Carbohydrate, protein and lipid production of microalgae in a raceway pond system: use of fertilizer combinations of ZA-NaNO3 and SP36-K2HPO4as N and P nutrient source

(1)

PENGGUNAAN KOMBINASI ZA-NaNO

3

DAN SP36-K

2

HPO

4

SEBAGAI SUMBER HARA N DAN P

DESI ARISANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4 Sebagai Sumber Hara N dan P adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2012

Desi Arisanti NIM A154090021


(3)

DESI ARISANTI. Carbohydrate, Protein and Lipid Production of Microalgae in a Raceway Pond System: Use of Fertilizer Combinations of ZA-NaNO3 and SP36-K2HPO4

Microalgae is a photosyinthetic unicellular microbe which able to convert sunlight, water, carbon dioxide and nutrients to biomass. Since its biomass contains high grade of carbohydrate and lipid, microalgae is a potential source of biofuel. The objectives of this research were to identify 4 selected microalgae strains, to determine the optimum combination of technical grade ZA-NaNO

as N and P Nutrient Source. Under the direction of DWI ANDREAS SANTOSA and UNTUNG SUDADI.

3 and SP36-K2HPO4 as the N and P nutrient source for cultivation of the strains at laboratory scale, and to evaluate the effects of the optimum combination of the N and P nutrient source on carbohydrate, protein and lipid production of each strain at field scale in a raceway pond system. The results showed that microalgae ICBB 9111 strain is Synechococcus sp., while ICBB 9112, ICBB 9113, and ICBB 9114 are Chlamydomonas sp. The highest carbohydrate was produced by

Synechococcus sp. ICBB 9111 (43.90 % dry weight, DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 100 % SP36, 0% K2HPO4 treatment. The highest protein was produced by Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (29.09 % DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 100 % SP36, 0 % K2HPO4 treatment. The highest lipid was produced by Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (32 % DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 50 % SP36, 50 % K2HPO4

Keywords: carbohydrate, lipid, microalgae, protein. treatment.


(4)

DESI ARISANTI. Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4

Ganggang mikro merupakan mikrob uniselular fotosintetik yang mampu mengkonversi energi matahari, karbondioksida, air dan hara untuk mensintesis biomassa. Dalam ekosistem perairan, ganggang mikro lebih dikenal sebagai fitoplankton yang berperan sangat penting sebagai produsen primer. Ganggang mikro adalah jenis ganggang yang paling banyak dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini dikarenakan kandungan dan komposisi kimia selnya tinggi, pertumbuhannya cepat, mudah dibudidayakan dan tidak membutuhkan lahan yang luas karena bisa dibudidayakan dalam kolam atau bioreaktor.

Sebagai Sumber Hara N dan P. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan UNTUNG SUDADI.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengidentifikasi genus 4 isolat ganggang mikro terseleksi yang digunakan dalam penelitian ini, menentukan kombinasi bahan teknis ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4

Penelitian diawali dengan kultivasi skala laboratotium dari 4 isolat ganggang mikro (ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114) dalam 50 ml media dengan 9 taraf kombinasi yaitu N

sebagai sumber hara N dan P dalam media yang optimum untuk tiap isolat pada skala laboratorium dan mengevaluasi pengaruh dari kombinasi optimum sumber hara N dan P terhadap produksi karbohidrat, protein dan lipid dari setiap isolat pada skala lapang di kolam sistem raceway.

1P1, N1P2, N1P3, N2P1, N2P2, N2P3, N3P1, N3P2, N3P3. Komposisi media standar (M4) yang digunakan (g/l): 1.5 g NaNO3, 1.164 g ZA [(NH4)2SO4], 0.9552 g Na2CO3, 0.075 g MgSO4, 0.39 g Na2MoO4.2H2O, 0.079 g CuSO4.7H2O, 0.222 g ZnSO4.6H2O, 2.86 g H3BO3, 1.81 g MnCl2, 0.04 g K2HPO4, 0.0453 g SP36 [(Ca(H2PO4

Hasil identifikasi ganggang mikro terseleksi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Synechococcus sp. (ICBB 9111) dan Chlamydomonas sp. (ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114). Taraf kombinasi sumber hara N dan P optimum untuk pertumbuhan ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111 dan

Chlamydomonas sp. ICBB 9112 adalah N

)] dan 0.0238 g KCl.

2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4), untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9113 adalah N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4) dan untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114 adalah N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4). Karbohidrat tertinggi diproduksi oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 43.90 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Protein tertinggi diproduksi oleh

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P1(50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Lipid tertinggi diproduksi oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4).


(5)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

GANGGANG MIKRO PADA KOLAM SISTEM

RACEWAY

:

PENGGUNAAN KOMBINASI ZA-NaNO

3

DAN SP36-K

2

HPO

4

SEBAGAI SUMBER HARA N DAN P

DESI ARISANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(7)

(8)

Judul Tesis : Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4 Sebagai Sumber Hara N dan P Nama : Desi Arisanti

NIM : A154090021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS

Ketua Anggota

Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 22 November 1983, dari pasangan keluarga Amlis Halim dan Risdawati sebagai anak kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan Sarjana Pertanian di selesaikan di Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (UNSRI) dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana (S2) pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB).


(10)

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulisan tesis berjudul Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4

Dengan setulus hati penulis menghaturkan terimakasih dan rasa hormat kepada Bapak Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran sejak perumusan ide, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis serta Ibu Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku penguji luar komisi atas kesedian dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

Sebagai Sumber Hara N dan P ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana (SPs), IPB.

Kepada seluruh laboran dan staf Laboratorium Biologi Tanah IPB terutama Pak Djito, Bu Asih, Bu Julaeha, Bu Yeti; Laboratorium Kesuburan Tanah IPB: Pak Dadi, Pak Oleh, Pak Ade, Pak Koyo dan Said; Laboratorium Biologi Terpadu FMIPA IPB: Bu Retno, Laboratorium Genesis IPB: Bu Yani dan Bu Otori serta manager dan staf di ICBB: Bu Yanti, Mbak Salma, Teteh Hartati, Lia, Ike, Mas Puput, Mas Yono, Mas Wito, Mas Kis, Mang Dadang. Secara khusus, penulis sangat berterimakasih atas doa, dukungan, pengertian dan kekeluargaannya.

Ucapan terimakasih tak hingga kepada keluarga tercinta, Apak dan Amak serta Uda Beni dan adik-adik tercinta Rudi, Robi dan Rika atas segala doa, semangat dan dukungan serta pengertiannya. Dan teman-teman: Mbak Apong, Junianto Simare mare, Indri, Mbak Rahmah yang sering bersama-sama di LSI menyelesaikan tugas akhir ini, Mbak Diah selaku teman sekelasku di S2 BTL, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, penulis berterimakasih yang setulusnya atas doa, semangat dan kekeluargaannya.


(11)

ix

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ganggang Mikro ... 4

2.2 Potensi Ganggang Mikro ... 6

2.2.1 Ganggang Mikro sebagai Sumber Biofuel ... 6

2.2.2 Ganggang Mikro sebagai Sumber Nutrisi ... 8

2.3 Metode Kultivasi Ganggang Mikro pada Skala Lapang ... 8

2.4 Faktor Utama yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang Mikro ... 11

2.4.1 Hara Utama ... 11

2.4.1.1 Nitrogen ... 11

2.4.1.2 Fosfor ... 11

2.4.2 Lingkungan ... 12

2.4.2.1 Cahaya ... 12

2.4.2.2 Suhu ... 12

2.4.3 Gerakan Air ... 13

2.4.4 pH ... 13

3 METODE ... 14

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 15

3.3.1 Peremajaan 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media BG 11 pada Skala Laboratorium ... 15

3.3.2 Kultivasi 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media 50 ml 0.75 M4 pada Skala Laboratorium ... 15

3.3.3 Kultivasi Ganggang Mikro dalam Media 150 L 0.75 M4 pada Kolam Sistem Raceway ... 16

3.3.4 Produksi Biomassa pada Skala Lapang ... 16

3.3.5 Tahapan Identifikasi Ganggang Mikro ... 16

3.3.6 Produksi Karbohidrat ... 16


(12)

x

3.3.11 Rancangan Percobaan ... 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Identifikasi Ganggang Mikro ... 21

4.1.1 Isolat ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114 ... 21 4.2 Pertumbuhan Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Laboratorium ... 23

4.2.1 Synechococcus sp. ICBB 9111 ... 23

4.2.2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 ... 24

4.2.3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 ... 25

4.2.4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 ... 26

4.3 Produksi Biomassa Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Lapang ... 28

4.4 Produksi Karbohidrat ... 29

4.5 Produksi Protein ... 30

4.6 Kadar Air ... 32

4.7 Produksi Lipid ... 33

4.8 Kadar Abu ... 34

5 SIMPULAN ... 36

6 DAFTAR PUSTAKA ... 37


(13)

xi

Halaman

1 Perkiraan kebutuhan energi pada sektor transportasi di Indonesia

tahun 2015-2025 ... 7

2 Identifikasi ganggang mikro ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan

ICBB 9114... 22

3 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27

terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Synechococcus sp.

ICBB 9111 ... 23

4 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27

terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.

ICBB 9112 ... 24

5 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27

terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.

ICBB 9113 ... 25

6 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27

terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.

