Selection of transgenic sugarcane clones IPB 1 at various level of fertilizer N and P based on physiological properties and production

SELEKSI KLON-KLON TEBU TRANSGENIK IPB 1 PADA
BERBAGAI ARAS PEMUPUKAN N DAN P BERDASARKAN
SIFAT FISIOLOGIS DAN PRODUKSI

NURHADIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Seleksi Klon-Klon Tebu
Transgenik IPB 1 pada berbagai Aras Pemupukan N dan P berdasarkan Sifat
Fisiologis dan Produksi adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor,


April 2012

Nurhadiah
NRP. A154090011

ABSTRACT
NURHADIAH. Selection of Transgenic Sugarcane Clones IPB 1 at various Level
of Fertilizer N and P based on Physiological Properties and Production.
Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA, ANAS MIFTAH FAUZI and AGUS
PURWITO.
IPB 1 transgenic sugarcane clones are clones of sugarcane expressing
phytase gene cv. PS 851, which has been done by previous researchers. In the
process of genetic transformation, stages of regeneration through callus
formation process will induce genetic variation. The process of transformation
induced to somaclonal variation can contribute to differences among transgenic
clones. This study aims to get the best clones of transgenic sugarcane IPB 1
which has high efficiency of N and P fertilizer use, high chlorophyll content, high
phytase activity, high biomass and sugar production. This study is also aimed to
know the effect of ZA and SP 36 fertilizer to N and P content in leaves,

chlorophyll content, phytase activity and production of transgenic sugarcane
IPB1. Experimental design used was split plot design in randomized block
design, consists of two factors, i.e. factor A as the main plot: the level of fertilizer
nitrogen (N) and phosphorus (P). Factor B as the subplot: sugarcane clones IPB
1 transgenic and PS 851 isogenic as a control. DMRT (Duncan Multiple Range
Test) at the level of 5% is used analyze the differences between treatments. In
average the results showed that to transgenic sugarcane clones IPB 1-3 is the
best transgenic sugarcane clones that have the highest rates of sugar production
of 98.32 quintal/hectare. Then followed by the transgenic sugarcane clones IPB
1-1 (97.86 quintal/hectare), IPB 1-59 (96.93 quintal/hectare), IPB 1-52 (96.63
quintal/hectare), and IPB 1-56 (96.18 quintal/hectare). Specifically on fertilizer
treatment at rate of N 50% and P 50%, transgenic sugarcane clones IPB 1-7 is
the best transgenic sugarcane clones that produced 108.57 quintal of sugar
/hectare. Then followed by the transgenic sugarcane clones IPB 1-3 (104.80
quintal/hectare) and IPB 1-1 (104.57 quintal/hectare). Besides having a high
sugar production, there is also a correlation between N and P content, chlorophyll
content, phytase activity and production. N and P fertilization as done did not give
significant effect on N and P content, chlorophyll content, phytase activity and
production. Fertilizer treatment at rate of N 50% and P 50% which is the lowest,
having the same effect with fertilizer treatment at rate of N 100% and P 100% on

N and P content, chlorophyll content, phytase activity and production. With this
results, it can be concluded that transgenic sugarcane IPB 1 can reduced 50% of
N and P fertilizer use.
Keywords: selection, transgenic sugarcane, fertilizer, production

RINGKASAN

NURHADIAH. Seleksi Klon-Klon Tebu Transgenik IPB 1 pada berbagai Aras
Pemupukan N dan P berdasarkan Sifat Fisiologis dan Produksi. Dibimbing oleh
DWI ANDREAS SANTOSA, ANAS MIFTAH FAUZI dan AGUS PURWITO
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu
komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula.
Rendahnya produksi tebu saat ini, diantaranya disebabkan oleh penataan
varietas dan pembibitan yang masih rendah, praktek budidaya yang kurang
maksimal dan ketersediaan hara dalam tanah yang kurang.
Kultivar PS 851 yang disisipi gen fitase adalah salah satu upaya untuk
memperbaiki varietas tebu dengan meningkatkan aktivitas fitase dalam
melepaskan P yang terikat dalam bentuk organik (fitat). Dalam proses
transformasi genetik, terbentuknya organ tanaman tebu secara in-vitro, dengan
menumbuhkan kalus merupakan hal yang penting. Dalam kasus perbanyakan

kultur jaringan yang terjadi adalah mutasi somatik. Kejadian ini banyak
dipengaruhi oleh sel itu sendiri. Sel yang bermutasi dapat membelah, kemudian
membentuk kumpulan sel yang berbeda dengan sel asalnya. Sel-sel yang
bermutasi ini akan membentuk tanaman, yang merupakan klon baru yang
berbeda dengan induknya. Keragaman somaklonal yang diperoleh dari
perbanyakan secara in-vitro ini, menyebabkan adanya keragaman klon tebu
transgenik IPB 1 di lapang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan klon terbaik tebu transgenik
IPB1 yang memiliki efisiensi tinggi terhadap penggunaan pupuk N dan P,
kandungan klorofil tinggi, aktivitas fitase tinggi dan produksi biomassa dan gula
yang tinggi. Selain itu, juga untuk mengetahui pengaruh pemupukan ZA dan SP36 terhadap kandungan N dan P pada daun, kandungan klorofil, aktivitas fitase
serta produksi tebu transgenik IPB 1.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur.
Untuk analisis, dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Indonesian Center for
Biodiversity and Biotechnology (ICBB), dan PT Saraswanti Indo Genetech (SIG)
Bogor, yang di mulai pada bulan Nopember 2010 sampai bulan Desember 2011.
Penelitian ini menggunakan rancangan split plot dalam RAK, yang terdiri
dari dua faktor, yaitu faktor A sebagai petak utama: pemupukan Nitrogen (N) dan
Fosfor (P). Faktor B sebagai anak petak: klon tebu transgenik IPB 1 dan isogenik

