontal baik dan akurasi vertikal
dalam data topografi. Penurunan ini lebih ditingkatkan dengan memasukkan
batimetri
sungai
pada
data
topografi.
Secara
keseluruhan,
genangan yang diprediksi oleh FESWMS lebih kecil dibandingkan dengan
prediksi yang dihasilkan dari HEC-RAS. Untuk penelitian yang berskala daerah,
menunjukkan bahwa variasi pada peta genangan banjir yang timbul dari faktor
yang berbeda lebih kecil pada FESWMS dibandingkan dengan HEC-RAS.
Pada waktu yang sama, Lerat et al. (2009) menyatakan bahwa pemodelan
banjir genangan memerlukan aplikasi model hidrologi untuk menghitung arus
lateral dan model Hidrodinamik untuk menghitung tinggi air di sepanjang
jangkauan sungai. Dalam studi tersebut ini, Lerat et al. (2009) membandingkan
model GR4J pada limpasan curah hujan-limpasan model dan model propagasi
gelombang difusi linear pada Sungai Illinois dengan menggunakan data jamjaman selama 10 tahun. Perangkat yang digunakan dalam permodelan banjir
genangan ini juga menggunakan HEC-RAS .
Koutroulis dan Tsanis (2010) menggunakan HEC-RAS untuk
memperkirakan debit puncak pada kejadian banjir, hidrograf, dan volume
genangan, dimana karakteristik hidrologis wilayah banjir telah diketahui sebagian.
Indeks empiris digunakan untuk menghasilkan data curah hujan yang hilang,
sedangkan model hidrologi dan Hidrodinamik digunakan untuk mendelineasi
wilayah genangan, simulasi banjir, dan genangan banjir. Debit puncak, hidrograf,
dan volume, genangan dari analisis hidrograf diukur pada kejadian non-banjir
yang sehingga kejadian curah hujan yang diukur digunakan untuk mengkalibrasi
dan verifikasi simulasi. Persamaan empiris dikembangkan dalam rangka
memberikan debit puncak sebagai fungsi dari total curah hujan, deviasi standar,
dan durasi badai. Metode ini melibatkan pemodelan hidrologi dan Hidrodinamik
serta arus puncak perkiraan berdasarkan persamaan Manning dan pengukuran
genangan pasca banjir maksimum.

10
Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir
Model simulasi tanaman padi rawan banjir RENDAMAN.CSM merupakan
model simulasi tanaman padi dinamis yang berkerja berdasarkan sistem
kepakaran. Model simulasi dinamis dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat
antara kondisi lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman padi, sedangkan faktorfaktor pembatas yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan padi diperoleh
dari hasil-hasil penelitian para pakar tanaman padi. Model RENDAMAN.CSM
pertama kali dibangun pada 7 Desember 2010 oleh Karim Makarim, seorang
profesor riset di bidang Ekofisiologi dan Ilmu Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. RENDAMAN.CSM dibangun sebagai alat
bantu untuk pundugaan produksi padi akibat banjir beserta kerugian-kerugiannya.
Alat bantu tersebut dibangun dalam sebuah penelitian yang dilakukan dalam
rangka upaya antisipasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim global dan
kerusakan lingkungan yang salah satunya menyebabkan semakin meluasnya
bencana banjir dan genangan pada lahan sawah dengan tingkat kerugian yang
cukup nyata bagi petani.
Model RENDAMAN.CSM merupakan pengembangan dari model simulasi
PADI.CSM yang telah lama digunakan untuk menduga produksi padi berdasarkan
kondisi bio fisik lingkungan yang spesifik. Faktor-faktor biofisik lingkungan yang
dibangun dalam model simulasi PADI.CSM yang merupakan faktor pembatas
pertumbuhan padi antara lain adalah: sifat fisik dan kimia tanah, faktor-faktor
serangan hama dan penyakit serta faktor sosial ekonomi. Kaidah-kaidah
perhitungan matematis dalam menentukan potensi kehilangan hasil yang akibat
faktor pembatas lingkungan dalam model PADI.CSM mengikuti kaidah-kaidah
yang ditetapkan oleh de Vries at al. (1989), yaitu meliputi perhitungan tentang
asimilasi karbon, pertumbuhan morfologi, perhitungan transpirasi serta
perhitungan tentang neraca air tanah dan iklim.
Dalam perkembangnya model simulasi PADI.CSM dimutakhirkan kembali
dengan menambahkan sub-rutin pengaruh lamanya rendaman terhadap penurunan
hasil padi yang kemudian diberi nama Model Simulasi Padi Lahan Rawan Banjir
RENDAMAN.CSM. Faktor-faktor pembatas dalam RENDAMAN.CSM
diperoleh dari hasil penelitian tentang respon varietas padi terhadap perendaman,
pemupukan dan jarak tanam pada berbagai jenis varietas unggul biasa seperti
Ciherang, Mekongga dan IR64 dan sebagaianya serta varietas padi tahan
rendaman seperti Inpara 4 dan Inpara 5. Percobaan tersebut dilaksanakan di lahan
petani yang hampir setiap tahunnya terkena banjir, yaitu di Desa Langgengsari,
Kecamatan Belanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat, pada Januari-April 2010
(Ikhwani dan Makarim, 2012).
Model RENDAMAN.CSM pernah digunakan oleh Makarim dan Ikhwani
(2011) dalam menduga besarnya kehilangan hasil/ produktivitas tanaman padi
akibat banjir/rendaman untuk tiga kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten
Subang, Karawang dan Indramayu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
simulasi terhadap dua jenis kelompok varietas padi, yaitu varietas padi unggul
biasa (VUB) dan varietas padi tahan rendaman (VTR) sebelum rendaman adalah
sama sebesar 5,77 ton/ha, sedangkan berdasarkan informasi petani hasil gabah di
daerahnya berkisar antara 5 dan 6 ton/ha. Ini menunjukkan ketepatan model dalam
menduga hasil padi dengan menggunakan input iklim dan data tanah serta jumlah