ICBB 9114 ... 27

7 Produksi biomassa kering ganggang mikro pada skala lapang ... 28


(14)

xii

Halaman

1 Berbagai jenis populasi alga di air ... 4

2 Kultivasi ganggang mikro pada fotobioreaktor ... 10

3 Desain kolam raceway ... 11

4 Bagan alir penelitian ... 15

5 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Synechococcus sp. ... 21

6 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Chlamydomonas sp. ... 22

7 Produksi karbohidrat ganggang mikro pada skala lapang ... 29

8 Produksi protein ganggang mikro pada skala lapang ... 30

9 Kadar air ganggang mikro pada skala lapang ... 32

10 Produksi lipid ganggang mikro pada skala lapang ... 32

11 Foto lipid ganggang mikro ... 32


(15)

xiii

Halaman

1 Komposisi nutrisi media BG 11 42

2 Tabel komposisi nutrisi media M4 ganggang mikro ... 43

3 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Synechococcus sp. ICBB 9111 ... 48 4 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9112 ... 50 5 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9113 ... 52 6 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9114 ... 54 7 Tabel data produksi karbohidrat ganggang mikro pada skala lapang .. 56

8 Tabel data produksi protein ganggang mikro pada skala lapang ... 57

9 Tabel data kadar air ganggang mikro pada skala lapang ... 58

10 Tabel data produksi lipid ganggang mikro pada skala lapang ... 59

11 Tabel data kadar abu ganggang mikro pada skala lapang ... 60

12 Tabel data dan perhitungan volume biakan ganggang mikro ... 61


(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ganggang mikro merupakan mikrob uniselular fotosintetik yang mampu mengkonversi energi matahari, karbondioksida, air dan hara untuk mensintesis biomassa (McKinney 2004). Dalam ekosistem perairan, ganggang mikro lebih dikenal sebagai fitoplankton (Bold dan Wynne 1985) yang berperan sangat penting sebagai produsen primer.

Ganggang mikro merupakan jenis ganggang yang paling banyak dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini dikarenakan pertumbuhannya cepat, mudah dibudidayakan, tidak membutuhkan lahan yang luas karena bisa dibudidayakan dengan menggunakan kolam atau bioreaktor serta kandungan dan komposisi kimia selnya, khususnya lipid, yang cukup tinggi (Cohen 1999; Sheehan et al.1998).

Komposisi kimia sel ganggang mikro umumya terdiri atas karbohidrat, protein dan lipid (Dawczynski et al. 2007). Spesies Scenedesmus obliquus mengandung karbohidrat 10-17 % dari bobot kering (Becker 1994), Spirulina maxima mengandung protein 60-71 % dari bobot kering (Becker 1994), sedangkan Chlorella sp., Dunaliella primolecta dan Nitzschia sp. masing-masing mengandung lipid 28-32, 23 dan 44-47 % dari bobot kering (Chisti 2007).

Pemanfaatan ganggang sebelumnya telah dikenal luas seperti Ulva, Enteromorpne dan Gracilaria sebagai sumber potensial keragenan yang dibutuhkan dalam industri gel. Beberapa jenis ganggang mikro telah diketahui mempunyai kandungan lipid yang tinggi, seperti Botrycoccus braunii, Chorella sp., Schizochytrium sp. dan Nannochloropsis sp. (Chisti 2007). Lipid dari ganggang mikro dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati (biofuel), seperti halnya kelapa sawit dan kacang-kacangan. Dengan eksplorasi yang sistemik dan kajian ilmiah yang mendalam diharapkan akan dapat ditemukan jenis-jenis baru ganggang mikro yang mempunyai potensi komposisi dan kandungan karbohidrat, protein dan lipid yang tinggi. Di masa mendatang diharapkan jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal.


(17)

Salah satu metode kultivasi ganggang mikro adalah dengan kultur terbuka pada kolam sistem raceway. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Raymond pada tahun 1988. Kolam sistem raceway memiliki saluran tertutup dengan kedalaman ±0.5 m yang dilengkapi penggerak seperti turbin elektrik dan dapat beroperasi sepanjang waktu untuk resirkulasi media dan mencegah sedimentasi hara (Chisti 2007). Salah satu faktor penentu produktivitas kultivasi ganggang mikro adalah komposisi atau sumber dan konsentrasi hara dalam media. Penelitian mengenai penggunaan bahan teknis kombinasi ZA-NaNO3 dan

SP36-K2HPO4 sebagai sumber hara N dan P yang lebih murah dalam upaya kultivasi


(18)

1.2 Tujuan Penelitian

1 Mengidentifikasi genus 4 isolat ganggang mikro terseleksi yang digunakan dalam penelitian ini.

2 Menentukan kombinasi bahan teknis ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4

3

sebagai sumber hara N dan P dalam media yang optimum untuk tiap isolat pada skala laboratorium.

Mengevaluasi pengaruh kombinasi sumber hara N dan P optimum tersebut terhadap produksi karbohidrat, protein dan lipid tiap isolat pada skala lapang dalam kolam sistem raceway.

1.3 Hipotesis Penelitian

ZA [(NH4)2SO4] dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 [(Ca(H2PO4)]

dapat mensubtitusi K2HPO4 sebagai sumber hara N dan P dalam media kultivasi


(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ganggang Mikro

Ganggang mikro merupakan salah satu mikrob penting yang hidup di perairan (aquatik) maupun daratan (terestrial) yang terkena sinar matahari, berukuran mikroskopis, bersel satu dengan bentuk sel seperti benang, pita atau lembaran yang dapat hidup soliter atau berkoloni. Seperti tumbuhan lainnya reproduksi ganggang mikro meliputi dua cara yaitu: (1) aseksual berlangsung dalam dua kategori yaitu: pembelahan dan fragmentasi dan (2) seksual yaitu dengan pembentukan gamet, berlangsung dalam dua tipe utama yaitu isogami dan oogami (Tjitrosomo 1984).

Menurut Bold dan Wynne (1985), ganggang mikro dikelompokkan ke dalam filum Talofita karena tidak memiliki akar, batang dan daun sejati (semu). Ganggang mikro memiliki zat warna hijau daun (pigmen klorofil) yang mampu melakukan fotosintesis dengan bantuan air (H2O), CO2 dan sinar matahari yang

dapat mengubah energi kinetik menjadi energi kimiawi dalam bentuk biomassa.


(20)

Keanekaragaman ganggang mikro sangat tinggi. Diperkirakan ada sekitar 200.000 – 800.000 spesies ganggang mikro di bumi, dimana baru sekitar 35.000 spesies saja yang telah diidentifikasi (Griffiths dan Harrison 2009). Beberapa contoh spesies ganggang mikro diantaranya yaitu Spirulina sp., Nannochloropsis sp., Botryococcus braunii, Chlorella sp., Dunaliella primolecta, Nitzschia sp., Tetraselmis suecia, dan lain-lain.

Berdasarkan tipe pigmen fotosintetik yang dihasilkan, bahan cadangan makanan dalam sel dan sifat morfologi selnya, ganggang mikro terbagi menjadi beberapa kelas yaitu: (1) Cyanophyta (ganggang biru), (2) Chlorophyta (ganggang hijau), (3) Chrysophyta (ganggang keemasan), (4) Phaeophyta (ganggang coklat) dan (5) Rhodophyta (ganggang merah) (Bold dan Wynne 1985).

Menurut Barianti dan Gualtieri (2006), ganggang mikro merupakan tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2

Beberapa ganggang mikro bersifat kemoorganotrof sehingga dapat mengkatabolisme gula atau asam organik pada keadaan gelap. Senyawa organik yang banyak digunakan ganggang mikro sebagai sumber karbon dan sumber energi adalah senyawa asetat. Ganggang mikro tertentu dapat mengasimilasi senyawa organik sederhana dengan menggunakan sumber energi cahaya (fotoheterotrof). Beberapa ganggang mikro tertentu tidak mengalami proses fotosintesis sama sekali, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan nutrisinya didapatkan secara heterotrof (Sumarsih 2003).

untuk keperluan fotosintesis. Fotosintesis didefinisikan sebagai suatu proses di mana terjadi sintesis karbohidrat tertentu dari karbon dioksida dan air yang dilakukan oleh sel-sel yang berklorofil dengan bantuan cahaya matahari. Proses fotosintesis dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun internal (Carolina 1994). Faktor eksternal yang berpengaruh adalah cahaya, karbon dioksida, air, suhu dan mineral, sedangkan faktor internalnya antara lain struktur sel, kondisi klorofil dan produk fotosintesis serta enzim-enzim yang terdapat dalam daun organ fotosintesis. Menurut Chilmawati dan Suminto (2008), pertumbuhan Chlorella sp. sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya unsur hara dalam media kultur serta parameter kualitas air seperti salinitas, pH, suhu dan intensitas cahaya.


(21)

Di Indonesia pemanfaatan ganggang mikro sebagai komoditas perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenisnya. Komponen kimia ganggang mikro seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif sangat bermanfaat sebagai bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain (Becker 1994).

Pertumbuhan ganggang mikro terdiri dari tiga fase utama, yaitu fase lag, eksponensial dan stasioner. Budidaya ganggang mikro memiliki berbagai keuntungan diantaranya adalah siklus hidup yang pendek, beberapa spesies hanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk menyelesaikan siklusnya, seluruh organ dapat dipanen dan dimanfaatkan, diperbanyak sesuai target, serta biaya pemeliharaan yang rendah (Poelman et al. 1997).

2.2 Potensi Ganggang Mikro

2.2.1 Ganggang Mikro sebagai sumber Biofuel

Kebutuhan energi di dunia cenderung dipenuhi dengan bahan bakar fosil berupa batubara, minyak bumi dan gas alam yang semakin lama semakin menipis dan tidak dapat diperbarui. Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya; serta (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx dan UHC (unburn hydrocarbon) dan logam berat seperti timbal (Pb). Polusi tidak langsung berupa meningkatnya jumlah molekul CO2

Meningkatnya konsumsi energi dunia serta keterbatasan ketersedian energi fosil mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (Demirbas dan Demirbas 2010). Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor minyak baik dalam bentuk minyak mentah maupun dalam bentuk produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak solar atau

yang berdampak pada pemanasan global (global warming).


(22)

ADO (Automotive Diesel Oil), premium atau bensin, minyak bakar atau FO (Fuel Oil) dan minyak tanah.

Meningkatnya impor dan harga minyak dunia diperkirakan memperberat beban biaya yang harus ditanggung pemerintah Indonesia dalam pengadaan minyak dalam negeri. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan penggunaan sumber energi lain selain minyak bumi.

Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan. Perkiraan kebutuhan energi pada sektor transportasi di Indonesia 2015-2025 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkiraan kebutuhan energi pada sektor transportasi di Indonesia tahun

2015-2025

Jenis bahan bakar 2015 2017 2019 2021 2023 2025

---PJ (Peta Joule)--- Minyak solar Premium Avtur Minyak bakar Gas alam Listrik Biodiesel Bioethanol 583.53 594.70 123.48 20.19 384.06 0.21 0.00 59.55 611.93 569.20 143.82 22.86 485.71 0.21 9.95 140.60 635.70 555.45 165.05 24.74 557.53 0.21 30.01 230.60 668.14 540.12 189.96 26.87 534.16 0.24 46.39 425.76 497.95 610.09 219.63 29.41 598.45 0.24 226.68 515.17 489.18 680.07 250.56 31.86 609.84 0.27 281.28 613.34

Total PJ 1766.44 1984.28 2199.29 2431.64 2697.62 2956.40

Sumber: Tim Perencanaan Energi BPPT (2005)


(23)

Menurut Becker (1984), beberapa jenis ganggang mikro memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%. Komponen fatty acids inilah yang dapat diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel sebagaimana yang diproduksi tumbuhan penghasil minyak lainnya seperti jarak pagar, sawit dan lain-lain.

2.2.2 Ganggang Mikro sebagai Sumber Nutrisi

Selain potensi ganggang mikro sebagai bahan baku biofuel, sejak tahun 1970 beberapa negara seperti India, Jepang, Perancis, Amerika dan Italia berusaha mengeksplorasi sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai sumber protein nonkonvensional. Hal ini didasarkan pada dua kepentingan yang berbeda. Pertama, negara-negara industri mencari pangan alami yang menyehatkan serta sumber-sumber komposisi kimia sel untuk keperluan industri. Kedua, kelompok negara berkembang memerlukan sumber protein dan mineral untuk mengatasi kekurangan gizi (malnutrisi). Usaha-usaha tersebut mengarah pada penelitian ganggang mikro yang memang sudah sejak lama digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat di sekitar danau Chad, Afrika (Richmond 1988).

Selain sebagai usaha diversifikasi pangan, eksplorasi ganggang mikro juga dimaksudkan untuk memanfaatkan lahan yang tidak layak untuk pertanian konvensional. Di kawasan tropika, banyak terdapat lahan tandus dengan suhu yang panas dan kering serta air berkadar garam tinggi. Kondisi ini sangat kondusif untuk beberapa spesies ganggang mikro. Menurut Kabinawa (2001), potensi pengembangan ganggang mikro di banyak negara berkembang cukup besar karena dapat dilakukan dengan teknologi sederhana yang dapat diadaptasikan dengan kondisi setempat.

2.3 Metode Kultivasi Ganggang Mikro pada Skala Lapang

Pada prinsipnya kultivasi ganggang mikro dapat dilakukan dengan kultur sistem terbuka (raceway) atau tertutup (photobioreactor). Pengembangan konsep sistem terbuka atau raceway sebagai tempat kultivasi ganggang mikro pertama kali dikenalkan oleh Jerman setelah perang dunia ke-2 awal tahun 1970. Kemudian juga diikuti Israel dan Jepang. Pada awal pengembangannya, ganggang mikro selama beberapa periode lebih dikembangkan sebagai makanan sehat dan ditumbuhkan di kolam terbuka (Ugwu et al. 2008).


(24)

Kultivasi ganggang mikro secara fotobioreaktor bisa dikembangkan pada skala laboratorium maupun industri, tergantung tujuan yang dinginkan. Kultivasi ganggang mikro dengan metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain: lebih mudah dikontrol, biomassa yang dihasilkan tinggi serta kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh mikrob lain lebih kecil. Namun mempunyai beberapa kelemahan yaitu biaya produksi untuk pembuatan instalasi serta perawatan mekanisasinya cukup mahal bila akan dikembangkan dalam skala besar (Ugwu et al. 2008).

Kultivasi ganggang mikro secara fotobioreaktor dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1) fotobioreaktor flat-plate, 2) fotobioreaktor vertikal-kolom dan 3) fotobioreaktor tubular.

Fotobioreaktor flat-plate merupakan suatu sistem kultivasi ganggang mikro dengan memanfaatkan mikrob fotosintetik dan pertama kali dikembangkan oleh Miller pada tahun 1953. Selanjutnya Samson dan Leduy pada tahun 1985 mencoba melengkapi flat reaktor dengan penambahan cahaya fluorescence. Pada tahun selanjutnya, Ramos de Ortega dan Roux mengembangkannya untuk skala lapang.

Fotobioreaktor tubular merupakan suatu sistem kultivasi yang bisa diterapkan pada skala lapang. Konstruksi fotobioreaktor tubular dibuat seperti tabung-tabung kaca atau tabung-tabung plastik dan untuk resirkulasinya digunakan pompa sirkulasi. Fotobioreaktor tubular bisa dimodifikasi dalam bentuk horizontal, vertikal atau gabungannya.

Fotobioreaktor vertikal-kolom merupakan desain kultivasi ganggang mikro yang lebih baik dibandingkan dengan jenis fotobioreaktor lainnya. Hal ini dikarenakan biayanya yang lebih murah dan mudah dalam pengoperasian (Sánchez et al. 2002).


(25)

(a) (b) Gambar 2 Kultivasi ganggang mikro pada fotobioreaktor

(Sumber: Jonathan 2010 a) dan Benemman 2008 b))

Metode kultivasi kedua yang banyak digunakan pada skala lapang adalah metode kolam raceway. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Raymond pada tahun 1981 berupa saluran resirkulasi rangkaian tertutup dengan kedalaman ±0.5 m. Proses pencampuran dan sirkulasi media diperoleh dari suatu roda penggerak (seperti turbin). Sepanjang hari, biakan diberikan nutrisi secara kontinu di depan roda penggerak dan beroperasi sepanjang waktu untuk mencegah sedimentasi (pengendapan).

Pada kolam raceway, pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu berfluktuasi seiring dengan siklus harian dan musiman. Sistem raceway dapat memanfaatkan karbon dioksida lebih efisien daripada fotobioreaktor. Kelemahan dari metode kultivasi ini adalah produktivitas ganggang mikro bisa dipengaruhi oleh kontaminasi dan mikrob pemakan ganggang. Namun, kelebihan dari metode kultivasi kolam raceway dianggap lebih ekonomis serta membutuhkan sedikit biaya untuk membangun dan mengoperasikannya.


(26)

Gambar 3 Desain kolam raceway (Sumber: Jonathan 2010)

2.4 Faktor Utama yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang Mikro 2.4.1 Hara Utama

2.4.1.1 Nitrogen

Ganggang mikro menyerap nitrogen terutama dalam bentuk amonia, nitrat atau nitrit (Richmond 1988). Nitrogen berfungsi sebagai pembentuk protein dan merupakan bagian integral dari klorofil.

Nitrogen diserap tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan dijumpai hampir di seluruh bagian tanaman. Laju penyerapan nitrogen lebih cepat pada sel ganggang mikro yang berukuran mikro daripada yang berukuran makro (Bold dan Wynne 1985).

Peranan utama nitrogen adalah sebagai unsur pembangun protoplasma sel dan merupakan unsur penting pada proses pembentukan protein (Zhong 2001).

2.4.1.2 Fosfor

Fosfor merupakan unsur kedua terpenting bagi pertumbuhan ganggang mikro. Bentuk utama fosfor yang mampu diserap ganggang mikro adalah fosfor inorganik yaitu ortofosfat primer (H2PO4-) dan HPO4

2-Fosfor yang tersedia dalam jumlah cukup akan meningkatkan pertumbuhan tanaman, berperan penting dalam proses fotosintesis, perubahan karbohidrat dan senyawa yang berhubungan dengan proses glikolisis, metabolisme asam amino dan lipid serta sejumlah reaksi biologis lainnya.

(Saeni 1989). Kincir air

Mesin penggerak listrik Kedalaman kolam (±0.5 m)


(27)

Beberapa sumber fosfor terdapat dalam perairan yaitu limbah domestik, limbah industri, hancuran bahan organik, mineral-mineral fosfat dan pupuk. Senyawa fosfor organik terdapat dalam bentuk asam nukleat, fosfolipid dan bentuk senyawa lainnya (Saeni 1989).

2.4.2 Lingkungan 2.4.2.1 Cahaya

Parson et al. (1984) menyatakan aspek dasar terpenting secara biologi dari cahaya adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua karakter ini berfluktuasi di perairan, bergantung kepada waktu (harian, musiman dan tahunan), ruang (perbedaan lokasi di bumi dan kedalaman), kondisi cuaca, penyebaran sudut datang termasuk arah perubahan maksimum dan tingkat difusi dan polarisasi.

Cahaya memiliki spektrum warna yang berbeda sesuai dengan panjang gelombang. Tidak semua radiasi yang jatuh pada tumbuhan fotosintesis dapat diserap, tetapi hanya cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang 400-720 nm yang diabsorbsi dan digunakan untuk proses fotosintesis (Parson et al. 1984). Respon ganggang mikro terhadap intensitas cahaya juga sangat dipengaruhi oleh pigmen yang dikandungnya. Perbedaan pigmen yang dikandung antar jenis ganggang mikro menyebabkan perbedaan intensitas cahaya yang diabsorpsi. 2.4.2.2 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang dapat mempengaruhi fotosintesis dan pertumbuhan ganggang mikro (Rafiqul et al. 2005). Secara prinsip suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi, merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil.

Suhu berpengaruh pada sistem biologi melalui dua cara. Pertama, berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi secara enzimatik dalam tubuh organisme. Kedua, berpengaruh terhadap proses respirasi organisme. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan, suhu optimum bagi pertumbuhan ganggang mikro berbeda-beda tergantung jenisnya. Sebagai contoh, jenis ganggang yang berada di daerah kutub dapat tumbuh dengan baik pada suhu 0-10 oC, sedangkan jenis ganggang mikro yang hidup pada daerah iklim sedang yang agak dingin dapat tumbuh baik pada suhu 10-15 oC. Jenis ganggang mikro yang hidup di


(28)

daerah iklim sedang yang agak hangat dapat tumbuh dengan baik pada suhu 10-20 oC, sedangkan pada suhu tropis dapat tumbuh dengan baik pada suhu 15-30 oC (Raymond dan Weissman 1988).