PS 851 sebagai kontrol.
Pemupukan N dan P terdiri atas 4 aras perlakuan. Aras perlakuan yang
dimaksud yaitu: perlakuan a: pemupukan N 50% dan P 50%, perlakuan b:
pemupukan N 100% dan P 50%, perlakuan c: pemupukan N 50% dan P 100%,
perlakuan d: pemupukan N 100% dan P 100%. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk ZA, SP 36, dan KCl. Pemupukan normal untuk tanaman tebu adalah 8 ku
ZA/ha, 2 ku SP 36/ha, dan 1 ku KCl/ha. Selain pemupukan N dan P, dilakukan
juga pemupukan K yang diberikan sesuai dengan rekomendasi. Pupuk ZA 50%
dan SP 36 100% dari perlakuan, diberikan pada saat tanam. Kemudian pupuk
ZA 50% dari perlakuan dan KCl sesuai rekomendasi diberikan pada saat
tanaman berumur 1,5 bulan setelah tanam. Penanaman dilakukan pada minggu
kedua bulan Juli tahun 2010.
Klon tebu transgenik IPB 1 yaitu: A: IPB 1-34, B: IPB 1-56, C: IPB 1-59, D:
IPB 1-6, E: IPB 1-37, F: IPB 1-7, G: IPB 1-3, H: IPB 1-46, I: IPB 1-40, J: IPB 1-

53, K: IPB 1-36, L: IPB 1-2, M: IPB 1-62, N: IPB 1-12, O: IPB 1-51, P: IPB 1-71,
Q: IPB 1-4, R: IPB 1-55, S: IPB 1-1, T: IPB 1-52 U: IPB 1-5, V: IPB 1-17, W: IPB
1-21, X: PS 851. Total kombinasi perlakuan adalah 24 klon tebu (23 klon tebu
transgenik IPB 1 dan 1 klon tebu isogenik) x 4 aras pemupukan N dan P = 96
perlakuan. Tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 288 unit percobaan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daun dan meristem
pucuk. Pengambilan daun dilakukan pada umur 3 dan 6 bulan setelah tanam,
sedangkan meristem pucuk hanya pada umur 6 bulan setelah tanam. Daun
ketiga dari daun teratas digunakan untuk analisis kandungan klorofil dan aktivitas
fitase. Daun kedua dari bawah digunakan untuk analisis kandungan N dan P.
Kemudian meristem pucuk digunakan untuk deteksi gen fitase.
Data yang diperoleh pada umur 3 bulan, dilakukan secara deskripsi pada
ulangan 1. Pada umur 6 bulan setelah tanam, data dianalisis dengan
mengggunakan Statistical Analysis Software (SAS) dengan model split plot
dalam RAK untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Perlakuan yang berpengaruh
dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%, untuk
mengetahui beda nyata antar perlakuan. Berdasarkan data yang diperoleh pada
umur 3 dan 6 bulan, dilakukan seleksi klon tebu berdasarkan rerata klon tebu
pada setiap peubah (kandungan N dan P, kandungan klorofil (rasio rerata klorofil
a/b), aktivitas fitase dan produksi). Nilai rerata tersebut dibandingkan dengan
nilai rerata kontrol (PS 851). Klon tebu transgenik IPB 1 yang memiliki nilai rerata
lebih tinggi dari kontrol, menjadi klon tebu transgenik yang terseleksi. Klon tebu
transgenik terseleksi tersebut, yang memiliki produksi biomassa dan gula yang
tinggi, dipilih sebagai klon terbaik dibandingkan dengan klon tebu transgenik
yang lain.

Hasil penelitian menunjukan bahwa klon tebu transgenik IPB 1-3
merupakan klon tebu transgenik terbaik yang memiliki rerata produksi gula
tertinggi 98,32 ku/ha. Kemudian menyusul klon tebu transgenik IPB 1-1 (97,86
ku/ha), IPB 1-59 (96,93 ku/ha), IPB 1-52 (96,63 ku/ha), dan IPB 1-56 (96,18
ku/ha). Khusus pada perlakuan pemupukan N 50% dan P 50%, klon tebu
transgenik IPB 1-7, merupakan klon tebu transgenik terbaik, yang memiliki
produksi 108,57 ku/ha. Kemudian menyusul klon tebu transgenik IPB 1-3 (104,80
ku/ha) dan IPB 1-1 (104,57 ku/ha). Selain memiliki produksi gula yang tinggi,
juga terjadi korelasi antar kandungan N dan P, kandungan klorofil, aktivitas fitase
dan produksi. Pemupukan N dan P tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kandungan N dan P, kandungan klorofil, aktivitas fitase dan produksi.
Pemupukan N 50% dan P 50% yang merupakan pemupukan terendah,
memberikan pengaruh yang sama dengan pemupukan N 100% dan P 100%
yang merupakan aras pemupukan tertinggi. Untuk itu, pemupukan N 50% dan P
50% menjadi perlakuan pemupukan terbaik karena dapat mengurangi 50%
penggunaan pupuk N dan P pada tebu transgenik IPB 1.

Kata kunci: seleksi, tebu transgenik, pemupukan, produksi

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

SELEKSI KLON-KLON TEBU TRANSGENIK IPB 1 PADA
BERBAGAI ARAS PEMUPUKAN N DAN P BERDASARKAN
SIFAT FISIOLOGIS DAN PRODUKSI

NURHADIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.

Judul

:

Nama
NRP
Program Studi

:
:
:


Seleksi Klon-Klon Tebu Transgenik IPB 1 pada berbagai
Aras Pemupukan N dan P berdasarkan Sifat Fisiologis dan
Produksi
Nurhadiah
A154090011
Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng.

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.

Anggota

Anggota


Mengetahui

Ketua Program Studi
Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS.