11
pupuk yang diberikan petani. Berdasarkan dugaan model, perbedaan hasil antara
VUB dan VTR mulai nyata setelah lamanya rendaman 6 hari atau lebih. Pada
rendaman selama 6 hari hasil gabah VUB turun dari 5,77 ton/ha menjadi 3,13
ton/ha atau turun sebesar 2,64 ton/ha (54,2%). Besarnya penurunan hasil akan
lebih nyata dengan semakin lamanya waktu rendaman. Sebagai contoh pada
Gambar 2 diperlihatkan hasil simulasi RENDAMAN.CSM dalam menduga
penurunan produksi padi di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Gambar 2. Dugaan penurunan hasil padi varietas unggul baru (VUB) dan varietas
tahan rendaman (VTR) untuk lama rendaman berbeda di Subang,
Jawa Barat menggunakan model simulasi.
Sumber : Makarim dan Ikhwani (2011)
Lebih lanjut Makarim dan Ikhwani (2011) menaksir kerugian banjir
terhadap tanaman padi antara tahun 2006-2010 dengan menggunakan simulasi
RENDAMAN CSM dengan memasukkan data aktual besarnya kehilangan hasil/
produktivitas tanaman padi akibat banjir/rendaman untuk tiga kabupaten di Jawa
Barat. Rata-rata penurunan padi akibat banjir di tiga kabupaten tersebut adalah
adalah 2,65 ton/ha. Nilai rupiah dari kehilangan produksi untuk Kabupaten
Subang, Karawang dan Indramayu masing-masing adalah 26 ribu; 46 ribu; dan 34
ribu ton gabah kering panen. Besarnya kerugian petani akibat banjir pada urutan
Kabupaten yang sama adalah Rp.16,5; 6,8; dan 14,3 juta; sedangkan tiap
kabupaten mengalami kerugian sebesar Rp.68; 112 dan 93 milyar. Selanjutnya
hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa hadirnya varietas baru tahan
rendaman yang dapat bertahan terendam selama 14 hari, maka dapat
menyelamatkan penurunan hasil padi berturut-turut sebesar 3.248; 3.186; 3.008;
dan 2.645 kg/ha untuk tahun 2006-2010; 2020; 2050 dan 2100.

12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Akhir April 2012
pada wilayah DAS Citarum Hulu, yaitu sebelah barat bendungan Saguling.
Penelitian difokuskan pada wilayah DAS Citarum Hulu yang sangat rawan
terhadap banjir, diantaranya pada wilayah barat bedungan Saguling, diantaranya
meliputi Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Ciparay, Baleendah, dan
Majalaya.

Gambar 3. Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu.
Bahan dan Metode
Dalam penelitian ini beberapa bahan dan peralatan digunakan dalam
rangka pencapaian keluaran yang diinginkan. Bahan penelitian terdiri dari data
sekunder dan data primer. Data sekunder dibutuhkan dalam rangka memperoleh
informasi mengenai karakteristik sungai Citarum Hulu. Data diperoleh dengan
cara studi pustaka dan penelusuran informasi data pada berbagai instansi seperti:
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Balai Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (GMKG), Perusahaan Umum Jasa Tirta II, Balai Penelitian Agroklimat
dan Hidrologi dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Sedangkan data primer dibutuhkan untuk mengetahui kapasitas tampung
maksimum sungai Citarum Hulu yang diperoleh dengan cara pengukuran lapang.
Secara lengkap kebutuhan bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian
dijelaskan pada Tabel 1.

13
Tabel 1. Kebutuhan bahan dan peralatan dalam penelitian
Tujuan dan keluaran
1. Menganalisis
karakteristik debit
sungai dan debit banjir
Citarum Hulu
Keluaran :
Karakteristik debit
sungai dan debit banjir
Citarum Hulu

2. Menyusun peta rawan
banjir di DAS Citarum
Hulu

Metode Analisis
• Analisi deskriptif dan