2.4.3 Gerakan Air

Gerakan air berfungsi untuk membantu penyerapan hara bagi ganggang mikro serta memperlancar pertukaran CO2 dan O2

Gerakan air di perairan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin dan gerakan ombak. Pengadukan yang terjadi adalah karena perbedaan suhu dari dua lapisan air, perbedaan tinggi muka air, pasang surut dan lain sebagainya. Gerakan air diperlukan untuk mempercepat difusi gas dan ion-ion dalam air. Dengan lancarnya difusi gas dan ion-ion yang diperlukan oleh ganggang mikro maka pertumbuhannya akan lebih cepat (Richmond 1988).

(Indriani dan Sumiarsih 1991).

2.4.4 pH

Nilai pH pada suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa serta konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan senyawa kimia dalam lingkungan perairan dan ketersedian hara serta toksitas dari ion (Saeni 1989).

Ganggang mikro umumnya hidup dengan baik pada pH netral (pH 7). Colman dan Gehl (1983) menyatakan bahwa aktivitas fotosintesis akan turun menjadi 33 % ketika pH turun menjadi 5.0. Perairan dengan kondisi asam (pH kurang dari 6.0) dapat menyebabkan ganggang tidak dapat hidup dengan baik. Air yang bersifat basa dan netral menjadikan organisme yang hidup di dalamnya lebih produktif untuk tumbuh dan berkembang dibandingkan dengan air yang bersifat asam (Hickling 1971).


(29)

3 METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA IPB dan kolam raceway di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Cilubang Nagrak, Situgede, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai Januari sampai dengan Oktober 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 isolat ganggang mikro koleksi ICBB yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114. Media biakan ganggang mikro yang digunakan adalah media BG11(Lampiran 1) dan media M4 (Lampiran 2).

Dalam penelitian ini digunakan 4 isolat ganggang mikro terseleksi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terhadap parameter produksi karbohidrat, protein dan lipid, yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114. Lokasi sampling keempat isolat tersebut berturut-turut adalah tanah sawah di G.Salak, Bogor; serta air sawah di Singa Jaya,Indramayu; Ciomas Permai, Bogor dan Telaga Warna, Puncak, Bogor

Pada tahap peremajaan digunakan media BG 11, sedangkan pada tahap kultivasi skala laboratorium dan skala lapang digunakan media 0.75 M4 yang merupakan konsentrasi optimum berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Ardiles (2011) dan Septina (2011). Sebagai sumber hara N dan P dalam penelitian ini digunakan bahan teknis ZA[(NH4)2SO4], NaNO3,

SP36[Ca(H2PO4)] dan K2HPO4

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, autoclave, akuarium, shaker, laminar flow, spektrofotometer, neraca analitik, kertas saring, botol bening 100 ml, aerator dan kolam raceway.


(30)

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan Alir Penelitian

3.3.1 Peremajaan 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media BG 11 pada Skala Laboratorium

Tahapan penelitian diawali dengan peremajaan 4 isolat ganggang mikro. Sebanyak 2 ml isolat diinokulasikan ke dalam 50 ml media BG11 dalam botol bening berukuran ± 100 ml. Selanjutnya dilakukan proses kultivasi selama 3 minggu dengan cara digoyang (shaker).

3.3.2 Kultivasi 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media 50 ml 0.75 M4 pada Skala Laboratorium

Tahapan kultivasi selanjutnya dilakukan dalam media 50 ml 0.75 M4. Pada tahapan ini pengaruh perlakuan kombinasi sumber N dan P terhadap

Peremajaan 4 isolat ganggang mikro dalam media BG 11 pada skala laboratorium

Kultivasi 4 isolat ganggang mikro terseleksi dalam media 50 ml 0.75 M4 pada skala laboratorium

Kultivasi 4 isolat ganggang mikro pada media 2 L 0.75 M4 skala laboratorium

Kultivasi ganggang mikro pada media 150 L 0.75 M4 pada kolam raceway

Analisis karbohidrat

Analisis protein

Analisis kadar air Biomassa kering ganggang mikro

Identifikasi 4 isolat ganggang mikro Analisis lipid


(31)

produktivitas biomassa dievaluasi berdasarkan kerapatan optik (nilai OD, optical density) selama periode pertumbuhan hingga 27 hari, yang menghasilkan nilai OD

≥ 0.5, pada panjang gelombang 620nm.

3.3.3 Kultivasi Ganggang Mikro dalam Media 150 L 0.75 M4 pada Kolam Sistem Raceway

Kultivasi biakan ganggang mikro pada skala lapang, dilakukan di kolam raceway (Chisti 2007) dengan volume 150 L media 0.75 M4. Selanjutnya dievaluasi berdasarkan produksi karbohidrat, protein dan lipid dari biomassa ganggang mikro tiap isolat.

3.3.4 Produksi Biomassa pada Skala Lapang

Pada tahap produksi biomassa ganggang mikro di skala lapang, dilakukan pemanenan 2 kali pada interval 2 hari. Laju pertumbuhan ganggang direpresentasikan oleh nilai kerapatan optik (OD). Setelah biakan ganggang mikro mencapai nilai OD minimum yaitu 0.5 maka dilakukan proses kultivasi kembali dengan tujuan menentukan OD minimum dan volume biakan (L) pada hari ke-0 agar nilai OD panen minimum 0.5 tercapai untuk setiap isolat ganggang mikro. Penentuan penambahan volume untuk setiap isolat berdasarkan persamaan linier dari kurva laju pertumbuhan ganggang mikro. Untuk penetapan produksi biomassa kering dilakukan dengan metode gravimetri yaitu pemisahan, pengeringan dan penimbangan berat kering.

3.3.5 Tahapan Identifikasi Ganggang Mikro

Tahapan identifikasi ganggang mikro dilakukan dengan mikroskop fluorescence perbesaran hingga 1000X berdasarkan karakteristik morfologi umum serta sifat-sifat selular seperti jenis pigmen fotosintetik serta struktur sel dan flagela dengan mengacu pada (Heaps 1977), (Prescott 1978) serta (Bold dan Wynne 1985).

3.3.6 Produksi Karbohidrat

Produksi karbohidrat (%) = 100 - % (produksi protein + kadar air + produksi lipid + kadar abu) (SNI 01-2973-1992).


(32)

3.3.7 Analisis N-Total dan Protein

Penetapan N-total pada ganggang mikro dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl (Apriantono et al. 1989). Serbuk ganggang kering 0.5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 25 ml, lalu ditambahkan 1.9 gram campuran Se, CuSO4 dan Na2SO4. Larutan 5 ml H2SO4

N-Total =

pekat ditambahkan ke dalam labu, digoyangkan perlahan-lahan, kemudian 5 tetes paraffin cair ditambahkan dan dipanasi, sambil digoyang perlahan-lahan, kemudian perlahan-lahan api diperbesar hingga diperoleh cairan berwarna terang (hijau biru), panasi 15 menit lalu didinginkan. Kemudian aquadest ditambahkan kira-kira sebanyak 50 ml, lalu isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 5 ml NaOH 50 %. Destilat dititrasi dengan HCl 0.0999 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau ke merah muda. Penetapan blanko juga dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas namun tanpa sampel. Rumus perhitungan:

(ml contoh - ml blangko) x Normalitas x 14 Bm

x 100%

% Protein = % N x fk

Keterangan: Bm = biomassa kering (gram) fk = faktor koreksi (6.25) 3.3.8 Kadar air (AOAC 2007)

Pengukuran kadar air ganggang mikro diawali dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (± 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah itu sebanyak 5 gram sampel ganggang mikro dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam. Cawan kembali dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air (%):

W1-W

W

2 2-W

Keterangan: W = kadar air (%)

3

W1

W

= berat cawan sebelum dioven (gram)

2

W

= berat cawan setelah dioven (gram)

3= berat cawan (gram)

X 100%

=


(33)

3.3.9 Produksi Lipid

Analisis produksi lipid dilakukan dengan metode chemical solvent oil extraction (Bligh dan Dyer 1959), yaitu dengan menggunakan bahan kimia sebagai pelarut. Pelarut kimia tersebut berupa metanol dan chloroform dengan perlakuan: tabung ditimbang dan dicatat berat tabung reaksi kosong, dimasukkan ganggang mikro, disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm atau setara dengan 958 x g selama 10 menit, kemudian dibuang supernatan lalu disimpan dalam oven (suhu 80 o

Perhitungan produksi lipid (%):

C) selama 1 malam hingga kering; biomassa ganggang mikro yang telah kering ditambahkan dengan 4 ml aquadest steril, ditambahkan metanol 10 ml dan chloroform sebanyak 5 ml, dikocok kembali selama 1 malam kemudian ditambahkan kembali aquadest steril sebanyak 5 ml dan chloroform sebanyak 5 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit; diambil endapan lipid yang mengendap selanjutnya diletakkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan untuk menghilangkan campuran larutan kimia yang ditambahkan sebelumnya.

Bw

Lw

Keterangan: Lw = berat lipid (gram) Bw = berat biomassa (gram) 3.3.10 Kadar abu (AOAC 2007)

Ganggang mikro sebanyak 2 gram ditimbang dalam porselen dan ditempatkan dalam suhu terkontrol dari tanur hingga suhu 600 ºC selama 2 jam. kemudian porselen segera dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan dan dilakukan penimbangan bobot akhir sampel.