Tanggal Ujian: 1 Maret 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul “Seleksi Klon-Klon Tebu Transgenik IPB 1 pada berbagai Aras
Pemupukan N dan P berdasarkan Sifat Fisiologis dan Produksi” ini disusun
sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada bapak Dr.
Ir. Dwi Andreas Santosa, MS., bapak Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng., dan
bapak Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr., atas bimbingan, arahan, serta perhatian
dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada bapak Dr.
Ir. Syaiful Anwar M.Sc, atas waktu dan kesediaan Bapak menjadi penguji luar
komisi. Terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Arkanudin, M.Si, selaku Rektor
Universitas Kapuas Sintang, yang telah memberikan ijin tugas belajar di Sekolah
Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Ditjen DIKTI Kementerian Pendidikan
Nasional, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis melalui Beasiswa
Program Pascasarjana di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada
PTPN XI PG Djatiroto Jawa Timur, atas bantuan yang telah diberikan dalam
penelitian ini. Terima kasih kepada PT Saraswanti Indo Genetech (SIG),
terutama staf Laboratorium bagian DNA molekuler. Terima kasih kepada seluruh
staf Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB),
terutama kepada ibu Yanti, mba Salmah dan teteh Hartati. Terima kasih kepada
seluruh staf Laboratorium Bioteknologi tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah
terutama kepada Bapak Sarjito, ibu Asih Karyati, ibu Julaeha atas bimbingan
bantuannya. Terima kasih kepada Ibu Ir. Ermin Widjaja, M.Si, Hadi Wisa
Nugraha, SP, dan Rifki Rahmatullah, SP, atas kerjasama yang baik dalam
penelitian tebu transgenik ini. Terima kasih kepada Desi Arisanti, SP, atas
kebersamaan dan bantuannya selama kuliah pada Program Studi Bioteknologi
Tanah dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Herlina
Kurniawati, SP, atas kebersamaan dan bantuannya. Terima kasih kepada Syofia
Asridawati, SP, Rani Chahyani Ansor, S.Si., M.Si dan Devy Sandra, SP, serta
semua teman-teman yang telah membantu dan memotivasi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Terima kasih terutama kepada ayahanda tercinta
Muhammad Amin serta abang Halim Wijaya, abang M. Kalam, Siti Raudhah,
Abdurrahim dan Shadri, atas doa, motivasi dan pengertiannya.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak terkait dan
semua pihak yang membutuhkan informasi.

Bogor, April 2012

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sekadau, Kalimantan Barat pada tanggal 14 Agustus
1974. Lahir sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan ayah
Muhammad Amin dan ibu Nurani (almh).
Pendidikan Sarjana Pertanian Program Studi Ilmu Tanah, ditempuh di
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, lulus tahun 2000. Tahun
2001 penulis diterima bekerja di Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang.
Tahun 2009, penulis mendapat kesempatan tugas belajar dari Ditjen DIKTI
Kementerian Pendidikan Nasional melalui Beasiswa Program Pascasarjana,
pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana
IPB.

GLOSSARY
Aklimatisasi: proses penyesuaian peralihan lingkungan hidup heterotrof menjadi
autotrof pada planlet yang diperoleh melalui teknik in-vitro.
Amplikon: untai ganda DNA hasil amplifikasi
Annealing: pembentukan double strand asam nukleotida dari 2 untaian single
strand molekul asam nukleotida.
DNA polymerase:
sebuah
enzim
yang
menghubungkan
sebuah
deoksiribonukleotida yang komlpemen dengan deoksiribonukleotida pada
template untaian DNA, dengan sebuah ikatan fosfor diester pada kelompok ‘3
hidroksil, yang pada akhirnya akan menghasilkan untaian nukliotida selama
replikasi.
Elektoforesis: teknik pemisahan molekul (DNA, RNA, protein) berdasarkan
pergerakan migrasi akibat pemberian arus listrik.
Element transposable: bagian DNA yang dapat berpindah dari satu kromosom
ke kromosom yang lain.
Elongation: perpanjangan dari rantai nukleotida dengan menambahkan
nukleotida baru atau rantai asam amino dengan menambahkan asam amino
baru.
Epigenetik: perubahan fenotipe atau ekspresi genetika yang disebabkan oleh
mekanisme selain perubahan sekuens DNA dasar.
Fitase: enzim yang dapat menghidrolisis fitat, sehingga P menjadi terlepas.
Fitat: bahan organik yang mengikat P.
Gen: unit dari pewarisan. Penentuan suatu sifat oada suatu organism yang terdiri
dari molekul-molekul DNA yang teratur secara linier dalam kromosom yang dapat
diturunkan pada keturunan berikutnya.
Gene cassette: elemen yang bersifat mobil, yang berukuran 262-1549 bp yang
mengandung hanya satu gen tunggal 59 bp situs rekombinan yang berada di
ujung gen (down stream).
Induksi: inisiasi dari suatu proses khusus yang menghasilkan perkembangan
dari suatu organ.
Isogenik: klon yang mempunyai latar belakang genetika yang lebih seragam,
digunakan untuk memantau perubahan klon tebu transgenik.
Keragaman somaklonal: keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan
melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun
sel gamet.

Kromosom: berbentuk benang kelam dan berada di inti sel yang kelihatan
selama mitosis dan meoisis.Tersusun dari DNA dan protein serta pembawa gen.
Mispriming: penempelan primer di luar sekuen target.
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA),
baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom.
Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen
dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar munculnya
variasi-variasi baru pada spesies.
PCR: amplifikasi enzimatik dari fragmen DNA spesifik dengan menggunakan
siklus berulang dari denaturasi, annealing dan elongation.
Primer: sebuah oligonukleotida khusus yang komplemen pada region tertentu
dari strand template, yang mana sintesis DNA baru terjadi.
Regenerasi: proses pembentukan organ-organ dari suatu eksplan yang
digunakan dalam kultur in-vitro.
Rendemen: produksi gula per produksi tebu (hablur per bobot).
Rhizosfer: tempat pertemuan antara tanah dengan akar tanaman
Plot amplifikasi: plot dari sinyal fluoresen yang dibandingkan dengan jumlah
siklus.
Promotor: situs di DNA tempat RNA polymerase terikat untuk memulai
transkripsi.
Poliploidi: suatu organisme yang memiliki jumlah kromosom menyimpang atau
memiliki lebih dari 2 set kromosom.
Siklus Threshold (CT): pertemuan siklus dengan threshold
Sister chromatid exchange: pertukaran kromatid, terjadi bila keadaannya tidak
simetris.
Somatik: proses non seksual ataupun bagian vegetatif tanaman.
Threshold: tingkat deteksi di mana reaksi mencapai intensitas fluoresen di atas
dasar (over background/baseline).
Transforman: sel yang telah mengalami proses transformasi.
Transformasi: proses memasukan DNA asing ke dalam sel. Sebuah pertukaran
dalam morfologi sel ke genom sebuah sel oleh aplikasi eksternal dari sel lain,
juga DNA rekombinan dari sel lain yang berbeda.
Transgenik: organisme yang genomnya telah disisipi dengan DNA asing.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xxi

DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xxv

PENDAHULUAN
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hipotesis Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Ruang Lingkup Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Tebu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Botani dan Syarat Tumbuh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tebu Transgenik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Fitase . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Peranan N, P dan K . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Keragaman Somaklonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5
5
7
8
9
10

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bahan dan Alat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Rancangan Percobaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tahapan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

13
13
13
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman Berumur 3 Bulan setelah Tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kandungan N . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kandungan P . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kandungan klorofil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Aktivitas fitase . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tanaman berumur 6 dan 12 Bulan setelah Tanam . . . . . . . . . . . .
Aktivitas Fitase . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kandungan P . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Rendemen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Deteksi Gen Fitase . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pembahasan Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

23
23
25
27
31
34
34
36
37
42
44

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

47
48

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

49

LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

57

xix

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alir penelitian, garis putus-putus ( - - - -) merupakan
keterkaitan penelitian yang dilakukan secara terpisah . . . . . . . . . .

16

Konversi klorofil a menjadi klorofil b, A secara tidak langsung
dan B secara langsung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

30

3

Struktur konformasi asam fitat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

33

4

Real-time PCR primer EC13 menunjukan klon IPB 1-3 (5), Grafik
berwarna biru, dan klon IPB 1-62 (M), Grafik berwarna merah,
melewati threshold pada plot amplifikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

43

Real-time PCR primer EC13 menunjukan klon IPB 1-3 (5), Grafik
berwarna biru, dan klon IPB 1-62 (M), Grafik berwarna merah,
pada kurva disosiasi dengan temperatur 83,5 0C . . . . . . . . . . . . . .

43

2

5

xxi

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kandungan N (%) pada umur 3 bulan setelah tanam . . . . . . . . . .

23

2

Kandungan P (%) pada umur 3 bulan setelah tanam . . . . . . . . . .

25

3

Kandungan klorofil (µg/ml) pada umur 3 bulan setelah tanam . . . .

29

4

Aktivitas fitase (U/ml) pada umur 3 bulan setelah tanam . . . . . . . .

32

5

Rekapitulasi analisis ragam aktivitas fitase, kandungan klorofil,
kandungan N dan P (peubah pada umur 6 bulan setelah tanam),
serta bobot, rendemen dan hablur (peubah pada umur 12 bulan
setelah tanam) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

34

Aktivitas fitase klon tebu transgenik IPB 1 pada umur 6 bulan
setelah tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

35

Kandungan P (%) klon tebu transgenik IPB 1 pada umur 6 bulan
setelah tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

36

8

Produksi tebu transgenik IPB 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

38

9

Rerata produksi tebu transgenik IPB 1 pada berbagai aras
pemupukan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

39

Klon tebu transgenik yang memiliki nilai peubah lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (PS 851) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

40

Klon tebu transgenik yang memiliki nilai peubah lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (PS 851) pada pemupukan N 50%
dan P 50% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

45

6
7

10
11

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Hasil analisis tanah pada lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

57

2

Deskripsi varietas PS 851 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

58

3

Denah Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

60

4

Rentang konsentrasi hara optimum daun tebu dan konsentrasi
di mana 5-10% atau 25% dari kerugian produksi optimal yang
diharapkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

62

Analisis ragam aktivitas fitase (U/ml) pada umur 6 bulan setelah
tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

63

Analisis ragam kandungan klorofil a (µg/ml) pada umur 6 bulan
setelah tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

63

Analisis ragam kandungan klorofil b (µg/ml) pada umur 6 bulan
setelah tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

63

Analisis ragam rasio klorofil a/b (µg/ml) pada umur 6 bulan setelah
tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

64

Analisis ragam kandungan Nitrogen (%) pada umur 6 bulan setelah
tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

64

Analisis ragam kandungan Fosfor (%) pada umur 6 bulan setelah
tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

64

11

Analisis ragam bobot (kui/ha) pada umur 12 bulan setelah tanam . . .

65

12

Analisis ragam rendemen (%) pada umur 12 bulan setelah tanam . .

65

13

Analisis ragam hablur (kui/ha) setelah tanam

.................

65

14

Korelasi antar peubah yang diamati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

66

15

Korelasi antar peubah yang diamati pada pemupukan N 50% dan
P 50%, umur 3 bulan setelah tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

67

Korelasi antar peubah yang diamati pada pemupukan N 50% dan
P 50%, umur 6 bulan setelah tanam. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

67

17

Data aktivitas fitase (U/ml) pada umur 6 bulan setelah tanam . . . . . .

68

18

Data kandungan klorofil a (µg/ml) pada umur 6 bulan setelah tanam

69

19

Data kandungan klorofil b (µg/ml) pada umur 6 bulan setelah tanam

70

20

Data rasio klorofil a/b (µg/ml) pada umur 6 bulan setelah tanam . . . .

71

21

Data kandungan N (%) pada umur 6 bulan setelah tanam . . . . . . . . .

72

22

Data kandungan P (%) pada umur 6 bulan setelah tanam . . . . . . . . .

73

23

Data kandungan N (%) komposit pada umur 6 bulan setelah tanam .

74

24

Data kandungan P (%) komposit pada umur 6 bulan setelah tanam .

74

25

Data bobot (kui/ha) pada umur 12 bulan setelah tanam . . . . . . . . . .

75

5
6
7
8
9
10

16

xxv

26

Data rendemen (%) pada umur 12 bulan setelah tanam . . . . . . . . . .

76

27

Data hablur (kui/ha) pada umur 12 bulan setelah tanam . . . . . . . . . .