Perhitungan kadar abu (%): W1-W

W

2 2-W

Keterangan: W = kadar air (%)

3

W1

W

= berat cawan sebelum dioven (gram)

2

W

= berat cawan setelah dioven (gram)

3= berat cawan (gram) X 100 %

X 100%

=

W

=


(34)

3.3.11 Rancangan Percobaan

Perlakuan kombinasi sumber hara N dan P terhadap produktivitas biomassa dievaluasi berdasarkan nilai kerapatan optik (nilai OD, optical density) ganggang mikro selama periode pertumbuhan hingga 27 hari. Percobaan dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap satu perlakuan dengan 9 taraf, yaitu N1P1, N1P2, N1P3, N2P1, N2P2, N2P3, N3P1, N3P2, N3P3

N

, dengan 3 ulangan sehingga didapat 27 satuan percobaan dan dilakukan 5 kali pengukuran OD yaitu pada hari ke-6, 11, 15, 19 dan 27. Adapun perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

I : 100 % (NH4)2SO4, 0 % NaNO

N

3 2 : 50 % (NH4)2SO4, 50 % NaNO

N

3 3 : 0% (NH4)2SO4, 100 % NaNO

P

3 1 : 100 % SP36, 0 % K2HPO

P

4 2 : 50 % SP36, 50 % K2HPO

P

4 3 : 0 % SP36, 100 % K2HPO4

Kombinasi Perlakuan

P1(100,0) P2(50,50) P3(0,100)

N1 (100,0) N1P1 N1P2 N1P3

N2 (50,50) N2P1 N2P2 N2P

N

3

3 (0,100) N3P1 N3P2 N3P3

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan ganggang mikro diketahui dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), kemudian dilakukan pengujian hipotesis dengan membandingkan nilai F hitung terhadap F tabel dengan selang kepercayaan 95 % dan 99 % dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut: (Steel et al.1997).


(35)

Yij= µ + αi+ βj + εij

Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media

ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan umum

αi :

β

pengaruh perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media ke-i

j : pengaruh ulangan ke-j

εij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan kombinasi sumber hara N dan

P media ke-i dan ulangan ke-j

i : perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media ke-i j : ulangan ke-j

Berdasarkan Analysis of Variance (ANOVA), perlakuan yang memberikan pengaruh nyata diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan sofware SPSS 13.0.


(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Ganggang Mikro

4.1.1 Isolat ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114

Mengacu pada (Heaps 1977), (Prescott 1978) serta (Bold dan Wynne 1985), hasil identifikan menunjukkan bahwa isolat ICBB 9111 (Gambar 5) didominasi oleh Synechococcus sp.,termasuk ke dalam divisi Cyanophyta pada ordo Chroococalles; ciri-ciri yang teramati terlihat pada Tabel 2. Synechococcus sp. merupakan ganggang mikro yang tumbuh baik pada media BG11 (Bold dan Wynne 1985). Sedangkan Isolat ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114 (Gambar 6), didominasi oleh Chlamydomonas sp., ordo umum yang teramati terlihat pada Tabel 2. Pada fase reproduksi aseksual, individu menjadi nonmotil karena flagela menghilang (Pelczar dan Chan 1986).

Gambar 5 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Synechococcus sp. (a = chloroplast, b = pigmen fikosianin, c = pigmen klorofil dan d = butir sianofisin).

d

b

a


(37)

(a) ICBB 9112 (b) ICBB 9113

(c)ICBB 9114

Gambar 6 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Chlamydomonas sp.

(a = stigma)

Tabel 2 Identifikasi Ganggang mikro ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114

Karakteristik Isolat

ICBB 9111 ICBB 9112 ICBB 9113 ICBB 9114 Morfologi sel Uniseluler Uniseluler Uniseluler Uniseluler

-Ukuran 4 µm 5-10 µm 5-10 µm 5-10 µm

-Bentuk Kokus Kumparan Kumparan Kumparan

-Sistem pigmen

klorofil-a, karatenoid, fikosianin

Klorofil Klorofil Klorofil

-Flagela Tidak ada Ada Ada Ada

-Sifat bahan cadangan

butir-butir sianofisin

Pati, minyak Pati, minyak Pati, minyak -Bintik mata

(stigma)

Tidak ada Ada Ada Ada

-Habitat Air tawar Air tawar Air tawar Air tawar a

a a

10µm 10µm

a


(38)

4.2 Pertumbuhan Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Laboratorium

4.2.1 Synechococcus sp. ICBB 9111

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai kerapatan optik sel ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111 (Lampiran 3). Uji DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P2 berbeda nyata

dibandingkan taraf perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai kerapatan optik sel (OD) tertinggi yaitu 1.01933 nm (Tabel 3). Namun, untuk tahap kultivasi skala lapang, taraf kombinasi N2P1

Perlakuan

yang dipilih. Hal ini dikarenakan nilai OD minimal 0.5 sudah tercapai dan penggunaan kombinasi sumber hara dari bahan teknis yang termurah menjadi pertimbangan utama.

Tabel 3 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111

Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)

[p ANOVA]

ZA NaNO3 SP36 K2HPO4

---%--- [0.00]

N1P1 100 0 100 0 0.11000ab

N1P2 100 0 50 50 0.10867

N

ab

1P3 100 0 0 100 0.05700

N

a

2P1 50 50 100 0 0.50433

N

d

2P2 50 50 50 50 0.35100

N

c

2P3 50 50 0 100 0.15900

N

b

3P1 0 100 100 0 0.37300

N

c

3P2 0 100 50 50 1.01933

N

e

3P3 0 100 0 100 0.48933d

# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT) Nilai OD ganggang mikro yang < 0.5 menunjukkan bahwa komposisi dan konsentrasi hara pada taraf tersebut belum optimal (Tabel 3). Achmadi et al. (2002) menyatakan bahwa pada OD yang lebih tinggi (>1.0) kadar klorofil a menurun, tetapi produksi biomassa tetap naik. Hal ini memperlihatkan bahwa ganggang mikro tidak lagi memproduksi klorofil a atau tidak aktif memproduksi sel muda tetapi melakukan penuaan sel. Produksi biomassa yang ditunjukkan oleh nilai OD berhubungan dengan kemampuan ganggang mikro dalam memanfaatkan hara pada kultur biakannya (Becker 1994).

Dalam penelitian ini diberikan hara P dalam bentuk ortofosfat yang berasal dari pupuk SP36 dan/atau K2HPO4. Pada pemberian N1P1 dengan 100 % SP36


(39)

N1P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4. Namun pada taraf N3P3 dengan 0 %

SP36 dan 100 % K2HPO4 berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N3P1

dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 (Tabel 3). Hal ini dikarenakan ketersedian

P dalam bentuk ortofosfat secara langsung reaktivitasnya dipengaruhi oleh ukuran butir. Makin halus ukuran butir fosfat makin reaktif, sehingga karena semakin mudah untuk diserap tanaman (Hammond dan Diamond 1987). Ukuran butir ortofosfat dalam bentuk K2HPO4

Perlakuan

lebih halus daripada SP36.

4.2.2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai OD ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9112 (Lampiran 4).

Tabel 4 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9112

Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)

[p ANOVA]

ZA NaNO3 SP36 K2HPO4

---%--- [0.00]

N1P1 100 0 100 0 0.1867a

N1P2 100 0 50 50 0.44867b

N1P3 100 0 0 100 0.41700b

N2P1 50 50 100 0 0.90600c

N2P2 50 50 50 50 0.43400b

N2P3 50 50 0 100 0.40633b

N3P1 0 100 100 0 0.88067c

N3P2 0 100 50 50 0.91000c

N3P3 0 100 0 100 1.07167c

# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)

Uji DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P3 tidak

berbeda nyata dengan N3P1, N3P2 dan N2P1, namun berbeda nyata dibandingkan

taraf perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 1.07167 nm (Tabel 4). Untuk tahap kultivasi skala lapang, perlakuan taraf kombinasi N2P1

yang dipilih.

Taraf N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP-36, 0 % K2HPO4)

yang dipilih menunjukkan bahwa ZA dapat mensubtitusi NaNO3. N dalam

perairan ditemukan dalam bentuk nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), ammonia (NH3) dan

ammonium (NH4+), sedangkan P dalam perairan pada umumnya dalam bentuk

ortofosfat dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik (Wardoyo 1982).


(40)

Nilai kerapatan optik sel pada pemberian taraf kombinasi N1P3 dengan

0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N1P1

dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4. Namun, dibandingkan pada taraf N3P3

dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 tidak berbeda nyata taraf kombinasi N3P1

dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 (Tabel 4). Hal ini dapat diartikan bahwa

sumber hara P yang digunakan secara langsung perlu memperhatikan beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi efektifitasnya, diantaranya yaitu sifat mineralogi dan kimia fosfat, tingkat kelarutan dan kandungan P.

4.2.3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai OD ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (Lampiran 5). Uji DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P2 pada hari ke-27 tidak

berbeda nyata dengan N3P1, N2P2, namun berbeda nyata dibandingkan perlakuan

lainnya serta menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 0.83600 nm (Tabel 5). Untuk tahap kultivasi skala lapang, perlakuan taraf N2P2

Perlakuan

yang dipilih.

Tabel 5 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9113

Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)

[p ANOVA]

ZA NaNO3 SP36 K2HPO4

---%--- [0.00]

N1P1 100 0 100 0 0.16233b

N1P2 100 0 50 50 0.06800ab

N1P3 100 0 0 100 0.09567ab

N2P1 50 50 100 0 0.01267a

N2P2 50 50 50 50 0.79267d

N2P3 50 50 0 100 0.01167a

N3P1 0 100 100 0 0.76967d

N3P2 0 100 50 50 0.83600d

N3P3 0 100 0 100 0.59233c

# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)

Taraf N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4)

yang dipilih menunjukkan bahwa ZA dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 dapat

mensubtitusi K2HPO4. Hara N sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas

dalam air. Pada keadaan anaerob, N berubah menjadi amonia (NH3), sebaliknya


(41)

Pada umumnya, bentuk N yang juga dimanfaatkan dalam metabolisme sel ganggang mikro berupa amonium. Amonium dihasilkan melalui proses disosiasi amonium hidroksida. Amonium hidroksida merupakan amonia yang terlarut dalam air. Menurut Goldman dan Horne (1983), reaksi pembentukan amonium adalah sebagai berikut:

NH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH-

Bila reaksi di atas bergerak ke kanan maka konsentrasi amonium di dalam media akan meningkat dan pH media menjadi basa.