77

xxvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu
komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula.
Gula adalah salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia,
karena disamping sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat, juga
sebagai sumber kalori yang relatif murah. Saat ini, Indonesia baru bisa
memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebanyak 2,7 juta ton per tahun, sedangkan
kebutuhan industri sebanyak 1,8 juta ton per tahun dipenuhi dengan gula impor
(Fazli 2009). Untuk itu, peningkatan produksi gula perlu terus dilakukan, supaya
kebutuhan gula selain sebagai konsumsi, juga bahan baku industri dapat
terpenuhi.
Pada prinsipnya peningkatan produksi gula dapat dilaksanakan dengan
perluasan areal, peningkatan bobot tebu perhektar dan peningkatan rendemen.
Peningkatan rendemen akan meningkatkan produktivitas (produksi) tanpa perlu
meningkatkan kapasitas pabrik gula. Kisaran rendemen rata-rata hanya sebesar
6,9%, dengan kinerja rendemen di Jawa selama lima tahun terakhir sangat
rendah yaitu rata-rata 6,25% selama 1998-2002. Adapun rendahnya kinerja
rendemen saat ini adalah merupakan akibat dari tidak diterapkannya secara baik
teknologi yang tersedia. Teknologi yang dimaksud diantaranya: penataan
varietas dan pembibitan, waktu tanam dan pengaturan kebutuhan air,
pemupukan yang berimbang, pengendalian hama dan penyakit, penentuan awal
giling, tebang, muat dan angkut, serta analisa kemasakan (P3GI 2008).
Teknologi pemupukan yang berimbang dilakukan karena ketersediaan hara
di dalam tanah pada umumnya kurang. Kekurangan hara nitrogen (N) akan
terlihat jelas pada ukuran daun, tinggi batang, luas permukaan daun dan jumlah
tunas, karena nitrogen berperan dalam pembelahan sel. Kekurangan N ini dapat
dilihat pada hasil analisis tanah kebun Sumbersuko V. 9/10 (sebagai lahan
penelitian) pada saat kebun bero (kebun yang diistirahatkan) maupun setelah
ditanami Crotalaria sp (Lampiran 1). Selain nitrogen, kekurangan fosfor (P) pada
tanaman tebu, akan menurunkan produksi biomassa dan gula. Kekurangan P
pada tanaman, dapat terjadi karena kekurangan P di dalam tanah, ataupun P
yang sangat tinggi di dalam tanah (Lampiran 1) namun tidak tersedia untuk
tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Prawirosemadi (1980) yang

2

membuktikan adanya korelasi yang positif antara kandungan hara P2O5 dalam
daun, terhadap hasil dan hablur gula tebu. Semua reaksi metabolisme penting,
memerlukan H2PO4- dan turunannya. Sebagai akibatnya, kekurangan P
berhubungan dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan.
Fosfor (P) di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu P
organik dan P anorganik. Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanah, tetapi pada umumnya rendah. P organik di dalam tanah terdapat sekitar
50% dari P total tanah dan bervariasi sekitar 15-80% pada kebanyakan tanah.
Bentuk-bentuk P ini berasal dari sisa tanaman, hewan dan mikrob. P ini terdapat
sebagai senyawa ester dari asam ortofosfat, yaitu inositol, fosfolipid, asam
nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Tiga senyawa pertama sangat dominan di
dalam tanah, dan diperkirakan proporsi senyawa ini dalam total P organik adalah
inositol fosfat 10-30%, fosfolipid 1-5% dan asam nukleat 0.2-2.5%. Inositol fosfat
dapat mempunyai satu sampai enam atom P setiap unitnya, dan senyawa ini
dapat ditemukan dalam tanah atau organisme hidup yang dibentuk secara
enzimatik (Havlin et al. 2005).
Menurut Kerovuo et al. (2000), fitat (inositolhexakisphosphat, IP6)
merupakan sumber P dalam tanaman yang mencapai lebih dari 80% dari total P
pada tanaman sereal dan legum. P yang terdapat dalam fitat sukar untuk
digunakan tanaman (Greiner 2007) dan baru dapat dilepaskan bila ada aktivitas
enzim fitase.
Fitase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis inositol fosfat (fitat)
menjadi ortofosfat anorganik yang sangat penting dalam proses metabolisme
tanaman. Untuk itu beberapa peneliti dari IPB berusaha meningkatkan aktivitas
fitase, dengan menyisipkan gen fitase asal bakteri, yang menggunakan metode
Santosa et al. (2004) melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 pada tebu,
sebagai upaya perbaikan genetik tanaman tersebut. Adapun peneliti yang
dimaksud

diantaranya

telah

berhasil

menyisipkan

gen

fitase

melalui

Agrobacterium tumefaciens GV 2260 dengan konstruksi gene cassette pBin1ECS (Farouk dan Greiner, tidak dipublikasikan) pada tebu cv. PSJT 9443, cv. PA
183, cv. Triton (Wulandari 2005), cv. PSJT 94-33, cv. PA 183 (Hayatyzul 2007).
Peneliti lainnya melakukan penyisipan gen fitase melalui Agrobacterium
tumefaciens GV 2260, dengan menggunakan konstruksi gene cassette yang
berbeda yaitu pBinP1-IIEC (Farouk dan Greiner, tidak dipublikasikan) pada tebu
cv. PSJT 94-33, cv. BR 194 (Ananda 2004), cv. PSJT 94-33, cv. PSJT 94-41, cv.

3

PA 117 (Pesik 2005), cv. PS 851, cv. PA 198 (Nurhasanah 2007) dan cv. Triton,
cv. PSJT 94-41, cv. PA 175 (Susiyanti 2008).
Dalam proses transformasi genetik, terbentuknya organ tanaman tebu
secara in-vitro, dengan menumbuhkan kalus merupakan hal yang penting. Dalam
kasus perbanyakan kultur jaringan yang terjadi adalah mutasi somatik. Kejadian
ini banyak dipengaruhi oleh sel itu sendiri. Sel yang bermutasi dapat membelah,
kemudian membentuk kumpulan sel yang berbeda dengan sel asalnya. Sel-sel
yang bermutasi ini akan membentuk tanaman, yang merupakan klon baru yang
berbeda dengan induknya (Wattimena et al. 2011). Faktor yang mempengaruhi
keragaman somaklonal ini, yaitu: fisiologi, genetik, dan biokimia (Jayasankar
2005). Penyisipan gen fitase pada tebu cv. PS 851 telah dilakukan oleh
Nurhasanah (2007), yang dalam penelitiannya, kode PST 851-1 digunakan untuk
kode klon pertama PS 851 transgenik. Selanjutnya dalam penelitian ini, kode
tersebut berubah menjadi IPB 1-1 dan angka terakhir menunjukan urutan klon
yang diamati.
Adanya transformasi genetik dan keragaman somaklonal pada in-vitro
kultur jaringan, diduga menyebabkan keragaman klon-klon tebu transgenik pada
tahap uji lapang. Berdasarkan adanya keragaman ini, maka perlu untuk
menyeleksi klon-klon tebu transgenik IPB 1 pada berbagai aras pemupukan N
dan P.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mendapatkan klon terbaik tebu transgenik IPB 1 yang memiliki efisiensi
tinggi terhadap penggunaan pupuk N dan P, kandungan klorofil tinggi,
aktivitas fitase tinggi dan produksi biomassa dan gula yang tinggi.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemupukan ZA dan SP-36 terhadap kandungan
N dan P, kandungan klorofil, aktivitas fitase serta produksi tebu transgenik
IPB 1.

4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1) Terdapat klon terbaik tebu transgenik IPB 1 yang memiliki efisiensi tinggi
terhadap penggunaan pupuk N dan P, kandungan klorofil tinggi, aktivitas
fitase tinggi dan produksi biomassa dan gula yang tinggi.
2) Pemupukan ZA dan SP-36 meningkatkan kandungan N dan P, kandungan
klorofil, aktivitas fitase serta produksi tebu transgenik IPB 1.
Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian meliputi pengambilan sampel daun dan meristem, serta
analisis laboratorium.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh klon terbaik tebu
transgenik IPB 1 serta aras pemupukan ZA dan SP-36 yang tepat untuk
pertumbuhan dan produksi yang tinggi pada tebu transgenik IPB 1.

TINJAUAN PUSTAKA
Tebu
Botani dan Syarat Tumbuh
Tebu adalah tanaman tahunan yang tumbuh di daerah tropis, dan termasuk
dalam famili rumput-rumputan (Gramineae). Tebu memiliki tunas-tunas dari
pangkal batang yang tumbuh membentuk batang-batang yang tidak bercabang
(rumpun). Tinggi batang tebu 2 sampai 4 m atau lebih, dengan diameter sekitar 5
cm. Pada genus Saccharum terdapat beberapa spesies, yaitu: Saccharum
officinarum, S. robustum, S. spontaneum, S. barberi, S. sinense, dan S. edule
(James 2004).
Batang tebu tersusun dalam ruas-ruas, di antara ruas-ruas terdapat bukubuku ruas. Pada setiap buku terdapat mata yang dapat tumbuh menjadi kuncup
tanaman baru, dan juga terdapat mata akar tempat keluarnya akar untuk
kehidupan kuncup tersebut (Sastrowijono 1996). Selanjutnya James (2004)
menambahkan bahwa umumnya nodus (buku-buku) berjarak pada interval
sekitar 12 sampai 25 cm, tetapi lebih dekat jaraknya di bagian atas, dimana
proses perpanjangan berlangsung. Nodus juga lebih dekat pada dasar (yaitu
pada atau dibawah tanah) tempat tumbuhnya anakan baru.
Batang adalah penyokong dan penghasil daun dan bunga. Fungsi utama
batang yaitu mendistribusikan daun pada jarak tertentu, sehingga daun dapat
menyerap cahaya untuk fotosintesis. Batang juga dapat menyimpan makanan
dan menyediakan tempat pergerakan air dan nutrisi menuju daun dan dari daun
(Decoteau 2005).
Selain batang, daun juga merupakan organ tanaman yang berperan
melakukan fotosintesis. Beberapa daun tidak melakukan fotosintesis, bahkan
ada daun yang telah beralih fungsi, seperti sebagai penyimpan makanan dan
air, reproduksi, pembentukan akar, memanjat, perlindungan atau pembentuk
bunga (Decoteau 2005).
Daun tebu merupakan daun tidak lengkap karena tidak mempunyai tangkai
daun. Daun tebu terdiri dari helaian daun dan pelepah daun. Di antara pelepah
daun dan helaian daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedangkan
pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun (Sastrowijono 1996). Daun tebu
bersilangan di bagian kiri dan kanan dari batangnya. Helaian daun berbentuk

6

lurus dan mengecil kemudian meruncing di bagian ujungnya. Daun tebu agak
keras dan berbulu agak kasar, tepinya seperti rata, namun sebenarnya bergigi
yang sangat halus (Muljana 1982).
Secara umum, akar berfungsi untuk menambat tanaman dan menyerap air
dan nutrisi dari tanah. Pada beberapa kasus, akar juga berfungsi sebagai
penyimpan makanan (Decoteau 2005). Tebu mempunyai dua jenis akar, yaitu:
akar bibit dan akar biasa. Akar bibit adalah akar yang tumbuh pada stek,
sedangkan akar biasa adalah akar yang tumbuh dari tunas baru (Sutardjo 2002).
Akar bibit tipis dan bercabang, namun akar yang berasal dari tunas lebih tebal
dan lebih sedikit bercabang. Pada awalnya, bibit yang baru ditanam tergantung
sepenuhnya pada akar bibit untuk penyerapan air dan hara, tetapi umur akar
bibit ini terbatas. Fungsi akar bibit diambil alih oleh akar biasa yang dihasilkan
oleh tunas baru. Tiap-tiap tunas berkembang sistem perakarannya sendiri. Akar
bibit kemudian mati (James 2004). Perkembangan pertumbuhan akar dibagi
menjadi 3 bagian yaitu: akar dangkal, akar penegak dan akar dalam. Akar
dangkal, letak tumbuhnya dekat dengan permukaan tanah. Akar penegak, letak
dan tumbuhnya bersudut 45-60o ke bawah dan berukuran paling besar. Akar
dalam, letak dan tumbuhnya tegak lurus ke bawah dan menerobos tanah sampai
dalam. Pada tanah yang padat, akar tumbuh pendek dan bercabang banyak.
Pada tanah yang strukturnya baik (subur), akar tumbuh panjang-panjang dan
bercabang sedikit (Sutardjo 2002).
Menurut Muljana (1982), tebu bisa berbunga dan berbuah. Bentuk
bunganya seperti kerucut/piramida dengan panjang sekitar 50-80 cm. Cabang
bunga pertama merupakan untaian dan yang kedua merupakan tandan. Pada
untaian dan tandan tersebut terdapat bulir-bulir yang berpasang-pasangan,
dengan panjang kurang lebih 2-4 mm. Pada bulir terdapat benangsari, putik
dengan 2 kepala putik. Buah tebu termasuk buah padi-padian, berbiji satu. Biji
tebu dapat tumbuh menjadi individu baru.
Lingkungan yang ideal untuk tebu yaitu curah hujan atau (irigasi) yang
didistribusikan dengan baik selama musim tanam, tetapi relatif kering ketika
menjelang panen. Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh kelembaban tanah, suhu
tanah, serta volume tanah yang tersedia untuk penyebaran akar. Pertumbuhan
akar sangat lambat ketika suhu tanah dibawah 18 ºC, tetapi semakin meningkat
pada suhu optimal sekitar 35 ºC. Pada tanah yang semakin tinggi suhunya
pertumbuhan akar berkurang (James 2004). Menurut Muljana (1982), tebu paling