Pengaruh pemberian taraf kombinasi N1P1 dengan 100 % SP36 dan 0 %

K2HPO4 tidak berbeda nyata dengan taraf kombinasi N1P3 dengan 0 % SP36 dan

100 % K2HPO4 terhadap nilai kerapatan optik sel.. Demikian halnya pengaruh

taraf kombinasi N3P1 dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 tidak berbeda nyata

dibandingkan taraf kombinasi N3P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 (Tabel

4). Hal ini menunjukkan bahwa SP36 dapat mensubtitusi K2HPO4.

4.2.4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p< 0.01) terhadap nilai OD ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (Lampiran 6). Uji DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P3 berbeda nyata dibandingkan

perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 0.78500 nm (Tabel 6). Untuk tahap skala lapang, taraf kombinasi N3P3 yang dipilih. Hal ini

menunjukkan bahwa untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114, ZA tidak dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 tidak dapat mensubtitusi K2HPO4.


(42)

Tabel 6 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9114

Perlakuan

Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)

[p ANOVA]

ZA NaNO3 SP36 K2HPO4

---%--- [0.00]

N1P1 100 0 100 0 0.00900a

N1P2 100 0 50 50 0.06333bc

N1P3 100 0 0 100 0.04100ab

N2P1 50 50 100 0 0.10467bc

N2P2 50 50 50 50 0.12300c

N2P3 50 50 0 100 0.25067d

N3P1 0 100 100 0 0.29267d

N3P2 0 100 50 50 0.49500e

N3P3 0 100 0 100 0.78500f

# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)

Raoof et al. (2005) menyatakan bahwa sumber N pada NaNO3 dan

KNO3 merupakan unsur yang paling penting bagi pertumbuhan ganggang mikro

dan merupakan penentu level kritis yang penting bagi keberadaan nitrogen pada skala lapang. Nitrat adalah bentuk N utama di perairan dan konsetrasinya di perairan diatur oleh proses nitrifikasi (Effendi 2000). Goldman dan Horne (1983) serta Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa N merupakan salah satu hara utama yang konsentrasinya sering menjadi pembatas bagi pertumbuhan ganggang mikro. Pengaruh pemberian taraf kombinasi N1P3 dengan 0 % SP36 dan 100 %

K2HPO4 tidak berbeda nyata dengan taraf kombinasi N1P1 dengan 100 % SP36

dan 0 % K2HPO4 , namun pada taraf N3P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4

berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N3P1 dengan 100 % SP36 dan 0 %

K2HPO4 terhadap nilai kerapatan optik sel. Hal ini menunjukkan bahwa

kandungan ortofosfat yang berasal dari K2HPO4 dalam media nutrisi merupakan

bentuk P yang langsung dapat diserap bagi metabolisme sel ganggang mikro. Fosfor merupakan komponen biokimia pengubah energi di dalam sel dan terdapat dalam bentuk adenosin fosfat. Kekurangan fosfor akan menghambat metabolisme secara keseluruhan, sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan biomassa ganggang mikro.


(43)

4.3 Produksi Biomassa Kering Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Lapang

Biomassa dapat bermakna banyaknya zat hidup per satuan luas atau per volume pada satu daerah dan pada waktu tertentu (Bold dan Wynne 1985). Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi biomassa tertinggi dicapai oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 0.439 g/l. Hal ini dikarenakan ketersedian hara serta jumlah energi yang cukup diterima ganggang mikro untuk menjalankan fotosintesis (Kersey dan Munger 2009).

Tabel 7 Produksi biomassa kering ganggang mikro terseleksi pada skala lapang

Ganggang Mikro Tahapan Panen Rata-rata

1 2

Synechococcus sp. ICBB 9111

OD awal (hari ke-0) 0.167 0.169 0.168

OD panen (hari ke-2) 0.561 0.564 0.562

Produksi Biomassa (g/l) 0.452 0.426 0.439

Chlamydomonas sp.ICBB 9112

OD awal (hari ke-0) 0.111 0.116 0.113

OD panen (hari ke-2) 0.531 0.529 0.530

Produksi Biomassa (g/l) 0.364 0.355 0.359

Chlamydomonas sp.ICBB 9113

OD awal (hari ke-0) 0.103 0.101 0.102

OD panen (hari ke-2) 0.520 0.517 0.518

Produksi Biomassa (g/l) 0.249 0.128 0.188

Chlamydomonas sp.ICBB 9114

OD awal (hari ke-0) 0.161 0.164 0.162

OD panen (hari ke-2) 0.520 0.519 0.455

Produksi Biomassa (g/l) 0.403 0.390 0.396

Pada saat fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis karbon inorganik utama

yang digunakan ganggang mikro. Ganggang mikro dapat juga menggunakan ion karbonat (CO32-) dan ion bikarbonat (HCO3-). Penyerapan CO2 bebas dan

bikarbonat oleh ganggang mikro menyebabkan penurunan konsentrasi CO2

terlarut dan mengakibatkan peningkatan nilai pH (Golman dan Horse 1983). Pada lingkungan netral, CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi


(44)

sebagai sumber karbon utama bagi proses fotosintesis ganggang mikro cukup tersedia sehingga proses metabolisme dapat berlangsung cepat dan kerapatan sel meningkat.

Produksi biomassa ganggang mikro merupakan faktor penting, karena dengan biomassa kemampuan ganggang mikro untuk memproduksi karbohidrat, protein dan lipid dapat diketahui. Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis ganggang mikro yang dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan seperti cahaya, suhu dan pH (Kersey dan Munger 2009).

4.4 Produksi Karbohidrat

Karbohidrat sebagai sumber karbon berfungsi sebagai bahan baku untuk mensintesis senyawa organik seperti asam amino, asam lemak dan makromolekul lain penyusun tubuh tumbuhan (Kimball 1991). Secara umum karbohidrat berperan sebagai osmoregulator yang mempengaruhi potensial air dalam sel sehingga mempengaruhi pembesaran sel (Huang dan Liu 2002).

Gambar 7 menunjukkan bahwa karbohidrat skala lapang tertinggi pada Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 43.90 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P1(50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Proses

akumulasi karbohidrat terutama terjadi pada dinding sel sebagai respon terhadap kondisi lingkungan serta indikasi tingginya proses fotosintesis (Richmond 1988).

Gambar 7 Produksi kabohidrat ganggang mikro pada skala lapang Keterangan:

-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:

N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %

SP36, 50 % K2HPO4)

-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %


(45)

Ganggang mikro tidak memiliki struktur sekomplek tumbuhan tingkat tinggi, namun fotosintesis terjadi dengan cara yang sama yaitu melalui fotosistem 1 yang bekerja pada cahaya merah dan fotosistem 2 pada cahaya hijau. Ganggang mikro memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplas dan panjang gelombang yang diserap lebih bervariasi (Stevenson et al. 1996). Panjang gelombang cahaya yang diserap ganggang mikro untuk proses fotosintesis adalah 400-720 nm (Wetzel 1983; Parson et al. 1984; Cole 1998).

Kandungan biokimia ganggang mikro sangat bergantung pada kondisi tumbuhnya. Berbagai faktor tumbuh, seperti intensitas cahaya, suhu, dan komposisi nutrisi telah diketahui berpengaruh nyata pada komposisi biokimia ganggang mikro (Thompson et al. 1990). Peningkatan produksi karbohidrat disebabkan oleh meningkatnya ”floridean starch” sebagai hasil fotosintesis. Floridean starch merupakan senyawa galaktosa dan gliserol yang berikatan melalui ikatan glikosidik (Bidwel 1974).

Karbohidrat yang terkandung dalam biomassa ganggang mikro dapat diproses menjadi bioetanol. Bioetanol diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku hayati, sedangkan etanol dapat dibuat dengan cara sintesis melalui hidrasi katalitik dari etilen atau bisa juga dengan fermentasi gula menggunakan ragi Saccharomycescerevisiae.

Ganggang mikro dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol hal ini dikarenakan: bahan baku bioetanol yang selama ini digunakan bahan pangan bagi manusia (singkong dan pati). Disamping itu kandungan karbohidrat pada ganggang mikro yang tinggi yaitu 30-50 % (Chisti 2007, Harun et al. 2009). 4.5 Kadar Protein

Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida. Nitrogen adalah unsur utama penyusun protein. Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar protein skala lapang tertinggi pada Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N3P2 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4). Namun sebagai

perlakuan terbaik dipilih Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dengan rataan 24.97 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %


(46)

Gambar 8 Kadar protein ganggang mikro pada skala lapang

Hal ini menunjukkan bahwa pada Chlamydomonas sp. ICBB 9114, ZA tidak dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 tidak dapat mensubtitusi K2HPO4.

Nitrat adalah bentuk utama N di perairan dan merupakan hara utama bagi pertumbuhan ganggang mikro. Nitrat mudah larut dan bersifat stabil sehingga mendukung metabolisme pembentukan protein dalam sel ganggang mikro (Goksan et al. 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Suminto (2009), bahwa perlakuan media kultivasi ganggang mikro menggunakan media kultur Walne yang didominasi kandungan NaNO3 menghasilkan kandungan protein tertinggi

dengan rata-rata 67.58 %.

Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan nitrogen. Nitrogen dan

fosfor sangat berperan dalam penyusunan senyawa protein. Menurut Kimball (1991), N berperan sebagai penyusun klorofil dan asam amino, pembentuk protein, pengaktivasi karbohidrat dan komponen enzim, penstimulasi perkembangan dan aktivitas akar serta penyerapan hara. Menurut Colla et al. (2005), nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun protein di dalam sel. Semakin rendah NaNO3

Beberapa ganggang mikro dapat dijadikan sebagai salah satu sumber protein sel tunggal. Hal ini dikarenakan kandungan protein yang tinggi mencapai 30-60% dari berat keringnya (Borowitzka 1988). Protein sel tunggal (Single Cell maka akan semakin rendah pula produksi protein selnya.

Keterangan:

-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:

N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %

SP36, 50 % K2HPO4)

-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %


(47)

Protein = SCP) adalah makanan berkadar protein tinggi, berasal dari mikrob. Scenedesmus mengandung protein sebesar 55 % dari bobot keringnya dan Spirulina mengandung 60.42 % dari bobot keringnya (Kabinawa 1989).