7

cocok ditanam pada daerah dataran yang ketinggiannya di bawah 500 m dpl.
Curah hujan minimal 2000 mm per tahunnya. Keadaan iklim yang lebih baik
adalah yang memiliki pergantian antara musim kemarau dan musim penghujan.
Tebu Transgenik
Tanaman transgenik adalah tanaman yang ke dalam komposisi bahan
genetiknya telah ditambahkan seperangkat gen asing yang diisolasi dari jasad
lain sehingga tanaman tersebut mempunyai kemampuan fisiologis baru yang
tidak pernah ada sebelumnya di alam (Yuwono 2006). Beberapa teknik yang
sering digunakan untuk menyisipkan DNA ke dalam sel adalah transformasi
dengan Agrobacterium tumefaciens, elektroforasi, biolistik, serat silicon, makro
dan mikro injeksi, dan sonifikasi. Teknik transformasi tersebut masing-masing
memiliki efisiensi yang berbeda. Namun dalam semua teknik transformasi akan
menempatkan transgen di bawah kendali promotor yang sifatnya konstitutif atau
yang bisa terekspresi pada organ-organ spesifik (Skinner et al. 2004).
Transformasi gen fitase pada jaringan embriogenik melalui Agrobacterium
tumafaciens akan memudahkan integrasi gen yang dikehendaki ke dalam
tanaman. Santosa et al. (2004) melakukan transformasi dengan A. tumafaciens
GV2260 dengan gene cassette pBinI-ECS dan pBinPI-IIEC (Farouk dan Greiner,
tidak dipublikasikan) terhadap jaringan meristem dan kalus tebu yang diberikan
antioksidan untuk menghindari proses nekrotik. Setelah melalui penelitian lebih
lanjut, Santosa et al. (2004) dapat mengembangkan teknik transformasi melalui
kalus yang memiliki persentase keberhasilan pembentukan chimeric phytase
gene yang tinggi pada kultivar PSJT 94-33 (mencapai 100%).
Penyisipan gen fitase dengan menggunakan Agrobacterium tumafaciens
GV2260 (pBinPI-IIEC) ke dalam genom tanaman tebu telah berhasil dilakukan
oleh Ananda (2004) pada cv. PSJT 94-33 dan cv. BR 194, oleh Nurhasanah
(2007) pada cv. PS 851 yang dapat dideteksi dengan PCR pita ukuran 900 bp,
serta oleh Susiyanti (2008) pada cv. Triton, cv. PSJT 94-41 dan cv. PA 175
dengan efisiensi regenerasi tebu transforman berturut-turut 30%, 20% dan 30%.
Menurut Santosa et al. (2004, 2005) proses transformasi tebu sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: pertama, varietas tebu
yang digunakan. Setiap varietas tebu memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam

membentuk

kalus.

Pencoklatan

pada

kalus

dapat

menghambat

pertumbuhan dan berpengaruh pada saat kalus mengalami transformasi. Kedua,
proses sub-kultur. Kalus yang dihasilkan dari eksplan harus mendapat media

8

baru setelah tiga minggu penanaman. Namun kalus yang mengalami sub-kultur
beberapa kali akan memiliki kemampuan yang rendah.
Fitase
Fitase (myo-inositol heksakisfosfat fosfohidrolase) merupakan suatu
fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi monofosfat
anorganik dan ester fosfat (Dvorakova 1998). Fosfomonoesterase adalah
kelompok enzim yang terdiri dari beragam enzim fosfatase yang mencakup
berbagai ukuran, struktur dan mekanisme katalitik. Enzim fosfatase ini dibagi
dalam empat kelas, yaitu: histidine acid phosphatase (HAP), β-propeller phytase
(BPP), cysteine phosphatase (CP) dan purple acid phosphatase (PAP) (Mullaney
dan Ullah 2007). The International Union of Pure and Applied Chemistry and the
International Union of Biochemistry (IUPAC–IUB), mengenal dua kelas enzim
pendegradasi fitat yang berdasarkan posisi awal hilangnya fosfat (P) dari cincin
myo-inositol, yaitu: 3-fitase (EC 3.1.3.8), yang kehilangan P berawal pada posisi
D-3, dan 6-fitase (EC 3.1.3.26), yang kehilangan P berawal pada posisi L-6 (D4). Enzim pendegradasi fitat yang berasal dari mikroorganisme digolongkan ke
dalam 3-fitase, sedangkan 6-fitase berasal dari benih tanaman tingkat tinggi
(Greiner 2007).
Sumber fitase sangat beragam, mulai dari berbagai jenis mikrob, tanaman,
hingga jaringan hewan mamalia. Beberapa jenis tanaman yang sudah diketahui
memproduksi fitase diantaranya adalah kacang hijau, kedelai, gandum, padi,
chickpea dan Vicia faba. Pada legum dan sereal, fitase dapat ditemukan dalam
benih atau biji (Kyriakidis et al. 1998). Fitase lain yang telah ditemukan
diantaranya dari Aspergillus niger, yang diekspresikan dalam Saccharomyces
cerevisiae (Han et al. 1999), Bacillus subtilis 168 dan B. licheniformis yang
diekspresikan dalam B. subtilis (Tye et al. 2002). Fitase yang berasal dari
sumber yang berbeda memiliki pH dan suhu optimal yang berbeda. Fitase pada
beberapa tanaman penting, aktif dari pH 4-6 dengan pH optimum sekitar pH 5
(Liu et al. 1998).