4.6 Kadar Air

Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan dengan derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno 2008). Prosentase kadar air suatu produk biasanya ditentukan oleh kondisi penyimpanan, pengeringan dan pengemasan.

Gambar 9 Kadar air ganggang mikro pada skala lapang

Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar air skala lapang tertinggi pada Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 11.91 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4

Lipid adalah

). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air masih terikat kuat dan sulit diuapkan karena membentuk hidrat dengan molekul organik lainnya melalui ikatan ionik. Kadar air Spirulina yang diproduksi oleh Earthrise Farms, AS (Kellay 1974) berkisar antara 3-7 %. Sesuai dengan penelitian Bidwell (1979) kondisi normal kadar air pada tanaman bisa mencapai 90 % dan bisa berkurang hingga 70 %.

4.7 Kadar Lipid

Keterangan:

-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:

N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %

SP36, 50 % K2HPO4)

-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %


(48)

larut dalam pelarut nonpolar, sepe menunjukkan bahwa kadar lipid ganggang mikro skala lapang tertinggi pada Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4).

Gambar 10 Kadar lipid ganggang mikro pada skala lapang

Hal ini dikarenakan selain faktor nutrisi, akumulasi kandungan lipid pada Chlamydomonas sp. ICBB 9113 bisa diakibatkan oleh kondisi lingkungan. Pada kondisi stress lingkungan, ganggang mikro lebih banyak menggunakan atom karbon untuk membetuk lipid, sebagai akibat meningkatnya aktivitas enzim Asetil ko-A Karboksilase (Sheehan et al. 1988).

Kimball (1991) berpendapat bahwa ada hubungan metabolisme antara karbohidrat, protein dan lemak yaitu kompetisi Asetil co-A, yang merupakan prekusor pada beragam jalur biosintesis. Ganggang mikro memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga dapat dibudidayakan dalam skala besar (Borowitzka 1988).

Keterangan:

-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:

N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %

SP36, 50 % K2HPO4)

-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %


(49)

Gambar 11 Foto lipid ganggang mikro

Konsentrasi nitrogen dapat menyebabkan kenaikan kandungan lipid. Borowitzka (1988) menyatakan bahwa pada konsentrasi nitrogen yang rendah ganggang mikro akan mengandung banyak lipid. Menurut Becker et al. (1994), ganggang mikro yang tumbuh pada kondisi kekurangan nitrogen dalam kultur biakan akan cenderung mengakumulasi sejumlah besar lipid, tetapi akan menurunkan biomassa, protein dan asam lemak.

Lipid merupakan kelompok senyawa kaya akan karbon dan hidrogen. Senyawa yang termasuk lipid adalah lemak dan minyak. Lipid juga berperan penting sebagai komponen struktur membran sel. Salah satu manfaat lipid yang terdapat pada ganggang mikro adalah sebagai bahan baku biofuel (Brown 2002; Skill 2007; Patil et al.2008; Widjaja 2009).

4.8 Kadar Abu

Kadar abu merupakan salah satu analisis proksimat yang menunjukkan kandungan mineral dari jaringan tanaman maupun hewan setelah pembakaran.


(50)

Gambar 12 Kadar abu ganggang mikro pada skala lapang

Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar abu skala lapang tertinggi pada Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 4.42 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4

Keterangan:

).

Hal ini dikarenakan mineral atau logam yang terdapat dalam media hara tidak dapat terbakar selama pengabuan. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Elemen mineral tidak dapat dirusak dengan pemaparan panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya yang mempengaruhi zat gizi organik. Mineral dalam abu biasanya dalam bentuk metal oksida, sulfida, fosfat, nitrat, klorida dan halida lainnya (Sudarmadji et al. 1996).

-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:

N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4)

-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:

N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %

SP36, 50 % K2HPO4)

-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %


(51)

5 SIMPULAN

Hasil identifikasi ganggang mikro terseleksi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Synechococcus sp. (ICBB 9111) dan Chlamydomonas sp. (ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114).

Taraf kombinasi sumber hara N dan P optimum untuk pertumbuhan ganggang mikro Synechococcus sp ICBB 9111 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9112 adalah N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4),

untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9113 adalah N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan

50 % SP36, 50 % K2HPO4) dan untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114 adalah

N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4).

Karbohidrat tertinggi diproduksi oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 43.90 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA,

50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Produksi protein tertinggi

diproduksi oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50% NaNO3 dan 100 %

SP36, 0 % K2HPO4). Produksi lipid tertinggi diproduksi oleh Chlamydomonas sp.

ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P2 (50


(52)

AOAC International. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition 2005 Revision 2. USA: AOAC International.

Achmadi SS, Jayadi, Panji T. 2002. Produksi pigmen oleh Spirulina plantesis

yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat. J Hayati 9: 80-84.

Ardiles S. 2011. Produksi lipid dan karbohidrat ganggang mikro asal sawah dan

perairan tawar yang dikultivasi pada skala lapang [Skripsi]. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari N, Sedarnawati, Budianto S. 1989. Petunjuk

Laboratorium Analisa Pangan. Penelaah: Dedy Muchtadi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.

Badan Standarisasi Nasional (SNI 01-2973-1992).

Barianti L, Gualtieri P. 2006. Algae Anatomy, Biochemestry and Biotechology.

USA: CRC Taylor & Francis Group.

Becker EW. 1984. Biotechnology and exploitation of the green algae Scenedesmus obliquus in India. J Biomass 4:1–19.

Becker EW. 1994. Microalgae: Biotechnology and Microbiology. The Great

Britain: Cambridge Univ Press.

Benemann JR. 2008. NREL-AFOSR Workshop, Algal Oil for Jet Fuel Production,

Arlington, VA Februari 19th; Overview: Algae oil to Biofuel. Walnut Creek, CA.

Bidwell RGS. 1974. Plant Physiology. 2nd Ed. New York: MacMillan Pub Co.

hlm 737.

Bligh EG, Dyer JW. 1959. A rapid method of total lipid extraction and

purification. J. Biochem Physiol 37: 911-917.

Bold HC, Wynne MJ. 1985. Introduction to Algae. USA: Prentice Hall, Inc.

Borowitzka MA. 1988. Algal Media and Sources of Algal Culture. In:

Borowitzka MA and Borowitzka LJ, editor. Microalgal Biotechnology.

Cambridge: Cambridge Univ Press. p 456-465.

Brown MR. 2002. Nutritional value of microalgae for aquaculture. In: Cruz-Suárez LE , Ricque-Marie D, Tapia-Salazar M., Gaxiola-Cortés MG,


(53)

Simoes N. (Eds.). Avances en Nutrición Acuícola VI. Memorias del VI Simposium Internacional de Nutrición Acuícola; 3 al 6 de Septiembre del 2002. Cancún, Quintana Roo, México. p 281 – 292.

Cole GA. 1998. Texbook of Limnology, 3rd Ed. Inc.Illionis: Waveland Press.

Carolina S. 1994. Kualitas algae bersel tunggal Chorella sp pada berbagai media.

Seminar Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Bidang Fisika Terapan. LIPI: Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Hlm 195-205. Chilmawati D, Suminto. 2008. Penggunaan media kultur yang berbeda terhadap

pertumbuhan Chlorella sp. J Saintek Perikanan 41: 42-49.

Chisti Y. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnol. Adv 25: 294-306.

Colla LM, Reinehr CA, Reichert C, Costa JAV. 2005. Production of biomass and

nutrient compound by Spirulina platensis under different temperature and nitrogen regimes. Brazil: Departement of Chemistry. P 1-5.

Cohen Z. 1999. Chemicals from microalgae. Taylor dan Francis Ltd. UK.. p 418.

Colman B, Gehl KA. 1983. Influence of light dan three nitrogen source on growth of Heterrosigma carterae (Raphidophiceae). J Mar Freshwater Res 29:229-304.

Dawczynski C, Schubert R, Jahreis G. 2007. Amino acids, fatty acids, and dietary

fibre in edible seaweed products. J Food Chem 103: 891–899.

Demirbas A, Demirbas F. 2010. Algae as a New Source of Biodiesel. London:

Springer.

Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK IPB: Bogor.

Fisher NM & Dunham RJ. 1992. Morfologi akar dan pengambilan zat hara.

Tohari: penerjemah; Goldsworthy PR: editor. Fisiologi Tanaman

Budidaya Tropik. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Press. Gimenez C. 2005. Plant water Relations. Elsevier: 231.

Goksan T, Zekeriyauglu A, Ilkur AK. 2006. The Growth of Spirulina platensis in

Different Culture Systems Under Greenhouse Condition. Turkey: Departement of Aquculture Faculty of Fishers. p 47-51.


(54)

Goldman CR dan Horne R. 1983. Limnology. New York: Mc. Graw Hill International Book Company.

Griffiths JM, Harrison TLS. 2009. Lipid productivity as key characteristic for

choosing algal species for biodiesel production. J Appl Phycol (21):

493-507.

Hammond LL, Diamond RB. 1987. Effectiveness of Alternative Phosphate

Fertilizer in Tropocal Agriculture. Prosiding Lokakarya Nasional

Penggunaan Pupuk Fosfat. Bogor: Puslitanak.

Heaps JP. 1977. Green Algae. USA: Sinauer Associates.

Hicling CF. 1971. Fish Culture. London: Faber and Faber.

Harun R, Danquah MK, Forde GM. 2009. Microalgal biomass as a fermentation

feedstock for bioethanol production. J of Chem Technol and Biotechnol. 85:

199 – 203.

Huang WL, Liu LF. 2002. Carbohydrate Metabolism in Rice During Callus

Induction and a Root Regeneration Induced by Osmotic Stess. J Sin

.43:107-113.

Indriani H, Sumiarsih E. 1991. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jonathan LM. 2010. Algae Biofuels Technology. USA: Energy Efficiency and

Renewable Energy.

Kabinawa INK. 2001. Mikroalga sebagai Sumber Daya Hayati dalam Propektif

Bioteknologi. Bogor: Pusbitbang Bioteknologi-LIPI.

Kersey WT dan Munger SP. 2009. Marine Phytoplankton. New York: Nova

Science Pub.

Kellay JCO. 1974. Inorganic Nutrients. Di dalam: Stewart WDP, editor. Algal

Physiology and Biochemistry. California: Univ of California Press.

Kimball JW. 1991. Biology. Jilid 1 Edisi 5. Jakarta: Erlangga. hlm 188.

Marscher H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plant. UK: Academic Press.

Marinho S, Câmara E, Cabral MR, T, Carneiro MA. 2007. Preliminary evaluation

of the seaweed Gracilaria cervicornis (Rhodophyta) as partial substitute for

the industrial feeds used in shrimp (Litopenaeus vannamei) farming.


(55)

McKinney ER. 2004. Environmental Pollution Control Microbiology. New York: Marcel Decker, Inc.

Parson TR, Takahashi M and Hargrave B. 1984. Biological Oceanographic

Processes. Third Edition. Oxford: Pargamon Press.

Patil V, Tran, KQ, Giselrod HR. 2008. Towards sustainable production of biofuels

from microalgae. J Mol. Sci 9: 1188 - 1195.

Piorreck dan Pohl P. 1984. Formation of Biomass, Total Protein, Chorophylls, Lipids and Fatty Acids in Blue Green Algae During One Growth Phase. JPhytochem 23: 217-223.

Poelman E, Pauw N, Jeurisssen B. 1997. Potential of electrolytic flocculation for

recovery of microalgae. J Resource Conserv Recycl 19:1-10.

Pelczar MJ, Chan MJ. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Jakarta: UI Press.

Presscot GW. 1978. How to Know the Freshwater Algae. 3rd edition. Lowa :

Brown Company.

Rafiqul IM, Jalal KC, Alam MZ. 2005. Environmental factors for optimization of Spirulina biomassa in laboratory culture. J Biotechnol 4:19-22.

Raoof B, Kaushik BD, Prasanna R. 2008. Formulation of Low-Cost Medium Production of Spirulina. New Delhi: Division of Microbiology, India Agricultural Formass Research Institute.

Raymond G, Weissman J. 1988. Photobioreactor design: mixing, carbon

utilization, and oxygen accumulation. J Biotechno and Bioengineer 31:

336-344.

Richmond A. 2003. Handbook of Microalgae Culture Biotechnology and Applied

Phycology. Blackwell Pub.

Richmond AE. 1986. Review in biotechnology. J Biotechnol 4:368.

Richmond A. 1988. Sprulina. Di dalam: Borowitzka MA dan Borowitzka LJ,

editor. Microalgal Biotechnology. Cambridge: Cambridge Univ Press.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Institut Pertanian Bogor: Pusat Antar

Universitas.


(56)

Sánchez M, A., Garci A, Camacho G, Molina GF, Chisti Y. 2002. Growth and characterization of microalgal biomass produced in bubble column and

airlift photobioreactors: studies in fed-batch culture. Enzyme Microb.

J Technol 31: 1015–1023.

Seehan J, Dunchay T, Benemann J dan Roesslan P. 1988. A look at the U.S

Department of Energy Aquatic Species Program. Biodiesel from Algae. The National Renewable Energy Laboratory. Department of A National Laboratory of The U.S Departement of Energy.

Septina NS. 2001. Pengaruh konsentrasi unsur hara pada beberapa isolat ganggang mikro pada skala laboratorium dan lapang terhadap produksi

biomassa dan protein ganggang mikro air tawar dan sawah [SKRIPSI].

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Steel RGD, Torrie JH, Dickey DA. 1997. Principles and Procedures of Statistics

a Biometrical Approach. Singapore: McGraw-Hill,Inc.

Stevensen RJ, Bothwell ML, Lowe RL. 1996. Algal Ecology Freshwater Benthic

Ecosystem. USA: Elsevier.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1997. Prosedur Analitik untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. J Liberty 4: 99-100.

Suminto. 2009. Penggunaan media kultur teknis terhadap produksi dan kandungan nutrisi sel Spirulina platensis. J Sainstek Perikanan 4: 53-61.

Surfactant and Bioenergy Research Center. 2008. Mikroalga Potensi Masa Depan

Biodesel Indonesia. Di dalam : Pengembangan Bahan Bakar Berbasis CPO

dan Mikroalga Sebagai Penyokong Ketahanan Energi di Indonesia. Seminar Bioergi : Bogor. Perhimpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian IPB.

Sumarsih. 2003. Diktat Mikrobiologi. Yogyakarta: Univ Veteran.

Thompson PA, Harrison PJ dan Whyte JNC. 1990. Influence of Irradiance on The

Fatty Acid Composition of Phytoplankton.

Tjitrosomo SS. 1984. Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.

J Phycology (26):278-288.

Ugwu CU, Aoyagi H, Uchiyama H. 2008. Photobioreactors for mass cultivation

of algae. J Bioresource technol 99: 4021-4028.

Wardoyo STH. 1982. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan

Perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan. PPLH-UNDP-PSL.

Wetzel RG. 1983. Limnology. Philadelphia: WB Sounders Company.


(57)

Widjaja A. 2009. Lipid production from microalgae as a promising candidate for

biodiesel production. J Makara Teknologi 13: 47 – 51.

Zhong Jiang J. 2001. Advances in Biochemical Engineering


(1)

Lampiran 8 Tabel Data Produksi Protein Ganggang Mikro Skala Lapang

No Ganggang Mikro Tahap Panen Kadar N-total Produksi Protein (%)

1 Synechococcus sp. ICBB 9111 1 4.19 23.50

2 3.80 23.37

Total Rataan 23.44

2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 1 4.69 26.18

2 4.62 23.75

Total Rataan 24.97

3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 1 3.47 21.68

2 3.19 19.93

Total Rataan 20.81

4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 1 3.76 29.31

2 3.74 28.87

Total Rataan 29.09

5


(2)

Lampiran 9 Tabel Data Kadar Air Ganggang Mikro Skala Lapang

No Ganggang

Mikro

Tahap Panen

Bobot cawan (bc)

(g)

(bc + sampel) Sebelum dioven

(g)

(bc + sampel) Setelah

dioven (g)

Kadar Air (%)

1 Synechococcus sp. ICBB 9111 1 6.9475 7.9475 7.9056 4.19

2 6.8921 7.8921 7.8000 9.21

Total Rataan 6.70

2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 1 6.4558 7.4558 7.3042 15.16

2 6.9485 7.9485 7.8900 5.85

Total Rataan 10.50

3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 1 6.9446 7.9446 7.8083 13.63

2 6.9634 7.9634 7.8616 10.18

Total Rataan 11.91

4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 1 6.9306 7.9306 7.9732 4.26

2 6.9488 7.9488 7.8423 10.65

Total Rataan 7.46


(3)

Lampiran 10 Tabel Data Produksi Lipid Ganggang Mikro Skala Lapang

No Ganggang

Mikro

Tahap Panen

Bobot tabung vial

(g)

Bobot tabung vial +Lipid

(g)

Bobot sampel (g)

Produksi lipid

(%)

1 Synechococcus sp. ICBB 9111 1 38.00 38.51 2 25.50

2 36.24 36.57 2 16.50

Total Rataan 21.00

2 Chlamydomonas sp. ICBB 9111 1 37.54 38.13 2 29.50

2 36.21 36.87 2 33.00

Total Rataan 31.25

3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 1 38.75 39.28 2 26.50

2 36.83 37.58 2 37.50

Total Rataan 32.00

4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 1 36.22 36.74 2 26.00

2 37.22 37.70 2 24.00

Total Rataan 25.00


(4)

Lampiran 11 Tabel Data Kadar Abu Ganggang Mikro Skala Lapang

No Ganggang

Mikro

Tahap Panen

Bobot cawan (bc)

(g)

(bc + sampel) Sebelum dioven

(g)

(bc + sampel) Setelah dioven

(g)

Kadar abu (%)

1 Synechococcus sp. ICBB 9111 1 19.5241 20.5241 20.500 2.41

2 18.7220 19.7220 19.6578 6.42

Total Rataan 4.42

2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 1 24.9438 25.9438 24.9572 1.34

2 20.9481 21.9481 20.9347 1.34

Total Rataan 1.34

3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 1 24.9538 25.9538 24.9404 1.34

2 21.9550 22.9550 22.9336 2.14

Total Rataan 1.74

4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 1 20.5509 21.5509 20.5003 5.06

2 19.9546 20.9546 20.9430 1.16

Total Rataan 3.11


(5)

61

Lampiran 12 Tabel Data dan Perhitungan Volume Biakan Ganggang Mikro No Ganggang Mikro Persamaan Linier R2 ODmin

1 Synechococcus sp.ICBB 9111 y= 0.080x – 0.039 0.988 0.148

2 Chlamydomonas sp.ICBB 9112 y = 0.092x - 0.050 0.973 0.167

3 Chlamydomonas sp.ICBB 9113 y = 0.053x - 0.012 0.977 0.104

4 Chlamydomonas sp.ICBB 9114 y = 0.092x - 0.054 0.971 0.166

Keterangan:

y = Nilai OD, x = waktu (hari), Volume biakan = (ODmin/ODstok) x 150 L Contoh perhitungan:

Persamaan linier dari kurva pertumbuhan Synechococcus sp. ICBB 9111 yaitu, y = 0.080x – 0.039

Target OD panen minimum dalam perhitungan (y) = 0.5 0.5 = 0.080x – 0.039

0.080x = 0.5 + 0.039 x = 0.539/0.080 x = 6.73 = 7 hari

Sedangkan nilai OD minium awal yang harus ditetapkan untuk mencapai target panen dalam 2 hari dengan OD sebesar 0.5 adalah:

= (2/6.73) x 0.5 = 0.148

Penetapan kebutuhan volume biakan sehingga tercapai target panen dalam 2 hari (OD panen minimum = 0.5) adalah:


(6)

62

Lampiran 13 Foto Penelitian

a. Isolat ganggang mikro terseleksi