9

Peranan N, P dan K
Pada tebu, untuk memacu pertumbuhan vegetatif dilakukan dengan
pemupukan N yang memadai, sedangkan pertumbuhan generatif dilakukan
dengan pemupukan P dan K. Pada fase pertunasan dan pemanjangan batang,
tebu harus mendapatkan hara N yang cukup. Hara N berperan dalam
pembelahan

sel,

sehingga

mendukung

pertunasan

secara

horizontal

(terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal (pemanjangan batang)
(Sudiatso 1980). Menurut Havlin et al. (2005), N merupakan penyusun asam
amino yang selanjutnya bergabung membentuk protein dan asam nukleat. Selain
membentuk protein, N merupakan bagian integral dari klorofil, yang mengubah
cahaya menjadi energi kimia yang diperlukan untuk fotosintesis. Struktur dasar
klorofil adalah cincin porfirin, disusun dari 4 cincin pirol, tiap cincin mengandung
1 N dan 4 atom C. Satu atom Mg diikat di tengah dari tiap-tiap cincin porfirin.
Bennett (1996) menambahkan bahwa N juga merupakan struktur pokok dari
dinding sel. Ketersediaan N yang cukup dihubungkan dengan tingginya aktivitas
fotosintesis, pertumbuhan vegetatif yang baik dan daun berwarna hijau tua
(Havlin et al. 2005).
Menurut Havlin et al. (2005), seperti N, P diperlukan dalam berbagai proses
penting pertumbuhan tanaman. P terkandung dalam nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate (NADP), bagian dari proses fotosintesis (Bennett 1996).
Fungsi utama P yaitu dalam menyimpan dan mentransfer energi melalui
senyawa-senyawa adenosine diphosphates (ADP) dan adenosine triphosphates
(ATP) (Bennett 1996; Havlin et al. 2005). P merupakan bagian integral dari
sistem reproduksi yaitu sebagai komponen sistem memori genetik dari RNA dan
DNA, sehingga P terlibat dalam transfer informasi genetik. P juga berperan
dalam transportasi elektron dalam reaksi oksidasi-reduksi (Bennett 1996).
P merupakan unsur pokok dari senyawa-senyawa dalam tanaman, seperti
enzim dan protein. P juga merupakan komponen struktur dari fosfoprotein,
fosfolipid dan asam nukleat. P berperan penting dalam siklus kehidupan tanaman
dan pertumbuhan reproduksi, karena P bagian dari asam nukleat, gen dan
kromosom (Bennett 1996). Menurut Hardjowigeno (2007), P berperan dalam
pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji. P
juga berperan mempercepat pematangan, memperkuat batang, perkembangan
akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-sayuran dan makanan
ternak, serta ketahanan terhadap penyakit.

10

Kalium (K) merupakan aktivator berbagai reaksi enzimatik (Decoteau
2005), lebih dari 60 enzim dalam jaringan meristematik yang berpengaruh pada
pemanjangan sel (Bennett 1996). Hardjowigeno (2007) menambahkan bahwa K
berperan dalam pembentukan pati, mengaktifkan enzim, mengatur respirasi dan
penguapan, mempengaruhi perkembangan akar serta penyerapan unsur-unsur
lain, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit. Menurut
Bennett (1996), K diperlukan untuk mengokohkan turgor dalam tanaman dan
menjaga potensial osmotik sel. Selain itu, K berperan menentukan proses
membukanya stomata dan menstabilkan pH di dalam sel. Dengan K yang cukup,
dinding sel lebih tebal dan jaringan lebih stabil (Decoteau 2005). Pada sel yang
tumbuh normal, K meningkatkan resisten terhadap hama dan penyakit (Bennett
1996).
Keragaman Somaklonal
Skirvin et al. (1993) mendefinisikan keragaman somaklonal sebagai
keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman
tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau
yang terjadi dalam kultur jaringan. Keragaman somaklonal yang terjadi dalam
kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan
yang diinduksi pada kondisi in-vitro. Keragaman somaklonal merupakan
perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen,
seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan.
Keragaman somaklonal yang dihasilkan dari teknik kultur jaringan dalam
budidaya tanaman, merupakan suatu bukti bahwa melalui perbanyakan secara
vegetatif memungkinkan diperolehnya individu baru yang tidak seperti induknya.
Penggunaan zat pengatur tumbuh telah memungkinkan terjadi penyimpangan
dari induknya, sekalipun mungkin hanya bersifat epigenetik. Keragaman ini
terjadi karena faktor fisiologi, genetik dan biokimia (Jayasankar 2005).
Faktor fisiologi terkait dengan komposisi media dan jangka waktu kalus
berada pada media tersebut. Faktor genetik terkait dengan eksplan yang
digunakan

dalam

kultur

jaringan.

Meskipun,

mungkin jaringan

eksplan

fenotipiknya serupa, tanaman sering memiliki jaringan yang terdiri dari jenis sel
yang beragam. Dengan kata lain, ada keragaman antara sitologi jenis sel dalam
sebuah jaringan eksplan. Penyimpangan biokimia adalah keragaman yang
dominan dalam kultur jaringan. Keragaman biokimia meliputi perubahan dalam

11

metabolisme karbon yang menyebabkan kurangnya kemampuan fotosintesis
(kejadian albino pada padi), biosintesis pati, lintasan karotenoid, metabolisme
nitrogen, dan resisten terhadap antibiotik (Jayasankar 2005).
Selain keragaman somaklonal, transformasi gen fitase mempengaruhi
proses fisiologi di dalam tanaman. Menurut Hernandez et al. (2000), perubahan
morfologi/agronomi pada tanaman sereal transgenik dalam kondisi lapang,
disebabkan

adanya

transformasi

yang

mempengaruhi

fisiologi

tanaman

transgenik. Metodologi yang ada, tidak dapat memberikan kontrol atas jumlah
salinan gen yang disisipkan. Hasil dari transformasi, DNA asing dapat disisipkan
pada lokasi acak dalam kromosom inang. Akibatnya, tanaman transgenik bebas
membawa cassette sekuen gen asing yang sama, akan berperilaku berbeda
tergantung pada konteks genom mereka dalam genom inang (efek posisi)
(Topping et al. 1991).
Keragaman somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang
diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman
yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman
somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat
diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik
biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993).
Perubahan genetik yang berhubungan dengan keragaman somaklonal
adalah mutasi titik, perubahan karyotype (jumlah kromosom dan struktur),
perubahan cryptic ya